BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pepaya (Carica papaya L.) - Ultrastruktur Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (Tu)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pepaya (Carica papaya L.)

  Menurut Corner & Watanabe (1969), klasifikasi pepaya adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotiledonae Ordo : Cistales Famili : Caricaceae Genus : Carica Species : Carica papaya L.

  Tanaman pepaya berasal dari negara Mexico. Sekarang tanaman pepaya telah tersebar luas, baik didaerah tropik maupun subtropik. Batang yang lurus, bulat silindris, sebelah dalam menyerupai spons dan berongga, tinggi 2,5-10 m. Dari bentuk bunga yang dihasilkan oleh tanaman pepaya dapat diketahui macam tanaman tersebut. Misalnya tanaman pepaya jantan, ditunjuk oleh bunga jantan, pepaya betina ditunjukan oleh bunga betina (Harkness, 1967 dalam Amir, 1992). Bunga tunggal, bentuk bintang, diketiak daun, berkelamin satu atau berumah dua. Bunga jantan terletak disebelah tandan yang serupa malai, kelopak kecil, kepala sari bertangkai pendek, kuning, mahkota berbentuk terompet, tepi bertajuk lima, dan bertabung panjang kekuningan. Bunga betina berdiri sendiri, kepala putik lima, bakal biji beruang satu dan putih kekuningan (Sutarno & Utami, 1994 dalam Mulya, 2003).

  Buah pepaya yang masih muda umumnya dapat dibuat sayuran, lalap, manisan, acar dan selai. Biji pepaya terletak dalam rongga buah yang terdiri dari lima larikan. Banyaknya biji tergantung dari besar kecilnya buah. Bentuk biji agak bulat telur memanjang, berwarna hitam atau coklat gelap, dengan permukaan biji yang agak keriput dan dibungkus oleh kulit ari yang bersifat seperti agar atau transparan, kotiledon putih, rasa biji pedas atau tajam dengan aroma yang khas (Rismunandar, 1982).

  Minyak biji pepaya berwarna kuning diketahui mengandung 71,60% asam oleat, 15,13% asam palmitat, 7,68% asam linoleat, 3,60% asam stearat dan asam-asam lemak lain dalam jumlah relatif sedikit atau terbatas. Selain mengandung asam-asam lemak, biji pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti golongan fenol, alkaloid, dan saponin (Warisno, 2003 dalam Sukadana et al., 2008).

  Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak kental metanol biji pepaya diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid, flavonoid, alkaloid dan saponin. Secara kualitatif, berdasarkan terbentuknya endapan atau intesitas warna yang dihasilkan dengan pereaksi uji fitokimia diketahui bahwa kandungan senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid merupakan komponen utama biji pepaya (Sukadana et al., 2008).

  Biji pepaya selain mengandung enzim proteolitik seperti papain, cymopapain

  A, cymopapain B dan peptidase pepaya juga mengandung kandungan kimia lain seperti : 25% minyak campuran, 26,2 % lemak, 24,3% protein 17% serat, 15,5 % karbohidrat, 8,8 % abu dan 8,2 % air (Burkill, 1966 dalam Amir, 1992). Kandungan kimia yang terdapat pada biji pepaya adalah asam oleat, asam p-hidroksi benzoate, asam vaniat, asam siringat, dan asam ferulat (Lusiana, 1994 dalam Rahmawati, 2003).

2.2 Testosteron Undekanoat (TU)

  Testosteron undekenoat (TU) yang dikembangkan untuk kontrasepsi pria digunakan dalam bentuk injeksi (liquid). Tujuan utama dari pemberian testosteron adalah mempertahankan tingginya tingkat serum testosteron jangka panjang pada pria yang ikut dalam kontrasepsi pria. Hal ini bertujuan untuk menekan spermatogenesis sehingga terjadi azoospermia atau oligozoospermia berat yang berlangsung lebih lama namun aman, efektif, reversible, dan aseptibel. Testosteron Undekanoat (Gambar 1) dihasilkan melalui esterifikasi testosteron alami pada posisi 17β. TU ini merupakan steroid dengan 19 atom karbon dengan rumus kimia C Kosentrasi testosteron stabil dalam rentang fisiologi minggu pertama setelah pemberian pertama kali. Pola metabolisme TU mengikuti pola testosteron yang menghasilkan dihidrotestosteron (DHT) dan estradiol. Pemberian testosteron undekanoat dapat meningkatkan kosentrasi testosteron plasma dan menurunkan kosentrasi gonadotropin (Ilyas, 2008).

  

Gambar 1. Rumus Bangun Testosteron Undekanoat (TU)

  Menurut Goodman & Gilman (1980), diperlukan molekul testosteron yang asli untuk menghasilkan respon androgenik yang lengkap. Aromatisasi testosteron menjadi estradiol menambah suatu peranan diotot dan mempunyai makna dalam sistem hipotalamus. Lagi pula dalam otak pria telah ditemukan reseptor estradiol spesifik, yang menunjukkan suatu efek serebral tertentu dan telah dilaporkan berpengaruh terhadap libido dan hati.

  Testosteron merupakan androgen yang secara langsung mempunyai aksi genomik dengan berikatan pada reseptor androgen (RA). Reseptor androgen memiliki family reseptor inti yang bertindak sebagai ligand-responsive transcription factor (Sadate- Ngatchou et al., 2003). Pemberian TU secara oral telah digunakan untuk terapi substitusi androgen dan tujuan lain dalam perawatan klinik lebih dari 2 dekade. Sebagai kontrasepsi baik tunggal maupun kombinasi dengan Cyproterone Asetat (CPA), testosteron bermanfaat untuk pengendalian kesuburan laki-laki. Tingkat fluktuasi serum cukup mempengaruhi gonadotropin dan spermatogenesis sehingga pemberian TU secara oral tidak efektif untuk kontrasepsi hormonal laki-laki (Zhang et al., 1999).

2.3 Anatomi dan Fisiologi Hati (Hepar)

  Hati adalah organ terbesar kedua ditubuh (yang terbesar adalah kulit) dan kelenjar terbesar, dengan berat sekitar 1,5 kg. Organ ini terletak dalam rongga perut di bawah diafragma. Hati merupakan organ tempat pengolahan dan penyimpanan nutrien yang diserap dari usus halus untuk dipakai oleh bagian tubuh lainnya. Hati menjadi perantara antara sistem pencernaan dan darah. Kebanyakan darahnya (70-80%) berasal dari vena porta, jumlah yang lebih kecil berasal dari arteri hepatika. Seluruh materi diserap melalui usus tiba di hati melalui vena porta, kecuali lipid kompleks, yang terutama diangkut melalui pembuluh limfe. Posisi hati dalam sistem sirkulasi sangat cocok untuk menampung, atau mengubah dan mengumpulkan metabolit serta untuk menetralisasi dan mengeluarkan zat toksik. Pengeluaran ini terjadi melalui empedu, yakni suatu sekret eksokrin dari hati yang penting untuk pencernaan lipid. Hati juga memiliki fungsi penting untuk menghasilkan protein plasma seperti albumin dan protein pembawa lainnya (Junqueira & Carneiro, 2007).

  Di dalam sel-sel hati terjadi berbagai proses didalamnya. Kebutuhan tubuh diberi sinyal oleh hormon dan enzim yang mengatur metabolisme lemak. Di dalam hati asam lemak disintesis melalui proses lipogenesis sehingga membentuk trigliserida baru. Bahan ini kemudian keluar dari hati dengan bantuan lipoprotein yang membawanya ke jaringan adiposa untuk disimpan (Syaifuddin, 2001). Sitoplasma sel hati menunjukkan berbagai perubahan tergantung pada aktifitas fungsionalnya terutama penyimpanan glikogen dan lemak. Mitokondria banyak di dalam sitoplasma, dan aparatus golgi biasanya tampak terletak dekat inti atau di tepi sel dan dekat kanalikuli biliaris (Leeson et al., 1996).

  Hati bervariasi baik lokasi maupun jumlah lobusnya dari satu spesies hewan ataupun ke spesies lain (Frandson, 1992). Hati mencit memiliki empat lobus utama yang saling berhubungan satu sama lain dan bisa dilihat pada bagian dorsal hati. Keempat lobus ini dapat dibedakan yakni satu lobus median, dua lobus lateral (kiri dan kanan), dan satu lobus caudal yang terbagi setengah dibagian dorsal dan setengah lainnya dibagian ventral (Covelli, 1972 dalam Anggraeni, 2008).

  Hati mempunyai peran yang dominan seperti tempat utama untuk aktivitas sintesis, katabolisme, dan detoksifikasi dalam tubuh, menetukan ekspresi pigmen darah (heme) serta berperan dalam reaksi imunologi (Robbins, 2004 dalam Kusuma, 2010). Hati juga berfungsi menghasilkan enzim pencernaan berupa garam empedu untuk menghidrolisa lipid dan metabolisme karbohidrat (Ganong, 2002). Terganggunya fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat akan mengakibatkan turunnya produksi glikogen dalam tubuh. Menurunnya produksi glikogen dan tidak adanya masukan lipid tubuh mengakibatkan turunnya berat badan (Oktavianti et al., 2005).

  Hati mempunyai kemampuan regenerasi yang luar biasa meskipun sel-selnya diperbaharui secara lambat. Percobaan pada hewan tikus, hati dapat memulihkan kehilangan sampai 75% berat total hati hanya dalam waktu satu bulan (Junqueira & Carneiro, 2007). Sel yang mengalami nekrosis dapat digantikan dengan sel baru melalui mitosis hepatosit yang berdekatan (Lu, 1995). Kesempurnaan pemulihan sangat tergantung pada keutuhan kerangka dasar jaringan. Pada hati yang cedera, jika kerangka retikulum endoplasma masih utuh akan terjadi regenerasi sel hati yang teratur dan struktur lobuli yang kembali normal serta fungsinya akan pulih kembali (Robbins, 2004 dalam Kusuma, 2010).

2.3.1 Stroma

  Hati dibungkus suatu lapisan tipis jaringan ikat (kapsula glison) yang menebal di hilus, tempat vena porta dan arteri hepatika memasuki hati dan keluarnya duktus hepatika kiri dan kanan serta pembuluh limfe dari hati. Pembuluh-pembuluh dan duktus ini dikelilingi jaringan ikat disepanjang perjalanannya ke bagian ujung distal (atau bagian asal) di dalam celah portal antar lobuli hati. Ditempat ini terbentuk jaringan serat retikulin halus yang menopang hepatosit dan sel endotel sinusoid dilobulus hati (Junqueira & Carneiro, 2007).

  Vena-vena central bergabung untuk membentuk vena hepatika, yang mengalir ke dalam vena kava inferior. Waktu transit rata-rata untuk darah melintasi lobulus hati dari venula portal ke vena hepatika sentral adalah sekitar 8,4 detik. Sel endotel sinusoid banyak melekat makrofag (sel kupffer) yang berproyeksi ke dalam lumen (Ganong, 2002). Sel kupffer berbentuk stelat dengan sifat histologis seperti vakuola jernih, lisosom dan reticulum endoplasma granular tersebar di seluruh sitoplasma, hal ini lah yang membedakan sel-sel kupffer dan sel-sel endotel (Junqueira & Carneiro, 2007). Sel kupffer bersifat “endogeneous peroxidase activity” dan bergenerasi atau berpoliferasi dengan sendirinya. Sel kupffer juga berperan dalam produksi imunologi, fagositosis, dan formasi darah (Jones, 1993 dalam Kusuma, 2010). Darah yang berasal dari tunggul vaskuler mengalir ke venula hepatika terminal yang terdapat di luar asinus. Dengan cara ini, sel-sel yang terdekat dengan vaskular akan menerima darah yang masih kaya oksigen dan sel ke perifer asinus mendapat darah yang relatif lebih rendah oksigennya, sehingga lebih rentan terhadap kerusakan akibat anoksia (Ganong, 2002).

2.3.2 Histologi Lobulus Hati

  Sel hati atau hepatosit berbentuk polihedral dengan 5 sampai 12 sisi, dengan garis tengah antara 15 sampai 23 μm. Intinya bulat dan tampak pucat, sitoplasmanya mengandung granula glikogen, lemak, feritin dan pigmen hemosiderin. Permukaan sel yang menghadap ke arah kanalikuli biliaris ditaburi mikrovili dan terdapat banyak granula membran berkumpul dekat lumen (Bajpai, 1987). Hepatosit memiliki banyak retikulum endoplasma, baik halus maupun kasar. Pada hepatosit, retikulum endoplasma kasar tersebar di sitoplasma biasa disebut dengan badan basofilik. Organel ini bertanggungjawab atas proses oksidasi, metilasi, dan konjugasi yang diperlukan untuk menonaktifkan atau mendetoksifikasi berbagai zat sebelum di eksresikan dari tubuh (Junqueira & Carneiro, 2007).

  Tiap lobus hati (Gambar 2) dibalut oleh peritoneum pars viseralis dengan sel- sel mesotel melekat pada kapsula tipis. Jaringan ikat dari kapsula menjulur ke dalam ruang interlobularis sambil menunjang sistem vascular dan saluran empedu. Jalinan serabut retikuler halus mengitari sel-sel hati dan sinusoid. Kandungan serabut kolagen meningkat dari 0,05% pada hewan belum dewasa, sampai 0,7% pada hewan dewasa. Sel-sel otot polos kadang-kadang terdapat juga pada kapsula dan jaringan ikat interlobularis. Jaringan ikat yang menunjang pembuluh limfe dan percabangan dari arteri hepatika, vena porta, dan saluran empedu, tampak pada tiap sediaan hati (Dellman & Brown, 1992).

  

Gambar 2. Skema lobulus hati, asini hati, dan lobulus porta. Lobulus hati terdiri dari

vena sentralis (CV) dan dibatasi oleh garis yang menghubungkan celah porta (PS). Romawi I, II, dan III adalah pembagian zona asinus hati (Junqueira & Carneiro, 2007).

2.3.3 Hepatosit

  Sitoplasma hepatosit agak berbutir, tetapi dapat tergantung pada perubahan nutrisi serta fungsi selular. Mitokondria relatif banyak dan apparatus golgi lazimnya terletak dekat kanalikuli empedu atau dapat juga bersifat jukstanuklear. Lisosom banyak tersebar, kelompok ribosom bebas, rER dan sER cukup berkembang dan sering berdampingan. Dengan pengamatan lebih teliti glikogen tampak sebagai butir dengan konfigurasi roset. Pada sedian histologi biasa, glikogen tampak sebagai rongga-rongga yang tidak teratur, sedangkan rongga yang ditepati oleh lemak tampak kosong dan bulat, sebab glikogen dan lemak larut dalam silol serta air dipakai pada metode pewarnaan biasa (H&E). Tidak heran tampak pigmen empedu dalam hepatosit normal (Dellman & Brown, 1992).

  Setiap hepatosit memiliki sekitar 2000 mitokondria. Komponen sel lainnya yang umum dijumpai adalah droplet lipid dengan jumlah yang bervariasi. Lisosom hepatosit sangat penting untuk pergantian dan degradasi organel intrasel. Peroksisom merupakan organel yang mengandung enzim yang banyak dijumpai di hepatosit. Selain itu fungsinya adalah mengoksidasi kelebihan asam lemak, pemecahan hidrogen peroksida yang dihasilkan dari proses oksidasi tersebut, pemecahkan kelebihan purin (AMP, GMP) menjadi asam urat, dan berpartisipasi dalam sintesis kolesterol, asma empedu, dan sejumlah lipid yang digunakan untuk membentuk mielin (Junqueira & Carneiro, 2007).

2.4 Kerusakan Hati

  Toksikan dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada berbagai organel dalam sel hati, yang mengakibatkan berbagai jenis kerusakan hati antara lain:

  a. Perlemakan Hati (Steatosis)

  Menurut Lu (1995), perlemakan hati adalah hati yang mengandung berat lipid lebih dari 5%. Kelebihan lemak dalam hati dapat dibuktikan secara histokimia. Lesi dapat bersifat akut, seperti yang disebabkan oleh etionin, fosfor, atau tetrasiklin. Menurut Batticaca (2009), kelainan ini dapat timbul karena mengkonsumsi alkohol yang berlebihan. Perlemakan hati sering berpotensi menjadi penyebab kerusakan hati dan sirosis hepatitis.

  b. Nekrosis hati

  Menurut Robbins & Kumar (1992), nekrosis merupakan kematian sel hati atau hepatosit. Kematian ini dapat bersifat sentral atau perifer serta masif. Nekrosis terjadi bersamaan dengan pecahnya membran plasma. Tanda jelas kematian sel terdapat di dalam inti. Kematian sel ini akan menyebabkan terjadinya perubahan sebagai berikut; (a) kariolisis, bahan inti atau kromatin mencair, (b) pignosis, penyusutan inti, dan (c) karioreksis, dimana inti pignosis atau sebagian sel yang pignosis mengalami fragmentasi.

c. Kolestasis

  Menurut Lu (1995), jenis kerusakan hati ini biasanya bersifat akut, tetapi lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan perlemakan hati dan nekrosis. Jenis kerusakan hati ini lebih sulit diinduksi pada hewan, kecuali mungkin dengan steroid. Beberapa steroid anabolik dan kontraseptif disamping taurokolat, klorpromazin, dan eritromisin laktobionat telah terbukti menyebabkan kolestasis hiperbilirubinemia karena tersumbatnya kanalikuli empedu. Tampaknya etinil estradiol dan kloropromazin merusak permiabilitas saluran empedu, sehingga menurunkan empedu yang tidak bergantung pada garam empedu.

d. Sirosis

  Sullivian & Krieger (1989), sirosis ditandai oleh adanya kolagen yang tersebar di sebagian besar organ hati. Kumpulan sel hati muncul sebagai nodul yang dipisahkan oleh lapisan berserat. Kemudian Lu (1995) menyatakan, beberapa karsinogen kimia dan pemberian CCl jangka panjang dapat menyebabkan

  

4

  sirosis pada hewan. Penyebab sirosis pada manusia yang paling penting adalah adanya konsumsi minuman alkohol secara kronis.

Dokumen yang terkait

Penentuan Lc50 Ekstrak Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

1 60 75

Ultrastruktur Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (Tu)

0 83 76

Pengaruh Vitamin E Terhadap Pemulihan Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) Yang Mendapat Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (TU)

1 49 94

Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) Yang Mendapat Kombinasi Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (TU)

3 88 72

Pemulihan Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) dengan Vitamin C setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU).

0 55 85

Pengaruh Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) Terhadap Jaringan Ginjal Mencit (Mus musculus L.)

0 86 70

Studi Testosteron Plasma, Kuantitas Dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Kombinasi Hormon Testosteron Undekanoat (Tu) Dan Ekstrak Air Biji Blustru (Luffa Aegyptica Roxb.)

1 43 100

Gambaran Histologis, Berat Dan Volume Testis Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Kombinasi Testosteron Undekanoat (TU) Dan Ekstrak Air Biji Blustru (Luffa Aegyptica Roxb.)

6 51 66

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Toksisitas Subkronik Ekstrak Etanol Bunga Pepaya Jantan (Carica papaya L.) Pada Mencit Jantan

0 0 13

Ultrastruktur Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (Tu)

0 0 24