AKSES INFORMASI PERLINDUNGAN DAN PENGELO (1)
AKSES INFORMASI PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI BAGIAN DARI HAK ASASI
MANUSIA (HAM)
Disusun Oleh :
Anisa Aulia
8111416170
Fani Amalia W
8111416291
Ilmu Hukum – Fakultas Hukum
Mata Kuliah Hukum Lingkungan
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2017
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
serta puji dan syukur atas rahmat dan nikmat-Nya sehingga kami selaku tim
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Akses Informasi
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Sebagai Bagian dari
Hak Asasi Manusia (HAM) ini dengan baik.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih atas beberapa pihak
yang bersangkutan dan rekan-rekan tim penulis sekalian dalam menyusun
makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan
dan membantu dalam memahami mata kuliah hukum lingkungan dengan baik.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna dan masih banyak kesalahan dan kekurangan baik dari susunan
kalimat, tata bahasa, maupun keterbatasan materi. Oleh karena itu kami
menerima segala bentuk saran dan kritik yang bersifat membangun agar
menjadi masukan dalam membuat makalah yang lebih baik lagi dikemudian
harinya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat menambah ilmu bagi kita semua
terkhusus nya bagi para pembaca dan dapat bermanfaat bagi semua orang.
Semarang, 22 Oktober 2017
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................3
C. Metode Penulisan....................................................................................3
BAB II Pembahasan
A. Konsepsi Lingkungan Hidup dengan Hak Asasi Manusia.........................4
B. Jaminan Konstitusional Terhadap Hak atas Lingkungan Hidup di Indonesia
................................................................................................................7
C. Hak dan Kewajiban atas Lingkungan Hidup dan Kaitannya dengan Peran
Serta
Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Berdasarkan
UU No. 32 Tahun 2009............................................................................10
BAB III Penutup
Kesimpulan................................................................................................15
Daftar Pustaka...........................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perusakan lingkungan hidup oleh segelintir orang atau perusahaan telah
menyebabkan penderitaan dan pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM)
terhadap bagian terbesar manusia lainnya. Indonesia sebagai negara yang
mengakui nilai universal HAM, mempunyai kewajiban untuk melindungi (to
protect), menghormati (to respect), dan memenuhi (to fulfill) hak-hak dasar
warga negaranya, yakni pendidikan, kesejahteraan, kesehatan, lapangan kerja,
keamanan,
sandang,
lingkungan
hidup
yang
baik
dan
sehat.
Tetapi
kenyataannya kualitas hidup rakyat justru mengalami penurunan. Hak dasar
untuk
hidup
telah
terancam
oleh
perusakan
lingkungan,
deforestasi, 1
pencemaran air dan udara, perampasan sumber kehidupan rakyat (agraria dan
sumber daya alam).
Upaya perbaikan dan pemulihan terhadap lingkungan hidup, kalah cepat
dibandingkan dengan laju kerusakan dan pencemaran yang terjadi. Kondisi ini
mengindikasikan
pembangunan
bahwa,
Indonesia.
isu
lingkungan
Penyebab
belum
berada
dalam
sentral
untamanya
karena
pada
tingkat
pengambilan keputusan di pusat dan daerah sering mengabaikan kepentingan
pelestarian lingkungan. Akibat yang ditimbulkan, bencana terjadi d darat, laut,
dan udara. Pertanyaannya, apakah ada peran manusia Indonesia sebagai
penggerak pembangunan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bencana
lingkungan tersebut, karena dengan alasan atas nama “pembangunan” dan
perdagangan bebas, pemerintah dan perusahaan atau korporasi nasional
maupun internasional secara terus menerus mengeksploitasi lingkungan hidup
dan sumber daya alam (tanah, air, hutan, mineral). Sehingga hal tersebut
1 Deforestasi adalah pengelihan hutan untuk menjadi suatu lahan yang digunakan untuk tujuan tertentu. Pada
umumnya, deforestasi ini akan mengurangi tajuk pohon yang berada dibawah ambang batas minimum sekitar 10%
untuk jangka panjang. Bisa dikatakan bahwa deforestasi ini adalah penggundulan hutan atau penebangan hutan
sehingga lahan hutan tersebut bisa digunakan untuk yang lainnya. Pengalihan hutan ini pada umunya digunakan untuk
nir-hutan seperti halnya untuk pertanian atau untuk peternakan.
4
menyebabkan kerusakan pada ekosistem yang pada gilirannya akan terjadi
ekosida2 atau pembunuhan ekosistem. Yang lebih mengkhawatirkan lagi,
pembunuhan ekosistem ini bersifat final yang artinya lingkungan menjadi rusak
permanen, sudah tidak ada kemungkinan untuk dapat diperbarui dan
terpulihkan kembali. Hal ini akan berdampak pada kelangsungan makhluk
hidup yang ada sekarang maupun di generasi mendatang.3
Oleh karena itu, agar tidak sampai pada ekosida, diperlukan etika dalam
memperjuangkan
keadilan
lingkungan
dan
pengakuan
terhadap
ketergantungan antara manusia dengan lingkungan. Namun sayangnya, hak
atas lingkungan yang merupakan salah satu etika lingkungan demi mencapai
keadilan lingkungan belum secara maksimal disepakati dan dijalankan sebagai
hak fundamental yang harus baik diakui secara politik maupun secara hukum.
Hak atas lingkungan hanya sekedar membawa kekuatan moral bagi pihak
pengambil keputusan dan pelaku pembangunan, karena faktanya banyak
kegiatan yang masih menjurus pada praktik ekosida dan semakin menjauhkan
rakyat dari kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat.4
Berkaitan dengan pembunuhan ekosistem, Ridha Saleh 5 menyatakan
bahwa, gejala eksploitasi yang massif terhadap sumber daya alam secara
terbuka, menurut kenyataannya telah mengarah pada tindakan perusakan dan
pemusnahan atas ekosistem sumber kehidupan dan lingkungan hidup dan
masa depan generasi. Setiap tahunnya tidak kurang dari 4,1 juta hektar hutan
di Indonesia berganti menjadi area pertambangan, perkebunan besar, dan
kawasan industri lainnya.
Hutan yang selama ini menjadi tempet berburu, sumber obat-obatan,
dan sumber kehidupan bagi komunitas lokal kini semakin banyak dikuasai oleh
kepentingan sekelompok orang. Sungai yang selama ini menjadi pemasok air
bagi pertanian dan kebutuhan hidup harian bagi masyarakat kini sudah banyak
2 Ekosida merupakan istilah yang digunakan dalam bidang lingkungan hidup. Ekosida diartikan sebagai pembasmian
atau perusakan sistem ekologi normal, yang tentu berakibat pada nasib buruk manusia. Lingkungan yang hancur bisa
membawa ke jurang ekosida atau bunuh diri lingkungan (ecocide) bunuh diri suatu masyarakat akibat perusakan
lingkungan.Sebab, untuk hidup, manusia bergantung pada alam, baik alam sebagai ruang, alam sebagai penghasil
pangan, alam sebagai penghasil oksigen untuk bernapas, alam sebagai penyedia air, maupun alam sebagai sebuah
lingkungan di mana di dalamnya tercakup berbagai ekosistem yang saling bergantung, yang saling menghidupi.
Lingkungan yang rusak atau hancur secara otomatis akan turun daya dukungnya terhadap kehidupan.
3 Agung Wardana, Perusakan Lingkungan Sebagai Pelanggaran HAM, Artikel, 2007, hlm. 2
4 ibid.,
5 M. Ridha Saleh, Ecocide Politik Kejahatan Lingkungan Hidup dan Pelanggaran hak Asasi
Manusia, (Jakarta: Walhi, 2005) hlm. 65-66
5
tercemar bahkan beberapa darinya telah mengering. Padahal masyarakat
memiliki hak atas lingkungan yang baik dan sehat, hal itu merupakan bagian
dari hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28H Ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berha memperoleh pelayanan kesehatan” dan
Pasal 33 ayat (3) yang menyetakan bahwa, “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-bersar kemakmuran rakyat”. Pada pasal 28 dikatakan bahwa setiap
warga negara berhak akan lingkungan yang baik dan sehat, penegakan hukum
lingkungan merupakan instrumen untuk menciptakan lingkungan yang baik
dan sehat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsepsi Hak Asasi Manusia (HAM) dan lingkungan hidup?
2. Bagaimana jaminan konstitusional terhadap hak atas lingkungan hidup di
Indonesia?
3. Bagaimana hak dan kewajiban atas lingkungan hidup dan kaitannya
dengan peran serta dalam pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan UU
No. 32 Tahun 2009?
A. METODE PENULISAN
Sumber dan Jenis Data
Data data yang dipergunakan dalam penulisan library research ini
berasal
dari
berbagai
literatur
kepustakaan
yang
berkaitan
dengan
permasalahan yang dibahas. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan
adalah buku pelajaran hukum lingkugan dan buku hukum hak asasi manusia,
jurnal ilmiah edisi online, dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet. Jenis
data yang diperoleh variatif, bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Pengumpulan Data
Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi didapatkan dari
berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang
6
diperoleh. Penulis diupayakan saling terkait satu sama lain dan sesuai dengan
topik yang dibahas.
Analisis Data
Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik kajian.
Kemudian dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang telah
dipersiapkan secara logis dan sistematis. Teknik analisis data bersifat
deskriptif argumentatif.
Penarikan Kesimpulan
Simpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada rumusan masalah,
tujuan penulisan, serta pembahasan. Simpulan yang ditarik mempresentasikan
pokok bahasan dari karya tulis ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEPSI LINGKUNGAN HIDUP DENGAN HAK ASASI MANUSIA
(HAM)
Berbicara tentang Hak Asasi Manusia (HAM), tidak lepas kaitannya dari
pembicaraan tentang keadilan. Keadilan sebagai prinsip yang memungkinkan
masyarakat dalam ikatan bersama
dipertahankan, karena
ketidakadilan
merupakan hal yang fatal bagi kehidupan sosial dan dalam pergaulan
masyarakat. Tujuan pertama dan utama keadilan menurut Cicero 6 ialah untuk
menjaga agar seseorang tidak merugikan orang lain, kecuali orang lain yang
telah melakukan kesalahan. Sedangkan alam telah menganugerahkan kepada
setiap
jenis
makhluk
hidup
insting
untuk
mempertahankan
hidupnya,
menghindari kerugian, dan alam menyatukan manusia dengan manusia lainnya
dalam ikatan bersama melalui kata (bahasa) dan kehidupan.
6 Sonny Keraf, Hukum Kodrat dan Teori Hak Milik Pribadi, (Yogyakarta: Kanisius, 1997) hlm.16
7
Untuk
memahami
hakekat
HAM,
harus
dipahami
terlebih
dahulu
penertian dasar tentang hak. Secara definitif hak merupakan unsur normatif
yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku, melindungi kebebasan, kekebalan,
serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan
martabatnya.
HAM
juga
berarti
hak-hak
yang
melekat
pada
manusia
berdasarkan kodratnya, jadi hak yang dimiliki manusia sebagai manusia. Atau
ada juga yang mengatakan HAM adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang
sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang
sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang,
kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan.
HAM
adalah
hak-hak
yang
melekat
pada
manusia,
yang
tanpa
dengannya, kita tak dapat hidup sebagai manusia. Hak itu tidak diberikan oleh
hukum positif atau masyarakat, tetapi karena martabatnya sebagai manusia,
baginya tidak dibedakan dari warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya, atau
kewarganegaraan.7
James W. Nickel mengemukakan bahwa,8 Hak asasi manusia pada
galibnya adalah seperangkat hak. Mempunyai unsur tertentu, fungsi dan tujuan
tertentu. Unsur-unsur suatu hak terdiri dari: Pertama, masing-masing hak
mengidentifikasikan suatu pihak sebagai pemilik atau pemegangnya. Kedua,
hak adalah suatu kebebasan atau keuntungan. Ketiga, suatu hak yang
ditetapkan secara lengkap akan mengidentifikasikan pihak pihak yang harus
berperan mengusahakan tersedianya kebebasan atau keuntungan yang
diidentifikasikan oleh ruang lingkup hak tersebut. Keempat, bobot suatu hak
menentukan urutan atau arti pentingnya dalam berhubungannya dengan
norma-norma lain, jika terjadi konflik. Sedangkan fungsi hak adalah sebagai
wahana untuk mengemukakan standar universal bagi prilaku pemerintah, dan
tujuannya untuk menentukan klasifikasi hak yang mempunyai prioritas tinggi
(high priority goals) di sejumlah bidang hak seperti kebebasan sipil, keamanan
pribadi, perlindungan hukum, dan keadilan sosial serta menegaskan bahwa
tujuan tujuan ini semestinya diperjuangkan oleh semua bangsa.
7 Knut D. Asplund, dkk (Penyunting), Hukum Hak Azasi Manusia, (Jogyakarta: PUSHAM UII, 2008) hlm. 11
8 James W. Nickel, Making Sense of Human Rights Philosophical Reflection on the Universal Declaration of Human
Rights, Alih bahasa: Titi S. Dan Eddy Arini, (Jakarta: Gramedia, 1996) hlm. 10
8
Berdasarkan konsepsi tentang HAM yang telah diuraikan, sangatlah
relevan bila kita nyatakan bahwa hak atas lingkungan hidup sebagai bagian
dari HAM secara kodrati yang merupakan anugerah dari Tuhan kepada umat
manusia dan sangat relevan juga apabila teori ataupun ajaran tentang HAM
dikaitkan dengan berbagai pelanggaran di bidang lingkungan hidup, yang telah
terjadi di hampir seluruh tatanan kehidupan masyarakat.
Terkait dengan HAM atas lingkungan hidup, dengan menempatkan
negara sebagai benteng HAM, maka dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup, rakyat harus ditempatkan sebagai kepentingan yang utama.
Negara sepenuhnya berperan sebagai instrumen pengurus dan penyelenggara
kebijakan yang ditujukan untuk melindungi dan memajukan HAM atas
lingkungan hidup. Kepentingan rakyat atau hak asasi rakyat, terutama dalam
hal akses terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dijadikan
sebagai sarana utama dan tujuan akhir dari hak menguasai negara,
sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 33 (3) UUD 1945.
Atas dasar pemikiran di atas jelaslah bahwa penghormatan terhadap hak
asasi atas lingkungan hidup menjadi aspek yang sangat penting dan mendasar
karena lingkungan hidup mempunyai segala keterbatasan, sehingga kontrol
atas perilaku manusia atas lingkungan hidup menjadi mutlak adanya. Kontrol
tersebut salah satunya melalui instrumen, mekanisme, dan kebijakan, baik di
tingkat lokal, nasional, maupun internasional, untuk mencapai keseimbangan
yang
disebut
sebagai
pembangunan
yang
berkelanjutan.9
Dalam
perkembangannya, konsepsi tentang HAM atas lingkungan hidup baru nampak
jelas pada saat diselenggarakannya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Lingkungan dan Manusia di Stockholm, Swedia, pada 5-6 Juni 1972,
yang mencetuskan Deklarasi Stockholm. Konferensi ini merupakan pijakan awal
dari
kesadaran
komunitas
internasional
akan
pentingnya
keberlanjutan
lingkungan hidup sebagai bagian mendasar bagi pemenuhan HAM.
9 Subhi Mahmassani, Konsep Dasar Hak-hak Asasi Manusia, Suatu Perbandingan Dalam Syariat Islam dan
Perundang-undangan Modern, (Jakarta: Tinta Mas, 1993) hlm. 206
9
Dalam
Prinsip
2110
dan
Prinsip
1111
Declaration
on
the Human
Environment dari Konferensi Stockholm, menyatakan bahwa negara memiliki
hak
berdaulat
kebijaksanaan
untuk
memanfaatkan kekayaan alamnya
pengamanan
dan
pemeliharaan
sesuai dengan
lingkungannya.
Dalam
pemanfaatan tersebut negara bertanggungjawab atas setiap kegiatan yang
merugikan lingkungan atau wilayah negara lain yang berada di luar yurisdiksi
nasionalnya.
Kualitas
lingkungan
hidup
yang
baik
tidak
dapat
dijaga
tanpa
penghormatan atas HAM, dan HAM tidak bisa diperoleh tanpa lingkungan hidup
yang
baik
dan
aman.
Penghormatan,
perlindungan,
penegakan,
dan
pemenuhan HAM sangat bergantung pada lingkungan hidup yang sehat dan
layak huni. Dalam sebuah ekosistem yang rusak, tidak mungkin atau hampir
mustahil menikmati serta memperoleh hak untuk hidup, kesehatan, keamanan,
kecukupan pangan, dan budaya.
Hal ini karena manusia merupakan bagian dari sebuah ekosistem, sangat
erat keterkaitan antara manusia dengan lingkungan hidup di sekitarnya. Sejak
dilahirkan, manusia telah diberikan hak atas lingkungan hidup meliputi hak-hak
dasar manusia, prinsip keadilan lingkungan hidup dan akses yang adil terhadap
sumber kehidupan. Interaksi antara manusia dengan alamnya merupakan
sebuah ritual kehidupan yang tak mungkin bisa terpisahkan hingga akhir
jaman. Rakyat, sebagai pemberi mandat kepada pemerintah, sudah selayaknya
memahami hak dasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Sehingga menjadi
kewajiban pemerintah untuk memenuhi dan melindungi hak-hak dasar rakyat.
Sifat eksploitatif pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, untuk
mengejar
pendapatan
pemerintah
selama
ini
telah
menjadikan
rakyat
kehilangan hak atas lingkungan hidup yang merupakan hak asasi rakyat.
10 Prinsip 21 berbunyi: “State have, in accordance with the carter of the United Nations and the principles of
internastional law, the sovereign right to eksploit their own natural resources pursuant to their own environmental
policies, and responsibility to ensure that activities wirhin their jurisdiction or control do not cause damage to the
environmental of other State or of areas beyond the limits of nation jurisdiction”. Huala Adolf, Aspek-aspek Negara
Dalam Hukum Internasional, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990) hlm. 52
11 Prinsip 11 berbunyi: “The Environmental policies of all State should enhance and not adversely affect the present or
future development potential of developing countries, not should they hamper the attainment of better living conditions
for all, and appropriate steps should be taken by States and International organizations with a view to reaching
agreement on meeting the possible national and international economic consequences resulting from the application of
environmental measures”. Ibid., hlm. 53
10
B. JAMINAN KONSTITUSIONAL TERHADAP HAK ATAS LINGKUNGAN
HIDUP DI INDONESIA
Undang-undang Lingkungan Hidup Indonesia Sebagai Payung
Hukum lingkungan modern di Indonesia dimulai dari di undangkannya
Undang-undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, tanggal 11 Maret 1982 yang biasa disingkat
dengan sebutan UULH 1982. Selanjutnya pada tanggal 19 September 1997
digantikan oleh Undang-undang No. 23 Tahun 1997 dan kemudian UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun
2009 disingkat dengan UUPPLH.
UULH 1982 adalah sumber hukum formal (sekaligus sebagai payung
pertama) dalam tataran perundang-undangan di Indonesia dalam konteks
hukum modern, sekaligus menandai era pembidangan hukum baru yaitu
Hukum Lingkungan. Akan tetapi seiring perjalanan waktu, peraturan yang ada
dianggap kurang memuat segi Lingkungan Hidup, hal ini berbanding terbalik
dengan kesadaran Lingkungan pada masyarakat pada umumnya, terlebih
produsen dan konsumen Indonesia telah memasuki tahap industrialisasi. Untuk
itulah dirasa perlu diadakan peraturan/UU sebagai landasan pembangunan
(membangun
tanpa
merusak)
yang
selanjutnya
dikenal
dengan
istilah
“pembangunan berwawasan lingkungan” dan “pembangunan berkelanjutan”.
Kemudian pada tanggal 19 September 1997 UU No. 23 Tahun 1997
muncul menggantikan undang-undang sebelumnya. Salah satu hal mendasar
yang menjadi pertimbangan undang-undang ini adalah bahwa kesadaran dan
kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan lingkungan hidup telah
berkembang sedemikian rupa, sehingga pokok materi yang diatur dalam UU
No. 4 tahun 1982 perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan. pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan Lingkungan.
Setelah beroperasi sekira 12 tahun memayungi l Lingkungan Hidup
Indonesia
(termasuk masyarakat), ternyata undang-undang ini dinilai gagal
mengemban
misi
“pelestarian”
dan
“pembangunan
berkelanjutan
dan
berwawasan lingkungan”.
Mengapa perlu ada revisi UU PLH yang melahirkan UU No 32 tahun 2009?
Ilyas Asaad12, menuturkan bahwa argumen paling mendasar dari revisi tersebut
12 http://www.scribd.com/doc/75836152/Uupplh-No-32-Tahun-2009, diakses tanggal 21 Oktober 2017
11
adalah ketidakmampuan UU lama dalam menjawab berbagai problem LH di
Indonesia. Dalam hal ini, UULH 1997 baru sebatas mengakui hak setiap orang
terhadap informasi dan partisipasi dan belum mengatur tentang akses
masyarakat terhadap haknya tersebut, termasuk konsekuensi hukum jika
haknya tersebut tidak dipenuhi atau dilanggar (access to justice).
Oleh sebab itulah UU. No. 23 Tahun 2009 terlahir dengan mengusung
istilah “perlindungan”, istilah yang tidak didapatkan pada dua pendahulunya.
Penggunaan istilah ini dimaksudkan agar undang-undang tersebut secara
rasional
memberikan
perlindungan.
makna
Disamping
pentingnya
itu
pula,
lingkungan
jaminan
norma
hidup
tentang
memperoleh
hak
akses
masyarakat terhadap informasi, partisipasi, dan keadilan yang berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam dapat diatur secara
tegas dan rinci.
Hak-hak
atas
Lingkungan
Hidup
Sebagai
Implikasi
Perundang-
undangan
Lingkungan hidup sesuai dengan pengertian UUPPLH 2009 memasukkan
unsur manusia dan segala perilakunya, oleh sebab itu, manusia sebagai subjek
lingkungan hidup memiliki peranan vital yang meliputi hak dan kewajiban
maupun berperan serta atas kelangsungan lingkungan hidup, maka hukum
lingkungan akan senantiasa bersinggungan dengan hak-hak dasar manusia,
baik itu secara administratif
(mis: izin mendirikan bangunan/hak bertempat
tinggal), perdata (terkait hak untuk mendapatkan ganti kerugian), maupun
pidana Peran ini coba diangkat dalam rumusan pasal-pasal, baik oleh UULH
1997 maupun UUPLH 2009. Misalnya hak atas informasi lingkungan yang
merupakan konsekuensi logis dari dari hak berperan serta masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
Setelah UUPPLH 2009 diberlakukan, maka ada delapan hak yang diakui,
yaitu disamping kembali mengakomodasi
hak-hak yang ada pada undang-
undang sebelumnya, maka ditambahkan hak baru berupa ”hak untuk tidak
dapat dituntut secara pidana maupun perdata dalam memperjuangkan hak
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”
12
Hak-hak tersebut di atas dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis hak
yaitu13, pertama, hak substantive (substantive right to environmental quality)
yaitu berupa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, kedua ,hak
prosedural (procedural rights) yang leiputi; hak akses, hak partisipasi, dan hak
berperan serta.
Hak ini merupakan hak baru yang dirumuskan ke dalam UUPPLH 2009,
tepatnya pada Pasal 66 yang menegaskan bahwa Setiap orang yang
memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat
dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. 14 Salah satu hal yang
melatar belakangi penegasan pengakuan hak gugat ini dilatar belakangi oleh
berbagai kasus pelaporan pencemaran dan perusakan oleh masyarakat, yang
justru digugat balik oleh pihak yang diduga melakukan pencemaran dan
kerusakan. Hal ini jelas memberikan kesan traumatik pada masyarakat yang
hendak melaparkan adanya pencemaran atau kerusakan lingkungan.
Hak Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat Sebagai Hak Asasi
Manusia, dan Implementasinya dalam Kebijakan Pengelolaan
Lingkungan Hidup di Indonesia
Hak atas lingkungan yang baik dan sehat, dalam pemenuhannya
mencakup “lingkungan fisik” dan “lingkungan sosial”. Dalam Konvenan
Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) secara
eksplisit,
tema
“lingkungan
hidup”
dinyatakan
dalam
Pasal
12
yang
meruapakan salah satu bagian dari “hak setiap oraang untuk menikmati
standar kesehatan fisik dan mental yang paling tinggi yang dapat dicapai.”
Dalam pasal ini, sejumlah upaya yang seharusnya dilakukan Pemerintah untuk
memenuhi hak atas kesehatan, diantaranya “peningkatan semua aspek
kebersian (hygiene) industri dan lingkungan hidup”, (1) yang mencakup upaya
pencegahan wabah dan kecelakaan kerja; pencegahan dan pengurangan
CESCR menginterprestasikan hak atas kesehatan secara inklusif, tidak hanya
berkaitan
dengan
pelayanan
kesehatan,
tetapi
juga
faktor-faktor
yang
menopang kesehatan manusia, termasuk kondisi lingkungan dan pekerjaan
yang sehat. (2) Selanjutnya dalam standar hukum Internasional hak asasi
13 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011) hlm. 65
14 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 32 TAHUN 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
13
manusia, “hak atas lingkungan yang sehat” , dinyatakan dalam sejumlah
Komentar Umum yang di adopsi Komite yang dibentuk atas dasar perjanjian
Internasional (Konvenan dan Konvensi Internasional hak asasi manusia).
Keterkaitan kedua hak ini sangat jelas: lingkungan hidup yang sehat
merupakan salah satu faktor sosio-ekonomi
yang memunculkan kondisi
dimana masyarakat dapat menikmati hidup yang sehat15.
Kondisi
lingkungan
dan
kebijakan
pembangunan
saat
ini
sangat
berpengaruh terhadap hak untuk hidup, hak atas kesehatan, hak atas
pekerjaan dan pendidikan, hak atas informasi, berpartisipasi, dan mendapatkan
keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam, serta hak asasi lainnya.
Akibatnya masih banyak penduduk hidup dalam garis kemiskinan dimana
sebagian besar berada pada lingkungan hidup yang buruk. Di sisi lain,
degradasi
lingkungan
yang
disebabkan
oleh
aktivitas
ekonomi
yang
mengorbankan hak-hak sipil dan politik, seperti tidak adanya akses publik
terhadap
informasi,
partisipasi,
serta
kebebasan
untuk
berbicara
dan
berkumpul. Menurunnya kualitas lingkungan hidup, air, udara, maupun
kerusakan alam lainnya merupakan bumerang dan akan menimbulkan bencana
di kemudian hari. Tak dapat dihindari, rakyat yang pada akhirnya akan menjadi
korban.
Haruslah dipahami bahwa masalah lingkungan hidup bukan hanya
sebuah fenomena alam atau mungkin juga ketidakmampuan manajemen
belaka, tetapi berkaitan dengan masalah moral, etika dan kemanusiaan. Oleh
karena itu jika dikaji dari sisi manfaat kehidupan, maka sebuah kesadaran baru
mengenai pentingnya pemahaman tentang hak asasi di bidang lingkungan
hidup merupakan sebuah solusi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.
Dengan demikian sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhi dan
melindungi hak dasar rakyat Indonesia. Sifat eksploitatif pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun daerah, untuk mengejar pendapatan pemerintah
selama ini telah menjadikan rakyat kehilangan hak atas lingkungan hidup yang
bersih dan sehat yang merupakan bagian dari hak asasi rakyat.
15 A Patra, Hak atas Lingkungan yang Sehat:Prinsip dan Tanggungjawab Pemerintah, Artikel, Jakarta, 2008, hlm.1
14
C. PERAN
MASYARAKAT
DALAM
PENGELOLAAN
LINGKUNGAN
MENURUT BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009
Peran Masyarakat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Dalam kerangka peran masyarakat dan negara, maka untuk melindungi
hak atas lingkungan yang baik dan sehat, telah diterapkan oleh pemerintah
berbagai instrumen ekonomik lingkungan hidup. Instrumen-instrumen hukum
lingkungan yang berfungsi sebaga sarana pencegahan pencemaran lingkungan
akibat
pertambangan
meliputi:
Baku
Mutu
Lingkungan
(BML),
Analisis
Mengenai Dampak Ligkungan (AMDAL), Perizinan Lingkungan, Instrumen
Ekonomik dan Audit Lingkungan. Dalam prakteknya instrumen langsung yang
ada tersebut, belum mampu untuk mengendalikan pencemaran secara efektif.
Kamudian juga sangat dibutuhkan keterbukaan dari pemerintah. Keterbukaan
Pemerintah yang dimaksud adalah keterbukaan dalam prosedur yang meliputi
3 aspek penting yakni:
a) Kewajiban pemerintah untuk memberikan informasi;
b) Kemungkinan peran serta masyarakat dalam mengambil keputusan dan
c) Pengumuman keputusan pemerintah
Dalam kaitannya dengan peran serta masyarakat, Instruksi Menteri
Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 tentang Pembinaan LSM, yang dimaksud
LSM adalah organisasi atau lembaga yang dibentuk masyarakat, warga negara
RI secara suka rela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak dalam
bidang kegiatan tertentu yang di tetapkan oleh organisasi atau lembaga
sebagai
wujud
partisipasi
atau
peran
serta
masyarakat
dalam
upaya
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang menitikberatkan
kepada pengabdian secara swadaya.
Peran serta mempunyai makna terhadap perlindungan hukum preventif
bagi rakyat. Masyarakat dapat mengemukakan kepentingan-kepentingan
melalui keberatan, dengar pendapat, serta bentuk-bentuk peran serta lainnya.
Untuk itu perlu adanya kewajiban organ pemerintahan untuk memberikan
informasi dan hak rakyat untuk didengar.
Masalah yang sangat berpengaruh adalah perilaku manusia yang tidak
lagi menghargai alam dimana manusia adalah bagian dari alam dan kondisi
15
nyata di masyarakat contohnya dengan penebangan hutan yang tidak disertai
dengan penanaman kembali. Pembuangan limbah industri dan sampah rumah
tangga secara bebas tanpa memperdulikan implikasi dari perbuatan tersebut.
Lingkungan hidup merupakan persoalan kolektif yang membutuhkan partisipasi
semua komponen untuk mengurus dan mengelolanya. Semua komponen
tersebut harus memiliki “kemauan politik” untuk bersama-sama menjaga
kelestarian lingkungan hidup dari ulah tangan jahil dari para preman dan
penjahat lingkungan.
Hal di atas itu harus dibarengi dengan tindakan hukum yang tegas
terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup yang nyata-nyata telah terbukti
menyengsarakan banyak umat manusia. Keberadaan masyarakat akan efektif
sekali jika perannya dalam mengontrol pengelolaan lingkungan yang ada. Hak
masyarakat adalah:
a. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia.
b. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
c. Setiap orang berhak mengajukan usul dan keberatan terhadap rencana
usaha atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak
terhadap lingkungan hidup.
d. Setiap
orang
berhak
untuk
berperan
dalam
perlindungan
dan
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundangundangan.
e. Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup.
Di dalam pendekatan yang bersifat konsultatif ini meskipun anggota
masyarakat
yang
berkepentingan
mempunyai
hak
untuk
didengar
pendapatnya dan hak untuk diberi tau tetapi, keputusan akhir tetap ada di
tangan kelompok pembuat keputusan tersebut (pemrakarsa). Sedangkan
pendekatan partisipatif yang bersifat kemitraan lebih menghargai masyarakat
lokal dengan memberikan kedudukan dan posisi yang sama dengan kelompok
pengambil
keputusan.
Peran
masyarakat
terhadap
perlindungan
dan
16
pengelolaan lingkungan hidup mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi.
Peran Masyarakat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
a. Pengawasan sosial
Di
dalam
perwakilan maka
negara
Indonesia
yang
masyarakat dapat
menganut
sistem
demokreasi
menyampaikan aspirasinya
melalui
keterwakilannya dalam lembaga parlemen dalam ha ini Dewan Perwakilan
Rakyar (DPR) atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Parlemen atau
lembaga perwakilan rakyat mempunya 3 fungsi pokok yaitu:
1. Fungsi representasi (perwakilan)
2. Fungsi pengawasan (control)
3. Funsi pengaturan atau legislasi
Peran masyarakat dalam hal ini adalah lebih ke pada fungsi peraturan
atau legislasi karena keterwakilan di dalam lembaga perwakilan akan
menentukan perundang-undangan atau peraturan-peraturan yang akan dibuat.
b. Pemberian Saran, Pendapat, Usul, Keberatan, Pengaduan
Peran masyarakat dapat berupa pemberian saran dan pendapat terhadap
langkah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang telah dilakukan
oleh pemerintah atau lembaga lingkungan hidup. Apabila di kemudian hari
menimbulkan sengketa di antara masyarakat yang jeberatan atau melakukan
pengaduan maka penyeselesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh
melalui pengadilan atau diluar pengadilan
c. Penyampaian informasi dan/atau laporan
Masyarakat dapat segera menyampaikan informasi dan laporan berkaitan
dengan keadaan suatu lingkungan hidup kepada pemerintah atau organisasi
lingkungan hidup sehingga apabila terdapat permasalahan segera dapat
diupayakan perbaikan dan pencegahan kerusakan lingkungan hidup yang lebih
parah. Berangkat dari masing-masing individu untuk melakukan tindakan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup maka akan dalam satu
kelompok membawa dampak yang sangat besar bagi perbaikan lingkungan
tersebut. Mereka pantang melakukan perusakan terhadap alam karena dinilai
17
bisa menjadi ancaman besar bagi budaya mereka. Alam bukan hanya sekedar
sumber kehidupan melainkan juga sahabat dan guru yang telah mengajarkan
banyak hal bagi mereka. Kendala yang muncul dari masyarakat Indonesia
dalam kaitannya dalam lingkungan hidup adalah: (1) Budaya masyarakat; (2)
Moral masyarakat; (3) Pendidikan masyarakat; (4) Ekonomi masyarakat; (5)
Teknologi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konsepsi HAM sangatlah relevan bila kita nyatakan bahwa hak atas
lingkungan hidup termasuk bagian dari HAM secara kodrati yang merupakan
anugerah dari Tuhan kepada umat manusia dan sangat relevan juga apabila
teori ataupun ajaran tentang HAM dikaitkan dengan berbagai pelanggaran di
bidang lingkungan hidup, yang telah terjadi di hampir seluruh tatanan
kehidupan masyarakat.
Hukum lingkungan modern di Indonesia dimulai dari di undangkannya
Undang-undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, tanggal 11 Maret 1982 yang biasa disingkat
dengan sebutan UULH 1982. Selanjutnya pada tanggal 19 September 1997
digantikan oleh Undang-undang No. 23 Tahun 1997 dan kemudian UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun
2009 disingkat dengan UUPPLH.
Instrumen-instrumen hukum lingkungan yang berfungsi sebaga sarana
pencegahan pencemaran lingkungan akibat pertambangan meliputi: Baku Mutu
Lingkungan (BML), Analisis Mengenai Dampak Ligkungan (AMDAL), Perizinan
Lingkungan, Instrumen Ekonomik dan Audit Lingkungan. Dalam prakteknya
instrumen langsung yang ada tersebut, belum mampu untuk mengendalikan
pencemaran secara efektif. Kamudian juga sangat dibutuhkan keterbukaan dari
18
pemerintah. Keterbukaan Pemerintah yang dimaksud adalah keterbukaan
dalam prosedur yang meliputi 3 aspek penting yakni:
a) Kewajiban pemerintah untuk memberikan informasi;
b) Kemungkinan peran serta masyarakat dalam mengambil keputusan dan
c) Pengumuman keputusan pemerintah
Keberadaan
masyarakat
akan
efektif
sekali
jika
perannya
dalam
mengontrol pengelolaan lingkungan yang ada. Hak masyarakat adalah:
f. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia.
g. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
h. Setiap orang berhak mengajukan usul dan keberatan terhadap rencana
usaha atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak
terhadap lingkungan hidup.
i. Setiap
orang
berhak
untuk
berperan
dalam
perlindungan
dan
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundangundangan.
j. Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup.
Kemudian
adanya
peran
masyarakat
dalam
perlindungan
dan
pengelolaan lingkungan hidup, yaitu: (1) adanya pengawasan sosial; (2)
pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; (3) penyampaian
informasi atau laporan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Adolf, Huala. Aspek-aspek Negara Dalam Hukum Internasional. Jakarta:
Rajawali Pers, 1990.
Nickel, James W. Making Sense of Human Rights Philosophical Reflection
on the Universal Declaration of Human Rights. Alih bahasa: Titi S. Dan
Eddy Arini. Jakarta: Gramedia, 1996.
Asplund, Knut D, dkk (Penyunting). Hukum Hak Azasi Manusia. Jogyakarta:
PUSHAM UII, 2008.
Saleh, M. Ridha. Ecocide Politik Kejahatan Lingkungan Hidup dan
Pelanggaran hak Asasi
Manusia. Jakarta: Walhi, 2005.
Keraf, Sonny. Hukum Kodrat dan Teori Hak Milik Pribadi. Yogyakarta:
Kanisius, 1997.
20
Subhi Mahmassani, Konsep Dasar Hak-hak Asasi Manusia, Suatu
Perbandingan Dalam Syariat Islam dan Perundang-undangan Modern.
Jakarta: Tinta Mas, 1993.
Rahmadi, Takdir. Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011.
Agung Wardana, Perusakan Lingkungan Sebagai Pelanggaran HAM, Artikel,
2007.
Patra, A. Hak atas Lingkungan yang Sehat:Prinsip dan Tanggungjawab
Pemerintah. Artikel. Jakarta, 2008.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 32 TAHUN 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
http://www.scribd.com/doc/75836152/Uupplh-No-32-Tahun-2009, diakses
tanggal 21 Oktober 2017.
21
LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI BAGIAN DARI HAK ASASI
MANUSIA (HAM)
Disusun Oleh :
Anisa Aulia
8111416170
Fani Amalia W
8111416291
Ilmu Hukum – Fakultas Hukum
Mata Kuliah Hukum Lingkungan
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2017
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
serta puji dan syukur atas rahmat dan nikmat-Nya sehingga kami selaku tim
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Akses Informasi
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Sebagai Bagian dari
Hak Asasi Manusia (HAM) ini dengan baik.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih atas beberapa pihak
yang bersangkutan dan rekan-rekan tim penulis sekalian dalam menyusun
makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan
dan membantu dalam memahami mata kuliah hukum lingkungan dengan baik.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna dan masih banyak kesalahan dan kekurangan baik dari susunan
kalimat, tata bahasa, maupun keterbatasan materi. Oleh karena itu kami
menerima segala bentuk saran dan kritik yang bersifat membangun agar
menjadi masukan dalam membuat makalah yang lebih baik lagi dikemudian
harinya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat menambah ilmu bagi kita semua
terkhusus nya bagi para pembaca dan dapat bermanfaat bagi semua orang.
Semarang, 22 Oktober 2017
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................3
C. Metode Penulisan....................................................................................3
BAB II Pembahasan
A. Konsepsi Lingkungan Hidup dengan Hak Asasi Manusia.........................4
B. Jaminan Konstitusional Terhadap Hak atas Lingkungan Hidup di Indonesia
................................................................................................................7
C. Hak dan Kewajiban atas Lingkungan Hidup dan Kaitannya dengan Peran
Serta
Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Berdasarkan
UU No. 32 Tahun 2009............................................................................10
BAB III Penutup
Kesimpulan................................................................................................15
Daftar Pustaka...........................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perusakan lingkungan hidup oleh segelintir orang atau perusahaan telah
menyebabkan penderitaan dan pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM)
terhadap bagian terbesar manusia lainnya. Indonesia sebagai negara yang
mengakui nilai universal HAM, mempunyai kewajiban untuk melindungi (to
protect), menghormati (to respect), dan memenuhi (to fulfill) hak-hak dasar
warga negaranya, yakni pendidikan, kesejahteraan, kesehatan, lapangan kerja,
keamanan,
sandang,
lingkungan
hidup
yang
baik
dan
sehat.
Tetapi
kenyataannya kualitas hidup rakyat justru mengalami penurunan. Hak dasar
untuk
hidup
telah
terancam
oleh
perusakan
lingkungan,
deforestasi, 1
pencemaran air dan udara, perampasan sumber kehidupan rakyat (agraria dan
sumber daya alam).
Upaya perbaikan dan pemulihan terhadap lingkungan hidup, kalah cepat
dibandingkan dengan laju kerusakan dan pencemaran yang terjadi. Kondisi ini
mengindikasikan
pembangunan
bahwa,
Indonesia.
isu
lingkungan
Penyebab
belum
berada
dalam
sentral
untamanya
karena
pada
tingkat
pengambilan keputusan di pusat dan daerah sering mengabaikan kepentingan
pelestarian lingkungan. Akibat yang ditimbulkan, bencana terjadi d darat, laut,
dan udara. Pertanyaannya, apakah ada peran manusia Indonesia sebagai
penggerak pembangunan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bencana
lingkungan tersebut, karena dengan alasan atas nama “pembangunan” dan
perdagangan bebas, pemerintah dan perusahaan atau korporasi nasional
maupun internasional secara terus menerus mengeksploitasi lingkungan hidup
dan sumber daya alam (tanah, air, hutan, mineral). Sehingga hal tersebut
1 Deforestasi adalah pengelihan hutan untuk menjadi suatu lahan yang digunakan untuk tujuan tertentu. Pada
umumnya, deforestasi ini akan mengurangi tajuk pohon yang berada dibawah ambang batas minimum sekitar 10%
untuk jangka panjang. Bisa dikatakan bahwa deforestasi ini adalah penggundulan hutan atau penebangan hutan
sehingga lahan hutan tersebut bisa digunakan untuk yang lainnya. Pengalihan hutan ini pada umunya digunakan untuk
nir-hutan seperti halnya untuk pertanian atau untuk peternakan.
4
menyebabkan kerusakan pada ekosistem yang pada gilirannya akan terjadi
ekosida2 atau pembunuhan ekosistem. Yang lebih mengkhawatirkan lagi,
pembunuhan ekosistem ini bersifat final yang artinya lingkungan menjadi rusak
permanen, sudah tidak ada kemungkinan untuk dapat diperbarui dan
terpulihkan kembali. Hal ini akan berdampak pada kelangsungan makhluk
hidup yang ada sekarang maupun di generasi mendatang.3
Oleh karena itu, agar tidak sampai pada ekosida, diperlukan etika dalam
memperjuangkan
keadilan
lingkungan
dan
pengakuan
terhadap
ketergantungan antara manusia dengan lingkungan. Namun sayangnya, hak
atas lingkungan yang merupakan salah satu etika lingkungan demi mencapai
keadilan lingkungan belum secara maksimal disepakati dan dijalankan sebagai
hak fundamental yang harus baik diakui secara politik maupun secara hukum.
Hak atas lingkungan hanya sekedar membawa kekuatan moral bagi pihak
pengambil keputusan dan pelaku pembangunan, karena faktanya banyak
kegiatan yang masih menjurus pada praktik ekosida dan semakin menjauhkan
rakyat dari kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat.4
Berkaitan dengan pembunuhan ekosistem, Ridha Saleh 5 menyatakan
bahwa, gejala eksploitasi yang massif terhadap sumber daya alam secara
terbuka, menurut kenyataannya telah mengarah pada tindakan perusakan dan
pemusnahan atas ekosistem sumber kehidupan dan lingkungan hidup dan
masa depan generasi. Setiap tahunnya tidak kurang dari 4,1 juta hektar hutan
di Indonesia berganti menjadi area pertambangan, perkebunan besar, dan
kawasan industri lainnya.
Hutan yang selama ini menjadi tempet berburu, sumber obat-obatan,
dan sumber kehidupan bagi komunitas lokal kini semakin banyak dikuasai oleh
kepentingan sekelompok orang. Sungai yang selama ini menjadi pemasok air
bagi pertanian dan kebutuhan hidup harian bagi masyarakat kini sudah banyak
2 Ekosida merupakan istilah yang digunakan dalam bidang lingkungan hidup. Ekosida diartikan sebagai pembasmian
atau perusakan sistem ekologi normal, yang tentu berakibat pada nasib buruk manusia. Lingkungan yang hancur bisa
membawa ke jurang ekosida atau bunuh diri lingkungan (ecocide) bunuh diri suatu masyarakat akibat perusakan
lingkungan.Sebab, untuk hidup, manusia bergantung pada alam, baik alam sebagai ruang, alam sebagai penghasil
pangan, alam sebagai penghasil oksigen untuk bernapas, alam sebagai penyedia air, maupun alam sebagai sebuah
lingkungan di mana di dalamnya tercakup berbagai ekosistem yang saling bergantung, yang saling menghidupi.
Lingkungan yang rusak atau hancur secara otomatis akan turun daya dukungnya terhadap kehidupan.
3 Agung Wardana, Perusakan Lingkungan Sebagai Pelanggaran HAM, Artikel, 2007, hlm. 2
4 ibid.,
5 M. Ridha Saleh, Ecocide Politik Kejahatan Lingkungan Hidup dan Pelanggaran hak Asasi
Manusia, (Jakarta: Walhi, 2005) hlm. 65-66
5
tercemar bahkan beberapa darinya telah mengering. Padahal masyarakat
memiliki hak atas lingkungan yang baik dan sehat, hal itu merupakan bagian
dari hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28H Ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berha memperoleh pelayanan kesehatan” dan
Pasal 33 ayat (3) yang menyetakan bahwa, “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-bersar kemakmuran rakyat”. Pada pasal 28 dikatakan bahwa setiap
warga negara berhak akan lingkungan yang baik dan sehat, penegakan hukum
lingkungan merupakan instrumen untuk menciptakan lingkungan yang baik
dan sehat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsepsi Hak Asasi Manusia (HAM) dan lingkungan hidup?
2. Bagaimana jaminan konstitusional terhadap hak atas lingkungan hidup di
Indonesia?
3. Bagaimana hak dan kewajiban atas lingkungan hidup dan kaitannya
dengan peran serta dalam pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan UU
No. 32 Tahun 2009?
A. METODE PENULISAN
Sumber dan Jenis Data
Data data yang dipergunakan dalam penulisan library research ini
berasal
dari
berbagai
literatur
kepustakaan
yang
berkaitan
dengan
permasalahan yang dibahas. Beberapa jenis referensi utama yang digunakan
adalah buku pelajaran hukum lingkugan dan buku hukum hak asasi manusia,
jurnal ilmiah edisi online, dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet. Jenis
data yang diperoleh variatif, bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Pengumpulan Data
Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi didapatkan dari
berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang
6
diperoleh. Penulis diupayakan saling terkait satu sama lain dan sesuai dengan
topik yang dibahas.
Analisis Data
Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik kajian.
Kemudian dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang telah
dipersiapkan secara logis dan sistematis. Teknik analisis data bersifat
deskriptif argumentatif.
Penarikan Kesimpulan
Simpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada rumusan masalah,
tujuan penulisan, serta pembahasan. Simpulan yang ditarik mempresentasikan
pokok bahasan dari karya tulis ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEPSI LINGKUNGAN HIDUP DENGAN HAK ASASI MANUSIA
(HAM)
Berbicara tentang Hak Asasi Manusia (HAM), tidak lepas kaitannya dari
pembicaraan tentang keadilan. Keadilan sebagai prinsip yang memungkinkan
masyarakat dalam ikatan bersama
dipertahankan, karena
ketidakadilan
merupakan hal yang fatal bagi kehidupan sosial dan dalam pergaulan
masyarakat. Tujuan pertama dan utama keadilan menurut Cicero 6 ialah untuk
menjaga agar seseorang tidak merugikan orang lain, kecuali orang lain yang
telah melakukan kesalahan. Sedangkan alam telah menganugerahkan kepada
setiap
jenis
makhluk
hidup
insting
untuk
mempertahankan
hidupnya,
menghindari kerugian, dan alam menyatukan manusia dengan manusia lainnya
dalam ikatan bersama melalui kata (bahasa) dan kehidupan.
6 Sonny Keraf, Hukum Kodrat dan Teori Hak Milik Pribadi, (Yogyakarta: Kanisius, 1997) hlm.16
7
Untuk
memahami
hakekat
HAM,
harus
dipahami
terlebih
dahulu
penertian dasar tentang hak. Secara definitif hak merupakan unsur normatif
yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku, melindungi kebebasan, kekebalan,
serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan
martabatnya.
HAM
juga
berarti
hak-hak
yang
melekat
pada
manusia
berdasarkan kodratnya, jadi hak yang dimiliki manusia sebagai manusia. Atau
ada juga yang mengatakan HAM adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang
sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang
sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang,
kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan.
HAM
adalah
hak-hak
yang
melekat
pada
manusia,
yang
tanpa
dengannya, kita tak dapat hidup sebagai manusia. Hak itu tidak diberikan oleh
hukum positif atau masyarakat, tetapi karena martabatnya sebagai manusia,
baginya tidak dibedakan dari warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya, atau
kewarganegaraan.7
James W. Nickel mengemukakan bahwa,8 Hak asasi manusia pada
galibnya adalah seperangkat hak. Mempunyai unsur tertentu, fungsi dan tujuan
tertentu. Unsur-unsur suatu hak terdiri dari: Pertama, masing-masing hak
mengidentifikasikan suatu pihak sebagai pemilik atau pemegangnya. Kedua,
hak adalah suatu kebebasan atau keuntungan. Ketiga, suatu hak yang
ditetapkan secara lengkap akan mengidentifikasikan pihak pihak yang harus
berperan mengusahakan tersedianya kebebasan atau keuntungan yang
diidentifikasikan oleh ruang lingkup hak tersebut. Keempat, bobot suatu hak
menentukan urutan atau arti pentingnya dalam berhubungannya dengan
norma-norma lain, jika terjadi konflik. Sedangkan fungsi hak adalah sebagai
wahana untuk mengemukakan standar universal bagi prilaku pemerintah, dan
tujuannya untuk menentukan klasifikasi hak yang mempunyai prioritas tinggi
(high priority goals) di sejumlah bidang hak seperti kebebasan sipil, keamanan
pribadi, perlindungan hukum, dan keadilan sosial serta menegaskan bahwa
tujuan tujuan ini semestinya diperjuangkan oleh semua bangsa.
7 Knut D. Asplund, dkk (Penyunting), Hukum Hak Azasi Manusia, (Jogyakarta: PUSHAM UII, 2008) hlm. 11
8 James W. Nickel, Making Sense of Human Rights Philosophical Reflection on the Universal Declaration of Human
Rights, Alih bahasa: Titi S. Dan Eddy Arini, (Jakarta: Gramedia, 1996) hlm. 10
8
Berdasarkan konsepsi tentang HAM yang telah diuraikan, sangatlah
relevan bila kita nyatakan bahwa hak atas lingkungan hidup sebagai bagian
dari HAM secara kodrati yang merupakan anugerah dari Tuhan kepada umat
manusia dan sangat relevan juga apabila teori ataupun ajaran tentang HAM
dikaitkan dengan berbagai pelanggaran di bidang lingkungan hidup, yang telah
terjadi di hampir seluruh tatanan kehidupan masyarakat.
Terkait dengan HAM atas lingkungan hidup, dengan menempatkan
negara sebagai benteng HAM, maka dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup, rakyat harus ditempatkan sebagai kepentingan yang utama.
Negara sepenuhnya berperan sebagai instrumen pengurus dan penyelenggara
kebijakan yang ditujukan untuk melindungi dan memajukan HAM atas
lingkungan hidup. Kepentingan rakyat atau hak asasi rakyat, terutama dalam
hal akses terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dijadikan
sebagai sarana utama dan tujuan akhir dari hak menguasai negara,
sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 33 (3) UUD 1945.
Atas dasar pemikiran di atas jelaslah bahwa penghormatan terhadap hak
asasi atas lingkungan hidup menjadi aspek yang sangat penting dan mendasar
karena lingkungan hidup mempunyai segala keterbatasan, sehingga kontrol
atas perilaku manusia atas lingkungan hidup menjadi mutlak adanya. Kontrol
tersebut salah satunya melalui instrumen, mekanisme, dan kebijakan, baik di
tingkat lokal, nasional, maupun internasional, untuk mencapai keseimbangan
yang
disebut
sebagai
pembangunan
yang
berkelanjutan.9
Dalam
perkembangannya, konsepsi tentang HAM atas lingkungan hidup baru nampak
jelas pada saat diselenggarakannya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Lingkungan dan Manusia di Stockholm, Swedia, pada 5-6 Juni 1972,
yang mencetuskan Deklarasi Stockholm. Konferensi ini merupakan pijakan awal
dari
kesadaran
komunitas
internasional
akan
pentingnya
keberlanjutan
lingkungan hidup sebagai bagian mendasar bagi pemenuhan HAM.
9 Subhi Mahmassani, Konsep Dasar Hak-hak Asasi Manusia, Suatu Perbandingan Dalam Syariat Islam dan
Perundang-undangan Modern, (Jakarta: Tinta Mas, 1993) hlm. 206
9
Dalam
Prinsip
2110
dan
Prinsip
1111
Declaration
on
the Human
Environment dari Konferensi Stockholm, menyatakan bahwa negara memiliki
hak
berdaulat
kebijaksanaan
untuk
memanfaatkan kekayaan alamnya
pengamanan
dan
pemeliharaan
sesuai dengan
lingkungannya.
Dalam
pemanfaatan tersebut negara bertanggungjawab atas setiap kegiatan yang
merugikan lingkungan atau wilayah negara lain yang berada di luar yurisdiksi
nasionalnya.
Kualitas
lingkungan
hidup
yang
baik
tidak
dapat
dijaga
tanpa
penghormatan atas HAM, dan HAM tidak bisa diperoleh tanpa lingkungan hidup
yang
baik
dan
aman.
Penghormatan,
perlindungan,
penegakan,
dan
pemenuhan HAM sangat bergantung pada lingkungan hidup yang sehat dan
layak huni. Dalam sebuah ekosistem yang rusak, tidak mungkin atau hampir
mustahil menikmati serta memperoleh hak untuk hidup, kesehatan, keamanan,
kecukupan pangan, dan budaya.
Hal ini karena manusia merupakan bagian dari sebuah ekosistem, sangat
erat keterkaitan antara manusia dengan lingkungan hidup di sekitarnya. Sejak
dilahirkan, manusia telah diberikan hak atas lingkungan hidup meliputi hak-hak
dasar manusia, prinsip keadilan lingkungan hidup dan akses yang adil terhadap
sumber kehidupan. Interaksi antara manusia dengan alamnya merupakan
sebuah ritual kehidupan yang tak mungkin bisa terpisahkan hingga akhir
jaman. Rakyat, sebagai pemberi mandat kepada pemerintah, sudah selayaknya
memahami hak dasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Sehingga menjadi
kewajiban pemerintah untuk memenuhi dan melindungi hak-hak dasar rakyat.
Sifat eksploitatif pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, untuk
mengejar
pendapatan
pemerintah
selama
ini
telah
menjadikan
rakyat
kehilangan hak atas lingkungan hidup yang merupakan hak asasi rakyat.
10 Prinsip 21 berbunyi: “State have, in accordance with the carter of the United Nations and the principles of
internastional law, the sovereign right to eksploit their own natural resources pursuant to their own environmental
policies, and responsibility to ensure that activities wirhin their jurisdiction or control do not cause damage to the
environmental of other State or of areas beyond the limits of nation jurisdiction”. Huala Adolf, Aspek-aspek Negara
Dalam Hukum Internasional, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990) hlm. 52
11 Prinsip 11 berbunyi: “The Environmental policies of all State should enhance and not adversely affect the present or
future development potential of developing countries, not should they hamper the attainment of better living conditions
for all, and appropriate steps should be taken by States and International organizations with a view to reaching
agreement on meeting the possible national and international economic consequences resulting from the application of
environmental measures”. Ibid., hlm. 53
10
B. JAMINAN KONSTITUSIONAL TERHADAP HAK ATAS LINGKUNGAN
HIDUP DI INDONESIA
Undang-undang Lingkungan Hidup Indonesia Sebagai Payung
Hukum lingkungan modern di Indonesia dimulai dari di undangkannya
Undang-undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, tanggal 11 Maret 1982 yang biasa disingkat
dengan sebutan UULH 1982. Selanjutnya pada tanggal 19 September 1997
digantikan oleh Undang-undang No. 23 Tahun 1997 dan kemudian UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun
2009 disingkat dengan UUPPLH.
UULH 1982 adalah sumber hukum formal (sekaligus sebagai payung
pertama) dalam tataran perundang-undangan di Indonesia dalam konteks
hukum modern, sekaligus menandai era pembidangan hukum baru yaitu
Hukum Lingkungan. Akan tetapi seiring perjalanan waktu, peraturan yang ada
dianggap kurang memuat segi Lingkungan Hidup, hal ini berbanding terbalik
dengan kesadaran Lingkungan pada masyarakat pada umumnya, terlebih
produsen dan konsumen Indonesia telah memasuki tahap industrialisasi. Untuk
itulah dirasa perlu diadakan peraturan/UU sebagai landasan pembangunan
(membangun
tanpa
merusak)
yang
selanjutnya
dikenal
dengan
istilah
“pembangunan berwawasan lingkungan” dan “pembangunan berkelanjutan”.
Kemudian pada tanggal 19 September 1997 UU No. 23 Tahun 1997
muncul menggantikan undang-undang sebelumnya. Salah satu hal mendasar
yang menjadi pertimbangan undang-undang ini adalah bahwa kesadaran dan
kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan lingkungan hidup telah
berkembang sedemikian rupa, sehingga pokok materi yang diatur dalam UU
No. 4 tahun 1982 perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan. pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan Lingkungan.
Setelah beroperasi sekira 12 tahun memayungi l Lingkungan Hidup
Indonesia
(termasuk masyarakat), ternyata undang-undang ini dinilai gagal
mengemban
misi
“pelestarian”
dan
“pembangunan
berkelanjutan
dan
berwawasan lingkungan”.
Mengapa perlu ada revisi UU PLH yang melahirkan UU No 32 tahun 2009?
Ilyas Asaad12, menuturkan bahwa argumen paling mendasar dari revisi tersebut
12 http://www.scribd.com/doc/75836152/Uupplh-No-32-Tahun-2009, diakses tanggal 21 Oktober 2017
11
adalah ketidakmampuan UU lama dalam menjawab berbagai problem LH di
Indonesia. Dalam hal ini, UULH 1997 baru sebatas mengakui hak setiap orang
terhadap informasi dan partisipasi dan belum mengatur tentang akses
masyarakat terhadap haknya tersebut, termasuk konsekuensi hukum jika
haknya tersebut tidak dipenuhi atau dilanggar (access to justice).
Oleh sebab itulah UU. No. 23 Tahun 2009 terlahir dengan mengusung
istilah “perlindungan”, istilah yang tidak didapatkan pada dua pendahulunya.
Penggunaan istilah ini dimaksudkan agar undang-undang tersebut secara
rasional
memberikan
perlindungan.
makna
Disamping
pentingnya
itu
pula,
lingkungan
jaminan
norma
hidup
tentang
memperoleh
hak
akses
masyarakat terhadap informasi, partisipasi, dan keadilan yang berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam dapat diatur secara
tegas dan rinci.
Hak-hak
atas
Lingkungan
Hidup
Sebagai
Implikasi
Perundang-
undangan
Lingkungan hidup sesuai dengan pengertian UUPPLH 2009 memasukkan
unsur manusia dan segala perilakunya, oleh sebab itu, manusia sebagai subjek
lingkungan hidup memiliki peranan vital yang meliputi hak dan kewajiban
maupun berperan serta atas kelangsungan lingkungan hidup, maka hukum
lingkungan akan senantiasa bersinggungan dengan hak-hak dasar manusia,
baik itu secara administratif
(mis: izin mendirikan bangunan/hak bertempat
tinggal), perdata (terkait hak untuk mendapatkan ganti kerugian), maupun
pidana Peran ini coba diangkat dalam rumusan pasal-pasal, baik oleh UULH
1997 maupun UUPLH 2009. Misalnya hak atas informasi lingkungan yang
merupakan konsekuensi logis dari dari hak berperan serta masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
Setelah UUPPLH 2009 diberlakukan, maka ada delapan hak yang diakui,
yaitu disamping kembali mengakomodasi
hak-hak yang ada pada undang-
undang sebelumnya, maka ditambahkan hak baru berupa ”hak untuk tidak
dapat dituntut secara pidana maupun perdata dalam memperjuangkan hak
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”
12
Hak-hak tersebut di atas dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis hak
yaitu13, pertama, hak substantive (substantive right to environmental quality)
yaitu berupa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, kedua ,hak
prosedural (procedural rights) yang leiputi; hak akses, hak partisipasi, dan hak
berperan serta.
Hak ini merupakan hak baru yang dirumuskan ke dalam UUPPLH 2009,
tepatnya pada Pasal 66 yang menegaskan bahwa Setiap orang yang
memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat
dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. 14 Salah satu hal yang
melatar belakangi penegasan pengakuan hak gugat ini dilatar belakangi oleh
berbagai kasus pelaporan pencemaran dan perusakan oleh masyarakat, yang
justru digugat balik oleh pihak yang diduga melakukan pencemaran dan
kerusakan. Hal ini jelas memberikan kesan traumatik pada masyarakat yang
hendak melaparkan adanya pencemaran atau kerusakan lingkungan.
Hak Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat Sebagai Hak Asasi
Manusia, dan Implementasinya dalam Kebijakan Pengelolaan
Lingkungan Hidup di Indonesia
Hak atas lingkungan yang baik dan sehat, dalam pemenuhannya
mencakup “lingkungan fisik” dan “lingkungan sosial”. Dalam Konvenan
Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) secara
eksplisit,
tema
“lingkungan
hidup”
dinyatakan
dalam
Pasal
12
yang
meruapakan salah satu bagian dari “hak setiap oraang untuk menikmati
standar kesehatan fisik dan mental yang paling tinggi yang dapat dicapai.”
Dalam pasal ini, sejumlah upaya yang seharusnya dilakukan Pemerintah untuk
memenuhi hak atas kesehatan, diantaranya “peningkatan semua aspek
kebersian (hygiene) industri dan lingkungan hidup”, (1) yang mencakup upaya
pencegahan wabah dan kecelakaan kerja; pencegahan dan pengurangan
CESCR menginterprestasikan hak atas kesehatan secara inklusif, tidak hanya
berkaitan
dengan
pelayanan
kesehatan,
tetapi
juga
faktor-faktor
yang
menopang kesehatan manusia, termasuk kondisi lingkungan dan pekerjaan
yang sehat. (2) Selanjutnya dalam standar hukum Internasional hak asasi
13 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011) hlm. 65
14 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 32 TAHUN 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
13
manusia, “hak atas lingkungan yang sehat” , dinyatakan dalam sejumlah
Komentar Umum yang di adopsi Komite yang dibentuk atas dasar perjanjian
Internasional (Konvenan dan Konvensi Internasional hak asasi manusia).
Keterkaitan kedua hak ini sangat jelas: lingkungan hidup yang sehat
merupakan salah satu faktor sosio-ekonomi
yang memunculkan kondisi
dimana masyarakat dapat menikmati hidup yang sehat15.
Kondisi
lingkungan
dan
kebijakan
pembangunan
saat
ini
sangat
berpengaruh terhadap hak untuk hidup, hak atas kesehatan, hak atas
pekerjaan dan pendidikan, hak atas informasi, berpartisipasi, dan mendapatkan
keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam, serta hak asasi lainnya.
Akibatnya masih banyak penduduk hidup dalam garis kemiskinan dimana
sebagian besar berada pada lingkungan hidup yang buruk. Di sisi lain,
degradasi
lingkungan
yang
disebabkan
oleh
aktivitas
ekonomi
yang
mengorbankan hak-hak sipil dan politik, seperti tidak adanya akses publik
terhadap
informasi,
partisipasi,
serta
kebebasan
untuk
berbicara
dan
berkumpul. Menurunnya kualitas lingkungan hidup, air, udara, maupun
kerusakan alam lainnya merupakan bumerang dan akan menimbulkan bencana
di kemudian hari. Tak dapat dihindari, rakyat yang pada akhirnya akan menjadi
korban.
Haruslah dipahami bahwa masalah lingkungan hidup bukan hanya
sebuah fenomena alam atau mungkin juga ketidakmampuan manajemen
belaka, tetapi berkaitan dengan masalah moral, etika dan kemanusiaan. Oleh
karena itu jika dikaji dari sisi manfaat kehidupan, maka sebuah kesadaran baru
mengenai pentingnya pemahaman tentang hak asasi di bidang lingkungan
hidup merupakan sebuah solusi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.
Dengan demikian sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhi dan
melindungi hak dasar rakyat Indonesia. Sifat eksploitatif pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun daerah, untuk mengejar pendapatan pemerintah
selama ini telah menjadikan rakyat kehilangan hak atas lingkungan hidup yang
bersih dan sehat yang merupakan bagian dari hak asasi rakyat.
15 A Patra, Hak atas Lingkungan yang Sehat:Prinsip dan Tanggungjawab Pemerintah, Artikel, Jakarta, 2008, hlm.1
14
C. PERAN
MASYARAKAT
DALAM
PENGELOLAAN
LINGKUNGAN
MENURUT BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009
Peran Masyarakat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Dalam kerangka peran masyarakat dan negara, maka untuk melindungi
hak atas lingkungan yang baik dan sehat, telah diterapkan oleh pemerintah
berbagai instrumen ekonomik lingkungan hidup. Instrumen-instrumen hukum
lingkungan yang berfungsi sebaga sarana pencegahan pencemaran lingkungan
akibat
pertambangan
meliputi:
Baku
Mutu
Lingkungan
(BML),
Analisis
Mengenai Dampak Ligkungan (AMDAL), Perizinan Lingkungan, Instrumen
Ekonomik dan Audit Lingkungan. Dalam prakteknya instrumen langsung yang
ada tersebut, belum mampu untuk mengendalikan pencemaran secara efektif.
Kamudian juga sangat dibutuhkan keterbukaan dari pemerintah. Keterbukaan
Pemerintah yang dimaksud adalah keterbukaan dalam prosedur yang meliputi
3 aspek penting yakni:
a) Kewajiban pemerintah untuk memberikan informasi;
b) Kemungkinan peran serta masyarakat dalam mengambil keputusan dan
c) Pengumuman keputusan pemerintah
Dalam kaitannya dengan peran serta masyarakat, Instruksi Menteri
Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 tentang Pembinaan LSM, yang dimaksud
LSM adalah organisasi atau lembaga yang dibentuk masyarakat, warga negara
RI secara suka rela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak dalam
bidang kegiatan tertentu yang di tetapkan oleh organisasi atau lembaga
sebagai
wujud
partisipasi
atau
peran
serta
masyarakat
dalam
upaya
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang menitikberatkan
kepada pengabdian secara swadaya.
Peran serta mempunyai makna terhadap perlindungan hukum preventif
bagi rakyat. Masyarakat dapat mengemukakan kepentingan-kepentingan
melalui keberatan, dengar pendapat, serta bentuk-bentuk peran serta lainnya.
Untuk itu perlu adanya kewajiban organ pemerintahan untuk memberikan
informasi dan hak rakyat untuk didengar.
Masalah yang sangat berpengaruh adalah perilaku manusia yang tidak
lagi menghargai alam dimana manusia adalah bagian dari alam dan kondisi
15
nyata di masyarakat contohnya dengan penebangan hutan yang tidak disertai
dengan penanaman kembali. Pembuangan limbah industri dan sampah rumah
tangga secara bebas tanpa memperdulikan implikasi dari perbuatan tersebut.
Lingkungan hidup merupakan persoalan kolektif yang membutuhkan partisipasi
semua komponen untuk mengurus dan mengelolanya. Semua komponen
tersebut harus memiliki “kemauan politik” untuk bersama-sama menjaga
kelestarian lingkungan hidup dari ulah tangan jahil dari para preman dan
penjahat lingkungan.
Hal di atas itu harus dibarengi dengan tindakan hukum yang tegas
terhadap pelaku kejahatan lingkungan hidup yang nyata-nyata telah terbukti
menyengsarakan banyak umat manusia. Keberadaan masyarakat akan efektif
sekali jika perannya dalam mengontrol pengelolaan lingkungan yang ada. Hak
masyarakat adalah:
a. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia.
b. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
c. Setiap orang berhak mengajukan usul dan keberatan terhadap rencana
usaha atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak
terhadap lingkungan hidup.
d. Setiap
orang
berhak
untuk
berperan
dalam
perlindungan
dan
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundangundangan.
e. Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup.
Di dalam pendekatan yang bersifat konsultatif ini meskipun anggota
masyarakat
yang
berkepentingan
mempunyai
hak
untuk
didengar
pendapatnya dan hak untuk diberi tau tetapi, keputusan akhir tetap ada di
tangan kelompok pembuat keputusan tersebut (pemrakarsa). Sedangkan
pendekatan partisipatif yang bersifat kemitraan lebih menghargai masyarakat
lokal dengan memberikan kedudukan dan posisi yang sama dengan kelompok
pengambil
keputusan.
Peran
masyarakat
terhadap
perlindungan
dan
16
pengelolaan lingkungan hidup mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi.
Peran Masyarakat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
a. Pengawasan sosial
Di
dalam
perwakilan maka
negara
Indonesia
yang
masyarakat dapat
menganut
sistem
demokreasi
menyampaikan aspirasinya
melalui
keterwakilannya dalam lembaga parlemen dalam ha ini Dewan Perwakilan
Rakyar (DPR) atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Parlemen atau
lembaga perwakilan rakyat mempunya 3 fungsi pokok yaitu:
1. Fungsi representasi (perwakilan)
2. Fungsi pengawasan (control)
3. Funsi pengaturan atau legislasi
Peran masyarakat dalam hal ini adalah lebih ke pada fungsi peraturan
atau legislasi karena keterwakilan di dalam lembaga perwakilan akan
menentukan perundang-undangan atau peraturan-peraturan yang akan dibuat.
b. Pemberian Saran, Pendapat, Usul, Keberatan, Pengaduan
Peran masyarakat dapat berupa pemberian saran dan pendapat terhadap
langkah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang telah dilakukan
oleh pemerintah atau lembaga lingkungan hidup. Apabila di kemudian hari
menimbulkan sengketa di antara masyarakat yang jeberatan atau melakukan
pengaduan maka penyeselesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh
melalui pengadilan atau diluar pengadilan
c. Penyampaian informasi dan/atau laporan
Masyarakat dapat segera menyampaikan informasi dan laporan berkaitan
dengan keadaan suatu lingkungan hidup kepada pemerintah atau organisasi
lingkungan hidup sehingga apabila terdapat permasalahan segera dapat
diupayakan perbaikan dan pencegahan kerusakan lingkungan hidup yang lebih
parah. Berangkat dari masing-masing individu untuk melakukan tindakan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup maka akan dalam satu
kelompok membawa dampak yang sangat besar bagi perbaikan lingkungan
tersebut. Mereka pantang melakukan perusakan terhadap alam karena dinilai
17
bisa menjadi ancaman besar bagi budaya mereka. Alam bukan hanya sekedar
sumber kehidupan melainkan juga sahabat dan guru yang telah mengajarkan
banyak hal bagi mereka. Kendala yang muncul dari masyarakat Indonesia
dalam kaitannya dalam lingkungan hidup adalah: (1) Budaya masyarakat; (2)
Moral masyarakat; (3) Pendidikan masyarakat; (4) Ekonomi masyarakat; (5)
Teknologi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konsepsi HAM sangatlah relevan bila kita nyatakan bahwa hak atas
lingkungan hidup termasuk bagian dari HAM secara kodrati yang merupakan
anugerah dari Tuhan kepada umat manusia dan sangat relevan juga apabila
teori ataupun ajaran tentang HAM dikaitkan dengan berbagai pelanggaran di
bidang lingkungan hidup, yang telah terjadi di hampir seluruh tatanan
kehidupan masyarakat.
Hukum lingkungan modern di Indonesia dimulai dari di undangkannya
Undang-undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, tanggal 11 Maret 1982 yang biasa disingkat
dengan sebutan UULH 1982. Selanjutnya pada tanggal 19 September 1997
digantikan oleh Undang-undang No. 23 Tahun 1997 dan kemudian UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun
2009 disingkat dengan UUPPLH.
Instrumen-instrumen hukum lingkungan yang berfungsi sebaga sarana
pencegahan pencemaran lingkungan akibat pertambangan meliputi: Baku Mutu
Lingkungan (BML), Analisis Mengenai Dampak Ligkungan (AMDAL), Perizinan
Lingkungan, Instrumen Ekonomik dan Audit Lingkungan. Dalam prakteknya
instrumen langsung yang ada tersebut, belum mampu untuk mengendalikan
pencemaran secara efektif. Kamudian juga sangat dibutuhkan keterbukaan dari
18
pemerintah. Keterbukaan Pemerintah yang dimaksud adalah keterbukaan
dalam prosedur yang meliputi 3 aspek penting yakni:
a) Kewajiban pemerintah untuk memberikan informasi;
b) Kemungkinan peran serta masyarakat dalam mengambil keputusan dan
c) Pengumuman keputusan pemerintah
Keberadaan
masyarakat
akan
efektif
sekali
jika
perannya
dalam
mengontrol pengelolaan lingkungan yang ada. Hak masyarakat adalah:
f. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia.
g. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
h. Setiap orang berhak mengajukan usul dan keberatan terhadap rencana
usaha atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak
terhadap lingkungan hidup.
i. Setiap
orang
berhak
untuk
berperan
dalam
perlindungan
dan
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundangundangan.
j. Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup.
Kemudian
adanya
peran
masyarakat
dalam
perlindungan
dan
pengelolaan lingkungan hidup, yaitu: (1) adanya pengawasan sosial; (2)
pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; (3) penyampaian
informasi atau laporan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Adolf, Huala. Aspek-aspek Negara Dalam Hukum Internasional. Jakarta:
Rajawali Pers, 1990.
Nickel, James W. Making Sense of Human Rights Philosophical Reflection
on the Universal Declaration of Human Rights. Alih bahasa: Titi S. Dan
Eddy Arini. Jakarta: Gramedia, 1996.
Asplund, Knut D, dkk (Penyunting). Hukum Hak Azasi Manusia. Jogyakarta:
PUSHAM UII, 2008.
Saleh, M. Ridha. Ecocide Politik Kejahatan Lingkungan Hidup dan
Pelanggaran hak Asasi
Manusia. Jakarta: Walhi, 2005.
Keraf, Sonny. Hukum Kodrat dan Teori Hak Milik Pribadi. Yogyakarta:
Kanisius, 1997.
20
Subhi Mahmassani, Konsep Dasar Hak-hak Asasi Manusia, Suatu
Perbandingan Dalam Syariat Islam dan Perundang-undangan Modern.
Jakarta: Tinta Mas, 1993.
Rahmadi, Takdir. Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011.
Agung Wardana, Perusakan Lingkungan Sebagai Pelanggaran HAM, Artikel,
2007.
Patra, A. Hak atas Lingkungan yang Sehat:Prinsip dan Tanggungjawab
Pemerintah. Artikel. Jakarta, 2008.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 32 TAHUN 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
http://www.scribd.com/doc/75836152/Uupplh-No-32-Tahun-2009, diakses
tanggal 21 Oktober 2017.
21