DAMPAK ILLEGAL FISHING TERHADAP SOSIAL D

DAMPAK ILLEGAL FISHING TERHADAP
SOSIAL DAN EKONOMI NEGARA
MAKALAH DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
PENGANTAR ILMU PERIKANAN DAN KELAUTAN
DOSEN PEMBIMBING : Dr.LEILA ARIYANI SOFIA.SPi.MP

DISUSUN OLEH :
1. FIKRI ISLAMI MUCHTI (G1B114010)
2. ANGGA PRATAMA DWIPUTRA (G1E114002)
3. MUHAMMAD SIDIK (G1A114028)
4. ROSMAH ADELIA (G1D114024)

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2014

KAKA PENGANTAR
Alhamdulillah puji serta syukur kita panjatkan kepada Allah SWT dan solawat serta
salam kita curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW karena dengan rahmat dan
hidayahnya, materi pembuatan makalah ini bisa diselesaikan dalam tempo yang telah

ditentukan. Selain dari pada itu, pembuatan makalah ini pun atas bantuan dan dorongan dari
keluarga serta teman-teman semua dan menjadikan ini sebagai motivasi untuk kami supaya
bisa menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu tugas dari pelajaran Pengantar Ilmu
Perikanan dan Kelautan (PIPK).
Dalam pembuatan makalah ini, kami sebagai penyusun memberikan sedikit informasi
tentang seputar Pengantar Ilmu Perikanan dan Kelautan (PIPK). sebagaimana tugas yang
telah disampaikan. Informasi ini pun kami dapat dari berbagai sumber yang telah kami
rangkum supaya menjadi kesatuan yang kompleks, sistematis, dan mudah dipahami oleh
pembaca. Untuk lebih spesifiknya kami membahas tentang Dampak Illigal Fishing Bagi
Sosial dan Ekonomi Negara.
Besar harapan kami agar pembuatan makalah ini bermanfaat untuk pembaca dan
khususnya kami sebagai penyusun. Walaupun kami sadari banyak sekali kekurangan yang
terdapat dalam makalah ini mohon untuk dimaklumi.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

……………………………………..


i

i ……………………………………..

ii

BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

………………………………………

1

B. RUMUSAN MASALAH

………………………………………

2

C. TUJUAN


………………………………………

2

………………………………………

3

BAB : PEMBAHASAN
A. Pengertian

B. Faktor Penyebab Illegal Fishing …………………………..................

3

C. Dampak Illegal Fishing

4


………………………………………

D. Peran Pemerintah Terhadap Illegal Fishing
E. Pencegahan Illegal Fishing

...…..……………...

5

…….. ……………………………… .

7

BAB III :PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN

………………………………………
………………………………………


8
8

DAFTAR PUSTAKA

………………………………………

9

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

ii

Salah satu Reformasi dibidang Hukum dan perundangan yang dilakukan Negara Republik
Indonesia adalah dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 yang
kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perikanan.
Untuk Indonesia undang-undang ini amatlah penting mengingat luas perairan kita yang
hampir mendekati 6 juta kilometer persegi yang mencakup perairan kedaulatan dan

yuridiksi nasional memerlukan perhatian dan kepedulian kita semua, utamanya yang
menyangkut upaya penegakan hukum dan pengamanan laut dari gangguan dan upaya
pihak asing.
Keberadaan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 ini merupakan langkah positif dan
merupakan landasan/aturan bagi Penegak Hukum dan Hakim Perikanan dalam
memutuskan persoalan hukum yang terkait dengan Illegal Fishing, yang dampaknya
sangat merugikan negara bahkan telah disinyalir dapat merusak perekonomian bangsa.
Lebih jauh lagi kegiatan illegal fishing di perairan Indonesia menyebabkan kerugian
negara rata-rata mencapai 4 sampai dengan 5 milyar (USD/tahun). Setiap tahunnya
sekitar 3.180 kapal nelayan asing beroperasi secara illegal di perairan Indonesia.
Illegal fishing dikenal dengan illegal, unregulated, unreported fishing tidak hanya terjadi di
Indonesia saja, beberapa negara kawasan Asia Pasifik mengakui bahwa IUU Fishing
menjadi musuh yang harus diberantas demi usaha perikanan berkelanjutan. Data-data
kapal yang ditangkap oleh kapal perang, kesalahan mereka sangat bervariasi antara lain
transfer tanpa ijin, dokumen palsu, menangkap ikan dengan jaring terlarang,
menggunakan bahan peledak, ABK tidak disijil dan pelanggaran kemudahan khusus
keimigrasian serta tenaga kerja asing yang tidak memiliki ijin kerja.
Selain itu, beberapa permasalahan mendasar dalam illegal fishing antara lain
ketidakpastian dan ketidakjelasan hukum, birokrasi perijinan yang semrawut.
Ketidakpastian hukum dicirikan oleh beberapa hal seperti pemahaman yang berbeda atas

aturan yang ada, inkonsistensi dalam penerapan, diskriminasi dalam pelaksanaan
hukuman bagi kapal-kapal asing yang melanggar, persengkokolan antara pengusaha
lokal, pengusaha asing dan pihak peradilan. Peradilan terhadap pelanggarpun lambat,
berlarut-larut dan korup.
Dalam UU Nomor 9 tahun 1985 maupun UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan sangat jelas bahwa illegal
fishing diganjar pidana penjara dan denda sepadan pelanggaran yang dilakukan. Sanksi
pidana penjara dan denda tidak diterapkan semestinya. Ketidakjelasan lainnya adalah
ganjaran/sanksi terhadap birokrasi perijinan dan pengawas serta aparat penegak hukum
di laut yang dengan sengaja melakukan pungutan di luar ketentuan atau meloloskan
pelanggar dengan kongkalikong.
Oleh karena itu para Penegak Hukum seperti Pegawai KKP, Polisi Perairan dan TNI.AL
diharapkan secara maksimal dapat menjaga laut kita dari pencurian Ikan dan kejahatan
lainnya. Dibentuknya Pengadilan ad.hoc Perikanan diharapkan juga mampu untuk

menjawab persoalan kejahatan pencurian ikan yang tercermin dalam putusan-putusan
yang dihasilkan, baik kejahatan yang dilakukan oleh warga negara maupun yang
dilakukan oleh warga/negara asing. Dan dari putusan-putusan ini diharapkan ada efek
jera bagi para pelaku kejahatan IUU Fishing. Berdasarkan dari latar belakang tersebut
sehingga penulis memilih judul “Penegakkan Hukum Terhadap Tindak Pidana Illegal

Fishing” dalam tugas penulisan makalah yang bertemakan “Penyelesaian Illegal Fishing”.

B. RUMUSAN MASALAH
- Apakah yang dimaksud dengan illegal fishing ?
- Faktor penyebab terjadinya illegal fishing ?
1 ekonomi Negara ?
- Dampak illegal fishing terhadap social dan
- Upaya pemerintah dalam menindak lanjuti illegal fishing ?
- Cara mencegah terjadinya illegal fishing ?
C. TUJUAN
- Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan illegal fishing
- Untuk mengetahui Faktor penyebab terjadinya illegal fishing
- Untuk mengetahui dampak dari illegal fishing terhadap social dan ekonomi Negara
- Untuk mengetahui Upaya pemerintah dalam menindak lanjuti illegal fishing
- Untuk mengetahui cara mencegah terjadinya illegal fishing

BAB II
PEMBAHASAN
2
A. Pengertian


Illegal fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan tidak
bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab
Illegal fishing termasuk kegiatan mall praktek dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan
yang merupakan kegiatan pelanggaran hukum. Kegiatan illegal fishing umumnya bersifat
merugikan bagi sumberdaya perairan yang ada. Kegiatan ini semata-mata hanya akan
memberikan dampak yang kurang baik baik ekosistem perairan akan tetapi memberikan
keuntungan yang besar bagi nelayan. Dalam kegiatan panangkapan yang dilakukan
nelayan dengan cara dan alat tangkap yang bersifat merusak yang dilakukan oleh
nelayan khususnya nelayan traditional. Untuk menangkap sebanyak-banyaknya ikan-ikan
karang yang banyak digolongkan kedalam kegiatan illegal fishing karena kegiatan
penangkapan yang dilakukan semata-mata memberikan keuntungan hanya untuk nelayan
tersebut dampak berdampak kerusakan untuk ekosistem karang. Kegiatan yang
umumnya dilakukan nelayan dalam melakukan penangkapan dan termasuk kedalam
kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem
seperti kegiatan penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan menggunakan
racun serta penggunaan alat tangkap trawl pada daerah yang karang.
Pengertian illegal fishing adalah kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan
yang tidak diatur oleh peraturan yang berlaku, aktifitasnya tidak dilaporkan kepada suatu
institusi atau lembaga perikanan yang tersedia/berwenang. Dapat terjadi di semua

kegiatan perikanan tangkap tanpa tergantung pada lokasi, target species, alat tangkap
yang digunakan dan exploitasi serta dapat muncul di semua tipe perikanan baik skala
kecil dan industri, perikanan di zona jurisdiksi nasional maupun internasional.
Ilegal fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh orang atau kapal
asing pada suatu perairan yang menjadi jurisdiksi suatu negara tanpa izin dari negara
tersebut atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. yang
bertentangan dengan peraturan nasinal yang berlaku atau kewajiban internasional.Yang
dilakukan oleh kapal mengibarkan bendera suatu negara yang menjadi anggota
organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi beroperasi tidak sesuai dengan
ketentuan pelestarian dan pengelolaan yang diterapkan oleh organisasi tersebut atau
ketentuan hukum internasional yang berlaku.
Pengertian Illegal Fishing merujuk kepada pengertian yang dikeluarkan oleh International
Plan of Action (IPOA) – Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing yang diprakarsai
oleh FAO dalam konteks implementasi Code of Conduct for Resposible Fisheries (CCRF).

B. Faktor Penyebab Illegal Fishing

Faktor -faktor yang menyebabkan terjadinya Illegal fishing di perairan Indonesia tidak
terlepas dari lingkungan strategis global terutama kondisi perikanan di negara lain yang
memiliki perbatasan laut, dan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia itu sendiri.

Secara garis besar faktor penyebab tersebut dapat dikategorikan menjadi 7 (tujuh) faktor,
sebagaimana diuraikan di bawah ini.
1. Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia menurun,
terjadi overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini mendorong
armada perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan cara legal atau illegal.
2. Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di negara lain dibandingkan
di Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih adanya surplus pendapatan.
3. Fishing ground di negara-negara lain sudah mulai habis, sementara di Indonesia masih
menjanjikan, padahal mereka harus mempertahankan pasokan ikan untuk konsumsi
mereka dan harus mempertahankan produksi
pengolahan di negara tersebut tetap
3
bertahan.
4. Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi lain kemampuan pengawasan
khususnya armada pengawasan nasional (kapal pengawas) masih sangat terbatas
dibandingkan kebutuhan untuk mengawasai daerah rawan. Luasnya wilayah laut yang
menjadi yurisdiksi Indonesia dan kenyataan masih sangat terbukanya ZEE Indonesia
yang berbatasan dengan laut lepas (High Seas) telah menjadi magnet penarik
masuknya kapal-kapal ikan asing maupun lokal untuk melakukan illegal fishing.
5. Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini bersifat terbuka
(open acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap (input restriction). Hal
ini kurang cocok jika dihadapkan pada kondisi faktual geografi Indonesia, khususnya
ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas.
6. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan serta SDM pengawasan
khususnya dari sisi kuantitas. Sebagai gambaran, sampai dengan tahun 2008, baru
terdapat 578 Penyidik Perikanan (PPNS Perikanan) dan 340 ABK (Anak Buah Kapal)
Kapal Pengawas Perikanan. Jumlah tersebut, tentunya sangat belum sebanding
dengan cakupan luas wilayah laut yang harus diawasi. Hal ini, lebih diperparah dengan
keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan.
7. Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak hukum masih dalam penanganan
perkara tindak pidana perikanan masih belum solid, terutama dalam hal pemahaman
tindakan hukum, dan komitmen operasi kapal pengawas di ZEE.

C. Dampak Illegal Fishing

Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian yang besar bagi
Indonesia. Overfising, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan,
iklim usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya saing perusahaan dan
termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing. Kerugian
lain yang tidak dapat di nilai secara materil namun sangat terkait dengan harga diri

bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia pada kancah International karena dianggap tidak
mampu untuk mengelola perikanannya dengan baik.

Dampak Negatif Illegal Fishing Terhadap Aspek Sosial dan Ekonomi Negara :
 Sosial
Bagi Indonesia Illegal Fishing menjadi perhatian utama, karena hal ini terjadi setiap
hari di perairan Indonesia. Dikawasan Asia Tenggara, sektor perikanan menjadi salah
satu sumber utama bagi ketahanan pangan di kawasan. Motif ekonomi sering
menjadikan alasan bagi eksplorasi besar-besaran terhadap sumber daya perikanan,
yang pada gilirannya, menjadikan sebagai penyebab utama bagi berkurangnya secara
drastis terhadap persediaan ikan di Asia Tenggara. Persoalan ini akan berpengaruh
buruk terhadap kelangsungan hidup lebih dari 100 juta jiwa. Hal ini juga telah
menyebabkan sengketa diantara para nelayan lokal dengan para pemilik kapal pukat
dan juga diantara para nelayan tradisional antar negara. Berkurangnya persediaan
ikan diperairan Indonesia sebagai akibat illegal fishing yang dilakukan dengan
menggunakan kapal-kapal pukat, juga telah memaksa para nelayan tradisional
Indonesia terlibat dalam kegiatan illegal fishing diperairan Australia, yang
menyebabkan timbulnya permasalahan diantara kedua negara.
Dampak secara langsung tidak hanya dirasakan oleh para nelayan, tetapi juga para
karyawan pabrik, terutama pabrik-pabrik pengolahan ikan. Di Tual dan Bejina misalnya,
sejak beroperasinya kapal-kapal penangkap ikan asing tersebut, maka seluruh
perusahaan industri pengolahan ikan tidak beroperasi lagi, dan akibat lebih lanjut
sudah dapat ditebak apa yang terjadi, yaitu PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) para
karyawan pabrik pengolahan ikan. Karena tidak ada lagi bahan baku tangkapan ikan
yang diolah oleh perusahaan. Ini terjadi karena semua tangkapan ikan oleh kapal asing
tersebut telah ditransfer ke kapal yang lebih besar di tengah laut istilahnya 'transshipment' dan hal ini jelas-jelas telah melanggar
peraturan Menteri Kelautan dan
4
Perikanan No. 16 Tahun 2006 yang mewajibkan seluruh hasil tangkapan ikan
diturunkan dan diolah di darat.
 Ekonomi
Illegal Fishing ini telah secara nyata merugikan ekonomi Indonesia. Negara ini telah
kehilangan sumber devisa negara yang semestinya bisa menghidupi kesejahteraan
masyarakatnya, namun nyatanya justru dinikmati oleh segelintir orang atau kelompok
tertentu baik dari dalam maupun luar negeri. Faktor- kekayaan sumber daya alam
Indonesia telah membuat cukong-cukong asing yang bekerjasama dengan oknum
lokal, menggaruk hasil kekayaan alam kita. Tidak tanggung-tanggung, kerugian Negara
yang diakibatkan kejahatan bidang perikanan ini mencapai angka yang luar biasa.
Menurut Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
(DKP) Ardisu Zainuddin, pada tahun 2005 jumlah pelanggaran yang ditangani DKP 174
kasus, tahun 2006 naik menjadi 216 kasus, sementara hingga September 2007 sudah
ada 160
kapal ikan liar yang diproses secara hukum. Dari barang bukti kasus-kasus illegal
fishing yang didapat jajaran DKP, rata-rata potensi kerugian negara mencapai antara
Rp1-Rp4 miliar per kapal.
Jika sampai September 2007 ada 160 kapal yang ditangkap, berarti minimal kerugian
negara akibat penangkapan ikan liar tahun 2007 saja berkisar antara Rp160 miliar
sampai Rp640 miliar. Meski belum ada data resmi mengenai kerugian negara akibat

penangkapan ikan ilegal itu, tetapi dari riset DKP pada 2003, totalnya bisa mencapai
US$1,9 miliar (sekitar Rp18 triliun)

D. Peran Pemerintah Terhadaf Illegal Fishing
Perikanan merupakan salah satu mata pencaharian penduduk Indonesia yang sebagian
tinggal di pesisir pantai. Sehingga banyak orang yang bergantung pada bidang ini. UU
nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dibuat demi pelaksanaan penegakan hukum di
bidang perikanan dan dapat memberikan kejelasan dan kepastian atas segala tindak
pidana dan untuk mendorong percepatan dinamika pembangunan yang menganut azas
pengelolaan perikanan bertanggung jawab.
Bab XIII Pengadilan Perikanan, pasal 71 ayat (1) menyatakan : “ Dengan Undang-undang
ini dibentuk pengadilan perikanan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan
memutuskan tindak pidana di bidang perikanan” merupakan indikator keseriusan
pemerintah menangani pelanggaran perikanan. Hal ini menuntut kesiapan penegak
hukum Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Perwira TNI AL, dan Pejabat PORLI bekoordinasi
lebih intens lagi menangani tindak pidana di bidang perikanan. Pengadilan perikanan
bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan tindak pidana perikanan oleh
majelis hakim. Semua sudah tercantum dalam Bab XV Ketentuan Pidana , termasuk
denda seperti tercantum pada pasal 84-105, bahwa setiap orang yang dengan sengaja di
wilayah pengelolaan perikanan RI melakukan penangkapan ikan menggunakan bahan
kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat/cara yang dapat merugikan/membahayakan
kelestarian sumber daya ikan atau lingkungannya, pidana dengan hukuman penjara
maupun didenda. Termasuk nahkoda kapal, ahli penangkapan, dan anak buah kapal,
demikian pula dengan pemilik kapal perikanan, penanggung jawab perusahaan perikanan
maupun operator kapal.
Meskipun sudah ada sanksi hukumnya, masih saja ada orang ataupun sekelompok orang
yang menyalahi aturan hukum itu sendiri. Tidak hanya di Indonesia, di beberapa Kawasan
5
Negara Asia Pasifik juga terjadi hal yang sama. Illegal Fishing aau Unregulaed Fishing
(IUU Fishing) merupakan salah satu bentuk penyalahan aturan terhadap UU perikanan
yang marak terjadi di Indonesia dan beberapa negara di Asia-Pasifik. Merupakan kegiatan
perikanan yang tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan
yang tersedia. IUU Fishing dapat terjadi di semua kegiaan perikanan tangkap tanpa
tergantung pada lokasi, target spesies, alat tangkap yang digunakan dan eksploitasi, serta
dapat muncul di semua tipe perikanan baik skala kecil dan industri, perikanan di zona
juridiksi nasional maupun internasional. Di tiap tahunnya Departemen Kelautan dan
Perikanan mencatat kerugian 31 M per tahunnya.
- Pasal 26 ayat (1): Setiap orang yang melakukan usaha perikanan di bidang
penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran ikan di
wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib memiliki SIUP.
- Pasal 26 ayat (2): Kewajiban memiliki SIUP sebagaimana dimaksud ayat (1), tidak
berlaku bagi nelayan kecil dan/atau pembudidaya ikan kecil.
- Pasal 27ayat (1): Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kappa
lpenangkap ikan berbendera Indonesia yang dipergunakan untu kmelakukan
penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dan/atau laut
lepas wajib memiliki SIPI.

- Pasal 27ayat (2): Setiap orang yang memiliki dan/atau pengoperasikan kapal
penangkap ikan berbendera asing yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan
ikan di wilayah pengelolaan perikananRepublik Indonesia wajib memiliki SIPI.
- Pasal 27ayat (3): SIPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Menteri.
- Pasal 27ayat (4): Kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang melakukan
penangkapan ikan di wilayah yurisdiksi negara lain harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan dari Pemerintah.
- Pasal 93 ayat (1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal
penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikandi wilayah
pengelolaan perikanan Republik Indonesia dan/atau di laut lepas, yang tidak memiliki
SIPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
- Pasal 104 ayat (2) Benda dan/atau alat yang dipergunakan dalam dan/atau yang
dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuknegara.

E. Pencegahan Terhadap Illegal Fishing
6

Berdasarkan permasalah yang ada maka dalam perumusan kebijakan mengenai Ilegal
Fishing hendaklah memasukkan empat langkah yang bisa digunakan untuk
menanggulangi pencurian ikan oleh kapal asing (illegal fishing) yaitu dengan mengatur
masalah perizinan, pengawasan, penegakan hukum di laut dan peningkatan ekonomi
nelayan. Selain itu juga konsep kebijakan yang baru harus melihat secara komprehensif
dari berbagai aspek antara lain masalah kedaulatan, keamanan, ekonomi dan citra
sebagai bangsa yang besar. Ada beberapa solusi yang dapat diajukan sebagai alternatif
dalam pemuatan perumusan kebijakan model Normatif yaitu perlunya penguatan sistem
penegak hukum dengan membentuk semacam Badan Keamanan Laut yang merupakan
gabungan dari berbagai instansi digabung menjadi satu, dibawah satu organisasi dan

satu komando pengendalian. Badan ini menangani keamanan laut non militer, sedangkan
fungsi pertahanan di laut tetap menjadi tugas pokok TNI AL. Perlu juga mengadakan
pemutihan kapal-kapal ilegal untuk diberikan ijin, terutama pada kapal-kapal yang jelas
identitasnya. Dengan pemberian ijin secara sah, maka semua kegiatannya akan
termonitor dan terkendalikan serta dapat diketahui stok ikan sebenarnya. Pemerintah juga
memperbaiki manajemen perikanan dengan menerapkan pengaturan musim
penangkapan untuk jenis-jenis tertentu dan menetapkan daerah-daerah “sanctuary” untuk
menjamin kelestarian. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perbaikan regulasi dan
kebijakan yang semula pendekatannya “input restriction” atau pembatasan input menjadi
“output restriction” atau pendekatan output, terutama untuk jenis Tuna dan Udang.
Dengan pendekatan tersebut mekanisme perijinan lebih sederhana dan mudah
pengawasannya.

BAB III
PENUTUP
7
A. Kesimpulan
Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor
31 Tahun 2004 Tentang Perikanan tidak mengatur pembagian kewenangan secara
tegas dan tidak pula mengatur mekanisme kerja yang pasti, sehingga ketiga instansi
tersebut menyatakan instansinya sama-sama berwenang dalam penegakan hukum
perikanan serta tanpa adanya keterpaduan sistem dalam pelaksanaannya. Konflik
kewenangan seperti ini tidaklah menguntungkan dan mencerminkan penegakan
hukum terhadap tindak pidana perikanan dipandang lemah dan tidak optimal,
sehingga berdampak kepada kegiatan penangkapan ikan secara tidak sah masih
menunjukkan frekuensi yang cukup tinggi dan tetap terus berlangsung. Untuk itu
segera dicarikan solusinya, guna tercipta suatu kondisi yang tertib, aman serta
adanya kepastian hukum. Hal tersebut berpengaruh positif bagi para pelaku usaha
dibidang perikanan yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan bagi
masyarakat.

B. Saran
Perlunya dilakukan peningkatan kemampuan maupun kompetensi sumberdaya
manusia khususnya ditingkat penuntutan dan pengadilan sehingga dalam proses
penyelesaian atau penegakan hukum terhadap tindak pidana Ilegal Fishing dapat
dilakukan secara profesional dan tepat sasaran sehingga diharapkan tujuan dari
sistem peradilan pidana terpadu didalam menanggulangi kejahatan dibidang
perikanan dapat tercapai.Perlunya dibentuk Forum Koordinasi Aparat Penegak Hukum
Dibidang Perikanan sehingga dalam penanganan kasus tindak pidana Ilegal Fishing
dapat dilaksanakan secara bersama – sama lintas sektor sehingga apa yang menjadi
faktor penghambat dalam upaya penegakan hukum dibidang perikanan dapat
diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA
8
Mukhtar. 2012. Pengertian Ilegan fishing. http://mukhtar-api.blogspot.com/2011/05/illegalfishing-di-indonesia.html
Astekita. 2012. Sejarah Ilegan Fishing http://astekita.wordpress.com/2011/04/06/illegalfishing/
Adi P. 2012. Dampak Alat tangkap. http://sentikoadipermanapelaut.blogspot.com/2010/11/alat-tangkap-trawl.html
Coremap. 2012. Solusi Ilegal Fishing http://regional.coremap.or.id/downloads/Materi_Illegalfishing&solusinya.pdf

Fiqrin. 2012. Pengertian alat tangkap. http://fiqrin.wordpress.com/artikel-tentang-ikan/alattangkap-trawl/
Baharudin. 2012 Solusi alat tangkap. http://desasejahtera.org/artikel/131-legalisasi-trawl-diperbatasan-kalimantan-timur-bagian-utara-merugikan-nelayan-dan-lingkungan.html
Usmawandi, 2012, “Penegakan Hukum Iuu Fishing Menurut Unclos 1982 (Studi Kasus:
Volga Case)”, http://rezaaidilf.wordpress.com/2012/11/18/ penegakan-hukum-iuu-fishingmenurut-unclos-1982-studi-kasus-volga-case/. 11 Mei 2014.
Ali Purnomo Putra, 2013, “Proses Penegakkan Hukum Terhadap Tindak Pidana Illegal
Fishing”, http://stresspraktikum.blogspot.com/2013/06/proses-penegakan-hukum-terhadaptindak.html. 11 Mei 2014.

9