GEOLOGI DAN GEOMETRI LAPISAN BATUBARA DA (2)

GEOLOGI DAN GEOMETRI LAPISAN BATUBARA DAERAH JAWERA,
DISTRIK TELUK ARGUNI BAWAH, KABUPATEN KAIMANA, PROVINSI PAPUA BARAT
OLEH:
RADOLF HENGKI VALENTINO MALAU
NIM: 111.080.248
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
SARI

Secara administratif, daerah penelitian terletak di daerah Jawera, Distrik Teluk Arguni Bawah, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat.
Letak geografis 02o 53’ 43,66” - 03o 57’ 43,6” LS dan 133 o 37’ 30.8” - 133o 39’ 32,4” BT, atau 347209 mE - 350964 mE dan 9672500 mN – 9667862
mN zona UTM -53 dengan luas wilayahnya adalah 18,241Km2.
Metodologi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu: akuisisi, analisa, dan sintesa. Akuisisi mer upakan tahapan
perolehan data yang terdiri dari studi pustaka regional dan pemetaan geologi permukaan. Analisa merupakan tahapan pemrosesan data terhadap hal
yang geometri lapisan batubara dan proses geologi di daerah penelitian, dan tahapan sintesa adalah menjelaskan proses –proses geologi yang
mempengaruhi kondisi geometri lapisan batubara.
Berdasarkan aspek geomorfologi menurut Van Zuidam (1983), maka daerah penelitian dapat dibagi menjadi 2 bentukan asal dan 3 satuan
bentuklahan, yaitu: a. Bentukan asal struktural (S) terdiri dari satuan bentuklahan perbukitan struktural bergelombang sedang -lemah (S1) dan satuan
bentuklahan perbukitan struktural berombak (S2). b. Bentukan asal fluvial (F), yaitu satuan bentuklahan dataran rawa (F1 ). Pola pengaliran yang
berkembang pada daerah penelitian yaitu trellis.

Stratigrafi daerah penelitian dari tua ke muda terdiri dari Satuan batulanau Steenkool, Satuan batupasir Steenkool, Satuan batulanau
pembawa batubara Steenkool dan Satuan endapan aluvial. Daerah penelitian merupakan sayap barat antiklin. Lingkungan pengendapan Formasi
Steenkool pada daerah penelitian adalah Tidal Flats dengan sub-lingkungan pengendapan supratidal-subtidalpada fasies salt marsh, mud flats dan
mixed flats (Tucker, 1982).
Geometri lapisan batubara salah satu aspek yang diperhitungkan dalam penentuan kebijakan eksplorasi selanjutnya. Menurut kuncoro
( 2000), geometri lapisan batubara terdiri merupakan aspek dimensi atau ukuran dari suatu lapisan batubara meliputi tebal, ke menerusan, kemiringan,
pola sebaran, bentuk, keteraturan, pelapukan, cleat, dan kondisi roof dan floor lapisan batubara. Secara umum, geometri lapisan batubara di daerah
penelitian dipengaruhi oleh proses geologi syn depositional – post depositional.
ABSTRACK
Administratively, the study area is located in the area Jawera, District Arguni Down, Kaimana, West Papua Province. The geogr aphical
position of 02o 53 '43.66 "- 03o 57' 43.6" S and 133o 37 '30.8 "- 133o 39' 32.4" E, or mE 347 209 - 350 964 mE and 9,672,500 mN - 9667862 mN
UTM zone -53 the area is 18.241 km2.
The method I did in this study consists of three stages: acquisition, analysis, and synthesis. Data acquisition is an acquisi tion phase
consisting of regional literature and surface geological mapping. Analysis of the data processing is a step towards the coal seam geometry and
geological processes in the study area, while the synthesis stage is to explain the geological processes that affect the geom etry of the coal seam.
Based on geomorphological aspects by Van Zuidam (1983), the study area can be divided into two formations origin and 3 units of
landforms, namely: a. Formation of structural origin (S) consisting of structural units hills undulating landform moderate -weak (S1) and structural
choppy hills landform unit (S2). b. Formed by fluvial origin (F), the marsh plain landform unit (F1). Drainage pattern that developed i n the area that is
carefully situations trellis.
Stratigraphy of the study area consists of the young to the old Unit Steenkool siltstone, sandstone Steenkool Unit, Unit Steenkool siltstone

and coal carrier Unit alluvial deposits. The research area is the west wing of the anticline . Steenkool Formation depositional environment in the study
area is Tidal Flats with sub-environment-subtidalpada supratidal depositional facies salt marsh, mud flats and mixed flats (Tucker, 1982).
Coal seam geometry one of the aspects considered in determining policy further exploration. According kuncoro (2000), compris ing coal
seam geometry is an aspect of the dimensions of a thick coal seam covers, forwarding, slope, distribution pattern, shape, regularity, weathering, cleats ,
and the condition of the coal seam roof and floor. In general, the geometry of coal seams in the study area is affected by sy n depositional geological
process - post-depositional.

Kata kunci
Keyword

: Batubara, Geometri, Papua
: Coal, Geometry, Papua

I. Pendahuluan
Geometri lapisan batubara dipengaruhi oleh proses-proses geologi yang mengendalikan daerah dimana lapisan
batubara itu terdapat. Adapun yang dimaksud dengan proses – proses geologi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Proses – proses sebelum lapisan batubara tersebut terbentuk (Pre-depositional)
2. Proses – proses saat lapisan batubara itu terbentuk (Syn – depositional)
3. Proses – proses setelah lapisan batubara itu terbentuk (Post – depositional).
II. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan demi mengetahui hal-hal yang terkait dengan judul
dan target penelitian, diantaranya adalah :
1. Studi Pustaka
2. Tahap Pelaksanaan (lapangan)
3. Tahap Analisis
4. Tahap Sintesa

III. Geologi Regional Daerah Penelitian
III.1. Geomorfologi Regional Daerah Penelitian
Menurut Nas Satria Dharma, 2009 dalam laporan proyek Bahan morfologi Kabupaten Kaimana meliputi wilayah
datar hingga berbukit-bukit dan bahkan bergunung dengan kemiringan lereng bervariasi mulai dari < 2% hingga di atas
70% dan ketinggian tempat berkisar antara 0 – 2.800 m di atas permukaan laut. Sesuai dengan peta kondisi medan,
morfologi Kabupaten Kaimana dapat dibedakan menjadi 5 kelompok, yaitu:
III.2 Stratigrafi Regional

Formasi

Gambar 3.2 Stratigrafi Regional Papua Barat
(Modifikasi dari Edward Syafron dkk 2008 dan Thomas W Perkins & Andrew R.Livsey 1993 )
Dalam Julia, 2010.

Daerah penelitian seluruhnya berada di formasi Stenkool dan merupakan bagian dari perkembangan cekungan
Bintuni. Cekungan Bintuni merekam semua aspek sejarah stratigrafi dan peristiwa tektonik Papua khususnya KB yang
dimulai pada Paleozoikum-Resen.
Pada Pliosen Awal-Pleistosen, terjadi tektonik aktif sehingga membentuk Cekungan Bintuni dan Lengguru Fold
Belt sehingga diendapkan

III. 3 Setting Tektonik Regional

Gambar 3.3 Peta Geologi Regional Kepala Burung (KB). (Dumex, dkk 2007, BP Indonesia) dalam Toisutta , 2009.
Pada Neogen telah terjadi pembalikan arah subduksi. Pada mulanya Lempeng Australia menunjam ke dalam
Lempeng Pasifik ke arah utara, tetapi setelah terjadi tumbukan terjadi perubahan arah subduksi, dimana Lempeng
Pasifik menunjam ke dalam Lempeng Australia ke arah selatan yang kini dikenal sebagai Palung New Guinea.
Berdasarkan tektonik di daerah Kepala Burung , umur penunjaman Palung New Guinea ke arah selatan ini berumur
Miosen. Hal ini diperkuat oleh kemunculan pertama sedimen klastik tebal setelah pengendapan BNG Formasi Kais,
formasi silisiklastik ini dikenal dengan Formasi . Klasafet. Tahap tektonik tumbukan umur ini menghasilkan New Guinea
Mobile Belt dan Lengguru Fold Belt, sesar-sesar aktif (Sesar Sorong, Terera dan sebagainya) dan cekungan-cekungan
foreland seperti Cekungan Salawati dan Cekungan Bintuni di wilayah Kepala Burung. Pada Miosen AkhirPleistosen diendapkan sedimen klastik, disebut dengan Formasi Steenkool.

Peta Geologi Lembar Stenkool


: Lokasi
Gambar 3.4 Peta Geologi Lembar Steenkool by S.L Tobbing, A.Achdan ( GRDC ) dan G.P Robinson, R.J. Ryuburn
( BMR ), 1990

IV. 1

BAB IV GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Kelerengan
Berdasarkan klasifikasi tingkat kelerengan (Zuidam,1983),daerah penelitian terbagi atas tiga satuan relief

yaitu:
1. Satuan berelief berbukit - bergelombang miring .
2. Satuan berelief berbukit bergelombang miring - landai .
3. Satuan berelief datar atau hampir datar dengan klas lereng 0-2%.
IV.2

Pola Pengaliran
Berdasarkan hasil pengamatan peta topografi dan keadaan di lapangan yang melihat bentuk dan arah aliran
sungai, kemiringan lereng, kontrol litologi serta struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian ditemukan
sungai utama yang mengalir relatif searah jurus perlapisan (subsekuen) dengan sungai – sungai kecil dan alur liar

mengalir searah dip perlapisan dan membentuk sudut relatif tegak lurus (90o) dengan sungai utama. Dari hasil analisa
tersebut maka penulis mengklasifikasikan pola aliran daerah penelitian merupakan pola pengaliran Trellis.

U

Gambar 4.1 Peta pola pengaliran Trellis daerah penelitian
Stadia
Berdasarkan hasil pengamatan peta topografi dan keadaan di lapangan yang mendasarkan pada relief daratan,
bentuk lembah sungai , alas sungai, serta sebaran material di daerah penelitian ditemukan relief yang relatif
bergelombang, dengan bentuk lembah sungai antara V-U dengan alas sungai yang mengalir diatas permukaan lapisan
batuan (bedstream) maka penulis mengklasifikasikan stadia daerah penelitian masuk ke dalam stadia dewasa.
IV.3

IV.4

Bentuk Lahan
Berdasarkan aspek pola pengaliran, morfologi, litologi, dan struktur yang ada di daerah penelitian, maka
daerah penelitian dapat diklasifikasikan ke dalam 2 bentukan asal dengan 3 satuan bentuklahan, yaitu:
a) Bentukan asal struktural terdiri dari satuan bentuklahan perbukitan struktural bergelombang sedang (S1),
satuan bentuklahan perbukitan struktural bergelombang lemah (S2).

b) Bentukan asal fluvial yang terdiri dari satuan bentuklahan satuan bentuklahan dataran rawa (F1).
1. Perbukitan Struktural Bergelombang Sedang (S1)
Satuan perbukitan struktural bergelombang sedang-lemah menempati ± 39% dari luas daerah. Dicirikan dengan relief
landai-agak curam dengan kelerengan (8%-20%) tersusun oleh Satuan batupasir Steenkool dengan litologi perselingan
batupasir dan batulanau, resistensi batuan sedang sampai dengan lemah, pola aliran yang berkembang adalah trellis,

elevasi antara 50 – 130 mdpl dengan lembah berbentuk “V”. Struktur geologi pada satuan ini dikontrol oleh adanya
sesar naik Arguni dan lapisan batuan dengan arah kemiringan relatif ke barat.
2.

Perbukitan Struktural Bergelombang Lemah (S2)
Satuan perbukitan struktural berombak mencangkup ± 54% dari luas daerah penelitian. Dicirikan dengan relief
landai (3% - 7%) menempati bagian barat dan ujung timur daerah penelitian yang disusun oleh Satuan batulanau
Steenkool di bagian paling timur daerah penelitian dan Satuan batulanau pembawa batubara Steenkool menempati
bagian barat dari daerah penelitian yang disusun oleh litologi perselingan batulanau dengan batulanau kaya cangkang
dengan batulanau dengan sisipan tipis batupasir kaya cangkang dan perselingan batupasir dan batulempung, resistensi
batuan lemah sampai dengan sedang, pola aliran yang berkembang adalah pola aliran trellis, elevasi antara 50 - 80 mdpl
dengan lembah berbentuk “V-U”. Struktur geologi pada satuan ini dikontrol oleh lapisan batuan dengan arah
kemiringan yang homoklin ( relatif ke arah barat ).
3.


Dataran Rawa (F2)
Satuan dataran rawa menempati ±7% dari luas daerah penelitian. Satuan dataran rawa dicirikan dengan dataran
yang digenangi dan jenuh air, material pengisi merupakan material organik atau sisa-sisa tumbuhan yang tumbang dan
terakumulasi hingga menumpuk dan membusuk.

Tabel 4.2 Kolom pembagian satuan geomorfik daerah penelitian
IV.5
1.
2.
3.
4.

Stratigrafi
Berdasarkan hasil pemetaan di daerah penelitian, dapat dibagi menjadi 4 satuan batuan dari tua ke muda, yaitu:
Satuan batulanau1 Steenkool
Satuan batupasir Steenkool
Satuan batulanau2 Steenkool
Endapan aluvial.


Tabel 4.3 Kolom stratigrafi daerah penelitian (Penulis, 2012 )

Penamaan satuan batuan tersebut didasarkan pada dominasi litologi yang penyebarannya secara horizontal
dapat dilihat pada peta lintasan dan penyebaran secara vertikat dapat dilihat pada penampang terukur. Hubungan
stratigrafi antar satuan batuan ditentukan berdasarkan pengamatan langsung dilapangan dengan mengamati gejala –
gejala stratigrafi yang dijumpai selama di lapangan. Kandungan fosil digunakan untuk menentukan umur relatif dari
tiap – tiap satuan batuan yang diambil dari contoh batuan berdasarkan posisi stratigrafi dan ciri litologi. Penentuan
lingkungan pengendapan didasarkan pada ciri fisik (struktur dan tekstur), kimiawi (komposisi litologi), dan biologi
(kandungan fosil).
IV.5.1. Satuan batulanau1 Steenkool
Satuan batulanau1 Steenkool terdiri dari batulanau dengan sisipan batupasir, batulempung dengan struktur
yang berkembang adalah flaser bedding, lenticular bedding dan perlapisan yang mengindikasikan lingkungan
pengendapan di tidal flat dengan fasies intertidal dan subfasies roofed muds.
Tersebar di bagian paling timur dari daerah penelitian seluas 35% dari luas seluruh daerah penelitian dengan
morfologi berbukit dengan lereng yang landai. Pola kedudukan pada satuan ini berarah relatif utara – selatan dengan
kemiringan lapisan ke arah barat dengan besaran kemiringan hingga 29°-35° dengan umur satuan batuan Miosen
Tengah – Miosen Akhir (N9-16).
IV.5.2. Satuan batupasir Steenkool
Satuan batupasir Steenkool batupasir karbonatan,batupasir karbonatan mengandung cangkang
moluska,batupasir karbonatan mengandung fragmen batubara terdiri dari batulanau karbonatan, batulanau karbonatan

mengandung cangkang moluska. Struktur sedimen yang berkembang diantaranya, perlapisan, cross bedding lenticular
bedding dan flaser bedding yang mengindikasikan lingkungan pengendapan zona neritik dengan lingkungan
pengendapan tidal flat dengan fasies intertidal dan subfasies sand flat – mud flat.
Tersebar di bagian tengah daerah penelitian dengan morfologi berbukit. Umur satuan ini Miosen Awa Miosen Akhir (N9-N16 ).
IV.5.3.

Satuan batulanau2 Steenkool
Satuan batulanau2 Steenkool terdiri dari batulanau, batulanau karbonatan,batulanau karbonatan mengandung
cangkang moluska,
dengan sisipan batubara,batupasir karbonatan,batupasir karbonatan mengandung cangkang
moluska,batupasir karbonatan mengandung fragmen batubara.dengan struktur perlapisan, flaser, dan lenticular bedding
yang mengindikasikan dengan lingkungan pengendapan tidal flat dengan fasies intertidal dan subfasies sand flat – mud
flat.
.
Tersebar mulai dari sisi sebelah barat Sungai Kaitero sampai dengan ujung barat daerah penelitian, menempati
sekitar 25% dari total daerah penelitian dengan morfologi yang relatif lebih datar dibandingkan dengan kondisi
morfologi satuan batupasir Stenkool. Umur Miosen Akhir – Pliosen (N17-N20)

IV.5.4. Satuan Endapan Aluvial
Satuan ini adalah satuan termuda merupakan hasil dari erosi batuan yang lebih tua dan tertranspotkan oleh

media air ke dalam morfologi yang membentuk cekungan yang berasosiasi dengan endapan-endapan rawa berumur
resen. Menempati sekitar 7% dari total daerah penelitian. Penamaan satuan ini didasarkan pada kehadiran material
aluvial berupa material lepas berukuran lempung hingga kerakal yang merupakan material hasil erosi batuan yang lebih
tua yang mengalami proses transportasi sedimen oleh media air.
IV. PEMBAHASAN
IV.1 Lapisan Batubara
Dari hasil pengamatan lapangan, terdapat tiga singkapan yang diasumsikan merupakan satu lapisan batubara
berdasarkan roof dan floor batubara, kedudukan lapisan batubara, dan kenampakan sifat fisik. Adapun singkapan
tersebut adalah sebagai berikut :
Lokasi 1
Deskripsi : Hitam mengkilap, kilap cemerlang, gores
hitam, pecahan konkoidal, kekerasan mudah pecah,
ringan, pengotor berupa pirit,material lepas lanau,
cleat N 185o E/ 76o, dengan spasi 3 cm s/d 4,5 cm
(>> 2 cm), kondisi kontak roof dan floor tegas,
lapisan, Batubara. Ketebalan 45 cm.
Kedudukan
: N 190° E/ 16°
Azimuth foto
: N 214° E
Floor batulanau silikaan dan roof berupa batulanau
karbonatan.
Singkapan berada di alur liar dengan arah aliran
relatif searah jurus perlapisan

Gambar 4.1 Singkapan lapisan batubara di lokasi 1
Lokasi 2
Deskripsi : Hitam pekat, cemerlang, mudah pecah,
uneven, ringan, pengotor pirit, clayballs, fresh, cleat
N 181° E/ 81°, spasi cleat 2-6 cm (>2-4 cm),
bukaan 2,5 cm), kondisi kontak dengan roof dan floor
tegas.
Kedudukan
: N 184° E/ 15°
Azimuth foto
: N 171° E
Floor batulanau silikaan dan roof berupa batulanau
karbonatan.
Singkapan berada di alur liar dengan arah aliran

Gambar 4.3 Singkapan lapisan batubara di lokasi

Tabel 5. 1 Geometri lapisan batubara dengan proses geologi yang mempengaruhinya
Geometri Lapisan Batubara
Ketebalan

Keterangan
10 cm – 45 cm

Proses Geologi
Mempunya variasi ketebalan dalam satu
lapisan yang sama.
Menerus dari utara – selatan pada daerah
penelitian sepanjang + 4,5km.

Kemenerusan

Mengikuti pola umum
kedudukan lapisan batuan

Pola Sebaran

Berupa garis meliuk

Kemiringan

Dip 14o-16o

Bentuk

Melembar

Cleat

Cleat : N 292°E / 89°, N
281° E/ 81°, N 279°E /80°
Jarak 2-6 cm

Berupa rekahan yang kedudukannya
relatif tegak lurus dengan bidang lapisan
batubara.

Pelapukan

Lemah

Kondisi Roof dan Floor

Floor : Batulanau silikaan
Roof : Batulanau
karbonatan

Keteraturan

1. N 190° E/ 16°
2. N 195° E/ 14°

Di beberapa tempat singkapan sudah
mengalami pelapukan diakibatkan tetapi
secara umum lapisan batubara dalam
kondisi segar.
Sifat kimia roof dan floor berbeda serta
memiliki kontak batas lapisan batuan
yang tegas dengan satuan batuan
pembawa lapisan batubara adalah satuan
batulanau2 Steenkool yg terendapakan
di lingkungan tidal flat.
Mempunyai kedudukan lapisan batubara
yang relatif sama serta mengikuti pola
kedudukan lapisan batuan umum di
daerah penelitian.

Pola sebaran lapisan batubara mengikuti
geomorfologi berupa kontrol relief dan
kelerengan, erosional dan kedudukan
lapisan batubara.
Mempunyai kemiringan relatif landai.
Mengikuti kedukan batuan di sayap
antiklin menunjam berarah utara –
selatan.
Bentuk melembar dan meluas dengan
satuan batuan yang terendapkan pada
lingkungan tidal flat (Tucker, 1982).

VI. Penutup Dan Kesimpulan
Berdasarkan data lapangan kemudian diolah serta dilakukan analisa dan rekontruksi dapat disimpulkan bahwa :
1. Lapisan batubara yang tersingkap sekarang ini dipengaruhi oleh proses – proses geologi berupa sebelum batubara
itu terbentuk (Pre-depositional), syn-depositional, (saat pembentukan lapisan batubara) dan post-depositional.
2. Respon lapisan batubara terhadap proses – proses geologi baik syn-depositional dan post– depositional di semua
tempat tidak sama sekalipun dalam satu lapisan yang sama. Hal ini tergantung dari posisi , jenis , intensitas, arah
dari proses geologi yang mempengaruhi lapisan batubara tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Agustina

B.2012,
Ilusitrasi
Kenampakan
Bentang
Alam,
Gambar.
Blogspot.com
(Online:
http://blog.ub.ac.id/net/bettyagustina/files/2012/02/landform.jpg)
Badan Standarisasi Nasional., 1998, Penyusunan Peta Geologi, SNI
Blow W.H.,1969, Late Middle Eocene to Recent planktonic foraminiferal biostratigraphy. In Bronnimann P., & Renz,
H.H., eds., 1st. Conf. on planktonic microfossils, Proc. (Geneva, 1967). E.J. Brill, Leiden, v. 1, h. 199-412, 43
gbr., 54 pl.
Compton R.C.,1968, Manual of Field Geology,Text Book,Wiley Eastern Private
Dow D.B, Robinson G.P., Hartono U & Ratman N., 2006, Geology of Irian Jaya, Pusat Penelitain dan Pengembangan
Geologi.
Davis G.H dan Reynold S.J.,1996, Structural Geology of Rock & Regions.
Hugget J.R., 2007, Fundamental Of Geomorphology, Second Edition. Textbook, Routledge.
Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia.,1996, Sandi Stratigarfi Indonesia, IAGI
Kuncoro BP., 2000, Geometri Lapisan Batubara, UPN “Veteran” Yogyakarta, Press, tidak dipublikasikan.
Kuncoro BP., 2000, Notosiswoyo S, Komang A., 2007, Karakteristik cleat pada lapisan batubara yang terlipat dan
tersesarkan di daerah Palaran dan Busui, Kalimantan Timur, Jurnal Geoaplika Vol 2, Nomor 2, hal. 053-066.
Laubach S.E, Elson J.E, Scott A.R., 1996, Characteristics and Origins of Coal Cleat : A Review.
Nas Dharma Satria, 2009, Laporan Akhir Inventarisasi Sumberdaya Mineral, Energi dan Bahan Galian Kabupaten
Kaimana, Papua Barat, BAPPEDA Kabupaten Kaimana.
Peta
Geomorfologi
Papua
Barat,2005
(Online:http://pssdal.bakosurtanal.go.id/katalog/
DataNasional.php?doc=meta.php&iddata=722)
Petocs R.G., 1987, Konservasi Alam dan Pembangunan Irian Jaya, Strategi
Ryan Barry, 2003, Cleat Development in Some British Columbia Coals, New Ventures Geological Fieldwork 2002,
Paper 2003-1, British Columbia Geological Survey
Sugono Dendy.,2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta
Sukandarrumidi,2011, Pemetaan Geologi, Gadjah Mada Universiti Press, Yogyakarta.
Tobing S.L, Achdan A ( GRDC ) dan Robinson G.P, Ryuburn R.J ( BMR )., 1990, Peta Geologi Lembar Stenkool skala
1 : 250.000.
Toisuta Julia.,2009, Pemetaan Bawah Permukaan dan Perhitungan Cadangan Pada Formasi Kais Berdasarkan Data
Log dan Data Seismik di Lapangan “Julia” Cekungan Bintuni. Skripsi, UPN “Veteran” Yogyakarta.
Tucker M.E, 1982.,Sedimentary Petrology, Textbook, Wiley
United Nations., 1987. Coal exploration, evaluation and exploitation, Economic and Social Commission for Asia and
the Pacific . Text Book
Van Zuidam, R.A dan Cancelado, 1979, Terrain Analysis And Classification Using Aerial Photographs, ITC 350,
Boulevard 1945, 7511 AL Enchede, The Netherlands.
Zulhikmal.,2009, Analisis Struktur Geologi Daerah Ngawi. ( Online : http://zulhikmal.
blogspot.com/2009/11/analisis-struktur-geologi-daerah-ngawi.html)