EFEK EKONOMI DAN FINANSIAL doc

INISIASI 8

EFEK EKONOMI DAN FINANSIAL
Pada saat ini perusahaan jasa dihadapkan pada pertanyaan
mengenai dampak penawaran jasanya terhadap keuntungan. Selama
ini keuntungan yg diperoleh perusahaan diindikasikan dgn peningkatan
volume penjualan, tanpa berusaha mencari tahu lebih dalam proses yg
berlangsung. Keuntugan pada saat ini lebih dilihat pada 2 aspek, yaitu
peningkatan pendapatan (revenue expantion) & pengurangan biaya
(cost reduction).
Dalam
digunakan

perkembangannya
mempelajari

lebih

ada

2


dalam

model

pemasaran

bagaimana

yg

penawaran

dpt
jasa

perusahaan berdampak pada profit, yaitu offensive marketing &
defensive marketing. Model offensive marketing menyatakan bahwa
utk menarik lebih banyak pelanggan ada 3 faktor penting yg dpt
berdampak pada keuntungan, yaitu : market share, reputasi & harga

tinggi.

Sedangkan

model

defensive

marketing

melihat

dampak

penawaran jasa perusahaan terhadap penahanan konsumen (customer
retention). Jika perusahaan dpt menahan konsumen, maka ada 4 hal yg
dpt diperoleh, yaitu dpt menawarkan harga tinggi, menggunakan
komunikasi dari mulut ke mulut utk promosi, mengurangi biaya &
meningkatkan penjualan.
Model lain yg juga telah dikembangkan tdk cukup hanya dgn

encounter, yaitu terjadinya kontak antara penyedia jasa dgn konsumen
secara langsung. Pada service encounter, maka konsumen akan
mempunyai

persepsi

atau

penilaian

terhadap

kualitas

jasa

yg

selanjutnya akan berpengaruh pada perilaku, penahanan konsumen &
keuntungan.

Pengukuran kinerja perusahaan jasa tdk cukup dgn melakukan
pengukuran keuangan karena tdk memperhitungkan proses produksi,
kualitas

pelayanan

&

kepuasan

konsumen.

Utk

mengatasi

permasalahan itu, pada saat ini telah dikembangakan model Balance
Performance Score Card (BSC). BSC ini menggunakan 4 perspektif

1


dalam menilai kinerja perusahaan jasa, yaitu : financial measurement,
customer perspective, operation perspective & innovation – learning
perspective.

EFEK EKONOMI JASA
A. Pengaruh Jasa Terhadap Keuntungan
Pada era akuntabilitas & efisiensi,

sebenarnya

seluruh

perusahaan memerlukan bukti-bukti & alat-alat utk mengetahui &
memonitor hasil dari investasi yg mereka keluarkan. Banyak manajer
masih melihat jasa & kualitas pelayanan sebagai biaya dibandingkan
sebagai

kontributor


menghubungkan

terhadap

antara

keuntungan,

pelayanan

&

karena

pengenbalian

sulitnya
keuangan.

Dahulu, menentukan dampak keuangan dari pelayanan paralel

dilakukan dgn melihat hubungan antara penjualan & periklanan.
Saat ini, peneliti & para pimpinan perusahaan memahami
hubungan antara jasa & keuntungan & menemukan bukti kuat utk
mendukung hubungan diantaranya. Perusahaan yg menekankan
sebelumnya pada peningkatan pendapatan (revenue expansion),
menerima

pengembalian

yg

lebih

tinggi

jika

perusahaan

menekankan usahanya utk meningkatkan kualitas dibandingkan jika

perusahaan melakukan revenue expansion & pengurangan biaya
(cost reduction) secara bersamaan.
Para pemimpin perusahaan juga menyadari bahwa hubungan
antara

jasa

&

mempengaruhi

keuntungan
banyak

tidaklah

faktor

sederhana.


ekonomi

di

Kualitas

dalam

jasa

perusahaan,

beberapa diantaranya mengarahkan keuntungan melalui variabelvariabel

yg

secara

tradisional


bukan

berasal

dari

komponen

pemasaran. Sebagai contoh, Total Quality Management (TQM)
mengekspresikan dampak keuangan dari kualitas jasa dgn cara
pengurangan
tersebut

biaya

melibatkan

&

meningkatkan

isu-isu

produktivitas.

operasional

yg

Hubungan

memperhatikan
2

pemasaran hanya pada saat penelitian pemasaran digunakan utk
mengidentifikasikan peningkatan pelayanan yg diperhatikan & dinilai
oleh pelanggan.
Manajer pertama kali tertarik pada sebuah pertanyaan yg
muncul pada tahun 1980-an, yaitu ketika kualitas jasa muncul
sebagai

strategi

bersaing

yg

sangat

penting.

Pimpinan

dari

perusahaan jasa terkemuka dunia seperti Federal Express & Disney
percaya pada intuisi mereka bahwa pelayanan yg lebih baik akan
menyebabkan peningkatan pada keberhasilan di bidang keuangan.
Tanpa dokumentasi yg formal dari catatan keuangan, mereka
menggunakan sumber daya yg mereka miliki utk meningkatkan
pelayanan & mendapatkan penghargaan atas lompatan keyakinan
mereka.
Karena alat-alat seperti return on quality pada saat itu tdk ada,
maka pada tahun 1990 digalilah efek Total Quality Management
(TQM) dari yg sudah dilakukan perusahaan manufaktur & jasa.
Hasilnya tidaklah memuaskan. McKinsey and Company menemukan
bahwa hampir 2/3 dari program yg diujicobakan gagal dalam
peningkatan pelayanan nyata. Dalam 2 studi lainnya, A. T Kearney
menemukan bahwa 80% dari perusahaan di Inggris tdk menunjukkan
dampak yg signifikan dari penggunaan TQM. Arthur D. Little
mengemukakan bahwa hampir 2/3 dari 500 perusahaan di Amerika
Serikat

memperlihatkan

“zero

competitive

gain”

(penghasilan

kompetisi nol) dari TQM.
Sebagian respon dari versi studi terbaru, General Accounting
Office (GAO) di USA melihat dasar kepercayaan mengenai dampak
kualitas keuangan di dalam perusahaan, seperti yg dikemukakan
oleh pemenang maupun finalis Malcolm Baldrige National Quality
Award. GAO menemukan bahwa kualitas perusahaan terkemuka
dihasilkan dari pangsa pasar, sales per employee, return on sales, &
return on assets. Berdasarkan 22 perusahaan yg menjadi finalis
maupun yg menang pada tahun 1988 & 1989, GAO menemukan
bahwa 34 dari 40 variabel keuangan memperlihatkan peningkatan
kinerja yg positif.
3

Pada tahun-tahun selanjutnya, bukti-bukti yg didapat dari
penelitian yg lebih kuat memperlihatkan dampak positif dari jasa.
Satu studi memperlihatkan dampak keuangan yg lebih baik terhadap
sistem pemulihan pengaduan. Studi lain menemukan hubungan yg
positif & erat antara kepuasan pasien & keuntungan rumah sakit.
Pada studi ini, dimensi khusus dari kualitas pelayanan rumah sakit,
seperti penagihan & proses pembayaran, mampu memberikan 17 –
27% dari pendapatan rumah sakit, pendapatan bersih & return on
asset. Penemuan lain memperlihatkan hubungan yg positif & erat
antara perubahan di dalam persepsi kualitas oleh pelanggan & stock
return dimana di lain sisi pengeluaran utk iklan berdampak yg
konstan terhadap return on investment.

B. Model Pemasaran yang Berdampak kepada Pelayanan
Ada 2 model pemasaran yg dpt dijelaskan utk dpt memberikan
gambaran bagaimana pelayanan (service) berdampak terhadap
keuntungan perusahaan, yaitu : offensive marketing & defensive
marketing.
1.Pemasaran Ofensif Berdampak kepada Pelayanan : Menarik
lebih Banyak Pelanggan
Kualitas jasa dpt membantu perusahaan utk mendapatkan
lebih banyak pelanggan melalui pemasaran ofensif. Pemasaran
ofensif melibatkan pangsa pasar, reputasi & harga mahal. Ketika
perusahaan mampu memberikan pelayanan yg baik, perusahaan
mendapatkan

reputasi

positif

&

melalui

reputasinya

itu

perusahaan mampu mendapatkan pelanggan yg lebih banyak &
kemampuan utk menetapkan harga yg lebih tinggi dibandingkan
dgn pesaingnya.
Perusahaan jasa dpt mengembangkan model PIMS (Profit
Impact of Marketing Strategy) utk mengetahui seberapa besar
dampak pemberian pelayanan yg baik terhadap keuntungan.
Salah satu cara yg dpt digunakan utk mengembangkan model
tersebut

adalah

menentukan

variabelnya,

yaitu

pegawai,
4

pelanggan & laba. Dampak dapat diukur dgn mengkaitkan dgn 3
kategori, yaitu : tempat utk bekerja, tempat utk bertransaksi, &
tempat utk berinvestasi.
Implementasi pengukuran dgn model PIMS secara kontinyu
(dari tahun ke tahun) itu dpt memberikan informasi kepada
penyedia jasa seberapa besar dampak pelayanan terhadap
keuntungan. Penelitian PIMS memperlihatkan bahwa perusahaan
yg dpt menawarkan pelayanan yg prima mencapai profit tinggi
dibandingkan pertumbuhan normal atas dasar pertimbangan
perolehan pangsa pasar & kualitas.
Utk mendokumentasikan dampak pelayanan terhadap pangsa
pasar sekelompok peneliti menggambarkan pendapat mereka
antara kualitas & pangsa pasar, pelanggan yg terpuaskan akan
menyebarkan kepuasannya kepada orang lain melalui informasi
mulut ke mulut, yg akan berdampak kepada bertambahnya
pelanggan baru sehingga memperluas pangsa pasar. Mereka juga
berpendapat bahwa mengiklankan pelayanan yg prima tanpa
kualitas yg memadai tdk akan meningkatkan pangsa pasar.
Tabel 1. Kategori Pelayanan
Tempat untuk Bekerja
 Lingkungan utk
pengembangan &
pertumbuhan individu
 Mendukung ide-ide &
inovasi
 Empowered, melibatkan
tim & individu

 Pertumbuhan &
pengembangan individu
 Empowered team

Tempat untuk

Tempat untuk

Bertransaksi
 Menawarkan barang dgn

Berinvestasi
 Pertumbuhan pendapatan
 Pertumbuhan pendapatan

nilai tinggi
 Pelayanan pelanggan yg
cemerlang dari orangorang terbaik
 Tempat yg

operasi yg prima
 Pengelolaan aset yg
efisien
 Productivity gains

menyenangkan utk
bertransaksi
 Loyalitas pelanggan
 Terpenuhinya kebutuhan
pelanggan
 Kepuasan pelanggan
 Penjagaan pelanggan

 Pertumbuhan pendapatan
 Penjualan per square foot
 Perputaran persediaan
 Marjin pendapatan
operasi
 Return on assets

2.Pemasaran Defensif Berdampak pada Pelayanan : untuk
Menahan Pelanggan
5

Pendekatan

pemasaran

defensif

adalah

pendekatan

yg

menekankan pada penahanan pelanggan (customer retention) yg
dimiliki. Para peneliti & konsultan selama 15 tahun terakhir ini
sangat memeprhatikan hal ini & melakukan perhitungan dampak
keuangan

dari

pelanggan

customer).
Mempertahankan

yg

pelanggan

ada

di

perusahaan

yg

ada

jauh

(current

lebih

penting

dibandingkan dgn mencari pelanggan baru. Jika perusahaan tdk
memperdulikan pelanggan, hanya akan merugikan perusahaan
karena perusahaan harus mendapatkan pelanggan baru yg akan
menggantikan pelanggan yg telah pergi. Mendapatkan pelanggan
baru sangatlah mahal; termasuk kedalamnya biaya iklan, promosi,
& biaya penjualan seperti ketika perusahaan mulai dari awal
usahanya.
Pelanggan baru biasanya tdk menguntungkan utk beberapa
waktu. Contohnya pada perusahaan asuransi, biasanya belum dpt
menutup

biaya-biaya

penjualannya

hingga

3



4

tahun

hubungannya dgn klien. Pengalihan pelanggan dari perusahaan
lain juga dinilai lebih mahal, karena usaha peningkatan pelayanan
yg dibutuhkan utk membuat pelanggan berpindah dari pesaing,
jauh

lebih

mahal

dibandingkan

jika

perusahaan

menjaga

pelanggan yg telah dimilikinya. Biaya penjualan kepada pelanggan
yg

sudah

ada

lebih

rendah

(rata-rata

20%

lebih

rendah)

dibandingkan dgn biaya yg dikeluarkan utk pelanggan.
Pelayanan berpengaruh terhadap penahanan konsumen,
berarti bahwa pemberian pelayanan jasa yg dpt memberikan nilai
tinggi akan dpt meningkatkan customer retention. Dampak
selanjutnya pada peningkatan marjin & keuntungan perusahaan.
Jika penyedia dpt mempertahankan pelanggan, ada 4 hal yg
didapatkan, yaitu :
a. Biaya rendah (lower

cost).

Utk

mendapatkan

seorang

pelanggan baru, 5 kali lebih mahal dibandingkan dgn jika
perusahaan menjaga pelanggan yg ada (current customer).
Banyak konsultan juga berpendapat bahwa mempertahankan
6

current customer, lebih penting dibandingkan dgn pangsa pasar,
biaya per unit & banyak faktor lain yg biasanya diasosiasikan
dgn keunggulan kompetitif.
b. Volume pembelian (volume of purchase). Pelanggan yg
terpuaskan

oleh

pelayanan

perusahaan

biasanya

akan

mengeluarkan lebih banyak uang utk mendapatkan penawaran
pelayanan lain yg dimiliki perusahaan. Sebagai contoh, seorang
pelanggan yg puas oleh kinerja seorang broker saham, biasanya
akan menginvestasikan

lebih

banyak

uangnya

pada

saat

pelanggan tersebut memiliki uang lebih. Sama halnya dgn jika
pelanggan puas dgn pelayanan perbankan, maka pelanggan
tersebut akan memanfaatkan layanan kredit dari bank yg sama
tersebut.
c. Harga mahal (premium price). Pelanggan yg puas dgn
pelayanan yg diberikan perusahaan maka pelanggan tersebut
bersedia juga utk membayar pada harga yg mahal utk layanan
tersebut. Faktanya, sebagian besar perusahaan yg mampu
memberikan

layanan

terbaik

dalam

bidang

jasa

dpt

menawarkan harga tinggi. Misalnya Federal Express yg bergerak
di industri pengiriman barang mampu menetapkan harga yg
lebih

tinggi

dibandingkan

dgn

pesaingnya

karena

dpt

memberikan layanan ketepatan waktu yg luar biasa dgn
melakukan pengiriman barang lewat tengah malam.
d. Komunikasi dari mulut ke mulut (word of

mouth

communication). Komunikasi dari mulut ke mulut dianggap
lebih dpt dipercaya dibandingkan sumber informasi lainnya, tipe
terbaik dari aktivitas promosi utk usaha jasa datang dari
pelanggan lain yg membela pelayanan yg ada di perusahaan.
Komunikasi dari mulut ke mulut akan mendatangkan pelanggan
baru utk perusahaan, & nilai keuangan dari aktivitas promosi ini
adalah perusahaan mampu menghemat lebih banyak uangnya
utk aktivitas berpromosi sekaligus mendapatkan lebih banyak
pemasukan dari pelanggan baru.

7

C. Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan & Kecenderungan
Pembelian
Penelitian kepuasan pada Xerox Co menghasilkan suatu temuan
terdapat hubungan kuat antara kepuasan pelanggan dgn rencana
pembelian. Berdasarkan hasil analisis yg hati-hati memperlihatkan
bahwa pelanggan yg memberikan jawaban sangat puas sekali (nilai
5) akan membeli kembali peralatan Xerox 6 kali lebih banyak
dibandingkan dgn pelanggan yg memberi nilai 4 (skala puas sekali).
Hubungan ini menyebabkan perusahaan utk fokus pada
peningkatan pelanggan yg memilih nilai 5 dibandingkan dgn nilai 4
karena berdampak tinggi terhadap penjualan & keuntungan.
Berdasarkan berbagai fakta yg memperlihatkan

bahwa

pemberian pelayanan yg optimal berpengaruh terhadap kepuasan
pelanggan & persepsi kualitas akan dpt mempengaruhi behavioral
(perilaku) pelanggan. Behavioral intention selanjutnya akan dpt
memberikan

pengaruh

langsung

pada

penjualan

&

perhatian

pelanggan (customer intention). Peningkatan customer intention
memberikan dampak positif bagi perusahaan, yaitu : menghargai
perusahaan,

lebih

memilih

perusahan

perusahaan

lain,

meningkatkan

kita

volume

dibandingkan

pembelian,

&

dgn
mau

membayar dgn harga yg mahal.
Suatu studi, menemukan hubungan antara kualitas pelayanan &
behavioral intention yg lebih khusus. Satu studi melibatkan para
mahasiswa menemukan hubungan yg kuat antara kualitas pelayanan
& behavioral lain yg penting, termasuk sikap yg baik antara lain
mengatakan

segala

merencanakan

utk

hal

yg

positif

merekomendasikan

mengenai

universitas,

unversitasnya

kepada

perusahaan-perusahaan utk merekrut pegawai yg berasal dari
lulusan universitasnya.
Memahami hubungan
keseluruhan

&

laba

antara

sangatlah

kualitas

penting,

pelayanan

tetapi

mungkin

secara
lebih

bermanfaat bagi manajer utk mengidentifikasikan variabel khusus
dari kualitas pelayanan yg paling berhubungan dgn laba. Hubungan
tersebut dpt direfleksikan pada hubungan yg menjelaskan bahwa
service encounter (pelayanan pada saat kontak dgn konsumen) yg
8

dipengaruhi oleh atribut-atribut jasa merupakan starting point (titik
awal)

yg

harus

diperhatikan

sebelum

perusahaan

berusaha

meningkatkan kualitas pelayanan yg berdampak pada peningkatan
keuntungan.
Hubungan itu menunjukkan bahwa jika penyedia jasa dpt
memberikan service encounter yg baik akan dpt meningkatkan
kualitas jasa yg selanjutnya akan berdampak positif terhadap
perilaku pelanggan (behavioral intention). Behavioral intention yg
positif

dari

pelanggan

akan

dpt

mempertahankan

konsumen

sehingga diharapkan perusahaan dpt meningkatkan konsumen loyal
yg akan meningkatkan keuntungan perusahaan dalam jangka
panjang.
Service Attributes
Hotel Mariot & beberapa perusahaan lain telah melakukan
penelitian

dampak

service

encounter

terhadap

keuntungan

perusahaannya. Dari hasil penelitiannya menemukan bahwa ada 4
dari 5 faktor yg memainkan peranan penting pada 10 menit pertama
kedatangan pelanggan, yaitu melibatkan hal-hal seperti : pintu
masuk,

check

in,

&

ketika

mereka

memasuki

kamar

hotel.

Perusahaan lain menemukan bahwa kesalahan atau masalah terjadi
pada awal service encounters sangatlah penting diperhatikan,
karena kesalahan pada saat itu menyebabkan resiko yg lebih besar
terhadap ketidakpuasan pada tiap-tiap encounter berikutnya. Baik
T&T maupun IBM menemukan bahwa sales encounter merupakan
hal yg paling kritis dari semuanya. Keberhasilan perusahaan utk
meningkatkan

kinerjanya

pada

tahap

service

encounter

akan

berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan.
EFEK FINANCIAL JASA : PENGUKURAN KINERJA JASA DENGAN
BALANCED SCORECARD
Secara tradisional, organisasi-organisasi mengukur kinerja mereka
berdasarkan

indikator-indikator

penjualan

return

&

on

keuangan

investment.

seperti

Pendekatan

keuntungan,

jangka

pendek

menyebabkan perusahaan utk menekankan unsur keuangan agar
9

dikeluarkan dari indikator-indikator kinerja lainnya. Saat ini strategi
korporat mengemukakan kekurangan mengevaluasi kinerja perusahaan
jika hanya berdasarkan pada kinerja keuangan semata. Alasan ini
muncul

ketika

banyak

perusahaan

besar

kondisinya

semakin

memburuk, karena tdk memperhatikan penurunan di dalam proses
produksi, kualitas maupun kepuasan pelanggan. Berikut ini merupakan
pendapat seorang peneliti strategi korporat :
Pengukuran keuangan mendasarkan keuntungan pada kelembaman
(kelambatan) aset dibanding misi lain perusahaan. Mereka tdk
menyadari munculnya pengungkit (leverage) pada piranti lunak,
pegawai yg terampil & penggunaan informasi, sebagai cara baru utk
meningkatkan kinerja & memuaskan pelanggan … jika hanya sebuah
sistem pengukuran, yaitu dalam hal ini disiplin keuangan, maka
perusahaan tersebut akan kehilangan arah.
Dgn

alasan

performance

ini,

perusahaan

scorecard,

yaitu

mulai

sistem

menggunakan
pengukuran

balanced

strategis

yg

menjangkau ruang lingkup kinerja lainya, yg dibutuhkan.
A. Pengukuran Kinerja dengan Metode Balance Score Card
Para
pengembang
balance
performance
scorecards
mendefinisikannya sebagai berikut :
Serangkaian pengukuran yg memberikan manajer puncak tdk
hanya kecepatan tetapi juga pandangan menyeluruh mengenai
bisnis … (yg) melengkapi pengukuran keuangan dgn pengukuran
operasional dari penciptaan kepuasan pelanggan, proses internal
& inovasi perusahaan & peningkatan aktivitas, pengukuran
operasional yg merupakan penggerak kinerja keuangan di masa
yg akan datang.
Balanced performance scorecard telah menjadi sangat populer.
Suatu laporan terakhir mengindikasikan bahwa 70% dari 1000
perusahaan Fortune telah bereksperimen dgn Balanced Performace
Scorecard & lebih dari ½ dari perusahaan terbesar di seluruh dunia
menggunakan metode tersebut. Studi lain yg dilakukan oleh Institute
of Management Accountant

memperlihatkan bahwa 64% dari
10

perusahaan Amerika Serikat telah bersiap-siap menggunakan sistem
pengukuran kinerja yg baru.
Balance Performance Scorecards,

mencakup

3

perspektif

sebagai tambahan perspektif keuangan, yaitu pelanggan (customer),
operasi (operation) & pembelajaran (learning). Balance performance
scorecards bekerja secara bersama-sama, di dalam satu laporan
manajemen. Scorecards telah difasilitasi oleh pengembangan terkini
dgn piranti lunak komputer yg memungkinkan perusahaan utk
membuat & mengintegrasikan pengukuran-pengukuran dari seluruh
bagian perusahaan.
1.Pengukuran Keuangan (financial measure)
Satu cara utk menjadi pemimpin dalam bisnis jasa adalah
merubah pengukuran keuangan adalah dgn mempertahankan
pelanggan. Nilai moneter dari mempertahankan pelanggan dpt
diperkirakan melalui penggunaan penerimaan rata-rata

atas

pelanggan seumur hidup (long term value to customers). Jumlah
pelanggan yg pergi & kemudian ditransformasikan menjadi
hilangnya penerimaan perusahaan & menjadi standar kinerja
perusahaan yg kritis. Akhirnya, perginya pelanggan harus menjadi
kunci di dalam pengukuran kinerja bagi senior manajemen &
sebuah komponen fundamental dari sistem insentif, manajer harus
mengetahui berapa jumlah pelanggan yg pergi, apa yg terjadi dgn
laba ketika jumlah pelanggan yg pergi naik atau turun & alasan
mengapa pelanggan pergi.
Selain long term value to customers, pengukuran kinerja
keuangan lain yg juga harus diperhatikan dalam pengukuran
kinerja

keuangan

adalah

harga

premium

(price

premium),

peningkatan volume penjualan (volume of sales increase), nilai
referal pelanggan (volume of customer referrals) & nilai penjualan
silang (value across sales).
2.Perspektif Pelanggan (customer perspective)
Salah satu aspek penting yg mempengaruhi
pelanggan

adalah

persepsi

konsumen.

Pengukuran

perspektif
perspesi

pelanggan merupakan indikator utama dari kinerja keuangan,
11

pelanggan yg tdk senang dgn perusahaan akan pergi & akan
menceritakan ke orang lain tentang ketidakpuasan mereka.
Pengukuran persepsi juga merefleksikan keyakinan & perasaan
pelanggan terhadap perusahaan & dpt mengakibatkan bagaimana
pelanggan akan bersikap di masa yg akan datang.
Selain persepsi konsumen, maka perspektif konsumen juga
harus mengukur aspek penting lain seperti harapan terhadap jasa
(expectation service), nilai yg diinginkan pelanggan (perceived
value) & behavioral intentions seperti loyalitas & keinginan mereka
utk pindah ke pesaing.
3.Perspektif Operasional (operational perspective)
Pengukuran operasional melibatkan tranlasi pengukuran
persepsi pelanggan menjadi standar atau tindakan yg harus
digabungkan

secara

internal

dgn

pemenuhan

kepuasan

pelanggan. Walaupun sebetulnya semua perusahaan menghitung
pengukuran

operasional

dalam

beberapa

bentuk,

balance

scorecards mensyaratkan bahwa pengukuran tersebut berakar
dari proses bisnis yg memiliki efek terbesar pada pemuasan
pelanggan. Dgn kata lain, pengukuran tersebut tdk dpt dipisahkan
dgn pengukuran persepsi pelanggan tetapi sebaliknya hubungan
yg ada di antara keduanya berbelit-belit. Pengukuran operasional
ini dilakukan utk melihat tingkat responsif, proses kualitas,
pengurangan waktu & waktu transaksi.
4.Perspektif

Inovasi

&

Pembelajaran

(innovation

and

learning perspective)
Area pengukuran terakhir melibatkan kemampuan perusahaan
utk berinovasi, mengembangkan & belajar utk meluncurkan
produk baru, menciptakan nilai lebih kepada pelanggan, &
meningkatkan efisiensi produksi. Area pengukuran ini sulit utk
dikuantifisir

tetapi

dpt

diselesaikan

dgn

menggunakan

performance to goal percentages. Sebuah contoh perusahaan
mampu menyusun rencana meluncurkan 10 produk baru, setahun
kemudian diukur berapa persentase dari rencana tersebut dicapai
12

dalam masa satu tahun tersebut. Jika 4 produk baru berhasil
diluncurkan, maka dpt dihitung keberhasilan perusahaan tersebut
adalah 40%, yg dpt dibandingkan dgn keberhasilan di tahun
berikutnya.
Pengukuran
variabel

perspektif

penting

seperti

ini

akan

:

jumlah

menggunakan
produk

beberapa

baru,

tingkat

pengembalian inovasi, keterampilan karyawan, waktu utk di pasar
& waktu berkomunikasi dgn pelanggan.
B. Balance Score Card dalam Praktek
Linda White, anggota direktur jasa informasi manajemen di UVL,
mengatakan bahwa scorecards saat ini digunakan sebagai alat
manajemen utk menilai kesehatan organisasi, & untuk merangkai
informasi

menjadi

sesuatu

yg

bermakna.

Organisasi

mulai

mengembangkan scorecards dgn mengutamakan banyak angka
statistik & data yg berhasil dikumpulkan selama setahun.
Scorecards, menggunakan 4 kategori pengukuran : perspektif
pembaca,

perspektif

proses

internal,

perspektif

keuangan,

&

pembelajaran. Masing-masing dari keempat perspektif memiliki 4 – 6
pengukuran yg akan memperlihatkan sebarapa baik perpustakaan
bekerja di tiap area. 2 hal pertama, fokus pada pembaca & proses
internal, yg mudah dipahami & diukur oleh pihak perusahaan.
Menurut Jim Self, direktur jasa informasi manajemen

di

perpustakaan, 2 kategori lainnya menjadi lebih sulit. Karena UVL,
seperti perpustakaan lainnya, adalah perusahaan nirlaba, perspektif
keuangan tetap menjadi perspektif yg paling menantang. Utk
menentukan apa yg harus diukur, scorecards memberikan peluang
utk memperhatikan aspek keuangan yg ada di dalam proses
operasinya yg sebelumnya tidak diperhatikan.
Perusahaan menyadari nilai scorecards

ketika

perusahaan

membandingkan kinerja aktual dgn kinerja yg diharapkan. Sebagai
contoh, perputaran waktu pengorderan buku yang diminta oleh
pembaca

lebih

lambat

dari

yg

seharusnya.

Perpustakaan

menjanjikan kepada pembaca utk menyediakan buku baru utk
mereka dalam seminggu, tetapi kenyataan membuktikan hanya 17%
13

dari buku baru yg diorder atas dasar permintaan pembaca tersedia
dalam waktu seminggu. Melalui perbandingan ini dgn pencapaian
lainnya, balance scorecards membantu utk lebih memperhatikan
prioritasnya, tujuannya & pernyataan visinya & menjajarkan antara
satu dgn yg lainnya, kemudian menyederhanakan prioritas tersebut.
Pengukuran Kinerja Non-Keuangan yang Efektif
Sesuai dgn penelitian lapangan yg dijalankan

oleh

60

perusahaan & survei respon dari 297 eksekutif senior, banyak
perusahaan tidak mengidentifikasi & bersikap atas dasar pengukuran
non-keuangan yg benar. Sebagai contoh adalah bank yg meneliti
kepuasan pelanggan hanya dari pelanggan yg secara fisik memasuki
kantor-kantor cabangnya, kebijakan yg disebabkan oleh beberapa
kepala cabang yg menawarkan makanan & minuman gratis utk
meningkatkan nilai mereka, berikut hasil studi yg dilakukan,
perusahaan membuat 4 kesalahan, yaitu :
1. Pengukuran yg tidak berhubungan dgn strategi. Perusahaan
dapat dgn mudah mengidentifikasi ratusan pengukuran nonkeuangan utk meningkatkan nilai, tetapi mereka juga harus
menggunakan analisa utk mengidentifikasikan drivers mana yg
paling

penting

dari

strategi

mereka.

Organisasi

yg

sukses

menggunakan value drivers map, alat yg merancang hubungan
sebab-akibat, antara drivers dgn keberhasilan strategi.
2. Not validating the links. Hanya 20% perusahaan dalam studio
ini membuktikan bahwa pengukuran non-keuangan mengarah ke
kinerja keuangan. Justru, banyak perusahaan memutuskan utk
melakukan

pengukuran

di

tiap

kategori

&

tidak

pernah

menghubungkan seluruh kategori tersebut menjadi sesuatu yg
saling terkait. Umumnya, sangatlah penting utk perusahaan
menyatukan secara bersama-sama seluruh data yg mereka miliki
& melakukan pengujian diantara kategori-kategori tersebut.
3. Not setting the right performance targets. Perusahaan
kadang-kadang memasang target yg terlalu tinggi. Menargetkan
bahwa 100% pelanggan akan terpuaskan mungkin kelihatan
menjadi tujuan yg sangat diinginkan, tetapi banyak perusahaan
14

mengeluarkan terlalu banyak sumber dayanya utk mendapatkan
peningkatan kepuasan pelanggan yg sangat kecil. Penelitian yg
dilakukan oleh Velery A. Zeithaml, Marry Jo Bitner & Dwaine D.
Gremler menemukan bahwa sebuah perusahaan telekomunikasi
yg memasang target mencapai 100% kepuasan pelanggan telah
membuang secara sia-sia sumber dayanya karena pelanggan yg
100%

terpuaskan

tidak

memberikan

lebih

banyak

uangnya

dibandingkan pelanggan yg 80% terpuaskan.
4. Measuring
incorrectly.
Perusahaan
membutuhkan

utk

menggunakan matriks yg dilengkapi dgn angka validitas &
reliabilitas secara statistik. Perusahaan tidak dapat mengukur
fenomena yg kompleks hanya dgn 1 atau 2 pengukuran yg
sederhana, tidak juga bila mereka menggunakan metodologi yg
tidak konsisten utk mengukur sebuah konsep yg sama, seperti
contohnya mengukur kepuasan pelanggan. Permasalahan lain yg
mungkin

dihadapi

adalah

ketika

perusahaan

mencoba

utk

menggunakan matriks kuantitatif utk menjelaskan kesimpulan
kualitatif

utk

faktor-faktor

yg

penting

seperti

leadership

&

innovation.

15