BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Discovery Learning Siswa Kelas IV SDN Gedanganak 02

6

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1

Kajian Teori

2.1.1

Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran IPA di SD dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan

(KTSP) menurut Permendiknas NO.22 tahun 2006 tentang standar isi, bahwa IPA
berkaitan erat dengan pola pikir dengan mencari tahu tentang mengenai dalam dan
sekitarnya, sehingga dalam pembelajaran IPA dituntut untuk melakukan suatu
proses penemuan. Pembelajaran IPA bukan hanya mengenai pemahaman anak
pada suatu materi tertentu, namun dengan peserta didik memperoleh pengalaman
secara langsung akan membuatnya lebih kuat untuk memahami materi.
Sagala Syaiful (2004:68), mengemukakan bahwa IPA adalah pengetahuan
yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dan segala isinya. Rasional

berarti berdasarkan pemikiran yang sistematis dan logis, obyektif berarti sesuai
dengan keadaan sebenarnya. Carin (1993:3), menambahkan bahwa IPA
merupakan suatu kegiatan berupa pertanyaan, penyelidikan alam semesta,
penemuan dan pengungkapan serangkaian alam. Dalam Usman Samatowa
(2006:12), Piaget mengatakan bahwa pengalaman langsung yang memegang
peranan penting sebagai pendorong lajunya perkembangan kognitif anak. Dengan
menggunakan pembelajaran yang secara langsung, akan lebih memperkuat daya
ingat para peserta didik mengenai materi atau teori-teori dan lebih praktis karena
dapat menggunakan alat atau media belajar yang terdapat di lingkungan.
Berdasarkan Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang mata pelajaran IPA
di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk memperoleh
keyakinan terhadap kebebasan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan,
kendahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, serta peserta didik dapat
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik dapat
mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat, peserta didik dapat mengembangkan keterampilan proses untuk

6


7

menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, peserta
didik dapat meningkatkan kesadaran untuk bperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam, peserta didik dapat meningkatkan
kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu
satu ciptaan Tuhan, peserta didik memperoleh bakal pengetahuan, konsep dan
ketearampilan IPA unuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.2

Hasil belajar
Hasil belajar sering kali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui

seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan.Hasil belajar
dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil”
dan “belajar”. Pengertian hasil menunjukan pada suatu perolehan akibat
dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahannya input
secara fungsional, sedangkan belajar dilakukannya untuk mengusahakan adanya
perubahan perilaku pada individu yang belajar (Purwanto,2011:44). Hasil belajar

adalah bukti keberhasilan yang telah dicapai siswa dimana setiap kegiatan dapat
menimbulkan suatu perubahan yang khas, dalam hal ini hasil belajar meliputi
keaktifan, keterampilan proses, motivasi, dan prestasi belajar (Winkel,1991:42).
Dimyati dan Mudjiono (2006:45) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan
hasil yang dicapai dalam bentuk angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar
kepada siswa dalam waktu tertentu. Hasil belajar merupakan hasil akhir setelah
mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat
diamati dan dapat diukur (Arikunto,1990:133). Proses belajar mengajar selalu
menghasilkan hasil belajar yang dicapai. Gambaran tentang keberhasilan belajar
dapat diambil dalam bentuk penentuan raport. Dalam proses mengajar, siswa
mengalami pengalaman belajar, kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh
siswa setelah menerima pengalaman belajar tersebut merupakan hasil belajar
(Mustamin, 2010:37).
Berdasarkan pengertian hasil belajar menurut 3 pakar dapat disimpulkan
hasil belajar adalah suatu akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan
berulang-ulang. Dengan hasil belajar diharapkan dapat membentuk pribadi

7

8


individu yang selalu ingin mencapai hasil yang baik lagi, sehingga akan
mengubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
Menurut Dimyati & Mujiyono (2009:78), ada 2 faktor yang dapat
mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Pada
kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas model pembelajaran
merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar. Salah
satu model pembelajaran yang efektif dalam proses pembelajaran adalah model
pembelajaran kooperatif. Slavin dalam Suriansah & Sulaiman (2009:66), secara
lebih spesifik mengutarakan, dari beberapa hasil penelitian telah membuktikan
bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi dan
hasil belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan bersosial antar
siswa.
2.1.3

Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran

merupakan


aktivitas

pembelajaran

kelompok

yang

diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada
perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang
di dalamnya setiap pembelajar bertanggungjawab atar pembelajarannya sendiri
dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain
(Roger, dkk 1992). Teknik pembelajaran kooperatif yaitu membentuk kelompokkelompok kecil yang mempunyai suatu ciri khas yaitu dalam anggota
kelompoknya bersifat heterogen (bermacam-macam). Lie (2009:39), berpendapat
membentuk kelompok berempat memiliki kelebihan yaitu keleompok lebih
mudah dipecah dalam berpasangan, lebih banyak ide muncul, lebih banayk tugas
yang bisa dilakukan dan guru lebih mudah memonitor. Kekurangan kelompok
berempat adalah membutuhkan lebih banyak waktu, membutuhkan sosialisasi
yang lebih baik, jumlah genap lebih menyusahkan untuk pengambilan suara,
kurang kesempatan untuk kontribusi individu dan mudah melepaskan diri dari

keterlibatan. Johnson dan Johnson, pembelajaran kooperatif berarti bekerja sama
untuk mencapai tujuan.
Artz dan Newman (1990:13) berpendapat, pembelajaran kooperatif
sebagai kelompok kecil pembelajar atau siswa yang bekerja dalam satu tim untuk

8

9

mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, dan mencapai tujuan
bersama. Harmin dalam santos (1983:4) menambahkan Kerja sama siswa dalam
pembelajaran) dapat memberikan berbagai pengalaman mereka lebih banyak
berfikir, berinisiatif, menentukan pilihan dan lebih mengembangkan diri lebih
baik.
Tujuan utama dari pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik
mampu belajar bersama dengan teman-teman yang lain tanpa memandang status
dari masing-masing individu dengan saling mengemukakan pendapat dan
memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pendapat mereka dalam
kelompok (Mustamin, 2010:7).
Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Pembelajaran secara tim, tim ini tempat untuk mencapai tujuan sehingga
anggota ddari tim saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2. Didasarkan pada manajemen kooperatif, perencanaan pelaksanaan
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan
perencenaan dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan.
3. Kemauan untuk bekerja sama, keberhasilan ditentukan oleh keberhasilan
secara kelompok maka diperlukan kerja sama yang baik untuk mencapai
hasil yang optimal.
4. Keterampilan bekerja sama, dipraktikan melalui kegiatan secara
berkelompok. Perlu interaksi dan komunikasi yang baik.
Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008:23) ada lima unsur dasar
dalam pembelajaran kooperatif yaitu :
1. Prinsip Ketergantungan positif, keberhasilan tergantung pada penyelesaian
tugas dan usaha yang dilakukan oleh kelompok dan juga ditentuakan oleh
kinerja masing-masing kelompok.
2. Tanggung jawab perorangan, setiap anggota kelompok mempunyai
tanggung jawab masing-masing yang harus dikerjakan dalam kelompok.


9

10

3. Interaksi tatap muka, memberikan kesempatan kepada anggota kelompok
untuk saling berdiskusi memberikan dan menerima informasi dari anggota
lain.
4. Partisipasi dan komunikasi, melatih siswa untuk aktif berpartisipasi dan
berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
5. Evaluasi proses kelompok, memberikan waktu untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil kerja agar selanjutnya mampu bekerja lebih
efektif.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif mengacu pada pembelajaran dimana siswa bekerja sama dengan
kelompok kecil dan saling membantu dalam kerja untuk mencapai suatu tujaun.
Dalam pembelajaran kooperatif memiliki beberapa model pembelajaran
diantaranya yaitu Model kooperatif tipe Discovery Learning yang digunakan
peneliti dalam penelitiannya.
2.1.4


Model Pembelajaran Berbasis Penemuan (Discovery Learning)
Menurut Wahab (2007:59), model pembelajaran Discovery Learning

mengacu kepada teori belajar yang disenisikan sebagai proses pembelajaran yang
diharapkan siswa mengorganisasi dan membangun konsep berdasar penemuannya
sendiri. Dalam menerapkan model pembelajaran Discovery Learning guru
berperan sebagai pembimbingdengan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing
dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini
ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented (berpusat pada
guru) menjadi student oriented (berpusat pada siswa).
Menurut Kementrian Pendidikan dan kebudayaan (2013, hlm.159-160)
mengemukakan sintaks pembelajaran berbasis penemuan
Tahapan Kegiatan

Kegiatan Pembelajaran
Guru menyajikan beberapa contoh dan bukan

Fase ke-1


Pemberian rangsangan contoh dari suatu konsep sehingga peserta didik
(menyediakan
awal

untuk

fakta merasa untuk bertanya lebih jauh
diamati

10

11

peserta didik)
Guru mrndorong anak untuk menanyakan fakta

Fase ke-2
Identifikasi


masalah tambahan
mengatakan

(mengklasifikasikan

dan

guru

contoh

meresponnya
ata

“bukan

dengan
contoh”

fakta yang diusulkan sehingga peserta didik memperoleh lebih
peserta didik)

banyak contoh dan bukan contoh.

Fase ke-3

Guru mengajak peserta didik merumuskan
dugaan dugaan mereka tentang konsep dan contoh-

Menghasilkan
tentang

dan contohnya tersebut

maksud

fakta yang diberikan
Fase ke-4

Duru

membimbing

peserta

didik

dalam

Pengumpulan data

mengumpulkan informasi terhadap masalah
yang dialami siswa melalui berbagai cara
membaca sumber, diskusi.

Fase ke-5

Guru

Pembuktian

mengajak peserta didik untuk menemukan

(menganalisis

menata

contoh-contohnya

saja

dan

fakta kesamaan dari contoh-contoh tersebut

dengan

mencari

polanya)
Guru mengajak kelompok-kelompok untuk

Fase ke-6
Memfasilitasi

peserta berbagi dugaan dan mendiskusikan sehingga

didik

bebagai diperoleh dugaan bersama

untuk

hasil

penalaran

(dugaannya)
Guru memberikan gagasan tentang maksud dan

Fase ke-7
Tahap
peserta

6

mendorong konsep tu
didik

untuk

menyimpulkan

11

12

Guru

Fase ke-8
Membantu

peserta

didik

mantap

lebih

memberikan

latihan-latihan

untuk

mematapkan pemahaman peserta didik

memahami konsepnya

2.1.5

Media Pembelajaran
Smaldino, dkk (2008:16) mengatakan bahwa media adalah suatu alat

komunikasi dan sumber informasi. Media berarti menunjuk pada segala sesuatu
yang membawa informasi antara sumber dan penerima. Lebih lanjut Briggs
(1977:29) mengatakan bahwa media adalah peralatan fisik untuk membawakan
atau menyempurnakan isi pembelajaran. Salah satunya adalah media gambar.
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan
pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.
2.1.5.1 Media Gambar
Gerlach dan Ely (1980:31) mengatakan bahwa melalui gambar dapat
ditunjukkan kepada pebelajar suatu tempat, orang, dan segala suatu dari daerah
yang jauh dari jangkauan pengalaman pebelajar sendiri. Menurut Edgar Dale
(1963:12) gambar dapat mengalihkan pengalaman belajar dari taraf belajar dengan
lambang kata-kata ke taraf yang lebih konkrit (pengalaman langsung). Jadi
dengan menggunakan media gambar membuat membuat siswa tidak jenuh dalam
proses pembelajaran.
Kelebihan media gambar:
a.

Dapat menerjemahkan ide-ide abstrak ke dalam bentuk yang lebih nyata.

b.

Banyak tersedia dalam buku-buku.

c.

Sangat mudah dipakai karena tidak membutuhkan peralatan.

d.

Relatif tidak mahal.

e.

Dapat dipakai untuk berbagai tingkat pelajaran dan bidang studi.

12

13

2.1.6

Hubungan Model Pembelajaran Berbasis Penemuan (Discovery
Learning) dengan Hasil Belajar
Penggunaan model pembelajaran kooperatif disarankan untuk mendukung

guru

agar

dapat

menciptakan

suasana

pembelajaran

mengajar

yang

menyenangkan dan aktif. Salah satu tipe pembelajaran yang dipandang tepat
dalam pembelajaran IPA adalah Discovery Learning, tipe ini dianggap tepat
karena mampu membangkitkan rasa ingin tahu melalui pememuan yang mereka
teliti. Langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran Discovery
Learning menurut peneliti dengan acuan sintaks dari Kementrian Pendidikan dan
kebudayan yang di padukan menggunakan media gambar sebagai berikut:
1. Pembagian kelompok
Siswa di bagi menjadi bebrapa kelompok, setiap kelompok terdiri
4-5 siswa.
2. Pengamatan
Siswa mengamati gambar atau contoh yang di siapkan oleh guru
3. Rasa ingin tahu
Siswa membuat dugaan jawaban atas pertanyaan dalam contoh
yang di persiapkan.
4. Mencari informasi
Siswa mencari informasi atau melakuakn percobaan untuk
menjawab dugaan yang ada.
5. Konfirmasi
Siswa mencocokan jawaban
6. Diskusi
Siswa mendiskusikan hasil dari percobaan
7. Kesimpulan
Siswa menyimpulkan dari perobaaan yang dilakuakan
2.2

Kajian hasil Penelitian yang Relevan
Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan

penelitian lain yang dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian. Adapun
penelitian yang terdahulu diantaranya sebagai berikut: Penelitian yang

13

14

dilaksanakan oleh Lisa Pelisia (2014) yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar
IPA melalui Model pembelajaran Discovery Learning pada siswa kelas V SD
Negeri Watuagung 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II
Tahun Pelajaran 2013-2014”. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembelajaran Model Pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan hasil
belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Watuagung 02. Hal ini dapat dibuktikan
pada pra siklus hanya 7 siswa atau 41% siswa yang mendapatkan nilai di atas
KKM dengan nilai rata-rata 58,6. Pada siklus I terjadi peningkatan yang cukup
memuaskan yaitu 16 siswa atau 88% dari 17 siswa mendapatkan nilai di atas
KKM dengan nilai rata-rata 79. Kemudian pada siklus II terjadi peningkatan yang
sangat memuaskan yaitu 17 siswa atau 100% dari 17 siswa mendapat nilai diatas
KKM dengan nilai rata-rata 88. Kelebihan dalam

penelitian ini terjadi

peningkatan hasil belajar siswa dari pada menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning. Kelemahan dalam penelitian ini yaitu guru belum
menggunakan media pembelajaran. Penelitian yang dilaksanakan oleh Era
Yuliana (2014) yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui
Model Pembelajaran Discovery Learning pada Siswa Kelas V SDN Wonomerto
03 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester I Tahun Pelajaran 20132014”. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran

model

pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA Siswa
Kelas V Siswa Kelas V SDN Wonomerto 03 Kecamatan Bandar Kabupaten
Batang. Hal ini dapat ditunjukkan pada peningkatan ketuntasan belajar siswa
terjadi secara bertahap yaitu dimana pada kondidi awal hanya terdapat 7 siswa
atau 35% yang tuntas dalam belajarnya, pada siklus I ketuntasan belajar siswa
meningkat menjadi 15 siswa atau 75%, dan pada siklus II meningkat lagi menjadi
18 siswa atau sekitar 90% yang tuntas belajarnya. Kelebihan dalam penelitian ini
terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari pada menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning. Kelemahan dalam penelitian ini yaitu perlu
adanya pengawasan dari guru agar motivasi siswa tumbuh dan berkembang saat
bekerja kelompok. Penelitian yang dilaksanakan oleh Inus (2012) yang berjudul
“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Pembelajaran

14

15

Discovery Learning pada Mata Pelajaran Matematika untuk Siswa Kelas V
Sekolah Dasar Negeri Mangunsari 04 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga”. Dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran model pembelajaran Discovery
Learning berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V Sekolah
Dasar Negeri Mangunsari 04. Hal ini dapat dilihat pada hasil evaluasi siklus I
70% siswa tuntas atau dengan 26 siswa, dan siklus II 89% atau 33 siswa tuntas
keseluruhan siswa berjumlah 37 siswa. Kelemahan dalam penelitian ini yaitu
perlu penguasaan kelas yang baik dan kondusif, serta memerlukan waktu
pembelajaran yang lama sehingga perlu manajemen waktu yang baik oleh guru.
2.3

Kerangka Berpikir
Berdasarkan indentifikasi masalah, pembelajaran masih menggunakan

cara konvensional dimana peran guru masih mendominasi dibandingkan oleh
siswa. Hal ini menyebabkan siswa menjadi pasif sedangkan guru lebih aktif.
Sehingga siswa merasa bosan dan tidak memperhatikan pembelajaran yang
sedang berlangsung. Oleh karena itu berdampak pada hasil belajar siswa yang
kurang memuaskan karena berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Model pembelajaran Discovery Learning yang digunakan sebagai upaya
agar siswa mampu memahami pembelajaran IPA lebih baik. Model pembelajaran
Discovery Learnig yang pada dasarnya melatih siswa dalam membagi informasi
dan berani mengungkapkan pendapat yang berkaitan dengan kehidupannya
sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya menjadi lebih bermakna.
Kerangka pikir dalam penelitian diigambarkan sebagai berikut:

15

16

Kegiatan
belajar
:
mengajar

Guru belum
menggunakan
metode
pembelajaran tipe
Discovery
Learning

Hasil belajar siswa
masih rendah

1. Guru membagi siswa
dalam kelompok terdiri
dari 4 siswa setiap
kelompoknya
2. Siswa meneliti gambar
benda yang di berikan
oleh guru
3. Siswa
mengelompokkan
benda padat, cair, dan
gas
4. Siswa mendiskusikan
ciri-ciri dari semua
benda.
5. Perwakilan kelompok
akan mempresentasikan
hasil diskusi
6. Evaluasi dan pemberian
soal

Guru
menggunakan
metode
pembelajaran tipe
Discovery
Learning

Hasil belajar siswa
meningkat

16

17

2.4

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil

belajar IPA dapat diupayakan melalui model pembelajaran berbasis penemuan
(Discovery Learning) berbantuan media gambar siswa kelas IV SD Negeri
Gedanganak 02 Kab.Semarang semester I tahun pelajaran 2017-2018.

17

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20