Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara

(1)

GAM

DIS

DI RU

MBARAN

CHARGE

UMAH SA

UN

N PENGE

E PLANNI

AKIT JIW

Tan

FAKULT

NIVERSIT

ETAHUA

NING

PAD

WA PROV

SKRIP

Oleh ntri Mawar 1011011

TAS KEP

TAS SUM

2014

AN PERAW

DA PASI

VINSI SU

PSI

h rni Rambe 137

PERAWA

MATERA

4

WAT TE

EN HALU

UMATER

ATAN

UTARA

ENTANG

USINASI

RA UTAR

G

I

RA


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan yang berkarya dan menyatakan kasih karuniaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul “Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara”.

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing dan mendukung saya dalam proses pembuatan skripsi ini, sebagai berikut:

1. Kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes.

2. Kepada Pembantu Dekan I, ibu Erniyati, S.Kp, MNS.

3. Kepada Pembantu Dekan II, ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS.

4. Kepada Pembantu Dekan III, bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS.

5. Kepada dosen pembimbing, ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Kepada ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep dan ibu Wardiyah Daulay,

S.Kep, Ns, M.Kep. Terimakasih telah bersedia menjadi dosen penguji untuk menguji dan memberikan masukan bagi perbaikan skripsi ini sekaligus telah melakukan uji validitas instrumen penelitian saya.

7. Kepada bapak Walter, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.Kep, J. Terimakasih telah bersedia melakukan uji validitas instrumen penelitian saya.


(4)

8. Kepada dosen Fakultas Keperawatan yang mengajarkan saya ilmu yang berharga selama saya mengikuti pendidikan.

9. Kepada keluarga yang saya cintai, ayahanda Hasman Rambe dan ibunda Derlima Pasaribu serta saudara-saudara saya (Kak Asni Oktarina Rambe, Kak Lamriama Rambe, adik Dina Marito Rambe dan adik Bintang Marsondang Rambe). Terimakasih untuk setiap dukungan doa, daya dan dana yang diberikan yang terus menolong dan memampukan saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Kepada partner doa saya yang terkasih (Nicho Chandra Siregar), saudara KTB saya “EKKLESIA” (Kak Marthalena Siahaan, Natalisda Halawa, Siska Mariyanti Hutagalung dan Ruth Veranita Barus), adik-adik kelompok kecil “MISSIO CHRISTI” (Arvina, Devita, Riski dan Zisela) dan teman-teman koordinasi UKM KMK USU UP FKEP. Terimakasih untuk setiap suka dan duka yang kita lewati bersama-sama serta dukungan doa dan semangat yang telah diberikan.

11.Kepada teman-teman FKep stambuk 2010. Terimakasih untuk setiap semangat dan dukungan yang telah diberikan.

12.Pihak Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara yang memberikan saya izin untuk melakukan penelitian dan memberikan saya informasi terkait dengan penelitian.

13.Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Terimakasih untuk dukungan yang telah diberikan.


(5)

Biarlah kasih Tuhan yang tetap memelihara kehidupan kita. Semoga skripsi ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Juli 2014

Penulis

                                     


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR SKEMA ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 4

3. Pertanyaan Penelitian ... 5

4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengetahuan ... 7

2. Discharge Planning ... 8

3. Halusinasi ... 17

4. Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa ... 19

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka konseptual ... 23

2. Defenisi operasional ... 24

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain penelitian ... 25

2. Populasi dan sampel penelitian ... 25

3. Lokasi dan waktu penelitian ... 26

4. Etik Penelitian ... 27

5. Instrumen penelitian ... 27

6. Uji Instrumen ... 29

7. Prosedur pengumpulan data ... 30

8. Analisis data ... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 32

2. Pembahasan ... 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 45

2. Saran ... 45

3. Keterbatasan Penelitian ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

LAMPIRAN

1. Lembar pengesahan


(7)

3. Instrumen penelitian 4. Jadwal tentatif 5. Taksasi dana 6. Pakar uji validitas 7. Uji validitas

8. Hasil uji reliabilitas 9. Hasil pengolahan data 10.Master tabel

11.Surat-surat 12.Riwayat Hidup

                                     


(8)

DAFTAR SKEMA

1. Proses discharge planning ... 14 2. Kerangka penelitian Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang discharge

planning pada pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara ... 23

                                 


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 24 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik perawat di

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara ... 33 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentasi dari pengetahuan perawat

tentang discharge planning pada pasien halusinasi di Rumah

Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 ... 34 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentasi dari pengetahuan perawat

berdasarkan tujuh komponen discharge planning pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 ... 35

                     


(10)

Judul : Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara

Nama : Tantri Mawarni Rambe

NIM : 101101137

Program : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2014

Abstrak

Pengetahuan tentang discharge planning pada pasien halusinasipenting diketahui perawat untuk mempersiapkan perawatan pasien secara berkelanjutan dan membantu proses transisi dari rumah sakit jiwa ke lingkungan tempat tinggal sehingga dapat meningkatkan kesiapan pasien untuk pulang ke rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. Sampel pada penelitian ini berjumlah 35 orang yang diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling. Pengambilandata dilakukan pada bulan Mei 2014 di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas perawat yaitu sebanyak 27 orang (77,1%) memiliki pengetahuan yang baik tentang

discharge planning pada pasien halusinasi dan pengetahuan sedang sebanyak 8 orang (22,9%). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perawat memiliki pengetahuan yang baik tentang defenisi, manfaat, keuntungan dan prinsip umum penerapan discharge planning yaitu sebanyak 34 orang (97,1%), pengetahuan tentang obat yaitu sebanyak 27 orang (77,1%), pengetahuan tentang tempat tinggal yaitu sebanyak 34 orang (97,1%), pengetahuan tentang komunitas yaitu sebanyak 33 orang (94,3), pengetahuan tentang perawatan kesehatan fisik yaitu sebanyak 21 orang (60,0%) dan pengetahuan tentang pendidikan kesehatan yaitu sebanyak 29 orang (82,9%). Namun perawat memiliki pengetahuan yang kurang tentang aktivitas sehari-hari yaitu sebanyak 29 orang (82,9%). Dengan adanya pengetahuan perawat yang baik tentang discharge planning pada pasien halusinasi, kualitas pelayanan perawat dapat meningkat di dalam mengerjakan perannya sebagai pelaksana praktik keperawatan yang berdampak pada kepuasan pasien.

Kata kunci : pengetahuan, discharge planning, halusinasi  

     


(11)

Title : Description of Nurse’s Knowledge About Discharge Planning In Patients With Hallucinations at Mental Hospital in North Sumatera Province

Name : Tantri Mawarni Rambe

SIN : 101101137

Program : Bachelor of Nursing (S.Kep)

Year : 2014

Abstract

It is important for nurse to have knowledge about discharge planning in patients with hallucinations in order to prepare continuous patients care and assist in the transitiin process from mental hospital to their neighborhoods so that they are more ready to return home. This study aims to identify nurses’ knowledge about discharge planning in patients with hallucinations at Mental Hospital in North Sumatera Province by using descriptive research design. There are 35 people as the samples in this study using simple random sampling technique. The data were collected in May 2014 at Mental Hospital in North Sumatera Province. The results show that the majority of nurses as many as 27 people (77.1%) have good knowledge about discharge planning in patients with hallucination, and only 8 people have medium knowledge about it (22.9%). Based on the survey results it is revealed tahat 34 nurses (97.1%) have good knowledge about the definition, benefits, advantages and common principles of the discharge planning application, 27 nurses (77.1%) have good knowledge about medicines, 34 nurses (97.1%) have good knowledge about dwelling, 33 nurses (94.3%) have good knowledge about community, 21 nurses (60.0%) have good knowledge about physical health care and 29 nurses (82.9%) have good knowledge about health education. However, 29 nurses have less knowledge about daily activities (82.9%). By having good knowlwdge about discharge planning in patients with hallucinations, nurses can increase their service quality in doing their roles as the executors of nursing practice, and it will give impact on patients’ satisfaction.

Keywords : knowledge, discharge planning, hallucinations   

         


(12)

Judul : Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara

Nama : Tantri Mawarni Rambe

NIM : 101101137

Program : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2014

Abstrak

Pengetahuan tentang discharge planning pada pasien halusinasipenting diketahui perawat untuk mempersiapkan perawatan pasien secara berkelanjutan dan membantu proses transisi dari rumah sakit jiwa ke lingkungan tempat tinggal sehingga dapat meningkatkan kesiapan pasien untuk pulang ke rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. Sampel pada penelitian ini berjumlah 35 orang yang diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling. Pengambilandata dilakukan pada bulan Mei 2014 di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas perawat yaitu sebanyak 27 orang (77,1%) memiliki pengetahuan yang baik tentang

discharge planning pada pasien halusinasi dan pengetahuan sedang sebanyak 8 orang (22,9%). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perawat memiliki pengetahuan yang baik tentang defenisi, manfaat, keuntungan dan prinsip umum penerapan discharge planning yaitu sebanyak 34 orang (97,1%), pengetahuan tentang obat yaitu sebanyak 27 orang (77,1%), pengetahuan tentang tempat tinggal yaitu sebanyak 34 orang (97,1%), pengetahuan tentang komunitas yaitu sebanyak 33 orang (94,3), pengetahuan tentang perawatan kesehatan fisik yaitu sebanyak 21 orang (60,0%) dan pengetahuan tentang pendidikan kesehatan yaitu sebanyak 29 orang (82,9%). Namun perawat memiliki pengetahuan yang kurang tentang aktivitas sehari-hari yaitu sebanyak 29 orang (82,9%). Dengan adanya pengetahuan perawat yang baik tentang discharge planning pada pasien halusinasi, kualitas pelayanan perawat dapat meningkat di dalam mengerjakan perannya sebagai pelaksana praktik keperawatan yang berdampak pada kepuasan pasien.

Kata kunci : pengetahuan, discharge planning, halusinasi  

     


(13)

Title : Description of Nurse’s Knowledge About Discharge Planning In Patients With Hallucinations at Mental Hospital in North Sumatera Province

Name : Tantri Mawarni Rambe

SIN : 101101137

Program : Bachelor of Nursing (S.Kep)

Year : 2014

Abstract

It is important for nurse to have knowledge about discharge planning in patients with hallucinations in order to prepare continuous patients care and assist in the transitiin process from mental hospital to their neighborhoods so that they are more ready to return home. This study aims to identify nurses’ knowledge about discharge planning in patients with hallucinations at Mental Hospital in North Sumatera Province by using descriptive research design. There are 35 people as the samples in this study using simple random sampling technique. The data were collected in May 2014 at Mental Hospital in North Sumatera Province. The results show that the majority of nurses as many as 27 people (77.1%) have good knowledge about discharge planning in patients with hallucination, and only 8 people have medium knowledge about it (22.9%). Based on the survey results it is revealed tahat 34 nurses (97.1%) have good knowledge about the definition, benefits, advantages and common principles of the discharge planning application, 27 nurses (77.1%) have good knowledge about medicines, 34 nurses (97.1%) have good knowledge about dwelling, 33 nurses (94.3%) have good knowledge about community, 21 nurses (60.0%) have good knowledge about physical health care and 29 nurses (82.9%) have good knowledge about health education. However, 29 nurses have less knowledge about daily activities (82.9%). By having good knowlwdge about discharge planning in patients with hallucinations, nurses can increase their service quality in doing their roles as the executors of nursing practice, and it will give impact on patients’ satisfaction.

Keywords : knowledge, discharge planning, hallucinations   

         


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang turut mengambil bagian di dalam menyongsong era globalisasi dan berusaha membenahi kondisi bangsa untuk mencapai kualitas hidup manusia ditengah perkembangan zaman yang semakin modern. Perkembangan zaman juga menyebabkan munculnya tekanan dan tuntutan hidup yang semakin berat sehingga masyarakat tidak merasakan adanya keselarasan antara perkembangan fisik, mental dan sosial secara optimal. Hal ini menjadi masalah multidimensi yang dapat mengganggu kesehatan jiwa masyarakat (Efendi & Makhfudli, 2009).

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan gangguan

dalam pemahaman, gangguan persepsi dan gangguan perilaku (Efendi & Makhfudli, 2009). Pasien skizofrenia akan kehilangan fungsi kognitif

dan menunjukkan perilaku aneh serta menarik diri dari lingkungan sosial (Dalley & Salloum, 2001). Selain itu, skizofrenia juga ditandai dengan gangguan

dalam berpikir, perhatian yang keliru, afek datar dan gangguan motorik. Berdasarkan tanda utama, skizofrenia terbagi atas tiga kategori yaitu positif, negatif dan disorganisasi (Davison, Kring & Neale, 2006).

Halusinasi merupakan salah satu tanda positif dari skizofrenia yang sangat penting untuk menegakkan diagnostik karena sering muncul secara berlebihan dimana 70% pasien skizofrenia mengalami halusinasi (Mansjoer, 1999 dalam


(15)

Upoyo & Suryanto, 2008). Pasien mengalami distorsi persepsi yaitu perbedaan kenyataan pengalaman indrawi dengan stimulasi dari lingkungan. Selain itu, pasien menyebutkan bahwa mereka merasa kesulitan dalam memahami kondisi yang terjadi disekitar mereka sehingga hal ini menjadi masalah yang menakutkan bagi pasien (Davison, Kring dan Neale, 2006).

Perawat merupakan pelaksana didalam praktik keperawatan dimana perawat yang pertama kali bertemu dengan pasien untuk memberikan suatu perencanaan yang berpusat pada masalah yang dialami pasien. Perencanaan diberikan secara terus menerus dan terorganisasi untuk memenuhi kebutuhan pasien (Swansburg, 2000). Jika perencanaan tidak diperhatikan maka kepulangan pasien tidak akan dapat berjalan dengan lancar dan tujuan proses keperawatan tidak akan tercapai (Potter & Perry, 2005).

Discharge planning atau perencanaan pulang merupakan suatu proses yang terpusat, terkoordinir dan terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang bertujuan untuk mendapatkan perawatan berkelanjutan setelah klien pulang dari rumah sakit dan membantu klien untuk beradaptasi ketika mengalami proses transisi dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan tempat tinggal klien (AHA, 1983 dalam Potter & Perry, 2005). Discharge planning dimulai pada saat penerimaan sampai kepada pemulangan pasien. Hal ini bertujuan untuk memendekkan lama perawatan di rumah sakit, mempengaruhi kebutuhan rumah sakit, menurunkan jumlah pasien yang kembali ke rumah sakit dan memberikan intervensi pada saat pasien pulang. Tujuan discharge planning akan tercapai jikamelibatkan tim yaitu


(16)

pemberi perawatan, pasien dan keluarga yang saling berinteraksi dalam memberikan kontribusi untuk perawatan pasien (Swansburg, 2000).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurfataro (2013) terhadap 30 orang perawat yang bertugas di ruang rawat inap ilmu penyakit dalam RSUD Gunung Jati Kota Cirebon menunjukkan 73,3% pelaksanaan discharge planning tidak dilakukan dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari dan Ropyanto (2012) terhadap 103 orang perawat yang bekerja di RSUD Tugurejo Semarang menunjukkan 53,4% perawat tidak melaksanakan discharge planning.

Discharge planning juga dirasakan kurang optimal dilakukan pada pasien gangguan jiwa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2006) terhadap 13 orang perawat yang bekerja di Rumah Sakit Grhasia Provinsi DIY menunjukkan bahwa 50% perawat tidak melaksanakan discharge planning pada pasien gangguan jiwa. Discharge planning juga tidak dilakukan dengan baik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (2010) terhadap 36 perawat yang bekerja di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara dimana hanya 55,6% yang melakukan

discharge planning dengan kategori cukup.

Pelaksanaan yang kurang optimal dilakukan menjadi gambaran bahwa perawat belum melaksanakan kegiatan secara menyeluruh. Pemahaman dan kegiatan yang dilaksanakan secara menyeluruh merupakan hasil dari perilaku seseorang (Notoadmodjo, 2005). Perilaku terdiri atas tiga domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan (Bloom, 1908 dalam Notoadmodjo, 2005).


(17)

Pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan yang berfungsi untuk mempersepsikan suatu objek. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui pendengaran dan penglihatan. Pengetahuan dipengaruhi oleh intensitas perhatian terhadap suatu objek. Intensitas perhatian yang berbeda-beda menyebabkan adanya perbedaan pengetahuan yang diperoleh antara seorang dengan yang lainnya (Notoadmodjo, 2005).

Discharge planning merupakan proses yang komprehensif. Perawat sebagai pelaksana praktik keperawatan mengerjakan aktivitas keperawatan dengan komprehensif atau tidak terfokus kepada satu aspek saja tetapi melihat masalah secara menyeluruh. Masalah halusinasi penting untuk ditangani dan melihat betapa pentingnya pelaksanaan discharge planning maka peneliti tertarik untuk mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara.

2. Tujuan Penelitian

2.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara.

2.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini memiliki tujuan khusus yaitu untuk mengidentifikasi :

2.2.1 Gambaran pengetahuan perawat tentang defenisi, manfaat, keuntungan dan prinsip umum penerapan discharge planning.


(18)

2.2.2 Gambaran pengetahuan perawat tentang obat.

2.2.3 Gambaran pengetahuan perawat tentang tempat tinggal. 2.2.4 Gambaran pengetahuan perawat tentang komunitas.

2.2.5 Gambaran pengetahuan perawat tentang aktivitas sehari-hari. 2.2.6 Gambaran pengetahuan perawat tentang perawatan kesehatan fisik. 2.2.7 Gambaran pengetahuan perawat tentang pendidikan kesehatan.

3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran pengetahuan perawat tentang discharge planning

pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Bagi Praktek Keperawatan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada perawat dalam memberikan pelayanan yang baik kepada pasien halusinasi bukan hanya pada saat pasien datang ke rumah sakit jiwa tetapi juga pada saat pasien pulang melalui discharge planning sehingga tingkat kemandirian pasien lebih baik melalui sumber-sumber pendukung proses penyembuhan berkelanjutan setelah pulang dari rumah sakit jiwa.

4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada pendidik keperawatan tentang pentingnya materi kuliah discharge planning bagi mahasiswa keperawatan.


(19)

4.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini menjadi sumber informasi yang berharga bagi peneliti dan hasil pengetahuan ilmiah yang didapatkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian selanjutnya terkait dengan discharge planning pada pasien halusinasi.

                                     


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan adalah hasil dari rasa ingin tahu terhadap suatu objek yang didapat karena berfungsinya penginderaan seperi mata, telinga, hidung dan sebagainya. Intensitas perhatian dan persepsi terhadap suatu objek mempengaruhi pengetahuan yang dihasilkan sehingga ada perbedaan tingkatan pengetahuan yaitu:

2.1.Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai suatu proses mengulang kembali hal yang sudah diketahui atau sudah diamati sebelumnya. Tahu disebut juga sebagai recall

(memanggil) memori atau ingatan yang sudah tersimpan sebelumnya setelah memperhatikan dan mempersepsikan sesuatu.

2.2 Memahami (comprehension)

Memahami adalah proses menginterpreasikan dengan benar tentang suatu objek yang sudah diketahui. Sehingga memahami bukan hanya tahu menyebutkan suatu objek tertentu tetapi mampu menjelaskan dengan benar apa objek yang diketahui.

2.3 Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan bukan hanya tahu dan memahami tetapi pada proses aplikasi seseorang dituntut untuk mampu mengaplikasikan atau menerapkan apa sudah yang diketahui dan dipahami ke dalam bentuk situasi yang lain.


(21)

2.4 Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk memisahkan komponen yang terdapat di dalam suatu masalah dan mencari hubungan antara komponen tersebut sehingga seseorang mampu membedakan, memisahkan atau mengelompokkan objek tertentu bedasarkan pengetahuan atas objek tersebut.

2.5 Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah suatu tahap dimana seseorang mampu merangkum hal yang diketahui dan membuat hal tersebut menjadi suatu kesatuan dalam suatu hubungan yang logis sehingga muncul suatu bentuk yang baru dari bentuk yang sudah ada sebelumnya.

2.6 Evaluasi (evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan untuk membandingkan suatu objek sebelum diketahui dan setelah diketahui berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan oleh diri sendiri ataupun norma-norma yang berlaku di masyarakat sehingga lahir sebuah penilaian terhadap suatu objek.

2. Discharge planning 2.1 Defenisi

Discharge planning adalah suatu perencanaan yang sistematis untuk mengatur kontinuitas perawatan pasien agar pasien menerima perawatan yang tepat sehingga dapat pulang dengan tepat waktu dan kembali mandiri dalam menjalani situasi kehidupan seperti semula. Discharge planning adalah suatu program yang terkoordinasi yang dirancang untuk memberikan perawatan yang


(22)

berkelanjutan, informasi kebutuhan yang harus dipenuhi pasien setelah pulang, evaluasi dan instruksi perawatan diri (Swanburg, 2000). Discharge planning

membantu mengembalikan peran pasien ke lingkungan yang memungkinkan pasien diterima sebagai individu yang produktif atau normal. Discharge planning

yang dikerjakan dengan baik akan mengantisipasi terjadinya komplikasi (Hayne & Young, 1988).

Menurut Potter & Perry (2005), discharge planning adalah suatu proses yang terpusat, terkoordinasi dan terdiri dari disiplin ilmu yang memberikan kepastian bahwa klien mempunyai suatu rencana untuk perawatan berkelanjutan. Perencanaan pemulangan pasien membantu proses pemindahan pasien dari suatu lingkungan ke lingkungan lain.

2.2 Manfaat discharge planning

Beberapa manfaat discharge planning yang dikemukakan oleh Swanburg (2000) yaitu:

2.2.1 Discharge planning diperlukan oleh badan atau lembaga akreditasi tertentu dalam membuat suatu desain discharge planning sehingga mempermudah dalam pengaturan atau manajemen discharge planning bagi pasien.

2.2.2 Discharge planning diperlukan oleh kerja praktik perawat negara bagian seperti ANA (American Nurse Association Standards for Nursing Practice)

untuk membuat suatu cara atau standar pelayanan keperawatan untuk menilai apakah perawat memberikan pelayanan yang berkualitas atau tidak sehingga dapat dibedakan perawat yang bekerja secara profesional maupun non-profesional.


(23)

2.2.3 Discharge planning sebagai rencana terdokumentasi untuk evaluasi terhadap perawatan dan rencana pulang dengan memperhatikan kebutuhan fisik, emosi dan mental pada saat pasien pulang.

2.2.4 Menurunkan jumlah kekambuhan, penerimaan kembali pasien dan kunjungan ke ruangan kedaruratan.

2.2.5 Menjamin penggunaan tenaga perawat dan sumber-sumber pelayanan secara tepat.

2.2.6 Menolong pasien dalam memahami kebutuhan setelah perawatan. 2.2.7 Menjamin penggunaan sumber-sumber dukungan dalam komunitas.

2.3 Keuntungan Discharge Planning

Menurut Pemila (2009), pelaksanaan discharge planning memberikan keuntungan yaitu:

2.3.1 Bagi Perawat

1. Dapat merasakan bahwa keahliaannya dapat diterima dan dapat digunakan. 2. Menerima informasi kunci setiap waktu.

3. Memahami perannya dalam suatu sistem.

4. Dapat mengembangkan keterampilan dalam prosedur baru.

5. Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang berbeda dan cara yang berbeda.


(24)

2.3.2 Bagi Pasien

1. Dapat memenuhi kebutuhan pasien.

2. Merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari proses perawatan sebagai bagian yang aktif dan bukan objek yang tidak berdaya.

3. Menyadari haknya untuk dipenuhi segala kebutuhannya.

4. Merasa nyaman untuk kelanjutan perawatannya dan memperoleh support sebelum timbulnya masalah.

5. Dapat memilih prosedur perawatannya.

6. Mengerti apa yang terjadi pada dirinya dan mengetahui siapa yang dapat dihubunginya.

2.4 Prinsip Umum Dalam Penerapan Discharge Planning

Menurut Alghzawi (2012), adapun prinsip yang harus diketahui ketika mengerjakan discharge planning adalah:

2.4.1 Perencanaan yang teliti menjadi inti dari keberhasilan suatu perawatan dalam suatu kelompok. Perencanaan proses keperawatan dari pasien masuk sampai dirawat dibuat dalam suatu discharge planning.

2.4.2 Tim yang memberi perawatan harus berkolaborasi dengan pasien dan keluarga dalam membuat suatu keputusan untuk perencanaan pulang dan resiko yang mungkin terjadi terkait dengan kebutuhan pasien secara spesifik.

2.4.3 Discharge planning dirumuskan dengan memperhatikan perawatan secara komprehensif yaitu sejak pasien masuk.


(25)

2.4.4 Dalam membuat discharge planning, pasien dan pemberi asuhan harus sama-sama terlibat dalam membuat discharge planning sehingga ada kesepakatan bersama dalam mengerjakan praktik perencanaan.

2.4.5 Setiap pasien harus memperhatikan perencanaan prioritas yang memungkinkan untuk dilakukan terlebih dahulu.

2.4.6 Discharge planning yang sudah disepakati oleh pasien, perawat dan tim kesehatan lain dibuat dalam suatu dokumentasi.

2.4.7 Dokumentasikan discharge planning dengan lengkap mulai dari nama pasien, tanda tangan, pengetahuan dan persetujuan pasien terkait dengan

discharge planning, pengobatan dan tindak lanjut perawatan.

2.5 Komponen perawatan dan discharge planning

Menurut National Council of Social Service (2006), komponen perencanaan perawatan dan discharge planning terdiri dari:

2.5.1 Komponen Perawatan

Hal yang yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan perawatan yaitu: 1. Kekuatan, kebutuhan, kemampuan dan kesiapan pasien.

2. Merupakan bentuk ringkasan (summary).

3. SMART yaitu Spesific (spesifik), Measurable (Dapat diukur), Achievable

(Terjangkau), Realistic and Time-bound (Realistis dan dalam batas waktu tertentu).


(26)

5. Pemindahan pasien dan rencana pemulangan meliputi kriteria pemulangan dan pemindahan pasien.

6. Melibatkan peran dari pasien, keluarga atau perawat staff, sukarelawan dan sumber pendukung lain seperti tetangga.

2.5.2 Komponen discharge planning

Hal yang yang harus dipertimbangkan dalam discharge planning yaitu:

1. Kondisi pasien terkini (fisik, mental dan sosial) dan perubahan yang terjadi pada pasien setelah diintervensi.

2. Antisipasi gejala, masalah atau perubahan yang terjadi setelah pasien pulang meliputi faktor pendukung yang tersedia untuk mempertahankan kondisi pasien atau faktor lain yang mempengaruhi kondisi pasien.

3. Anjurkan untuk melakukan perawatan berkelanjutan atau pemeriksaan ke pelayanan kesehatan.

4. Kebutuhan perawat akan pelatihan dan penelitian untuk memberikan pelayanan yang berdampak dalam memberikan pelayanan.

5. Komunitas dan sumber dukungan sosial bagi pasien dan perawat meliputi transportasi, pemeliharaan peralatan, perawatan yang cukup, perawatan di rumah, rujukan dan pelayanan yang tersedia.

6. Sumber-sumber informasi seperti pamphlet, video, buku dan situs tertentu. 7. Informasi tentang pemberi pelayanan discharge planning meliputi nama,


(27)

2.6 Proses Discharge Planning

Skema 2.1. Proses discharge planning (National Council of Social Service, 2006)

Pengkajian pada saat pasien masuk

Pengkajian kebutuhan pasien, jika perlu berkolaborasi dengan tim yang berasal dari disiplin ilmu yang berbeda

Penerimaan

Diinterpretasikan dalam bentuk ringkasan (summary)

Menetapkan rencana perawatan dan discharge planning dalam suatu diskusi yang melibatkan pasien

Melaksanakan perawatan

Memantau hasil, meninjau ulang rencana perawatan berdasarkan perubahan kebutuhan dan perkembangan pasien

Mempersiapkan perencanaan pemulangan sesuai dengan tindak lanjut perencanaan.

Pemulangan Pasien


(28)

2.6.1 Pengkajian pada saat pasien masuk

Pengkajian adalah hal yang penting untuk dilakukan karena bertujuan untuk mendapatkan informasi penting tentang kondisi pasien. Pengkajian yang dilakukan meliputi pengkajian fisik, mental, riwayat sosial dan keluarga, sumber-sistem pendukung baik formal maupun informal, aktifitas sehari-hari, status mentas dan emosi, komunitas dan status ekonomi, minta, hobi, riwayat pekerjaan sebelumnya. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pengkajian adalah mengkaji kondisi pasien secara holistik sehingga didapatkan kebutuhan yang harus dipenuhi pada pasien.

2.6.2 Penerimaan

Penerimaan pasien dilakukan setelah pasien mendaftar dan informasi mengenai pasien dicatat didalam dukumentasi.

2.6.3 Pengkajian kebutuhan pasien, jika perlu berkolaborasi dengan tim multidsiplin

Rencana perawatan dan perencanaan pemulangan akan lebih efektif dikerjakan jika melibatkan tim yang berdiskusi untuk membuat perencanaan bagi pasien. Tindakan yang diambil juga harus melibatkan pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien.

2.6.4 Diinterpretasikan dalam bentuk ringkasan (summary)

Setelah kekuatan, kebutuhan, kemampuan dan kesiapan pasien diidentifikasi pada saat pengajian kebutuhan, data pasien kemudian dikembangkan kedalam bentuk ringkasan. Ringkasan ini berisi diagnosa dan kebutuhan yang akan dipenuhi pada pasien sesuai dengan prioritas masalah.


(29)

2.6.5 Menetapkan rencana perawatan dan discharge planning dalam suatu diskusi bersama pasien dan pemberi perawatan

Rencana perawatan yang dibuat harus berdasarkan prioritas masalah. Perencanaan harus spesifik, dapat diukur, terjangkau, tujuan harus realistis dan dikerjakan dalam batas waktu tertentu. Hasil yang diharapkan dapat dilihat dari respon klien. Hal ini dapat menilai perubahan yang terjadi pada pasien sehingga pasien dan pemberi pelayanan dapat melihat pencapain dari perencanaan.

2.6.6 Melaksanakan perawatan

Melaksanakan perawatan merupakan suatu strategi untuk mencapai hasil yang diharapkan. Kondisi perkembangan pasien harus terus menerus dipantau secara sistemstis sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan.

2.6.7 Pemulangan pasien

Pemulangan pasien dimulai sejak pasien masuk. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi rencana perawatan yang akan dilakukan setelah pasien keluar dari rumah sakit.

2.6.8 Tindak lanjut

Ada beberapa pertanyaan yang diajukan untuk menilai kesiapan pasien untuk pulang yaitu:

1. Apa yang anda lakukan untuk mengatasi suatu masalah (koping)? 2. Apakah ada hal yang ingin anda tanyakan?

3. Apakah di lingkungan tempat tinggal anda ada fasilitas pelayanan kesehatan yang mendukung?


(30)

4. Apakah pemberi pelayanan mampu memberikan dukungan yang adekuat bagi anda?

5. Perubahan apa yang anda rasakan?

3. Halusinasi

3.1 Defenisi

Halusinasi adalah suatu gejala psikotik dari gangguan persepsi dimana individu memiliki pengalaman indrawi tanpa adanya stimulasi dari lingkungan. Pasien menyebutkan bahwa mereka merasa kesulitan dalam memahami kondisi yang terjadi disekitar mereka sehingga hal ini menjadi masalah yang menakutkan bagi pasien (Davison, Kring dan Neale, 2006). Halusinasi dapat melibatkan semua indra meskipun pengalaman yang dirasakan individu tidak nyata (Barlow & Durand, 2007).

Halusinasi adalah kesalahan persepsi sensori yang melibatkan salah satu dari kelima panca indera sehingga halusinasi dapat bermacam-macam yang meliputi halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan (Towsend dalam Wahyuni, 2010). Menurut Akemat & Keliat (2009), halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi dimana pasien akan merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan ataupun penghiduan yang sebenarnya tidak ada.


(31)

3.2 Jenis-jenis halusinasi 3.2.1 Halusinasi Pendengaran

Halusinasi pendengaran adalah suatu persepsi bunyi yang palsu dalam bentuk suara atau dapat juga dalam bentuk bunyi seperti musik (David, Jogn et.al, Dharmady dalam Aini, 2010). Halusinasi pendengaran ditandai dengan bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, Mencondongkan telinga kearah tertentu, menutup telinga, mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajak untuk bercakap-cakap, Mendengar suara yang memerintah dan pasien akan melakukan sesuatu yang berbahaya karena mengikuti suara yang didengar (Akemat & Keliat, 2009). Halusinasi pendengaran adalah jenis halusinasi yang paling sering terjadi dimana 74% pasien mengalaminya (Sartorius dkk dalam Davidson, Neale & Kring, 2006).

3.2.2 Halusinasi Penglihatan

Halusinasi penglihatan adalah halusinasi yang berisi bayangan cahaya atau sesuatu yang menakutkan bagi pasien yang sebenarnya tidak ada sama sekali (Cancro & Lehman dalam Wahyuni, 2010). Halusinasi penglihatan ditandai dengan menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas, melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun dan melihat hantu atau monster (Akemat & Keliat, 2009).

3.2.3 Halusinasi Penciuman

Halusinasi penciuman ditandai dengan pasien tampak seperti mencium bau-bauan tertentu seperti darah, urine, feses, terkadang bau yang menyenangkan dan biasanya pasien akan menutup hidung (Akemat & Keliat, 2009).


(32)

3.2.4 Halusinasi Pengecapan

Pada halusinasi pengecapan, isi halusinasi berupa pasien sering meludah, muntah, merasakan sesuatu seperti darah, urine atau feses (Akemat & Keliat, 2009). Apa yang dirasakan oleh pasien merupakan rasa kecap yang palsu dan menjadi pengalam yang tidak menyenangkan bagi pasien (David, Jogn et.al, Dharmady dalam Aini, 2010).

3.2.5 Halusinasi Perabaan

Pasien yang mengalami halusinasi perabaan akan merasakan sensasi seperti tersengat listrik, mengatakan ada serangga di permukaan kulit dan menggaruk-garuk permukaan kulit (Akemat & Keliat, 2009).

4. Discharge planning pada pasien halusinasi di rumah sakit jiwa

Menurut British Columbia Schizophrenia Society (1995), discharge planning adalah rencana yang melibatkan koordinasi antara perawat dengan keluarga. Oleh karena itu keluarga harus menyadari bahwa discharge planning adalah bagian integral dari asuhan keperawatan jiwa. Hal penting yang harus ada di dalam sebuah discharge planning yang baik meliputi:

4.1 Obat

Tindakan pengobatan yang dilakukan pada pasien halusinasi adalah pemberian obat golongan antipsikotik. Adapun jenis obat yang sering digunakan untuk mengurangi gejala positif skizofrenia adalah butirofenon (a.l., haloperidol, Haldol) dan thioksantin (a.l., thiothiksin, Navane). Pemberian obat bertujuan


(33)

bermanfat untuk mengurangi gejala bukan untuk menyembuhkan (Davison, Neale & Kring, 2006).

Terapi medis yang dikenal saat ini adalah pemberian obat antipsikotik tipikal dan atipikal. Kerja utama obat antipsikotik pada sistem syaraf adalah menyekat reseptor neurotransmitter dopamine. Antipsikotik tipikal berfungsi untuk menangani gejala target seperti halusinasi tetapi menimbulkan efek samping ekstrapiramidal. Sedangkan jenis antipsikotik atipikal, selain dapat mengatasi gejala target juga dapat mengatasi gejala-gejala negatif skizofrenia (Videbeck dalam Wahyuni, 2010).

Informasi mengenai obat menjadi hal penting yang harus diketahui oleh keluarga. Hal penting yang harus ditekankan kepada keluarga adalah perlunya menjaga kepatuhan pasien dalam minum obat karena ketidakpatuhan minum obat menjadi penyebab terjadinya kekambuhan sehingga pasien akan kembali ke rumah sakit jiwa (British Columbia Schizophrenia Society, 1995). Agar pasien patuh minum obat maka perawat harus menjelaskan tentang kegunaan obat, akibat yang terjadi jika putus obat, cara mendapatkan obat dan cara minum obat yang benar sesuai dengan prinsip lima benar yaitu benar pasien, benar obat, benar cara, benar waktu dan benar dosis (Akemat & Keliat, 2009).

4.2 Tempat Tinggal

Perencanaan untuk tempat tinggal pasien setelah pulang dari rumah sakit jiwa juga perlu diperhatikan. Tempat tinggal yang baik harus dapat menjadi sumber pendukung bagi pemulihan pasien agar pasien merasa diterima ditengah komunitas dimana pasien tinggal. Aktivitas dalam suatu kelompok dapat


(34)

menolong pasien dalam proses penyembuhan pasien (British Columbia Schizophrenia Society, 1995)

4.3 Komunitas

Perawatan dan pengobatan harus tetap dipantau secara berkesinambungan. Pasien membutuhkan suatu program rehabilitasi, dukungan dalam kelompok ataupun program untuk penyembuhan dari ketergantungan alkohol maupun narkoba jika pasien memiliki diagnosa lebih dari satu (British Columbia Schizophrenia Society, 1995)

4.4 Aktivitas Sehari-hari

Gangguan kognitif pada pasien akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam menjalankan fungsi dirinya sehari-hari. Masalah yang muncul adalah pasien akan mengalami gangguan dalam mengingat, gangguan dalam merencanakan sesuatu, gangguan dalam mengorganisasikan suatu hal dan kondisi pasien juga akan mempengaruhinya dalam mengambil keputusan. Aktivitas sehari-hari dan terapi untuk memperbaiki kognitif sangat mendukung penyembuhan pasien (British Columbia Schizophrenia Society, 1995).

4.5 Perawatan Kesehatan Fisik

Secara umum, penyakit fisik lebih banyak terjadi pada pasien yang mengalami masalah jiwa. Karena gangguan jiwa menyebabkan pasien cenderung mengabaikan kondisi fisik sehingga sangat penting untuk mempertahankan kesehatan fisik dan mencegah terjadinya masalah yang baru ketika pasien kembali ke lingkungan tempat pasien berada (British Columbia Schizophrenia Society, 1995).


(35)

4.6 Pendidikan Kesehatan

Sebelum pasien meninggalkan rumah sakit jiwa, pasien harus dalam kondisi yang baik, memiliki pengetahuan tentang gejala penyakit yang dialaminya, pencegahan dan penularan AIDS dan penyakit menular seksual (British Columbia Schizophrenia Society, 1995).

Menurut Isaacs (2004), pendidikan kesehatan yang diberikan kepada keluarga meliputi:

4.6.1 Informasi Tentang Penyakit

Pendidikan yang diberikan terdiri dari pengertian halusinasi, penyebab, gejala serta resiko mengalami kekambuhan.

4.6.2 Memberikan informasi tentang cara mengatasi gejala klien

Berikan informasi kepada keluarga tentang pentingnya mengidentifikasi gejala-gejala yang ditunjukkan pasien ketika mengalami kekambuhan dan menghubungi pelayanan kesehatan yang tersedia serta beritahukan kepada keluarga untuk tidak menyetujui pernyataan halusinasi dari pasien tetapi ajarkan kepada keluarga untuk melihat kepada realitas.

4.6.3 Informasi tambahan

Meliputi informasi tentang perawatan diri, berikan informasi kepada keluarga untuk membicarakan tentang perasaan dan kekhawatiran mereka dengan penyedia layanan kesehatan serta memberikan perimbangan bagi keluarga untuk bergabung ke komunitas pendukung di dalam masyarakat seperti National Alliance for Mentally III (NAMI).


(36)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan pengetahuan perawat tentang

discharge planning pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif yang akan menguraikan pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi.

Skema 3.1. Kerangka penelitian Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang discharge planning pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara.

Pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi

 Defenisi, manfaat, keuntungan, prinsip umum penerapan discharge planning

 Obat

 Tempat tinggal  Komunitas

 Aktivitas sehari-hari  Perawatan kesehatan fisik  Pendidikan kesehatan

Baik Sedang Kurang


(37)

2. Defenisi Operasional

Defenisi Operasional dari variabel dijelaskan pada tabel 3.1 dibawah ini.

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel Defenisi

Operasional

Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Pengetahuan perawat tentang

discharge planning pada pasien halusinasi 1. Defenisi, manfaat, keuntungan dan prinsip umum penerapan discharge planning 2. Obat 3. Tempat tinggal 4. Komunitas 5. Aktivitas sehari-hari 6. Perawatan kesehatan fisik 7. Pendidikan kesehatan Segala informasi yang harus diketahui perawat yang bekerja di ruang rawat inap di rumah sakit jiwa tentang perencanaan pulang pada pasien halusinasi Menggunakan kuisioner berisi tentang pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi yang terdiri dari 20 pertanyaan dengan jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0 Tingkat pengetahuan perawat yang dikategorikan sebagai: Kurang jika <56% benar Sedang jika antara 56%-75% benar Baik jika antara 76%-100% benar Ordinal            


(38)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif dimana penelitian ini menerangkan atau menggambarkan peristiwa atau kondisi dari populasi (Hidayat, 2009). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

2.1 Populasi

Populasi adalah objek penelitian secara umum dengan kuantitas dan karakteristik tertentu (Sugiyono, 2004 dalam Hidayat, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti, jumlah seluruh perawat yang bekerja di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara adalah 141 orang.

2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian yang diteliti atau objek penelitian yang mewakili populasi tertentu untuk diketahui karakteristiknya. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Metode ini mengambil sampel dari anggota populasi yang bersifat homogen dimana anggota pupulasi


(39)

memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sebagai sampel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka perlu ditentukan kriteria sampel yaitu kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh sampel sedangkan kriteria eklusi adalah ciri-ciri yang dimiliki sampel sehingga tidak dapat dijadikan sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Adapun kriteria inklusi sampel pada penelitian ini adalah perawat yang bersedia menjadi responden dan bekerja di ruang rawat inap. Sedangkan kriteria eklusi pada penelitian ini adalah perawat yang tidak bersedia menjadi responden, tidak dinas karena sedang cuti, sakit atau sedang tugas belajar pada saat pengambilan data.

Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan formula penentuan sampel yaitu jika subjek populasi lebih dari 100 maka dapat diambil 25% dari populasi (Arikunto 2006 dalam Siswanto, Susila & Suyanto, 2013). Maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 35 orang.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara, mengingat rumah sakit jiwa ini adalah rumah sakit pemerintah, rumah sakit jiwa rujukan dan rumah sakit jiwa terbesar di Sumatera Utara. Maka hal ini mempermudah peneliti dalam mendapatkan sampel yang diinginkan. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Mei 2014.


(40)

4. Etik Penelitian

Proses penelitian dimulai sejak Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU memberikan persetujuan bahwa proposal penelitian layak diteruskan untuk dilteliti. Selanjutnya peneliti mendapatkan surat permohonan persetujuan penelitian yang diberikan oleh Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyerahkan informed consent (lembar persetujuan sebagai responden), peneliti terlebih dahulu memberi penjelasan tentang maksud, tujuan dan manfaat penelitian kepada responden. Responden yang bersedia diteliti mengisi informed consent untuk ditandatangani sebagai bukti kesediaan responden. Jika responden tidak bersedia diteliti, maka responden berhak menolak untuk menandatangani informed consent. Peneliti juga tidak mencantumkan nama responden (anonymity). Nama partisipan digantikan dengan inisial atau kode tertentu untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, hanya informasi yang diperlukan yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuisioner yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka. Kuisioner terdiri dari 2 bagian yaitu data demografi dan data pengetahuan perawat tentang discharge planning.

5.1 Data demografi

Data demografi pada penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, usia, status pernikahan, suku bangsa, pendidikan terakhir, agama, pengalaman kerja dan pelatihan atau seminar tentang kesehatan jiwa yang diikuti dalam setahun. Data


(41)

demografi bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari responden dan mendeskripsikan persentase demografi.

5.2 Data pengetahuan perawat tentang discharge planning

Kuisioner ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran pengetahuan perawat tentang discharge planning dengan menggunakan pernyataan sebanyak 20 buah yang didasarkan pada tinjauan pustaka terdiri dari pengetahuan tentang

discharge planning dan pengetahuan tentang discharge planning pada pasien halusinasi. Pengetahuan tentang discharge planning terdiri dari defenisi (pertanyaan no 1,2), manfaat (pertanyaan no 3), keuntungan (pertanyaan no 4) dan prinsip umum penerapan discharge planning (pertanyaan no 5). Pengetahuan tentang discharge planning pada pasien halusinasi terdiri dari pengetahuan tentang obat (pertanyaan no 6,7,8,9), tempat tinggal (pertanyaan no 10,11), komunitas (pertanyaan no 12), aktivitas sehari-hari (pertanyaan no 13,14), perawatan kesehatan fisik (pertanyaan no 15), pendidikan kesehatan (pertanyaan no 16,17,18,19,20).

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Gutman dimana setiap pertanyaan diberi skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Tingkat pengetahuan kurang jika skornya <56%, tingkat pengetahuan sedang jika skornya 56-75% dan tingkat pengetahuan baik jika skornya skor 76-100%.


(42)

6. Uji Instrumen

Setelah instrumen selesai disusun, instrumen tersebut diuji validitasnya terlebih dahulu agar dapat digunakan sebagai alat ukur. Untuk itu kuisioner harus diuji coba terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2010). Validitas mengacu pada kemampuan mengukur apa yang harus diukur untuk mendapatkan data yang relevan dengan apa yang sedang diukur. Untuk menilai validitas instrumen maka digunakan pendekatan validitas isi yaitu menilai sejauh mana instrumen tersebut dapat mewakili faktor yang diteliti dan melibatkan pakar yang menguasai topik studi sehingga dapat menilai seberapa jauh keseluruhan poin instrumen mewakili isi yang sudah ditetapkan (Dempsey & Dempsey, 2002). Uji validitas pada penelitian ini dilakukan kepada pakar penelitian ini. Kuisioner penelitian diujikan kepada satu orang staf dosen keperawatan dasar dan satu orang staf dosen keperawatan jiwa Fakultas Keperawatan USU serta satu orang praktisi keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana instrumen dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Reliabilitas instrumen mengacu pada kemampuan untuk mendapatkan hasil yang konsisten saat dipakai ulang. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka yang disebut sebagai koefisien. Semakin tinggi koefisien menunjukkan reliabilitas yang tinggi. Reliabilitas yang sering dilaporkan adalah <1,00 yaitu 0,80;0,70;0,50 (Dempsey & Dempsey, 2002). Uji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan kepada 10 orang sampel yaitu perawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara diluar sampel penelitian. Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus KR 21 (Kuder


(43)

Richardson) dimana hasil yang diperoleh adalah 0,76. Dengan demikian instrumen dinyatakan reliabel.

7. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini diawali dengan terlebih dahulu mendapatkan surat persetujuan bahwa proposal penelitian layak untuk diteliti dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU. Selanjutnya peneliti meminta surat permohonan izin dari institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah surat permohonan izin diperoleh, selanjutnya dikirim ke tempat penelitian yaitu Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Kemudian peneliti menghubungi Kepala Bidang Keperawatan untuk memperkenalkan calon responden kepada peneliti setelah memperoleh izin dari pihak Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya peneliti didampingi oleh asisten kepala bidang keperawatan ke setiap rungan untuk bertemu dengan calon responden.

Setelah peneliti bertemu dengan calon responden, peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tentang tujuan, manfaat serta prosedur pengambilan data kepada responden. Jika responden bersedia diteliti, maka responden menandatangani informed concent sebagai bukti persetujuan. Jika responden tidak bersedia diteliti, maka responden berhak untuk menolak. Peneliti tidak diberikan izin oleh pihak rumah sakit jiwa untuk mendampingi responden ketika mengisi kuisioner dikarenakan hal itu akan mengganggu aktivitas responden yang sedang bekerja. Oleh karena itu, kuisioner penelitian ditinggalkan


(44)

pada responden dan peneliti tidak melihat secara langsung pengisian kuisioner oleh responden. Kuisioner dikumpulkan setelah satu sampai dua jam sejak kuisioner diberikan pada responden. Data yang telah dikumpul dari responden dirahasiakan. Selanjutnya peneliti mengolah atau menganalisa data yang telah terkumpul.

8. Analisis Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif yaitu untuk menjelaskan dan menggambarkan karakteristik dari variabel yang diteliti yaitu jenis kelamin, usia, status pernikahan, suku bangsa, pendidikan terakhir, agama dan pengalaman kerja. Analisa deskriptif ini juga dapat menyajikan data pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Analisa data menggunakan sistem komputerisasi. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan persentase.

             


(45)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2014 dan diperoleh responden sebanyak 35 orang yaitu perawat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Adapun data-data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1.1Karakteristik Responden

Dari seluruh perawat yang menjadi responden dalam penelitian ini, mayoritas perawat berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 30 orang (85,7%). Berdasarkan usia, lebih dari sepertiga usia responden adalah 46-50 tahun yaitu sebanyak 13 orang (37,1%). Mayoritas perawat sudah menikah yaitu sebanyak 32 orang (91,4%). Berdasarkan suku, diketahui bahwa lebih dari dua per tiga suku responden adalah Batak yaitu sebanyak 27 orang (77,1%). Tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah S-1 Keperawatan yaitu 26 orang (74,3%). Lebih dari seperempat pengalaman kerja responden adalah 21,5-25,5 tahun yaitu sebanyak 10 orang (28,6%). Dari seluruh responden, lebih dari setengah responden mengikuti seminar atau pelatihan tentang kesehatan jiwa dalam setahun sebanyak 1-3 kali yaitu 19 orang (54,3%). Hasil penelitian tentang karakteristik responden secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut:


(46)

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik perawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 (n=35)

No Karakteristik Frekuensi Persentase

1 2 3 4 5 6 7 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Usia 26-30 tahun 31-35 tahun 36-40 tahun 41-45 tahun 46-50 tahun 51-55 tahun Status Pernikahan Menikah Belum menikah Suku Bangsa Batak Jawa Pendidikan Terakhir D-III Keperawatan S-1 Keperawatan Pengalaman Kerja 1,5-5,5 tahun 6,5-10,5 tahun 11,5-15,5 tahun 16,5-20,5 tahun 21,5-25,5 tahun 26,5-31 tahun Mengikuti Pelatihan/seminar tentang kesehatan jiwa dalam setahun Tidak ada 1-3 kali 4-6 kali 5 30 6 2 9 3 13 2 32 3 27 8 9 26 9 5 1 7 10 3 15 19 1 14,3 85,7 17,1 5,7 25,7 8,6 37,1 5,7 91,4 8,6 77,1 22,9 25,7 74,3 25,7 14,3 2,9 20,0 28,6 8,6 42,9 54,3 2,9


(47)

1.2 Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi Dari data yang dikumpulkan diperoleh gambaran pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi dengan kategori baik sebanyak 27 orang (77,1%), kategori sedang sebanyak 8 orang (22,9%) sedangkan kategori kurang tidak ada. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentasi dari pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 (n=35)

Karakteristik (Skor) Frekuensi Persentase

Sedang Baik

8 27

22,9 77,1

1.3Pengetahuan Perawat Berdasarkan Tujuh Komponen Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang defenisi, manfaat, keuntungan dan prinsip umum penerapan discharge planning adalah 34 orang (97,1%) dan pengetahuan yang sedang tentang adalah 1 orang (2,9%). Untuk pengetahuan tentang obat, responden yang memiliki pengetahuan yang baik adalah 27 orang (77,1%), pengetahuan sedang adalah 7 orang (20,0%) dan pengetahuan kurang adalah 1 orang (2,9%). Responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang tempat tinggal adalah 34 orang (97,1%) dan pengetahuan kurang adalah 1 orang (2,9%). Responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang komunitas adalah 33 orang (94,3%) dan pengetahuan kurang adalah 2 orang (5,7%). Responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang aktivitas sehari-hari adalah 6 orang


(48)

(17,1%) dan pengetahuan kurang adalah 29 orang (82,9%). Responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang perawatan kesehatan fisik adalah 21 orang (60,0%) dan pengetahuan kurang adalah 14 orang (40,0%). Responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang pendidikan kesehatan adalah 29 orang (82,9%) dan pengetahuan sedang 6 orang (17,1%). Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel berikut ini:

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentasi dari pengetahuan perawat berdasarkan tujuh komponen discharge planning pada pasien halusinasi di

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 (n=35)

No Karakteristik Frekuensi Persentase

1 Pengetahuan tentang defenisi, manfaat, keuntungan dan prinsip umum penerapan

discharge planning  Sedang

 Baik

1 34

2,9 97,1 2 Pengetahuan tentang obat

 Kurang  Sedang  Baik

1 7 27 2,9 20,0 77,1 3 Pengetahuan tentang tempat tinggal

 Kurang  Baik

1 34

2,9 97,1 4 Pengetahuan tentang komunitas

 Kurang  Baik

2 33

5,7 94,3 5 Pengetahuan tentang aktivitas sehari-hari

 Kurang  Baik

29 6

82,9 17,1 6 Pengetahuan tentang perawatan kesehatan

fisik  Kurang  Baik

14 21

40,0 60,0 7 Pengetahuan tentang pendidikan kesehatan

 Sedang  Baik

6 29

17,1 82,9


(49)

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik tentang discharge planning pada pasien halusinasi yaitu sebanyak 27 orang (77,1%), pengetahuan sedang sebanyak 8 orang (22,9%) dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan kurang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan diperoleh setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek yang melibatkan pancaindra manusia dan pengetahuan penting untuk mendasari pembentukan tindakan seseorang yang dapat berlangsung lama (Bloom, 1908 dalam Notoadmodjo 2003).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum mayoritas perawat memiliki pengetahuan yang baik tentang defenisi, manfaat, keuntungan dan prinsip umum penerapan discharge planning, obat, tempat tinggal, komunitas, perawatan kesehatan fisik dan pendidikan kesehatan. Hal ini terlihat dari hasil pengumpulan data dimana mayoritas responden menjawab benar. Namun berbeda halnya untuk pengetahuan tentang aktivitas sehari-hari. Responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang aktivitas sehari-hari.

Pengetahuan yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan responden. Dari hasil penelitian diketahui bahwa lebih dari dua per tiga tingkat pendidikan responden adalah S-1 Keperawatan yaitu sebanyak 26 orang (74,3%) dan lebih dari seperempat tingkat pendidikan responden adalah D-III Keperawatan yaitu sebanyak 9 orang (25,7%). Pengetahuan yang baik yang dimiliki responden dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dimana semakin tinggi pendidikan maka semakin banyak hal yang


(50)

dipelajari yang dapat menambah pengetahuan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Notoadmodjo (2003) yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan upaya untuk mempengaruhi setiap orang dan menghasilkan perubahan atau penambahan pengetahuan. Pendidikan juga sangat efektif dalam mengubah pengetahuan sesuai dengan apa yang dipelajari.

Berdasarkan usia responden diketahui bahwa lebih dari sepertiga responden yaitu sebanyak 13 orang (37,1%) berusia 46-50 tahun. Semakin tinggi usia menunjukkan semakin banyak hal yang dialami seseorang dimasa hidupnya. Setiap hal yang dialami oleh seseorang disebut sebagai pengalaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari seperempat responden yaitu 10 orang (28,6%) memiliki pengalaman kerja selama 21,5-25 tahun. Seiring bertambahnya usia seseorang maka bertambah pula pengalaman seseorang yang melibatkan pancaindra yang dapat mempengaruhi pengetahuan. Semakin lama perawat bekerja semakin banyak hal yang dapat dipelajari melalui apa yang dilihat, didengar dan dirasakan di tempat bekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2003) yang menyatakan bahwa pengetahuan seseorang akan berubah seiring dengan setiap hal yang dialami seseorang selama bertahun-tahun dan pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang melibatkan apa yang dialami oleh pancaindra.

Pengalaman yang dialami oleh perawat membuat banyak informasi yang didapatkan oleh perawat. Informasi yang didapatkan perawat baik dari pendidikan formal informal dapat diaplikasikan dalam praktik keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih


(51)

dari setengah responden yaitu 19 orang (54,3%) pernah mengikuti pelatihan atau seminar tentang kesehatan jiwa dalam setahun. Informasi dapat menambah pengetahuan dan dapat diperoleh melalui banyak hal. Hal ini didukung oleh pendapat Notoadmodjo (2003) yang menyatakan bahwa seminar merupakan salah satu satu metode penyajian informasi atau topik tertentu untuk mencapai sasaran tertentu yang menyebabkan perubahan pengetahuan.

Berdasarkan hasil pengumpulan data diketahui bahwa pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi sebenarnya sudah baik. Hal ini dapat dilihat pada data yang menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab dengan benar pernyataan tentang defenisi, manfaat dan keuntungan discharge planning. Akan tetapi jika dilihat dari data responden yang menjawab salah, pada item pengetahuan tentang defenisi, manfaat, keuntungan dan prinsip umum penerapan discharge planning, ada satu pertanyaan yang banyak dijawab salah oleh responden. Lebih dari sepertiga responden yaitu sebanyak 13 orang (37,1%) tidak mengetahui tim yang terlibat dalam pelaksanaan

discharge planning.

Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, keluarga kurang dilibatkan didalam perawatan pasien atau pasien jarang dikunjungi keluarga pada saat dirawat sehinggga yang terlibat dalam perawatan pasien hanya perawat dan kondisi pasien sejak masuk sampai dengan pasien pulang hanya diketahui oleh perawat saja. Peneliti berasumsi bahwa hal ini yang menyebabkan perawat mengetahui bahwa keluarga tidak terlibat dalam pelaksanaan discharge planning.


(52)

prinsip yang harus diketahui ketika mengerjakan discharge planning adalah tersedianya tim yang merawat pasien kemudian harus berkolaborasi dengan pasien dan keluarga dalam membuat suatu keputusan terkait dengan perencanaan pulang dan resiko yang mungkin terjadi terkait dengan kebutuhan pasien secara spesifik.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perawat memiliki pengetahuan yang baik tentang obat. Hal ini diketahui dari persentase perawat yang menjawab benar dimana keseluruhan perawat yaitu 35 orang (100%) mengetahui jenis obat yang diberikan pada pasien halusinasi dan mayoritas perawat mengetahui dengan baik tentang hal yang disampaikan perawat kepada keluarga tentang kepatuhan pasien minum obat yaitu sebanyak 34 orang (97,1%), dampak ketidakpatuhan pasien minum obat yaitu sebanyak 27 orang (77,1%) dan informasi tentang obat yaitu sebanyak 34 orang (97,1%). Obat adalah terapi medis yang penting bagi pasien halusinasi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusnipah (2012) terhadap keluarga pasien halusinasi menunjukkan bahwa mayoritas keluarga tidak mengetahui efek samping obat dikarenakan kurangnya informasi yang didapatkan keluarga tentang obat. Perawat berperan didalam memberikan informasi bagi pasien dan keluarga. Pengetahuan yang baik tentang obat yang dimiliki perawat penting disampaikan kepada keluarga sebagai bagian penting yang akan merawat pasien setelah pulang dari rumah sakit jiwa agar kepatuhan minum obat tetap terjaga dan pasien merasakan kepuasan akan pelayanan yang diberikan oleh perawat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alfianti & Yosafianti (2010) bahwa


(53)

informasi yang disampaikan perawat melalui pendidikan kesehatan pada saat persiapan pulang dapat meningkatkan kepuasan pasien.

Tempat tinggal setelah pulang dari rumah sakit jiwa adalah hal yang penting bagi perawatan pasien. Tempat tinggal yang mendukung pasien akan membuat kehadiran pasien diterima oleh lingkungan tempat tinggal. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perawat memiliki pengetahuan yang baik tentang tempat tinggal dimana keseluruhan perawat menjawab dengan benar pernyataan sumber pendukung yang baik bagi pemulihan pasien halusinasi yaitu sebanyak 35 orang (100%) dan mayoritas perawat mengetahui dengan baik tentang dukungan yang dibutuhkan pasien halusinasi di lingkungan tempat tinggal yaitu sebanyak 34 orang (97,1%).

Perawat juga memiliki pengetahuan yang baik tentang komunitas dimana mayoritas perawat yaitu sebanyak 33 orang (94,3%) mengetahui bahwa program didalam komunitas yang dapat diikuti pasien agar perawatan dan pengobatan pasien halusinasi dapat dipantau secara berkesinambungan adalah dengan mengikuti program rehabilitasi. Pada hasil penelitian ini diketahui bahwa pengetahuan perawat tentang obat sudah baik, namun pengobatan yang diberikan pada pasien penting dipantau karena akan mengurangi gejala halusinasi pasien. Selain itu perlu program lain untuk mendukung program pengobatan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Isnaeni, Upoyo & Wijayanti (2008) yang menyatakan bahwa obat bukan segala-galanya dalam penanganan pasien gangguan jiwa namun diperlukan program lainnya seperti konseling, psikoterapi


(54)

dan program rehabilitasi. Selain itu juga diperlukan terapi aktivitas kelompok ketika berada di rumah sakit jiwa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat memiliki pengetahuan yang kurang tentang aktivitas sehari hari. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas responden yaitu 29 orang (82,9%) menjawab salah tentang gangguan yang menyebabkan pasien halusinasi mengalami ketidakmampuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari adalah gangguan kognitif. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan British Columbia Schizophrenia Society (1995) yang menyatakan bahwa aktivitas sehari-hari dan terapi untuk memperbaiki kognitif sangat mendukung penyembuhan pasien.

Akan tetapi berbeda halnya dengan pernyataan lain yang mewakili tentang pengetahuan perawat tentang aktivitas sehari-hari yaitu pernyataan tentang hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan mengingat, merencanakan, mengorganisir dan ketidakmampuan mengambil keputusan pada pasien halusinasi adalah dengan melibatkan pasien mengerjakan aktivitas sehari-hari diketahui perawat dengan baik dimana mayoritas perawat yaitu sebanyak 33 orang (94,3%) menjawab dengan benar.

Berdasarkan hasil observasi peneliti di lapangan diketahui bahwa pasien setiap harinya dilibatkan dalam mengerjakan aktivitas sehari-hari di rumah sakit jiwa seperti mengantar makanan ke setiap ruangan, menyapu, mengantar keluarga pasien yang sedang berkunjung ke ruangan, membantu perawat dalam membersihkan ruangan dan lain-lain. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara terhadap beberapa pasien yang dilibatkan dalam mengerjakan aktivitas


(55)

sehari-hari dan diketahui bahwa pasien menikmati setiap aktivitas tersebut karena akan mengalihkan pikiran pasien dari suara halusinasi dan membuat pasien tidak berdiam diri yang beresiko terhadap timbulnya halusinasi sehingga hal ini diharapkan mampu mengurangi masalah halusinasi yang dialami pasien. Hal ini sejalan dengan pendapat Akemat & Keliat (2012) yang menyatakan bahwa aktivitas sehari-hari adalah salah satu tindakan yang dapat mengontrol halusinasi.

Aktivitas sehari-hari dapat dibuat dalam bentuk aktivitas terjadwal yang melatih pasien untuk mendisiplinkan diri mengerjakan aktivitas sehingga hal ini membuat pasien menyibukkan dirinya dengan aktivitas yang teratur sehingga pasien tidak mempunyai waktu luang untuk sendiri yang mencetuskan halusinasi. Seiring dengan seringnya perawat melibatkan pasien mengerjakan aktivitas sehari-hari menyebabkan hal itu menjadi pengalaman yang setiap harinya dirasakan oleh perawat dan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan perawat.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perawat mengetahui dengan baik tentang perawatan kesehatan fisik dimana 21 orang (60%) mengetahui masalah yang dialami pasien halusinasi karena kecenderungan mengabaikan kesehatan fisik adalah penyakit fisik. Namun kurang dari setengah responden yaitu sebanyak 14 orang (40%) tidak mengetahui bahwa masalah yang dialami pasien halusinasi karena kecenderungan mengabaikan kondisi kesehatan fisik adalah penyakit fisik. Hal ini bertolak belakang dengan pendapat British Columbia Schizophrenia Society (1995) dimana pasien gangguan jiwa cenderung mengabaikan kondisi fisik sehingga sangat penting untuk mempertahankan


(56)

kesehatan fisik untuk mencegah terjadinya masalah yang baru ketika pasien kembali ke lingkungan tempat pasien berada.

Dukungan keluarga sangat dibutuhkan sebagai penentu keberhasilan pelayanan keperawatan karena keluarga adalah bagian yang terlibat secara langsung dengan pasien setelah pulang dari rumah sakit jiwa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat telah mengetahui dengan baik pentingnya pendidikan kesehatan dilakukan sebelum pemulangan pasien. Hal ini dapat dilihat dari data yang menunjukkan bahwa mayoritas perawat yaitu 31 orang (88,6%) mengetahui indikator pasien halusinasi dapat pulang, keseluruhan perawat yaitu 35 orang (100%) mengetahui informasi tetang penyakit yang disampaikan perawat kepada pasien halusinasi ketika memberikan pendidikan kesehatan dan informasi yang harus disampaikan kepada keluarga ketika pasien halusinasi mengalami kekambuhan.

Perawat sebagai pelaksana didalam pelayanan keperawatan penting untuk memberikan informasi terkait dengan kondisi pasien sebelum pasien pulang ke rumah. Hal ini sejalan dengan pendapat Yusnipah (2012) yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan sebagai cara untuk menyampaikan informasi bagi keluarga dapat meningkatkan pengetahuan yang cukup signifikan bagi keluarga sehingga keluarga dapat meningkatkan perawatan yang optimal dan menurunkan angka kekambuhan pasien halusinasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Herniyatun, Nurlaila & Sudaryani (2009) terhadap 40 orang pasien diketahui bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan pada saat persiapan pemulangan pasien terhadap kepuasan pasien akan pelayanan keperawatan.


(57)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada dua item pertanyaan yang mewakili pengetahuan tentang pendidikan kesehatan banyak dijawab salah oleh responden. Berdasarkan hasil pengumpulan data diketahui bahwa lebih dari setengah responden yaitu sebanyak 19 orang (54,3%) tidak mengetahui bahwa hal yang diajarkan perawat kepada keluarga untuk mengajarkan mengatasi gejala yang dialami pasien halusinasi adalah dengan tidak menyetujui pernyataan halusinasi pasien. Keluarga adalah faktor yang penting dalam kesembuhan pasien. Dukungan keluarga dibutuhkan bukan hanya pada saat pasien berada di rumah sakit tetapi ketika kembali ke rumah juga. Perawat harus memberikan pendidikan kesehatan tentang cara merawat pasien halusinasi dengan memutus halusinasi atau

menghardik halusinasi agar tanda halusinasi hilang (Akemat & Keliat, 2012). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga

responden yaitu sebanyak 13 orang (37,1%) tidak mengetahui bahwa informasi yang harus disampaikan kepada keluarga ketika pasien halusinasi mengalami kekambuhan adalah menghubungi pelayanan kesehatan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Efendi & Nursalam (2008) yang menyatakan bahwa informasi tentang pelayanan kesehatan adalah hal-hal yang harus diketahui sebelum klien pulang ke rumah.

       


(58)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 35 responden, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa responden memiliki pengetahuan baik (77,1%) dan pengetahuan sedang (22,9%).

2. Saran

Terkait dengan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang dapat dijadikan acuan bagi pengembangan penelitian ini:

1. Bagi Pihak Rumah Sakit

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara hendaknya dapat meningkatkan pelayanan keperawatan jiwa terutama bagi perawat yang beperan sebagai pemberi asuhan keperawatan. Kualitas pelayanan didukung oleh kinerja perawat yang didasari oleh pengetahuan yang baik. Pihak rumah sakit jiwa dapat membuat program yang dapat meningkatkan pengetahuan perawat bagi pengembangan sumber daya perawat.

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan sedang. Pendidikan dapat memberikan perubahan


(59)

pengetahuan. Oleh karena itu diharapkan pendidikan keperawatan dapat memberikan materi kuliah tentang discharge planning pada mahasiswa.

3. Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya khususnya tentang pengetahuan perawat di rumah sakit jiwa. Diharapkan ada penelitian yang lebih lanjut bagi pengembangan penelitian untuk melihat hubungan pengetahuan perawat tentang discharge planning

dengan peran perawat dalam memberikan discharge planning pada pasien halusinasi.

3. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan dimana penelitian ini menggunakan kuisioner pengetahuan untuk perawat yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka. Peneliti juga mengalami keterbatasan dalam hal waktu dikerenakan waktu pengambilan data bersamaan dengan jadwal kuliah sehingga peneliti mengumpulkan data setelah selesai kuliah dan waktu tersebut adalah waktu dimana perawat banyak melakukan aktivitas keperawatan. Hal ini menyebabkan peneliti tidak bisa mendampingi responden ketika mengisi kuisioner karena akan mengganggu aktivitas perawat sehingga kuisioner diberikan kepada responden dan diambil setelah satu sampai dua jam sejak kuisioner diberikan. Hal ini memungkinkan terjadinya pemberian informasi secara subjektif oleh responden.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Aini, F. N. (2010). Prevalensi Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa DR. Soeharto Heerdjan Jakarta. Diakses dari http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id pada tanggal 11 November 2013.

Akemat & Keliat. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.

Alfianti & Yosafianti. (2010). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Persiapan Pasien Pulang Terhadap Kepuasan Pasien Tentang Pelayanan Keperawatan Di RS Romani Semarang. Diakses dari http://jurnal.unimus.ac.id pada tanggal 25 September 2013.

Daley & Salloum. (2001). Clinician’s Guide to Mental Illness. Pittsburgh : McGraw-Hill.

Davison, G. C., Kring, M.A., & Neale, M.J. (2006). Psikologi Abnormal Edisi Ke-9. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Dempsey & Dempsey. (2002). Riset Keperawatan. Jakarta : EGC.

Efendi & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Herniyatun, Nurlaila & Sudaryani. (2009). Efektivitas Program Discharge Planning Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Kebumen Tahun 2009. Diakses dari

digilib.stikesmuhgombong.ac.id pada tanggal 22 Oktober 2013.

Hidayat, A. A. A. (2009). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.

Isaacs, A. (2004). Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik Edisi 3. Jakarta : EGC.

Isnaini, J., Upoyo, A. S., & Wijayanti, R. (2008). Efektifitas Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi Terhadap Penurunan Kecemasan Klien Halusinasi Pendengaran Di Ruang Sakura RSUD Banyumas. Diakses dari http://download.portalgaruda.org pada tanggal 11 November 2013.

National Council of Social Service. (2006). Care and Discharge Planning A Guide for Service Providers. Diakses dari http://www.ncss.org pada tanggal 4 Februari 2014.


(61)

Notoadmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

 

Nurfataro. (2013). Gambaran Pengetahuan Sikap dan Motivasi Perawat Dalam Pelaksanaan Discharge Planning Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon. Diakses dari http://media.unpad.ac.id pada tanggal 14 Januari 2014.

Pemila, U. (2009). Konsep Discharge Planning. Diakses dari http://pkko.fik.ui.ac.id pada tanggal 22 Oktober 2013.

Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta : EGC.

Purnamasari. L. D., & Ropyanto. C. B. (2012). Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan Pulang. Diakses dari http://media.unpad.ac.id pada tanggal 14 Januari 2014.

Siswanto, Susila & Suyanto. (2013). Metodologi Kedokteran dan Kesehatan. Yogyakarta : Bursa Ilmu.

Sugiono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Suryanto & Upoyo, A. S. (2008). Efforts To Control Hallucination By Group Activity Therapy Of Perception Stimulation In Sakura Ward Banyumas Hospital. Diakses dari http://jos.unsoed.ac.id pada tanggal 14 Januari 2014.

Swanburg, R. C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Untuk Perawat Klinis. Jakarta : EGC.

Utami, D. A. (2006). Gambaran Pelaksanaan Discharge Planning Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Grhasia Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Diakses dari http://id.scribd.com pada tanggal 14 Januari 2014.

Wahyuni, S. E. (2010). Pengaruh Cognitive Behavior Therapy Terhadap Halusinasi Pasien Di Rumah Sakit Jiwa Pempropsu Medan. Tidak dipublikasikan.


(62)

Yusnipah, J. (2012). Tingkat Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat Pasien Halusinasi Di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Diakses dari http://lontar.ui.ac.id pada tanggal 24 Mei 2014.

                                             


(63)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning Pada Pasien

Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara

Saya yang bernama Tantri Mawarni Rambe/ 101101137 adalah mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang bertujuan untuk

mengidentifikasi gambaran pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas akhir di program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Untuk keperluan tersebut, saya memohon kesediaan bapak/ibu menjadi responden dalam penelitian ini. Penelitian ini bersifat sukarela, bapak/ibu dapat menerima maupun menolak menjadi responden saya tanpa ada sanksi apa pun. Semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian.

Atas perhatian bapak/ibu saya ucapkan terimakasih.


(64)

Nomor Responden : Tanda Tangan :

INSTRUMEN PENELITIAN

Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara

Petunjuk Pengisian :

1. Isilah semua pertanyaan dengan benar dan lengkap. Jawablah dengan jujur dan tidak ada hal yang perlu disembunyikan. Setiap jawaban dari pertanyaan memiliki nilai dan tidak ada jawaban yang salah.

2. Untuk kuisioner data demografi, isilah data sesuai dengan kondisi anda yang sebenarnya. Dan beri tanda check list (√) pada kotak sesuai dengan jawaban anda.

3. Untuk kuisioner pengetahuan perawat tentang discharge planning dan pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi , pilihlah salah satu jawaban dengan cara menyilang (X).


(65)

I. Kuisioner Data Demografi

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Usia : … Tahun

Status Pernikahan : Menikah Belum menikah Suku Bangsa : Batak

Jawa Aceh Padang Lain-lain (…) Pendidikan terakhir : SPK

D-III Keperawatan S-1 Keperawatan S-2 Keperawatan Pengalaman Kerja : … Tahun

Berapa kali dalam setahun ini anda mengikuti pelatihan/seminar tentang kesehatan jiwa?

Tidak ada 1-3 kali

4-6kali >6 kali


(66)

II. Kuisioner Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi

A. Pengetahuan Tentang Discharge Planning

1. Pengertian discharge planning adalah…

a. Suatu program terkoordinasi yang dirancang untuk memberikan perawatan yang berkelanjutan.

b. Program perawatan pasien yang dirancang hanya untuk memenuhi kebutuhan pasien ketika dirawat inap.

c. Asuhan keperawatan yang tidak perlu dikerjakan oleh perawat.

2. Discharge planning akan membantu mengembalikan peran pasien ke lingkungan. Dampak dari hal ini adalah…

a. Pasien akan menarik diri dari lingkungan.

b. Pasien diterima sebagai individu yang produktif dan normal. c. Pasien tidak merasakan perubahan pada dirinya.

3. Salah satu manfaat discharge planning adalah… a. Menjamin kesembuhan total pasien.

b. Menurunkan jumlah kekambuhan dan penerimaan kembali pasien. c. Meningkatkan beban kerja perawat dalam sistem pelayanan kesehatan. 4. Pelaksanaan discharge planning dapat memberikan keuntungan bagi pasien

yaitu…

a. Pasien merasa diberi perlakuan khusus dari perawat.


(67)

c. Pasien merasa nyaman untuk kelanjutan perawatannya dan memperoleh dukungan sebelum timbul masalah.

5. Tim yang terlibat dalam pelaksanaan discharge planning terdiri dari… a. Pasien, keluarga dan tenaga kesehatan.

b. Perawat berkolaborasi dengan dokter. c. Keluarga, perawat dan dokter.

B. Pengetahuan Tentang Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi 6. Jenis obat yang diberikan pada pasien halusinasi adalah…

a. Golongan antipsikotik b. Golongan analgesik c. Golongan obat hipertensi

7. Obat bermanfaat untuk mengurangi gejala halusinasi pasien maka hal yang harus diingatkan perawat kepada keluarga adalah…

a. Keluarga berperan didalam menjaga kepatuhan pasien minum obat. b. Keluarga tidak berperan didalam menjaga kepatuhan pasien minum obat. c. Kepatuhan pasien minum obat adalah tanggungjawab dokter.

8. Dampak ketidakpatuhan pasien dalam minum obat adalah… a. Menyembuhkan halusinasi

b. Mengurangi gejala halusinasi

c. Meningkatkan kepercayaan pada suara halusinasi.

9. Manakah pernyataan dibawah ini yang paling tepat tentang pemberian informasi obat?


(68)

a. Informasi tentang harga obat

b. Warna obat, cara kerja obat dan tempat pembelian obat

c. Prinsip lima benar yaitu benar pasien, benar obat, benar cara, benar waktu dan benar dosis

10.Salah satu sumber pendukung yang baik bagi pemulihan pasien halusinasi adalah…

a. Komunitas tempat tinggal yang dapat menerima keberadaan pasien b. Keluarga yang membiarkan pasien menarik diri

c. Lingkungan yang pasti harus sama dengan rumah sakit jiwa

11.Salah satu dukungan yang dibutuhkan pasien halusinasi di lingkungan tempat tinggal adalah…

a. Keluarga yang membiarkan pasien berdiam diri.

b. Aktivitas kelompok yang melibatkan pasien dan warga sekitarnya. c. Aktivitas sosial yang hanya melibatkan pasien.

12.Agar perawatan dan pengobatan pasien halusinasi dapat dipantau secara berkesinambungan, maka didalam komunitas pasien dapat mengikuti… a. Pengobatan tradisonal

b. Peraturan keluarga yang melarang pasien terlibat dalam aktivitas kelompok.

c. Program rehabilitasi

13.Yang mendasari pasien halusinasi mengalami ketidakmampuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari adalah…


(1)

                                         


(2)

                                                     


(3)

                                         


(4)

       


(5)

(6)

Riwayat Hidup

Nama : Tantri Mawarni Rambe

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl.Berdikari No.20, Pasar 1. Padang Bulan, Medan

Riwayat Pendidikan

1. 1998-2004 : SD Negeri 200502 Pijorkoling, Padangsidimpuan

2. 2004-2007 : SMP Negeri 1 Padangsidimpuan

3. 2007-2010 : SMA Negeri 3 Padangsidimpuan

4. 2010-2014 : Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan USU


Dokumen yang terkait

Hubungan Pemakaian Narkoba dengan Timbulnya Halusinasi pada Pasien di BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

5 61 70

Pengetahuan Keluarga tentang Perawatan Klien Halusinasi di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

0 35 105

Gambaran Karakteristik Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

28 144 68

Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Penerapan Strategi Pelaksanaan Pada Pasien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan

7 92 96

Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien Halusinasi Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU

17 174 86

Gambaran Pengetahuan Perawat tentang Strategi Pelaksaan Komunikasi pada Pasien Perilaku Kekerasan di Rumah sakit Jiwa daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.

6 69 66

Teknik Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa (Studi Deskriptif Tentang Teknik Komunikasi Terapeutik Oleh Perawat Kepada Pasien Halusinasi Dalam Proses Penyembuhan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat)

0 5 1

Hubungan Pemakaian Narkoba dengan Timbulnya Halusinasi pada Pasien di BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 16

Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara

0 0 39

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengetahuan - Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Discharge Planning Pada Pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara

0 0 16