Dampak AFTA dalam Sektor Pertanian di IN

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Hubungan Internasional

Disusun Oleh :

Nama

: Kamalia Yulianita

NIM

: 2012-22-060

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2014

1


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak karunia-Nya
kepada saya selaku penulis sehingga makalah mengenai “Dampak ASEAN Free Trade
Area Dalam Sector Pertanian di Indonesia” ini dapat selesai tepat waktu.
Di dalam makalah ini saya mencoba mengangkat tema tersebut guna melihat
dampak dari adanya ASEAN Free Trade Area ini dalam sector pertanian.
Saya juga ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang terkait
dalam pembuatan makalah ini, salah satu diantaranya adalah Bapak Andre Ardi, S.Sos,
M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

memberi banyak masukan kepada saya

sehingga makalah ini dapat selasai tepat waktu.
Pepatah mengatakan “ Tiada Gading yang Tak Retak “ , begitu pula dengan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna . Untuk itu kritik dan saran yang membangun
tetap saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, 13 April 2014
Penulis


1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................
i
DAFTAR ISI .........................................................................................................
ii
BAB I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................................................................
1
B. Identifikasi masalah ....................................................................
C. Tujuan .........................................................................................

BAB II.

PEMBAHASAN
A.


.................................................................................................

B. .....................................................................................................

BAB III.

PENUTUP
KESIMPULAN .................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................

2

3

BAB I
PENDAHULUAN

A.


Latar belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian

di sektor pertanian. Menurut BPS (2010) jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian
sebesar 41.49 juta jiwa yang merupakan urutan pertama dalam hal lapangan pekerjaan. Oleh
karena itu sektor pertanian bagi Indonesia memiliki peranan yang cukup penting dalam
pembangunan perekonomian. Pentingnya sektor pertanian dapat dilihat dari kontribusinya
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang cukup besar yaitu 15.90 persen pada
tahun 2010. Namun, produksi komoditas pertanian di Indonesia belum mencukupi kebutuhan
permintaan dalam negeri, maka diperlukan perdagangan yang terkait dengan komoditas
pertanian untuk memenuhi permintaan dalam negeri.
Perkembangan perdagangan yang semakin kompleks menuntut adanya sebuah aturan
atau hukum yang tertulis dan berlaku universal, maka dibentuk Asean Free Trade Area
(AFTA) untuk perdagangan bebas di antara negara-negara Assocation of Southeast Asian
Nations (ASEAN). Beras merupakan komoditas pertanian yang diperdagangkan didalam
perdagangan bebas AFTA. Partisipasi Indonesia dalam perdagangan bebas AFTA disadari
sebagai upaya untuk memperoleh keuntungan dengan adanya perdagangan tersebut. Hal ini
disebabkan karena produk Indonesia akan memiliki pangsa pasar yang lebih luas dan
mekanisme melakukan ekspor-impor komoditas menjadi lebih mudah dan menguntungkan

akibat adanya penurunan tarif ekspor.
Sector pertanian yang mencangkup pula sub-sektor

perkebunan dan holtikultura

merupakan salah satu sector utama untuk memperkuat ekonomi Indonesia secara makro.
Sector tersebut menyumbang pendapatan Negara sekitar 60% dari total ekonomi nasional.
Tersedianya komoditas pertanian dan juga kemampuan mereka bersaing dengan komoditas
serupa dari Negara lain di pasaran nasional dan regional, merupakan salah satu titik tolak
untuk melihat kemampuan sector-sektor tersebut dalam perdagangan bebas ASEAN.

4

Di Negara-negara ASEAN sector pertanian juga menjadi salah satu sector utama
dalam perekonomian mereka. Sector ini berkaitan erat dengan masalah tenaga kerja dan
pengentasan kemiskinan melalui peningkatan pendapatan dan pemasukan devisa nasional.
Ketangguhan sektor-sektor ini telah teruji khususnya pada saat krisis ekonomi dan keuangan
di Asia relative tidak terpengaruh bila dibandingkan dengan sector lain misalnya sector
industry manufaktur dan sector jasa.
Oleh karena itu di dalam makalah ini penulis mencoba melihat dampak dari

ASEAN Free Trade Area dalam sector pertanian di Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
Melihat latar belakang masalah diatas maka penulis mencoba mengulas mengenai :
 Bagaimana dampak dari adanya ASEAN Free Trade Area terhadap sector
pertanian di Indonesia ?
C. Tujuan
Kebijakan perdagangan bebas dalam AFTA yang berlaku sejak 1 Januari 2003
akan menyebabkan semakin terbukanya pasar Indonesia terhadap komoditas pertanian dari negara- negara
ASEAN. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdagangan bebas dalam AFTA dapat
meningkatkan ekspor komoditas pertanian Indonesia sehingga dapat menciptakan keuntungan bagi
Indonesia yang digambarkan dengan surplus pada neraca perdagangan.

5

BAB II
Kerangka Teori
 Definisi konsep
1. ASEAN Free Trade Area
The ASEAN Free Trade Area is a multilateral agreement on trade, including
agricultural trade, between Association of South-east Asian Nations (ASEAN)

Member countries, phasing out tariffs and revising other trade rules between the nine
countries over the 15-year period of implementation of the Common Effective
Preferential Tariff (CEPT) Scheme. The agreement was signed in January 1992.
[ CITATION OEC01 \l 1033 ]
2. ASEAN Free Trade Area
International Trade
conceptual agreement fostering trade around Singapore a conceptual regional free
trade agreement supported by Singapore to foster trade within the region covered by
the Association of Southeast Asian Nations. [ CITATION QFI14 \l 1033 ]

3. Pertanian :
Menurut AT. Mosher (1966), Definisi Pertanian adalah : Suatu bentuk proses produksi
yang sudah khas yang didasarkan pada proses pertumbuhan daripada hewan dan
tumbuhan
Menurut Sri Setyati Harjadi (1975) : Pertanian adalah usaha untuk mencapai hasil
yang maksimum dengan mengelola faktor tanaman dan lingkungan

6




Oprasinalisasi konsep
Menurut teori perdagangan internasional, perdagangan antar negara tanpa
hambatanakan memberikan keuntungan bagi negara tersebut melalui spesialisasi
produksi komoditas yangdiunggulkan, dalam kasus ini adalah komoditi pertanian.
Dari dasar teori tersebut, maka tidaklah heran jika negara-negara di dunia ini, kini
mulai melaksanakan kebijakan liberalisasi. Dalam perdagangan internasional
adanya free trade memunculkan baik dampak yang positif dan dampak yang
negative.
Secara spesifik masalah yang menjadi fokus pembahasan dalam makalah ini
adalah bagaimana dampak perdagangan bebas dalam AFTA dapat meningkatkan
ekspor komoditi pertanian,sehingga dapat menciptakan keuntungan bagi
Indonesia yang digambarkan dengan surplus pada neraca perdagangan.

BAB III
PEMBAHASAN
A. ASEAN Free Trade Area (AFTA)
Kerjasama ekonomi antarnegara ASEAN dan kerjasama ASEAN dengan kawasan lain
adalah bentuk lain dari aktifitas ASEAN sebagai organisasi regional. Kerjasama ekonomi
bukanlah target utama ASEAN tetapi kebutuhan ekonomi masing-masing Negara mendorong

perlunya pemikiran tentang kerjasama regional dalam bidang ekonomi. Disamping
perkembangan regional, perkembangan internasional pun memengaruhi para pengambil
keputusan ASEAN untuk terus berusaha mengembangkan kerjasama ekonomi yang lebih
komperhensif. Perkembangan NAFTA (North Amerika Free Trade Agreement) dan EU
(European Union) mendorong ASEAN untuk mengembangkan organisasi regional sejenis.
[ CITATION DRB07 \l 1033 ]
Untuk itu pada tahun 1992 dimana ASEAN merasa bahwa kerjasama ekonomi ASEAN sudah
sedemikian mendesak untuk segera dikembangkan. AFTA sendiri lahir melalui KTT ke-4
ASEAN di Singapura, 27-28 Januari 1992. Pada pertemuan tersebut disepakati untuk
membentuk suatu Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area -AFTA)
yang mencangkup seluruh batas Negara-negara anggota ASEAN, dan dibentuk untuk

7

meningkatkan daya tarik ASEAN sebagai basis proses produksi dengan adanya
pengembangan suatu pasar regional. AFTA akan dicapai dengan cara meghilangkan
hambatan-hambatan perdagangan berupa tariff maupun hambatan-hambatan non-tarif dalam
waktu 15 tahun terhitung sejak 1 Januari 1993 dengan menggunakan Skema Common
Effective Preferential Tariff


(CEPT) sebagai mekanisme utamanya. [ CITATION

Dep02 \l 1033 ]
pada dasarnya komitmen utama dibawah CEPT-AFTA saat ini meliputi 3 elemen yaitu :
1. Program pengurangan tingkat tariff yang secara efektif saam di antara Negara-negara
ASEAN hingga mencapai 0-5% pada tahun 2002;
2. Penghapusan hambatan-hambatan kuntitatif (quantitative restrictions) dan hambatanhambatan non-tarif (non_tariff barriers); dan
3. Mendorong kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama di bidang
bea masuk serta standard an kualitas.
Untuk lebih mengarisbawahi kembali pentingnya untuk terus memperdalam dan memperkuat
kerjasama ekonomi ASEAN, pada KTT Informal ASEAN ke III yang diselenggarakan di
Manila pada bulan Nopember 1999, sepakat mempercepat target pencapaian tariff 0%.
Jadwal pencapaian AFTA 0% tariff bagi 6(enam) Negara anggota ASEAN (Brunai
Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) adalah pada tahun 2010.
Sedangkan bagi Negara anggota baru (Cambodia, Laos, Myanmar, Vietnam) yaitu pada tahun
2015.[ CITATION Dir01 \l 1033 ]

B. PERKEMBANGAN NERACA PERDAGANGAN SEKTOR PERTANIAN
Gambaran umum kinerja perdagangan komoditas pertanian dilihat dari neraca
perdagangan luar negeri (ekspor dikurangi impor) komoditas pertanian yang meliputi sub

sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan selama tahun 2008 sampai
dengan 2012 terlihat mengalami surplus baik dari sisi volume neraca perdagangan maupun
nilai neraca perdagangan,hal ini dapat dilihat secara rinci pada Tabel 1.1.

8

Tabel 1.1. Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan komoditas pertanian
Indonesia, 2008 – 2012.
No

Uraian

.

Tahun
2008

Pertumb
2009

2010

2011

2012

uhan
(%)
20082012

1.

Ekspor
-Volume

27.154.76

(ton)

1

-Nilai

2.

(000

29.300.33

US$)
Impor

7
12.593.23

-Volume

3

(ton)

3.

-Nilai

11.341.13

(000

9

29.572.229

28.768.085

29.959.656

30.672.967

3,18

23.037.582

32.522.974

43.365.004

33.690.927

7,71

13.401.150

16.874.998

22.917.892

19.352.756

13,15

9.897.316

13.983.327

20.598.660

13.930.495

10,87

16.171.080

11.893.087

7.041.764

11.320.211

1,14

13.140.266

18.539.647

22.766.344

19.760.432

5,96

US$)
Neraca
perdagan
gan
- Volume 14.561.52
(ton)

8

-Nilai
(000

17.959.19

US$)
8
Sumber : BPS diolah Pusdatin

Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa surplus neraca perdagangan komoditas
pertanian dari tahun 2008 berfluktuasi. Pada tahun 2008 nilai neraca perdagangan sebesar
US$ 17,96 milyar namun tahun 2009 surplus neraca perdagangan mengalami penurunan
menjadi sebesar US$ 13,14 milyar walaupun volumenya meningkat menjadi 16,17 juta ton.

9

Surplus neraca perdagangan ini terus meningkat hingga tahun 2012 menjadi US$ 19,76
milyar dengan volume sebesar 11,32 juta ton. Jika dilihat rata-rata pertumbuhannya per
tahun, surplus volume neraca perdagangan tahun 2008 - 2012 terlihat mengalami peningkatan
yaitu rata-rata sebesar 1,14% per tahun. Peningkatan laju ini terutama karena pertumbuhan
volume ekspor yang meningkat sebesar 3,18% per tahun dan volume impor meningkat
sebesar 13,15% per tahun. Demikian pula bila dilihat dari sisi nilai neraca perdagangan
menunjukkan peningkatan surplus dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 5,96%, di
mana rata-rata pertumbuhan nilai ekspor sebesar 7,71% per tahun dan nilai impor meningkat
sebesar 10,87% per tahun. Volume ekspor dan impor komoditas pertanian ini secara lebih
jelas dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini, yang secara umum menunjukkan volume
ekspor selalu lebih tinggi dibandingkan volume impornya atau mengalami surplus dalam
neraca perdagangan pertanian.

30.000
25.000
20.000
nilai ekspor
Series 2

15.000
10.000
5.000
0.000
2008

2009

2010

2011

2012

Gambar 1.1. Perkembangan volume ekspor dan impor komoditas pertanian, 2008 – 2012

Dari sisi nilai neraca perdagangan komoditas pertanian dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Surplus nilai neraca perdagangan terbesar dicapai pada tahun 2011 yaitu sebesar US$ 22,77
Milyar, dengan nilai ekspor sebesar US$ 43,37 milyar dan nilai impor sebesar US$ 20,60

10

milyar. Sementara tahun 2009 tercatat adanya penurunan nilai neraca perdagangan
dibandingkan tahun 2008, baik untuk nilai ekspor, impor maupun surplus perdagangannya.
Untuk tahun 2012, nilai ekspor dan impor juga mengalami penurunan serta nilai neraca
perdagangannya lebih rendah dibandingkan tahun 2011. [ CITATION Sri13 \l 1033 ]

45.000
40.000
35.000
30.000
25.000

nilai ekspor
nilai impor
neraca perdagangan

20.000
15.000
10.000
5.000
0.000
2008

2009

2010

2011

2012

Gambar 1.2. Perkembangan nilai ekspor, impor dan neraca perdagangan komoditas pertanian,
2008 – 2012.
C. PERKEMBANGAN NERACA PERDAGANGAN SUB SEKTOR
PERTANIAN
Sub sektor perkebunan merupakan andalan nasional dalam neraca perdagangan sektor
pertanian, karena selalu mengalami surplus dan dapat menutupi defisit yang dialami oleh sub
sektor lainnya. Neraca perdagangan sub sektor pertanian secara rinci disajikan pada Lampiran
1.2. Surplus neraca perdagangan sektor pertanian terjadi karena lebih dari 90% berasal dari
nilai ekspor komoditas perkebunan dengan persentase impor yang lebih kecil, sebaliknya
untuk sub sektor lainnya persentase kontribusi nilai impor jauh lebih tinggi dibandingkan
ekspornya (Gambar 1.3).
Gambar 1.3. Kontribusi Sub Sektor Terhadap Ekspor Sektor Pertanian, 2012
11

Sumber : [ CITATION Sta13 \l 1033 ]

Gambar 3.4. Kontribusi Sub Sektor Terhadap Impor Sektor Pertanian, 2012

12

Sumber : [ CITATION Sta13 \l 1033 ]
Dari data-data diatas jelas terlihat bahwa sector pertanian selama periode tahun
2008-2012 mengukir nilai ekspor komoditas pertanian yang berfluktuatif namun cenderung
mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,71% per tahun. Peningkatan
ini merupakan kontribusi dari meningkatnya ekspor komoditas hortikultura dan perkebunan.
Demikian pula, perkembangan nilai impor komoditas pertanian pada periode tersebut juga
terus mengalami peningkatan sebesar 10.87% per tahun.Total nilai ekspor komoditas pada
sektor pertanian pada tahun 2012 sebesar US$ 33,69 milyar, dimana 96,4% atau setara
dengan US$ US$ 32,48 milyar berasal dari sumbangan ekspor komoditas perkebunan.
Sisanya berasal dari sumbangan subsektor lainnya, yakni peternakan 1,65% (setara US$
556,53 juta), hortikultura 1,5% (setara US$ 504,54 juta), dan tanaman pangan 0,45% (setara
US$ 150,71 juta). Sementara, impor sektor pertanian pada tahun 2012 sebesar US$ 13,93
milyar, dimana 45,27% (setara US$ 6,31 milyar) merupakan impor komoditas tanaman
pangan, 22,34% (setara US$ 3,11 milyar) dari komoditas perkebunan, 19,37% (setara US$
2,7 milyar) dari komoditas peternakan dan 13,02% (setara US$ 1,81 milyar) merupakan
impor dari komoditas hortikultura.

D. Produk Domestik Bruto / Gross Domestic Product

13

Gambar 3.5 Kontribusi Lapangan Usaha Terhadap Produk Domestik Bruto, 2012

Sumber :[ CITATION Sta13 \l 1033 ]
Gambar 3.6 PDB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000, 2008-2012

14

Sumber : [ CITATION Sta13 \l 1033 ]

15

BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan
Melihat data-data yang telah dihadirkan diatas tentu dapat memberikan gambaran
umum kepada kita mengenai pertanian. Hal ini dapatdilihat dari perkembangan neraca
perdaganagan sector pertanian, perdagangan sub-sector pertanian, serta PDB yang dihasilkan
dari sector pertanian.
Meski demikian, peningkatan ekspor komoditas peratanian yang ditandai dengan
surplus pada neraca perdagangan yang merupakan tolak ukur dari adanya perdangan bebas di
kawasan ASEAN menunjukkan meski terjadi fluktuasi dalam neraca perdagangan, Indonesia mengalami
surplus yang baik dari tahun 2008-2012. Pada tahun 2008 nilai neraca perdagangan sebesar US$
17,96 milyar namun tahun 2009 surplus neraca perdagangan mengalami penurunan menjadi
sebesar US$ 13,14 milyar walaupun volumenya meningkat menjadi 16,17 juta ton. Surplus
neraca perdagangan ini terus meningkat hingga tahun 2012 menjadi US$ 19,76 milyar
dengan volume sebesar 11,32 juta ton. Jika dilihat rata-rata pertumbuhannya per tahun,
surplus volume neraca perdagangan tahun 2008 - 2012 terlihat mengalami peningkatan yaitu
rata-rata sebesar 1,14% per tahun. Peningkatan laju ini terutama karena pertumbuhan volume
ekspor yang meningkat sebesar 3,18% per tahun dan volume impor meningkat sebesar
13,15% per tahun. Demikian pula bila dilihat dari sisi nilai neraca perdagangan menunjukkan
peningkatan surplus dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 5,96%, di mana rata-rata
pertumbuhan nilai ekspor sebesar 7,71% per tahun dan nilai impor meningkat sebesar 10,87%
per tahun.
Disisi lain Produk Domestik Bruto yang merupakan satu indikator penting pula
untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu. PDB
didefinisikan sebagai total nilai tambah dari semua unit produksi di suatu negara dalam
periode tertentu (biasanya dalam kurun waktu satu tahun). Kinerja perekonomian Indonesia
pada periode tahun 2008-2012 menunjukkan peningkatan. Hal ini tercermin dari capaian
Produk Domestik Bruto (PDB) baik secara nominal maupun riil. Pada periode tersebut ratarata laju pertumbuhan PDB Indonesia mencapai 5,89% per tahun. Sektor pertanian juga

16

mengalami pertumbuhan positif sebesar 3,58% per tahun. Pada tahun 2012 kontribusi sektor
pertanian terhadap total PDB Indonesia sebesar 14,44%.
Oleh karena itu perdagangan bebas dikawasan ASEAN ternyata memang memiliki
manfaat yang cukup jelas bila dilihat dari data-data diatas. Perkembangan neraca
perdagangan juga Produk Domestik Bruto Indonesia mengalami peningkatan jumlah
persentasi. Dengan hadirnya AFTA ini diharapkan pertumbuhan perekonomian Indonesia
dapat meningkat dari tahun ke tahun serta juga diiringi dengan peningkatan mutu serta daya
saing pruduk pertanian Indonesia. Indonesia dan juga Negara anggota ASEAN lainnya perlu
terus memanfaatkan momentum AFTA untuk lebih mendorong efisiensi dan daya saing
tersebut, ASEAN akan lebih berperan dalam perdaganagn internasional dan dengan demikian
akan mempunyai posisi tawar yang kuat dalam berbagai perjanjian internasional.

17

Bibliography
DR. Bambang Cipto, MA. (2007). Hubungan Internasional di Asia Tenggara-Teropong
Terhadap Dinamika, Realitas, dan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Indonesia, Direktoral. Jenderal. (2001). Pemulihan Ekonomi Indonesia Melalui Kerjasama
Investasi dan Perdagangan dengan Mitra Wicara ASEAN+3 (Cina, Jepang dan Korea
Selatan) Hambatan dan Peluang. Jakarta: Departemen Luar Negeri.
Negeri, Departemen . Luar. (2002). Peningkatan Kesiapan dan Prospek Sektor Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan Indonesia dalam Perdagangan Bebas ASEAN. Jakarta:
Departemen Luar Negeri .
OECD. (TUESDAY SEPTEMBER, 2001). Retrieved TUESDAY MAY, 2014, from
GLOSSARYOF STATISTICAL TERMS: http://stats.oecd.org/glossary/detail.asp?ID=56
PERTANIAN, P. D.-K. (2013). Statistik Makro Pertanian. Jakarta: PUSAT DATA DAN
SISTEM INFORMASI PERTANIAN-KEMENTERIAN PERTANIAN.
QFINANCE- THE ULTIMATE FINANCIAL RESOURCE. (n.d.). Retrieved TUESDAY MAY,
2014, from http://www.qfinance.com/dictionary/asean-free-trade-area
Sri Wahyuningsih, S.Si, Ir. Wieta B. Komalasari, M.Si, Ir. Efi Respati, M.Si, Ir. Noviati,
M.Si, Widyawati, & Rinawati, SE. (2013). Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian.
Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian-Kementerian Pertanian.

18