PERBEDAAN ANTARA ILMU DAN (1)
PERBEDAAN ANTARA ILMU DAN PENGETAHUAN |
Juli 22, 2009
PERBEDAAN
ANTARA
ILMU
DAN
PENGETAHUAN
Oleh:
Ading
Nashrulloh
Kesadaran manusia secara garis besar terbagi atas tiga dimensi yang amat penting.
Pengalaman, perasaan dan pengetahuan. Ketiga dimensi itu berbeda secara substantif tetapi
sangat saling berkaitan.
Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh manusia atau hasil pekerjaan manusia menjadi
tahu. Pengetahuan itu merupakan milik atau isi pikiran manusia yang merupakan hasil dari
proses usaha manusia untuk tahu. Dalam perkembangannya pengetahuan manusia
berdiferensiasi menjadi empat cabang utama, filsasat, ilmu, pengetahuan dan wawasan.
Untuk melihat perbedaan antara empat cabang itu, saya berikan contohnya: Ilmu kalam
(filsafat), Fiqih (ilmu), Sejarah Islam (pengetahuan), praktek Islam di Indonesia (wawasan).
Bahasa, matematika, logika dan statistika merupakan pengetahuan yang disusun secara
sistematis, tetapi keempatnya bukanlah ilmu. Keempatnya adalah alat ilmu.
Setiap ilmu (sains) adalah pengetahuan (knowledge), tetapi tidak setiap pengetahuan adalah
ilmu. Ilmu adalah semacam pengetahuan yang telah disusun secara sistematis. Bagaimana
cara menyusun kumpulan pengetahuan agar menjadi ilmu? Jawabnya pengetahuan itu harus
dikandung dulu oleh filsafat , lalu dilahirkan, dibesarkan dan diasuh oleh matematika, logika,
bahasa, statistika dan metode ilmiah. Maka seseorang yang ingin berilmu perlu memiliki
pengetahuan yang banyak dan memiliki pengetahuan tentang logika, matematika, statistika
dan bahasa. Kemudian pengetahuan yang banyak itu diolah oleh suatu metode tertentu.
Metode itu ialah metode ilmiah. Pengetahuan tentang metode ilmiah diperlukan juga untuk
menyusun pengetahuan-pengetahuan tersebut untuk menjadi ilmu dan menarik pengetahuan
lain yang dibutuhkan untuk melengkapinya.
Untuk bepengetahuan seseorang cukup buka mata, buka telinga, pahami realitas, hafalkan,
sampaikan. Adapun untuk berilmu, maka metodenya menjadi lebih serius. Tidak sekedar
buka mata, buka telinga, pahami realitas, hafalkan, sampaikan, secara serampangan.
Seseorang yang ingin berilmu, pertama kali ia harus membaca langkah terakhir manusia
berilmu, menangkap masalah, membuat hipotesis berdasarkan pembacaan langkah terakhir
manusia berilmu, kemudian mengadakan penelitian lapangan, membuat pembahasan secara
kritis dan akhirnya barulah ia mencapai suatu ilmu. Ilmu yang ditemukannya sendiri.
Apa maksud “membaca langkah terakhir manusia berilmu” ? Postulat ilmu mengatakan
bahwa ilmu itu tersusun tidak hanya secara sistematis, tetapi juga terakumulasi disepanjang
sejarah manusia. Tidak ada manusia, bangsa apapun yang secara tiba-tiba meloncat
mengembangkan suatu ilmu tanpa suatu dasar pengetahuan sebelumnya. Katakanlah bahwa
sebelum abad renaisansi di Eropa, bangsa Eropa berada dalam kegelapan yang terpekat.
Karena larut dalam filsafat skolastik yang mengekang ilmu dan peran gereja. Para ilmuwan
dan para filsafat abda itu tentu memiliki guru-guru yang melakukan pembacaan terhadap
mereka tentang sampai batas terakhir manusia berilmu di zaman itu. Ilmu kimia abad modern
sekarang adalah berpijak pada ilmu kimia, katakanlah abad 10 masehi yang berada di tangan
orang-orang Islam. Dan ilmu kimia di abad 10 masehi itu tentu bepijak pula pada ilmu kimia
abad 3500 tahun sebelum masehi, katakanlah itu misalanya dari negri dan zaman firaun.
Jadi seseorang yang ingin berilmu manajemen, misalnya, maka ia harus mengumpulkan dulu
pengetahuan-pengetahuan mnajemen yang telah disusun sampai hari kemarin oleh para ahli
ilmu tersebut dan merentang terus kebelakang sampai zaman yang dapat dicapai oleh
pengetahuan sejarah.
Cara praktis, cepat, kompatibel, kredibel, aksesibel, dan lain-lain bel positif lainnya, untuk
berilmu ialah dengan sekolah formal, dari SD hingga S3. Beruntunglah kawan-kawan yang
bisa meraih gelar sarjana. Gelar magister dan seterusnya. Memang sekalipun gelar sudah s3
tapi koq masih terasa haus juga terhadap ilmu. Itu karena ilmu yang ada pada dirinya
sebenarnya barus sedikit dari khazanah ilmu yang pernah disusun manusia, sedang disusun,
dan apalagi jika dibanding dengan ilmu di masa depan sampai haru kiamat nanti.
Juli 22, 2009
PERBEDAAN
ANTARA
ILMU
DAN
PENGETAHUAN
Oleh:
Ading
Nashrulloh
Kesadaran manusia secara garis besar terbagi atas tiga dimensi yang amat penting.
Pengalaman, perasaan dan pengetahuan. Ketiga dimensi itu berbeda secara substantif tetapi
sangat saling berkaitan.
Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh manusia atau hasil pekerjaan manusia menjadi
tahu. Pengetahuan itu merupakan milik atau isi pikiran manusia yang merupakan hasil dari
proses usaha manusia untuk tahu. Dalam perkembangannya pengetahuan manusia
berdiferensiasi menjadi empat cabang utama, filsasat, ilmu, pengetahuan dan wawasan.
Untuk melihat perbedaan antara empat cabang itu, saya berikan contohnya: Ilmu kalam
(filsafat), Fiqih (ilmu), Sejarah Islam (pengetahuan), praktek Islam di Indonesia (wawasan).
Bahasa, matematika, logika dan statistika merupakan pengetahuan yang disusun secara
sistematis, tetapi keempatnya bukanlah ilmu. Keempatnya adalah alat ilmu.
Setiap ilmu (sains) adalah pengetahuan (knowledge), tetapi tidak setiap pengetahuan adalah
ilmu. Ilmu adalah semacam pengetahuan yang telah disusun secara sistematis. Bagaimana
cara menyusun kumpulan pengetahuan agar menjadi ilmu? Jawabnya pengetahuan itu harus
dikandung dulu oleh filsafat , lalu dilahirkan, dibesarkan dan diasuh oleh matematika, logika,
bahasa, statistika dan metode ilmiah. Maka seseorang yang ingin berilmu perlu memiliki
pengetahuan yang banyak dan memiliki pengetahuan tentang logika, matematika, statistika
dan bahasa. Kemudian pengetahuan yang banyak itu diolah oleh suatu metode tertentu.
Metode itu ialah metode ilmiah. Pengetahuan tentang metode ilmiah diperlukan juga untuk
menyusun pengetahuan-pengetahuan tersebut untuk menjadi ilmu dan menarik pengetahuan
lain yang dibutuhkan untuk melengkapinya.
Untuk bepengetahuan seseorang cukup buka mata, buka telinga, pahami realitas, hafalkan,
sampaikan. Adapun untuk berilmu, maka metodenya menjadi lebih serius. Tidak sekedar
buka mata, buka telinga, pahami realitas, hafalkan, sampaikan, secara serampangan.
Seseorang yang ingin berilmu, pertama kali ia harus membaca langkah terakhir manusia
berilmu, menangkap masalah, membuat hipotesis berdasarkan pembacaan langkah terakhir
manusia berilmu, kemudian mengadakan penelitian lapangan, membuat pembahasan secara
kritis dan akhirnya barulah ia mencapai suatu ilmu. Ilmu yang ditemukannya sendiri.
Apa maksud “membaca langkah terakhir manusia berilmu” ? Postulat ilmu mengatakan
bahwa ilmu itu tersusun tidak hanya secara sistematis, tetapi juga terakumulasi disepanjang
sejarah manusia. Tidak ada manusia, bangsa apapun yang secara tiba-tiba meloncat
mengembangkan suatu ilmu tanpa suatu dasar pengetahuan sebelumnya. Katakanlah bahwa
sebelum abad renaisansi di Eropa, bangsa Eropa berada dalam kegelapan yang terpekat.
Karena larut dalam filsafat skolastik yang mengekang ilmu dan peran gereja. Para ilmuwan
dan para filsafat abda itu tentu memiliki guru-guru yang melakukan pembacaan terhadap
mereka tentang sampai batas terakhir manusia berilmu di zaman itu. Ilmu kimia abad modern
sekarang adalah berpijak pada ilmu kimia, katakanlah abad 10 masehi yang berada di tangan
orang-orang Islam. Dan ilmu kimia di abad 10 masehi itu tentu bepijak pula pada ilmu kimia
abad 3500 tahun sebelum masehi, katakanlah itu misalanya dari negri dan zaman firaun.
Jadi seseorang yang ingin berilmu manajemen, misalnya, maka ia harus mengumpulkan dulu
pengetahuan-pengetahuan mnajemen yang telah disusun sampai hari kemarin oleh para ahli
ilmu tersebut dan merentang terus kebelakang sampai zaman yang dapat dicapai oleh
pengetahuan sejarah.
Cara praktis, cepat, kompatibel, kredibel, aksesibel, dan lain-lain bel positif lainnya, untuk
berilmu ialah dengan sekolah formal, dari SD hingga S3. Beruntunglah kawan-kawan yang
bisa meraih gelar sarjana. Gelar magister dan seterusnya. Memang sekalipun gelar sudah s3
tapi koq masih terasa haus juga terhadap ilmu. Itu karena ilmu yang ada pada dirinya
sebenarnya barus sedikit dari khazanah ilmu yang pernah disusun manusia, sedang disusun,
dan apalagi jika dibanding dengan ilmu di masa depan sampai haru kiamat nanti.