USULAN PENELITIAN PENGARUH LAMA WAKTU UR

USULAN PENELITIAN
PENGARUH LAMA WAKTU URIN PADA PROSES AERASI SISTEM AIR
MENGALIR TERHADAP BEBERAPA ASPEK BIOURIN

OLEH
BENI ARISANDI
E10013225

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah adalah hasil buangan pada suatu kegiatan yang tidak diperlukan
lagi. Limbah pada umumnya dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.
Sedangkan limbah ternak sendiri adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha
peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan
produk ternak, dan lain-lain. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah
cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu,

kuku, tulang, dan sebagainya. Apabila usaha peternakan semakin berkembang
maka limbah yang dihasilkan juga akan semakin banyak.
Keberhasilan pengelolaan limbah peternakan sangat dipengaruhi oleh
teknik penanganan yang dilakukan, yang meliputi teknik pengumpulan
(collections), pengangkutan (transport), pemisahan (separation) dan penyimpanan
(storage) atau pembuangan (disposal) (Merkel, 1981). Demikian pula
pemanfaatannya baik sebagai pupuk organik, bahan bakar biogas maupun pakan
ternak.
Untuk pemanfaatan limbah peternakan padat sudah banyak diterapkan di
daerah pedesaan. Contohnya, di kalangan peternak sapi perah, terutama di desa
Pesanggrahan Kota Batu-Malang, dapat membuat biogas dan pupuk organik dari
kotoran sapi menjadi tambahan pendapatan dan mata pencaharian baru bagi
penduduk sekitar. Akan tetapi untuk pengelolaan limbah cair peternakan masih
sangat kurang di tingkat daerah pedesaan. Padahal jika dikaji lebih dalam lagi
kandungan kemungkinan unsur C, N, P, K, Ratio C/N di dalam kotoran cair sama
atau bahkan lebih banyak dibandingkan dengan kotoran padat.
Salah satu limbah yang cukup berpotensi adalah urin sapi. Sebagai salah
satu potensi dalam bidang peternakan, maka perlu melihat peluang-peluang dari
produk-produk peternakan yang dapat digunakan. Salah satu olahan limbah urine
sebagai bahan baku pembuatan pupuk cair organic ( Biourine ). Urine dapat

diproses (fermentasi) menjadi pupuk cair dengan kandungan hara tinggi berbahan
limbah urine (biourine) sebagai nutrisi tanaman sehingga menjadikan salah satu
pendapatan bagi peternak (Hannayuri, 2011).

Pupuk cair urin sapi merupakan salah satu pupuk organik potensial sebagai
sumber hara bagi tanaman seperti N, P dan K. Dari aspek haranya, cairan urine
sapi memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan kotoran
padatnya (Lingga, 1999). Selain kandungan hara yang dimilikinya, dalam urine
sapi juga terdapat Indole Asetat Acid (IAA) sebanyak 704,26 mg L-1 (Sutari,
2010).
Bio urine merupakan pupuk organik cair yang dapat menyediakan bahanbahan asam amino dan protein yang siap membangun jaringan pertumbuhan
tanaman. Oleh karena itu, pupuk cair ini merupakan salah satu pupuk organik
yang perlu dipertimbangkan pemanfaatannya dalam menggalakkan pemanfaatan
potensi lokal yang murah dan mudah dilakukan (Kariada, et. al. 2004). Dengan
demikian maka pemahaman terhadap pupuk organik ditujukan kepada petani
untuk menggerakkan agar sumberdaya lahan dapat diperbaiki baik sifat-sifat fisik
tanah (memperbaiki struktur tanah, porositas, permeabilitas, meningkatkan
kemampuan menahan air), sifat kimia (meningkatkan kemampuan tanah untuk
menyerap kation, sebagai sumber hara makro dan mikro, menaikkan pH tanah dan
menekan kelarutan Al dengan membentuk kompleks Al-organik), dan sifat biologi

tanah (meningkatkan aktivitas mikroba tanah, sebagai sumber energi bagi bakteri
penambat N dan pelarut fosfat). Disisi lain, unsur hara N yang tersedia
Proses fermentasi urin sapi menjadi biourin dapat dioptimalkan dengan
menambahkan starter dan memperkaya nutrisi yaitu gula merah. Pemberian starter
dan memperkaya nutrisi sangat berpengaruh pada lama atau cepatnya proses
fermentasi. Pengaruh lama atau cepatnya proses fermentasi disebabkan oleh
peningkatan aktivitas bakteri. Kunaepah (2008) menyatakan memperkaya nutrisi
pada proses fermentasi urin dengan penambahan glukosa sebagai sumber karbon
juga berpengaruh terhadap aktivitas bakteri, karena glukosa merupakan substrat
yang mudah dicerna dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Sanjaya (2010) menambahkan, glukosa berfungsi sebagai sumber energi dan
unsur utama dalam pembentukan sel mikroorganisme.
EM4 merupakan suatu campuran beberapa mikroorganisme hidup yang
menguntungkan bagi proses penyerapan atau persediaan unsur hara dalam tanah,
EM4 dapat mempercepat fermentasi dan dekomposisi bahan organik karena

mikroorganisme tersebut dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan
bahan organik. Kandungan EM4 terdiri dari bakteri fotosintetik, bakteri asam
laktat, actinomicetes, ragi dan jamur fermentasi. Manfaat EM4 dapat
Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, Meningkatkan produksi tanaman

dan menjaga kestabilan produksi. Memfermentasi dan mendekomposisi bahan
organik tanah dengan cepat (Bokashi). Menyediakan unsur hara yang dibutuhkan
tanaman. Meningkatkan keragaman mikroba yang menguntungkan di dalam
tanah.
Kendala yang dialamai peternakan dalam penggunaan urin adalah amonia
tinggi sehingga membuat aroma yang tidak sedap, dan salah satu cara mengurangi
aroma tersebut dengan aerasi
Aerasi merupakan istilah lain dari transfer gas, lebih dikhususkan pada
transfer gas oksigen atau proses penambahan oksigen ke dalam air. “Keberhasilan
proses aerasi tergantung pada besarnya nilai suhu, kejenuhan oksigen, karateristik
air dan turbulensi air. Beberapa jenis aerator yang digunakan dalam proses aerasi
adalah diffuser aerator, mekanik aerator, spray aerator, dan aerator gravitasi"
(Benefield, 1980). Proses aerasi dapat digunakan untuk pengolahan air minum
maupun air buangan diantaranya menurunkan kandungan besi (Fe) dan mangan
(Mn) terlarut dalam air.
Fungsi utama aerasi dalam pengolahan air adalah melarutkan oksigen ke
dalam air untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air, dalam campuran
tersuspensi lumpur aktif dalam bioreaktor dan melepaskan kandungan gas-gas
yang terlarut dalam air, serta membantu pengadukan air (Awaluddin, 2007).
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Urin merupakan limbah organik yang mengandung Nitrogen (N) cukup
tinggi sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap dengan segala dampak negatif
yang ditimbulkannya seperti pencemaran air, udara, dan sumber penyakit. Oleh
karena itu diperlukan suatu solusi baru untuk mengatasi permasalahan tersebut,
salah satunya dengan cara sistem aerasi. Tujuan proses aerasi adalah
mengontakkan semaksimal mungkin permukaan cairan dengan udara guna

menaikkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air buangan sehingga bau tidak
sedap yang ditimbulkan oleh urin sapi dapat diminimalisirkan.
1.3 Hipotesis
Semakin Lama Waktu Urin Pada Proses Aerasi Sistem Air Mengalir
Terhadap Beberapa Aspek Biourin akan semakin bagus kualitas biourin yang
dihasilkan.
1.4 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu urin pada
proses aerasi system air mengalir terhadap beberapa aspek biourin yang
dihasilkan.
1.5 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang
lamanya waktu urin pada proses aerasi sistem air mengalir terhadap beberapa

aspek biourin yang dihasilkan dari proses aerasi tersebut

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pupuk Organik
Penggunaan limbah urine sebagai salah satu pupuk organik memberikan
hasil yang cukup menjanjikan, sehingga peternak sudah bisa memperoleh hasil
sebelum ternak itu dijual.Harga urine yang sudah diolah dan menjadi pupuk cair,
berkisar antara Rp 7.000-Rp 10.000/liter. Penggunaan urine ini sangat berpotensi,
sehingga perlu memberdayakan peternak agar semua produk dari ternak bisa
digunakan untuk mendatangkan keuntungan secara ekonomis, meski awalnya
perlu ada pendampingan terhadap peternak, terutama soal teknik atau cara
menampung urine hingga proses pembuatan menjadi pupuk cair (Zein, 2011).
Pupuk adalah hara tanaman yang umumnya secara alami ada dalam tanah,
atmosfer, dan dalam kotoran hewan. Pupuk memegang peranan penting dalam 11
meningkatkan hasil tanaman, terutama pada tanah yang kandungan unsur haranya
rendah (Samekto, 2008).
Menurut Parnata (2004), pupuk organik cair adalah pupuk yang
kandungan bahan kimianya maksimum 5%. Oleh karena itu, kandungan N, P dan
K pupuk organik cair relatif rendah. Pupuk organik cair memiliki beberapa

keuntungan yaitu mengandung zat tertentu seperti mikroorganisme yang jarang
terdapat pada pupuk organik padat, pupuk organik cair dapat mengaktifkan unsur
hara yang ada dalam pupuk organik padat.
Samekto (2008) dan Yuliarti (2009), mengemukakan bahwa pupuk organic
merupakan hasil akhir dari peruraian bagian-bagian atau sisa –sisa tanaman dan
binatang (makhluk hidup) misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos,
bungkil, guano, tepung tulang dan lain sebagainya. Pupuk organik mampu
menggemburkan lapisan permukaan tanah (top soil), meningkatkan populasi jasad
renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air, yang oleh karenanya
kesuburan tanah menjadi meningkat (Samekto, 2008). Hal ini sependapat dengan
Yuliarti (2009) penggunaan pupuk organik memberikan manfaat meningkatkan
ketersediaan anion-anion utama untuk pertumbuhan tanaman seperti nitrat, posfat,

sulfat, borat, dan klorida, meningkatkan ketersediaan hara mikro untuk kebutuhan
tanaman, dan memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah.
2.2 Potensi Limbah Cair (Urin) Sapi
Urin sapi dapat diolah menjadi pupuk organik cair setelah diramu dengan
campuran tertentu. Bahan baku urin yang digunakan merupakan limbah dari
peternakan yang selama ini juga sebagai bahan buangan. Pupuk organik cair dari
urin sapi ini merupakan pupuk yang berbentuk cair tidak padat yang mudah sekali

larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting guna kesuburan tanah.
Namun, pupuk organik cair dari urin sapi perah ini juga memiliki kelemahan,
yaitu kurangnya kandungan unsur hara yang dimiliki jika dibandingkan dengan
pupuk buatan dalam segi kuantitas (Sutato, 2002).
Pupuk cair urin sapi merupakan salah satu pupuk organik potensial sebagai
sumber hara bagi tanaman seperti N, P dan K. Dari aspek haranya, cairan urin sapi
memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan kotoran
padatnya (Lingga, 1999). Selain kandungan hara yang dimilikinya, dalam urin
sapi juga terdapat Indole Asetat Acid (IAA) sebanyak 704,26 mg L-1 (Sutari,
2010).
Kunggulan penggunaan pupuk organik cair (biourine) yaitu volume
penggunaan lebih hemat dibandingkan pupuk organik padat serta aplikasinya
lebih mudah karena dapat diberikan dengan penyemprotan atau penyiraman, serta
dengan proses akan dapat ditingkatkan kandungan haranya (unsur Nitrogen)
(Warasfarm, 2013).
Kelebihan dari pupuk organik ini adalah dapat secara cepat mengatasi
defesiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara dan mampu menyediakan
hara secara cepat (Afghanaus, 2011). Dijelaskan lebih lanjut bahwa dibandingkan
dengan pupuk cair anorganik, pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah
dan tanaman walaupun digunakan sesering mengkin. Selain itu pupuk ini juga

memiliki bahan pengikat sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan
tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman.
Warasfarm (2013) menyatakan kelebihan Pupuk Organik Cair adalah
sebagai berikut : 1). Mempunyai jumlah kandungan nitrogen, fosfor, kalium dan

air lebih banyak jika dibandingkan dengan kotoran sapi padat 2). Mengandung zat
perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh 3).
Mempunyai bau yang khas urine ternak yang dapat mencegah datangnya berbagai
hama tanaman.
Menurut Sudiro (2010:10) selain mempunyai kelebihan, pupuk organik
dan pestisida dari urine sapi ini mempunyai kekurangan, Walaupun pupuk organik
cair dari urin sapi merupakan pupuk yang ramah lingkungan karena berasal dari
senyawa organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme, tetapi penggunaan
pupuk organik cair ini masih memiliki kendala karena memiliki kandungan hara
makro dan mikro rendah sehingga harus diberikan dalam jumlah yang banyak.
Meskipun kandungan unsur hara yang dimiliki oleh urine sapi bermacammacam jenisnya akan tetapi jumlah kuantitas unsur hara yang dimiliki masih
kalah jika dibandingkan dengan pupuk kimia buatan. Selain itu baunya yang
menyengat juga membuat orang enggan untuk mengelola serta menggunakannya..
sedangkan pestisida dari urin sapi ini hanya bia digunakan untuk hama hama
tertentu, seperti hama tungro, bercak daun, dan lain lain (Andoko, 2011)

Selain sebagai pupuk cair, urine sapi dapat dimanfaatkan sebagai pestisida
pembasmi hama pada tanaman. Marlina (2012) menyebutkan “sampai saat ini
hanya urine sapi yang diketahui berkhasiat sebagai pestisida”. Urine sapi dapat
dimanfaatkan sebagai pestisida ramah lingkungan karena mengandung unsur yang
mampu mengusir dan membunuh hama tanaman yang menyerang tanaman para
petani.
Dari segi ekonomi, harga pestisida kimia cukup sulit dijangkau oleh petani
yang mayoritas dari golongan masyarakat menengah ke bawah, sehingga
pembuatan pestisida dari urine sapi ini akan mampu menekan biaya perawatan
tanaman mereka dan hasil panen pun tetap melimpah ruah. Dengan menggunakan
urine sapi sebagai pestisida dan pupuk organic. Selain bisa mengurangi limbah di
kandang, hal ini juga bisa mengurangi kerusakan lahan pertanian yang terjadi.
2.3 Fermentasi
Fermentasi adalah reaksi dengan menggunakan biokatalis untuk mengubah
bahan baku menjadi produk. Proses fermentasi dilakukan dalam media fermentasi

yang disebut bioreaktor atau fermentor. Umpan yang masuk dalam fermentor
disebut substrat. Substrat utama adalah sumber karbon yag diguankan oleh
mikroorganisme untuk memberikan energi untuk pertumbuhan dan dan produksi
produk akhir. Mikroorganisme juga membutuhkan nutrient lainnya. Fermentasi

dengan menggunakan bakteri anaerobik dilakukan dengan tidak adanya udara.
Mikroorgainsme ini mendapatkan oksigen dari bahan substrat yang memiliki
ikatan kimia dengan oksigen (Riadi, 2007).
Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dengan bantuan dari
enzim mikrobia ( jasad renik ) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan
reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik
dengan menghasilkan produk tertantu. Fermentasi merupakan proses biokimia
yang menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan
kandungan bahan tersebut (Hardjo et al., 1989).
Menurut Jeris dan Regan (Yulianto, 2010), suhu dan pH merupakan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi terjadinya fermentasi secara anaerob. Suhu pada
awal fermentasi sekitar 380C dapat mempercepat terjadinya proses fermentasi,
sedangkan sesudah fermentasi suhunya menjadi sekitar 36,50C.
2.4 Bakteri EM4
Bakteri (dari kata Latin bacterium; jamak: bacteria) adalah kelompok
organisme yang tidak memiliki membran inti sel. Organisme ini termasuk ke
dalam domain prokariota dan berukuran sangat kecil (mikroskopik), serta
memiliki peran besar dalam kehidupan di bumi. Beberapa kelompok bakteri 23
dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit, sedangkan kelompok lainnya
dapat memberikan manfaat dibidang pangan, pengobatan, dan industri. Struktur
sel bakteri relatif sederhana: tanpa nukleus/inti sel, kerangka sel, dan organelorganel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Hal inilah yang menjadi dasar
perbedaan antara sel prokariot dengan sel eukariot yang lebih kompleks (Atlas
1995).
Pembuatan kompos/pupuk organik tidak terlepas dari proses pengomposan
yang diakibatkan oleh mikroba yang berperan sebagai pengurai atau dekomposer
berbagai limbah organik yang dijadikan bahan pembuat kompos. Aktivator

mikroba memiliki peranan penting karena digunakan untuk mempercepat
pembuatan kompos. Di pasaran saat ini tersedia banyak produk-produk
dekomposer untuk memper cepat proses pengomposan misalnya: EM-4, OrgaDec,
M-Dec, Probion , dan lain-lain.
EM-4 merupakan kultur campuran mikroorganisme yang menguntungkan
dan bermanfaat bagi kesuburan tanah maupun pertumbuhan dan produksi
tanaman, serta ramah lingkungan. Mikroorganisme yang ditambahkan akan
membantu memperbaiki kondisi biologis tanah dan dapat membantu penyerapan
unsur hara. EM-4 mengandung mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang
terdiri dari bakteri asam laktat (Lactobacillus Sp), bakteri fotosintetik
(Rhodopseudomonas

Sp),

Actinomycetes

Sp,

Streptomycetes

Sp,

R.bassillus/azotobachter dan ragi (yeast) atau yang sering digunakan dalam
pembutan tempe (Utomo, 2007).
Utomo (2007) menyatakan bahwa EM-4 mempunyai beberapa manfaat
diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.

memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah
meningkatkan ketersediaan nutrisi dan senyawa organik pada tanah
mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan
membersihkan air limbah dan meningkatkan kualitas air pada perikanan
menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan meningkatkan
produksi tanaman serta menjaga kestabilan produksi

2.5 Sistem Aerasi
Teknik aerasi adalah salah satu usaha pengolahan limbah
cair dengan cara menambahkan oksigen ke dalam limbah cair
tersebut. Penambahan oksigen adalah salah satu usaha dari
pengambilan zat pencemar tersebut, sehingga konsentrasi zat
pencemar akan berkurang atau bahkan dapat dihilangkan sama
sekali. Zat yang diambil dapat berupa gas, cairan, ion, koloid
atau bahan tercampur lainnya. Usaha penambahan oksigen ke
dalam air limbah dapat melalui
2 cara, yaitu memasukkan udara ke dalam air limbah dan
memaksa

air ke

atas

untuk

berkontak

dengan oksigen

(Sugiharto, 2005:114). Udara berfungsi untuk konsumsi bakteri

agar dengan aktif dapat memakan kandungan organik dalam
limbah. Bakteri pengurai mengkonsumsi bahan-bahan organik
sehingga berurai menjadi bahan-bahan sederhana seperti CO2,
CO dan H2O. pada akhirnya CO2 terbang ke udara dan H2O
menyatu dengan air (Perdana Ginting, 2007:128).
Efisiensi pengolahan ditentukan oleh kondisi operasi yang berupa
kecepatan laju udara masuk atau laju udara dalam kolom aerasi dan debit limbah
yang diolah. Pemanfaatan teknologi tangki aerasi bertingkat, pada prinsipnya
adalah menambahkan oksigen ke dalam air sehingga oksigen terlarut di dalam air
akan semakin tinggi Novriana dan Septia (2003). Menurut Razif (2001)
pengolahan dengan menggunakan bakteri aerobik yang diberi aerasi bertujuan
untuk menurunkan karbon organik atau nitrogen organik.
2.6 Derajat Keasaman (pH)
Konsentrasi ion hydrogen (pH) merupakan parameter penting untuk
kualitas air dan air limbah. pH sangat berperan dalam kehidupan biologi dan
mikrobiologi

(Alearts dan Santika, 1987). Menurut Sutari (2010) yang

menyatakan bahwa semakin lama proses fermentasi, nilai pH akan menunjukan
penurunan dan tingkat keasamannya semakin meningkat, makin lama proses
fermentasi berlangsung, semakin banyak bagian padatan yang terdekomposisi.
2.7 Unsur Hara
Menurut

Sutejo (1994), kandungan unsur hara urine yang dihasilkan

ternak tergantung mudah atau sukarnya makanan dalam perut hewan dapat
dicernakan. Beliau juga menyatakan bahwa urine pada ternak sapi terdiri dari air
92%, N 1,00%, P 0,2 %,dan K 1,35 %.
2.7.1. Nitrogen (N)
Semakin banyak kandungan unsur hara nitrogen bahan baku semakin
cepat terurai. Hal ini disebabkan jasad renik pengurai memerlukan unsur hara
nitrogen untuk perkembangannya. Unsur hara nitrogen digunakan oleh
mikroorganisme untuk sintesis protein dan pembentukan protoplasma. 40-50%

protoplasma tersusun dari senyawa yang mengandung unsur hara nitrogen.
Kotoran sapi mengandung unsur hara makro seperti nitrogen, fosfor, dan kalium
tiap kotoran memiliki kandungan unsur hara yang berbeda
2.7.2. Phosfor (P)
Stofella dan Khan (2001), kandungan fosfor berkaitan dengan kandungan
N dalam substrat, semakin besar nitrogen yang dikandung maka multiplikasi
mikroorganisme yang merombak fosfor akan meningkat, sehingga kandungan
fosfor dalam pupuk cair juga meningkat. Kandungan fosfor dalam substrat akan
digunakan oleh sebagian besar mikroorganisme untuk membangun selnya. Proses
mineralisasi fosfor terjadi karena enzim fosfotase yang dihasilkan oleh sebagian
besar mikroorganisme.
2.7.3. Kalium (K)
Kalium (K) adalah unsur hara makro yang banyak dibutuhkan tanaman,
dan diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Di dalam tubuh tanaman kalium
bukanlah sebagai penyusun jaringan tanaman, tetapi lebih banyak berperan dalam
proses metabolisme tanaman seperti mengaktifkan kerja enzim, membuka dan
menutup stomata, transportasi hasil-hasil fotosintesis, dan meningkatkan daya
tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit tanaman (Hasibuan, 2006).
Menurut Yuli, A.H., dkk (2010), kalium tidak terdapat protein, elemen ini
bukan elemen langsung dalam pembentukan bahan organik, kalium ini hanya
berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium
digunakan oleh mikroorganisme dalam bahan substrat sebagai katalisator, dengan
kehadiran bakteri dan aktivitasnya akan sangat berpengaruh terhadap pengikatan
kandungan kalium. Kalium diikat dan disimpan dalam sel oleh bakteri dan jamur,
jika didegradasi kembali maka kalium akan tersedia kembali.
Pupuk organik cair mengandung unsur kalium yang berperan penting dalam
setiap proses metabolisme tanaman, yaitu dalam sintesis asam amino dan protein
dari ion-ion ammonium serta berperan dalam memelihara tekanan turgor dengan
baik sehingga memungkinkan lancarnya proses-proses metabolisme dan
menjamin kesinambungan pemanjangan sel.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian Pengaruh Lama Waktu Urin Pada Proses Aerasi Sistem Air
Mengalir Terhadap Beberapa Aspek ini akan dilakukan di Farm Fakultas
Peternakan, Universitas Jambi, yang dianalisis di BLH Kota Baru. Penelitian akan
dilakukan selama 21 hari dimulai dari bulan ... 2017 sampai dengan bulan ... 2017.
3.2 Materi dan Peralatan
Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu urin sapi, emponempon, gula merah, empon-emponan (jahe, kunyit, temulawak, kencur, dan
lengkuas) serta EM4 dan. Sedangkan perlengkapan digunakan adalah penggiling
empon-empon seperti mixer serta ember untuk pengaduk campuran. Alat yang
akan digunakan yaitu drum besar, botol kecil, pH meter, penggiling empon-empon
seperti mixer serta ember untuk pengaduk campuran.
3.3 Metode Penelitian
Tahapan dalam proses produksi biourine plus secara umum dapat dibagi
dalam 4 tahapan kegiatan yaitu 1) penyiapan bahan baku urine, 2) penyiapan
bahan fermentasi, 3) proses fermentasi dan aerasi 4) penanganan biourine.
3.3.1. Penyiapan Bahan Baku Urin
Penyiapan bahan baku urin melalui proses urin ditampung dilakukan
sebelum fermentasi dilakukan yaitu selama ±3 hari. Pada saat aerasi bahan baku
urine masih murni dan belum ada campuran bahan fermentasi lainnya seperti EM4, gula merah dan empon-empon. Proses aerasi ditujukan untuk mengurangi bau
menyengat pada urin dengan melepasnya keudara Langkah-langkah yang
dilakukan dalam proses penyiapan dan aerasi bahan baku urine adalah diawali
dengan pengisian jerigen 20 L.

Sebelumnya jangan lupa pasang kain kasa saringan urin pada inlet tekmon
pada bagian atas menara biourine. Urine pada bak penampungan didorong
menggunakan mesin pompa air 1 menuju tekmon. Urin pada tekmon akan
mengalir menuju drum fermentasi yang terbuat dari baby tank setelah melalui
saluran sirkulasi aerasi. Setelah baby tank penuh maka pompa air yang terdapat
pada bak penampung dimatikan.
3.3.2 Penyiapan Bahan Fermentasi
Tahapan yang dilakukan dalam proses pembuatan bahan fermentasi urine
yaitu giling (mixer) empon-empon yang telah dipersiapkan satu persatu atau
secara bersamaan sampai halus. Gunakan air panas untuk mencairkan gula merah
yang telah dihaluskan terlebih dahulu. Tambahkan EM-4 kedalam larutan gula
merah dan aduk secara merata. Campuran bahan fermentasi siap digunakan dan
dimasukkan kedalam urine hasil aerasi.
3.3.3 Proses Fermentasi dan Aerasi
Proses fermentasi dimulai ketika urin proses aerasi telah selesai masuk
kedalam dirigen penampungan dengan tahapan sebagai berikut; Masukkan
langsung larutan gula merah yang mengandung EM-4 ke dalam urine hasil aerasi.
Masukkan empon-empon yang sudah digiling dalam kain kasa yang berfungsi
sebagai saringan (upayakan terendam pada saat fermentasi). Mulailah pengadukan
perdana agar campuran urine, larutan gula EM-4 tercampur merata serta zat-zat
antioksidan dalam empon-empon terserap urine. Lakukan sesuai dengan perlakuan
dan setelah itu matikan mesin pompa air dan tutup dirigen agar tercipta proses anaerob. Biarkan proses fermentasi dalam kondisi an-aerob selama 3 hari dan
selanjutnya lakukan proses pengadukan ulang. Proses fermentasi membutuhkan
waktu sekitar ± 12 hari sehingga setelah pengadukan perdana dibutuhkan 3 kali
pengadukan yaitu hari ke-3, 6 dan 9 periode fermentasi.
Proses aerasi dilakukan sebelum adanya bahan tambahan (urin murni).
Sebelumnya, buka keran outlet baby tank, kran saluran aerasi metode air mengalir.
Hidupkan mesin pompa air sehingga urine yang terdapat dalam bak penampungan
urin dapat didorong ke tekmon yang ada diatas menara biourine. Urine dalam

tekmon biarkan mengalir kembali menuju dirigen yang telah disiapkan setelah
melalui saluran aerasi metode air mengalir. Biarkan proses sirkulasi berlangsung,
setelah itu matikan mesin pompa.
Sirkulasi ditujukan untuk mempercepat hilangnya bau urine yang akan
difermentasi dan dilakukan sebelum dan saat proses fermentasi. Selama sirkulasi
bau urine akan dilepas keudara dan memungkinkan untuk menangkap N udara
guna meningkatkan kualitas biourine yang dihasilkan.
3.3.4 Penanganan Biourin (Pasca Fermentasi)
Penyiapan bahan dan proses fermentasi masing-masing butuh waktu 3 dan
12 hari sehingga panen atau kegiatan pasca fermentasi dilakukan pada hari ke-15.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan pasca fermentasi adalah
Keluarkan bekas kain kasa (saringan empon-empon) dari saluran inlet bak
fermentasi. Siapkan dirigen penampung biourine plus dengan ukuran 20 liter atau
5 liter (sesuai kebutuhan). Alirkan biourine plus pada bak fermentasi ke dalam
dirigen dengan cara membuka keran saluran outlet dan tutup keran setelah terisi
penuh. Lakukan secara bergantian sampai semua biourine plus dalam bak
fermentasi habis. Dirigen yang sudah berisi biourine plus siap untuk digunakan
dan jika untuk tujuan komersialisasi (jual) maka dapat ditambahkan merk
kemasan.
3.4 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis Rancangan Acak Lengkap (RAL)
jumlah perlakuan adalah 4 dengan 4 pengulangan. Sebagai perlakuan adalah :
A0 : Tanpa Proses Aerasi
A1 : Proses Aerasi selama 1 jam/sehari
A2 : Proses Aerasi selama 2 jam/sehari
A3 : Proses Aerasi selama 3 jam/sehari
Model matematik yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Yij = μ+ τi + εij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan untuk perlakuan ke-i dan ulanganke-j
μ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan substitusi dengan perlakuan ke-i
εij = Error (gallat) perlakuan substitusi dengan perlakuan ke-i dan ulangan
ke-j
3.5 Parameter yang diamati
Parameter yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu pH, temperatur,
Carbon ( C ),Nitrogen (N), Phosfor (P), Kalium (K), dan ( Ratio C/N ).
3.5.1 Derajat Keasaman (pH)
Pengujian pH dilakukan menggunakan pH meter. Pupuk cair diukur
dengan pH meter yang telah dikalibrasi hingga angka menunjukkan angka pH 7.
Masukkan sensor serapan ke dalam sampel hingga ujungnya tenggelam dalam
sampel, kemudian tekan call pada pH meter dan lihat hasil yang tertera pada layar
pH meter.
3.5.2 Nitrogen
Pengujian nitrogen dilakukan menggunakan metode Kjeldahl. Sampel
sebanyak 5 ml ditambahkan dengan H2SO4 pekat, kemudian didestruksi sampai
jernih. Sampel didinginkan setelah itu didestilasi dan diencerkan dengan 60 mL
akuades. Siapkan labu Erlenmeyer yang berisi 25 mL H2SO4 0,3 N dan 2 tetes
indikator campuran (Methyl red 0,1% dan Bromcresol green 0,2% dalam alkohol)
dan hubungkan ke sistem destilasi, yakni bagian ujung pipa ke dalam larutan
erlenmeyer (fungsi larutan ini adalah untuk menangkap hasil sulingan yang
mengandung NH3. Tuangkan perlahan-lahan (melalui dinding labu) 20 ml NaOH
40% dan segera hubungkan dengan destilator. Penyulingan dilakukan hingga N
dari cairan tersebut tertangkap oleh H2SO4 yang ada dalam erlenmeyer (2/3 dari
cairan yang ada pada labu destilasi menguap atau terjadi letupan-letupan kecil
atau erlenmeyer mencapai volume 75 mL). Labu erlenmeyer berisi sulingan
diambil dan dititer kembali dengan NaOH 0,3 N. Perubahan dari warna biru ke
hijau menandakan titik akhir titrasi (AOAC, 1980).
3.5.3 Fosfor

Pengujian

fosfor

menggunakan

metode

spektrofotometri.

Sampel

sebanyak 1 ml diekstrak dengan 10 ml larutan Bray II (NH4 + HCl) disaring,
kemudian ditambahkan dengan larutan ammonium molibdat + asam borat dan
direduksi dengan pereduksi asam askorbat sampai timbul warna biru. Absorban
sampel diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang
660 nm, sebagai pembanding dilakukan penetapan deret standar dengan
konsentrasi fosfor 0, 1, 2, 3, 4, 5 ppm (AOAC, 1999).
3.5.4 Kalium
Pengujian kalium dilakukan menggunakan metode pertukaran kation
dengan cara dilakukan ekstraksi dengan larutan NH4OAC pH 7.0 N selanjutnya
diukur dengan Instrument Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS) pada
panjang gelombang 768 nm, sebagai pembanding dilakukan penetapan deret
standar dengan konsentrasi kalium 0, 1, 2, 3 ppm (AOAC, 1999).
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika
perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati maka akan
dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Steel dan Torie, 1993).

DAFTAR PUSTAKA
Andoko, Agus. 2011. Cara Pembuatan Pestisida Hewani Untuk Padi Organik.
(Online),(http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/cara-pembuatan-pestisidahewani-untuk-padi-organik). diakses 9 November 2014
Afghanaus. 2011. Pupuk Organik Cair. http://afghanaus.com/pupuk-organik-cair/.
Diakses tanggal 16 september 2015
AOAC. 1980. Official Methode of Analysis of AOAC International. The
Association of Official Analitycals, Contaminants, Drugs. Vol. 1. AOAC
International. Gaithersburg.
Atlas RM. 1995. Principles of microbiology. St. Louis: Mosby
Awaluddin, N. 2007. Teknologi Pengolahan Air Tanah Sebagai Sumber Air
Minum Pada Skala Rumah Tangga. Pekan Apresiasi Mahasiswa LEMFTSP UII Seminar ”Peran Mahasiswa Dalam Aplikasi Keteknikan Menuju
Globalisasi Teknologi”. Universitas Islam Indonesia
Bennefield, L.D; Randall, C.W. 1980. Biological Process Design for Wastewater
Treatment, Prentice-Hall, Inc, Englewwod Cliffs, NJ 07632.
Hannayuri. 2011. Pembuatan Pupuk Cair dari Urine Sapi.http://hannayuri.
wordpress.com. Diakses tanggal 6 Mei 2016
Hasibuan, B.E., 2006. Pupuk dan Pemupukan. Universitas Sumatera Utara,
Fakultas Pertanian. Medan
Kariada, I.K. M. Sukadana, L. Kartini dan Y. Handayani. 2000. Laporan
Pengkajian Pupuk Organik Kascing pada sayuran pinggiran perkotaan.
IP2TP Denpasar.
Lingga, P., 1999. Petunjuk penggunaan pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta Utomo,
A, S. 2007. Pembuatan Kompos Dengan Limbah Organik. Jakarta: CV
Sinar Cemerlang Abadi.
Marlina, N., Saputro, A., Amier, N., 2012. Respons Tanaman Padi (Oryza sativa
L.) terhadap Takaran PupukOrganik Plus dan Jenis Pestisida Organik
dengan System of Rice Intensification(SRI) di Lahan Pasang
Surut. Jurnal Lahan Suboptimal, 1 (3): 138 – 148
Merkel, J.A. 1981. Managing Livestock Wastes. West Port. Connecticut : AVI
Pubilshing Company Inc.

Novriana D, dan Septia M, 2003. Tinjauan BOD dan TSS Pada Pengolahan
Limbah Cair Industri Biskuit Dengan Proses Aerasi Bertingkat. Laporan
Penelitian Mahasiswa. Jurusan Teknik Kimia Universitas Sriwijaya.
Inderalaya.

Parnata, Ayub.S.2004. Pupuk Organik Cair Aplikasi dan Manfaatnya. Jakarta:
Agro Media Pustaka.
Perdana Ginting, 2007, Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah
Industri, Bandung: Yrama Widya
Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Penerbit Angkasa, Bandung.
Razif, M. 2001. “Rekayasa Konfigurasi Sistem Adsorpsi dan Biocycle untuk
Pengolahan Air Limbah Domestik yang Mengandung Deterjen”. Laporan
Penelitian. Pusat Penelitian KLH Lembaga Penelitian ITS. Surabaya.
Samekto Riyo. 2008. Pemupukan .Yogyakarta :PT.Aji Cipta Pratama
Sudiro, Albertus. 2010. Demontrasi Teknologi Pembuatan Pupuk Organik Cair
Sugiharto, 2005, Dasar-Dasar
Universitas Indonesia.

Pengolahan

Air

Limbah,

Jakarta:

Sutanto Rachman. 2002. Pertanian organik: Menuju Pertanian Alternatif dan
Berkelanjutan. Jakarta: Kanisius
Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian Organik. Permasyarakatan dan
Pengembangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sutari, W.S., 2010. Uji kualitas bio-urine hasil fermentasi dengan mikroba yang
berasal dari bahan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
sawi hijau (Brassicajuncea L.). Tesis Universitas Udayana, Denpasar. Bali.
Stofella,P.J. dan Brian A. Khan.2001. Compost Utilization in Holticultural
Cropping Systems. USA : Lewis Publiser.
Warasfarm. 2013. Potensi Urine Sebagai Pupuk Organik Cair. http: //warasfarm.
wordpress.com/ 2013/ 01/ 22/ potensi - urine - sapi - sebagai- pupukorganik - cair -poc/. Diakses tanggal 16 september 2015
Yulianto, A.B, dkk.2010. Pengolahan Limbah Terpadu Konversi Sampah Pasar
Menjadi Komposisi Berkualitas Tinggi. Jakarta: Yayasan Diamon Peduli
Yuliarti Nugraheti.2009.1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik .Yogyakarta
:Lily Publisher
Zein, R.A. 2011.Pupuk Cair Organik (Pco). http://www.kampoengternak.or.id.
Diakses tanggal 6 Mei 2016