TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR
TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR
NAMA
: YOHANIS A.KARING
NIM
: 12520080
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA
KUPANG
2014
TUGAS 1
KLASIFIKASI KEMAMPUAN TANAH
Klasifikasi
Kemampuan
Tanah
adalah
penilaian
tanah
secara
sistimatik
dan
pengelompokannya dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan penghambat
bagi penggunaannya. Klasifikasi ini selanjutnya menetapkan jenis usaha tani yang sesuai dan macam
perlakuan yang diperlukan agar dapat dipergunakan untuk berproduksi dalam jangka waktu yang
tidak terbatas.
Tanah dapat digarap adalah sebidang tanah yang sesuai untuk diusahakan bagi usaha tani
tanaman semusim, sedangkan tanah tidak dapat digarap diartikan sebagai sebidang tanah yang tidak
sesuai untuk dipergunakan bagi usaha tani tanaman semusim tetapi sesuai untuk usaha tani tanaman
tahunan atau pohonan.
Metode klasifikasi
Klasifikasi Kemampuan Tanah yang dipakai dalam tulisan ini berdasarkan sistim Klasifikasi
yang dikemukakan oleh Hockensmith and Steele (1943) dan Stallings (1957). Menurut sistim ini
tanah digolongkan atas tiga kategori, yaitu Kelas, Sub-Kelas dan Satuan Pengelolaan. Penggolongan
dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor-faktor penghambat yang permanen atau sulit
dirubah/berubah. Penggolongan dalam Sub-Kelas didasarkan atas jenis faktor-faktor penghambat
tersebut. Penggolongan dalam satuan pengelolaan merupakan paket usaha dan perlakuan yang
diperlukan atau disarankan. Dalam penggolongan satuan pengelolaan perlakuan pengawetan tanah
khususnya dan jumlah pupuk yang diperlukan, dikemukakan.
Kriteria Klasifikasi
Faktor-faktor klasifikasi pada kategori kelas adalah faktor-faktor penghambat yang bersifat
permanen atau sulit dapat dirubah seperti tekstur tanah, lereng permukaan, drainase, kedalaman
efektif tanah. Tingkat erosi yang telah terjadi, liat masam (cat olay) dan faktor-faktor lain yang sulit
untuk dirubah, seperti batuan diatas permukaan tanah, ancaman banjir atau genangan air yang tetap,
dan iklim. Faktor-faktor tersebut digolongkan berdasarkan besarnya (intensitas)
1.
Tekstur tanah (t). Dua belas kelas tekstur tanah seperti tertera pada gambar 19, dekelompokkan
dalam lima kelompok sebagai berikut:
t1 = halus : liat, liat berdebu.
t2 = agak halus : liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat, lempung
liat berpasir.
t3 = sedang : debu, lempung berdebu, lempung.
t4 = agak kasar : lempung berpasir.
t5 = Kasar : pasir berlempung, pasir.
2.
Permeabilitas (p). Permeabilitas dikelompokkan sebagai berikut :
p1 = lambat : 0,5 cm/jam
p2 = agak lambat : 0,5 – 2,0 cm/jam
p3 = sedang : 2,0 – 6,25 cm/jam
p4 = agak cepat : 6,25 – 12,5 cm/jam
p5 = cepat : 12,5 cm/jam.
3.
Kedalaman sampai kerikil, padas, plinthite (k). Kedalaman efektif dikelompokkan sebagai berikut :
k0 = dalam : > 90 cm
k1 = sedang : 90 – 50 cm
k2 = dangkal : 50 – 25 cm
k3 = sangat dangkal : < 25 cm.
4.
Lereng permukaan (l). Lereng permukaan dikelompokkan sebagai berikut :
l0 (A) = 0 – 3 % : datar
l1 (B) = 3 – 8 % : landai/berombak
l2 (C) = 8 – 15 % : agak miring/bergelombang
l3 (D) = 15 – 30 % : miring/berbukit
l4 (E) = 30 – 45 % : agak curam
l5 (F) = 45 – 65 % : curam
l6 (G) = > 65 % : sangat curam
5. Drainase tanah (d). Drainase tanah diklasifikasikan sebagai berikut :
d0 = baik : tanah mempunyai peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari atas sampai lapisan bawah
berwarna terang yang uniform dan tidak terdapat becak-becak.
d1 = agak baik : tanah mempunyai peredaran udara baik. Tidak terdapat becak-becak berwarna kuning,
coklat atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah.
d2 = agak buruk : lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara baik; tidak terdapat becak-becak berwarna
kuning, kelabu atau coklat. Becak-becak terdapat pada seluruh bagian lapisan bawah.
d3 = buruk : bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau becak-becak berwarna
kelabu, coklat atau kekuningan.
d4 = sangat buruk : seluruh lapisan permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah bawah berwarna kelabu
atau terdapat becak-becak kelabu, coklat atau kekuningan.
6.
Erosi (e). Kerusakan oleh erosi dikelompokkan sebagai berikut :
e0 = tidak ada erosi
e1 = ringan : < 25 % lapisan atas hilang
e2 = sedang : 25 – 75 % lapisan atas hilang
e3 = berat : > 75 % lapisan atas hilang - < 25 % lapisan bawah hilang
e4 = sangat berat : sampai lebih dari 25 % lapisan bawah hilang
7.
Faktor-faktor khusus.
Faktor-faktor penghambat lain yang mungkin terdapat adalah batu-batuan dan bahaya banjir.
7.1
Batu-batuan :
Bahan kasar dapat berada dalam lapisan tanah atau di permukaan tanah.
Bahan kasar yang terdapat dalam lapisan 20 cm atau dibagi atas tanah yang berukuran lebih besar dari
2 mm dibedakan sebagai berikut :
Krikil : adalah bahan kasar yang berdiameter lebih besar dari 2 mm sampai 7,5 cm jika
berbentuk bulat atau sampai 15 cm sumbu panjang jika berbentuk gepeng. Kerikil di dalam lapisan 20
cm permukaan tanah dikelompokkan sebagai berikut :
b0 = tidak ada tau sedikit : 0 – 15 % volume tanah
b1 = sedang : 15 – 50 % volume tanah
b2 = banyak : 50 – 90 % volume tanah
b3 = sangat banyak : > 90 % volume tanah.
Batuan Kecil : adalah bahan kasar atau batuan berdiameter 7,5 cm sampai 25 cm jika berbentuk
bulat, atau sumbu panjangnya berukuran 15 cm sampai 40 cm jika berbentuk gepeng. Banyaknya
batuan kecil dikelompokkan sebagai berikut :
b0 = tidak ada atau sedikit : 0 – 15 % volume tanah
b1 = sedang : 15 – 50 % volume tanah : pengelolaan tanah mulai agak sulit dan pertumbuhan tanaman agak
terganggu.
b2 = banyak : 50 – 90 % volume tanah : pengelolaan tanah sangat sulit dan pertumbuhan tanaman terganggu
b3 = sangat banyak : > 90 % volume tanah : pengelolaaan tanah tidak mungkin dilakukan dan pertumbuhan
tanaman terganggu.
Menurut sistem ini tanah diklasifikasikan dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf
Romawi I, II, III, IV, V, VI, VII dan VIII, yang didefinisikan sebagai berikut :
Kelas I (dengan warna hijau). Tanah kelas satu sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian
tanpa memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Tanahnya datar, dalam, bertekstur halus
dan sedang, mudah diolah dan responsif terhadap pemupukan. Tanah kelas I tidak mempunyai
penghambat atau ancaman kerusakan dan oleh karenanya dapat digarap untuk usaha tani tanaman
semusim dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur yang baik
diperlukan untuk menjaga kesuburannya dan mempertinggi produktivitas.
Kelas II (dengan warna kuning). Tanah kelas II sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian
dengan sedikit hambatan dan ancaman kerusakan. Tanahnya berlereng landai, kedalamannya dalam
atau bertekstur halus sampai agak halus. Jika digarap untuk usaha pertanian semusim diperlukan
tindakan pengawetan tanah yang ringan seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman
dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, atau guludan, di samping tindakan-tindakan
pemupukan seperti pada kelas I.
Kelas III (dengan warna merah). Tanah kelas III sesuai untuk segala jenis penggunaan
pertanian dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari tanah kelas II sehingga
memerlukan tindakan pengawetan khusus. Tanah kelas III terletak pada lereng agak miring, atau
berdrainase buruk, kedalamannya sedang, atau permeabilitasnya agak cepat. Tindakan pengawetan
tanah khusus seperti penanaman dalam strip, pembuatan teras, pergiliran dengan tanaman penutup
tanah di mana waktu untuk tanaman tersebut lebih lama, disamping tindakan-tindakan untuk
memelihara atau meningkatkan kesuburan tanah.
Kelas IV (dengan warna biru). Tanah kelas IV sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian
dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari tanah kelas III, sehingga memerlukan
tindakan khusus pengawetan tanah yang lebih berat dan lebih terbatas waktu penggunaannya untuk
tanaman semusim. Tanah kelas IV terletak pada lereng yang miring (15-30 %) atau berdrainase buruk
atau kedalamannya dangkal. Jika dipergunakan untuk tanaman semusim diperlukan pembuatan terras
atau pembuatan drainase atau pergiliran dengan tanaman penutup tanah/makanan ternak/pupuk hijau
selama 3 – 5 tahun.
Kelas V (dengan warna hijau tua). Tanah kelas V tidak sesuai untuk digarap bagi tanaman
semusim, tetapi lebih sesuai untuk ditanami tanaman makanan ternak secara permanen atau
dihutankan. Tanah kelas V terletak pada tempat yang datar atau agak cekung sehingga selalu
tergenang air atau terlalu banyak batu diatas permukaannya atau terdapat liat masam (cat clay) di
dekat atau pada daerah perakarannya.
Tanah kelas VI (dengan warna oranye). Tanah kelas VI tidak sesuai untuk digarap bagi usaha
tani tanaman semusim, disebabkan karena terletak pada lereng yang agak curam (30 – 45 %) sehingga
mudah tererosi, atau kedalamannya yang sangat dangkal atau telah mengalami erosi berat. Tanah ini
lebih sesuai untuk padang rumput atau dihutankan. Jika digarap untuk usaha tanai tanaman semusim
diperlukan pembuatan terras tangga/bangku. Penggunaannya untuk padang rumput harus dijaga agar
rumputnya selalu menutup dengan baik. Penebangan kayu, jika dihutankan harus selektip.
Kelas VII (dengan warna coklat). Tanah kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk digarap bagi
usaha tani tanaman semusim, tetapi lebih baik untuk ditanami vegetasi permanen. Jika digunakan
untuk padang rumput atau hutan maka pengambilan rumput atau pengembalaan atau penebangan
harus dilakukan dengan hati-hati. Tanah kelas VII terletak pada lereng yang curam (45 – 65 %) dan
tanahnya dangkal, atau telah mengalami erosi yang sangat berat.
Kelas VIII (dengan warna putih). Tanah kelas VIII tidak sesuai untuk usaha produksi
pertanian, dan harus dibiarkan pada keadaan alami atau dibawah vegetasi alam. Tanah ini dapat
dipergunakan untuk cagar alam, daerah rekreasi atau hutan lindung. Tanah kelas VIII adalah tanahtanah yang belereng sangat curam atau lebih dari 90 % permukaan tanah ditutupi batuan lepas atau
batuan ungkapan, atau tanah yang bertekstur kasar.
Jenis faktor penghambat menentukan sub-kelas yang ditulis di belakang angka kelas sebagai
berikut : III1, IIIk2, atau IIId3 yang masing-masing menyatakan tanah kelas II disebabkan oleh faktor
lereng (12), tanah kelas III yang disebabkan oleh kedalaman yang sedang (k2) atau kelas III
disebabkan oleh drainase yang agak buruk (d3).
TUGAS 11
SIKLUS HIDROLOGI
1.Mahasiswa mengetahui pengertianruang lingkup dan peranan Ilmu hidrologi
,2 Mahasiswa mampu menjelaskan Siklus Hidrologi dan Hidrologi di Indonesia
A. Pengertian
ruang lingkup dan peranan Ilmu hidrologi
Hidrologi adalah cabang ilmu dari ilmu kebumian. Hidrologi merupakan ilmu yang
penting dalam asesmen, pengembangan, utilisasi dana manajemen summberdaya air
yang dewasa ini semakin meningkat realisasinya di berbagai level.
Indonesia secara umum
juga mengalami berbagai permasalahan sumberdaya air yang membutuhkan
analisis hidrologi yang semakin rumit dalam mengatasinya. Hal ini mendorong para
peneliti bidang Hidrologi untuk semakin intensif dalam mengumpulkan data dan
informasi dari level global s
ampai pada tingkat prilaku air di sub-sub daerah aliran sungai.
Pemahaman ilmu hidrologi akan membantu kita dalam menyelesaikan problem
berupa kekeringan, banjir, perencanaan sumberdaya air seperti dalam disain irigasi/bendungan,
pengelolaan daerah aliran
sungai, degradasi lahan, sedimentasi dan problem lain yang terkait dengan kasus keairan.
B. Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas, dan padat baik proses
di atmosfir, tanah dan badan badan air yang tidak terputus melalui proses kondensasi,
presipitasi, evaporasi dan transpirasi.
Pemanasan air samudera oleh sinar matahari
merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air
berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk air, es atau kabut. Pada
perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau
langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah.
Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
1.Siklus Hidrologi (T=transpirasi, E=evaporasi, P=hujan, R=aliran permukaan, G=aliran airtanah dan
I=infiltrasi). Sumber: Viessman et.al., 1989)
1.Evaporasi / transpirasi
Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb.
kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan.
Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun
(precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
2.Infiltrasi
Perkolasi ke dalam tanah
Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air
tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal
dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
3.Air Permukaan
Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama
dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin
besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada
daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai
utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju
laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, wadu
k, rawa), dan
sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan
berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus
hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air
di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.
Gambar 2. Kesetimbangan dan pergerakan air secara hidrologis. (Sumber: Viessman
et.al., 1989)
.
TUGAS 111
1 hubungan vegatasi terhadap erosi
erosi memiliki keterkaitan dengan kerapatan vegetasi. Tujuan penelitian adalah mengetahui
tingkat kerapatan tutupan vegetasi, mengetahui tingkat erosi, dan mengetahui hubungan antara tingkat
kerapatan tutupan kanopi vegetasi dan vegetasi penutup tanah dengan tingkat erosi.Transformasi NDVI
citra satelit ALOS AVNIR-2 digunakan untuk memperoleh informasi obyek vegetasi. 40 sampel diamati
berdasarkan metode acak berstrata dari satuan lahan dan indeks vegetasi. Kerapatan vegetasi, lereng,
dan tingkat erosi diidentifikasi dalam bentuk data ordinal. Analisis tabulasi silang antara tingkat erosi
dan faktor-faktor pengontrol dominan menggunakan indeks kappa.�Estimasi kerapatan tutupan kanopi
diperoleh dengan persamaan regresi polinomial. Klasifikasi tingkat kerapatan kanopi DAS Secang
didominasi oleh tingkat sedang. Jenis vegetasi meliputi akasia, sengon, kakao, durian, manggis, dan
kaliandra dengan kerapatan tutupan tanah didominasi oleh kerapatan buruk rerumputan dan seresah.
Pedestal, singkapan akar, dan erosi alur menunjukkan tingkat erosi ringan. Tingkat erosi memiliki
hubungan lebih besar dengan kerapatan tutupan tanah dalam menghambat erosi.
2.klafikasi hujan
a. Berdasarkan ukuran butirannya ,hujan dibedakan menjadi:
1) hujan gerimis/drizzle, diameter butir-butirannya kurang dari 0,5 mm;
2) hujan salju/snow, terdiri dari kristal-kristal es yang temperatur udaranya
berada di bawah titik beku;
3) hujan batu es, merupakan curahan batu es yang turun di dalam cuaca
panas dari awan yang temperaturnya di bawah titik beku; dan
4) hujan deras/rain, yaitu curahan air yang turun dari awan yang
temperaturnya di atas titik beku dan diameter butirannya kurang lebih
7 mm.
b. Berdasarkan proses terjadinya, hujan dibedakan atas:
1) Hujan Frontal
Hujan frontal adalah hujan yang terjadi di daerah front, yang disebabkan oleh
pertemuan dua massaudara yang berbedatemperaturnya.panas/lembab bertemu dengan massa udara
dingin/padatsehingga berkondensasi dan terjadilah hujan
2) Hujan Zenithal/ Ekuatorial/ Konveksi/ Naik Tropis
Jenis hujan ini terjadi karena udara naik disebabkan adanya
pemanasan tinggi. Terdapat di daerah tropis antara 23,5o LU - 23,5o
LS. Oleh karena itu disebut juga hujan naik tropis. Arus konveksi
menyebabkan uap air di ekuator naik secara vertikal sebagai akibat
pemanasan air laut terus menerus. Terjadilah kondensasi dan turun
hujan. Itulah sebabnya jenis hujan ini dinamakan juga hujan ekuatorial
atau hujan konveksi.
3) Hujan Orografis/Hujan Naik Pegunungan
Terjadi karena udara yang mengandung uap air dipaksa oleh angin
mendaki lereng pegunungan yang makin ke atas makin dingin sehingga
terjadi kondensasi, terbentuklah awan dan jatuh sebagai hujan. Hujan
yang jatuh pada lereng yang dilaluinya disebut hujan orografis,
sedangkan di lereng sebelahnya bertiup angin jatuh yang kering dan
disebut daerah bayangan hujan. Lihat gambar 11.
Gambar 11. Hujan Orografis.
Awan
Awan ialah kumpulan titik-titik air/kristal es di dalam udara yang terjadi karena
adanya kondensasi/sublimasi dari uap air yang terdapat dalam udara. Awan
yang menempel di permukaan bumi disebut kabut.
a. Menurut morfologinya (bentuknya)
Berdasatkan morfologinya, awan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Awan Commulus yaitu awan yang bentuknya bergumpal-gumpal
(bunar-bundar) dan dasarnya horizontal.
2) Awan Stratus yaitu awan yang tipis dan tersebar luas sehingga dapat
menutupi langit secara merata. Dalam arti khusus awan stratus adalah
awan yang rendah dan luas.
3) Awan Cirrus yaitu awan yang berdiri sendiri yang halus dan berserat,
berbentuk seperti bulu burung. Sering terdapat kristal es tapi tidak
dapat menimbulkan hujan.
b. Berdasarkan ketinggiannya
Berdasarkan ketinggiannya, awan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Awan tinggi (lebih dari 6000 m – 9000 m), karena tingginya selalu
terdiri dari kristal-kristal es.
a) Cirrus (Ci) : awan tipis seperti bulu burung.
b) Cirro stratus (Ci-St) : awan putih merata seperti tabir.
c) Cirro Cumulus (Ci-Cu) : seperti sisik ikan.
2) Awan sedang (2000 m – 6000 m)
a) Alto Comulus (A-Cu) : awan bergumpal gumpal tebal.
b) Alto Stratus (A- St) : awan berlapis-lapis tebal.
3) Awan rendah (di bawah 200 m)
a) Strato Comulus (St-Cu) : awan yang tebal luas dan bergumpalgumpal.
b) Stratus (St) : awan merata rendah dan berlapis-lapis.
c) Nimbo Stratus (No-St) : lapisan awan yang luas, sebagian telah
merupakan hujan.
4) Awan yang terjadi karena udara naik, terdapat pada ketinggian 500
m–1500 m
a) Cummulus (Cu) : awan bergumpal-gumpal, dasarnya
rata.
b) Comulo Nimbus (Cu-Ni): awan yang bergumpal gumpal luas dan
sebagian telah merupakan hujan,
sering terjadi angin ribut.
KLASIFIKASI IKLIM DAN
POLA CURAH HUJAN DI INDONESIA
Setelah mempelajari kegiatan ini, Anda diharapkan mempunyai
kompetensi:
1. mengklasifikasi berbagai tipe iklim; dan
2. menyajikan informasi tentang persebaran hujan di Indonesia.
TUGAS IV
Pencemaran Air, Udara dan Tanah
Pencemaran air, udara dan tanah merupakan permasalahan lingkungan hidup yang tidak bisa dihindari
Kota Surabaya sebagai dampak berbagai aktivitas kota metropolitan yang semakin meningkat.
Pencemaran air meliputi pencemaran air sungai dan air bersih (air sumur). Kondisi air sungai di
Surabaya ternyata belum memenuhi baku mutu air sesuai Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001
maupun Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air (hasil pemantauan Badan Lingkungan Hidup, 2009). Sedangkan penentuan kualitas air
bersih (air sumur) berdasarkan parameter dari Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air.
Kualitas air bersih Kota Surabaya selama 3 tahun terakhir (2007-2009) digambarkan pada bar-chart di
atas. Dari hasil uji laboratorium Badan Lingkungan Hidup, air bersih Kota Surabaya yang masih
memenuhi baku mutu pada tahun 2007 mencapai 93,6% dan tahun 2008 mencapai 97,5%. Sedangkan
pada tahun 2009 air bersih yang masih memenuhi baku mutu hanya mencapai 58,2% (dari 428 sampel
yang diambil dan diuji, 249 sampel masih memenuhi baku mutu kualitas air bersih dan 179 sampel
sudah tidak memenuhi baku mutu). Diperoleh fakta bahwa kualitas air bersih Kota Surabaya antara
tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan kualitas yang sangat drastis.
Dalam upaya meningkatkan kualitas air di perairan Kota Surabaya perlu diketahui gambaran awal
beban pencemaran yang ditimbulkan akibat aktifitas kegiatan usaha yang berpotensi menghasilkan air
limbah di saluran drainase kota yang akhirnya akan bermuara di badan air sungai. Beban pencemaran
air limbah dari suatu kegiatan usaha dapat diukur dari konsentrasi kadar BOD, COD dan TSS.
Untuk menurunkan beban pencemaran perairan diharapkan semua kegiatan usaha yang berpotensi
menghasilkan air limbah melakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran drainase
kota. Melalui kegiatan pengawasan dan pengendalian dampak lingkungan, kegiatan usaha yang
menghasilkan air limbah di kota Surabaya sampai akhir tahun 2009, prosentase penurunan beban BOD
per tahun telah menurun sampai 41,63 %, prosentase penurunan beban COD per tahun menurun sampai
59,90 % dan prosentase penurunan beban TSS per tahun menurun sampai 46,57 %.
Selain penurunan kualitas air, kualitas udara di Kota Surabaya dari tahun ke tahun juga mengalami
penurunan. Hal ini dibuktikan dari hasil monitoring udara ambient oleh Badan Lingkungan Hidup Kota
Surabaya.
Dari tabel diketahui bahwa jumlah hari dengan kualitas udara baik di Kota Surabaya tiap tahun
keadaannya naik turun, yaitu 26 hari pada tahun 2006, naik menjadi 60 hari tahun 2007, kemudian naik
lagi menjadi 86 hari tahun 2008. Akan tetapi pada tahun 2009 jumlah hari dengan kualitas udara baik
menurun sangat drastis, hanya 24 hari (menurun 28% dari tahun sebelumnya). Sebaliknya, jumlah hari
dengan kualitas udara tidak sehat hampir stagnan mulai tahun 2006-2008 (masing-masing 5 hari, 5 hari,
dan 8 hari). Sedangkan pada tahun 2009, jumlah hari dengan kualitas udara tidak sehat melonjak
menjadi 30 hari. Jadi terjadi lompatan kondisi udara yang buruk antara tahun 2008 dan 2009 yang
sangat mengkhawatirkan. Bagan penurunan kualitas udara ambient Kota Surabaya 4 tahun terakhir
(2006-2009) digambarkan pada gambar 3.2. berikut ini.
Dari hasil pemantauan kualitas udara selama tahun 2006-2009, telah terjadi kecenderungan penurunan
parameter dominan pada PM10 dan CO, sedangkan O3 dan SO2 cenderung naik. Hal ini dipicu oleh
tingginya suhu udara. Dengan bantuan sinar ultraviolet, NOX (Oksida Nitrogen) bereaksi dengan HC
(Hidrokarbon) dari emisi gas buang kendaraan bermotor yang akan memicu pelepasan radikal bebas
atom O (reaksi photochemical) yang selanjutnya berikatan dengan O2 membentuk O3.
Salah satu cara untuk mengatasi pencemaran udara adalah dengan:
Meningkatkan kesadaran masyarakat dan swasta untuk ikut berperan aktif dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
Memperbaiki managemen lalu lintas menuju transportasi berkelanjutan yang bverwawasan lingkungan.
Memperketat pelaksanaan uji emisi gas buang kendaraan bermotor.
Memperbanyak Ruang Terbuka Hijau terutama tanaman penyerap polutan.
Mendorong pemerintah pusat untuk menyediakan bahan bakar yang ramah lingkungan.
Langkah lain untuk mengurangi pencemaran udara adalah dengan mengurangi emisi cerobong yang
berasal dari sumber tidak bergerak yang berasal dari kegiatan usaha/industry. Dalam melakukan
pengendalian pencemaran udara yang berasal dari sumber tidak bergerak terlebih dahulu dilakukan
inventarisasi kegiatan usaha yang menghasilkan sumber emisi yang berpotensi menyebabkan
pencemaran udara. Pemantauan yang terus menerus dalam rangka kegiatan pengawasan dan
pengendalian dampak lingkungan terhadap kegiatan usaha yang berpotensi menghasilkan emisi
cerobong dapat menggambarkan tingkat ketaatan usaha terhadap ketentuan peraturan dalam
pengendalian pencemaran udara. Hasil pemantauan sampai akhir tahun 2009, prosentase kegiatan
industri yang memenuhi ketentuan persyaratan baru mencapai 29,4 % dari jumlah kegiatan usaha yang
berpotensi mencemari udara.
Selain pencemaran air dan udara, satu lagi pencemaran yang mengancam kelangsungan kehidupan Kota
Surabaya adalah pencemaran tanah. Pencemaran tanah selain disebabkan karena kondisi air tanah yang
sudah tercemar, juga disebabkan oleh aktivitas manusia, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat dalam
pemeliharaan lingkungan terutama masalah sanitasi.
Saat ini pengolahan limbah manusia di Kota Surabaya masih mengandalkan septictank yang sulit
diawasi persyaratannya. Secara umum, efisiensi pengolahan dengan metode septictank hanya 60-70%.
Sehingga hasil pengolahan yang dialirkan ke lingkungan melalui tanah belum 100% aman dari zat-zat
dan kuman yang membahayakan. Dengan jumlah penduduk kota yang hampir mencapai 3 juta jiwa, dan
penduduk siang yang jumlahnya lebih tinggi lagi, maka dapat dibayangkan jumlah zat pencemar yang
dibuang ke air dan tanah tiap harinya terus makin banyak. Jumlah zat pencemar akan lebih besar jika
ditambah dari limbah industri yang belum diolah dengan baik yang tidak diperhatikan. Berdasarkan
hasil uji laboratorium terhadap sampel tanah pada tahun 2009, kondisi tanah di Kota Surabaya yang
masih memenuhi baku mutu sekitar 80%.
TUGAS V
BAGAIMANA MENENTUKAN TERAS
1.Kekuatan teras
Saat Anda memutuskan menambahkan tiang di bagian teras, Anda sudah harus memperhitungkan
kekuatan tiang yang dibangun. Pasalnya tiang-tiang ini nantinya harus menyangga beban dari
bangunan teras tersebut. Semakin kokok tiang yang dibangun pada rumah minimalis, tentu semakin
rinci pula perhitungan yang harus dibuat.
2. Desain tiang teras
Untuk memperkuat desain rumah Anda, pilihlah desain tiang teras rumah minimalis yang mampu
menunjang keindahannya. Umumnya, desain teras berbentuk segiempat akan semakin memperkuat
kesan minimalis dari luar ruangan rumah Anda. Tentunya desain tiang ini juga harus senada dengan
warna yang akan Anda tuangkan dalam rumah Anda.
3. Material teras
Langkah selanjutnya yang harus diperhatikan adalah material teras rumah sendiri. Konsep rumah
minimalis umumnya menggunakan bahan semen untuk membangun tiang rumah. Tapi jangan
khawatir, Anda pun bisa berkreasi dengan bahan kayu ataupun besi. Satu hal yang pasti, Anda tetap
harus memperhitungkan konsep rumah secara keseluruhan untuk memutuskan hal ini.
4. Pemilihan keramik
Sedikit berbeda dari bagian di dalam rumah, pada dasarnya teras adalah bagian depan yang
bersentuhan langsung dengan cuaca. Oleh karena itu, usahakan untuk memilih keramik yang tidak
begitu licin. Sehingga ketika hujan turun, lantai tetap tidak licin ketika dipijak. Pilih pulalah material
lantai yang tidak rusak bila harus berpaparan dengan sinar matahari secara langsung. Pasalnya lantai
akan terkena sinar matahari setiap hari. Pilih pulalah desain keramik yang tidak begitu ramai sehingga
tak mengganggu pemandangan.
TUGAS VI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konservasi tanah dan air atau yang sering disebut pengawetan tanah merupakan usaha-usaha yang dilakukan
untuk menjaga dan meningkatkan produktifitas tanah, kuantitas dan kualitas air. Apabila tingkat produktifitas tanah
menurun, terutama karena erosi maka kualitas air terutama air sungai untuk irigasi dan keperluan manusia lain
menjadi tercemar sehingga jumlah air bersih semakin berkurang.Penerapan teknik konservasi tanah dan air meliputi
teknik vegetatif, sipil teknis dan kimiawi. Penerapan teknik vegetaif berupa penanaman vegetasi tetap, budidaya
tanaman lorong, strip rumput dan lain–lain, penerapan sipil teknis berupa pembuatan bangunan dam pengendali, dam
penahan, teras, saluran pembuagan air, sumur resapan, embung, parit buntu (rorak), perlindungan kanan kiri tebing
sungai dan lain–lain, serta penerapan teknik kimiawi berupa pemberian mulsa, bitumen zat kimia.
Pada kenyataannya semakin banyak terjadi degradasi lahan dan air yag disebabkan oleh banyak faktor yang
dapat menyebabkan rusaknya atau berkurangnya kualitas dan kuantitas suatu tanah dan air yang dapat berdampak
buruk pada lingkungan kita bahkan dapat menyebabkan suatu bencan alam seperti longsor yang merupakan bentuk
dari erosi.Salah satu kegiatan dalam menyelamatkan lahan dari tingkat erosi yang tinggi adalah penerapan teknik
konservasi tanah dan air disamping kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharan dan pengayaan tanaman. Konservasi
tanah dan air merupakan upaya untuk penggunaan lahan sesuai dengan syarat–syarat yang diperlukan agar tidak
terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah dan air mempunyai tujuan utama untuk mempertahankan tanah dan air dari
kehilangan dan kerusakannya.
1.2.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai bahan pembelajaran untuk mahasiswa, agar kelak selesai dari
Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Yogyakarta dapat menerapkan tentang teknik konservasi lahan didaerah asal.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KONSERVASI
Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang
memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), yang digunakan
secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) orang Amerika pertama yang
mengemukakan tentang konsep konservasi.
Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya
konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi
dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan
dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
2.2KONSERVASI TANAH
Konservasi tanah merupakan cara penggunaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan berupaya
menghindari terjadi kerusakan tanah, agar tanah dapat berfungsi secara lestari (Arsjad, 2000). Konservasi tanah
berhubungan erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air, dan
usaha untuk mengkonservasi tanah juga merupakan konservasi air. Salah satu tujuan konservasi tanah adalah
meminimumkan erosi pada suatu lahan. Laju erosi yang masih lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan bisa
menjadi masalah yang bila tidak ditanggulangi akan menjebak petani kembali ke dalam siklus yang saling
memiskinkan. Tindakan konservasi tanah merupakan cara untuk melestarikan sumberdaya alam.
Ciri alam yang penting di daerah tropis seperti Indonesia adalah adanya intensitas penyinaran matahari dan
curah hujan yang tinggi dan hampir merata sepanjang tahun. Faktor geologi dan tanah dibentuk oleh kondisi tersebut
dan menghasilkan suatu proses yang cepat dari pembentukan tanah baik dari pelapukan serasah maupun bahan induk.
Sebagai hasil dari proses tersebut, sebagian besar hara tanah tersimpan dalam biomassa vegetasi, dan hanya sedikit
yang tersimpan dalam lapisan olah tanah. Hal yang berbeda dengan kondisi di daerah iklim sedang dimana proses
pertumbuhan vegetasi lambat dan sebagian besar hara tersimpan dalam lapisan olah tanah. Oleh karena itu
pengangkutan vegetasi ataupun sisa panen tanaman keluar lahan pertanian akan membuat tanah mengalami proses
pemiskinan.
Jadi jelas, tanah di luar Jawa sebagian besar merupakan tanah lanjut yang miskin, dan sumber utama kesuburan tanah
adalah bahan organik yang berasal dari pelapukan sisa-sisa tanaman hutan. Karena keterbatasan pengetahuan, tuntutan
keuntungan bisnis, dan batasan waktu, dalam membuka lahan, biasanya persayaratan yang tertentu untuk usaha
pertanian tidak dipahami. Sehingga untuk mempercepat pekerjaan, digunakanlah mesin-mesin besar dalam memotong
pohon, mengangkutnya dan meratakan tanah. Hasilnya, dalam bentuk permukaan tanah menjadi rata, tetapi ditinjau
dari kualitas tanah telah menjadi rusak, karena bahan organik tanah yang juga merupakan bahan semen agregat, telah
teraduk dan hilang. Jika kemudian turun hujan, maka dengan mudah tanah dihancurkan untuk kemudian hara
terangkut oleh air limpasan permukaan.
2.3PERLADANGAN BERPINDAH
Perladangan berpindah (shifting cultivation) merupakan suatu sistem yang dibangun berdasarkan pengalaman
petani dalam mengolah lahan dan tanah yang dipraktekan secara turun temurun. Dalam perladangan berpindah, para
petani biasa menggunakan tahapan pemberaan (fallow), di mana tanah digunakan dalam waktu periode yang pendek,
sehingga erosi dan sedimentasi di sungai rendah, sedangkan kandungan bahan organik disimpan selama pemberaan.
Selain itu digunakan pula praktek pembakaran, namun hal tersebut dapat menyebabkan hilangnya nutrient dari dalam
tanah, tetapi pembakaran dapat meningkatkan pH tanah sehinggga cocok untuk pertumbuhan tanaman. Dalam sistem
dengan periode pemberaan stabil tidak menyebabkan peningkatan CO 2 pada atmosfir karena penghutanan kembali.
Rendahnya produktivitas dapat dipecahkan jika institusi penelitian agrikultural mengambil peranan yang lebih baik
dalam mengalokasikan sumberdaya dalam peningkatan agronomik pada sistem perladangan berpindah. Oleh sebab itu,
sistem perladangan berpindah dapat dijadikan alternatif sistem agrikultur yang permanen di wilayah tropis basah.
2.4BENTUK PERTANIAN KONSERVASI
Sistem perladangan berpindah bagi sebagian ahli dianggap sebagai pemborosan dari sumberdaya alam, atau
sangat primitif (FAO Staff 1957), dan dikenal secara relatif mempunyai ouput yang rendah per unit areanya. Hal ini
kalau ditinjau dari segi ekonomi, tetapi mungkin karena perhatian terhadap sistem inilah yang masih sangat kurang,
yang sebenarnya membutuhkan tindakan yang lebih spesifik untuk menjadi sistem yang dapat diterima, untuk menjadi
alternatif sistem pertanian konservasi.Perladangan berpindah tidak menyebabkan efek yang berbahaya terhadap
lingkungan, bahkan mampu menyediakan alternatif yang aman dibandingkan dengan sistem pertanian lainnya di hutan
tropis basah. Adapun kurangnya peningkatan produktivitas adalah merupakan konsekuensi dari pengabaian dari sistem
ini di dalam kebanyakan penelitian pertanian. Hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian Lahajir, yang menemukan bahwa
hasil perladangan berpindah tidak sanggup lagi mencukupi kebutuhan subsisten mereka.
2.5METODE KONSERVASI
Metode yang kerap diterapkan petani pada konservasi pertanian antara lain metode vegetatif dan metode sipil
teknis.Metoda vegetatif yaitu metoda konservasi dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti tanaman penutup
tanah, tanaman penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran tanaman serta penggunaan pupuk organik dan mulsa.
Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat :
1 memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah,
2 penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi,
3 disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas
tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi
sehingga dapat menambah penghasilan petani.Metoda sipil teknis yaitu suatu metoda konservasi dengan mengatur
aliran permukaan sehingga tidak merusak lapisan olah tanah (Top Soil) yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman.
Usaha konservasi dengan metoda sipil teknis ini yaitu membuat bangunan-bangunan konservaasi antara lain
pengolahan tanah menurut kontur, pembuatan guludan, teras, dan saluran air. Pada metode konservasi sipil teknis
dilakukan Pembuatan teras pada lahan dengan lereng yang curam.
1.
Konservasi lahan kering
Konservasi air merupakan hal yang sangat relevan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering, mencegah bahaya
banjir, kekeringan, dan tanah longsor. Prinsip dasar dari konservasi air adalah menyimpan sebanyak-banyaknya air
pada musim hujan dan memanfaatkan kembali pada musim kemarau. Meskipun cukup banyak teknik konservasi air
yang dapat diimplementasikan di lahan kering, tetapi keberhasilannya sangat ditentukan oleh kondisi biofisik, sosial
ekonomi, dan keinginan petani.
2.
Konservasi lahan kritis
Berbagai cara untuk menangani lahan kritis telah dilakukan oleh pemerintah, antara lain melalui program reboisasi
dan penghijauan. Fakultas Pertanian Andalas (1992) melaporkan bahwa keberhasilan fisik reboisasi selama Pelita IV
baru sekitar 68 %, sedangkan penghijauan hanya 21 %. Hal ini mungkin disebabkan karena kurang tepatnya teknologi
yang digunakan, atau kondisi lahan belum dipelajari dengan cermat, atau karena teknologi tidak diterapkan
sepenuhnya. Ditinjau dari segi pelestarian lingkungan dan efisiensi penggunaan dana dalam program ekstensifikasi
maka pemanfaatan lahan kritis dengan perbaikan produktivitas mungkin lebih baik daripada membuka hutan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang
sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang
diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 2000), dikatakan selanjutnya bahwa konservasi tanah
tidaklah berarti penundaan atau pelarangan pengunaan tanah, tetapi menyesuaikan jenis penggunaannya
dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar
tanah dapat berfungsi secara lestari. Konservasi tanah berhubungan erat dengan konservasi air.
Metode vegetatif adalah suatu cara pengelolaan lahan miring dengan menggunakan tanaman sebagai
sarana konservasi tanah (Seloliman, 1997). Tanaman penutup tanah ini selain untuk mencegah atau
mengendalikan bahaya erosi juga dapat berfungsi memperbaiki struktur tanah, menambahkan bahan organik
tanah, mencegah proses pencucian unsur hara dan mengurangi fluktuasi temperatur tanah.
Cara mekanik adalah cara pengelolaan lahan tegalan (tanah darat) dengan menggunakan sarana fisik
seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasi tanahnya. Tujuannya untuk memperlambat aliran air di
permukaan, mengurangi erosi serta menampung dan mengalirkan aliran air permukaan (Seloliman, 1997).
Metode kimia Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat
kepekaan tanah terhadap erosi. Yang dimaksud dengan cara kimia dalam usaha pencegahan erosi, yaitu
dengan pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur
tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985).
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya pada penulis sendiri. Penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan penyusunan tugas-tugas
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://forester-untad.blogspot.com/2013/06/macam-macam-metode-konservasi.html
http://goodwisdoms.blogspot.com/2010/12/pengertian-konservasi.html
http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/03/metode-konservasi-tanah-dan-air.html
http://liantislantose.blogspot.com/2012/12/konservasi-tanah-disusun-lianti-s.html
http://makalah4all.wap.sh/Data/Kumpulan+makalah+pertanian/__xtblog_entry/9604949
NAMA
: YOHANIS A.KARING
NIM
: 12520080
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA
KUPANG
2014
TUGAS 1
KLASIFIKASI KEMAMPUAN TANAH
Klasifikasi
Kemampuan
Tanah
adalah
penilaian
tanah
secara
sistimatik
dan
pengelompokannya dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan penghambat
bagi penggunaannya. Klasifikasi ini selanjutnya menetapkan jenis usaha tani yang sesuai dan macam
perlakuan yang diperlukan agar dapat dipergunakan untuk berproduksi dalam jangka waktu yang
tidak terbatas.
Tanah dapat digarap adalah sebidang tanah yang sesuai untuk diusahakan bagi usaha tani
tanaman semusim, sedangkan tanah tidak dapat digarap diartikan sebagai sebidang tanah yang tidak
sesuai untuk dipergunakan bagi usaha tani tanaman semusim tetapi sesuai untuk usaha tani tanaman
tahunan atau pohonan.
Metode klasifikasi
Klasifikasi Kemampuan Tanah yang dipakai dalam tulisan ini berdasarkan sistim Klasifikasi
yang dikemukakan oleh Hockensmith and Steele (1943) dan Stallings (1957). Menurut sistim ini
tanah digolongkan atas tiga kategori, yaitu Kelas, Sub-Kelas dan Satuan Pengelolaan. Penggolongan
dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor-faktor penghambat yang permanen atau sulit
dirubah/berubah. Penggolongan dalam Sub-Kelas didasarkan atas jenis faktor-faktor penghambat
tersebut. Penggolongan dalam satuan pengelolaan merupakan paket usaha dan perlakuan yang
diperlukan atau disarankan. Dalam penggolongan satuan pengelolaan perlakuan pengawetan tanah
khususnya dan jumlah pupuk yang diperlukan, dikemukakan.
Kriteria Klasifikasi
Faktor-faktor klasifikasi pada kategori kelas adalah faktor-faktor penghambat yang bersifat
permanen atau sulit dapat dirubah seperti tekstur tanah, lereng permukaan, drainase, kedalaman
efektif tanah. Tingkat erosi yang telah terjadi, liat masam (cat olay) dan faktor-faktor lain yang sulit
untuk dirubah, seperti batuan diatas permukaan tanah, ancaman banjir atau genangan air yang tetap,
dan iklim. Faktor-faktor tersebut digolongkan berdasarkan besarnya (intensitas)
1.
Tekstur tanah (t). Dua belas kelas tekstur tanah seperti tertera pada gambar 19, dekelompokkan
dalam lima kelompok sebagai berikut:
t1 = halus : liat, liat berdebu.
t2 = agak halus : liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat, lempung
liat berpasir.
t3 = sedang : debu, lempung berdebu, lempung.
t4 = agak kasar : lempung berpasir.
t5 = Kasar : pasir berlempung, pasir.
2.
Permeabilitas (p). Permeabilitas dikelompokkan sebagai berikut :
p1 = lambat : 0,5 cm/jam
p2 = agak lambat : 0,5 – 2,0 cm/jam
p3 = sedang : 2,0 – 6,25 cm/jam
p4 = agak cepat : 6,25 – 12,5 cm/jam
p5 = cepat : 12,5 cm/jam.
3.
Kedalaman sampai kerikil, padas, plinthite (k). Kedalaman efektif dikelompokkan sebagai berikut :
k0 = dalam : > 90 cm
k1 = sedang : 90 – 50 cm
k2 = dangkal : 50 – 25 cm
k3 = sangat dangkal : < 25 cm.
4.
Lereng permukaan (l). Lereng permukaan dikelompokkan sebagai berikut :
l0 (A) = 0 – 3 % : datar
l1 (B) = 3 – 8 % : landai/berombak
l2 (C) = 8 – 15 % : agak miring/bergelombang
l3 (D) = 15 – 30 % : miring/berbukit
l4 (E) = 30 – 45 % : agak curam
l5 (F) = 45 – 65 % : curam
l6 (G) = > 65 % : sangat curam
5. Drainase tanah (d). Drainase tanah diklasifikasikan sebagai berikut :
d0 = baik : tanah mempunyai peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari atas sampai lapisan bawah
berwarna terang yang uniform dan tidak terdapat becak-becak.
d1 = agak baik : tanah mempunyai peredaran udara baik. Tidak terdapat becak-becak berwarna kuning,
coklat atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah.
d2 = agak buruk : lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara baik; tidak terdapat becak-becak berwarna
kuning, kelabu atau coklat. Becak-becak terdapat pada seluruh bagian lapisan bawah.
d3 = buruk : bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau becak-becak berwarna
kelabu, coklat atau kekuningan.
d4 = sangat buruk : seluruh lapisan permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah bawah berwarna kelabu
atau terdapat becak-becak kelabu, coklat atau kekuningan.
6.
Erosi (e). Kerusakan oleh erosi dikelompokkan sebagai berikut :
e0 = tidak ada erosi
e1 = ringan : < 25 % lapisan atas hilang
e2 = sedang : 25 – 75 % lapisan atas hilang
e3 = berat : > 75 % lapisan atas hilang - < 25 % lapisan bawah hilang
e4 = sangat berat : sampai lebih dari 25 % lapisan bawah hilang
7.
Faktor-faktor khusus.
Faktor-faktor penghambat lain yang mungkin terdapat adalah batu-batuan dan bahaya banjir.
7.1
Batu-batuan :
Bahan kasar dapat berada dalam lapisan tanah atau di permukaan tanah.
Bahan kasar yang terdapat dalam lapisan 20 cm atau dibagi atas tanah yang berukuran lebih besar dari
2 mm dibedakan sebagai berikut :
Krikil : adalah bahan kasar yang berdiameter lebih besar dari 2 mm sampai 7,5 cm jika
berbentuk bulat atau sampai 15 cm sumbu panjang jika berbentuk gepeng. Kerikil di dalam lapisan 20
cm permukaan tanah dikelompokkan sebagai berikut :
b0 = tidak ada tau sedikit : 0 – 15 % volume tanah
b1 = sedang : 15 – 50 % volume tanah
b2 = banyak : 50 – 90 % volume tanah
b3 = sangat banyak : > 90 % volume tanah.
Batuan Kecil : adalah bahan kasar atau batuan berdiameter 7,5 cm sampai 25 cm jika berbentuk
bulat, atau sumbu panjangnya berukuran 15 cm sampai 40 cm jika berbentuk gepeng. Banyaknya
batuan kecil dikelompokkan sebagai berikut :
b0 = tidak ada atau sedikit : 0 – 15 % volume tanah
b1 = sedang : 15 – 50 % volume tanah : pengelolaan tanah mulai agak sulit dan pertumbuhan tanaman agak
terganggu.
b2 = banyak : 50 – 90 % volume tanah : pengelolaan tanah sangat sulit dan pertumbuhan tanaman terganggu
b3 = sangat banyak : > 90 % volume tanah : pengelolaaan tanah tidak mungkin dilakukan dan pertumbuhan
tanaman terganggu.
Menurut sistem ini tanah diklasifikasikan dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf
Romawi I, II, III, IV, V, VI, VII dan VIII, yang didefinisikan sebagai berikut :
Kelas I (dengan warna hijau). Tanah kelas satu sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian
tanpa memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Tanahnya datar, dalam, bertekstur halus
dan sedang, mudah diolah dan responsif terhadap pemupukan. Tanah kelas I tidak mempunyai
penghambat atau ancaman kerusakan dan oleh karenanya dapat digarap untuk usaha tani tanaman
semusim dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur yang baik
diperlukan untuk menjaga kesuburannya dan mempertinggi produktivitas.
Kelas II (dengan warna kuning). Tanah kelas II sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian
dengan sedikit hambatan dan ancaman kerusakan. Tanahnya berlereng landai, kedalamannya dalam
atau bertekstur halus sampai agak halus. Jika digarap untuk usaha pertanian semusim diperlukan
tindakan pengawetan tanah yang ringan seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman
dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, atau guludan, di samping tindakan-tindakan
pemupukan seperti pada kelas I.
Kelas III (dengan warna merah). Tanah kelas III sesuai untuk segala jenis penggunaan
pertanian dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari tanah kelas II sehingga
memerlukan tindakan pengawetan khusus. Tanah kelas III terletak pada lereng agak miring, atau
berdrainase buruk, kedalamannya sedang, atau permeabilitasnya agak cepat. Tindakan pengawetan
tanah khusus seperti penanaman dalam strip, pembuatan teras, pergiliran dengan tanaman penutup
tanah di mana waktu untuk tanaman tersebut lebih lama, disamping tindakan-tindakan untuk
memelihara atau meningkatkan kesuburan tanah.
Kelas IV (dengan warna biru). Tanah kelas IV sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian
dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari tanah kelas III, sehingga memerlukan
tindakan khusus pengawetan tanah yang lebih berat dan lebih terbatas waktu penggunaannya untuk
tanaman semusim. Tanah kelas IV terletak pada lereng yang miring (15-30 %) atau berdrainase buruk
atau kedalamannya dangkal. Jika dipergunakan untuk tanaman semusim diperlukan pembuatan terras
atau pembuatan drainase atau pergiliran dengan tanaman penutup tanah/makanan ternak/pupuk hijau
selama 3 – 5 tahun.
Kelas V (dengan warna hijau tua). Tanah kelas V tidak sesuai untuk digarap bagi tanaman
semusim, tetapi lebih sesuai untuk ditanami tanaman makanan ternak secara permanen atau
dihutankan. Tanah kelas V terletak pada tempat yang datar atau agak cekung sehingga selalu
tergenang air atau terlalu banyak batu diatas permukaannya atau terdapat liat masam (cat clay) di
dekat atau pada daerah perakarannya.
Tanah kelas VI (dengan warna oranye). Tanah kelas VI tidak sesuai untuk digarap bagi usaha
tani tanaman semusim, disebabkan karena terletak pada lereng yang agak curam (30 – 45 %) sehingga
mudah tererosi, atau kedalamannya yang sangat dangkal atau telah mengalami erosi berat. Tanah ini
lebih sesuai untuk padang rumput atau dihutankan. Jika digarap untuk usaha tanai tanaman semusim
diperlukan pembuatan terras tangga/bangku. Penggunaannya untuk padang rumput harus dijaga agar
rumputnya selalu menutup dengan baik. Penebangan kayu, jika dihutankan harus selektip.
Kelas VII (dengan warna coklat). Tanah kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk digarap bagi
usaha tani tanaman semusim, tetapi lebih baik untuk ditanami vegetasi permanen. Jika digunakan
untuk padang rumput atau hutan maka pengambilan rumput atau pengembalaan atau penebangan
harus dilakukan dengan hati-hati. Tanah kelas VII terletak pada lereng yang curam (45 – 65 %) dan
tanahnya dangkal, atau telah mengalami erosi yang sangat berat.
Kelas VIII (dengan warna putih). Tanah kelas VIII tidak sesuai untuk usaha produksi
pertanian, dan harus dibiarkan pada keadaan alami atau dibawah vegetasi alam. Tanah ini dapat
dipergunakan untuk cagar alam, daerah rekreasi atau hutan lindung. Tanah kelas VIII adalah tanahtanah yang belereng sangat curam atau lebih dari 90 % permukaan tanah ditutupi batuan lepas atau
batuan ungkapan, atau tanah yang bertekstur kasar.
Jenis faktor penghambat menentukan sub-kelas yang ditulis di belakang angka kelas sebagai
berikut : III1, IIIk2, atau IIId3 yang masing-masing menyatakan tanah kelas II disebabkan oleh faktor
lereng (12), tanah kelas III yang disebabkan oleh kedalaman yang sedang (k2) atau kelas III
disebabkan oleh drainase yang agak buruk (d3).
TUGAS 11
SIKLUS HIDROLOGI
1.Mahasiswa mengetahui pengertianruang lingkup dan peranan Ilmu hidrologi
,2 Mahasiswa mampu menjelaskan Siklus Hidrologi dan Hidrologi di Indonesia
A. Pengertian
ruang lingkup dan peranan Ilmu hidrologi
Hidrologi adalah cabang ilmu dari ilmu kebumian. Hidrologi merupakan ilmu yang
penting dalam asesmen, pengembangan, utilisasi dana manajemen summberdaya air
yang dewasa ini semakin meningkat realisasinya di berbagai level.
Indonesia secara umum
juga mengalami berbagai permasalahan sumberdaya air yang membutuhkan
analisis hidrologi yang semakin rumit dalam mengatasinya. Hal ini mendorong para
peneliti bidang Hidrologi untuk semakin intensif dalam mengumpulkan data dan
informasi dari level global s
ampai pada tingkat prilaku air di sub-sub daerah aliran sungai.
Pemahaman ilmu hidrologi akan membantu kita dalam menyelesaikan problem
berupa kekeringan, banjir, perencanaan sumberdaya air seperti dalam disain irigasi/bendungan,
pengelolaan daerah aliran
sungai, degradasi lahan, sedimentasi dan problem lain yang terkait dengan kasus keairan.
B. Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas, dan padat baik proses
di atmosfir, tanah dan badan badan air yang tidak terputus melalui proses kondensasi,
presipitasi, evaporasi dan transpirasi.
Pemanasan air samudera oleh sinar matahari
merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air
berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk air, es atau kabut. Pada
perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau
langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah.
Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
1.Siklus Hidrologi (T=transpirasi, E=evaporasi, P=hujan, R=aliran permukaan, G=aliran airtanah dan
I=infiltrasi). Sumber: Viessman et.al., 1989)
1.Evaporasi / transpirasi
Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb.
kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan.
Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun
(precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
2.Infiltrasi
Perkolasi ke dalam tanah
Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air
tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal
dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
3.Air Permukaan
Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama
dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin
besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada
daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai
utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju
laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, wadu
k, rawa), dan
sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan
berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus
hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air
di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.
Gambar 2. Kesetimbangan dan pergerakan air secara hidrologis. (Sumber: Viessman
et.al., 1989)
.
TUGAS 111
1 hubungan vegatasi terhadap erosi
erosi memiliki keterkaitan dengan kerapatan vegetasi. Tujuan penelitian adalah mengetahui
tingkat kerapatan tutupan vegetasi, mengetahui tingkat erosi, dan mengetahui hubungan antara tingkat
kerapatan tutupan kanopi vegetasi dan vegetasi penutup tanah dengan tingkat erosi.Transformasi NDVI
citra satelit ALOS AVNIR-2 digunakan untuk memperoleh informasi obyek vegetasi. 40 sampel diamati
berdasarkan metode acak berstrata dari satuan lahan dan indeks vegetasi. Kerapatan vegetasi, lereng,
dan tingkat erosi diidentifikasi dalam bentuk data ordinal. Analisis tabulasi silang antara tingkat erosi
dan faktor-faktor pengontrol dominan menggunakan indeks kappa.�Estimasi kerapatan tutupan kanopi
diperoleh dengan persamaan regresi polinomial. Klasifikasi tingkat kerapatan kanopi DAS Secang
didominasi oleh tingkat sedang. Jenis vegetasi meliputi akasia, sengon, kakao, durian, manggis, dan
kaliandra dengan kerapatan tutupan tanah didominasi oleh kerapatan buruk rerumputan dan seresah.
Pedestal, singkapan akar, dan erosi alur menunjukkan tingkat erosi ringan. Tingkat erosi memiliki
hubungan lebih besar dengan kerapatan tutupan tanah dalam menghambat erosi.
2.klafikasi hujan
a. Berdasarkan ukuran butirannya ,hujan dibedakan menjadi:
1) hujan gerimis/drizzle, diameter butir-butirannya kurang dari 0,5 mm;
2) hujan salju/snow, terdiri dari kristal-kristal es yang temperatur udaranya
berada di bawah titik beku;
3) hujan batu es, merupakan curahan batu es yang turun di dalam cuaca
panas dari awan yang temperaturnya di bawah titik beku; dan
4) hujan deras/rain, yaitu curahan air yang turun dari awan yang
temperaturnya di atas titik beku dan diameter butirannya kurang lebih
7 mm.
b. Berdasarkan proses terjadinya, hujan dibedakan atas:
1) Hujan Frontal
Hujan frontal adalah hujan yang terjadi di daerah front, yang disebabkan oleh
pertemuan dua massaudara yang berbedatemperaturnya.panas/lembab bertemu dengan massa udara
dingin/padatsehingga berkondensasi dan terjadilah hujan
2) Hujan Zenithal/ Ekuatorial/ Konveksi/ Naik Tropis
Jenis hujan ini terjadi karena udara naik disebabkan adanya
pemanasan tinggi. Terdapat di daerah tropis antara 23,5o LU - 23,5o
LS. Oleh karena itu disebut juga hujan naik tropis. Arus konveksi
menyebabkan uap air di ekuator naik secara vertikal sebagai akibat
pemanasan air laut terus menerus. Terjadilah kondensasi dan turun
hujan. Itulah sebabnya jenis hujan ini dinamakan juga hujan ekuatorial
atau hujan konveksi.
3) Hujan Orografis/Hujan Naik Pegunungan
Terjadi karena udara yang mengandung uap air dipaksa oleh angin
mendaki lereng pegunungan yang makin ke atas makin dingin sehingga
terjadi kondensasi, terbentuklah awan dan jatuh sebagai hujan. Hujan
yang jatuh pada lereng yang dilaluinya disebut hujan orografis,
sedangkan di lereng sebelahnya bertiup angin jatuh yang kering dan
disebut daerah bayangan hujan. Lihat gambar 11.
Gambar 11. Hujan Orografis.
Awan
Awan ialah kumpulan titik-titik air/kristal es di dalam udara yang terjadi karena
adanya kondensasi/sublimasi dari uap air yang terdapat dalam udara. Awan
yang menempel di permukaan bumi disebut kabut.
a. Menurut morfologinya (bentuknya)
Berdasatkan morfologinya, awan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Awan Commulus yaitu awan yang bentuknya bergumpal-gumpal
(bunar-bundar) dan dasarnya horizontal.
2) Awan Stratus yaitu awan yang tipis dan tersebar luas sehingga dapat
menutupi langit secara merata. Dalam arti khusus awan stratus adalah
awan yang rendah dan luas.
3) Awan Cirrus yaitu awan yang berdiri sendiri yang halus dan berserat,
berbentuk seperti bulu burung. Sering terdapat kristal es tapi tidak
dapat menimbulkan hujan.
b. Berdasarkan ketinggiannya
Berdasarkan ketinggiannya, awan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Awan tinggi (lebih dari 6000 m – 9000 m), karena tingginya selalu
terdiri dari kristal-kristal es.
a) Cirrus (Ci) : awan tipis seperti bulu burung.
b) Cirro stratus (Ci-St) : awan putih merata seperti tabir.
c) Cirro Cumulus (Ci-Cu) : seperti sisik ikan.
2) Awan sedang (2000 m – 6000 m)
a) Alto Comulus (A-Cu) : awan bergumpal gumpal tebal.
b) Alto Stratus (A- St) : awan berlapis-lapis tebal.
3) Awan rendah (di bawah 200 m)
a) Strato Comulus (St-Cu) : awan yang tebal luas dan bergumpalgumpal.
b) Stratus (St) : awan merata rendah dan berlapis-lapis.
c) Nimbo Stratus (No-St) : lapisan awan yang luas, sebagian telah
merupakan hujan.
4) Awan yang terjadi karena udara naik, terdapat pada ketinggian 500
m–1500 m
a) Cummulus (Cu) : awan bergumpal-gumpal, dasarnya
rata.
b) Comulo Nimbus (Cu-Ni): awan yang bergumpal gumpal luas dan
sebagian telah merupakan hujan,
sering terjadi angin ribut.
KLASIFIKASI IKLIM DAN
POLA CURAH HUJAN DI INDONESIA
Setelah mempelajari kegiatan ini, Anda diharapkan mempunyai
kompetensi:
1. mengklasifikasi berbagai tipe iklim; dan
2. menyajikan informasi tentang persebaran hujan di Indonesia.
TUGAS IV
Pencemaran Air, Udara dan Tanah
Pencemaran air, udara dan tanah merupakan permasalahan lingkungan hidup yang tidak bisa dihindari
Kota Surabaya sebagai dampak berbagai aktivitas kota metropolitan yang semakin meningkat.
Pencemaran air meliputi pencemaran air sungai dan air bersih (air sumur). Kondisi air sungai di
Surabaya ternyata belum memenuhi baku mutu air sesuai Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001
maupun Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air (hasil pemantauan Badan Lingkungan Hidup, 2009). Sedangkan penentuan kualitas air
bersih (air sumur) berdasarkan parameter dari Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air.
Kualitas air bersih Kota Surabaya selama 3 tahun terakhir (2007-2009) digambarkan pada bar-chart di
atas. Dari hasil uji laboratorium Badan Lingkungan Hidup, air bersih Kota Surabaya yang masih
memenuhi baku mutu pada tahun 2007 mencapai 93,6% dan tahun 2008 mencapai 97,5%. Sedangkan
pada tahun 2009 air bersih yang masih memenuhi baku mutu hanya mencapai 58,2% (dari 428 sampel
yang diambil dan diuji, 249 sampel masih memenuhi baku mutu kualitas air bersih dan 179 sampel
sudah tidak memenuhi baku mutu). Diperoleh fakta bahwa kualitas air bersih Kota Surabaya antara
tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan kualitas yang sangat drastis.
Dalam upaya meningkatkan kualitas air di perairan Kota Surabaya perlu diketahui gambaran awal
beban pencemaran yang ditimbulkan akibat aktifitas kegiatan usaha yang berpotensi menghasilkan air
limbah di saluran drainase kota yang akhirnya akan bermuara di badan air sungai. Beban pencemaran
air limbah dari suatu kegiatan usaha dapat diukur dari konsentrasi kadar BOD, COD dan TSS.
Untuk menurunkan beban pencemaran perairan diharapkan semua kegiatan usaha yang berpotensi
menghasilkan air limbah melakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran drainase
kota. Melalui kegiatan pengawasan dan pengendalian dampak lingkungan, kegiatan usaha yang
menghasilkan air limbah di kota Surabaya sampai akhir tahun 2009, prosentase penurunan beban BOD
per tahun telah menurun sampai 41,63 %, prosentase penurunan beban COD per tahun menurun sampai
59,90 % dan prosentase penurunan beban TSS per tahun menurun sampai 46,57 %.
Selain penurunan kualitas air, kualitas udara di Kota Surabaya dari tahun ke tahun juga mengalami
penurunan. Hal ini dibuktikan dari hasil monitoring udara ambient oleh Badan Lingkungan Hidup Kota
Surabaya.
Dari tabel diketahui bahwa jumlah hari dengan kualitas udara baik di Kota Surabaya tiap tahun
keadaannya naik turun, yaitu 26 hari pada tahun 2006, naik menjadi 60 hari tahun 2007, kemudian naik
lagi menjadi 86 hari tahun 2008. Akan tetapi pada tahun 2009 jumlah hari dengan kualitas udara baik
menurun sangat drastis, hanya 24 hari (menurun 28% dari tahun sebelumnya). Sebaliknya, jumlah hari
dengan kualitas udara tidak sehat hampir stagnan mulai tahun 2006-2008 (masing-masing 5 hari, 5 hari,
dan 8 hari). Sedangkan pada tahun 2009, jumlah hari dengan kualitas udara tidak sehat melonjak
menjadi 30 hari. Jadi terjadi lompatan kondisi udara yang buruk antara tahun 2008 dan 2009 yang
sangat mengkhawatirkan. Bagan penurunan kualitas udara ambient Kota Surabaya 4 tahun terakhir
(2006-2009) digambarkan pada gambar 3.2. berikut ini.
Dari hasil pemantauan kualitas udara selama tahun 2006-2009, telah terjadi kecenderungan penurunan
parameter dominan pada PM10 dan CO, sedangkan O3 dan SO2 cenderung naik. Hal ini dipicu oleh
tingginya suhu udara. Dengan bantuan sinar ultraviolet, NOX (Oksida Nitrogen) bereaksi dengan HC
(Hidrokarbon) dari emisi gas buang kendaraan bermotor yang akan memicu pelepasan radikal bebas
atom O (reaksi photochemical) yang selanjutnya berikatan dengan O2 membentuk O3.
Salah satu cara untuk mengatasi pencemaran udara adalah dengan:
Meningkatkan kesadaran masyarakat dan swasta untuk ikut berperan aktif dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
Memperbaiki managemen lalu lintas menuju transportasi berkelanjutan yang bverwawasan lingkungan.
Memperketat pelaksanaan uji emisi gas buang kendaraan bermotor.
Memperbanyak Ruang Terbuka Hijau terutama tanaman penyerap polutan.
Mendorong pemerintah pusat untuk menyediakan bahan bakar yang ramah lingkungan.
Langkah lain untuk mengurangi pencemaran udara adalah dengan mengurangi emisi cerobong yang
berasal dari sumber tidak bergerak yang berasal dari kegiatan usaha/industry. Dalam melakukan
pengendalian pencemaran udara yang berasal dari sumber tidak bergerak terlebih dahulu dilakukan
inventarisasi kegiatan usaha yang menghasilkan sumber emisi yang berpotensi menyebabkan
pencemaran udara. Pemantauan yang terus menerus dalam rangka kegiatan pengawasan dan
pengendalian dampak lingkungan terhadap kegiatan usaha yang berpotensi menghasilkan emisi
cerobong dapat menggambarkan tingkat ketaatan usaha terhadap ketentuan peraturan dalam
pengendalian pencemaran udara. Hasil pemantauan sampai akhir tahun 2009, prosentase kegiatan
industri yang memenuhi ketentuan persyaratan baru mencapai 29,4 % dari jumlah kegiatan usaha yang
berpotensi mencemari udara.
Selain pencemaran air dan udara, satu lagi pencemaran yang mengancam kelangsungan kehidupan Kota
Surabaya adalah pencemaran tanah. Pencemaran tanah selain disebabkan karena kondisi air tanah yang
sudah tercemar, juga disebabkan oleh aktivitas manusia, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat dalam
pemeliharaan lingkungan terutama masalah sanitasi.
Saat ini pengolahan limbah manusia di Kota Surabaya masih mengandalkan septictank yang sulit
diawasi persyaratannya. Secara umum, efisiensi pengolahan dengan metode septictank hanya 60-70%.
Sehingga hasil pengolahan yang dialirkan ke lingkungan melalui tanah belum 100% aman dari zat-zat
dan kuman yang membahayakan. Dengan jumlah penduduk kota yang hampir mencapai 3 juta jiwa, dan
penduduk siang yang jumlahnya lebih tinggi lagi, maka dapat dibayangkan jumlah zat pencemar yang
dibuang ke air dan tanah tiap harinya terus makin banyak. Jumlah zat pencemar akan lebih besar jika
ditambah dari limbah industri yang belum diolah dengan baik yang tidak diperhatikan. Berdasarkan
hasil uji laboratorium terhadap sampel tanah pada tahun 2009, kondisi tanah di Kota Surabaya yang
masih memenuhi baku mutu sekitar 80%.
TUGAS V
BAGAIMANA MENENTUKAN TERAS
1.Kekuatan teras
Saat Anda memutuskan menambahkan tiang di bagian teras, Anda sudah harus memperhitungkan
kekuatan tiang yang dibangun. Pasalnya tiang-tiang ini nantinya harus menyangga beban dari
bangunan teras tersebut. Semakin kokok tiang yang dibangun pada rumah minimalis, tentu semakin
rinci pula perhitungan yang harus dibuat.
2. Desain tiang teras
Untuk memperkuat desain rumah Anda, pilihlah desain tiang teras rumah minimalis yang mampu
menunjang keindahannya. Umumnya, desain teras berbentuk segiempat akan semakin memperkuat
kesan minimalis dari luar ruangan rumah Anda. Tentunya desain tiang ini juga harus senada dengan
warna yang akan Anda tuangkan dalam rumah Anda.
3. Material teras
Langkah selanjutnya yang harus diperhatikan adalah material teras rumah sendiri. Konsep rumah
minimalis umumnya menggunakan bahan semen untuk membangun tiang rumah. Tapi jangan
khawatir, Anda pun bisa berkreasi dengan bahan kayu ataupun besi. Satu hal yang pasti, Anda tetap
harus memperhitungkan konsep rumah secara keseluruhan untuk memutuskan hal ini.
4. Pemilihan keramik
Sedikit berbeda dari bagian di dalam rumah, pada dasarnya teras adalah bagian depan yang
bersentuhan langsung dengan cuaca. Oleh karena itu, usahakan untuk memilih keramik yang tidak
begitu licin. Sehingga ketika hujan turun, lantai tetap tidak licin ketika dipijak. Pilih pulalah material
lantai yang tidak rusak bila harus berpaparan dengan sinar matahari secara langsung. Pasalnya lantai
akan terkena sinar matahari setiap hari. Pilih pulalah desain keramik yang tidak begitu ramai sehingga
tak mengganggu pemandangan.
TUGAS VI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konservasi tanah dan air atau yang sering disebut pengawetan tanah merupakan usaha-usaha yang dilakukan
untuk menjaga dan meningkatkan produktifitas tanah, kuantitas dan kualitas air. Apabila tingkat produktifitas tanah
menurun, terutama karena erosi maka kualitas air terutama air sungai untuk irigasi dan keperluan manusia lain
menjadi tercemar sehingga jumlah air bersih semakin berkurang.Penerapan teknik konservasi tanah dan air meliputi
teknik vegetatif, sipil teknis dan kimiawi. Penerapan teknik vegetaif berupa penanaman vegetasi tetap, budidaya
tanaman lorong, strip rumput dan lain–lain, penerapan sipil teknis berupa pembuatan bangunan dam pengendali, dam
penahan, teras, saluran pembuagan air, sumur resapan, embung, parit buntu (rorak), perlindungan kanan kiri tebing
sungai dan lain–lain, serta penerapan teknik kimiawi berupa pemberian mulsa, bitumen zat kimia.
Pada kenyataannya semakin banyak terjadi degradasi lahan dan air yag disebabkan oleh banyak faktor yang
dapat menyebabkan rusaknya atau berkurangnya kualitas dan kuantitas suatu tanah dan air yang dapat berdampak
buruk pada lingkungan kita bahkan dapat menyebabkan suatu bencan alam seperti longsor yang merupakan bentuk
dari erosi.Salah satu kegiatan dalam menyelamatkan lahan dari tingkat erosi yang tinggi adalah penerapan teknik
konservasi tanah dan air disamping kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharan dan pengayaan tanaman. Konservasi
tanah dan air merupakan upaya untuk penggunaan lahan sesuai dengan syarat–syarat yang diperlukan agar tidak
terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah dan air mempunyai tujuan utama untuk mempertahankan tanah dan air dari
kehilangan dan kerusakannya.
1.2.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai bahan pembelajaran untuk mahasiswa, agar kelak selesai dari
Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Yogyakarta dapat menerapkan tentang teknik konservasi lahan didaerah asal.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KONSERVASI
Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang
memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), yang digunakan
secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) orang Amerika pertama yang
mengemukakan tentang konsep konservasi.
Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya
konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi
dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan
dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
2.2KONSERVASI TANAH
Konservasi tanah merupakan cara penggunaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan berupaya
menghindari terjadi kerusakan tanah, agar tanah dapat berfungsi secara lestari (Arsjad, 2000). Konservasi tanah
berhubungan erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air, dan
usaha untuk mengkonservasi tanah juga merupakan konservasi air. Salah satu tujuan konservasi tanah adalah
meminimumkan erosi pada suatu lahan. Laju erosi yang masih lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan bisa
menjadi masalah yang bila tidak ditanggulangi akan menjebak petani kembali ke dalam siklus yang saling
memiskinkan. Tindakan konservasi tanah merupakan cara untuk melestarikan sumberdaya alam.
Ciri alam yang penting di daerah tropis seperti Indonesia adalah adanya intensitas penyinaran matahari dan
curah hujan yang tinggi dan hampir merata sepanjang tahun. Faktor geologi dan tanah dibentuk oleh kondisi tersebut
dan menghasilkan suatu proses yang cepat dari pembentukan tanah baik dari pelapukan serasah maupun bahan induk.
Sebagai hasil dari proses tersebut, sebagian besar hara tanah tersimpan dalam biomassa vegetasi, dan hanya sedikit
yang tersimpan dalam lapisan olah tanah. Hal yang berbeda dengan kondisi di daerah iklim sedang dimana proses
pertumbuhan vegetasi lambat dan sebagian besar hara tersimpan dalam lapisan olah tanah. Oleh karena itu
pengangkutan vegetasi ataupun sisa panen tanaman keluar lahan pertanian akan membuat tanah mengalami proses
pemiskinan.
Jadi jelas, tanah di luar Jawa sebagian besar merupakan tanah lanjut yang miskin, dan sumber utama kesuburan tanah
adalah bahan organik yang berasal dari pelapukan sisa-sisa tanaman hutan. Karena keterbatasan pengetahuan, tuntutan
keuntungan bisnis, dan batasan waktu, dalam membuka lahan, biasanya persayaratan yang tertentu untuk usaha
pertanian tidak dipahami. Sehingga untuk mempercepat pekerjaan, digunakanlah mesin-mesin besar dalam memotong
pohon, mengangkutnya dan meratakan tanah. Hasilnya, dalam bentuk permukaan tanah menjadi rata, tetapi ditinjau
dari kualitas tanah telah menjadi rusak, karena bahan organik tanah yang juga merupakan bahan semen agregat, telah
teraduk dan hilang. Jika kemudian turun hujan, maka dengan mudah tanah dihancurkan untuk kemudian hara
terangkut oleh air limpasan permukaan.
2.3PERLADANGAN BERPINDAH
Perladangan berpindah (shifting cultivation) merupakan suatu sistem yang dibangun berdasarkan pengalaman
petani dalam mengolah lahan dan tanah yang dipraktekan secara turun temurun. Dalam perladangan berpindah, para
petani biasa menggunakan tahapan pemberaan (fallow), di mana tanah digunakan dalam waktu periode yang pendek,
sehingga erosi dan sedimentasi di sungai rendah, sedangkan kandungan bahan organik disimpan selama pemberaan.
Selain itu digunakan pula praktek pembakaran, namun hal tersebut dapat menyebabkan hilangnya nutrient dari dalam
tanah, tetapi pembakaran dapat meningkatkan pH tanah sehinggga cocok untuk pertumbuhan tanaman. Dalam sistem
dengan periode pemberaan stabil tidak menyebabkan peningkatan CO 2 pada atmosfir karena penghutanan kembali.
Rendahnya produktivitas dapat dipecahkan jika institusi penelitian agrikultural mengambil peranan yang lebih baik
dalam mengalokasikan sumberdaya dalam peningkatan agronomik pada sistem perladangan berpindah. Oleh sebab itu,
sistem perladangan berpindah dapat dijadikan alternatif sistem agrikultur yang permanen di wilayah tropis basah.
2.4BENTUK PERTANIAN KONSERVASI
Sistem perladangan berpindah bagi sebagian ahli dianggap sebagai pemborosan dari sumberdaya alam, atau
sangat primitif (FAO Staff 1957), dan dikenal secara relatif mempunyai ouput yang rendah per unit areanya. Hal ini
kalau ditinjau dari segi ekonomi, tetapi mungkin karena perhatian terhadap sistem inilah yang masih sangat kurang,
yang sebenarnya membutuhkan tindakan yang lebih spesifik untuk menjadi sistem yang dapat diterima, untuk menjadi
alternatif sistem pertanian konservasi.Perladangan berpindah tidak menyebabkan efek yang berbahaya terhadap
lingkungan, bahkan mampu menyediakan alternatif yang aman dibandingkan dengan sistem pertanian lainnya di hutan
tropis basah. Adapun kurangnya peningkatan produktivitas adalah merupakan konsekuensi dari pengabaian dari sistem
ini di dalam kebanyakan penelitian pertanian. Hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian Lahajir, yang menemukan bahwa
hasil perladangan berpindah tidak sanggup lagi mencukupi kebutuhan subsisten mereka.
2.5METODE KONSERVASI
Metode yang kerap diterapkan petani pada konservasi pertanian antara lain metode vegetatif dan metode sipil
teknis.Metoda vegetatif yaitu metoda konservasi dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti tanaman penutup
tanah, tanaman penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran tanaman serta penggunaan pupuk organik dan mulsa.
Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat :
1 memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah,
2 penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi,
3 disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas
tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi
sehingga dapat menambah penghasilan petani.Metoda sipil teknis yaitu suatu metoda konservasi dengan mengatur
aliran permukaan sehingga tidak merusak lapisan olah tanah (Top Soil) yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman.
Usaha konservasi dengan metoda sipil teknis ini yaitu membuat bangunan-bangunan konservaasi antara lain
pengolahan tanah menurut kontur, pembuatan guludan, teras, dan saluran air. Pada metode konservasi sipil teknis
dilakukan Pembuatan teras pada lahan dengan lereng yang curam.
1.
Konservasi lahan kering
Konservasi air merupakan hal yang sangat relevan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering, mencegah bahaya
banjir, kekeringan, dan tanah longsor. Prinsip dasar dari konservasi air adalah menyimpan sebanyak-banyaknya air
pada musim hujan dan memanfaatkan kembali pada musim kemarau. Meskipun cukup banyak teknik konservasi air
yang dapat diimplementasikan di lahan kering, tetapi keberhasilannya sangat ditentukan oleh kondisi biofisik, sosial
ekonomi, dan keinginan petani.
2.
Konservasi lahan kritis
Berbagai cara untuk menangani lahan kritis telah dilakukan oleh pemerintah, antara lain melalui program reboisasi
dan penghijauan. Fakultas Pertanian Andalas (1992) melaporkan bahwa keberhasilan fisik reboisasi selama Pelita IV
baru sekitar 68 %, sedangkan penghijauan hanya 21 %. Hal ini mungkin disebabkan karena kurang tepatnya teknologi
yang digunakan, atau kondisi lahan belum dipelajari dengan cermat, atau karena teknologi tidak diterapkan
sepenuhnya. Ditinjau dari segi pelestarian lingkungan dan efisiensi penggunaan dana dalam program ekstensifikasi
maka pemanfaatan lahan kritis dengan perbaikan produktivitas mungkin lebih baik daripada membuka hutan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang
sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang
diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 2000), dikatakan selanjutnya bahwa konservasi tanah
tidaklah berarti penundaan atau pelarangan pengunaan tanah, tetapi menyesuaikan jenis penggunaannya
dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar
tanah dapat berfungsi secara lestari. Konservasi tanah berhubungan erat dengan konservasi air.
Metode vegetatif adalah suatu cara pengelolaan lahan miring dengan menggunakan tanaman sebagai
sarana konservasi tanah (Seloliman, 1997). Tanaman penutup tanah ini selain untuk mencegah atau
mengendalikan bahaya erosi juga dapat berfungsi memperbaiki struktur tanah, menambahkan bahan organik
tanah, mencegah proses pencucian unsur hara dan mengurangi fluktuasi temperatur tanah.
Cara mekanik adalah cara pengelolaan lahan tegalan (tanah darat) dengan menggunakan sarana fisik
seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasi tanahnya. Tujuannya untuk memperlambat aliran air di
permukaan, mengurangi erosi serta menampung dan mengalirkan aliran air permukaan (Seloliman, 1997).
Metode kimia Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat
kepekaan tanah terhadap erosi. Yang dimaksud dengan cara kimia dalam usaha pencegahan erosi, yaitu
dengan pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur
tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985).
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya pada penulis sendiri. Penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan penyusunan tugas-tugas
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://forester-untad.blogspot.com/2013/06/macam-macam-metode-konservasi.html
http://goodwisdoms.blogspot.com/2010/12/pengertian-konservasi.html
http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/03/metode-konservasi-tanah-dan-air.html
http://liantislantose.blogspot.com/2012/12/konservasi-tanah-disusun-lianti-s.html
http://makalah4all.wap.sh/Data/Kumpulan+makalah+pertanian/__xtblog_entry/9604949