PANGKAS PUCUK DAN DINAMIKA TUMBUH TANAMA

PANGKAS PUCUK DAN DINAMIKA TUMBUH TANAMAN KAPAS
THE SHOOT CUTTING AND GROWTH DINAMICS OF COTTON
Syahruni Thamrin*, Reta*, dan Junaedi*)
*) Dosen Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri
Pangkajene dan Kepulauan
ABSTRACT
The research was aimed to know the best treatmants of shoot cutting of cotton plant
and to known a large number of square and boll that can be keeping for a long time until
reproductive period. The research was conducted in Experimental Farm of Pangkep State
Polytechnic of Agriculture, Pangkajene Kepulauan, from Maret until October 2008.
The research design was based on Randomized Block Design with three levels of
treatments shoot cutting: without cutting (P1), 30 days after planted (P2), 45 days after
planted (P3), and 60 days after planted (P4).
The parameters which were measured in this research were: a large number of square
that can be , keeping until reproductive period, the sum of square/ boll , and the weight of
boll (gram). The results of this research indicated that the treatment of shoot cutting at 60
days after planted has given the best yield to square/boll, weight of the boll, and weight of the
boll every cotton.
Kata Kunci: Shoot cutting, Square, and Boll
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan pemangkasan pucuk yang terbaik

pada tanaman kapas serta untuk mengetahui besarnya jumlah square dan boll yang dapat
dipertahankan pada akhir masa reproduktif tanaman. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun
Percobaan Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Maret sampai Oktober 2008.
Percobaan ini dilaksanakan dalam bentuk Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan
3 (tiga) taraf perlakuan pemangkasan pucuk, yakni : tanpa pemangkasan (P1), 30 hari
setelah tanam (P2), 45 hari setelah tanam (P3) dan 60 hari setelah tanam (P4).
Pengamatan meliputi jumlah square yang bertahan (dihitung semua square yang
bertahan dimulai pada munculnya Bunga Pertama (MBP), jumlah boll, dan berat boll
(gram).
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pemangkasan pucuk pada umur 60 hari setelah
tanam (P4) memberikan hasil yang terbaik terhadap jumlah square, berat boll, dan berat boll
per tanaman
Kata Kunci: : pangkas pucuk , square dan boll

1

PENDAHULUAN
Kontribusi Sulawesi Selatan setiap tahunnya dalam memenuhi produksi serat
kapas nasional mencapai 35 % dari seluruh produksi serat kapas nasional. Walaupun

demikian, nampaknya bahwa setiap tahun terdapat kecenderungan penurunan
produksi dan produktivitas, sehingga dikhawatirkan pada suatu saat kapas tidak akan
ditanam lagi oleh petani karena semakin kecilnya pendapatan yang diperoleh dari
usahatani kapas akibat menurunnya tingkat produktivitas.
Kondisi menurunnya produktivitas tanaman kapas disebabkan oleh berbagai
faktor teknis maupun non teknis, diantaranya yang sangat dominan adalah semakin
beragamnnya jenis hama yang menyerang tanaman kapas dengan intensitas serangan
yang cukup tinggi, terbatasnya benih bermutu serta semakin rentangnya ketahanan
tanaman dalam mencegah keguguran kuncup bunga (square) dan boll (Makkarassan,
2001).
Pertumbuhan dan ketahanan square dan boll pada tanaman umumnya sangat
bergantung pada kondisi lingkungan, salah satu diantaranya pemeliharaan tanaman
itu sendiri dan perlakuan pasca panennya.
Menyadari hal tersebut, maka teknologi budidaya tanaman kapas untuk
kebutuhan industri tekstil diupayakan pada penciptaan hasil tanaman yang optimal.
Sehingga penelitian diarahkan pada kajian dilakukannya pemangkasan pucuk
tanaman yang memungkinkan terjadinya pengaruh terhadap dinamika pertumbuhan
dalam meningkatkan kualitas tanaman kapas. Dengan hasil tersebut penelitian ini
akan memberi acuan standar mutu yang sesuai untuk peruntukan sandang yang
sesuai dengan ketersediaan pasar saat ini.

Tanaman kapas merupakan tanaman interminate artinya akan terus tumbuh
untuk memproduksi buah. Pada tanaman kapas percabangan 1 – 6 merupakan
percabangan vegetatif, pertumbuhan cabang utama akan berlangsung setiap 3 hari dan
untuk cabang buah terjadi setiap 6 hari (AAK, 2000). Dalam kondisi baik, boll
tumbuh dalam 60 hari, dimana pada 1 – 30 hari setelah kelopak rontok terjadi
penebalan dinding boll dan pertambahan ukuran boll, sedang pada 30 – 60 hari
berikutnya terjadi pembesaran boll.
Namun demikian pertumbuhan boll yang diawali dengan pembentukan square
(kuncup bunga), senantiasa mengalami kegagalan perkembangan karena berguguran.
Padahal banyaknya square dan boll yang gugur mengindikasikan rendahnya produksi
yang akan dihasilkan dari tanaman.
Untuk dapat mengontrol pertumbuhan dan perkembangan square dan
boll,pemeliharaan tanaman mutlak dilakukan dengan melakukan pemangkasan pucuk
dalam waktu yang tepat hingga memungkinkan memberikan hasil tanaman dengan
kualitas boll yang optimal.

2

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk : mengetahui perlakuan pangkas pucuk yang

terbaik serta mengetahui besarnya jumlah square dan boll yang dapat dipertahankan
pada akhir masa reproduktif tanaman.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Jurusan Budidaya Tanaman
Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Penelitian ini berlangsung selama
8 bulan.
Penelitian ini menggunakan bahan yang terdiri dari : benih kapas, pupuk Urea,
SP-36, KCL dan pupuk kandang, herbisida serta pestisida untuk pengendalian
organisme pengganggu tanaman. Alat yang digunakan adalah cangkul, ember, meter,
tugal kayu, timbangan, gunting, spayer dan peralatan laboratorium untuk analisis
nutrisi.
Percobaan ini dilaksanakan dalam bentuk Rancangan Acak Kelompok
(RAK), dengan 4 (empat) taraf perlakuan pemangkasan pucuk, yakni : tanpa
pemangkasan (P1), 30 hari setelah tanam (P2), 45 hari setelah tanam (P3) dan 60
hari setelah tanam (P4). Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 12 (dua
belas) petak perlakuan.
Petak percobaan dibuat masing-masing berukuran 4 meter x 5 meter sebanyak 3
petak setiap ulangan. Jarak antar petar dalam satu ulangan 50 cm, sedangkan jarak
antar ulangan 175 cm.
Pupuk kandang diberikan 5 hari sebelum penanaman, sedangkan pemupukan

Urea (1/3 bagian), SP-36 dan KCL (seluruhnya) diberikan 7 hari sesudah tanam.
Pemupukan susulan khusus urea (2/3 bagian) diberikan saat tanaman berumur
30 hari. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 100 x 20 cm dengan jumlah benih
2 biji/ lubang, penanaman dilakukan dengan cara tugal sedalam 3 – 5 cm.
Penyiangan dan pembumbunan dilakukan bersamaan sebanyak dua kali
tergantung keadaan lingkungan setempat dan dilakukan jika tumbuhan pengganggu
mulai tumbuh dan bersaing untuk mendapatkan makanan atau hara. Pengendalian
hama penyakit tanaman dilakukan saat ada tanda-tanda serangan hama atau penyakit
tanaman dengan memperhatikan kondisi pertanaman.
Adapun komponen pengamatan yang dilakukan berkaitan dengan ketahanan
square dan boll adalah :
1. Jumlah square yang bertahan, dihitung semua square yang bertahan dimulai pada
munculnya Bunga Pertama (MBP), diukur setiap minggu hingga 4 minggu
ssetelah MBP
2. Jumlah Boll, dihitung keseluruhan boll yang mulai terbentuk
3. Berat boll (gram), dihitung berat rata-rata dari satu tanaman, setiap minggu untuk
menentukan total boll yang gugur.
Analisa data dilakukan dengan bantuan perangkat statistik dengan
menggunakan analisis varians yang dilanjutkan dengan pengujian Uji BNT taraf 0,05.


3

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Jumlah Square
Hasil pengamatan terhadap jumlah square tanaman kapas menunjukkan bahwa
perlakuan dengan berbagai pemangkasan pucuk berpengaruh sangat nyata, hal ini
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata Jumlah Square Tanaman Kapas Pada Berbagai Waktu
Pemangkasan (HST)
Peerlakuan

Rata-rata

NP BNT 0.05

P1

306,67a


196,15

P3

412,33ab

P2

472,00a

656,00b
P4
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada taraf uji BNT α = 0,05

Uji BNT pada Tabel.1 menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan pucuk
pada umur 60 HST (P4) memberikan rata-rata jumlah square tertinggi yakni 656
square. Pada taraf uji 5% pengaruh pemangkasan pucuk terhadap jumlah square
tanaman kapas pada perlakuan tanpa pemangkasan hanya berbeda tidak nyata dengan
perlakuan pemangkasan pada umur 30 HST (P2),

45 HST (P3), namun berbeda
nyata dengan perlakuan pemangkasan pucuk pada umur 60 HST (P4).
2. Berat Boll
Pengamatan terhadap berat boll menunjukkan bahwa perlakuan berbagai
pemangkasan pucuk berpengaruh sangat nyata terhadap berat boll tanaman kapas.
Tabel 2. Rata-rata Berat Boll Tanaman Kapas pada Berbagai Waktu Pemangkasan
Pucuk (HST).
Perlakuan
P1

Rata-rata
68,10

a

NP BNT 0.05
20,70

4


P3

82,10ab

P2

86,57ab

118,47b
P4
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata
pada taraf uji BNT α = 0,05

Uji BNT pada Tabel.2 menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan pucuk 60 HST
(P4) memberikan rata-rata berat boll tertinggi yakni 118,47 gram. dan tanpa
pemangkasan pucuk (P1) memberikan rata-rata berat boll yang paling rendah yakni
68,10 gram.
Pada taraf uji 5% pengaruh pemangkasan pucuk terhadap jumlah berat boll
tanaman kapas pada perlakuan tanpa pemangkasan berbeda tidak nyata dengan
perlakuan pemangkasan pada umur 30 HST (P2), 45 HST (P3), tapi berbeda nyata

dengan perlakuan pemangkasan pucuk pada umur 60 HST (P4). Namun perlakuan
pemangkasan pucuk pada umur 60 HST (P4) tidak berbeda nyata dengan
pemangkasan pucuk pada umur 30 HST (P2) dan pada umur 45 HST (P3).
Berat Boll per Tanaman
Hasil pengamatan berat boll per tanaman menunjukkan bahwa perlakuan
berbagai pemangkasan pucuk tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap berat boll
per tanaman kapas.

30
25
20
P1

15

P2
P3

10


P4

5
0
I

Gambar 2. Rata-rata
Berat Boll/Tanaman
Kapas
II
III

5

Dari gambar terlihat bahwa perlakuan pemangkasan pucuk 60 HST (P4)
memberikan rata-rata tertinggi yakni 23,78 boll per tanaman yang dapat bertahan
hingga panen. Namun perlakuan pemangkasan pucuk ini tidak berbeda nyata baik
dalam hal waktu pemangkasan maupun dengan yang tidak dipangkas.

B. PEMBAHASAN
Jumlah Square
Jumlah boll merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk melihat hasil
akhir pertumbuhan tanaman ketika panen dilakukan, ukuran ini menjadi gambaran
potensi pertumbuhan tanaman sebagai interaksi dari faktor-faktor pertumbuhan yang
ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah square yang dicapai tertinggi pada
perlakuan pemangkasan pucuk 60 HST (P4), yakni 656 boll yang lebih baik dari
jumlah boll yang dipangkas pada umur 30 HST (P2) dan dipangkas 45 HST (P3) dan
tanpa perlakuan pemangkasan (P1).
Hasil ini, ternyata sejalan dengan pendapat Sitompul dan Guritno (2005),
bahwa pada masa varietas lokal kapas banyak digunakan petani yang berhabitus
tinggi, pertumbuhan tanaman kapas seringkali menghambat pembungaan. Kemudian
petani memotong daun kapas sebagian untuk meransang pembungaan. Dan pada
tanaman buah-buahan tahunan, tanaman yang lebat berbuah dapat dipacu dengan
memaku atau mengerat sedikit batang.
Tingkat hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat variasi di antara
tanaman walaupun berada dalam lingkungan tumbuh yang sama. Hal ini dapat
dipahami bahwa perlakuan pemangkasan pucuk yang menghilangkan sebagian
tanaman berhubungan dengan kemampuan tanaman melakukan aktivitas fotosintesis
dan efisiensi sintesis biomas sehingga memperlihatkan dinamika pertumbuhan yang
berbeda.
Jumlah squarel tertinggi terdapat pada tanaman yang dipangkas 60 HST. Hal
ini disebabkan pada umur 35 – 45 HST tanaman kapas mulai berbunga. Jadi bila
dipangkas pada umur 30 HST dan 45 HST maka jumlah boll yang dihasilkan lebih
sedikit. Demikian pula bila tidak dilakukan pemangkasan maka tanaman kapas yang
merupakan tanaman intermediate akan tumbuh terus. Pertumbuhan vegetatifnya akan
lebih panjang dibanding pertumbuhan generatifnya, sehingga akan menghambat
pembentukan bunga.
Berat Boll
Berat boll tertinggi terdapat pada perlakuan pemangkasan pucuk pada umur
60 HST. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan boll yang diawali dengan
pembentukan square sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor
lingkungan. Bila kekurangan air maka pertumbuhan tanaman tidak teratur dan
terjadi keguguran bunga dan buah. Untuk dapat mengontrol pertumbuhan dan
perkembangan square dan boll, pemeliharaan tanaman mutlak dilakukan dengan

6

melakukan pemangkasan pucuk dalam waktu yang tepat hingga memungkinkan
memberikan hasil tanaman dengan produksi yang tinggi.
Memangkas pucuk tanaman kapas pada umur 70 HST akan menghasilkan
berat boll yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pemangkasan yang dilakukan
pada umur 30 HST dan 45 HST. Hal ini dikarenakan lebih banyak cabang generatif
yang bisa terbentuk sebagai tempat tumbuhnya bunga pada umur 60 HST sehingga
berat bollnya juga lebih banyak.
Perlakuan tanpa pemangkasan memperlihatkan rata-rata terendah baik dalam
jumlah square maupun pada berat boll per tanaman. Hal ini disebabkan tidak adanya
pemangkasan sehingga tanaman tumbuh terus ke atas. Jadi pertumbuhan vegetatifnya
berlangsung terus. Menurut Kusumo (2004), semua sel tanaman, kecuali yang
bersifat meristem mempunyai 3 fase dalam pertumbuhannya, yakni pembelahan,
perpanjangan dan diferensiasi. Apabila pada waktu tumbuh, pucuknya dihilangkan,
pertumbuhan menjadi hampir berhenti. Karena pucuk yang merupakan sumber
auksin dihilangkan, maka pertumbuhan akan terhambat. Ini menunjukkan bahwa
auksin berpengaruh pada fase perpanjangan. Sesudah pucuk dibuang pertumbuhan
masih akan berlangsung dengan lambat, dimana ujung potongannya berfungsi sebagai
pucuk.
Pertumbuhan vegetatif yang lebih lama yang tidak diimbangi dengan
kebutuhan air dan nutrisi yang cukup, utamanya unsur Nitogen akan menyebabkan
mudahnya square dan boll berguguran. Hal inilah yang menyebabkan jumlah boll
hingga berat bollnya sedikit bila tidak ada pemangkasan pucuk.
Sejalan dengan Kadarwati dkk (1996) bahwa cabang generatif dimulai pada
buku ke-6, yang akan menghasilkan kira-kira 50 kuncup bunga. Dalam keadaan
normal, hanya 35-40% dari kuncup bunga yang menjadi buah, lainnya gugur karena
kegagalan penyerbukan, gangguan fisiologis, serangan hama dan kekeringan.
Hal lain yang menyebabkan jumlah square/ boll dan berat boll paling kecil
pada tanaman kapas yang tidak dipangkas karena pertumbuhan vegetatif yang
berlanjut terus sehingga efek saling menaungi antar bagian tanaman dapat terjadi.
Ada bagian tanaman yang terlindungi sehingga tidak dapat menerima cahaya, dalam
hal ini sinar matahari. Menurut Sitompul dan Guritno (2005), fenomena kompetisi
cahaya yang umum terjadi adalah bahwa suatu tanaman menaungi tanaman yang lain,
atau suatu daun menaungi daun yang lain pada tanaman yang sama. Cahaya bukanlah
suatu faktor yang yang terletak pada suatu sumber darimana tanaman kemudian
dapat mengambilnya. Tanaman menerima cahaya apa adanya sehingga kompetisi
cahaya dalam waktu singkat lebih banyak bersifat pasif, dimana suatu tanaman tidak
melancarkan gaya untuk mendapatkan cahaya yang banyak.
Jumlah boll per tanaman yang bisa bertahan hingga akhir masa reproduktif
yang terbaik pada perlakuan pemangkasan pucuk 60 HST, namun hasil yang didapat
tidak terlalu berbeda dengan perlakuan lainnya. Ini berarti bahwa bertahannya boll
pada tanaman kapas tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemangkasan pada pucuk, tapi
lebih banyak karena dipengaruhi oleh lingkungan, dalam hal ini ketersediaan air dan
nutrsisi tanaman.

7

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Perlakuan pemangkasan pucuk pada umur 60 HST (P4) memberikan hasil yang
terbaik untuk jumlah square / boll, berat boll tanaman kapas, dan berat boll
pertanaman kapas.
2. Jumlah boll per tanaman yang dapat dipertahankan pada akhir masa produkstif
tanaman yang terbaik pada pemangkasan pucuk pada umur 60 HST (P4).
Pengembangan tanaman kapas untuk memenuhi kebutuhan serat yang diperoleh
dari boll yang terbentuk sebaiknya dilakukan pemangkasan pucuk guna, hal ini
dimaksudkan untuk meransang pembentukan cabang generatif yang lebih banyak
sehingga jumlah boll yang terbentuk juga lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA
Fitrianingdyah Kadarwati, Moch Sahid, Hasnam, dkk, 1996. Panduan Budidaya
Tanaman Kapas. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang.
Hanafiah, K.A., 2005. Rancangan Percobaan, Teori dan Aplikasi.PT. Raja Grafindo
Perkasa, Jakarta.
Kate Hake, Ken Cassman dan Wayne Ebelhar, 1991. Cotton Nutrition – N, P dan K.
Phisiology Today-Vol 2 Number 3, National Cotton Council, America.
Kusumo, S., 2004. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV. Yasaguna, Jakarta.
Sitompul dan Bambang Guritno, 2005. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah
Mada University Press.
Wiilkins, M.B., 2000. Fisiologi Tanaman. Bina Aksara, Jakarta.

8