PORTOFOLIO DAN PARADIGMA BARU PENILAIAN

PORTOFOLIO DAN PARADIGMA BARU
PENILAIAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
Oleh : Muhammad Isnaini
email: isnain_m@yahoo.co.id
http//www.muhammadisnain.blogsopt.com
Abstrak: Penilaian portofolio merupakan penilaian secara berkesinambungan
dengan metode pengumpulan informasi atau data secara sistematik atas hasil
pekerjaan siswa dalam kurun waktu tertentu. Sistem penilaian portofolio, guru
membuat file untuk masing-masing siswa, berisi kumpulan sistematis atas hasil
prestasi belajar mereka selama mengikuti proses pendidikan. Di dalam file porfolio,
guru mengumpulkan bukti fisik dan catatan prestasi siswa, seperti hasil ulangan,
hasil tugas mandiri, serta hasil praktikum. Selain dapat digunakan untuk memantau
perkembangan siswa dan mendiagnosa kesulitan belajar mereka, penilaian portofolio
juga banyak memiliki keunggulan lain. Sistem penilaian yang mulai berkembang di
bidang pendidikan sejak tahun 1990-an ini sangat bermanfaat bagi guru untuk
mengevaluasi kebutuhan (need), minat (interest), kemampuan akademik (abilities),
dan karakteristik siswa secara individual. Hal tersebut penting karena seharusnya
dalam suatu sistem atau cara evaluasi, eksistensi siswa secara individual tidak boleh
dieliminasikan sebagaimana yang sering terjadi dalam tes standar, seperti ebtanas.
Lagi pula, portofolio akan mampu mengembangkan potensi siswa dalam melakukan
self-assessment. Keterampilan menemukan kelebihan dan kekurangannya sendiri,

serta kemampuan untuk menggunakan kelebihan tersebut dalam mengatasi
kelemahannya merupakan modal dasar penting dalam proses pembelajaran.
Kata kunci: Portopolio, paradigma, penilaian, kurikulum, dan kompetensi.

Pendahuluan
Paradigma baru pendidikan, menghendaki dilakukan inovasi yang teritegrasi
dan berkesinambungan. Salah satu wujudnya adalah inovasi yang dilakukan guru
dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kebiasaan guru dalam mengumpulkan
informasi mengenai tingkat pemahaman siswa melalui pertanyaan, observasi,
pemberian tugas dan tes akan sangat bermanfaat dalam menentukan tingkat
penguasaan siswa dan dalam evaluasi keefektifan proses pembelajaran.
Informasi yang akurat tentang hasil belajar, minat dan kebutuhan siswa hanya
dapat diperoleh melalui asesment dan evaluasi yang efektif. Penilaian yang biasa
digunakan dalam sistem pendidikan kita adalah melalui deskripsi kuantitatif, yaitu tes
(tertulis). Sedangkan asesment yang sedang berkembang saat ini adalah penilaian


Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.

protofolio yang disinyalir memiliki banyak manfaat baik bagi guru maupun bagi

siswa.
Untuk lebih mengenal model ini, mari kita kenali lebih dahulu pemikiran yang
melandasinya, sebagai salah satu pembaharuan dalam pembelajaran. Model ini
dilandasi oleh beberapa landasan pemikiran, terutama empat pilar pendidikan sebagai
landasan model pembelajaran berbasis portofolio adalah learning to do, learning to
know, learning to be, and learning to live together, yang dicanangkan UNESCO.
Dalarn

proses

pernbelajaran

para

orang

dewasa,

tidak


seharusnya

memposisikan peserta didik sebagai pendengar ceramah guru laksana botol kosong
yang diisi dengan ilmu pengetahuan. Peserta didik harus diberdayakan agar mau dan
marnpu berbuat untuk mernperkaya pengalaman belajamya (learning to do) dengan
meningkatkan interaksi dengan lingkungannya baik lingkungan fisik, sosial, maupun
budaya, sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap
dunia di sekitamya (learning to know).
Diharapkan hasil interaksi dengan lingkungannya itu dapat membangun
pengetahuan dan kepercayaan dirinya (learning to be). Kesempatan berinteraksi
dengan berbagai individu atau kelompok yang bervariasi (learning to live together)
akan membentuk kepribadiannya untuk memahami kemajemukan dan melahirkan
sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup.

Apakah Portofolio itu
Batasan portofolio banyak para ahli yang memberi batasan, antara lain sebagai
berikut. Paulson (1994 : 60) mendefinisikan portofolio sebagai kumpulan pekerjaan
siswa yang menunjukkan usaha, perkembangan dan kecakapan mereka dalam satu
bidang atau lebih. Kumpulan ini harus mencakup partisipasi siswa dalam seleksi isi,
kriteria seleksi, kriteria penilaian dan bukti refleksi diri.

Menurut Gronlund (1998: 159) portofolio mencakup berbagai contoh
pekerjaan siswa yang tergantung pada keluasan tujuan. Apa yang harus tersurat,
tergantung pada subjek dan tujuan penggunaan portofolio. Contoh pekerjaan siswa ini

memberikan

dasar

bagi

pertimbangan

kemajuan

belajarnya

dan

dapat


dikomunikasikan kepada siswa, orang tua serta pihak lain yang tertarik
berkepentingan.
Protofolio dapat digunakan untuk mendokumentasikan perkembangan siswa.
Kerena menyadari proses belajar sangat penting untuk keberhasilan hidup, portofolio
dapat digunakan oleh siswa untuk melihat kemajuan mereka sendiri terutama dalam
hal perkembangan, sikap keterampilan dan ekspresinya terhadap sesuatu.
Secara umum, portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa atau catatan
mengenai siswa yang didokumentasikan secara baik dan teratur. Portofolio dapat
berbentuk tugas-tugas yang dikerjakan siswa, jawaban siswa atas pertanyaan guru,
catatan hasil observasi guru, catatan hasil wawancara guru dengan siswa, laporan
kegiatan siswa dan karangan atau jurnal yang dibuat siswa.
Lebih jelas portofolio itu dapat didefinisikan sebagai berikut :
1.

Suatu koleksi pekerjaan peserta didik yang menunjukkan segala usaha peserta
didik, kemajuan dan pencapaian belajar;

2.

Koleksi pekerjaan terbaik peserta didik, atau pekerjaan terbaiknya

berdasarkan bukti hasil belajar yang akan diukur;

3.

Sejenis kliping atau album foto yang menyimpan kemajuan dan kegiatan
suatu program yang dilakukan oleh peserta didik. (Depag; 2003: 24).
Mengingat begitu beragamnya jenis protofolio, guru dapat mengumpulkannya

melalui cara. Cara yang akan dipakai disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai,
tingkatan siswa dan jenis kegiatan yang dilakukan.
Berikut ini adalah model portofolio matematika yang berisi contoh-contoh
pekerjaan siswa.
1.

Uraian tertulis hasil kegiatan praktik atau penyelidikan matematika.

2.

Gambar-gambar dan laporan lisan, perluasan analisis situasi masalah dan
penelitian.


3.

Uraian dan diagram dari proses pemecahan masalah..

4.

Penyajian data statistik dan grafik.

Disamping itu, hal-hal lainnya yang dapat dicantumkan dalam portofolio
matematika adalah sebagai berikut :
1.

Laporan penyelidikan tentang ide matematika seperti hubungan antara dua
fungsi, koordinat grafik, aritmatika, aljabar dan geometri.

2.

Respon terhadap pertanyaan open-ended atau masalah pekerjaan rumah.


3.

Laporan kelompok dan foto kegiatan siswa.

4.

Salinan piagam penghargaan.

5.

Video dan pekerjaan siswa yang menggunakan komputer. (Stenmark 1991:
63).

Manfaat Protofolio
Sebelum penulis membahas manfaat portofolio, mungkin dibenak kita sering
bertanya mengapa menggunakan penilaian portofolio itu penting bagu guru dalam
sistem pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, maka bakal segudang jawaban
yang terbit dalam pikiran kita. Oleh karena itu untuk menyatukan perspsi penak kita
tentang hal tersebut, maka Penilaian berbasis kelas yang ditulis oleh tim Depag secara
lugas menjawabnya sebagai berikut :

1.

Karena anak maupun orang dewasa haeus menunjukkan apa yang mereka tahu
dan apa yang dapat mereka lakukan lebih dari pada hanya dapat menyebutkan.

2.

Dianggap sebagai “authentic assessment” yaitu tekhnik evaluasi belajar yang
sengaja dirancang agar penilaian yang diberikan kepada peserta didik dijamin
keaslian, kejujuran dan hasilnya terpercaya. Dan “performance assessment” yaitu
merupakan tuntutan perkembangan jaman, dimana evaluasi perpormansi
dihubungkan dengan pengawasan terhadap penguasaan peserta didik mengenai
kurikulum. (Depag; 2003: 24).
Penilaian portofolio dapat digunakan untuk berbagai keperluan, misalnya

seperti yang dikemukakan oleh Berenson dan Certer (1995:184) berikut ini.

1.

Mendomentasikan kemajuan siswa selama kurun waktu tertentu


2.

Mengetahui bagian-bagian yang perlu diperbaiki.

3.

Membangkitkan kepercayaan diri dan motivasi untuk belajar.

4.

Mendorong tanggungjawab siswa untuk belajar.
Sedangkan menurut Gronlund (1998 : 158), portofolio memiliki beberapa

keuntungan, antara lain sebagai berikut.
1.

Kemajuan belajar siswa dapat terlihat dengan jelas.

2.


Penekanan pada hasil pekerjaan terbaik siswa memberikan pengaruh positif
dalam belajar.

3.

Membandingkan pekerjaan sekarang dengan yang lalu memberikan motivasi
yang lebih besar dari pada membandingkan dengan milik orang lain.

4.

Keterampilan asesmen sendiri dikembangkan mengarah pada seleksi contoh
pekerjaan dan menentukan pilihan terbaik.

5.

Memberikan kesempatan siswa bekerja sesuai dengan perbedaan individu
(misalnya siswa menulis sesuai dengan tingkat level mereka tetapi sama-sama
menuju tujuan umum).

6.

Dapat menjadi alat komunikasi yang jelas tentang kemajuan belajar siswa
bagi siswa itu sendiri, orang tua, dan lainnya.
Adapun keuntungan penggunaan portofolio secara khusus antara lain sebagai

berikut.
1.

Memberikan bukti perkerjaan atau perbuatan berdasarkan pengetahuan yang
sesungguhnya telah diperoleh.

2.

Penilaian catatan atau memberikan gambaran tentang program matematika
yang perlu ditekankan.

3.

Catalan kemajuan siswa dalam jangka waktu lama mencerminkan
pembelajaran yang cukup lama (Stenmark, 1991:63).
Secara sederhana portofolio terdiri dari tiga macam, yaitu :

1.

Documentation portofolio yaitu memperlihatkan pertumbuhan dan kemajuan
belajar peserta didik tentang hasil belajar yang terindentifikasi. Format untuk jenis
ini sebagai berikut :

2.

Procces Portofolio, yaitu mendokumenkan seluruh segi tahapan proses
belajar. Format untuk jenis ini adalah :

3.

Showcase portofolio, yaitu penguasaan peserta didik terhadap bukti hasil
belajar selama waktu tertentu (tengah dan akhir semester). Format jenis ini
sebagai berikut :

Sedangkan tahapan penggunaan penilaian portofolio adalah :
1.

Pengorganisasian dan perencanaan (membangun kesepakatan guru dan peserta
didik).

2.

Pengumpulan informasi mengenai kemajuan yang dihasilkan peserta didik.

3.

Refleksi, yaitu guru memberikan catatan akhir dari seluruh proses penialaian
yang dilalui peserta didik.

Pelaksanaan Asesment Portofolio

Pelaksanaan asesment portofolio mensyaratkan kejujuran siswa dalam
melaporkan rekaman belajarnya. Dan kejujuran guru dalam menilai kemampuan
siswa sesuai dengan kriteria yang yang telah disepakati. Guru harus mampu
menunjukkan urgensi laporan yang jujur dari siswa.

Adapun bentuk-bentuk asesment portofolio diantaranya sebagai berikut.
1.

Catatan anekdotal, yaitu berupa lembaran khusus yang mencatat segala bentuk
kejadian mengenai perilaku siswa, khususnya selama berlangsungnya proses
pembelajaran. Lembaran ini memuat identitas yang diamati, waktu pengamatan,
dan lembar rekaman kejadiaannya.

2.

Ceklis atau daftar cek, yaitu daftar yang telah disusun berdasarkan tujuan
perkembangan yang hendak dicapai siswa.

3.

Skala penilaian yang mencatat isyarat kemajuan perkembangan siswa.

4.

Respon-respon siswa terhadap pertanyaan.

5.

Tes skrining yang berguna untuk mengidentifikasi keterampilan siswa setelah
pengajaran dilakukan, misalnya siswa setelah pengajaran dilakukan, misalnya tes
hasil belajar, PR, LKS, laporan kegiatan lapangan.
Aspek-aspek yang bisa dievaluasi dalam bidang pendidikan ini adalah

menurut Stenmark (1991 : 64) sebagai berikut.
1.

Pemahaman Permasalahan (Problem Comprehension).

2.

Pendekatan dan Strategi (Approaches and Strategies).

3.

Hubungan (Relationships).

4.

Fleksibilitas (Flexibility).

5.

Komunikasi (Communication).

6.

Persamaan dan Keadilan (Equality and Equity).

7.

Penyelesaian (Solutions).

8.

Hasil Pengujian (Examining Results).

9.

Asesment diri (Self-Assessment)
Salah satu bagian penting dari penilaian portofolio adalah mengajukan

pertanyaan. Mengajukan pertanyaan yang benar merupakan suatu seni yang harus
dilatih oleh guru. Contoh pertanyaan yang bisa diajukan untuk mengevaluasi aspek
fleksibilitas dengan tujuan untuk mengambil atau mengetahui apakah siswa bisa
menggunakan/menggantikan dengan cara lainnya bila sesuatu tidak dikerjakan
dengan cara yang telah diberikan, apakah mereka teguh dalam usahanya, dan apakah
mereka mencoba yang lain?
Untuk tujuan tersebut bisa diajukan pertanyaan seperti berikut :


Apakah kamu telah mencoba atau hanya menebak ?



Apakah kamu bisa menyelesasikan dengan menggunakan cara lain ?



Apa lagi yang telah kamu coba ?



Coba tunjukkan masalah sejenis?



Apakah ini masalah yang lebih mudah?



Dan lain-lain.
Sedangkan dalam aspek hubungan yang tujuannya adalah untuk mengungkap

apakah siswa melihat hubungan dan mengenali ide utamanya, apakah mereka
mengaitkan masalah dengan masalah serupa yang telah dipelajari terdahulu.
Pertanyaan-pertanyaannya, lebih kurang sebagai berikut


Apakah ubungan antara yang ini dengan yang itu?



Apa kesamaannya? Apa perbedaannya?



Apakah ada polanya?



Misalnya kita mengabil bagian ini. Akan Jadi apakah sisanya?



Bagaimana jika kamu memindahkan bagian ini?



Dapatkan kamu menulis masalah lain yang berkaitan dengan masalah ini?

Mengevaluasi portofolio bukanlah suatu tugas yang mudah, sebab tidak
pernah ada dua portopolio yang tepat sama. Hal ini disebabkan individu yang
menyiapkan portopolio tersebut akan mengikutsertakan item-item yang berbeda
sesuai dengan kelebihan yang dimilikinya. Salah satu cara untuk mengevaluasi
portopolio adalah dengan penggunakan rublik. Cara ini menggunakan skala nilai
untuk memberi skor pada item yang mengharuskan murid menjawabnya dalam
bentuk tulisan dengan jawaban yang banyak (open-open item) pada soal yang
diberikan.
Murid bebas menjawab (free response questions) atau terdapat berbagai cara
untuk memperoleh jawaban (Heddens dan Speer dalam Sabandar: 4).
Sabandar mengemukakan salah satu contoh rublik dalam menjawab openended questions sebagai berikut:
Skor
4
3
2
1
0

Kriteria
Lengkap dan kompeten
Kompetensi dasar
Jawaban parsial
Jawaban coba-coba
Tidak ada respon

Dengan menggunakan skala tersebut, seseorang individu dapat memperoleh
skor dari 0 sampai 4 untuk suatu item. Hal ini tergantung dari apa yang terdeteksi
oleh guru dalam item tersebut. Skor 3 untuk suatu item dalam rublik ini tidak berarti
menunjukkan 75% indkator terpenuhi. Skor 3 dalam hal ini merupakan suatu
indikator numerik yang menyatakan apa yang dimiliki oleh individu. Rublik lain
mungkin menggunakan skor dari 0 s.d. 2, atau dari 0 s.d. 6, atau 0 s.d. 8, atau bahkan
dari 0 s.d.10.

Portofolio merupakan penilaian secara berkesinambungan
Penilaian portofolio merupakan metode pengumpulan informasi atau data
secara sistematik atas hasil pekerjaan siswa dalam kurun waktu tertentu (Popham,

1994). Dalam sistem penilaian portofolio, guru membuat file untuk masing-masing
siswa, berisi kumpulan sistematis atas hasil prestasi belajar mereka selama mengikuti
proses pendidikan.
Di dalam file porfolio, guru mengumpulkan bukti fisik dan catatan prestasi
siswa, seperti hasil ulangan, hasil tugas mandiri, serta hasil praktikum. Selain prestasi
akademik, isi file juga dapat dielaborasi dengan lembar catatan prestasi nonakademik, yakni rekaman profil siswa yang meliputi aspek kerajinan, kerapian,
ketertiban, kejujuran, kemampuan kerja sama, sikap kasih sayang, solidaritas,
toleransi, kedisiplinan, prestasi olahraga, kesenian, kepramukaan, dan lain-lain.
Data yang terkumpul dari waktu ke waktu ini kemudian digunakan oleh guru
untuk menilai dan melihat perkembangan kemampuan serta prestasi akademik siswa
dalam periode tersebut. File portofolio sekaligus akan memberikan umpan-balik
(feedback-loop). Bagi guru, file yang berisi perkembangan prestasi siswa ini akan
memberikan masukan untuk evaluasi proses dalam memperbaiki cara, metode, dan
manajemen pembelajaran di kelas.
Melalui analisa file portofolio guru dapat mengetahui potensi, karakter,
kelebihan, dan kekurangan siswa. Sementara itu, bagi siswa, file ini dapat menjadi
dasar pijakan untuk mengoreksi dan memperbaiki kelemahan serta kekurangannya
dalam proses pembelajaran maupun penguasaannya atas suatu pokok bahasan atau
materi pelajaran tertentu.
Proses terjadinya umpan-balik sangat dimungkinkan karena dalam sistem
penilaian portofolio data yang terekam dalam file tidak hanya dikumpulkan saja
kemudian selesai, namun akan dianalisis secara kolaboratif dengan melibatkan guru,
siswa, dan orangtua murid. Pembicaraan dan pembahasan bersama data portofolio
merupakan conditio sine qua non bagi efektif tidaknya sistem ini. Evaluasi data
melalui pembicaraan secara periodik dengan orangtua siswa sekaligus merupakan
progress report yang akurat tentang kemajuan prestasi belajar siswa serta
perkembangan kepribadiannya.

Selain dapat digunakan untuk memantau perkembangan siswa dan
mendiagnosa kesulitan belajar mereka, penilaian portofolio juga banyak memiliki
keunggulan lain. Sistem penilaian yang mulai berkembang di bidang pendidikan sejak
tahun 1990-an ini sangat bermanfaat bagi guru untuk mengevaluasi kebutuhan (need),
minat (interest), kemampuan akademik (abilities), dan karakteristik siswa secara
individual. Hal tersebut penting karena seharusnya dalam suatu sistem atau cara
evaluasi, eksistensi siswa secara individual tidak boleh dieliminasikan sebagaimana
yang sering terjadi dalam tes standar, seperti ebtanas.
Lagi pula, portofolio akan mampu mengembangkan potensi siswa dalam
melakukan self-assessment. Keterampilan menemukan kelebihan dan kekurangannya
sendiri, serta kemampuan untuk menggunakan kelebihan tersebut dalam mengatasi
kelemahannya merupakan modal dasar penting dalam proses pembelajaran.

Memberdayakan Guru
Seperti kata Prof. Suyanto, guru harus diberdayakan agar mereka mau dan
mampu melakukan difusi dan adopsi inovasi (KBK) di sekolah masing-masing. Akan
tetapi dalam sejarah perubahan pendidikan di Indonesia, selalu kurikulum yang
menjadi perhatian utama.
Pengembangan kurikulum yang menjadi andalan perbaikan pendidikan. Tidak
kapok-kapoknya, kurikulum terus yang dipermasalahkan, dan semestinya mengambil
cara lain dalam upaya pembenahan pendidikan itu. Walaupun sudah bertahun-tahun
pembenahan kurikulum yang dijadikan kambing hitam, keprihatinan terhadap
pendidikan tidak kunjung selesai. Rupanya bukan di situlah akar masalahnya.
Kurikulum, dalam persepsi guru-guru sekarang, sekadar sarana, tujuan, bahan ajar,
silabi, dan buku ajar.
Penilaian dan manajemen dipisahkan dari wacana kurikulum. Oleh karena itu,
penulis lebih berpihak pada konsep kurikulum menurut Winatapura (1997) dalam
Suparman (2001). Pada hemat penulis, kurikulum seharusnya diartikan sebagai
sistem pembelajaran dan pendidikan yang berorientasi kebutuhan peserta didik, yang

berfokus pada pengguna, karena pendidikan itu untuk pengembangan dan
kemaslahatan manusia.
Jadi, bukan untuk kepentingan lain, seperti model kurikulum teknologi saja,
dan kurikulum rasional akademik untuk perguruan tinggi (Posner [1996] dalam
Suparman [2001]). Dengan pengertian itu, di dalamnya kurikulum itu bukan saja
permasalahan aspek tujuan, topik, bahan ajar, silabi, dan buku, yang biasa lebih
diurus, melainkan bagaimana proses pembelajaran dan pendidikan itu berlangsung.
Maka perhatiannya adalah bagaimana guru-guru itu diberdayakan, seperti
yang diutarakan Prof. Suyanto tadi. Secara khusus, bagaimana profesionalitas guru
dalam melakukan tugasnya, bagaimana kompetensi sosial, akademik, dan profesional
mereka yang menjadi perangkat pendidikan di tingkat pelaksana.
Yang ramai dibahas, disosialisasikan sekarang, dalam wacana informasi
tingkat bawah, adalah KBK dan evaluasi portofolio, sedangkan MBS (manajemen
berbasis sekolah) yang menjadi sentral perubahan dan merupakan sistem pengelolaan
yang disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan baru tidak dianggap strategis.
Padahal, didalamnya ada unsur manajemen kelas, proses pembelajaran dan
pendidikan, yang tentu menyangkut kurikulum dalam arti terbatas itu. Mengapa
evaluasi portofolio yang dianjurkan, mengapa bukan strategi portofolio? Bukankah
evaluasi merupakan implikasi strategi mengajarnya? Dapat dilakukan penilaian
portofolio apabila strategi mengajarnya menghasilkan portofolio.
Bagaimana sebenarnya strategi mengajar yang menghasilkan portofolio itu?
Katakanlah strategi portofolio, strategi yang menghasilkan bukti belajar tuntas
pengembangan kompetensi dan aktualisasi diri peserta didik tingkat sekolah
menengah atau kompetensi rekayasa sosial untuk tingkat mahasiswa (Suparman,
2003: 21).
Pada hemat penulis, justru yang perlu menjadi fokus perhatian adalah
bagaimana memberdayakan guru dan pendidik agar mereka benar-benar profesional
dalam tugasnya. Tentu dengan implikasi bagaimana persyaratannya, seperti
perekrutan, pembinaan, penghargaan, kesejahteraan, dan insentif lain.

Guru yang profesional dalam tugasnya adalah guru yang kinerjanya dilandasi
secara benar oleh pengetahuan dan kemahiran mengelola interaksi pembelajaran,
penguasaan bahan ajar (kurikulum), dan kelihaian mengukur proses dan hasil
pembelajaran.
Guru yang mahir mengelola interaksi pembelajaran inklusif menguasai
kurikulum dan mampu memilih bahan ajar yang tepat serta dapat menerapkan
berbagai model dan teknik penilaian. Jadi, fokusnya adalah memberdayakan guruguru melalui peningkatan profesionalitas mengajar dan mendidik. Melalui proses
pelatihan, meningkatkan kemahiran pengelolaan kelas sedikit demi sedikit, bertahap,
penguasaan kurikulum dan sistem evaluasinya dapat dilakukan dengan tidak
membuat guru-guru merasa menanggung beban berat.
Perlu dibedakan secara tidak hitam putih, penguasaan pembelajaran menjadi
urusan utama guru-guru, sedangkan kurikulum menjadi urusan utama pengambil
kebijakan pendidikan. Guru-guru sekadar memberikan masukan tentang isi kurikulum
jika bukan demikian, maka "mumetlah" guru-guru dibuatnya.

Secara Profesional
Seperti persyaratan dalam inovasi kurikulum, demikian juga kiranya dengan
inovasi profesi guru mengajar, baik bentuk, isi, maupun strategi sosialisasi model
pembelajaran yang menghasilkan portofolio, perlu memperhatikan lima karakteristik
program yang diinovasikan.
Peringatan itu tetap sangat relevan, yaitu tidak lebih memberatkan guru,
bahkan perlu lebih menyenangkan, konsep dan kegiatannya tidak rumit, tidak jauh
berbeda dari kegiatan pembelajaran yang selama ini biasa dilakukan guru-guru, dan
sosialiasinya dilakukan secara bertahap dan profesional.
Guru-guru perlu difasilitasi untuk melakukan improfisasi pembelajaran.
Mereka sudah dibekali PTK (penelitian atau kajian tindakan kelas). Justru model
kajian ini bertujuan agar guru-guru meningkatkan kemampuannya dalam mengajar.
Model pembelajaran dengan portofolio seharusnya bukan model yang baru dalam

pembelajaran, tidak lebih menyulitkan dan lebih banyak menyita waktu serta pikiran
guru-guru.
Model pembelajaran dengan portofolio memang lebih mengaktifkan peserta
didik dan menyenangkan, namun tidak boleh membuat mereka kesulitan, membebani
guru-guru dan orang tua. Disarankan untuk tidak menerapkan model pembelajaran
portofolio yang justru memberatkan semua pihak.
Seperti banyak tugas ekstrakurikuler yang perlu memakan biaya tambahan,
perjalanan yang memakan waktu di luar jam pelajaran, meninggalkan program
kurikulum itu sendiri, adalah model pembelajaran yang memberatkan semua pihak.
Strategi portofolio harus tetap mengacu pada kurikulum, tetap berdasarkan
persiapan yang biasa dibuat guru-guru, tetap dalam kerangka interaksi pembelajaran
seperti biasa di kelas dan di luar kelas, namun menghasilkan bukti belajar tuntas yang
didokumentasikan menjadi bentuk portofolio yang menjadi kebanggaan peserta didik,
sekolah, dan orang tua.

Dengan demikian, barulah portofolio dapat digunakan

sebagai sarana evaluasi tuntas.
Kemampuan dan karakteristik peserta didik dapat direkam dan dijadikan
ukuran yang adil dan transparan atas prestasi, prestise, dan aktualisasi diri peserta
didik secara menyeluruh.
Hanya dengan pembinaan dan peningkatan kemampuan pokok profesi guru dalam
mengajar itulah kiranya masalah kualitas proses dan hasil pendidikan sedikit demi
sedikit tetapi pasti dapat dicapai sesuai dengan harapan kita semua.
Dengan evaluasi proses pembelajaran dan peningkatan kemampuan guru
mengajar, pengelola pendidikan di daerah akan berhasil mengemban misi
meningkatkan mutu pendidikan.
Mari kita sambut inovasi pendidikan itu dengan karya nyata yang benar-benar
menyentuh kebutuhan peserta didik, harapan guru-guru, dan kebahagiaan orang tua.

Penutup

Portofolio merupakan catatan atau kumpulan hasil karya siswa yang
didokumentasikan secara baik dan teratur. Portofolio dapat berbentuk tugas-tugas
yang dikerjakan siswa, jawaban siswa atas pertanyaan guru, catatan hasil obsevasi
guru, catatan hasil wawancara guru dengan siswa, laporan kegiatan siswa dan
karangan yang dibuat siswa.
Portofolio itu beragam jenisnya, guru dapat mengumpulkannya melalui
banyak cara sesuai dengan tujuan, cara yang akan dipakai, tingkatan siswa ataujenis
kegiatan yang dilakukan. Portofolio angar bermanfaat dalam memberikan informasi
mengenai kemampuan dan pemahaman siswa memberikan gambaran otentik kepada
guru tentang apa yang telah dipelajari siswa kesulitan dan kendala yang dialami siswa
dalam belajar dan jenis bantuan yang diharapkan siswa.
Penilaian portofolio dapat dijadikan alat untuk memvalidasi informasi tentang
pemahaman siswa mengenai suatu konsep. Asesmen portofolio juga dapat membantu
siswa dalam mengkonstruksi rasa tanggungjawab dalam belajar, memonitor diri
sendiri dalam kegiatan belajar, menanamkan kesadaran untuk meningkatkan
kemampuan diri dan membuat argumen-argumen yang logis.
Daftar Pustaka
Budimansyah,
Genesindo. 2003.

Dasim.

Model

Pembelajaran

Portofolio.

Bandung:

Gronlund, Norman E. (1998). Assesment of Student Achievment Sixth
Edition. Boston : Allyn and Bacon.
Hamm, Mary & Adams, Dennis. (1991). Portofolio - It's not just forarttists
anymore. The Science Teacher. Mei 1999.
Paulson, F Leon, PasrI R & Meyer, Carol A. (1991). What makes a
Portofolio ? Eight thoughtful guidelines will help educators encourage self-directed
learning. Educational Leadership. February 1991.
Ramdi, Hartono (199). Penerapan Asement Portofolio
Mengembangkan Konsep Diri Siswa. Tesis. PPS IKIP Bandung.

dalam

Stenmark, Jean Krr. (1991). Math Portofolio : A New Form of Assessment.
Teaching K-8. August/September 1991.
Depag. RI. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Penilaian Berbasis Kelas,
(Jakarta: Drjen Kelembagaan Agama Islam. 2003).
Mulyasa. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakeistik dan
Impelementasi. (Jakarta: Rosida. 2003).
Muhammad Isnaini, Strategi Pembelajaran Portofolio dan Menyikapi
Perubahan Pendidikan. Makalah. (Palembang: Diknas Prov. Sumsel. 2004).
Posner. Curruculum : Needs and Implementation. ( Boston : Allyn and
Bacon. 2000).
Suparman. Strategi Pemecahan Kurikulum yang Berkelanjutan. ( Jakarta:
Renika Copta. 2001).
Suparman. Hiden Kurikulum sebuah Evaluasi Portopolio. (Yogyakarta: CV.
Navila. 2003).
Website www. Yahoo. Com. Assessment Portofolio.
Winatapura, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Antara Konsep dan
Implementasinya. (Jakarta: Gunung Agung. 2003).