BAB 2 Landasan Teori aliran fluida

BAB II
LANDASAN TEORI

Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran yang digunakan
untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh (Triatmojo 1996 : 25). Fluida yang di
alirkan melalui pipa bisa berupa zat cair atau gas dan tekanan bisa lebih besar atau lebih kecil
dari tekanan atmosfer. Apabila zat cair di dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk
dalam aliran saluran terbuka atau karena tekanan di dalam pipa sama dengan tekanan
atmosfer (zat cair di dalam pipa tidak penuh), aliran temasuk dalam pengaliran terbuka.
Karena mempunyai permukaan bebas, maka fluida yang dialirkan dalah zat cair. Tekanan
dipermukaan zat cair disepanjang saluran terbuka adalah tekanan atmosfer.
Perbedaan mendasar antara aliran pada saluran terbuka dan aliran pada pipa adalah
adanya permukaan yang bebas yang (hampir selalu) berupa udara pada saluran terbuka. Jadi
seandainya pada pipa alirannya tidak penuh sehingga masih ada rongga yang berisi udara
maka sifat dan karakteristik alirannya sama dengan aliran pada saluran terbuka (Kodoatie,
2002: 215). Misalnya aliran air pada gorong-gorong. Pada kondisi saluran penuh air,
desainnya harus mengikuti kaidah aliran pada pipa, namun bila mana aliran air pada goronggorong didesain tidak penuh maka sifat alirannya adalah sama dengan aliran pada saluran
terbuka. Perbedaan yang lainnya adalah saluran terbuka mempunyai kedalaman air (y),
sedangkan pada pipa kedalam air tersebut ditransformasikan berupa (P/y). Oleh karena itu
konsep analisis aliran pada pipa harus dalam kondisi pipa terisi penuh dengan air.
Zat cair riil didefinisikan sebagi zat yang mempunyai kekentalan, berbeda dengan zat

air ideal yang tidak mempunyai kekentalan. Kekentalan disebabkan karena adanya sifat
kohesi antara partikel zat cair. Karena adanya kekentalan zat cair maka terjadi perbedaan
kecepatan partikel dalam medan aliran. Partikel zat cair yang berdampingan dengan dinding
batas akan diam (kecepatan nol) sedang yang terletak pada suatu jarak tertentu dari dinding
akan bergerak. Perubahan kecepatan tersebut merupakan fungsi jarak dari dinding batas.
Aliran zat cair riil disebut juga aliran viskos.
Aliran viskos adalah aliran zat cair yang mempunyai kekentalan (viskositas).
Viskositas terjadi pada temperature tertentu. Tabel 2.1. memberikaan sifat air (viskositas
kinematik) pada tekanan atmosfer dan beberapa temperature. Kekentalan adalah sifat zat cair
yang dapat menyebabkan terjadinya tegangan geser pada waktu bergerak. Tegangan geser ini

akan mengubah sebagian energi aliran dalam bentuk energi lain seperti panas, suara, dan
sebagainya. Perubahan bentuk energi tersebut menyebabkan terjadinya kehilangan energi.

Aliran viskos dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam. Apabila pengaruh kekentalan
(viskositas) adalah cukup dom inan sehingga partikel-partikel zat cair bergerak secara teratur
menurut lintasan lurus maka aliran disebut laminar. Aliran laminar terjadi apabila kekentalan

besar dan kecepatan aliran kecil.Dengan


berkurangnya pengaruh kekentalan atau

bertambahnya kecepatan maka aliran akan berubah dari laminar menjadi turbulen. Pada
aliran turbulen partikel-partikel zat cairbergerak secara tidak teratur.
2.1.1 Hukum Newton tentang kekentalan zat cair
Kekentalan zat cair menyebabkan terbentuknya gaya-gaya geser antara 2(dua )
elemen. Keberadaan kekentaalan ini menyebabkan terjadinya kehilangan energi selama
pengaliran atau diperlukan energi untuk menjamin adanya pengaliran.
Hukum Newton (dalam Triatmojo 1996 :2) tentang kekentalan menyatakan bahwa
tegangan geser antara 2 (dua) partikel zat cair yang berdampingan adalah sebanding dengan
perbedaan kecepatan dari ked ua partikel (gradien kecepatan) seperti terlihat dalam gambar
2.1 yang berbentuk :

Seperti yang ditunjukan oleh persamaan (2.1) dan gambar (2.1), apabila 2 (dua)
elemen zat cair yang berdampingan dan bergerak dengan kecepatan berbeda, elemen yang
lebih cepat akan diperlambat dan yang lebih lambat akan dipercepat. Tegangan geser τ pada
lapis 1 (satu) bagian bawah mempunyai arah kekiri karena bagian tersebut tertahan oleh lapis
di bawahnya yang mempunyai kecepatan lebih rendah. Sedangkan lapis 2 (dua) bagian atas
bekerja tegangan geser dalam arah kekanan karena bagian tersebut tertarik oleh lapis di
atasnya yang mempunyai kecepatan lebih besar.

Pada permukaan antara dinding batas dan aliran zat cair juga terjadi tegangan geser
dengan arah berlawanan dengan arah aliran. Tegangan geser pada dinding batas ini cukup
besar karena gradien kecepatan didaerah tersebut sangat besar.

2.1.2 Aliran Laminer dan Turbulen
Aliran viskos dapat dibedakan menjadi 2 (dua) tipe yaitu aliran laminer
Dalam aliran laminer partikel-partikel zat cair bergerak

teratur mengikuti

dan tubulen.
lintasan yang

saling sejajar. Aliran ini terjadi apabila kecepatan kecil dan atau kekentalan besar.
Pengaruh kekentalan adalah sangat besar sehingga dapat meredam
dapat menyebabkan aliran menjadi turbulen. Dengan

gangguan yang

berkurangnya kekentalan dan


bertambahnya kecepatan aliran maka daya redam terhadap gangguan akan berkurang, yang
sampai pada suatu batas tertentu akan menyebabkan terjadinya perubahan aliran dari laminer
ke turbulen.
Pada aliran turbulen gerak partikel-partikel zat cair tidak teratur. Aliran ini terjadi
apabila kecepatan besar dan kekentalan zat cair kecil.
2.1.3 Percobaan Osborn Reynolds
Pada tahun 1884 Osborn Reynolds (dalam Triatmojo 1996 : 3) melakukan percobaan
untuk menunjukan sifat-sifat aliran laminer dan aliran turbulen. Alat yang digunakan terdiri
dari pipa kaca yang dapat melewatkan air dengan berbagai kecepatan (gambar 2.2). Aliran
tersebut diatur oleh katub A. Pipa kecil B yang berasal dari tabung berisi zat warna C. Ujung
yang lain berada pada lobang masuk pipa kaca.

Reynolds menunjukan bahwa untuk kecepatan aliran yang kecil di dalam aliran kaca,
zat warna akan mengalir dalam suatu garis lurus seperti benang yang sejajar dengan sumbu
pipa. Apabila katub dibuka sedikit demi sedikit, kecepatan akan bertambah besar dan benang
warna mulai berlubang yang akhirnya pecah dan menyebar pada seluruhh aliran dalam pipa
(Gambar 2.3).

Kecepatan rerata pada mana benang warna molai pecah disebut kecepatan kritik.

Penyebaran dari benang warn a disebabkan oleh percampuran dari partikel- partikel zat cair
selama pengaliran. Dari percoobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kecepatan kecil,

percampuran tidak terjadi dan partikel-partikel zat cair bergerak dalam l apisan-lapisan yang
sejajar, dan menggelincir terhadap

lapisan disampingnya. Keadaan ini disebut

aliran

laminer. Pada kecepatan yang lebih besar, benang warna menyebar pada seluruh penampang
pipa, dan terlihat

bahwa p ercampuran dari partikel-partikel zat cair terjadi; keadaan ini

disebut aliran turbulen.
Menurut Reynolds,

ada tiga faktor yang mempengaruhi keadaan aliran


kekentalan zat cair μ (mu), rapat masa zat cair ρ

yaitu

(rho), dan diameter pipa D. Hubungan

antara μ , ρ , dan D yang me mpunyai dimensi sama dengan kecepatan adalah
Reynodls menunjukan bahwa aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan suatu angka
tertentu. Angka tersebut diturunkan dengan membagi kecepatan aliran didalam pipa dengan

nilai

, yang disebut dengan angka Reynolds. Angka Reynolds mempunyai bentuk

berikut ini :

dengan ν (nu) adalah kekentalan kinematik. Dari percobaan yang dilakukan untuk aliran air
melalui pipa dapat disimpulkan bahwa pada angka Reynolds rendah gaya kental dominan
sehingga aliran adalah laminer. Dengan bertambahnya angka Reynolds baik karena
bertambahnya kecepatan atauu berkurangnya kekentalan zat cair atau bertambah besarnya

dimensi medan aliran (pipa),, akan bisa menyebabkan kondisi aliran lam iner menjadi tidak
stabil. Sampai pada suatu angka Reynolds di atas nilai tertentu aliran berubah dari laminer
menjadi turbulen.
Berdasarkan pada perrcobaan aliran di dalam pipa, reynolds menetapkan bahwa untuk
angka Reynolds dibawah 2000, gangguan aliran dapat diredam oleh kekentalan zat cair, dan
aliran pada kondisi tersebut adalah laminer. Aliran akan turbulen apabila angka Reynolds
lebih besar dari 4000. Apabila angka Reynolds berada diantara kedua nilai tersebut
2000 T δ ), maka
kekasaran permukaan akan berpengaruh di daerah turbulen sehingga mempengaruhi aliran di
daerah tersebut. Permukaan ini disebut dengan hidraulis kasar.

2.2 Kehilangan Energi (hea d losses)
Zat cair yang ada di alam ini mempunyai kekentalan, meskipun demikian dalam
berbagai perhitungan mekanika fluida ada yang dikenal atau dianggap sebagai fluida ideal.
Menurut Triatmojo (1993), adanya kekentalan pada fluida akan menyebabkan terjadinya
tegangan geser pada waktu bergerak. Tegangan geser ini akan merubah sebagian energi aliran
menjadi bentuk energi lain seperti panas, suara dan sebagainya. Pengubahan bentuk energi
tersebut menyebabkan terjadinya kehilangan energi.

Secara umum didalam suatu instalasi jaringan pipa dikenal dua macam kehilangan

energi :
2.2.1 Kehilangan energi akibat gesekan
Kehilangan energi akibat gesekan disebut juga kehilangan energi primer (Triatmojo
1996 : 58) atau major loss (Kodoatie 2002 : 245). Terjadi akibat adanya kekentalan zat cair
dan turbulensi karena adanya kekasaran dinding batas pipa dan akan menimbulkan gaya
gesek yang akan menyebabkan kehilangan energi disepanjang pipa dengan diameter konstan
pada aliran seragam. Kehilangan energi sepanjang satu satuan panjang a kan konstan selama
kekasaran dan diameter tidak berubah.

2.2.2 Kehilangan energi akibat perubahan penampang dan aksesoris lainnya.
Kehilangan energi akibat perubahan penampang dan aksesoris lainnya disebut juga
kehilangan energi sekunder (Triatmojo 1996 : 58) atau minor loss (Kodoatie 2002 : 245).

Misalnya

terjadi

pada

pembesaran


tampang

(expansion),

pengecilan

penampang

(contraction), belokan atau tikungan. Kehilangan energi sekunder atau minor loss ini akan
mengakibatkan adanya tumbu kan antara partikel zat cair dan meningkat nya gesekan karena
turbulensi serta tidak seraga mnya distribusi kecepatan pada suatu penampang pipa. Adanya
lapisan batas terpisah dari diinding pipa maka akan terjadi olakan atau pusaran air. Adanya
olakan ini akan mengganggu pola aliran laminer sehingga akan menaikan tingkat turbulensi.
Pada aliran laminer akan terjadi bila bilangan reynold (Re) < 2000, dengan
persamaan kehilangan energi pada aliran laminer sepanjang pipa L menurut HagenPoiseuille adalah sebagai berikut :

Dengan :

h = Tinggi kehilangan energ

ν = viskositas zat cair
g = Percepatann grafitasi
D = Diameter pipa
V = Kecepatan aliran
L = Panjang pipa

Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk:

Persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan Darcy – Weisbac h.

Dengan

Dengan demikian untuk aliran laminar koefisien gesekan mempunyai bentuk persamaan

dengan :

f = Faktor gesek
Re = A ngka Reynold

2.3 Pipa halus.

Koefisien gesekan pipa tergantung pada parameter aliran (Triatmojo 1996 : 31),
apabila pipa adalah hidrolis halus parameter tersebut adalah kecepatan aliran diameter pipa
dan kekentalan zat cair dalam bentuk angka reynolds. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Blasius, dia mengemukakan rumus gesekan f untuk pipa halus dalam bentuk:

Dari persamaan empiris koefisien gesekan tersebut diatas akan dapat di hitung
kehilangan energi disepanjang pipa berdasar persamaan Darcy-Weisbach.
Sedangkan percobaan Nikuradse memberikan persamaan yang ag ak berbeda dengan
Blasius. Persamaan tersebut adalah :

2.4 Pipa Kasar
Tahanan pada pipa kasar lebih besar dari pada pipa halus, untuk
hanya tergantung pada angka Reynolds. Untuk pipa kasar nilai f tidak

pipa halus nilai

hanya tergantung

angka Reynolds, tetapi juga pada sifat-sifat dinding pipa yaitu kekasaran relatif k/D, atau
/ (Re, D k f φ = dengan k = kekasaran dinding pipa, D = diameter pipa.

f
)

Nikuradse (dalam Triatmojo 1996 :36) melakukan percobaan tentang pengaruh
kekasaran pipa. Percobaan tersebut meliputi daerah aliran laminer dan turbulen sampai pada
angka Reynolds Re = 6 10 , dan untuk enam kali percobaan dengan nilai k/D (kekasaran
relatif) yang bervariasi antara 0.0333 sampai 0.000985. Hasil percobaan merupakan
hubungan antara f , Re, dan k/D seperti gambar dibawah ini.

2.4.1 Daerah I

Daerah I merupakan daerah aliran laminer dimana Re < 2000. Hubungan antara f dan
Re merupakan garis lurus (kemiringan 0 45 untuk skala harisontal dan vertikal yang sama),
dan tidak dipengaruhi oleh kekasaran pipa. Di daerah ini koefisien gesekan diberikan oleh
persamaan f = 64/Re.
2.4.2 Daerah II
Daerah ini terletak antara Re = 2000 dan Re = 4000, yang merupakan daerah tidak
stabil dimana aliran berubah dari laminer ke turbulen atau sebaliknya. A liran tidak banyak
dipengaruhi oleh kekasaran pipa.
2.4.3 Daerah III
Daerah ini merupaka n daerah aliran turbulen dimana kekasaran relatif pipa mulai

berpengaruh pada koefisien gesekan f . Daerah ini dapat dibedakan
daerah berikut ini :

menjadi 3 (tiga) sub

2.4.3.1 Sub daerah pipa halus
Daerah ini di tunjukan oleh garis paling bawah dari gambar 3, yang merupakan aliran
turbulen melalui pipa halus. K oefisien gesekan pipa f dapat dihitung dengan rumus Blasius.
2.4.3.2 Sub daerah transisi
Di daerah sub transisi ini koefisien gesekan tergantung pada angka Reynolds dan
kekasaran pipa. Daerah ini terletak antara garis paling bawah dan garis terputus dari gambar
3, kekasaran relatif k/D sangat berpengaruh terhadap nilai f .
2.4.3.3 Sub daerah pipa kasar
Sub daerah ini terletak di atas garis terputus. Apabila angka Reyn olds di atas suatu
nilai tertentu, koefisien gesekan tidak lagi tergantung pada angka Reynolds, tetapi hanya
tergantung pada kekasaran relatif. Untuk suatu nilai k/D tertentu nilai f adalah konstan dan

sejajar dengan sumbu harisontal. Di daerah ini pengaliran adalah turbulen sempurna.
Rumus empiris untuk pipa kasar hasil percobaan Nikuradse adalah:

Untuk aliran di daerah transisi, Colebrook menggabungkan persamaan untuk pipa halus dan
pipa kasar sebagai berikut:

Persamaan – persamaaan di atas memberikan nilai f dalam suatu persamaan implisit.
Moody (1944) (dalam Triatm ojo 1996 :40) menyederhanakan prosedur hitungan tersebut
dengan membuat suatu grafi k berdasarkan persamaaan Colebrook. Grafik tersebut dikenal
sebagai grafik Moody seperti terlihat pada gambar 2.10.

Grafik tersebut mempunyai empat daerah yaitu daerah pengaliran laminar, daerah
kritis dimana nilainya tidak tetap karena pengaliran mungkin laminar atau turbulen, daerah
transisi di mana f merupakan fungsi dari angka Reynolds dan kekasaran dinding pipa, dan
daerah turbulen sempurna di mana nilai f tidak tergantung pada angka Reynolds tetapi hanya
pada kekasaran relatif. Untuk menggunakan grafik tersebut, nilai k diperoleh dari

table 2.2. Untuk pipa tua nilai

f dapat jauh lebih besar dari pipa baru, yang tergantung pada

umur pipa dan sifat zat cair yang dialirkan. Untuk pipa kecil, endapan atau kerak yang terjadi
dapat mengurangi

diameter

mengestimasi nilai k dan juga

pipa. Oleh Karena itu diperlukan kecermatan di dalam
f.

Untuk pengaliran turbulen sempurna, dimana gesekan berbanding langsung dengan
2V dan tidak tergantung p ada angka Reynolds, nilai f dapat ditentukan berdasarkan
kekasaran relatif. Pada umum nya masalah-masalah yang ada pada pengaliran di dalam pipa
berada pada daerah transisi dimana nilai f ditentukan juga oleh angka R eynolds. Sehingga
apabila pipa mempunyai ukuran dan kecepatan aliran tertentu, maka kehilangan tenaga
akibat gesekan dapat langsung dihitung.tetapi jika diameter atau kecepatan tidak diketahui
maka
angka Reynolds juga tidak diketahui. Dengan
perubahan nilai f

sangat kecil. Sehingga perhitungan dapat diselesaikan dengan menentukan

secara sembarang nilai angka Reynolds atau
banding (trial and error)
Oleh karena nilai
menganggap nilai

perubahan nilai angka Reynolds yang besar,

f

f pada awal hitungan dan dengan cara coba

akhhirnya dapat dapat dihitung nilai f
berkisar antara 0.01

dan 0.07, maka

yang terakhir (yang benar).
yang p aling baik adalah

f , dan bia sanya dengan dua (2) atau tiga (3) kali percobaan akan dapat

diperoleh nilai f yang benar.
2.5 Perubahan penampang pipa
Disamping adanya kehilangan energi akibat gesekan, terjadi pula kehilangan energi
yang disebabkan oleh perubahan penampang pipa. Pada pipa
panjang kehilangan energi

akibat gesekan biasanya jauh lebih besar dari pada kehilangan energi akibat perubahan

penampang, sehingga pada keadaan tersebut kehilangan energi akibat perubahan penampang
dapat diabaikan. Pada pipa pendek kehilangan energi akibat perubahan penampang harus
diperhitungkan.
Untuk memperkecil kehilangan energi akibat perubahan penampang, perubahan
penampang dibuat secara beransur-ansur.
2.5.1. Pembesaran Penampang
Perbesaran penampa ng mendadak dari aliran seperti yang ditunjukan pada gambar 10
mengakibatkan kenaikan tekanan dari P1 menjadi P2 dan kecepatan turun dari V1 menjadi
V2. Pada tempat diseekitar perbesaran penampang (1) akan terjadi olakan dan aliran akan
normal kembali mulai dari tampang (2). Di darah antara tampang 1 dan 2 terjadi pemisahan
aliran (Triatmojo 1 996 :59).

Karena V1 lebih besar dari V2 maka akan terjadi tumbukan di daerah antara tampang
satu dan tampang dua. Tekan an ditampang dua sebesar P2. tekanan rerata ditampang satu
pada bagian yang tidak efektif (bentuk cincin) adalah P’, dan gaya tekanan adalah (A2 –
A1)P’. Persamaan momentum untuk gaya-gaya yang bekerja pada zat cair antara tampang
satu dan dua adalah :

Kedua ruas dari persamaan tersebut dibagi dengan A2y, sehingga :

Persamaan Bernoulli untuk kedua tampang diperoleh :

Persamaan kontinuitas A1 V1 = A2 V2, atau :

Apabila dianggap bahwa P1 = P’ dan berdasarkan persamaan kontinuitas maka persamaan
menjadi :

Kehilangan energi pada perbesaran penampang akan berkurang apabila perbesaran dibuat
secara berangsur-angsur seperti gambar 2.12. Kehilangan energi diberikan oleh persamaan

berikut :

Dengan K’ tergantung pada s udut

dan diberikan oleh table 2.3.

2.5.2. Penyempitan Penampang
Pada penyempitan penampang yang mendadak garis aliran pada bagian hulu dari
sambungan akan mengecil pada vena kontrakta. Percobaan-percobaan yang telah dilakukan
menunjukan bahwa luas tampang pada vena kontrakta

sekitar 0.6 A2 (Triatmodjo, 1996 :

62). Berdasarkan nilai ini maka kehilangan energi dihitung dengan cara seperti pada
pembesaran penampang menddadak, yaitu di vena kontrakta ke pipa kecil (tampang dua) dan
hasilnya adalah :

dengan Ac dan Vc adalah luas tampang dan kecepatan pada vena kontrakta. Mengingat Ac =
0.6 A2 dan berdasarkan persamaan kontinuitas di daerah vena kontrakta, AcVc = A2V2 atau

Maka :

Atau :

atau

Dengan : c h = kehilangan enegi akibat penyempitan
2 V = kecepattan aliran pada pipa 2
c K = koefisien kehilangan energi akibat penyempitan
g = percepatan grafitasi
Dengan nilai Kc untuk berbagai nilai D2 / D1 tercantum pada tebel berikut :

SALURAN TERTUTUP BERPENAMPANG LINGKARAN DENGAN ALIRAN
PENUH (ALIRAN SALURAN TERTUTUP)
Geometri saluran tertutup berpenampang lingkaran yang dialiri penuh seperti tampak
pada Gambar 4.1(a) adalah :

SALURAN TERTUTUP Y ANG TIDAK DIALIRI

PENUH (ALIRAN SALURAN

TERBUKA)
Aliran di dalam saluran tertutup yang tidak penuh dikategorikan sebagai aliran
saluran terbuka seperti tampak pada G ambar 4.1(b) apabila kedalaman aliran adalah sebesar
setengah dari diameter penampang maka :

Pada percobaan Reyn old ditunjukkan suatu aliran air dari suatu bak air ke suatu pipa
gelas yang diatur debitnya oleh sebuah keran. Untuk melihat jenis aliran
didalam pipa gelas digunakan zat pewarna yang mempunyai berat jenis sama dengan berat
jenis air (S=1). Di dalam percobaan-percobaannya Reynold menemukan bahwa apabila

kecepatan rata-rata aliran di dalam pipa gelas lebih rendah daripada suatu harga kritis
tertentu, zat pewarna akan mengalir di dalam pipa bersama-sama
dengan aliran air dalam bentuk garis arus lurus seperti tampak pada Gambar 4.4.b.
Tetapi, apabila kecepatan aliran di dalam pipa diperbesar melebihi suatu harga kritis

tertentu, aliran zat pewarna mengikuti aliran air yang menjadi tidak
arusnya. Karena bertambahnya kecepatan maka terjadi pusaran-pusaran
partikel cairan dari satu lapisan pindah ke lapisan lain. Dalam kondisi

teratur garis- garis
yang membawa
ini zat pewarna

tercampur dengan air di seluruh penampang pipa seperti tampak pada Gam bar 4.4.c. Kondisi
aliran dimana garis-garis arusnya lurus tersebut dinamakan “ aliran lamin er “, sedang aliran
dimana garis- garis arusnya tidak teratur dan partikel-partikel cairannya tercampur dinamakan
“ aliran turbulen “. Diantara aliran laminer dan aliran turbulen terjadi aliran transisi seperti
tampak pada Gambar 4.4.c.
Reynold menerapkan analisa dimensi pada hasil-hasil percobaannya yang kemudian
disimpulkan bahwa perubahaan aliran laminer ke aliran turbulen terjadi pada suatu harga
tertentu tak berdimensi yan g dikenal sebagai “ angka Reynold, Re “. Angka Reynold
menunjukkan perbandingan dari gaya-gaya kelembaman ( inertial forces ) dan gaya-gaya
viskos ( viscous forces ), yaitu :

Dimana :
Ū = kecepatan rata-rata ( m/det )
L = panjang karakteristik ( m )
ν = viskositas kinematis ( m2/det )
Re= angka Reynold tak berdimensi
Pengaliran air melalui pipa banyak digunakan dalam mendistribusikan air dari sumber
air ke keran-keran pengeluaran untuk berbagai keperluan. Sepanjang pendistribusian tersebut,
air melalui berbagai hambattan seperti perubahan kecepatan, perubahan penampang dan
perubahan kekasaran permuk aan. Karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui

pengaruh perubahan-perubahan tersebutt terhadap kehilangan tenaga pada pipa lurus
sepanjang 1 m.
Hasil yang diperoleh adalah kecepatan dan kekasaran pipa sebanding dengan
kehilangan tenaga yang menunjukkan hubungan polynomial orde 2 (hf = a + bu + cu2 dan hf
= a + bk + ck2), dimana bertambahnya kecepatan dan kekasaran menyebabkan makin
besarnya kehilangan tenaga yang terjadi. Sedangkan luas penampan g pipa berbanding
terbalik dengan kehilangan tenaga yang menunjukkan hubungan eksponen sial (hf = a e -bA),
dimana bertambahnya luas penampang pipa menyebabkan kehilangan tenaga akan semakin
kecil.
Konsep Aliran Melalui Pipa
Ada tiga persamaan dasar dalam Mekanika Fluida dan Hidrolika yang berkaitan
dengan pengaliran air dalam pipa yaitu persamaan Kontinuitas, Momentum dan pers. Energi.

Untuk aliran mantap dan satu dimensi persamaan energi dapat disederhanakan menjadi
persamaan Bernoulli. Ketiga bentuk persamaan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pers. Konstinuitas

Q  A1.V1  A2.V2  konstn
Dengan :
Q : debit aliran
A : luas tampang aliran
V : kecepatan rerata aliran pada tampang tersebut.
Indeks 1 dan 2 menunjukan nomor tampang aliran yang ditinjau

2. Pers. Momentum
F  .Q(V2 V1)
Dengan :
F : gaya yang ditimbulkan oleh aliran zat cair
 : rapat massa aliran
3. Pers. Bernoulli

V2

p
1
Z1 

2




V2

p

1  Z2  
2 hf he
2g

2g

3