PENGARUH TERAPI KELUARGA TERHADAP TINGKA

SEMINAR HASIL PENELITIAN
PENGARUH TERAPI KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN
KELUARGA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS
PUSKESMAS PURWOKERTO UTARA II

Oleh:
Senja Paramita
G1D009058
Penguji I
: Endang Triyanto, S.Kep., Ns., M.Kep.
Penguji II
: Asep Iskandar, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp. Kom.
Penguji III
: Fajar Tri Asih, S.Kep., Ns., M.M.
Wakil Komisi Skripsi : Atyanti Isworo, M.Kep., Ns., Sp.KMB.

Latar Belakang
DM,
penyakit
degeratif
bersifat

kronis yang tidak
dapat disembuhkan
namun
dapat
dikendalikan
(DINKES
Jateng,
2006).

Komplikasi
akut/kronis
menyebabkan
gangguan kualitas
SDM (Smeltzer &
Bare, 2002).

Masalah kesehatan yang dialami
anggota keluarga mengakibatkan
berpengaruh
pada

sistem
keluarga
→ komunitas →
komunitas global
(Sudiharto,
2007)

Kemampuan dalam
mengatasi masalah
kesehatan anggota
keluarga merupakan
salah satu aktualisasi
keluarga
atas
kemandiriannya
(Sudiharto, 2005).

Terapi
keluarga
bertujuan merubah

tingkah laku serta
kebisaan individu di
dalam
sebuah
keluarga
(Dirgagunarsa,
2008).

Gangguan pada sistem keluarga
dipengaruhi oleh permasalahan
yang terdapat di dalam keluarga
yang
dapat
menggaggu
keseimbangan
hidup,
penampilan, serta tingkah laku
anggota keluarga (Dirgagunarsa
2008).


Lanjutan….
Data World Health Organization
(WHO)
tahun
2007
Indonesia
menempati urutan keempat dengan
jumlah penderita DM terbesar di dunia
setelah India, Cina, dan Amerika
Serikat dengan prevalensi 8,6 % dari
seluruh penduduk Indonesia.
Didapatkan data dari Dinas Kesehatan
Jawa Tengah tahun 2011 jumlah
penderita DM di Propinsi Jawa Tengah
sebanyak 509.319 orang. Penderita
DM di Kabupaten Banyumas pada
tahun 2008 sebesar 3.232 orang.

Depkes RI tahun 2008 Indonesia
mencapai 8.246.000 jiwa pada tahun

2000 dan diperkirakan menjadi
21.257.000 jiwa penderita pada tahun
2030.

Puskesmas Purwokerto Utara II yang
wilayah kerjanya berada di Kelurahan
Sumampir, Kelurahan Gerendeng,
Kelurahan
Karangwangkal,
dan
Kelurahan Pabuaran menunjukkan
angka penderita DM sejak bulan
Agustus hingga September 2012
sejumlah 62 orang

Rumusan Masalah
“Adakah pengaruh terapi keluarga
terhadap tingkat kemandiran keluarga
pada penderita DM Puskesmas
Purwokerto Utara II?”


Tujuan

•Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh terapi keluarga terhadap tingkat kemandirian
keluarga pada penderita DM .
•Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga penderita DM.
2. Mengidentifikasi tingkat keluarga mandiri sebelum dilakukan terapi
keluarga pada penderita DM.
3. Mengidentifkasi tingkat keluarga mandiri sesudah dilakukan terapi
keluarga pada penderita DM.
4. Mengidentifikasi perbedaan tingkat keluarga mandiri pada penderita
DM sebelum dan sesudah dilakukan terapi keluarga.

Keaslian Penelitian
Penulis & Judul

Persamaan


Perbedaan

Susanto (2010) Pengaruh Terapi Variabel bebas: terapi Variabel
terikat:
tingkat
Keperawatan Keluarga Terhadap keluarga.
kemandirian keluarga dengan
Tingkat Kemandirian Keluarga
permasalahan
kesehatan
dengan Permasalahan Kesehatan
reproduksi pada remaja .
Reproduksi pada Remaja di
Kelurahan Ratujaya Kecamatan
Pancoran Mas Kota Depok
Setiawan (2010) Keefektifan terapi
keluarga terhadap penurunan
angka
kekambuhan
pasien

skizofrenia di rumah sakit khusus
jiwa dan saraf Puri Waluyo
Surakarta

Variabel bebas: terapi
keluarga,
teknik
pengambilan
sampel
purposive sampling.

Variabel terikat: penurunan
angka
kekambuhan
pasien
skizofrenia
dan
rancangan
penelitian ini menggunakan
kuasi eksperimen pre post with

control.

Wiyati, Dyah Wahyuningsih, dan Teknik
pengambilan Variabel
bebas:
pengaruh
Esti
Dwi Widayanti
(2010) sampel
purposive psikoedukasi, variabel terikat:
Pengaruh Psikoedukasi Keluarga sampling.
kemampuan keluarga dalam
Terhadap Kemampuan Keluarga
merawat klien dan desain
dalam Merawat Klien Isolasi Sosial.
penelitian pre post test with
Penelitian ini dilakukan di RSUD
control.
Banyumas di bangsal keperawatan
jiwa


Tinjauan Pustaka
Diabetes Mellitus merupakan suatu
kelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa
dalam darah atau hyperglikemia. Glukosa
secara normal bersirkulasi dalam jumlah
tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk
di hati dari makanan yang dikonsumsi
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Pengelolaan DM
menurut PERKENI
(2011) :
Hilangnya berbagai keluhan/gejala DM
shg pasien dapat menikmati hidup dan
tercegahnya berbagai komplikasi.
•Edukasi
•Diet
•Latihan fisik
•Intervensi farmakologi


Komplikasi yang bersifat akut maupun
kronis dapat menyebabkan gangguan
kualitas hidup dari penderita diabetes
melitus dan penurunan kualitas diabetes
melitus akibat komplikasi yang menahun.
Sehingga kualitas hidup penderita
diabetes melitus perlu ditangani dengan
penanganan yang tepat (Smeltzer &
Bare, 2002).

Menurut PERKENI (2011), upaya
pencegahan pada penderita diabetes
melitus ada tiga tahap yaitu:
•Pencegahan Primer
•Pencegahan Sekunder
•Pencegahan Tersier

Tingkat kemandirian keluarga menurut Departemen Kesehatan RI (2006),
kemandirian keluarga dalam program Perawatan Kesehatan Komunitas dibagi
menjadi empat tingkatan dari keluarga mandiri tingkat satu (paling rendah)
sampai keluarga mandiri tingkat empat (paling tinggi).

1. Menerima petugas Perawatan Kesehatan Komunitas.
2. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan.
3. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar.
4. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.
5. Melakukan perawatan sederhana sesuai yang dianjurkan.
6. Melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif.
7. Melaksanakan tindakan promotif secara aktif.
KM 1 : Keluarga mampu melakukan Point 1 – 2
KM 2 : Keluarga mampu melakukan Point 1 – 5
KM 3 : Keluarga mampu melakukan Point 1 – 6
KM 4 : Keluarga mampu melakukan Point 1 - 7

Terapi Keluarga
Terapi keluarga merupakan
sebuah
kegiatan
yang
bertujuan untuk menemukan
masalah
yang
timbul,
kemudian
dibahas
dan
diselesaikan bersama dengan
anggota keluarga. Terapi ini
dimaksudkan
untuk
mengubah pola atau bentuk
interaksi
dalam
sebuah
keluarga agar lebih baik lagi
dari sebelumnya (Spradley,
2005).

Tujuan utama terapi keluarga adalah untuk
mengidentifikasi masalah yang akan dihadapi
pasien pada masa yang akan datang dan
membuat rencana supaya permasalahan
tersebut dapat dihadapi atau dihindari.
Penelitian yang pernah dilakukan membuktikan
bahwa mengajarkan keterampilan-keterampilan
memecahkan masalah kepada pasien dan
keluarga mereka adalah lebih efektif untuk
mencapai tujuan dibandingkan dengan hanya
memberikan terapi individual pada penderita.
(Semiun, 2006)

Tiga fase terapi keluarga adalah sebagai berikut:
1. Fase periode kesepakatan oleh perawat keluarga, terbentuknya
hubungan antara anggota keluarga dan perawat, masalah
diidentifikasikan dan tujuan ditetapkan.
2. Fase kerja, terdiri dari pengubahan pola interaksi, peningkatan
kemampuan individu, dan penggalian cara-cara baru dalam perilaku.
Anggota keluarga diikutsertakan dalam mengklarifikasi batasan,
peraturan, dan harapan.
3. Fase terminasi, keluarga melihat kembali proses yang dibuat dalam
mencapai tujuan, cara-cara untuk mengatasi permasalahan yang
timbul
kembali,
dan
mempertahankan
asuhan
yang
berkesinambungan.
(Setyohadi dan Kushariyadi, 2011).
Tahapan dalam terapi keluarga biasanya dilakukan tidak lebih dari satu
kali dalam seminggu (kecuali jika terjadi kegawatdaruratan). Masingmasing tahapan memerlukan waktu paling lama dua jam. Lama terapi
tergantung dari sifat masalah dan model terapeutik (Setyohadi dan
Kushariyadi, 2011).

KERANGKA
TEORI

KERANGKA
KONSEP

Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian diambil berdasarkan
kerangka teori dan kerangka konsep tersebut,
maka peneliti menggunakan rumusan hipotesis
kerja (Ha) dalam penelitian yaitu : ada pengaruh
terapi keluarga terhadap tingkat kemandirian
keluarga pada penderita diabetes mellitus di
Puskesmas Purwokerto Utara II.

Metode Penelitian
Jenis

Kriteria

DEFINISI
OPERASIONAL

Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini menggunakan Indikator
Dampak
Keperawatan
Kesehatan
Masyarakat
Berdasarkan Tingkat Kemandirian Keluarga untuk
diabetes melitus.

Validitas

Langkah Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

10.

11.
12.
13.
14.

Persiapan materi melalui studi dokumentasi dan studi pustaka yang mendukung penelitian.
Pembuatan proposal penelitian yang dilanjutkan dengan pengujian proposal penelitian.
Dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada skala pengukuran Indikator Dampak Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Berdasarkan Tingkat Kemandirian Keluarga yang telah dilakukan modifikasi.
Pengajuan surat rekomendasi dari kampus untuk melakukan penelitian di Puskesmas Purwokerto Utara II.
Sosialisasi rencana penelitian dan pengumpulan data sekunder berupa nama serta alamat pasien diabetes melitus
dibantu oleh karyawan yang berada di Puskesmas Purwokerto Utara II.
Mengunjungi rumah calon responden dengan meminta persetujuan untuk menjadi sampel penelitian.
Apabila responden memenuhi kriteria inklusi penelitian dilakukan pencatatan pada lembar observasi dan melakukan
kontrak waktu untuk melakukan terapi keluarga.
Melakukan persamaan persepsi dengan asisten penelitian dan membagi keluarga yang akan menerima terapi keluarga.
Minggu pertama terapi dilakukan pengumpulan data tingkat kemandirian keluarga dengan skala pengukuran Indikator
Dampak Keperawatan Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Tingkat Kemandirian Keluarga Diabetes Melitus dan
pengkajian dan identifikasi masalah yang sedang keluarga alami.
Minggu kedua terapi akan dilakukan terapi keluarga dengan penyelesaian masalah yang dilakukan bersama-sama oleh
seluruh anggota keluarga dan diberikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit diabetes melitus, perawatan dan
penanganan yang tepat, pemberian informasi mengenai tindakan pencegahan.
Minggu ketiga dilakukan evaluasi, terminasi, dan diukur kembali tingkat kemandirian keluarganya dengan menggunakan
Indikator Dampak Keperawatan Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Tingkat Kemandirian Keluarga Diabetes Melitus.
Setelah dilakukan terapi keluarga kemudian penelitian selesai setelah target sampel kelompok intervensi telah
terpenuhi.
Semua data direkap, dihitung kemudian dilakukan analisa statistik dengan menggunakan komputer.
Setelah analisa statistik selesai kemudian dibuat pembahasan dan kesimpulan yang disusun ke dalam laporan hasil
penelitian.

Data Primer

Analisis Data

Etika Penelitian

UMUR
Rentang Umur (tahun)

Frekuensi

(%)

Pra Lansia (45-59)

17

51,5

Lansia (60-69)

8

24,2

Lansia Risti (≥70)

8

24,2

33

100

TOTAL

Umur sangat erat kaitannya dengan kenaikan kadar glukosa darah,
sehingga semakin meningkat umur makan prevalensi diabetes melitus
tipe II dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Proses menua yang
berlangsung setelah usia 30 tahun menyebabkan perubahan pada
anatomis, fisiologis, serta biokimia manusia (Yusra, 2011).

JENIS KELAMIN
Jenis Kelamin

Frekuensi

(%)

Laki-laki

6

18,2

Perempuan

27

81,2

33

100

TOTAL

Mayoritas penderita diabetes melitus terdapat pada wanita menurut
Sakinah (2009) disebabkan pola makan pada perempuan cenderung
tidak teratur. Mekanisme otak untuk mengontrol asupan makanan dapat
menjelaskan angka obesitas lebih tinggi pada wanita. Rendahnya kontrol
yang menghalangi respon makanan pada wanita bisa menjadi hal yang
mendasari rendahnya keberhasilan wanita menurunkan berat badan
dibandingkan laki-laki.

PENDIDIKAN
Pendidikan

Frekuensi

(%)

Tidak sekolah

1

3

Lulus SD

9

27,3

Lulus SMP

7

21,2

Lulus SMA

11

33,3

Lulus Akademik /PT

5

15,2

TOTAL

33

100

Seseorang dengan pendidikan yang baik, lebih matang terhadap proses
perubahan pada dirinya, sehingga akan lebih mudah menerima informasi
luar yang bernilai positif, obyektif, dan terbuka terhadap berbagai
informasi dalam bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

PEKERJAAN
Pekerjaan

Frekuensi

(%)

Ibu rumah tangga

4

12,1

Petani

0

0

Buruh

8

24,2

Wiraswasta

8

24,2

PNS

4

12,1

Pensiunan

9

27,3

33

100

TOTAL

Pekerjaan dengan jumlah terbanyak pada penelitian ini sebagai pensiunan
kemungkinan terdapat hubungan dengan usia responden pada penelitian ini yang
memang berusia tua. Pernyataan ini di dukung oleh pernyataan Nugroho (2000)
bahwa kondisi lanjut usia menyebabkan kemunduran di bidang ekonomi. Masa
pensiun akan berakibat turunnya pendapatan, hilangnya fasilitas-fasilitas,
kekuasaan, wewenang, dan penghasilan.

PENDAPATAN
Perdapatan Perbulan

Frekuensi

(%)

< Rp 1.000.000

13

39,4

Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000

9

27,3

> Rp 2.000.000

11

33,3

33

100

TOTAL

Menurut Gautam et al (2009), terdapat hubungan antara
kualitas hidup pasien diabetes melitus dengan keadaan sosial
ekonomi pada keluarga tersebut. Apabila kualitas hidup
pasien diabetes melitus rendah maka terdapat hubungan
pada rendahnya tingkat sosial ekonomi pada keluarga

TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA
Tahap Perkembangan

Frekuensi

(%)

Baru menikah

0

0

Menanti kelahiran / anak
tertua berusia kurang dari
1 bulan

0

0

Anak prasekolah / anak
tertua berusia 2,5 tahun –
6 tahun

2

6,1

Anak sekolah / anak tertua
berusia 7 tahun – 12 tahun

4

12,1

Remaja / anak tertua
berusia 13 tahun – 20
tahun

4

12,1

Dewasa (pelepasan)

13

39,4

Pertengahan

6

18,2

Usia lanjut

4

12,1

33

100

TOTAL

-continuePada penelitian ini ditemukan bahwa nilai terbesar
pada tahap perkembangan keluarga berada pada
tahap dewasa (pelepasan). Pada tahap ini menurut
Suprajitno (2004) keluarga memiliki tugas untuk
menyelesaikan
beberapa
tugas
seperti,
mempertahankan kesehatan individu dan pasangan
usia pertengahan, mempertahankan hubungan
yang serasi dan memuaskan dengan anak-anaknya
dan sebaya, serta meningkatkan keakraban
pasangan.

GAMBARAN TINGKAT KEMANDIRIAN
KELUARGA
Terapi Keluarga
Tingkat
Kemandirian

Sebelum

Sesudah

Frekuensi

(%)

Frekuensi

(%)

TK I

24

72,7

8

24,2

TK II

7

21,2

9

27,3

TK III

1

3

12

36,4

TK IV

1

3

4

12,1

33

100

33

100

TOTAL

• Sebelum dilakukan terapi keluarga mayoritas responden berada pada Tingkat
Kemandirian Keluarga I, 24 responden (72,7%).
• Setelah dilakukan terapi keluarga mayoritas responden berada pada Tingkat
Kemandirian Keluarha III, 12 responden (36,4%)
• Terdapat 10 keluarga yng tidak mengalami kenaikan atau berada pada Tingkat
Kemandirian Keluarga yang sama.

PERBEDAAN TINGKAT KEMANDIRIAN
SEBELUM DAN SESUDAH TERAPI KELUARGA
Variabel

Mean Rank

Sumo Ranks

Z

Terapi keluarga
sebelum dan
sesudah

12

276

-4,350

Asymp. Sig (2
tailed)
0,000

• Nilai Z hitung -4,350 > Z tabel -1,96 (α=0,05)
• Nilai p value 0,000 < 0,05
• Ha diterima , terdapat pengaruh terapi keluarga terhadap
tingkat kemandirian keluarga pada penderita diabetes melitus
Puskesmas Purwokerto Utara II.

KETERBATASAN
• Karakterisitik responden yang diteliti masih terbatas
pada usia, jenis kelamin, riwayat pendidikan, jenis
pekerjaan, pendapatan perbulan, dan tahap
perkembangan keluarga, sementara masih banyak
faktor lain yang mempengaruhi Tingkat Kemandirian
Keluarga seperti kondisi emosional, pengalaman
sakit sebelumnya, kesehatan fisik dan jiwa,
otonomi, dan budaya.
• Data pasien diabetes melitus belum teradministrasi
secara baik di Puskesmas Purwokerto Utara II.
• Waktu pemberian terapi keluarga yang tidak sesuai
dengan jadwal kesepakatan, dikarenakan jadwal
aktifitas keluarga yang tidak dapat diperkirakan.

KESIMPULAN
•Usia responden terbanyak pada rentang pra lansia (45-59 tahun) sebanyak 17 responden
(51,5%) dengan usia termuda yaitu 40 tahun dan tertua yaitu 78 tahun.
•Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 27 responden (81,8%).
•Mayoritas pendidikan responden adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak
11 responden (33,3%).
•Pekerjaan responden didominasi oleh 3 jenis pekerjaan yaitu pensiunan sebanyak 9 responden
(27,3%), buruh sebanyak 8 responden (24,2%), dan wiraswasta sebanyak 8 responden (24,2%).
•Mayoritas pendapatan perbulan berada di < Rp 1.000.000 yaitu sebanyak 13 responden
(39,4%).
•Mayoritas tahap perkembangan keluarga pada responden adalah pada tahap dewasa
(pelepasan) yaitu sebanyak 13 responden (39,4%).
•Sebelum dilakukan terapi keluarga sebagian besar Tingkat Kemandirian Keluarga berada di
Tingkat Kemandirian Keluarga I dengan jumlah 24 (72,7%).
•Setelah dilakukan terapi keluarga mayoritas Tingkat Kemandirian Keluarga responden berada di
Tingkat Kemandirian Keluarga III yaitu sebanyak 12 responden (36,4%).
•Terdapat perbedaan Tingkat Kemandirian Keluarga sebelum dan setelah dilakukan terapi
keluarga.
•Ada pengaruh terapi keluarga terhadap Tingkat Kemandirian Keluarga pada penderita diabetes
melitus Puskesmas Purwokerto Utara II secara signifikan (p=0,000).

SARAN
•Bagi Penelitian
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan mengidentifikasi karakteristik lain seperti
emosional, pengalaman sebelumnya, kesehatan jiwa dan fisik, otonomi, dan budaya
terhadap tingkat kemandirian keluarga pada penderita diabetes melitus.
•Bagi Masyarakat
Masyarakat dengan anggota keluarga berpenderita diabetes melitus dapat melakukan
dan memanfaatkan anjuran yang disampaikan ketika terapi keluarga untuk keluarga
dengan penderita diabetes melitus secara rutin dan benar, dengan melakukan
peningkatan kesehatan dengan menjaga berat badan, olahraga secara rutin, serta
mengikuti penyuluhan tentang penyakit diabetes melitus.
•Bagi Institusi
Terapi keluarga hendaknya dijadikan program tetap yang dapat dilakukan oleh
petugas kesehatan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes
melitus dan keluarga. 
•Bagi Pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi bahan kajian untuk menjadi bahan ajar
keperawatan komunitas dan keluarga, khususnya stimulasi peningkatan tingkat
kemandirian keluarga pada penderita diabetes melitus dengan menggunakan terapi
keluarga.

TERIMAKASIH