BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif Dengan Tingkat Stres Kerja Pada Perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perilaku

  Menurut Skinner seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme merespon (Notoadmojo, 2003).

  Berdasarkan teori Skinner maka perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu : a.

  Perilaku tertutup (covert behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup(covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum diamati secara jelas oleh orang lain.

  b.

  Perilaku terbuka (overt behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

  Perilaku Asertif

  Keasertifan diri didefenisikan sebagai suatu kemampuan untuk berkeinginan kuat merasa nyaman dengan pikiran, perasaan dan tindakan kita, tidak menghambat juga tidak membuat tindakan yang agresif, untuk memperbaiki diri sendiri di dalam lingkungan. Keasertifan diri telah menjadi fokus utama dalam mengubah perilaku yang berkaitan dengan stres. Keasertifan adalah salah satu dari tiga gaya umum perilaku manusia, yang terletak diantara perilaku pasif dan perilaku agresif (National Safety Council, 2003).

  Perilaku asertif adalah kemampuan untuk mengemukakan pikiran, perasaan, pendapat secara langsung, jujur dan dengan cara yang tepat dan sesuai dalam penyampaiannya yaitu tidak menyakiti atau merugikan diri sendiri maupun orang lain. Beberapa aspek dari perilaku asertif, yaitu berusaha mencapai tujuan, kemampuan mengungkapkan perasaan, menyapa atau memberi salam kepada orang lain, menampilkan cara yang efektif dan jujur, menanyakan alasan, berbicara mengenai diri sendiri, menghargai pujian dari orang lain, penolakan,

2.1.2 Pendekatan dalam Membangun Perilaku Asertif

  Dalam membangun assertivitas terdapat beberapa pendekatan yang dapat ditempuh. Salah satunya adalah Formula 3 A, yang terangkai dari tiga kata Appreciation, Acceptance, Accommodating.

  Appreciation berarti menunjukkan penghargaan terhadap kehadiran

  orang lain, dan tetap memberikan perhatian sampai pada batas-batas tertentu atas apa yang terjadi pada diri mereka. Mereka pun seperti kita, tetap membutuhkan perhatian orang lain. Dengan demikian, agar mereka mau memperhatikan, memahami, dan menghargai diri kita, maka sebaiknya kita mulai dengan terlebih dahulu menunjukkan perhatian, pemahaman dan penghargaan kepada mereka.

  Acceptance adalah perasaan mau menerima, memberikan arti sangat

  positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang, yaitu menjadi pribadi yang terbuka dan dapat menerima orang lain sebagaimana keberadaan diri mereka masing- masing. Dalam hal ini, kita tidak memiliki tuntutan berlebihan terhadap perubahan sikap atau perilaku orang lain (kecuali yang negatif) agar ia mau berhubungan dengan mereka. Tidak memilih- milih orang dalam berhubungan dengan tidak membatasi diri hanya pada keselarasan tingkat pendidikan, status sosial, suku, agama, keturunan, dan latar belakang lainnya.

  Accomodating. Menunjukkan sikap ramah kepada semua orang, tanpa memberikan kesan positif dan menyenangkan kepada semua orang yang kita jumpai. Keramahan membuat hati kita senantiasa terbuka, yang dapat mengarahkan kita untuk bersikap akomodatif terhadap situasi dan kondisi yang kita hadapi, tanpa meninggalkan kepribadian kita sendiri. Dalam artian, kita dapat memperlihatkan toleransi dengan penuh rasa hormat, namun bukan berarti kita jadi ikut lebur dalam pandangan orang lain, apalagi dengan hal- hal yang bertentangan dengan diri kita. Hal ini penting sekali untuk diperhatikan agar kita mampu menempatkan diri secara benar di tengah khalayak luas, sekaligus membina saling pengertian dengan banyak orang (Managing Partner The Jakarta Consulting Group, 2006).

  2.1.2 Unsur-unsur Perilaku Asertif

  Perilaku asertif perawat terdiri dari dua unsur yakni verbal dan non verbal. Unsur verbal meliputi menyatakan tidak atau menyatakan sikap, meminta bantuan atau mempertahankan hak dan mengungkapkan perasaan. Sedangkan unsur non verbal mencakup kekerasan suara/volume suara, kelancaran mengatakan kata-kata, kontak mata, ungkapan wajah, ungkapan tubuh dan jarak pada saat berinteraksi (Lowry, 2009).

  2.1.3 Keterampilan Perawat Bersikap Asertif a.

  Belajar berkata “tidak” : mengajarkan untuk berkata tidak jika tidak sanggup memikul tanggung jawab tambahan, tanpa harus merasa b.

  Belajar cara menggunakan pernyataan “saya” : membantu untuk mengklaim kepemilikan pikiran, perasaan, pendapat, persepsi dan keyakinan.

  c.

  Menggunakan kontak mata. Tidak adanya kontak mata akan dipandang orang sebagai pengungkapan ketidakjujuran atau ketidaknyamanan dengan apa yang anda ucapkan. Kontak mata sering kali sulit dilakukan ketika anda harus mengungkapkan perasaan anda kepada orang lain, terutama jika anda merasa takut ditolak.pelatihan bersikap asertif mendorong anda untuk melakukan kontak mata ketika mengungkapkan pikiran, perasaan dan pendapat kepada orang lain.

  d.

  Menggunakan bahasa tubuh yang asertif. Cara berdiri dan memposisikan tangan, kaki, dan tubuh dapat memperkuat atau justru memperlemah pesan anda.

  e.

  Melakukan penolakan secara damai. Apabila pendapat dan fakta disampaikan dengan tenang, semua sudut pandang dapat tergambar dalam proses pembuatan keputusan sehingga penolakan tersebut dianggap sehat.

  f.

  Menghindari manipulasi.

  g.

  Mencoba berespons bukan bereaksi. Belajar merespons sebuah situasi berarti meluangkan waktu untuk memikirkan respons yang sesuai dengan situasi saat itu dan menggunakannya.

   Ciri-ciri Perawat Asertif

  Fensterheim dan Baer (1980) berpendapat seseorang dikatakan mempunyai sikap asertif apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a.

  Bebas mengemukakan pikiran dan pendapat, baik melalui kata-kata maupun tindakan.

  b. Dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka.

  c.

  Mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri suatu pembicaraan dengan baik. d.

  Mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain, atau segala sesuatu yang tidak beralasan dan cenderung bersifat negatif.

  e.

  Mampu mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain ketika membutuhkan.

  f.

  Mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dengan cara yang tepat.

  g.

  Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan.

  h.

  Menerima keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan tetap berusaha untuk mencapai apa yang diinginkannya sebaik mungkin, sehingga baik berhasil maupun gagal ia akan tetap memiliki harga diri (self esteem) dan kepercayaan diri (self confidence).

2.1.5 Teknik-teknik bertindak asertif a.

  Memberikan umpan balik. Meminta umpan balik dari orang lain.

  Menentukan batasan.

  d.

  Membuat permintaan.

  e.

  Berlaku persisten.

  f.

  Mengabaikan provokasi g.

  Merespon kritik.

  c.

2.1.6 Kategori perilaku asertif

  Prinsip dan bentuk asertif antara lain: a. Pada prinsipnya asertif adalah kecakapan orang untuk berkata tidak, untuk meminta bantuan atau minta tolong orang lain.

  b.

  Kecakapan untuk mengekspresikan perasaan-perasaan positif maupun negative.

  c.

  Kecakapan untuk melakukan inisiatif dan memulai pembicaraan.

  Ada 3 kategori perilaku asertif yaitu : a. Asertif penolakan yaitu ucapan untuk memperhalus, seperti misalnya : maaf.

  b.

  Asertif pujian yaitu mengekspresikan perasaan positif, seperti misalnya menghargai, menyukai, mencintai, mengagumi, memuji dan bersyukur.

  c. Asertif permintaan yaitu asertif yang terjadi kalau seseorang meminta orang lain melakukan sesuatu yang memungkinkan kebutuhan atau

2.2 Pengetahuan

  Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia, yakni: penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

  Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Overt Behavior)

  Proses Adopsi Perilaku

  Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni : a.

  Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu.

  b.

  Interest yakni orang mulai tertarik kepada stimulus c. Evaluation ( menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

  d.

  Trial ,Orang telah mulai mencoba perilaku baru.

  e.

  Adoption, Subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

  Apabila penerimaan perilaku baru melalui proses seperti ini didasari tersebut akan bersifat langgeng( Long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoadmojo, 2003).

2.2.2 Tingkat Pengetahuan

  Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitive mempunyai 6 tingkatan:

  1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

  2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

  Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu situasi atau kondisi sebenarnya (real).

  Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum- hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya penggunaan rumus statis dalam perhitungan hasil penelitian.

  4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu metode kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

  5. Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjukkan kepada sesuatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada.

  6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justification atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan dalam Diri Seseorang 1. Pendidikan

  Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

  Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.

  Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa.

  Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.

  Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

  Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut .

   Informasi

  Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam- macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.

  Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain- lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan- pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

  3. Sosial budaya dan ekonomi

  Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

  4. Lingkungan

  Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

  5. Pengalaman

  Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

6. Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.

  Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan

2.3 Stres Kerja

  Stres merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia (National Safety Council, 2003).

  Stres kerja adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu (Dadang, 2006).

  Stres kerja juga merupakan penentu penting timbulnya depresi, penyebab keempat terbesar timbulnya penyakit di seluruh dunia. Bukan suatu hal yang mustahil jika pada kurun waktu tertentu muncul stres, karena apa yang dikerjakan nampak sia-sia atau tidak menghasilkan sesuatu yang berarti bagi dirinya maupun orang lain. Terlebih lagi, jika kondisi ini dibarengi dengan faktor eksternal lainnya, seperti kurang mendapat penghargaan, tuntutan pengembangan diri kurang, situasi lingkungan kerja yang kurang kondusif, dan lainnya. Semakin tuntutan yang tidak terpenuhi, semakin meningkat

2.3.2 Sumber Stres Kerja dalam Keperawatan

  Menurut Abraham C. dan Shanley F. (1997) sumber stres dalam keperawatan meliputi : a.

  Beban kerja berlebihan, misalnya merawat terlalu banyak pasien, mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar yang tinggi, merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sekerja dan menghadapi masalah keterbatasan tenaga.

  b.

  Kesulitan menjalin hubungan dengan staf yang lain, misalnya mengalami konflik dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak menghargai sumbangsih yang dilakukan dan gagal membentuk tim kerja dengan staf.

  c.

  Kesulitan terlibat dalam merawat pasien kritis, misalnya kesulitan menjalankan peralatan yang belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru dan bekerja dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan cepat.

  d.

  Berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien misalnya bekerja dengan dokter yang tidak memahami kebutuhan sosial dan emosional pasien, terlibat dalam ketidaksepakatan pada program tindakan, merasa tidak pasti sejauh mana harus memberi informasi pada pasien atau keluarga dan merawat pasien yang sulit atau tidak kerja sama. Merawat pasien yang gagal untuk membaik misalnya pasien lansia, pasien yang nyeri kronis dan yang meninggal selama dirawat.

  (Sunaryo,2004).

2.3.3 Gejala-gejala stres kerja

  Gejala-gejala stres mencakup sisi mental, sosial dan fisik. Hal- hal ini meliputi kelelahan, kehilangan atau meningkatnya nafsu makan, sakit kepala, sering menangis, sulit tidur, perasaan was-was, frustasi dan lain- lain.

  Gejala-gejala terhadap stres dibagi menjadi menjadi empat bagian : a.

  Fisik, meliputi sakit kepala, jantung berdebar-debar, lidah menjadi kelu, kehilangan nafsu makan, sulit tidur, berkeringat secara berlebihan, kaku dibagian dada, leher dan punggung bagian belakang, diare, sembelit, sulit konsentrasi dan mudah merasa lelah.

  b.

  Emosi, meliputi mudah marah, cemas, pencemburu, kurang istirahat, tidak sabaran, mudah menangis, tidak punya inisiatif, menyendiri,banyak pikiran, dan tidak memiliki refleksi respons emosi yang positif. Kondisi ini dipicu karena ketidakstabilan hormon didalam tubuh.

  c.

  Kognitif, contohnya pelupa, khawatir berlebihan, tidak fokus, kurang kreatif, sulit berpikir dan berpikiran negatif.

  d.

  Lingkungan, contohnya menarik diri dari lingkungan dan tidak

2.3.4 Tahapan Stres Kerja

  Menurut Van Amberg (1979) sebagaimana dikemukakan oleh Hawari (2001) bahwa tahapan stress adalah sebagai berikut: a.

  Stres Tahap Pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai dengan perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki dan penglihatan menjadi tajam.

  b.

  Stres Tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi badan tidak terasa segar dan merasa letih, lekas capek pada saat menjelang sore hari, lambung atau perut tidak nyaman, jantung berdebar, otot tengkuk dan punggung menjadi tegang. Hal ini disebabkan karena cadangan tenaga yang tidak memadai.

  c.

  Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi yang tidak teratur, otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit untuk tidur kembali, bangun terlalu pagi, koordinasi tubuh terganggu dan mau jatuh pingsan.

  d.

  Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terlalu sulit dan menjenuhkan, kegiatan rutin terganggu, dan gangguan pada pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta dapat e.

  Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan secara fisik dan mental, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung dan panik.

  f.

  Stres tahap keenam, yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda seperti jantung berdebar keras, sesak nafas, badan gemetar, dingin dan keluar banyak keringat.

2.3.5 Akibat Stres Kerja a.

  Kelelahan akibat kerja Meliputi kelelahan fisik, emosional, dan mental yang disebabkan oleh adanya keterlibatan dalam waktu yang lama dengan situasi yang menuntut secara emosional. Misalnya sedih tanpa sebab, bingung, kehilangan orientasi, mudah marah, hilangnya kepedulian atau kesabaran, mudah sinis, gangguan somatis atau fisik berupa sakit kepala, sakit kepala, sakit sendi, gangguan perut, dan lain- lain yang tidak jelas penyebabnya dan tidak kunjung sembuh.

  b.

  Psikosomatis Psikosomatis adalah penyakit yang berupa gejala-gejala fisik yang disebabkan atau diperburuk oleh faktor mental atau psikologis.

  Sebenarnya segala penyakit melibatkan reaksi pikiran dan fisik, namun beberapa penyakit dapat diperburuk oleh faktor mental seperti stres misalnya penyakit jantung atau tekanan darah tinggi. Trauma

  Secara psikologis trauma mengacu pada pengalaman yang mengagetkan dan menyakitkan yang melebihi situasi stres yang dialami manusia dalam kondisi wajar.

  d.

  Trauma sekunder Trauma sekunder adalah gejala trauma yang dapat dialami oleh orang yang tidak mengalami peristiwa traumatis secara langsung. e.

  Kelelahan kepedulian Merupakan kelelahan emosional disebabkan karena empati dan kepedulian yang terus-menerus sebagai tuntutan dan sifat pekerjaan yang terus menerus harus memperhatikan orang lain. Orang yang mengalami kelelahan kepedulian biasanya cenderung mengalami kelelahan fisik yang sangat, perasaan tak berdaya, sedih tanpa sebab, bingung dan perasaan bersalah yang terus- menerus karena tidak bisa membantu orang lain ya ng memerlukan bantuan (Wulandari, 2010).

2.3.6 Penanganan Stres Kerja

  Stres sebenarnya tidak selalu buruk dan merupakan bagian normal dari kehidupan sehari- hari. Stres merupakan motivasi yang dibutuhkan seseorang untuk aktif karena merupakan suatu energi. Namun, stres dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman jika seseorang tidak mampu menanganinya. Cara penanganan stres kerja yang dialami adalah : a.

  Merencanakan dengan baik aktivitas : apa, mengapa, bagaimana, akan dikerjakan.

  b.

  Membangun iklim kerja yang menyenangkan yaitu dengan bersikap terbuka dan berkomunikasi dengan sesama rekan kerja.

  c.

  Mengerti terhadap tugas dan tanggung jawab, serta tidak ragu untuk bertanya.

  d.

  Melakukan beberapa kali istrahat untuk beberapa menit selama bekerja. e.

  Memiliki sikap toleransi kepada sesama rekan kerja.

  f.

  Mendelegasikan sebagian tanggung jawab kepada rekan kerja g.

  Mempertahankan semangat tim kerja.

  h.

  Menyediakan lingkungan kerja yang baik, meminimalkan gangguan- gangguan seperti suara, ventilasi, cahaya dan suhu. i.

  Berolahraga secara teratur. j.

  Melakukan meditasi. Para ahli kesehatan mengatakan bahwa alat yang sangat ampuh dalam mengatasi stres adalah meditasi. Meditasi sangat membantu membersihkan pikiran kita dan meningkatkan konsentrasi. (Wulandari, 2010).

Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara

18 171 101

Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Penerapan Strategi Pelaksanaan Pada Pasien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan

7 92 96

Hubungan Pengetahuan Dengan Peran Perawat Dalam Penanganan Pasien Perihku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

11 145 81

Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Perilaku Asertif Dengan Tingkat Stres Kerja Pada Perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

2 36 88

Tingkat Stres Kerja Pada Perawat Di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2011

9 38 59

Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara

0 0 39

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengetahuan - Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan - Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Penerapan Strategi Pelaksanaan Pada Pasien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan

0 1 25

Hubungan Pengetahuan Dengan Peran Perawat Dalam Penanganan Pasien Perihku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pengetahuan Dengan Peran Perawat Dalam Penanganan Pasien Perihku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

0 0 15