MAKALAH EKONOMI DAN KEUNGAN SYARIAH

MAKALAH EKONOMI DAN KEUNGAN SYARIAH

DISUSUN OLEH:
HANA MUTIARADINA

B1012161002

PRODI ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN A SORE

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK

KATA PENGANTAR

2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................

1. LATAR BELAKANG ......................................................................................................
2. RUMUSAN MASALAH..................................................................................................
3. TUJUAN...........................................................................................................................
BAB 11 PEMBAHASAN ............................................................................................................
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM ..........................................................................
PERBEDAAN SISTEM EKONOMI................................................................................
KEPEMILIKAN HARTA .................................................................................................
PRODUKSI & KONSUMSI DALAM ISLAM................................................................
JUAL BELI (AKAD &JUAL BELI TERLARANG )......................................................
LEMBAGA KEUANGAN ...............................................................................................

SISTEM PEMBIAYAAN .................................................................................................
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN DALAM ISLAM ............................
PERKEMBANGAN PEMKIRAN EKONOMI ISLAM..................................................

BAB III PENUTUP ......................................................................................................................
1. KESIMPULAN.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

3

A. LATAR BELAKANG
Ekonomi syariah merupakan ekonomi ilahia yang berdasarkan prinsip-prinsip ketuhanan
yang landasannya Al-Qur’an dan hadits, walaupun kepemilikan individu tetap di akui tadi itu
sepanjang tidak kepentingan orang lain dan bersifat pengabdian inilah merupakan solusi untuk
menghadapi sistem ekonomi kapitalis yang telah membelenggu kota, dengan mengakui ekonomi
syariah karena ketika suatu ideologi ingin diruntuhkan maka karena juga di lawan dengan
ideologis. menurut Adam Smith yang merupakan cikal bakal munculnya ekonomi kapitalis,

secara individu misalnya pemilikan barang secara individual, ekonomi negara menurut kapitalis
yaitu teori pasal murni paham ini bahwa pemerintah tidak boleh mengetahui yang di sebut
invisible hadn dianggap memadai untuk mengatur perekonomian dengan hasil memuaskan
semua orang, jika setiap orang dibiarkan mengejar kepentingan masing-masing maka tanpa
disadari keinginan setiap orang terpenuhi dengan sendirinya dan akan tercapai kesejahteraan
umum, yaitu adanya tangan yang mengatur perekonomian tanpa campur tangan pemerintah.
Diramalkan oleh Karl Marx bahwa kapitalis akan runtuh dengan adanya perlawanan buruh
terhadap perusahaan besar sehingga tidak ada kepemilikan individu yaitu pemilikan secara
kolektif atau berubah sosialis (komuis) ternyata kebalik apa yang diramalkan Karl Marx ternyata
kapitalisme berubah bentuk melahirkan metabolisme yang akan mengancam dunia, akan
menimbulkan demografi, menghambat perkembangan suatu negara karena modal pertama,
penguasa barang secara individual, ataupun perusahaan, maka akan melahirkan imperialisme
karena imperialisme tidak cocok dengan masa sekarang maka muncul penjajahan baru yang
disebut neoliberalisme dimana 80% kekayaan dunia di kuasai oleh perusahaan besar yang selalu
mengintrofened suatu negara yang dikuasainya karena terlilit utang.
B.
1.
2.
3.
4.

C.
1.
2.
3.
4.
5.

Rumusan Masalah
Bagaimanakah ekonomi syariah
Bagaimana sistem ekonomi kapitalis
Bagaimana sistem ekonomi sosialis
Perbandingan antara ekonomi syariah dan kapitalis
Tujuan Penulisan
Mengetahui apa itu pengertian ekonomi dan pendidikan
Mengetahui prinsip dasar ekonomi syariah
Mengetahui ciri khas ekonomi syariah
Memberi pengetahuan baru tentang bank syariah dan mengapa harus bank syariah
Memberi pengetahuan ke masyarakat luas tentang ekonomi syariah

4


BAB II
PEMBAHASAN
1. PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM
1. Pendahuluan

5

Ada tiga sistem ekonomi yang dikenal di dunia, yaitu Sistem ekonomi Sosialis/komunis,
Sistem ekonomi Kapitalis, dan Sistem ekonomi Islam.Masing-masing sistem ini mempunyai
karakteristik.
Pertama, Sistem ekonomi Sosialis/komunis.Paham ini muncul sebagai akibat dari paham
kapitalis yang mengekploitasi manusia, sehingga negara ikut campur cukup dalam dengan
perannya yang dangat dominan.Akibatnya adalah tidak adanya kebebasan dalam melakukan
aktivitas ekonomi bagi individu-individu, melainkan semanya untuk kepentingan bersama,
sehingga

tidak

diakuinya


kepemilikan

pribadi.Negara

bertanggung

jawab

dalam

mendistribusikan sumber dan hasil produksi kepada seluruh masyarakat.
Kedua, Sistem ekonomi Kapitalis. Berbeda dengan sistem komunis, sistem ini sangat
bertolak belakang dengan sistem Sosialis/Komunis, di mana negara tidak mempunyai peranan
utama atau terbatasdalamperekonomian.Sistem ini sangat menganut sistem mekanisme pasar.
Sistem ini mengakui adanya tangan yang tidak kelihatan yang ikut campur dalam mekanisme
pasar apabila terjadi penyimpangan (invisible hand). Yang menjadi cita-cita utamanya adalah
adanya pertumbuhan ekomomi, sehingga setiap individu dapat melakukan kegiatan ekonomi
dengan diakuinya kepemilikan pribadi.
Ketiga, Sistem ekonomi Islam.Sistem ekonomi Islam hadir jauh lebih dahulu dari kedua

sistem yang dimaksud di atas, yaitu pada abad ke 6, sedangkan kapitalis abad 17, dan sosialis
abad 18. Dalam sistem ekonomi Islam, yang ditekankan adalah terciptanya pemerataan distribusi
pendapatan, seperti terecantum dalam surat Al-Hasyr ayat 7.
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda)
yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anakanak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan
beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu,
Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
2. Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi konvensional ditinjau dari moral dan etika

6

Menurut Qardhawi1 sitem ekonomi Islam tidak berbeda dengan sistem ekonomi
laiannya, dari segi bentuk, cabang, rincian, dan cara pengaplikasian yang beraneka ragam., tapi
menyangkut gambaran global yang mencakup pokok-pokok petunjuk, kaidah-kaidah pasti,
arahan-arahan prinsip yang juga mencakup sebagian cabang penting yang bersifat spesifik ada
perbedaannya.Hal itu karena sistem Islam selalu menetapkan secara global dalam masalahmasalah yang mengalami perubahan karena perubahan lingkungan dan zaman.Sebaliknya
menguraikan secara rinci pada masalah-masalah yang tidak mengalami perubahan.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa Islam merupakan sistem kehidupan yang bersifat
kompreshensif, yang mengatursemua aspek, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik

maupun yang bersifat spiritual.
Dalam menjalankan kehidupan ekonomi, tentu Allah telah menetapkan aturan-aturan
yang merupakan batas-batas prilaku manusia sehingga menguntungkan suatu individu tanpa
merugikan individu yang lain.Perilaku inilah yang harus diawasi dengan ditetapkannya aturanaturan yang berlandaskan aturan Islam, untukmengarahkan individu sehingga mereka secara baik
melaksanakan aturan-aturan dan mengontrol dan mengawasi berjalannya aturan-aturan itu.
Hal yang berbeda dengan sistem ekonomi yang lainnya adalah terletak pada aturan moral
dan etika ini.Aturan yang dibentuk dalam ekonomi islam merupakan aturan yang bersumber
pada kerangka konseptual masyarakat dalam hubungannya dengan Kekuatan Tertinggi (Tuhan),
kehidupan, sesama manusia, dunia, sesama makhluk dan tujuan akhir manusia.Sedangkan pada
sistem yang lain tidak terdapat aturan-aturan yang menetapkan batas-batas prilaku manusia
sehingga dapat merugikan satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya.
Beberapa aturan dalam ekonomi islam adalah sebagai berikut :
a) Segala sesuatunya adalah milik Allah, manusia diberi hak untuk memanfaatkan segala
sesuatu yang ada di muka bumi ini sebagai khalifah atau pengemban amanat Allah, untuk
mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya
dari barang-barang ciptaan Allah.
b) Allah telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap prilaku manusia sehingga
menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya.
c) Semua manusia tergantung pada Allah, sehingga setiap orang bertanggung jawab atas
pengembangan masyarakat dan atas lenyapnya kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi.

7

d) Status kekalifahan berlaku umum untuk setiap manusia, namun tidak berarti selalu punya
hak yang sama dalam mendapatkan keuntungan. Kesamaan hanya dalam kesempatan,dan
setiap individu dapat menikmati keuntungan itu sesuai dengan kemampuannya.
e) Individu-individu memiliki kesamaan dalam harga dirinya sebagai manusia. Hak dan
kewajiban ekonomi individu disesuaikan dengan kemampuan-kemampuan yang
dimilikinya dan dengan peranan-peranan normatif masing-masing dalam struktur sosial.
f) Dalam Islam, bekerja dinilai sebagai kebaikan dan kemalasan dinilai sebagai
kejahatan.Ibadah yang paling baik adalah bekerja dan pada saat yang sama bekerja
merupakan hak dan sekaligus kewajiban.
g) Kehidupan adalah proses dinamis menuju peningkatan. Allah menyukai orang yang bila
dia mengerjakan sesuatu melakukannya dengan cara yang sangat baik.
h) Jangan membikin mudarat dan jangan ada mudarat.
i) Suatu kebaikan dalam peringkat kecil secara jelas dirumuskan.Setiap muslim dihimbau
oleh sistem etika (akhlak) Islam untuk bergerak melampaui peringkat minim dalam
beramal saleh.

3. Prinsip-prinsip dalam Ekonomi Islam
Thomas Khun menyatakan bahsa setiap sistem ekonomi mempunyai inti paradigma. Inti

paradigma ekonomi Islambersumber dari Al-Quran dan Sunnah.Ekonomi Islam mempunyai sifat
dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani.Disebut Ekonomi Rabbani karena sarat dengan
arahan dan nilai-nilai Ilahiyah. Sedangkan ekonomi Insani karena ekonomi ini dilaksanakan dan
ditujukan untuk kemakmuran manusia. (Qardhawi).
Menurut Yusuf Qardhawi (2004), ilmu ekonomi Islam memiliki tiga prinsip dasar yaitu
tauhid, akhlak, dan keseimbangan. Dua prinsip yang pertama kita sama-sama tahu pasti tidak ada
dalam landasan dasar ekonomi konvensional. Prinsip keseimbangan pun, dalam praktiknya,
justru yang membuat ekonomi konvensional semakin dikritik dan ditinggalkan orang. Ekonomi
islam dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi Insani karena sistem ekonomi ini dilaksanakan
dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.Sedangkan menurut Chapra, disebut sebagai ekonomi
Tauhid.Keimanan mempunyai peranan penting dalam ekonomi Islam, karena secara langsung
akan mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup,
selera,dan

preferensi

manusia,

sikap-sikap


terhadap

manusia,

sumber

daya

dan

lingkungan.Saringan moral bertujuan untuk menjaga kepentingan diri tetap berada dalam batas8

batas kepentingan sosial dengan mengubah preferensi individual seuai dengan prioritas sosial
dan menghilangkan atau meminimalisasikan penggunaan sumber daya untuk tujuan yang akan
menggagalkan visi sosial tersebut, yang akan meningkatkan keserasian antara kepentingan diri
dan kepentingan sosial.(Nasution dkk)
Dengan mengacu kepada aturan Ilahiah, maka setiap perbuatan manusia mempunyai nilai
moral dan ibadah. Pada paham naturalis, sumber daya menjadi faktor terpenting dan pada pada
paham monetaris menempatkan modal financial sebagai yang terpenting.Dalam ekomoni Islam
sumber daya insanilah yang terpenting.
Karasteristik Ekonomi Islam bersumber pada Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas
pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas
akidah, akhlak, dan asas hukum (muamalah).
Ada beberapa Karasteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Alilmiah wa al-amaliyah al-islamiyah yang dapat diringkas sebagai berikut:
a) Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta
Karasteristik pertama ini terdiri dari 2 bagian yaitu :
Pertama, semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah Swt, firman Q.S. AlBaqarah, ayat 284 dan Q.S.Al –Maai’dah ayat17.
Kedua, manusia adalah khalifah atas harta miliknya.Sesuai dengan firman Allah dalam QS. AlHadiid ayat 7.
Selain itu terdapat sabda Rasulullah SAW, yang juga mengemukakan peran manusia sebagai
khalifah, diantara sabdanya ”Dunia ini hijau dan manis”.Allah telah menjadikan kamu khalifah
(penguasa) didunia. Karena itu hendaklah kamu membahas cara berbuat mengenai harta di dunia
ini. Dapat disimpulkan bahwa semua harta yang ada ditangan manusia pada hakikatnya milik
Allah, akan tetapi Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya.
Sesungguhnya Islam sangat menghormati milik pribadi, baik itu barang- barang konsumsi
ataupun barang- barang modal. Namun pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan

9

kepentingan orang lain. Jadi, kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik
sesungguhnya adalah Allah SWT.
Pada QS.an-Najm ayat 31 dan Firman Allah SWT. dalam QS. An-Nisaa ayat 32 dan QS. AlMaa’idah ayat 38. jelaslah perbedaan antara status kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam
dengan sistem ekonomi yang lainnya. Dalam Islam kepemilikan pribadi sangat dihormati walau
hakekatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
orang lain dan tentu saja tidak bertentangan pula dengan ajaran Islam. Sementara dalam sistem
kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak dan pemanfaatannya pun bebas.sedangkan dalam sistem
sosialis justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak diakui, yang ada kepemilikan oleh negara.
b) Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (hukum), dan Moral
Diantara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam (yafie, 2003: 41-42) adalah: larangan
terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkankerugian atas harta orang
lain atau kepentingan masyarakat, larangan melakukan penipuan dalam transaksi, larangan
menimbun emas dan perak atau sarana- sarana moneter lainnya, sehinggamencegah peredaran
uang, larangan melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan individu dalam masyarakat.
c) Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
Beberapa ahli Barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap Islam. Mereka menyatakan bahwa
Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka diri). Selain itu para ahli
tersebut menyatakan Islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan (mementingkan segi
akhirat) dan sekularitas (segi dunia).Sesungguhnya Islam tidak memisahkan antara kehidupan
dunia dan akhirat.
d) Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan
Kepentingan umum
Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah, Islam tidak mengakui hak mutlak dan
kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan- batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak
milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara batasan- batasan yang
ditetapkan dalam sistem Islam untuk kepemilikan individu dan umum. Kegiatan ekonomi yang

10

dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan
mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum.
e) Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam
Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik secara
perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh
melanggar aturan- aturan yang telah digariskan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadis.
Dengan demikian kebebasan tersebut sifatnya tidak mutlat.
Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan sistem ekonomi kapitalis
maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan individu dalam berekonomi tidak dibatasi normanorma ukhrawi, sehingga tidak ada urusan halal atau haram. Sementara dalam sosialis justru
tidak ada kebebasan sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat diatur dan
ditujukan hanya untuk negara.
f) Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian
Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan
masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam
negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari negara lain. Negara juga berkewajiban
memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.
Peran negara dalam perekonomian pada sistem Islam ini jelas berbeda dengan sistem kapitalis
yang sangat membatasi peran negara. Sebaliknya juga berbeda dengan sistem sosialis yang
memberikan kewenangan negara untuk mendominasi perekonomian secara mutlak.
g) Bimbingan Konsumsi
Islam melarang orang yang suka kemewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum karena
kekayaan, sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Israa ayat 16 :
h) Petunjuk Investasi

11

Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu’ah Al-ilmiyahwa-al
amaliyah al-islamiyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan
pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu:






Proyek yang baik menurut Islam.
Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.
Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.
Memelihara dan menumbuhkembangkan harta.
Melindungi kepentingan anggota masyarakat.

i) Zakat
Zakat adalah salah satu karasteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak terdapat dalam
perekonomian lain. Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada
pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir,
dengki, dan dendam.
j) Larangan Riba
Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu sebagai
fasilitas transaksi dan alat penilaian barang. Diantara faktor yang menyelewengkan uang dari
bidangnya yang normal adalah bunga (riba). Ada beberapa pendapat lain mengenai karasteristik
ekonomi Islam, diantaranya dikemukakan oleh Marthon (2004,27-33). Menurutnya hal- hal yang
membedakan ekonomi Islam secara operasional dengan ekonomi sosialis maupun kapitalis
adalah :




Dialektika Nilai –nilai Spritualisme dan Materialisme
Kebebasan berekonomi
Dualisme Kepemilikan

2. PERBEDAAN SISTEM EKONOMI
Secara garis besar, di dunia ini pernah dikenal dua macam sistem ekonomi, yakni: sistem
ekonomi liberal atau kapitalis; sistem ekonomi sosialis.
1. Sistem Ekonomi Kapitalisme

12

Sistem ekonomi kapitalis mengakui pemilikan individual atas sumber daya-sumber daya
ekonomi atau faktor-faktor produksi. Setidak-tidaknya, terdapat keleluasaan yang sangat longgar
bagi orang perorangan dalam atau untuk memiliki sumber daya. Kompetisi antar individu dalam
memenuhi kebutuhan hidup, persaingan antarbadan usahan dalam meraih keuntungan, sangat
dihargai. Tidak ada batasan atau kekangan bagi orang perorangan dalam menerima imbalan atas
prestasi kerjanya. Prinsip “keadilan” yang dianut oleh sistem ekonomi kapitalis adalah “setiap
orang menerima imbalan berdasarkan prestasi kerjanya”. Campur tangan pemerintah dalam
sistem ekonomi kapitalis sangat minim. Pemerintah lebih berkedudukan sebagai “pengamat” dan
“pelindung” perekonomian.
Sistem kapitalis sebagai pengganti sistem komunis memberikan dampak yang sangat
buruk bagi perkembangan perekonomian dunia. Kapitalis berasal dari kata capital, secara
sederhana dapat diartikan sebagai ‘modal’. Didalam sistem kapitalis, kekuasaan tertinggi
dipegang oleh pemilik modal, dimana dalam perekonomian modern pemilik modal dalam suatu
perusahaan merupakan para pemegang saham.
Pemegang saham sebagai pemegang kekuasaan tertinggi disebuah perusahaan akan
melimpahkan kekuasaan tersebut kepada top manajemen yang diangkat melalui Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Tidak jarang dalam suatu perusahaan pemegang saham terbesar atau
mayoritas dapat merangkap sebagai top manajemen.
Hal ini secara tidak lansung akan meyebabkan top manajemen bekerja untuk kepentingan
pemegang saham dan bukan untuk kepentingan karyawan atau buruh yang juga merupakan
bagian dari perusahaan, karena mereka diangkat dan diberhentikan oleh pemegang saham
melalui RUPS.
Kapitalisme dapat dikatakan memiliki lima ciri-ciri menonjol dibawah ini:
a. Ia menganggap ekspansi kekayaan yang dipercepat dan produksi yang maksimal serta
pemenuhan “keinginan” (want) menurut preferensi individual sebagai sangat esensial
bagi kesejahteraan manusia.
b. Ia menganggap bahwa kebebasan individu yang tak terhambat dalam mengaktualisasikan
kepentingan diri sendiri dan kepemelikan atau pengelolaan kekayaan pribadi sebagai
suatu hal yang sangat penting bagi inisiatif individu.
13

c. Ia berasumsi bahwa inisiatif individual ditambah dengan pembuatan keputusan yang
terdesentralisasi dalam suatu pasar kompetitif sebagai syarat untuk mewujudkan efisiensi
optimum dalam alokasi sumber daya.
d. Ia tidak mengakui pentingnya peran pemerintah atau penilaian kolektif, baik dalam
efisiensi alokatif maupun pemerataan distributive.
e. Ia mengklaim bahwa melayani kepentingan diri sendiri (self interest) oleh setiap individu
secara otomatis melayani kepentingan sosial kolektif.
Dalam sistem perokonomian ini juga terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan dari sistem kapitalisme :
a. Lebih efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan distribusi barang-barang.
b. Kreativitas masyarakat menjadi tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal
yang terbaik dirinya.
c. Pengawasan politik dan sosial minimal, karena tenaga waktu dan biaya yang diperlukan
lebih kecil.
Kelemahan dari sistem kapitalisme :
a. Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak sempurna dan persaingan
monopolistik.
b. Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara efisien, karena adanya faktorfaktor eksternalitas (tidak memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain).
2. Sistem Ekonomi Sosialisme.
Dalam sistem ekonomi sosialis, sumber daya ekonomi atau factor produksi diklaim
sebagai milik negara. Sistem ini lebih menekankan pada kebersamaan masyarakat dalam
menjalankan dan memaukan perekonomian. Imbalan yang diterima berdasarkan pada
kebutuhannya, bukan berdasarkan asa yang dicurahkan. Prinsip “keadilan” yang dianut oleh
sistem ekonomi sosialis ialah “setiap orang menerima imbalan yang sama”. Dalam sistem
ekonomi sosialis, campur tangan pemerintah sangat tinggi. Justru pemerintahlah yang
menentukan dan merencanakan tiga persoalan pokok ekonomi (what, how, for whom).
Sistem ekonomi sosialisme sebenarnya cukup sederhana. Berpijak pada konsep Karl
Marx tentang penghapusan kepimilikan hak pribadi, prinsip ekonomi sosialisme menekankan

14

agar status kepemilikan swasta dihapuskan dalam beberapa komoditas penting dan menjadi
kebutuhan masyarakat banyak, seperti air, listrik, bahan pangan, dan sebagainya.
Adapun cirri dari sistem sosialis adalah sebagai berikut:
a. Lebih mengutamakan kebersamaan (kolektivisme).
 Masyarakat dianggap sebagai satu-satunya kenyataan sosial, sedang individu-individu
fiksi belaka.
 Tidak ada pengakuan atas hak-hak pribadi (individu) dalam sistem sosialis.
b. Peran pemerintah sangat kuat.
 Pemerintah bertindak aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga tahap
pengawasan.
 Alat-alat produksi dan kebijaksanaan ekonomi semuanya diatur oleh negara.
c. Sifat manusia ditentukan oleh pola produksi.
 Pola produksi (aset dikuasai masyarakat) melahirkan kesadaran kolektivisme (masyarakat


sosialis).
Pola produksi (aset dikuasai individu) melahirkan kesadaran individualisme (masyarakat
kapitalis).

Adapun kelebihan serta kelemahan dari sistem sosialis adalah sebagai berikut:
Kelebihan Sistem Sosialis.


Disediakannya kebutuhan pokok.

Setiap warga Negara disediakan kebutuhan pokoknya, termasuk makanan dan minuman,
pakaian, rumah, kemudahan fasilitas kesehatan, serta tempat dan lain-lain. Setiap individu
mendapatkan pekerjaan dan orang yang lemah serta orang yang cacat fisik dan mental berada
dalam pengawasan Negara.


Didasarkan perencanaan Negara.

Semua pekerjaan dilaksanakan berdasarkan perencanaan Negara Yang sempurna, diantara
produksi dengan penggunaannya. Dengan demikian masalah kelebihan dan kekurangan dalam
produksi seperti yang berlaku dalam System Ekonomi Kapitalis tidak akan terjadi.


Produksi dikelola oleh Negara

15

Semua bentuk produksi dimiliki dan dikelola oleh Negara, sedangkan keuntungan yang diperoleh
akan digunakan untuk kepentingan-kepentingan Negara.
Kelemahan Sistem Sosialis.


Sulit melakukan transaksi.

Tawar-menawar sangat sukar dilakukan oleh individu yang terpaksa mengorbankan kebebasan
pribadinya dan hak terhadap harta milik pribadi hanya untuk mendapatkan makanan sebanyak
dua kali. Jual beli sangat terbatas, demikian pula masalah harga juga ditentukan oelh pemerintah,
oelh karena itu stabilitas perekonomian Negara sosialis lebih disebabkan tingkat harga ditentukan
oleh Negara, bukan ditentukan oelh mekanisme pasar.


Membatasi kebebasan.

System tersebut menolak sepenuhnya sifat mementingkan diri sendiri, kewibawaan individu
yang menghambatnyadalam memperoleh kebebasan berfikir serta bertindak, ini menunjukkan
secara tidak langsung system ini terikat kepada system ekonomi dictator. Buruh dijadikan budak
masyarakat yang memaksanya bekerja seperti mesin.


Mengabaikan pendidikan moral.

Dalam system ini semua kegiatan diambil alih untuk mencapai tujuan ekonomi, sementara
pendidika moral individu diabaikan. Dengan demikian, apabila pencapaian kepuasan kebendaan
menjadi tujuan utama dan nlai-nilai moral tidak diperhatikan lagi.
Selain dari kedua sistem ekonomi diatas, terdapat juga pandangan mengenai sistem ekonomi
Islam yang akhir-akhir ini sudah mulai di terapkan dalam perekonomian Indonesia.
3. Sistem Ekonomi Islam
Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an
membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi
ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak
negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya.
Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di
16

negara-negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006), kegagalan ekonomi
Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari
sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai
kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing.
Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol
ketimbang kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang
menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negaranegara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem
ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk
mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem
ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah
meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran
dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi
Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia.
Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma
Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi
sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu
sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan
dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk
mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia
dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim
tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat
memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi
ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan
kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk akhirat.
Ada tiga dasar yang menjadi prinsip sistem ekonomi syari’ah dalam Islam, yaitu:
a. Tawhid
Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah
Allah SWT.
17

b. Khilafah
Prinsip ini mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka
bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan
sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka menyebarkan misi
hidupnya.
c. ‘Adalah
merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah).
Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumberdaya yang
merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk merefleksikan tujuan syariah antara
lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need fullfillment), menghargai sumber pendapatan
(recpectable source of earning), distribusi pendapatan dan kesejah-teraan yang merata
(equitable distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth
and stability).
Sistem ekonomi Islam bersumber dari sekumpulan hukum yang disyari’atkan oleh Allah yang
ditujukan untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan, terutama dalam bidang ekonomi,
dan mengatur atau mengorganisir hubungan manusia dengan harta benda, memelihara dan
menafkahkannya. Tujuan sistem ekonomi ini adalah untuk menciptakan kemakmuran dan
keadilan dalam . kehidupan manusia, merealisasikan kesejahteraan mereka, dan meng¬hapus
kesenjangan

dalam

masyarakat

Islam

melalui

pendistribusian

kekayaan

secara

berkesinambungan, mengingat adanya kesenjangan ; itu sebagai hasil proses sosial dan ekonomi
yang penting.
Menurut Zallum (1983); Az-Zein (1981); An-Nabhaniy (1990); Abdullah (1990), atas
dasar pandangan di atas maka asas yang dipergunakan menurut pandangan Islam berdiri di atas
tiga pilar (fundamental) yakni :
a. Pandangan Tentang Kepemilikan (AI-Milkiyyah)
An-Nabhaniy (1990) mengatakan, kepemilikan merupakan izin As-Syari’ (Allah SWT) untuk
memanfaatkan zat tertentu. Oleh karena itu, kepemilikan tersebut hanya ditentukan berdasarkan
ketetapan dari As-Syari’ (Allah SWT) terhadap zat tersebut, serta sebab-sebab pemilikannya dan
kepemilikan tersebut berasal dari adanya izin yang diberikan Allah SWT untuk memiliki zat

18

tersebut, sehingga melahirkan akibatnya, yaitu adanya pemilikan atas zat tersebut menjadi sah
menurut hukum Islam.
Makna Kepemilikan
Kepemilikan (property), dari segi kepemilikan itu sendiri, pada hakikatnya merupakan milik
Allah SWT, dimana Allah SWT adalah Pemilik kepemilikan tersebut sekaligus juga Allahlah
sebagai Dzat Yang memiliki kekayaan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
“Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.”(QS.
An-Nuur : 33). Oleh karena itu, harta kekayaan itu adalah milik Allah semata. Kemudian Allah
SWT telah menyerahkan harta kekayaan kepada manusia untuk diatur dan dibagikan kepada
mereka. Karena itulah maka sebenarnya manusia telah diberi hak untuk memiliki dan menguasai
harta tersebut. Sebagaimana firman-Nya :
“Dan nafkahkanlah apa saja. yang kalian telah dijadikan (oleh Allah) berkuasa terhadapnya.
“(QS. Al-Hadid : 7)
“Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu.” (QS. Nuh : 12)
Dari sinilah kita temukan, bahwa ketika Allah SWT menjelaskan tentang status asal kepemilikan
harta kekayaan tersebut, Allah SWT menyandarkan kepada diri-Nya, dimana Allah SWT
menyatakan “Maalillah” (harta kekayaan milik Allah). Sementara ketika Allah SWT menjelaskan
tentang perubahan kepemilikan kepada manusia, maka Allah menyandarkan kepemilikan
tersebut kepada manusia. Dimana Allah SWT menyatakan dengan firman-Nya :
“Maka berikanlah kepada mereka harta-hartanya. “(QS. An-Nisaa` : 6)
“Ambillah dari harta-harta mereka. “(QS. Al-Baqarah : 279)
“Dan harta-harta yang kalian usahakan.” (QS. At-Taubah : 24)
“Dan hartanya tidak bermanfaat baginya, bila ia telah binasa.” (QS. Al-Lail :11)
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa hak milik yang telah diserahkan kepada manusia
(istikhlaf) tersebut bersifat umum bagi setiap manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu agar
manusia benar-benar memiliki harta kekayaan (hak milik), maka Islam memberikan syarat yaitu
19

harus ada izin dari Allah SWT kepada orang tersebut untuk memiliki harta kekayaan tersebut
dan hanya bisa dimiliki oleh seseorang apabila orang yang bersangkutan mendapat izin dari
Allah SWT untuk memilikinya
b. Pengelolaan Kepemilikan (at-tasharruf fi al milkiyah).
Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. kemudian Allah telah
menyerahkannya kepada manusia untuk menguasi harta tersebut melalui izin-Nya sehingga
orang tersebut sah memiliki harta tersebut. Adanya pemilikan seseorang atas harta kepemilikian
individu tertentu mencakup juga kegiatan memanfaatkan dan mengembangkan kepemilikan harta
yang telah dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu
maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam memanfaatkan
dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap wajib terikat dengan
ketentuan-ketentuan hukum
Islam yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengembangan harta.
c. Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia
Karena distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka Islam
memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Mekanisme distribusi
kekayaan kepada individu, dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan
serta transaksi-transaksi yang wajar. Hanya saja, perbedaan individu dalam masalah kemampuan
dan pemenuhan terhadap suatu kebutuhan, bisa juga menyebabkan perbedaan distribusi
kekayaan tersebut di antara mereka.
Selain itu perbedaan antara masing-masing individu mungkin saja menyebabkan
terjadinya kesalahan dalam distribusi kekayaan. Kemudian kesalahan tersebut akan membawa
konsekuensi terdistribusikannya kekayaan kepada segelintir orang saja, sementara yang lain
kekurangan, sebagaimana yang terjadi akibat penimbunan alat tukar yang fixed, seperti emas dan
perak. Oleh karena itu, syara’ melarang perputaran kekayaan hanya di antara orang-orang kaya
namun mewajibkan perputaran tersebut terjadi di antara semua orang.
3. KEPEMILIKAN HARTA

20

Definisi
Secara etimologi, Kepemilikan (al-milk) berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang
artinya penguasaan terhadap sesuatu. Kepemilikan atau al-milk biasa juga disebut dengan hak
milik atau milik saja. Para ahli fiqh mendefinisikan hak milik (al-milk) sebagai ”kekhususan
seseorang terhadap harta yang diakui syari’ah, sehingga menjadikannya mempunyai kekuasaan
khusus terhadap suatu harta tersebut, baik memanfaatkan dan atau mentasharrufkannya”.
Secara terminology, ada beberapa definisi Al Milk yang dikemukakan oleh para fukaha.
Wahbah al-Zuhaily memmberikan definisi al-milk (hak milik) sebagai berikut :
‫اختصاص بالشيء يمنع الغير منه و يمكن صاحبه من التصرف ابتداء ال لمانع شرعي‬

“Hak milik ialah suatu kekhususan terhadap sesuatu harta yang menghalangi orang lain dari
harta tersebut. Pemiliknya bebas melakukan tasharruf kecuali ada halangan syar’iy”.
Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Juz IV, hlm.37
Muhammad Abu Zahro mendefinisikannya sebagai berikut :
‫اختصاص بالشيء يمنع الغير منه و يمكن صاحبه من التصرف فيه ابتداء‬
“Hak milik ialah suatu kekhususan terhadap sesuatu harta yang menghalangi orang lain dari
harta tersebut dan memungkinkan pemiliknya bebas melakukan tasharruf kecuali ada halangan
syar’iy”.
Muhammad Abu Zahroh, Al-Milkiyyah wa Nazhariyatul al’Aqd fi al-Syari’ah al-Islamiyyah,
Mesir dar al-Fikri al-‘Araby, 1962, hlm. 15.
Batasan teknis ini dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika ada orang yang mendapatkan suatu
barang atau harta melalui cara-cara yang dibenarkan oleh syara', maka terjadilah suatu hubungan
khusus antara barang tersebut dengan orang yang memperolehnya. Hubungan khusus yang
dimiliki oleh orang yang memperoleh barang (harta) ini memungkinkannya untuk menikmati
manfaatnya dan mempergunakannya sesuai dengan keinginannya selama ia tidak terhalang
21

hambatan-hambatan syar'i seperti gila, sakit ingatan, hilang akal, atau masih terlalu kecil
sehingga belum paham memanfaatkan barang.
Dimensi lain dari hubungan khusus ini adalah bahwa orang lain, selain si empunya, tidak berhak
untuk memanfaatkan atau mempergunakannya untuk tujuan apapun kecuali si empunya telah
memberikan ijin, surat kuasa atau apa saja yang serupa dengan itu kepadanya. Dalam hukum
Islam, si empunya atau si pemilik boleh saja seorang yang masih kecil, belum balig atau orang
yang kurang waras atau gila tetapi dalam hal memanfaatkan dan menggunakan barang-barang
"miliknya" mereka terhalang oleh hambatan syara' yang timbul karena sifat-sifat kedewasaan
tidak dimiliki. Meskipun demikian hal ini dapat diwakilkan kepada orang lain seperti wali, washi
(yang diberi wasiat) dan wakil (yang diberi kuasa untuk mewakili).
Konsep Dasar Kepemilikan
“Kepuyaan Allah lah kerajaan di langit dan di bumi dan apa yang ada di dalamnya, dan dia maha
kuasa atas segala sesuatu” (Al Maidah : 120)
Ayat di atas merupakan landasan dasar tentang kepemilikan dalam Islam. Ayat diatas
menunjukan bahwa Allah adalah pemilik tunggal apa-apa yang ada di langit dan dibumi dan
tidak ada sekutu bagi Nya. Lantas Allah memberikan atau menitipkan kekuasaan bumi pada
manusia, agar manusia mengelola dan memakmurkannya.
“Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.”(QS.
An-Nuur : 33)
“Dan nafkahkanlah apa saja. yang kalian telah dijadikan (oleh Allah) berkuasa terhadapnya.
“(QS. Al-Hadid : 7)
“Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu.” (QS. Nuh : 12)
Dari sinilah kita temukan, bahwa ketika Allah SWT menjelaskan tentang status asal kepemilikan
harta kekayaan tersebut, Allah SWT menyandarkan kepada diri-Nya, dimana Allah SWT
menyatakan “Maalillah” (harta kekayaan milik Allah). Sementara ketika Allah SWT menjelaskan
tentang perubahan kepemilikan kepada manusia, maka Allah menyandarkan kepemilikan
tersebut kepada manusia. Dimana Allah SWT menyatakan dengan firman-Nya :
22

“Maka berikanlah kepada mereka harta-hartanya. “(QS. An-Nisaa` : 6)
“Ambillah dari harta-harta mereka. “(QS. Al-Baqarah : 279)
“Dan harta-harta yang kalian usahakan.” (QS. At-Taubah : 24)
“Dan hartanya tidak bermanfaat baginya, bila ia telah binasa.” (QS. Al-Lail :11)
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa hak milik yang telah diserahkan kepada manusia
(istikhlaf) tersebut bersifat umum bagi setiap manusia secara keseluruhan. Sehingga manusia
memiliki hak milik tersebut bukanlah sebagai kepemilikan bersifat rill. Sebab pada dasarnya
manusia hanya diberi wewenang untuk menguasai hak milik tersebut. Oleh karena itu agar
manusia benar-benar secara riil memiliki harta kekayaan (hak milik), maka Islam memberikan
syarat yaitu harus ada izin dari Allah SWT kepada orang tersebut untuk memiliki harta kekayaan
tersebut. Oleh karena itu, harta kekayaan tersebut hanya bisa dimiliki oleh seseorang apabila
orang yang bersangkutan mendapat izin dari Allah SWT untuk memilikinya.
Konsep Kepemilikan dalam Islam
Dalam Islam terdapat tiga unsur-unsur kepemilikan, yaitu kepemilikan individu (private
property), kepemilikan umum (public property), dan kepemilikan Negara (state property).
1. Kepemilikan Individu / Private Property
Kecenderungan pada kesenangan adalah fitrah manusia, Allah menghiasi pada diri manusia
kecintaan terhadap wanita, anak-anak, dan harta benda. Sebagaimana Allah suratkan dalam Al
Qur’an,
“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa
perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak,
kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenanganhidup didunia, dan disisi Allah
lah tempat kembali yang baik” (Q.S Ali Imran:14)
Dalam ayat diatas dengan sangat jelas Allah menjelaskan bahwa kecenderungan manusia
terhadap kesenangan adalah fitrah manusia. Oleh karena itu, manusia terdorong untuk
memperolehnya dan berusaha untuk mendapatkannya. Hal ini sudah menjadi suatu keharusan.
23

Dari sinilah, maka usaha manusia untuk memperoleh kekayaan adalah suatu hal yang fitri, dan
merupakan suatu yang pasti dan harus dilakukan.
Islam adalah agama yang fitrah, dan tidak ajaran yang terdapat didalamnya bertentangan dengan
fitrah manusia. Islam menghargai kecenderungan manusia pada hal-hal yang indah dan
menyenagkan. Oleh karena itu, setiap usaha dan upaya yang melarang manusia untuk
memperoleh kekayaan adalah sangat bertentangan dengan fitrah. Begitu juga setiap usaha
membatasi kekayaan manusia dengan takaran tertentu juga bertentangan dengan fitrah. Islam
tidak dihalng-halangi untuk memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya. Manusia diberiakn
kebebasan sebesar-besarnya dalam memperoleh kekayaan. Hanya saja, Syariat membatasi dalam
hal cara memperolehnya. Syariat telah menentukan aturan-aturan dalam memperoleh kekayaan.
Setiap orang mempunyai tingkat kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda dalam
memenuhi kebutuhannya.apa bila manusia diberiakan kebebasan cara memperolehnya, maka
hanya aka nada segelintir orang yang memonopoli kekayaan, orang-orang yang lemah akan
terhalang untuk memperolehnya, sementara orang-orang rakus yang akan menguasainya.
Oleh karena itu, kepemilikan akan suatu barang harus ditentukan dengan mekanisme tertentu.
Sedangkan, pelarang terhadap kepemilikan barang harus ditentang, karena bertentangan dengan
fitah manusia. Pelarangan kepemilikan berdasarkan kuantitas nya juga harus ditentang, karena
akan melemahkan semangat untuk memperoleh kekayaan. Begitu juga, kebebasan dalam
memperolehnya juga akan menyebabkan kesenjangan social pada masyarakat.
Sungguh Islam adalah agama solusi. Islam memperbolehkan kepemilikan individu dan
memberikan batasan mekanisme dalam memperolehnya, bukan membatasi kuantitas. Cara ini
sangat sesuai dengan fitrah manusia, ia akan mampu mengatur hubungan antar manusia denga
terpenuhinya kebutuhan.
2. Kepemilikan Umum / Public Property
Kepemilikan umum adalah izin Syari’ kepada suatu komunitas masyarakat untuk sama-sama
memanfaatkan suatu barang atau harta. Benda-benda yang termasuk kedalam kategori
kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Asy-Syari’ memang
diperuntukan untuk suatu komunitas masyarakat. Benda-benda yang termasuk kedalam
kepemilkan umum sebagai berikut:
24



Merupakan fasilitas umum, kalau tidak ada didalam suatu negri atau suatu komunitas




maka akan menyebabkan sengketa dalam mencarinya.
Barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya.
Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh
individu secara perorangan.

Rasulullah telah menjelaskan akan ketentuan benda-benda yang termasuk ke dalam kepemilikan
umum. Ibnu Abbas menuturkan bahwa Rasulullah bersabda :
“Kaum Muslimin bersekutu dalam tiga hal : air, padang dan api “. (HR. Abu Dawud)
Anas meriwayatkan hadist dari Ibnu Abbas tersebut dengan menambahkan : wa samanuhu haram
(dan harganya haram ). Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda :
“Ada tiga hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki siapa pun): air, padang dan api “.
(HR.Ibnu Majah)
Mengenai barang tambang, dapat diklasifikasikan ke dalam dua: (1) Barang tambang yang
terbatas jumlahnya, yang tidak termasuk berjumlah besar menurut ukuran individu. (2) Barang
tambang yang tidak terbatas jumlahnya. Barang tambang yang terbats jumlah dapat dimiliki
secara pribadi. Adapun barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya, yang tidak mungkin
dihabiskan, adalah termasuk milik umum, dan tidak boleh dimiliki secara pribadi. Imam At
Tirmidzi meriwayatkan dari Abyadh bin hamal:
“Sesungguhnya ia pernah meminta kepada Rasulullah saw untuk mengelola tambang garamnya.
Lalu beliau memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang dari majlis tersebut bertanya, “wahai
Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah
memberikan sesuatu yang bagaikan air yang mengalir.” Rasululllah kemudian bersabda, “kalau
begitu, cabut kembali tambang itu darinya.” (HR. At Tirmidzi)
3. Kepemilikan Negara / State Property
Kepemilikan Negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim, sementara
pengelolaannya menjadi wewenang Negara. Asy Syari’ telah menentukan harta-harta sebagai
milik Negara; Negara berhak mengelolanya sesuai denga pandangan dan ijtihad. Yang termasuk
harta Negara adalah fai, Kharaj, Jizyah dan sebagainya. Sebab syariat tidak pernah menentukan
25

sasaran dari harta yang dikelola. Perbedaan harta kepemilikan umum dan Negara adalah, harta
kepemilikan umum pada dasarnya tidak dapat di berikan Negara kepada individu. Sedang harta
kepemilikan Negara dapat di berikan kepada individu sesuai dengan ketentuan yang telah
disepakati.
Sebab-Sebab Kepemilikan
Harta (al maal) adalah apa saja yang bisa menjadi kekayaan, apapun bentuknya. Sedang, yang
dimaksud dengan sebab kepemilikan (sabab at tamalluk) adalah sebab yang bisa menjadikan
seseorang memiliki harta, yang sebelumnya bukan memjadi miliknya. Adapun sebab-sebab
pengembangan kepemilikan adalah perbanyakan kuantitas harta yang sudah dimiliki.
1. Bekerja
Kata bekerja sangat luas maknanya, beraneka ragam jenisnya, bermacam-macam bentuknya.
Allah telah menentukan bentuk-bentuk kerja dan jenisnya yang layak untuk di kerjakan sebagai
sebab kepemilikan. Dalam hukum-hukum syariat sudah sangat jelas ketentuan-ketentuan akan
hal ini. Bentuk-bentuk bekerja yang dijadikan sebagai sebab kepemilikan adalah sebagai berikut:


Menghidupkan tanah mati (ihya’ al mawat)

Tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya, dan sudah tidak dimanfaatkan lagi oleh
seorang pun. Yang dimaksud menghidupkannya adalah mengolahnya, menanaminya, atau
mendirikan bangunan di atasnya. Oleh karena itu, setiap usaha untuk menghidupi tanah mati
adalah telah cukup menjadikan tanah tersebut miliknya. Dari Umar bin Khatab, Rasulullah
bersabda: “ siapa saja yang menghidupi tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya” (H.R Al
Bukhari). Di hadist lain Rasulullah mempertegas kembali, Rasulullah besabda: “ siapa saja yang
memagari sebidang tanah, maka tanah itu menjadi miliknya. (H.R Ahmad ). “ siapa saja yang
lebih dulu sampai pada sesuatu (tempat disebidang tanah), sementara tidak ada seorang muslim
pun sebelumnya yang sampai padanya, maka sesuatu itu menjadi miliknya”. (H.R At Thabrani).
Dalam hal ini tidak ada pembedaan antara muslim dan kafir dzimmi, karena dalam hadist
tersebut bersifat mutlak. Kepemilikan atas tanah tersebut memiliki syarat, yanah tersebut harus
dikelola selama tiga tahun sejak tanah itu dibuka dan terus-terus digarap manfaatnya. Apabila
tanah tersebut belum dikelola selama tiga tahun sejak tanah tersebut dibuka atau dibiarkan selam
26

tiga tahun, maka hak kepemilikan atas tanah tersebut hilang. Hal ini pernah terjadi pada masa
khalifah Umar bin Khatab, dari penuturan Amr bin Syu’aib bahwa Khalifah Umar membatasi
masa pemagaran selama tiga tahun. Umar bin Khatab berkata: “ orang yang memagari tanah
(lalu membiarkan begitu saja tanahnya ) tidak memiliki hak atas tanah itu setelah tiga tahun”.


Menggali kandungan bumi

Yang termasuk dalam kategori bekerja adalah menggali kandungan bumi. Jenis kandungan bumi
yang dalam kategori ini bukan merupakan kebutuhan mendasar suatu komuitas masyarakat, atau
yang disebut rikaz. Menurut ketentuan fikih, seorang yang menggali kandungan bumi berhak
atas 4/5 bagian, sedang 1/5 bagian sisanya harus dikeluarkan sebagai Khumus. Ketentuan harta
rikaz adalah apabila harta yang tersimpan didalam tanah tersebut asalnya karena tindakkan
seseorang dan jumlahnya terbatas dan tidak sampai pada jumlah yang didibutuhkan oleh suatu
komunitas dalam jumlah yang sangat besar. Jika suatu harta dari dalam tanah yang tidak
diusahakan oleh seseorang dan dibutuhkan oleh suatu komunitas, maka harta seperti ini bukan
rikaz, tapi merupakan harta kepemilikan umum. Yang juga bisa disamakan dengan harta
kandungan bumi, adalah harta dari udara, seperti oksigen dan nitrogen. Begitu juga dengan harta
lainnya yang diperbolehkan oleh syariat untuk dimiliki.


Berburu

Yang juga termasuk kedalam kategori bekerja adalah berburu. Yang termasuk kedalam berburu
yang diperbolehkan dalam Islam adalah berburu seluruh jenis Ikan, mutiara, permata dan hasil
buruan laut lainnya. Begitu juga dengan buruan hewan-hewan darat dan udara, seperti berburu
burung,rusa dan lain-