PELUANG DAN TANTANGAN IMPLEMENTASI ANGGA

1

PELUANG DAN TANTANGAN
IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Sektor Publik
Tahun Akademik 2011/2012

Oleh:
Regia Nugraha

(10090110001)

Dena Malsa

(10090110010)

Nurhalimah

(10090110026)


Tiara Mardiana

(10090110028)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2011

2

PRAKATA
Assalamualaikum wr. wb.
Puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah Swt, karena atas berkat
rahmat dan ridhonya-Nya lah Penulis dapat menyelesaikan Makalah ini. Shalawat
serta salam tidak lupa Penulis panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad Saw.
Makalah yang berjudul “Peluang dan Tantangan Implementasi Anggaran
Berbasis Kinerja” ini Penulis buat untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Akuntansi Sektor Publik yang diberikan oleh Ibu Sri Fadilah, SE., M.Si.

Dalam pembuatan Makalah ini Penulis mendapatkan beberapa kendala.
Penulis merasa kesulitan dalam mengumpulkan referensi yang akan dijadikan acuan
dalam pembuatan Makalah ini, dalam pengumpulan data-data terkait, dan dalam
pembuatan pokok-pokok bahasan setiap bab-bab yang akan dibahas.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam pembuatan
Makalah ini. Oleh karena itu, dengan segala kebesaran hati Penulis menerima kritik
dan saran yang membangun sebagai masukan untuk perbaikan Makalah ini.
Akhir kata, Penulis berharap agar penulisan Makalah ini bagi mahasiswa
Fakultas Ekonomi khususnya dan mahasiswa pada umumnya.
Wassalamualaikkum wr.wb.
Bandung, 09 November 2
Penulis

3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
PRAKATA


ii

DAFTAR ISI

iv

BAB I PENDAHULUAN

1

1.1 Latar Belakang Masalah

1

1.2 Identifikasi Masalah

2

1.3 Tujuan Pengkajian


2

1.4 Ruang Lingkup Kajian

3

1.5 Cara Memperoleh Data

3

1.6 Sistematika Penulisan

3

BAB II PEMERIAN MASALAH

5

2.1 Pengertian Anggaran dan Konsep Dasarnya


5

2.2 Pengertian Kinerja dan Konsep Dasarnya

12

2.3 Pengertian APBD

15

2.4 Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja

20

2.5 Dasar Hukum Anggaran Berbasis Kinerja

21

2.6 Prinsip-Prinsip Anggaran Berbasis Kinerja


22

2.7 Standar Analisa Belanja (SAB)

31

2.8 Posisi SAB dalam Pengelolaan Keuangan Daerah

36

2.9 Peluang dan Tantangan Anggaran Berbasis Kinerja

38

4

2.10 Prinsip Good Governance

40


BAB III PELUANG DAN TANTANGAN IMPLEMENTASI ANGGARAN
BERBASIS KINERJA
43
3.1 Anggaran Berbasis Kinerja dan Konsep Dasarnya

43

3.2 Peluang dan Tantangan Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja

46

BAB IV KESIMPULAN

48

DAFTAR PUSTAKA

49

5


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Saat ini telah berkembang paradigma baru di dalam masyarakat modern,
antara lain adalah paradigma mengenai keterbukaan (transparansi), penigkatan
efisiensi, tanggungjawab yang lebih jelas (responsibility), serta kewajaran (fairness).
Paradigma tersebut mendorong adanya reformasi manajemen keuangan baik daerah
maupun negara.
Hal-hal penting yang ditunjukkan oleh reformasi pengelolaan keuangan
tersebut, antara lain sebagai berikut: (1) adanya tanggung gugat horizontal
(horizontal accountability); (2) penerapan anggaran kinerja; (3) penerapan konsep
value for money; (4) penerapan pusat pertanggungjawaban (responsibility center); (5)
penerapan audit kinerja (performance audit); (6) penerapan akuntansi berpasangan
(double entry) dan tidak lagi menggunakan akuntasi dasar kas (cash basis).
Seperti yang disebutkan di atas, salah satu indikator reformasi pengelolaan
keuangan adalah adanya anggaran kinerja atau anggaran berbasis kinerja yang lebih
berorientasi kepada pencapaian output. Sam seperti halnya sistem-sistem yang lain,


6

sistem Anggaran Berbasis Kinerja juga memiliki keunikan, kekurangan, dan
kelebihannya sendiri. Untuk itu, Anggaran Berbasis Kinerja beserta keterkaitannya
dengan keuangan daerah ataupun negara menjadi hal yang sangat penting untuk
dipahami, dikaji, dan dibahas.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, maka untuk
memperoleh gambaran mengenai permasalahan yang terjadi, Penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja dan bagaimana Konsep Dasarnya?
2. Bagaimana peluang dan tantangan implementasi Anggaran Berbasis Kinerja?

1.3 Tujuan Pengkajian
Dalam pengkajian ini, yang akan dicapai ada dua sasaran, yaitu:
1.3.1 Tujuan Objektif
1) Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar dan pengertian Anggaran
Berbasis Kinerja.
2) Untuk mengetahui peluang dan tantangan implementasi Anggaran Berbasis
Kinerja.


7

1.3.2 Tujuan Subjektif
Secara subjektif tujuan pengkajian ini adalah untuk diajukan untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Akuntansi Sektor Publik.
1.4 Ruang Lingkup Kajian
Ruang lingkup kajian pada makalah ini meliputi pengertian anggaran dan
kinerja,p pengertian dan konsep dasar Anggaran Berbasis Kinerja, serta
keterkaitannya dengan APBD dan Good Governance berbagai hal yang terkait
dengan Anggaran Berbasis Kinerja. Di dalam makalah ini juga akan dikaji mengenai
peluang dan tantangan penerapan Anggaran Berbasis Kinerja ini.
Dengan mengetahui dan memahami konsep dasar Anggaran Berbasis Kinerja
beserta peluang dan tantangan dalam penerapannya serta hal-hal yang terkait
dengannya, maka kita akan lebih memahami tentang Anggarab Berbasis Kinerja itu
sendiri.
1.5 Cara Memperoleh Data
Penulis memperoleh data dengan melakukan pengkajian pustaka melalui
situs-situs internet dan buku-buku.


1.6 Sistematika Penulisan

8

Penulis membuka Makalah yang berjudul “Peluang dan Tantangan
Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja” ini dengan melampirkan halaman judul.
Lalu dilanjutkan dengan melampirkan halaman prakata, daftar isi, BAB I
PENDAHULUAN, BAB II PEMERIAN MASALAH, BAB III PELUANG DAN
TANTANGAN IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA, dan BAB
IV KESIMPULAN.
BAB I PENDAHULUAN berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi
masalah, tujuan pengkajian, ruang lingkup kajian, cara memperoleh data, dan
sistematika penulisan.
BAB II PEMERIAN MASALAH menguraikan perincian pokok yang terdapat
pada ruang lingkup kajian yaitu tinjauan pustaka, kajian pustaka, dan landasan teori.
BAB III PELUANG DAN TANTANGAN IMPLEMENTASI ANGGARAN
BERBASIS KINERJA berisi komentar/pendapat penulis mengenai data yang sudah
dirinci.
BAB IV KESIMPULAN berisikan hasil-hasil pembahasan yang dapat
dijadikan jawaban persoalan.
Di akhir makalah ini juga disertakan daftar pustaka yang berisikan daftar
sumber-sumber referensi yang dijadikan sebagai acuan dalam penulisan makalah ini.

9

BAB II
PEMERIAN MASALAH

2.1

Pengertian Anggaran dan Konsep Dasarnya
Anggaran merupakan suatu alat untuk perencanaan dan pengawasan operasi

keuntungan dalam suatu organisasi laba dimana tingkat formalitas suatu budget
tergantung besar kecilnya organisasi. Untuk melaksanakan tugas di atas, tentu saja
diperlukan rencana yang matang. Dengan demikian dari gambaran tersebut dapat
terasa pentingnya suatu perencanaan dan pengawasan yang baik hanya dapat
diperoleh manajemen dengan mempelajari, menganalisa dan mempertimbangkan
dengan seksama kemungkinan-kemungkinan, alternatif-alternatif dan konsekwensi
yang ada.


Menurut Munandar, (1985 : hal 1), pengertian anggaran yaitu:

Budget (anggaran) ialah suatu rencana yang disusun secara sistematis yang
meliputi seluruh kegiatan perusahaan. Yang dinyatakan dalam unit (kesatuan)
moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.”

10



Menurut Y. Supriyanto, (1985:227), pengertian anggaran yaitu:

Budgeting menunjukkan suatu proses, sejak dari tahap persiapan yang diperlukan
sebelum dimulainya penyusunan rencana, pengumpulan berbagai data dan informasi
yang diperlukan. Pembagian tugas perencanaan, penyusunan rencana itu sendiri,
implementasi dari rencana tersebut, sampai pada akhirnya tahap pengawasan dan
evaluasi dari hasil-hasil pelaksanaan rencana.
Dibawah ini adalah konsep dasar pembentukan dan penyusunan anggaran :
2.1.1 Faktor-faktor dalam menyusun anggaran:
Untuk bisa melakukan penaksiran secara lebih akurat, diperlukan berbagai data,
informasi dan pengalaman yang merupakan factor-faktor yang harus dipertimbangkan
dalam menyusun anggaran.
Menurut Munandar (2001 : 11) faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan
anggaran yaitu :
1. Faktor-faktor Intern
Yaitu data, informasi dan pengalaman yang terdapat di dalam perusahaan sendiri,
Faktorfaktor tersebut antara lain :
a. Penjualan tahun-tahun yang lalu
b. Kebijaksanaan perusahaan yang berhubungan dengan masalah harga jual, syarat

11

pembayaran barang yang dijual, pemilihan saluran distribusi dan sebagianya.
c. Kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan.
d. Tenaga kerja yangn dimiliki perusahaan, baik jumlahnya (Kuantutatif) maupun
keterampilan dan keahliannya (Kualitatif).
e. Fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki perusahaan.
Faktor-faktor intern ini masih dapat mengukur dan menyesuaikan dengan apa
yang
diinginkan untuk masa yang akan datang.
2. Faktor-faktor Ekstern
Yaitu data, informasi dan pengalaman yang terdapat di luar perusahaan, tetapi
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perusahaan.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah :
a. Keadaan persaingan.
b. Tingkat pertumbuhan penduduk
c. Tingkat penghasilan masyarakat.
d. Berbagai kebijaksanaan pemerintah, baik dibidang politik, ekonomi, sosial,
budaya
maupun keamanan.
e. Keadaan perekonomian nasional maupun internasional, kemajuan teknologi
dan
sebagainya.

12

Faktor-faktor ekstern ini tidak mampu untuk mengatur dan menyelesaikan sesuai
dengan apa yang diinginkan dalam periode anggaran yang akan datang.
2.1.2 Tujuan penyusunan anggaran:
1. Digunakan sebagai landasan yuridis formal dalam memilih sumber dan
investasi dana.
2. Memberikan batasan atas jumlah dana yang dicari dan digunakan
3. Merinci jenis sumber dana yang dicari maupun jenis investasi dana sehingga
dapat memudahkan pengawasan
4. Merasionalkan sumber dana dan investasi dana agar dapat mencapai hasil
yang maksimal.
5. Menyempurnakan rencana yang telah disusun karena dengan anggaran, lebih
jelas dan nyata terlihat
6. Menampung dan menganalisis serta memutusakan setiap usulan yang
berkaitan dengan keuangan.
2.1.3 Manfaat anggaran:
1. Segala kegiatan dapat terarah pada pencapaian tujuan bersama.

13

2. Dapat digunakan sebagai alat penilaian kelebihan dan kekurangan pegawai
3. Dapat memotivasi karyawan karena ada tujuan/sasaran yang akan dicapai
4. Menimbulkan rasa tanggung jawab pegawai
5. Menghindari pemborosan dan pembayaran yang kurang perlu
6. Sumber daya yang dapat dimanfaatkan seefisien mungkin
2.1.4 proses penyusunan Anggaran :
1. Mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam menyusun
anggaran.
2. Pengolahan data dan informasi yang telah dikumpulkan untuk melakukan
penaksiran-penaksiran.
3. Menyusun anggaran serta menyajikannya secara sistematis.
4. Pengkoordinasian pelaksanaan anggaran
5. Pengumpulan data dan informasi untuk keperluan pengawasan kerja dengan
melakukan penilaian.

14

6. Pengolahan dan penganalisaan data untuk menghasilkan kesimpulan terhadap
kegiatan kerja yang telah dilaksanakan serta menyusun kebijakan-kebijakan
sebagai tindak lanjut dari kesimpulan yang telah di ambil.
2.1.5 Kelemahan anggaran
1. Aggaran dibuat berdasarkan taksiran dan asumsi sehingga mengandung unsur
ketidakpastian.
2. Menyusun anggaran yang cermat memerlukan waktu, uang dan tenaga. Pihak
yang merasa dipaksa untuk melaksanakan anggaran, dapat menggerutu dan
menentang. Sehingga pelaksanaan anggaran menjadi kurang efektif.

2.1.6 Unsur-unsur anggaran
1. Rencana
Yaitu suatu penentuan terlebih dahulu tentang aktivitas atau kegiatan yang
akan dilakukan di waktu yang akan datang.
2. Meliputi
Yaitu mencakup semua jegiatan yang akan dilakukan oleh semua bagianbagian yang ada dalam perusahaan.

15

3. Dinyatakan dalam unit moneter
Yaitu unit (kesatuan) yangdapat diterapkan pada berbagai kegiatan perusahaan
yang beraneka ragam. Adapun unit moneter yang berlaku di Indonesia adalah
unit “rupiah”.
4. Jangka waktu tertentu yang akan datang
Yaitu menunjukkkan bahwa anggaran berlaku untuk massa yang akan dating.
Ini berarti Apa yang dimuat di dalam anggaran adalah taksiran-taksiran tentang
apa yang akan terjadi dan yang akan dilakukan dimasa yang akan dating.
2.1.7 Jenis-jenis dan Isi anggaran
jenis-jenis anggaran dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Anggaran operasional, ialah anggaran yang berisi taksiran-taksiran tentang
kegiatan-kegiatan perusahaan dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan
datang.
2. Anggaran finansial, ialah anggaran yang berisitaksiran-taksiran tentang
keadaan atau posisi inansial perusahaan pada suatu saat tertentu di masa yang
akan datang.
Isi anggaran secara garis besar terdiri atas :
1. Anggaran taksiran, yaitu anggaran yang berisi taksiran-taksiran kegiatan
perusahaan dalam periode tertentu di masa yang akan datang. Serta taksiran-

16

taksiran tentang keadaan atau posisi finansial perusahaan pada suatu saat tertentu
di masa yang akan datang.
2. Anggaran variabel, yaitu anggaran yang berisi tingkat perubahan biaya atau
tingkat variabilitas biaya, khususnya biaya semi variabel, sehubungan dengan
adanya perubahan produktivitas perusahaan.
3. Analisis statistika dan matematika pembantu, yaitu analisis yang
dipergunakan untuk membuat taksiran-taksiran serta yang dipergunakan untuk
mengadakan penelitian dalam rangka megadakan pengawasan kerja.
4. Laporan anggaran, yaitu tentang realisasi pelaksanaan anggaran yang
dilengkapi dengan berbagai analisis perbandingan antara anggaran dengan
realisasinya, sehingga dapat diketahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan, baik
yang bersifat menguntungkan maupun yang bersifat merugikan, sehingga dapat
ditarik kesimpulan dan beberapa tindak lanjut yang segera perlu dilakukan.

2.2 Pengertian Kinerja dan Konsep Dasarnya
A. Pengertian kinerja
Kinerja adalah istilah yang populer di dalam manajemen, yang mana istilah
kinerja didefinisikan dengan istilah hasil kerja, prestasi kerja dan performance.
Menurut The Sriber Bantam English Dictionary terbitan Amerika Serikat dan Canada,
tahun 1979 (dalam Prawirosentono, 1999:1-2) kinerja dapat diartikan sebagai :

17

1. sesuatu yang dicapai,
2. prestasi yang diperlihatkan,
3. kemampuan kerja.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Tinggi rendahnya kinerja pegawai tergantung kepada faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Penyebab terjadinya kinerja yang buruk, antara lain: (1)
kemampuan pribadi, (2) kemampuan manajer, (3) kesenjangan proses, (4) masalah
lingkungan, (5) situasi pribadi, (6) motivasi”. Kriteria kinerja setiap orang didasarkan
kepada tugas dan tanggung jawab keseharian yang ditargetkan kepadanya. Kinerja
berfungsi sebagai alat untuk memberi informasi bagi pekerja dan atasannya mengenai
bagaimana seseorang telah melakukan pekerjaan, dan kinerja adalah fungsi dari
interaksi antara kemampuan dan karakter kepribadian.
C. Kriteria Penilaian Kinerja
Dalam rangka melacak kemajuan kinerja, mengidentifikasi kendala, dan
memberi informasi dalam suatu organisasi, diperlukan adanya komunikasi kinerja
yang berlangsung terus menerus, sehingga dapat mencegah dan menyelesaikan
masalah yang terjadi. Karena alasan sebenarnya mengelola kinerja adalah untuk
meningkatkan produktivitas dan efektivitas, serta merancang-bangun kesuksesan bagi

18

setiap pekerja. Tujuan penilaian kinerja, untuk mengelola dan memperbaiki kinerja
karyawan, untuk membuat keputusan staf yang tepat waktu dan akurat dan untuk
mempertinggi kualitas produksi dan jasa perusahaan secara keseluruhan dan untuk
me-reward kinerja sebelumnya (to reward past performance) dan untuk memotivasi
demi perbaikan kinerja pada masa yang akan datang (to motivate future performance
improvement), serta informasi-informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja ini
dapat digunakan untuk kepentingan pemberian gaji, kenaikan gaji, promosi, pelatihan
dan penempatan tugas-tugas tertentu. Berdasarkan kedua pendapat dari Bernardin &
Russell dan Gomes di atas, dapat dikatakan bahwa setiap organisasi mutlak
melakukan penilaian untuk mengetahui kinerja yang dicapai setiap pegawai, apakah
telah sesuai atau tidak dengan harapan organisasi.
Menilai kinerja pegawai dapat dilakukan dengan mengukur secara kualitatif
dan kuantitatif hasil kerja pegawai, yaitu dengan cara melihat prestasi dan kontribusi
yang diberikan pegawai dalam bekerja. Selanjutnya, untuk mengetahui apakah
karyawan melaksanakan tugas sesuai dengan tuntutan pekerjaan dan apakah
kinerjanya meningkat atau menurun, maka organisasi harus melakukan penilaian
kinerja kepada anggotanya yang dilakukan secara berkala. Kegiatan penilaian kinerja
adalah proses di mana perusahaan mengevaluasi atau menilai kemampuan dan
kecakapan kerja pegawai dalam melakukan suatu pekerjaan yang dibebankan
kepadanya.

19

D. Kinerja Pelayanan
Pelayanan adalah setiap tindakan/kegiatan atau penampilan/manfaat yang
ditawarkan oleh setiap pihak ke pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud, serta
tidak menghasilkan kepemilikan terhadap sarana yang menghasilkan pelayanan
tersebut. Wujud pelayanan, biasanya dapat dilihat dari keramahtamahan, pengetahuan
produk, kesigapan dalam membantu, dan antusiasme para pegawai dalam menangani
suatu persoalan. Masalah pelayanan pun sering dikaitkan dengan lokasi, jumlah
produk jasa yang ditawarkan, serta keuntungan yang akan didapat oleh pelanggan.
E. Komponen kinerja
1. Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.
2. Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan
atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).

Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya kinerja menekankan
apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (outcome). Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atan jabatan
adalah suatu proses yang mengolah in-put menjadi out-put (hasil kerja). Penggunaan
indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi
yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan

20

tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktifitas
hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam
pencapaiannya.
2.3 Pengertian APBD
APBD (Anggaran pendapatan Belanja Daerah) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan distujui bersama oleh pemerintah
daerah dan dewan perwakilan rakyat, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Tujuan
dan fungsi APBD pada prinsipnya sama dengan tujuan dan fungsi APBN.


Pengertian Kebijakan umum APBD

Kebijakan umum memuat pertunjuk dan ketentuan-ketentuan umum yang
disepakati sebagai pedoman dalam penyusunan APBD. Kebijakan APBD memuat
komponen-komponen pelayanan yang akan diberikan dan tingkat pencapaian yang
diharapkan. Kebijakan umum dirumuskan berdasarkan pedoman penyusunan APBD
yang ditetapkan Menteri dalam negeri setiap tahun. Sasaran dan kebijakan daerah
dalam satu tahun anggaran yang menjadi petunjuk dan ketentuan umum yang
disepakati sebagai pedoman penyusunan R-APBD dan RP-APBD.
2.3.1. Tujuan dan fungsi APBD
Tujuan dan fungsi APBD pada dasarnya sama dengan tujuan dan fungsi
APBN. Fungsi APBN jika ditinjau dari kebijakan fiscal, adalah sebagai berikut:

21

a) Fungsi alokasi
APBN dapat digunakan untuk mengatur alokasi dana dari seluruh pendapatan
Negara kepada pos-pos belanja untuk pengadaan barang-barang dan jasa-jasa
publik, serta pembangunan pembiayaan lainnya.
b) Fungsi distribusi
Bertujuan untuk pemerataan atau mengurangi kesenjangan antar wilayah,
kelas social maupun sektoral. APBN selain digunakan untuk kepentingan
umum yaitu untuk pembangunan dan kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan, juga disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk
subsidi, bea siswa, dan dana pensiun. Subsidi, bea siswa, dan dana pensiun
merupakan bentuk dari transfer payment. Transfer payment adalah pengalihan
pembiayaan dari satu sektor ke sektor yang lain.
c) Fungsi Stabilitas
d) APBN merupakan salah satu instrumen bagi pengendalian stabilitas
perekonomian negara di bidang fiskal. Misalnya jika terjadi
ketidakseimbangan yang sangat ekstrem maka pemerintah dapat melakukan
intervensi melalui anggaran untuk mengembalikan pada keadaan normal.
Fungsi APBN jika ditinjau dari sisi manajemen : - pedoman bagi pemerintah
untuk melakukan tugasnya pada periode mendatang. - alat kontrol masyarakat

22

terhadap kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah. - untuk menilai
seberapa jauh pencapaian pemerintah dalam melaksanakan kebijakan dan
program-program yang direncanakan.
Fungsi APBN jika ditinjau dari sisi manajemen :
- pedoman bagi pemerintah untuk melakukan tugasnya pada periode
mendatang.
- alat kontrol masyarakat terhadap kebijakan yang telah dibuat oleh
pemerintah.
- untuk menilai seberapa jauh pencapaian pemerintah dalam melaksanakan
kebijakan dan
program-program yang direncanakan.
2.3.2 Tujuan APBN
Tujuan APBN sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara dalam
melaksanakan tugas kenegaraan untuk meningkatkan produksi, memberi
kesempatan kerja, dan menumbuhkan perekonomian, untuk mencapai
kemakmuran masyarakat.
APBN/ APBD memang dirancang oleh pemerintah, namun harus mendapat
persetujuan DPR. Proses penyusunan APBD terjadi di tingkat eksekutif dan
legislative.

23

1. Proses yang terjadi di Eksekutif Proses penyusunan APBD secara keseluruhan
berada di tangan Sekretaris Daerah yang bertanggungjawab mengkoordinasikan
seluruh kegiatan penyusunan APBD, sedangkan proses penyusunan belanja rutin
disusun oleh bagian keuangan Pemda. Proses penyusunan penerimaan dilakukan
oleh Dinas Pendapatan Daerah dan proses penyusunan belanja pembangunan
disusun oleh Bappeda (bagian penyusunan program dan bagian keuangan).
2.

Proses di legislatif Proses penyusunan APBD di tingkat legislatif dilakukan

berdasarkan Tatib DPRD yang bersangkutan.


Struktur APBD

1. Pendapatan
2. Belanja
3. Pembiayaan


Struktur Pendapatan

1. Pendapatan Asli Daerah
2. Dana Perimbangan
3. Lain lain pendapatan daerah yang sah

24

Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan uang melalui rekening kas
umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun
anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah dirinci
menurut urusan pemerintahan, organisasi, kelompok, jenis obyek dan rincian obyek
pendapatan.


Struktur Belanja

1. Belanja Tidak Langsung : Belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi,
belanja hibah, belanja bantuan social, belanja bagi hasil, bantuan keuangan,
belanja tak terduga
2. Belanja Langsung : Belanja Pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal
Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kab/kota. Belanja daerah
disusun menurut urusan, organisasi, program dan kegiatan serta akun belanja.


Struktur Pembiayaan

1. Penerimaan pembiayaan dan
2. Pengeluaran pembiayaan.
2.4 Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja

25

Anggaran ialah suatu rencana uraian tentang kegiatan yang akan dilaksanakan
dinyatakan dalam bentuk uang. Tujuan Penyusunan anggaran adalah unuk
mengkomunikasikan harapan manajemen kepada pihak-pihak terkait sehingga
anggaran dapat dimengerti, didukung dan dilaksanakan. Sedangkan langkahnya
adalah negosisiasi pihak-pihak yang terlibat mengenai angka anggaran.
Anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi
biaya atau input yang ditetapkan.
Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. Suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output)
dari perencanaan alokasi biaya (input) yang ditetapkan
2. Output (keluaran) menunjukkan produk (barang atau jasa) yang dihasilkan dari
program atau kegiatan sesuai dengan masukan (input) yang digunakan
3. Input (masukan) adalah besarnya sumber dana, sumber daya manusia,
material, waktu, dan teknologi yang digunakan untuk melaksanakan
program atau kegiatan sesuai dengan masukan (input) yang digunakan
4. Kinerja ditunjukkan oleh hubungan antara input (masukan) dengan output
(keluaran).

26

2.5 Dasar Hukum Anggaran Berbasis Kinerja


UU no.17 tahun 2003 tentang keuangan negaramemuat berbagai perubahan
mendasar dalam pendekatan penganggaran. Perubahan-perubahan itu
didorong oleh berbagai faktor termasuk diantaranya perubahan yang begitu
cepat di bidang politik, desentralisasi, dan berbagai tantangan pembangunan
yang dihadapi pemerintah. Berbagai perubahan ini membutuhkan dukungan
sistem penganggaran yang lebih responsive, yang dapat memfasilitasi upaya
memenuhi tuntutan masyarakat atas peningkatan kinerja pemerintah dalam
bidang pembangunan, kualitas layanan dan efisiensi pemanfaatan sumber
daya. Sistem penganggaran yang selama ini diterapkan di Indonesia yaitu
sistem anggaran tradisional yang terkesan sangat kaku, birokratis, dan
hierarkis sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan dunia internasional
yang sangat pesat, sehingga sudah selayaknya kalau sistem penganggaran
tersebut diganti dengan sistem penganggaran yang mampu merespon
perubahan-perubahan tersebut. Sebagai gantinya adalah Anggaran Negara
Berdasarkan Prestasi Kerja atau istilah yang lebih sering digunakan adalah
Anggaran Berbasis Kinerja.




UU no.1 tahun2004 tentang perbendaharaan negara
UU no.15 tahun 2004 tentang pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab




keuangan negara
UU no.25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional
PP no 20tahun 2004 ttg rencana kerja pemerintah

27



PP no 21 tahun 2004 ttg penyususan rencana kerja dan anggaran kementrian
neg/lembaga

2.6 Prinsip-prinsip Anggaran Berbasis Kinerja
Secara teori, prinsip anggaran berbasis kinerja adalah anggaran yang
menghubungkan anggaran negara (pengeluaran negara) dengan hasil yang diinginkan
(output dan outcome) sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan dapat
dipertanggungjawabkan kemanfaatannya. Performance based budgeting dirancang
untuk menciptakan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas dalam pemanfaatan
anggaran belanja publik dengan output dan outcome yang jelas sesuai dengan
prioritas nasional sehingga semua anggaran yang dikeluarkan dapat
dipertangungjawabkan secara transparan kepada masyarakat luas. Penerapan
penganggaran berdasarkan kinerja juga akan meningkatkan kualitas pelayanan
publik, dan memperkuat dampak dari peningkatan pelayanan kepada publik. Untuk
mencapai semua tujuan tersebut, kementerian negara/lembaga diberikan keleluasaan
yang lebih besar (let’s the manager manage) untuk mengelola program dan
kegiatan didukung dengan adanya tingkat kepastian yang lebih tinggi atas
pembiayaan untuk program dan kegiatan yang akan dilaksanakan.
Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen
kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi
pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan, serta memperoleh alokasi

28

anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.
Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata
lain, integrasi dari rencana kerja tahunan yang merupakan rencana operasional dari
Renstra dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja.
Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam penganggaran berbasis
kinerja adalah :
1) Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya.
2) Pengumpulan informasi yang sistimatis atas realisasi pencapaian kinerja dapat
diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara biaya dengan
prestasinya.
3) Penyediaan informasi secara terus menerus sehingga dapat digunakan dalam
manajemen perencanaan, pemrograman, penganggaran dan evaluasi.
Kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan
implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, adalah :
1) Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi.
2) Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus.
3) Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang,waktu dan
orang).
4) Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas.

29

5) Keinginan yang kuat untuk berhasil.
Performance Based Budgeting memperhatikan keterkaitan antara pendanaan
dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian
hasil dan keluaran tersebut sehingga prinsip-prinsip transparansi, disiplin, adil,
efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas dapat dicapai.
1) Transparansi dan akuntabilitas anggaran
APBD harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran,
hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang
dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk
mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan
masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat.
Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun
pelaksanaan anggaran tersebut.
2) Disiplin anggaran
Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang
dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja.
Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya
penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan

30

kegiatan/proyek yang belum/tidak tersedia anggarannya dalam APBD/perubahan
APBD.
3) Keadilan anggaran
Pemerintah daerah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara
adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi
dalam pemberian pelayanan karena pendapatan daerah pada hakekatnya diperoleh
melalui peran serta masyarakat.
4) Efisiensi dan efektifitas anggaran
Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan azas efisiensi, tepat
guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan.
Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat
menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan
masyarakat.
5) Disusun dengan pendekatan kinerja
APBD disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu mengutamakan upaya
pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input
yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau

31

input yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme
kerja di setiap organisasi kerja yang terkait.
Selain prinsip-prinsip secara umum seperti yang telah diuraikan di atas,
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 mengamanatkan perubahan-perubahan kunci
tentang penganggaran sebagai berikut:
1) Penerapan pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah
Pendekatan dengan perspektif jangka menengah memberikan kerangka yang
menyeluruh, meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dan
penganggaran, mengembangkan disiplin fiskal, mengarahkan alokasi sumber daya
agar lebih rasional dan strategis, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat
kepada perguruan tinggi dengan pemberian pelayanan yang optimal dan lebih
efisien.
Dengan melakukan proyeksi jangka menengah, dapat dikurangi ketidakpastian di
masa yang akan datang dalam penyediaan dana untuk membiayai pelaksanaan
berbagai inisiatif kebijakan baru, dalam penganggaran tahunan. Pada saat yang
sama, harus pula dihitung implikasi kebijakan baru tersebut dalam konteks
keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah. Cara ini juga memberikan peluang
untuk melakukan analisis apakah perguruan tinggi perlu melakukan perubahan
terhadap kebijakan yang ada, termasuk menghentikan program-program yang tidak
efektif, agar kebijakan-kebijakan baru dapat diakomodasikan.

32

2) Penerapan penganggaran secara terpadu
Dengan pendekatan ini, semua kegiatan perguruan tinggi disusun secara terpadu,
termasuk mengintegrasikan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja
pembangunan. Hal tersebut merupakan tahapan yang diperlukan sebagai bagian
upaya jangka panjang untuk membawa penganggaran menjadi lebih transparan,
dan memudahkan penyusunan dan pelaksanaan anggaran yang berorientasi kinerja.
Dalam kaitan dengan menghitung biaya input dan menaksir kinerja program,
sangat penting untuk mempertimbangkan biaya secara keseluruhan, baik yang
bersifat investasi maupun biaya yang bersifat operasional.
3) Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja
Pendekatan ini memperjelas tujuan dan indikator kinerja sebagai bagian dari
pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja. Hal ini akan mendukung
perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan sumber daya dan
memperkuat proses pengambilan keputusan tentang kebijakan dalam kerangka
jangka menengah. Rencana kerja dan anggaran (RKA) yang disusun berdasarkan
prestasi kerja dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu, program dan
kegiatan perguruan tinggi harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang
telah ditetapkan sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan (RKT).
Secara umum prinsip-prinsip anggaran berbasis kinerja didasarkan pada
konsep value for money (ekonomis, efisiensi dan efektivitas) dan prinsip good

33

corporate governance, termasuk adanya pertanggungjawaban para pengambil
keputusan atas penggunaan uang yang dianggarkan untuk mencapai tujuan, sasaran,
dan indikator yang telah ditetapkan.

No

Uraian

Line Item Budgeting

Performance Base Budgeting

Tidak harus berimbang,
1 Sistem Anggaran

Berimbang,inkremental incremental berdasarkan kinerja
tahun sebelumnya

Pendapatan dan

Pendapatan, Belanja dan

Belanja

Pembiayaan

2 Struktur Anggaran

Unified budgeting (anggaran
3 Belanja

Pendapatan dan Belanja
operasional dan anggaran modal

4 Pinjaman (loan)

Bagian dari pendapatam Bagian dari sumber pembiayaan

Tolok ukur kinerja
Berfokus pada hasil, manfaat
5 (Performance

Tidak dapat diterapkan
dan dampak

measure)

6 Pengorganisasian

Cenderung terpusat

Desentralisasi dan focus pada

34

pelayanan public

Laporan keuangan laporan
7 Laporan

Laporan keuangan
kinerja dan pelayanan

Prinsip Value for Money
Dalam kaitan dengan penganggaran prinsip ini digunakan untuk menilai
apakah negara telah mendapatkan manfaat maksimal dari belanja yang dilakukan
serta pemanfaatan sumber daya yang dimiliki. Beberapa hal memang sulit untuk
diukur, tidak berwujud dan bersifat subyektif sehingga sering disalah artikan karena
itu dibutuhkan pertimbangan yang matang dalam menentukan apakah prinsip value
for money telah diterapkan dan dicapai dengan baik. Value for money tidak semata
mengukur biaya barang dan jasa melainkan juga memasukkan gabungan dari unsur
kualitas, biaya, sumber daya yang digunakan, ketepatan penggunaan, batasan waktu
dan kemudahan dalam menilai apakah secara bersamaan kesemua unsur tersebut
membentuk “value” (nilai) yang baik. Pencapaian value for money sering
digambarkan dalam bentuk tiga E, yaitu:
1. Ekonomis, yaitu meminimalkan biaya sumber daya untuk suatu kegiatan
(mengerjakan sesuatu dengan biaya rendah);
2. Efisien, yaitu melaksanakan tugas dengan usaha yang optimal (melakukan

35

sesuatu dengan benar);
3. Efektif, yaitu sejauh mana sasaran dicapai (melakukan hal yang benar).

Kunci pokok untuk memahami Performance Based Budgeting adalah pada
kata “Performance atau Kinerja”. Untuk mendukung sistem penganggaran berbasis
kinerja yang menetapkan kinerja sebagai tujuan utamanya maka diperlukan alat ukur
kinerja yang jelas dan transparan berupa indikator kinerja (performance
indicators). Selain indikator kinerja juga diperlukan adanya sasaran (targets) yang
jelas agar kinerja dapat diukur dan diperbandingkan sehingga selanjutnya dapat
dinilai efisiensi dan efektivitas dari pekerjaan yang dilaksanakan serta dana yang
telah dikeluarkan untuk mencapai output/kinerja yang telah ditetapkan.

2.7

Standar Analisa Belanja (SAB)
Analisa standar belanja merupakan instrument yang harus ada untuk

penyusunan rencana kegiatan anggaran SKPD (RKA-SKPD) selain Standar Satuan
Harga (SSH), SPM (standar pelayanan minimal). Standar Analisa Belanja atau SAB
sebagai salah satu instrumen anggaran berbasis kinerja ini telah diamanatkan sejak
tahun 2000 dalam Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan

36

dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Dalam PP tersebut istilah yang
digunakan adalah Standar Analisis Belanja (SAB). SAB atau Standar Analisis
Belanja adalah salah satu instrumen anggaran kinerja untuk menilai kewajaran
besaran anggaran suatu kegiatan dengan beban kerjanya.
Penerapan SAB pada dasarnya akan memberikan manfaat antara lain: (1)
Dapat menentukan kewajaran belanja untuk melaksanakan suatu kegiatan sesuai
dengan tupoksinya; (2) Meminimalisir terjadinya pengeluaran yang kurang jelas yang
menyebabkan inefisiensi anggaran; (3) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam
pengelolaan Keuangan Daerah; (4) Penentuan anggaran berdasarkan pada tolok ukur
kinerja yang jelas; dan (5) Unit kerja mendapat keleluasaan yang lebih besar untuk
menentukan anggarannya sendiri. Dasar hukum penyusunan SAB yaitu:
1. UU 32 Tahun 2004 Pasal 167 ayat 3 “Belanja daerah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) mempertimbangkan Standar Analisa Belanja, standar harga, tolok
ukur kinerja dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”
2. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 39 ayat 2 “Penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan
berdasarkan capaian kinerja, indicator kinerja, Standar Analisa Belanja, standar
satuan harga dan standar pelayanan minimal” Pada pasal 41 ayat (3) “Pembahasan
oleh tim anggaran pemerintah daerah sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan
untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPAS, perkiraan

37

maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya dan dokumen perencanaan
lainnya, serta capaian kinerja, indicator kinerja, Standar Analisa Belanja, standar
satan harga dan standar pelayanan minimal”
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas
Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengeolaan Keuangan Daerah
Pasal 89 ayat (2) dan Pasal 100 ayat (2)
Sampai dengan saat ini pedoman untuk penyusunan SAB dari pemerintah belum
ada, sehingga Pemerintah Kabupaten mulai tahun 2008 mencoba untuk menyusun
Rancangan SAB tersebut akan disampaikan ke Bupati selaku Pemegang
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah dan TPAD untuk mendapat
persetujuan, setelah itu baru disosialisasikan ke SKPD.
Dasar hukum telah mensyaratkan perlunya SAB oleh Pemerintah Daerah
dalam menyusun APBD. Namun, hal ini tidak diimbangi dengan bentuk perwujudan
SABsecara riil yang diperkenalkan oleh peraturan-peraturan tersebut kepada
Pemerintah Daerah. Akibat dari tidak adanya wujud SAB secara riil tersebut maka
timbullah berbagai macam masalah dalam penyusunan APBD. Berikut ini
akandisampaikan masalah-masalah klasik dalam penyusunan APBD:
a. Penentuan anggaran secara incremental
Anggaran bersifat incremental : yaitu anggaran yang hanya menambah atau
mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang telah ada sebelumnya
dengan menggunakan data dua tahun sebelumnya sebagai dasar dan tidak ada

38

kajian yang mendalam terhadap data tersebut. Contoh: Tahun 2006 Badan
Kepegawaian Daerah melaksanakan Kegiatan Pengadaan CPNSD sebesar Rp.
150 juta rupiah dan di tahun 2007 melaksanakan Kegiatan Pengadaan CPNSD
juga. Diperkirakan pada tahun 2007 diprediksikan terjadi kenaikan hanya sebesar
8 %, maka besarnya anggaran kegiatan tersebut pada tahun 2007 adalah sebesar
150 juta x 108% = 162 juta, sedangkan rincian belanjanya adalah sama seperti
tahun lalu
b. Penentuan anggaran dipengaruhi oleh ‘NAMA’ Kegiatan. Seringkali besarnya
anggaran dipengaruhi oleh nama. Ketika sebuah kegiatan menggunakan istilah
‘kebarat-baratan’ maka biasanya akan mendapatkan alokasi anggaran yang lebih
besar dibandingkan kegiatan yang sejenis dengan menggunakan nama lokal.
Berdasarkan masalah klasik tersebut, maka masalah-masalah yang muncul
ketika SAB tidak digunakan dalam penganggaran keuangan daerah adalah:


Plafon anggaran kegiatan pada PPAS ditetapkan menggunakan “intuisi”.



Sulit menilai kewajaran beban kerja dan biaya suatu kegiatan.



Penyusunan dan penentuan anggaran menjadi subjektif.



Dua atau lebih kegiatan yang sama mendapat alokasi yang berbeda.



Tidak memiliki argumen yang kuat jika “dituduh” melakukan pemborosan.



Penyusunan anggaran “MOLOR”.

39

Anggaran daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi menduduki
posisiyang sangat penting. Namun, saat ini kualitas perencanaan Anggaran Daerah
yang digunakan masih relatif lemah. Proses perencanaan nggaran daerah dengan
paradigma lama cenderung lebih dominan. Lemahnya perencanaan anggaran juga
diikuti dengan ketidakmampuan Pemerintah Daerah dalam meningkatkan penerimaan
Daerah secara berkesinambungan, sementara dipihak lain pengeluaran terus
meningkat secara dinamis, tetapi tidak disertai dengan penentuan skala prioritas dan
besarnya plafon anggaran. Keadaan tersebut pada akhirnya memunculkan
kemungkinan underfinancing atau overfinancing, yang semuanya mempengaruhi
tingkat efisiensi dan efektivitas unit-unit kerja Pemerintah Daerah.
Untuk menghindari permasalahan yang timbul di atas dan agar pengeluaran
anggaran daerah berdasarkan pada kewajaran ekonomi, efisien, dan efektif, maka
anggaran daerah harus disusun berdasarkan kinerja yang akan dicapai oleh daerah.
Dengan menggunakan anggaran kinerja tersebut, maka anggaran daerah akan lebih
transparan, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu instrumen yang
diperlukan untuk menyusun anggaran daerah dengan pendekatan kinerja adalah SAB.
Tujuan penyusunan pedoman teknis penyusunan SAB adalah untuk menjembatani
kesenjangan antara praktek yang berlangsung dengan kondisi ideal yang diamanatkan
oleh regulasi. Diharapkan pedoman teknis ini dapat ‘membumikan’ SAB sehingga
dapat diwujudkan dan dilaksanakan secara riil oleh Pemerintah Daerah di seluruh
Indonesia.

40

Tujuan Standar Analisa Belanja antara lain:


Meningkatkan kemampuan unit kerja dalam menyusun anggaran berdasarkan
skala prioritas anggaran daerah, tugas pokok dan fungsi, tujuan, sasaran, serta
indikator kerja pada setiap program dan kegiatan yang direncanakan.



Mencegah terjadinya duplikasi atau tumpang tindih kegiatan dan anggaran
belanjanya pada tiap-tiap unit dan antarunit kerja.



Menjamin kesesuaian antara kegiatan dan anggaran dengan arah, kebijakan,
strategi, dan prioritas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan public;
mengurangi tumpang tindih belanja dalam kegiatan investasi dan noninvestasi.



Meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan keuangan daerah.
Manfaat yang dapat diperoleh dari Pemerintah Daerah ketika menggunakan

Standar Analisa Belanja adalah sebagai berikut:
a. Penetapan plafon anggaran pada saat Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
(PPAS) menjadi obyektif tidak lagi berdasarkan “intuisi”.
b. Dapat menentukan kewajaran biaya untuk melaksanakan suatu kegiatan.
c. Meminimalisir terjadinya pengeluaran yang kurang jelas yang menyebabkan
inefisiensi anggaran.
d. Penentuan anggaran berdasarkan pada tolok ukur kinerja yang jelas.
e. Penentuan besaran alokasi setiap kegiatan menjadi objektif.

41

f. Memiliki argumen yang kuat jika “dituduh” melakukan pemborosan.
g. Penyusunan anggaran menjadi lebih tepat waktu.

2.8 Posisi SAB dalam Pengelolaan Keuangan Daerah
SAB memiliki peran yang penting dalam pengelolaan keuangan daerah, yaitu:
a. Tahap Perencanaan SAB dapat digunakan pada saat perencanaan keuangan
daerah. SAB dapatdipergunakan pada saat musrenbang, rencana jangka panjang
(renja), dan padasaat penentuan prioritas. Pada tahap-tahap tersebut SAB
digunakan untukmenentukan pagu indikatif dari kegiatan-kegiatan yang diusulkan
olehmasyarakat.
b. Tahap Penganggaran SAB digunakan pada saat proses perencanaan anggaran.
SAB merupakan pendekatan yang digunakan oleh Tim Anggaran Pemerintah
Daerah untuk mengevaluasi usulan program, kegiatan, dan anggaran setiap satuan
kerja dengan cara menganalisis beban kerja dan biaya dari usulan program atau
kegiatan yang bersangkutan. SAB digunakan pada saat mengkuantitatifkan
program dan kegiatan setiap SKPD menjadi RKA-SKPD. RKA-SKPD berisi
rencana program dan kegiatan yang akandilaksanakan beserta usulan anggaran
yang akan digunakan. Untuk mengetahui beban kerja dan beban biaya yang
optimal dari setiap usulan program atau kegiatan yang diusulkan, langkah yang

42

dilakukan adalah dengan menggunakan formula perhitungan SAB yang terdapat
pada masing-masing jenis SAB.
c. Tahap Pengawasan/Pemeriksaan
Pada tahap pengawasan/pemeriksaan, pengawas/pemeriksa dapat menggunakan
SAB untuk menentukan batasan mengenai pemborosan / kerugian negara. Apabila
penganggaran belanja melebihi SAB maka disebut pemborosan.

Tahapan Standar Analisa Belanja

43

2.9

Peluang dan Tantangan Anggaran Berbasis Kinerja
Penerapan anggaran berbasis kinerja ditujukan untuk menciptakan tata kelola

pemerintahan yang lebih baik (good governance) yaitu penyelenggaraan
kepemerintahan yang berorientasi kepada pelanggan / masyarakat. Tata kelola yang
baik membuat pengelolaan urusan masyarakat dengan cara yang transparan,
akuntabel, partisipatif dan berkesetaraan. Tata kelola yang baik juga mencakup
partisipasi dalam pembuatan kebijakan publik yang efektif, penegakan hukum dan
sistem peradilan yang independen, checks and balances, dan adanya lembaga
pengawas yang efektif. Dengan adanya good governance ini maka celah
penyimpangan penggunaan anggaran yang rawan korupsi dapat diminimalisir.

44

Penerapan penganggaran berbasis kinerja di Indonesia mempunyai tantangan
yang tidak ringan karena berubahnya sistem penganggaran. Tantangan yang lebih
berat adalah mengubah mind set tidak hanya pada lingkungan Pemerintah (eksekutif),
tetapi juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif. Mind set
DPR dalam rangka pembahasan dan penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN) diharapkan juga berubah menjadi output base, tidak lagi input base.
Lambatnya anggaran di awal-awal tahun anggaran, menjadikan kegiatan
sering tertunda dan tidak sesuai jadwal yang diharapkan. Hal ini biasanya terjadi
untuk kegiatan-kegiatan kecil di daerah sehingga kegiatan menumpuk di akhir tahun
anggaran yang mengakibatkanout put danout come tidak optimal. Apalagi ada
anggapan bahwa “jangan sampai ada anggaran tersisa agar ada kenaikan untuk
anggaran tahun depan”, sehingga masih timbul pola tradisional, bukan lagi anggaran
berbasis kinerja, namun anggaran berbasis kegiatan.
Berikut adalah beberapa tantangan mendasar dari sebuah Anggaran Berbasis
Kinerja, yaitu:
1. Sumber Daya Manusia yang terlibat didalamnya haruslah memadai. SDM
harus mampu menggunakan dana yang dianggarkan untuk mencapai sasaran
denga efisien, efektif, dan mempunyai nilai ekonomis.

45

2. Perumusan alat ukur/ parameter kinerja yang baik. Hal ini menjadi tantangan
yang berat karena di dalam sistem Anggaran Berbasis Kinerja dilakukan
pengukuran kinerja. Sedangkan kinerja setiap program/kegiatan tidak
semuanya dapat di ukur dengan ukuran kuantitatif (dalam satuan moneter atau
satuan lain).

2. 10 Prinsip Good Governance
Prinsip good governance telah diadopsi oleh hampir semua pemerintahan
yang mengaku menjalakan administrasi publik yang modern. Good governance
antara lain dipahami sebagai suatu kondisi yang mempunyai delapan karakteristik
utama yaitu partisipasi, rule of law, transparansi, responsiveness, consensus
orientation, equity and inclusiveness, effectiveness and efficiency dan accountability.
Selanjutnya diyakini ke delapan karakteristik utama tersebut akan mampu menjamin
terciptanya pemerintahan yang bebas dari KKN, melindungi kaum minoritas dan
suara masyarakat didengar dalam rangka pengambilan keputusan. Masing-masing
prinsip utama ters ebut selanjutnya secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Participation, adanya partisipasi dari semua pihak, masyarakat luas termasuk
adanya jaminan kebebasan berserikat dan berekspresi dalam proses penganggaran
termasuk adanya pengawasan terhadap belanja publik oleh masyarakat luas;

46

b. Rule of law, dalam kaitan dengan sistem penganggaran prinsip ini merupakan
pusat dari proses penyusunan anggaran. APBN ditetapkan dengan UndangUndang begitu juga atur an-aturan pelaksanaan semua harus mengacu
pada Undang-undang.
c. Transparency, prinsip ini berlaku di berbagai fungsi dan tanggungjawab
pengelolaan keuangan pemerintah, termasuk dalam proses perencanaan, kebijakan
keuangan, pencatatan, audit keuangan dan pelibatan masyarakat dalam kegiatan
pengelolaan keuangan.
d. Responsiveness, sistem penganggaran harus mampu menampung semua
kebutuhan publik dalam waktu yang masuk akal.
e. Consensus orientation, penganggaran harus mengakomodir segala kepentingan
yang ada pada masyarakat luas atau juga dikenal dengan istilah anggaran
partisipatif. Penganggaran partisipatif didasarkan pada pemikiran partisipasi
masyarakat yang intensif dalam proses pengambilan keputusan anggaran. Hal ini
juga terkait dengan perspektif jangka panjang dalam rangka terciptany a
pembangunan sumber daya manusia dan bagaimana mencapai tujuan
pembangunan.
f. Equity and inclusiveness, kesamaan dan pengikutsertaan jika diterapkan dalam
sistem penganggaran maka semua keputusan dalam bidang keuangan dibuat demi

47

kepentingan seluruh masyarakat bukan hanya sebagian golongan. Sehingga
seluruh masyarakat merasakan bagian dari kebijakan penganggaran dan tidak
merasa seolah-olah anggaran yang dibuat oleh pemerintah hanyalah untuk
kepentingan pemerintah.
g. Effectiveness and efficiency, anggaran berbasis kinerja merupakan cerminan
kedua prinsip tersebut. Efektivitas adalah melakukan hal yang benar dan efisiensi
adalah melakukan sesuatu dengan benar. Keputusan anggaran harus memilih