Pengaruh Vitamin E Terhadap Pemulihan Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) Yang Mendapat Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (TU)

(1)

PENGARUH VITAMIN E TERHADAP PEMULIHAN

SPERMATOZOA MENCIT (

Mus musculus

L.) YANG MENDAPAT

EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA (

Carica papaya

L.) DAN

TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

SKRIPSI

ZULVIA MAIKA LETIS 070805025

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

PENGARUH VITAMIN E TERHADAP PEMULIHAN SPERMATOZOA MENCIT (Mus musculus L.) YANG MENDAPAT EKSTRAK AIR BIJI

PEPAYA (Carica papaya L.) DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ZULVIA MAIKA LETIS 070805025

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH VITAMIN E TERHADAP

PEMULIHAN SPERMATOZOA MENCIT (Mus musculus L.) YANG MENDAPAT EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA (Carica papaya

L.) DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

Kategori : SKRIPSI

Nama : ZULVIA MAIKA LETIS

Nomor Induk Mahasiswa : 070805025

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Februari 2012 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Masitta Tanjung, S.Si. M.Si Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed NIP. 19710910 200012 2 001 NIP. 19660209 199203 1 003

Diketahui/Disetujui oleh Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

DR. Nursahara Pasaribu, M.Sc NIP. 19630123 199003 2 001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH VITAMIN E TERHADAP PEMULIHAN SPERMATOZOA MENCIT

(Mus musculus L.) YANG MENDAPAT EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA

(Carica papaya L.) DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Februari 2012

ZULVIA MAIKA LETIS 070805025


(5)

PENGHARGAAN

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan (Al insyirah, 6)

Maka bersabarlah kamu. Sesungguhnya janji Tuhanmu adalah benar, dan janganlah kamu termasuk orang-orang

yang tidak meyakini. ( Ar Ruum, 60).

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Pengaruh Vitamin E Terhadap Pemulihan Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) yang Mendapat Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU). Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas M. Biomed selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Masitta Tanjung S.Si., M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta motivasi hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Ibu Dr. Suci Rahayu M.Si selaku Dosen Penguji II yang memberikan banyak masukan, bimbingan serta waktu demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si. yang juga selaku Dosen Penasehat Akademik, dan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU, dan Bapak Drs. Kiki Nurjahja M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sukirmanto (Alm) dan Ibu Nurhasni Muluk selaku laboran dan analis di Laboratorium dan Ibu Roslina Ginting serta Bapak Endra Raswin selaku Pegawai Administrasi Departemen Biologi FMIPA USU.

Pada kesempatan ini, ribuan kata terima kasih penulis sampaikan kepada

kedua orang tua tercinta Ayahanda Drs. H. Zulkarnain Djakfar dan Ibunda Hj. Nur’aini yang telah memberikan do’a, harapan, moril, materi serta kasih

sayangnya tak pernah padam, semoga Allah senantiasa memuliakan, memberi kebahagiaan serta keselamatan dunia dan akhirat. Kakanda (Zulmaidar Sri Yeni, ST dan Nyak Razaq, ST., Zulfitri Ellya, S.KM dan Ali Husaini, SE., Drs. Zulmahdi dan Wirdah Razali, S.Pd., Zulhijrah Julianda (Alm), Zulmia Maivita Devi, ST dan Fauzi, S.Hut) terima kasih atas do’a dan dukungan serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, serta keponakanku (Athifa, Adzkia, Dzaki, Nayla dan Zafran) terima kasih atas kasih sayangnya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada teman seperjuangan Warysatul Ummah, Maria Lestari, Dwi Putri Akarina, Desy Hikmatullah dan Gustika Maryati atas kerjasamanya dalam menempuh penelitian ini, semoga suka duka dan usaha yang dipupuk hari ini menjadi kenangan dan kesuksesan di kemudian hari. Kepada


(6)

sahabatku, Irmayani Hasibuan dan Affan Indarwan terima kasih atas hiburnya ketika sedih, motivasi dan kedewasaan dalam memaknai kehidupan serta kesabaranya dalam menemani hari-hari penulis, semoga persahabatan ini menjadi ukhuwah yang sejati. Saudariku Siti dan Sri, terima kasih atas kesetiaan selama ini. Teman-teman angkatan 2007 (Like D’Antz) Resti, Dwi, Riwil, Anti, Aini, Asril, Misel, Eka, Farid, Eva, Nia, Nila, Nisa, Mirza, Anggun, Ibeth, Sari, Ayu, Yanti, Siti, Natal, Jayana, Ummi dan Rizma terima kasih atas kebersamaannya yang tak akan lekang oleh waktu. Ananda (Ira dan Puput) terima kasih atas motivasi dan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini, teman kost: kakanda (Nefa, Nisa, Tika, Nita, Rani, Ade) dan adinda Heni, serta teman-teman BFS (Ncay, Laura, Ria, Eka, Novi, Sirma, Dewi, Dini, Bobby, Nuri, Wulan) terima kasih atas do’a dan dukungannya. Kakanda (Ayul, Panji, Edi, Diana, Jane, Hilda, Desmina, Nikmah, Ami), adinda (Igun, Nanin, Ahri, Ummi, Zulfi), adik-adik Asisten Fisiologi Hewan (Mella, Asmitra, Indri) adik-adik stambuk 2009, 2010, dan seluruh Mahasiswa Biologi FMIPA USU serta seluruh pihak yang terlibat di dalamnya yang tidak dapat penulis utarakan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas ilmu, motivasi serta do’a sehingga skripsi ini selesai.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhir kata, demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin Yaa Rabbal ‘Alamiin

Medan, Februari 2012


(7)

PENGARUH VITAMIN E TERHADAP PEMULIHAN SPERMATOZOA MENCIT (Mus musculus L.) YANG MENDAPAT EKSTRAK AIR

BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

ABSTRAK

Kombinasi ekstrak air biji pepaya dan Testosteron Undekanoat (TU) menyebabkan terjadinya penurunan kuantitas dan kualitas spermatozoa. Senyawa yang terkandung dalam biji pepaya dapat menimbulkan stress oksidatif yang ditandai dengan terbentuknya radikal bebas. Vitamin E mampu melawan radikal bebas, yang berfungsi sebagai antioksidan dengan cara menetralisir radikal bebas dan menghambat peroksidasi lipid. Penelitian tentang pengaruh vitamin E terhadap pemulihan spermatozoa mencit (Mus musculus L.) yang mendapat ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) dan TU dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian vitamin E terhadap pemulihan spermatozoa mencit, setelah pemberian ekstrak air biji pepaya dan TU. Subjek penelitian adalah mencit jantan dewasa (Mus musculus L.) fertil berumur ± 3 bulan dengan berat badan 25-35 gram, sebanyak 70 ekor yang dibagi dalam 7 kelompok perlakuan masing-masing terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa. Kelompok mencit terdiri dari 35 ekor mencit kontrol, dan 35 ekor mencit perlakuan. Lama pemberian ekstrak air biji pepaya adalah 24 minggu yang diberikan setiap hari dan TU dengan interval 6 minggu mulai dari minggu ke-0 (P0) sampai 24 (P4). Kemudian dilanjutkan dengan pemberian vitamin E pada mencit minggu ke-24 (P4), 30 (P5) dan 36 (P6) sebanyak 8iu/0,2ml/hari/mencit secara oral. Pemeriksaan kuantitas dan kualitas spermatozoa dilakukan dengan menggunakan kamar hitung Improved Neubauer dan pemeriksaan morfologi sperma dengan pewarnaan giemsa. Data dianalisis dengan SPSS release 13, non parametrik kemudian dilanjutkan dengan uji T. Diperoleh hasil bahwa perlakuan dengan pemberian vitamin E pada mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya dan TU mampu mempertahankan dan memulihkan jumlah, motilitas, viabilitas dan morfologi spermatozoa, sehingga dapat disimpulkan vitamin E mampu memulihkan kuantitas dan kualitas spermatozoa.


(8)

THE EFFECT OF VITAMIN E IN RECOVERING SPERMATOZOA MICE (Mus musculus L.) RECEIVED WATER EXTRACT OF PAPAYA SEED

(Carica papaya L.) AND TESTOSTERONE UNDEKANOAT (TU) ABSTRACT

The combination of water extracted of papaya seed and Testosterone Undecanoate (TU) may induce reducing quantity and quality of spermatozoa. The compound in extracted of papaya seed may generate oxidative stress as its indication of existing free radical. Vitamin E is capable to scavenger free radical in its function as antioxidant, it neutralize free radical and inhabiting lipid peroxide. The research on the effect of vitamin E in recovering of spermatozoa mice (Mus musculus L.) with its water extracted of papaya seed (Carica papaya L.) and TU was done aiming to determine the effect of presenting vitamin E for recovering mice of spermatozoa, following given extract of papaya seed and TU. The subject of study are ripen mice spermatozoa (Mus musculus L.) of adult fertile (3 months old) with body weight 25-35 grams, about 70 pieces classified into 7 groups in treatment of each comprising control 35 mice. The mice of group comprising control 35 pieces and treatment 35 pieces of mice. The long of presenting extracted papaya seed was 24 weeks that presented every day and TU with interval 6 weeks starting week 0 (P0) through 24 (P4). Then continued with presenting vitamin E for mice of week 24th (P4), 30 (P5) and 36 (P6) about 8iu/0,2 ml/ mice orally. Examinations of quantity and quality of spermatozoa was conducted by using improved Neubaeur and in examination of spermatozoa morfologi using giemsa coloring. The data was analyzed by using SPSS

release 13, non parametric later continued with T test. The result of test indicated that any treatment by presenting vitamin E on mice (Mus musculus L.) that has got combination of water extracted papaya seed and TU capable to maintain and recorver its quantity, motility, viability and morphology of spermatozoa, so concluded the vitamin E is capable to recorver its quantity and quality of spermatozoa.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Hipotesis Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Pepaya (Carica papaya L.) 5

2.1.1 Aplikasi Biji Pepaya 6

2.1.2 Kandungan Aktif Biji Pepaya 6

2.2 Testosteron Undekanoat 7

2.3 Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan 8

2.4 Spermatozoa Mencit 9

2.4.1 Viabilitas Spermatozoa 9

2.4.2 Morfologi Spermatozoa 10 2.4.3 Motilitas Spermatozoa 11 2.5 Spermatogenesis 11

2.6 Hormon Pada Jantan 12 2.6.1 Testosteron 12 2.6.2 Gonadotropin 13 2.7 Vitamin E 13 2.7.1 Sifat Kimia Vitamin E 13 2.7.2 Manfaat Vitamin E 14 2.7.3 Vitamin E Sebagai Antioksidan 15 2.7.4 Senyawa Radikal Bebas dan Reaktive Oxigen Species 16 2.7.5 Peranan Vitamin E Terhadap Fertilitas 17 BAB 3 BAHAN DAN METODE 18

3.1 Waktu dan Tempat 18 3.2 Alat dan Bahan 18

3.3 Metodologi Penelitian 18 3.4 Prosedur Penelitian 19 3.4.1 Hewan Percobaan 19


(10)

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Air Biji Pepaya 20 3.4.3 Uji Skrining Fitokimia Biji Pepaya 20 3.4.4 Pemberian kombinasi TU dan Ekstrak Air Biji Pepaya 22

3.4.5 Pemberian Vitamin E 22

3.4.6 Parameter Pengamatan 24

a. Jumlah Spermatozoa 24

b. Motilitas Spermatozoa 25

c. Viabilitas Spermatozoa 25

d. Morfologi Spermatozoa 25

3.5. Analisis Statistik 26

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27

4.1 Penentuan Jumlah Spermatozoa (Kuantitas) 27

4.2 Kualitas Spermatozoa 30

4.3.1 Motilitas Spermatozoa 29

4.3.2 Viabilitas Spermatozoa 33

4.3.3 Morfologi Spermatozoa 35

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 38

5.1 Kesimpulan 38

5.2 Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 39


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Model Rancangan Percobaan Penelitian 19


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Rumus Bangun Testosteron Undekanoat 8

Gambar 2.2 Morfologi Spermatozoa Mencit 10

Gambar 2.3 Struktur Bangun Vitamin E 14

Gambar 3.4 Skema Kegiatan Pemberian Vitamin E Setelah Perlakuan

Ekstrak Air Biji Pepaya dan TU 23

Gambar 3.5 Kamar Hitung Improved Neurbaur 24

Gambar 4.6 Jumlah Spermatozoa Antara Kontrol dan Perlakuan di

Setiap Minggu Perlakuan 28

Gambar 4.7 Konsentrasi Motilitas Spermatozoa Mencit Antara

Kontrol dan Perlakuan di Setiap Minggu Perlakuan 31 Gambar 4.8 Konsentrasi Viabilitas Spermatozoa Mencit Antara

Kontrol dan Perlakuan di Setiap Minggu Perlakuan 33 Gambar 4.9 Konsentrasi Morfologi Normal Mencit Antara Kontrol


(13)

PENGARUH VITAMIN E TERHADAP PEMULIHAN SPERMATOZOA MENCIT (Mus musculus L.) YANG MENDAPAT EKSTRAK AIR

BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU)

ABSTRAK

Kombinasi ekstrak air biji pepaya dan Testosteron Undekanoat (TU) menyebabkan terjadinya penurunan kuantitas dan kualitas spermatozoa. Senyawa yang terkandung dalam biji pepaya dapat menimbulkan stress oksidatif yang ditandai dengan terbentuknya radikal bebas. Vitamin E mampu melawan radikal bebas, yang berfungsi sebagai antioksidan dengan cara menetralisir radikal bebas dan menghambat peroksidasi lipid. Penelitian tentang pengaruh vitamin E terhadap pemulihan spermatozoa mencit (Mus musculus L.) yang mendapat ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) dan TU dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian vitamin E terhadap pemulihan spermatozoa mencit, setelah pemberian ekstrak air biji pepaya dan TU. Subjek penelitian adalah mencit jantan dewasa (Mus musculus L.) fertil berumur ± 3 bulan dengan berat badan 25-35 gram, sebanyak 70 ekor yang dibagi dalam 7 kelompok perlakuan masing-masing terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa. Kelompok mencit terdiri dari 35 ekor mencit kontrol, dan 35 ekor mencit perlakuan. Lama pemberian ekstrak air biji pepaya adalah 24 minggu yang diberikan setiap hari dan TU dengan interval 6 minggu mulai dari minggu ke-0 (P0) sampai 24 (P4). Kemudian dilanjutkan dengan pemberian vitamin E pada mencit minggu ke-24 (P4), 30 (P5) dan 36 (P6) sebanyak 8iu/0,2ml/hari/mencit secara oral. Pemeriksaan kuantitas dan kualitas spermatozoa dilakukan dengan menggunakan kamar hitung Improved Neubauer dan pemeriksaan morfologi sperma dengan pewarnaan giemsa. Data dianalisis dengan SPSS release 13, non parametrik kemudian dilanjutkan dengan uji T. Diperoleh hasil bahwa perlakuan dengan pemberian vitamin E pada mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya dan TU mampu mempertahankan dan memulihkan jumlah, motilitas, viabilitas dan morfologi spermatozoa, sehingga dapat disimpulkan vitamin E mampu memulihkan kuantitas dan kualitas spermatozoa.


(14)

THE EFFECT OF VITAMIN E IN RECOVERING SPERMATOZOA MICE (Mus musculus L.) RECEIVED WATER EXTRACT OF PAPAYA SEED

(Carica papaya L.) AND TESTOSTERONE UNDEKANOAT (TU) ABSTRACT

The combination of water extracted of papaya seed and Testosterone Undecanoate (TU) may induce reducing quantity and quality of spermatozoa. The compound in extracted of papaya seed may generate oxidative stress as its indication of existing free radical. Vitamin E is capable to scavenger free radical in its function as antioxidant, it neutralize free radical and inhabiting lipid peroxide. The research on the effect of vitamin E in recovering of spermatozoa mice (Mus musculus L.) with its water extracted of papaya seed (Carica papaya L.) and TU was done aiming to determine the effect of presenting vitamin E for recovering mice of spermatozoa, following given extract of papaya seed and TU. The subject of study are ripen mice spermatozoa (Mus musculus L.) of adult fertile (3 months old) with body weight 25-35 grams, about 70 pieces classified into 7 groups in treatment of each comprising control 35 mice. The mice of group comprising control 35 pieces and treatment 35 pieces of mice. The long of presenting extracted papaya seed was 24 weeks that presented every day and TU with interval 6 weeks starting week 0 (P0) through 24 (P4). Then continued with presenting vitamin E for mice of week 24th (P4), 30 (P5) and 36 (P6) about 8iu/0,2 ml/ mice orally. Examinations of quantity and quality of spermatozoa was conducted by using improved Neubaeur and in examination of spermatozoa morfologi using giemsa coloring. The data was analyzed by using SPSS

release 13, non parametric later continued with T test. The result of test indicated that any treatment by presenting vitamin E on mice (Mus musculus L.) that has got combination of water extracted papaya seed and TU capable to maintain and recorver its quantity, motility, viability and morphology of spermatozoa, so concluded the vitamin E is capable to recorver its quantity and quality of spermatozoa.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pertumbuhan Penduduk yang semakin cepat, mendorong pertumbuhan aspek-aspek lainnya, meliputi aspek sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan sebagainya. Menurut Satriyasa dan pangkahila (2010), untuk menghindari terjadinya ledakan jumlah penduduk, maka program keluarga berencana (KB) dijadikan program nasional di Indonesia. Agar program keluarga berencana tersebut berhasil, maka program keluarga Berencana harus dilakukan oleh semua pihak baik pria maupun wanita. Selama ini yang aktif melaksanakan Keluarga Berencana kebanyakan wanita. Di Indonesia, keikutsertaan suami dalam program keluarga berencana masih rendah, hanya 4,38% dari seluruh peserta keluarga berencana (Suyono, 1985).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah membentuk suatu kelompok kerja (pokja) adalah untuk mencari dan mengembangkan metode pengaturan kesuburan pria yang aman, efektif dan dapat diterima. Strategi penelitian yang dilakukan oleh pokja WHO adalah mengembangkan kontrasepsi pria melalui bahan atau zat dari tumbuh-tumbuhan yang diduga mempunyai bahan aktif yang bersifat antifertilitas (Yurnadi et al., 2002).Berdasarkan analisis yang pernah dilakukan pada sejumlah besar tanaman, diketahui bahwa 25 % diantaranya mengandung satu atau lebih zat aktif, misalnya biji pepaya. Biji pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu bahan alam yang mempunyai khasiat antifertilitas (Satriyasa dan Pangkahila, 2010).

Ekstrak biji pepaya dapat digunakan untuk bahan kontrasepsi yang berfungsi sebagai antifertilitas karena dapat menyebabkan keguguran (abortivum) pada wanita yang sedang hamil (Klopenburg-verteegh, 1915 dalam Amir, 1992). Biji pepaya mengandung berbagai zat antara lain enzim proteolitik. Enzim tersebut dapat menurunkan viskositas semen (Souminen, 1971).


(16)

Dalam penelitian ini, ekstrak air biji pepaya dikombinasikan dengan testosteron undekanoat (TU). Testosteron merupakan hormon yang mengatur seksualitas pria, baik secara fisik maupun psikologis. Suatu aksi langsung dari testosteron sendiri dapat ditunjukkan di otak, pituitari, ginjal, otot dan kelenjar submaksilaris. Testosteron harus diubah menjadi 5-alfa-dihidrotestosteron (DHT) oleh suatu enzim khusus (5-alfa-reduktase) sebelum berikatan dengan reseptor alpha-DHT (David, 1935). Tujuan utama dari pemberian testosteron adalah mempertahankan tingginya tingkat serum testosteron jangka panjang pada pria yang ikut dalam kontrasepsi pria. Hal ini bertujuan untuk menekan spermatogenesis sehingga terjadi azoospermia atau oligozoospermia berat yang berlangsung lebih lama namun bersifat aman, efektif, reversibel, dan aseptibel. Rentang fisologi dari TU dapat mencapai 12 minggu setelah injeksi. Pola metabolisme TU mengikuti pola testosteron yang menghasilkan dihidrotestosteron (DHT) dan estradiol. Pemberian TU dapat meningkatkan konsentrasi testosteron plasma dan menurunkan konsentrasi gonadotropin (Ilyas, 2008).

Kombinasi dari ekstrak air biji pepaya dan testosteron undekanoat (TU), mampu berfungsi dalam menekan atau menghambat pembentukan spermatozoa mencit jantan, tetapi tidak menurunkan libido. Pemulihan kembali proses spermatogenesis dapat dilakukan dengan pemberian vitamin E. Vitamin E (tokoferol) merupakan suatu zat yang mampu melawan radikal bebas dan sebagai antioksidan, yang dapat berfungsi sebagai pelindung terhadap peroksidasi lemak di dalam membran (Sulistyowati, 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan, vitamin E mampu mengurangi kerusakan spermatogenesis pada jantan dan menjaga perkembangan zigot pada betina. Pada sistem reproduksi, vitamin E berfungsi sebagai antioksidan bersama-sama dengan mineral selenium (Iriyanti et al., 2007). Defisiensi vitamin E dapat menyebabkan sterilitas yang permanen (Mc Dowell, 1991 dalam

Iriyanti et al., 2007)

Vitamin E mengendalikan peroksida lemak dengan menyumbangkan hidrogen ke dalam reaksi yang mampu mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tokoferol yang kurang reaktif sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak dan melindungi sel dari kerusakan (Winarsi, 2007). Berdasarkan Penelitian yang pernah dilakukan, ditemukan adanya efek proteksi oleh vitamin E


(17)

2mg/kg berat badan per oral terhadap fungsi reproduksi mencit jantan yang dipaparkan Merkuri 1,25 mg/kg berat badan/ hari selama 45 hari yang ditandai dengan peningkatan dalam jumlah dan motilitas sperma yang hidup. Hal ini menunjukkan bahwa vitamin E sebagai antioksidan mampu melindungi atau memperbaiki fungsi reproduksi mencit jantan yang terpapar oleh berbagai zat penginduksi strees oksidatif (Rao and Sharma, 2001).

1.2 Permasalahan

Faktor utama yang diharapkan dalam penemuan bahan kontrasepsi pria adalah berkurangnya kandungan spermatozoa tetapi tidak mempengaruhi kandungan testosteron plasma. Kadar testosteron yang normal dalam darah berfungsi memelihara dan mempertahankan spermatogenesis. Sebaliknya kadar testosteron yang tinggi diatas kadar fisiologis akan menghambat spermatogenesis. Akibatnya akan terjadinya azoospermia, namun dengan pemberian Vitamin E sebagai antioksidan yang dapat menetralisir radikal bebas dan menghambat peroksidasi lipid, akan mempercepat spermatozoa yang dihasilkan kembali dalam jumlah normal. Hal ini yang menjadi dasar pemikiran perkembangan kotrasepsi pada pria serta proses cepat dalam penyembuhannya. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah vitamin E (α- tokoferol), testosteron undekanoat (TU) dan biji pepaya (Carica papaya L.) yang diduga dapat memulihkan spermatozoa mencit.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin E terhadap pemulihan kuantitas (jumlah), dan kualitas (motilitas, viabilitas dan morfologi) spermatozoa mencit yang telah diperlakukan kombinasi ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) dan TU.


(18)

1.4 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian sebagai berikut:

a. Pemberian vitamin E mempengaruhi pemulihan kuantitas (jumlah) spermatozoa kauda epididimis mencit setelah diberikan kombinasi ekstrak air biji pepaya dan Testosteron Undekanoat (TU).

b. Pemberian vitamin E mempengaruhi pemulihan kualitas (motilitas) spermatozoa kauda epididimis mencit setelah diberikan kombinasi ekstrak air biji pepaya dan Testosteron Undekanoat (TU).

c. Pemberian vitamin E mempengaruhi pemulihan kualitas (viabilitas) spermatozoa kauda epididimis mencit setelah diberikan kombinasi ekstrak air biji pepaya dan Testosteron Undekanoat (TU).

d. Pemberian vitamin E mempengaruhi pemulihan kualitas (morfologi) spermatozoa kauda epididimis mencit setelah diberikan kombinasi ekstrak air biji pepaya dan Testosteron Undekanoat (TU).

1.5 Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

a. Memberikan informasi adanya pengaruh vitamin E (α-tokoferol) terhadap pemulihan jumlah spermatozoa kauda epididimis mencit.

b. Menambahkan informasi adanya bahan yang mungkin dapat dijadikan sebagai kontrasepsi pria serta dapat disembuhkan dalam waktu yang singkat.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pepaya (Carica papaya L.)

Tanaman pepaya merupakan herba menahun dan tingginya mencapai 8 m. Batang tak berkayu, bulat, berongga, bergetah dan terdapat bekas pangkal daun. Dapat hidup pada ketinggian tempat 1m-1.000m dari permukaan laut dan pada suhu udara 22°C-26°C (Santoso, 1991). Pada umumnya semua bagian dari tanaman baik akar, batang, daun, biji dan buah dapat dimanfaatkan (Warisno, 2003). Menurut Tjitrosoepomo (2004), sistematika tumbuhan pepaya (Carica papaya L.) berdasarkan taksonominya adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae Ordo : Cistales

Famili

Genus : Spesies : Carica papaya L.

Nama lokal : Pepaya

Tanaman pepaya merupakan salah satu sumber protein nabati. Pepaya (Carica

papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis. Buah pepaya

tergolong buah yang popular dan digemari hampir seluruh penduduk di bumi ini (Kalie, 1988 dalam Amir, 1992). Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia. Di Indonesia, tanaman pepaya dapat tumbuh dari dataran rendah sampai daerah pegunungan 1000 m dpl. Negara penghasil pepaya antara lain kosta Rika, Republik Dominika, Puerto Rika, dan lain-lain. Brazil, India, dan Indonesia merupakan penghasil pepaya yang cukup besar (Warisno, 2003).


(20)

2.1.1 Aplikasi Biji Pepaya

Biji buah pepaya hanya dibuang begitu saja setelah pepaya diambil buahnya. Padahal, apabila biji pepaya diolah untuk diambil minyaknya akan sangat menguntungkan (Yuniwati dan Purwanti, 2008). Secara tradisional biji pepaya dapat dimanfaatkan sebagai obat cacing gelang, gangguan pencernaan, diare, penyakit kulit, kontrasepsi pria, bahan baku obat masuk angin dan sebagai sumber untuk mendapatkan minyak dengan kandungan asam-asam lemak tertentu (Warisno, 2003).

Menurut Chinoy (1985), ekstrak biji pepaya dapat menurunkan motilitas spermatozoa dan laju fertilisasi pada tikus albino jantan. Dikatakan setelah penyuntikan selama 60 hari, motilitas spermatozoa dan laju fertilisasi menurun hingga 0%. Efek tersebut bersifat sementara dan akan kembali normal setelah tiga bulan kemudian. Di samping itu ekstrak biji pepaya tersebut dapat sebagai pengatur fertilitas atau kesuburan secara postestikuler pada tikus jantan, karena ekstrak tersebut memiliki efek membunuh sperma (spermisidal) terhadap spermatozoa matang di epididimis. Demikian pula halnya suspensi bubuk biji pepaya dalam air dengan dosis 20 mg/ ekor yang diberikan secara oral pada tikus jantan selama 8 minggu, menunjukkan penurunan kemampuan menghamili tikus-tikus betina sebesar 40 kali (Farnsworth et al., 1982 dalam Amir 1992).

2.1.2 Kandungan Aktif Biji Pepaya

Apabila dikaitkan dengan senyawa aktif dari tanaman ini ternyata banyak diantaranya mengandung alkaloid, steroid, tanin dan minyak atsiri. Dalam biji pepaya mengandung senyawa-senyawa steroid. Kandungan biji dalam buah pepaya kira-kira 14,3 % dari keseluruhan buah pepaya (Satriasa dan Pangkahila, 2010). Kandungannya berupa asam lemak tak jenuh yang tinggi, yaitu asam oleat dan palmitat (Yuniwati dan Purwanti, 2008). Selain mengandung asam-asam lemak, biji pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti golongan fenol, alkaloid, terpenoid dan saponin (Warisno, 2003). Zat-zat aktif yang terkandung dalam biji pepaya tersebut bisa berefek sitotoksik, anti androgen atau berefek estrogenik (Lohiya et al., 2002


(21)

dapat berefek sitotoksik. Efek sitotoksik tersebut akan menyebabkan gangguan metabolisme sel spermatogenik (Arsyad, 1999 dalam Satriyasa dan Pangkahila, 2010).

Biji pepaya jangan sekali-kali termakan oleh orang yang sedang hamil muda karena dapat mengakibatkan keguguran. Orang yang keguguran akibat memakan biji pepaya ini biasanya sulit hamil kembali karena adanya pengeringan rahim akibat masuknya enzim proteolitik seperti papain, chymopapain A, chymopapain B, dan peptidase pepaya. Di samping mengandung enzim proteolitik, biji pepaya juga mengandung senyawa kimia yang lain seperti: lemak majemuk 25 %, lemak 26 %, protein 24,3 %, 17 % serat, karbohidrat 15,5 %, abu 8,8 %, dan air 8,2 % (Kloppenburg-Versteegh, 1915 dalam Amir 1992).

2.2 Testosteron Undekanoat

Testosteron Undekanoat (17-hydroksil-4-androsten-3-one 17- undecanoat) terdiri dari bahan yang mudah dicerna, suatu alifatik, ester asam lemak testosteron yang sebagiannya diarsorbsi lewat usus yang mengandung sistem limfatikus setelah pemberian secara oral (Kamische et al., 2002 dalam Ilyas, 2008). Testosteron Undekanoat merupakan suatu bentuk ester dari testosteron alami. Bentuk aktif testosteron dihasilkan dari hidrolisasi esternya. Efek utama dari testosteron hasil hidrolisasi TU tersebut terjadi setelah adanya ikatan testosteron terhadap reseptor spesifiknya yang membentuk komplek hormon-reseptor. Komplek hormon-reseptor tersebut masuk ke dalam inti sel dimana ia akan memodulasi transkripsi gen-gen tertentu setelah terikat dengan DNA (Ilyas, 2008).

Testosteron undekanoat (TU) yang dikembangkan untuk kontrasepsi pria digunakan dalam bentuk injeksi (liquid). Sediaan tersebut diberikan dengan cara injeksi secara intramuskular, selain itu ada juga TU dalam bentuk powder yang kadang-kadang dibungkus dengan kapsul. Testosteron undekanoat (Gambar 2.1)

dihasilkan melalui esterifikasi testosteron alami pada posisi 17β. TU ini merupakan

steroid dengan 19 atom karbon dengan rumus kimia C19H28O2, serta nama kimianya adalah 17 betahydroxyandrost-4-en-3-one (Goodman and Gilman,1980).


(22)

Gambar 2.1 Rumus bangun testosteron undekanoat (TU) (Goodman and Gilman, 1980).

2.3 Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan

Sistem reproduksi mencit jantan terdiri dari sepasang testis yang dibungkus skrotum, epididimis dan vas deferens, kelenjar aseksoris, uretra dan penis. Pada awal pembentukan sampai menjelang kelahiran, testis mencit berada dalam rongga abdomen, kemudian testis tersebut turun dan masuk ke dalam skrotum setelah beberapa hari dilahirkan (Rugh, 1968). Turunnya testis ke dalam skrotum, dimaksudkan agar suhu sekitar testis tersebut lebih rendah dari suhu rongga abdomen. Suhu testis mamalia berkisar antara 1°C - 8°C lebih rendah daripada suhu rongga abdomen. Pada mencit suhu testis 28,5 °C dan suhu rongga abdomen 37,1°C (Harrison dan Weiner, 1948 dalam Amir, 1992).

Testis terbentuk dari lengkungan-lengkungan tubulus seminiferus yang bergelung yang dindingnya merupakan tempat pembentukan spermatozoa dari sel-sel germinativum primitif (spermatogenesis). Kedua ujung setiap lengkungan disalurkan ke dalam jaringan duktus dikepala epididimis (Ganong, 2002). Epididimis adalah tuba terlilit yang panjangnya mencapai 20 kaki (4m sampai 6m). Epididimis terletak pada bagian dorsolateral testis, merupakan suatu struktur memanjang dari bagian atas sampai bagian bawah testis. Organ ini terdiri dari bagian caput, korpus dan kauda epididimis (Rugh, 1968). Dari tubula seminiferus testis, sperma lewat ke dalam saluran mengulir pada epididimis. Selama perjalanan ini, sperma menjadi motil dan mendapatkan kemampuan untuk membuahi (Campbell et al., 2004).

O

C-(CH

2

)

9

-CH

3

O


(23)

2.4 Spermatozoa Mencit

Spermatozoa pada umumnya memiliki empat bagian utama, yaitu kepala, akrosom, bagian tengah dan ekor. Kepala terutama terdiri dari nukleus, yang mengandung informasi genetik (Sherwood, 2001). Menurut Rugh (1968), spermatozoa mencit yang normal terbagi atas bagian kepala yang bengkok seperti kait, bagian tengah yang pendek dan bagian ekor yang sangat panjang. Panjang bagian kepala kurang lebih

0,0080 mm sedangkan panjang spermatozoa seluruhnya sekitar 0,1226 (122,6 mikron).

Kualitas spermatozoa meliputi beberapa aspek, yaitu motilitas spermatozoa yang dapat dibagi menjadi tiga kriteria (motilitas baik, motilitas kurang baik dan tidak motil), morfologi spermatozoa meliputi bentuknya (normal atau abnormal, abnormalitas dapat terjadi pada kepala, midpiece atau ekor), konsentrasi atau jumlah spermatozoa dan viabilitas (daya hidup) spermatozoa (Arsyad dan Hayati 1994 dalam

Asfahani et al., 2010).

2.4.1 Viabilitas Spermatozoa

Viabilitas adalah kemampuan spermatozoa untuk bertahan hidup setelah dikeluarkan dari organ reproduksi jantan. Kemampuan spermatozoa hidup secara normal setelah keluar dari testis hanya berkisar antara 1-2 menit (Effendy, 1997 dalam

Hidayaturrahmah, 2007). Penggunaan larutan fisiologis yang mengandung NaCl dan urea dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa antara 20-25 menit (Rustidja, 1985 dalam Hidayaturrahmah, 2007).

Menurut Yatim (1994), menyatakan bahwa viabilitas diukur dengan melihat % motil maju/ml setelah jangka waktu tertentu. Makin lama semen yang tersimpan makin sedikit yang motil. Penurunan motilitas normal adalah :

a. 2-3 jam sudah ejakulasi 50-60% spermatozoa motil maju/ml b. 7 jam sudah ejakulasi : < 50% spermatozoa motil maju/ml

Jika setelah 3 jam yang motil kurang dari 50% menandakan adanya gangguan atau kelainan dalam genitalia. Spermatozoa yang motilitasnya rendah disebut asthenozoospermia.


(24)

2.4.2 Morfologi Spermatozoa

Spermatozoa mencit yang normal terbagi atas bagian kepala yang bengkok seperti kait, bagian tengah yang pendek (“middle piece”) dan bagian ekor yang sangat panjang. Panjang bagian kepala kurang lebih 0,0080 mm sedangkan panjang spermatozoa seluruhnya sekitar 0,1226 (122,6 mikron) (Rugh, 1968).

Gambar 2.2 Morfologi spermatozoa mencit. (a) spermatozoa normal, (b) pengait salah membengkok, (c) sperma melipat, (d) kepala terjepit, (e) pengait pendek, (f) kesalahan ekor sebagai alat tambahan, (g) tidak ada penggait, (h) sperma berekor ganda dengan kepala tidak berbentuk, (i) kepala tidak berbentuk. Perbesaran 800x (Wyrobek and Bruce, 1975).

Bentuk spermatozoa abnormal dapat diklasifikasikan bentuk kepala dan ekornya (Gambar 2.2). Kelainan yang sering terjadi adalah pada tingkat spermatid yang terjadi selama proses spermiogenesis, biasanya seperti gangguan pembentukan ekor, kondensasi inti baik sendiri-sendiri maupun dalam kombinasi. Menurut Washington et al. (1983), bahwasannya bentuk sperma abnormal pada mencit terdiri dari bentuk kepala seperti pisang, bentuk kepala tidak beraturan (amorphous), bentuk kepala terlalu membengkok dan lipatan-lipatan ekor abnormal. Semakin banyak sperma dengan bentuk abnormal, akan semakin kecil kesuburan (fertilitas). Sebagai contoh, fertilitas menjadi sangat kecil jika bentuk sperma abnormal lebih dari 8 hingga 10% .

2.4.3 Motilitas Spermatozoa

Motilitas adalah gerak maju ke depan dari spermatozoa secara progresif. Motilitas sperma berperan penting dalam suksesnya proses konsepsi, terutama dalam menembus


(25)

lendir serviks (Saputri, 2007). Ada orang yang spermatozoanya lemah sekali gerak majunya, disebut astenozoospermia, sedangkan jika semua sperma diperiksa nampak mati, tak bergerak disebut necrozoospermia. Menurut Hidayaturrahmah (2007), pengamatan untuk waktu motilitas spermatozoa dilakukan dengan mencatat waktu dalam satuan detik pada 2 jenis motilitas: fast progressive (pergerakan spermatozoa yang bergerak sangat cepat dengan arah maju kedepan) dan motilitas slow progressive

(pergerakan spermatozoa yang bergerak cepat dengan arah maju kedepan).

2.5 Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah serangkaian proses perkembangan dan pematangan sel-sel germinal di bagian epitel tubulus seminiferus testis, mulai dari perkembangan spermatogonia dan akhirnya menjadi spermatozoa yang terletak di dekat lumen (Amir, 1992). Proses spermatogenesis merupakan siklus yang rumit dan teratur dalam pembentukan spermatozoa. Proses normal spermatogenesis diatur oleh sistem hormon (FSH, LH dan Testosteron), yang pengendaliannya melalui proses hipotalamus-hipofisis-testis (Adimunca dan Sutyarso, 1997).

Sel germinal Primordial mencit jantan muncul sekitar 8 hari kehamilan, dengan jumlah hanya 100, yang merupakan awal dari jutaan spermatozoa yang akan diproduksi dan masih berada didaerah ekstra gonad. Pada hari ke 9 dan 10 kehamilan sebagian mengalami degenerasi dan sebagian lain mengalami proliferasi dan bahkan bergerak (pada hari 11 dan 12) ke daerah genitalia. Pada saat itu jumlahnya mencapai sekitar 5000 dan identifikasi testis dapat dilakukan. Tidak berapa lama setelah kelahiran, sel tampak lebih besar yaitu spermatogonia. Setelah itu akan ada spermatogonia dalam testis mencit sepanjang hidupnya. Ada tiga jenis spermatogonia: tipe A, tipe intermediet dan tipe B (Rugh, 1968).

Menurut Sherwood (2001), secara umum spermatogenesis mencakup tiga tahapan utama yaitu proliferasi mitotik, miosis dan pengemasan, dapat di uraikan sebagai berikut :


(26)

a). Proliferasi mitotik

Spermatogonia yang terletak dilapisan paling luar tubulus secara terus menerus membelah secara mitosis, dengan semua sel baru membawa empat puluh enam kromosom yang identik dengan sel induk. Proliferasi ini menghasilkan pasokan kontinu sel-sel germinativum baru. Setelah pembelahan mitosis spermatogonia salah satu sel anak tetap berada di tepi luar tubulus sebagai spermatogonium yang tidak berdiferensiasi, dengan demikian mempertahankan lapisan sel germinativum. Sementara itu, sel anak lainnya mulai bergerak kearah lumen sementara mengalami berbagai tahapan lainnya yang diperlukan untuk membentuk sperma. Sel anak yang menghasilkan sperma membelah diri secara mitosis dua kali untuk membentuk empat spermatosit primer yang identik. Setelah pembelahan mitosis yang terakhir, spermatosit primer masuk ke fase istirahat selama kromosom mengalami duplikasi.

b). Meiosis dan pengemasan

Selama miosis, setiap spermatosit primer (dengan empat puluh enam kromosom ganda) membentuk dua spermatosit sekunder (masing-masing dengan dua puluh tiga kromosom ganda) selama pembelahan miosis pertama, yang akhirnya menghasilkan empat spermatid (masing-masing dengan dua puluh tiga kromosom tunggal) sebagai hasil pembelahan miosis kedua. Setelah tahapan spermatogenesis ini tidak lagi terjadi pembelahan sel. Setiap spermatid mengalami modifikasi menjadi sebuah spermatozoa. Setelah meiosis, secara struktural spermatid masih mirip dengan spermatogonia yang belum berdiferensiasi, kecuali jumlah kromosomnya. Pembentukan spermatozoa yang dapat bergerak dan bersifat sangat spesifik dari spermatid memerlukan remodeling ekstensif atau pengemasan (packaging).

2.6 Hormon Pada Jantan

2.6.1 Testosteron

Testosteron adalah suatu hormon steroid yang berasal dari molekul prekursor kolesterol, seperti halnya hormon seks wanita estrogen dan progesteron. Sel-sel Leydig mengandung enzim-enzim dengan konsentrasi tinggi yang diperlukan untuk


(27)

mengarahkan kolesterol mengikuti jalur yang menghasilkan testosteron. Setelah dihasilkannya, sebagian testosteron disekresikan ke dalam darah untuk di angkut terutama dengan terikat ke protein plasma, ke jaringan sasaran. Sebagian testosteron yang baru diproduksi mengalir ke lumen tubulus seminiferus, tempat hormon ini memainkan peranan penting dalam spermatogenesis (Sheerwood, 2001).

Menurut Nalbandov (1990), bahwa fungsi testosteron ada 3 yaitu : a). Mempertahankan sifat kelamin primer dan sekunder.

b). Mempertahankan proses spermatogenesis untuk memproduksi spermatozoa dalam keadaan cukup.

c). Menjamin maturasi spermatozoa agar mampu mengadakan fertilisasi.

2.6.2 Gonadotropin

Testis dikontrol oleh dua hormon gonadotropik yang disekresikan oleh hipofisis anterior; Luteinuizing Hormon (LH) dan Folikel Stimulating Hormon (FSH). LH bekerja pada sel Leydig untuk mengatur sekresi testosteron, sehingga pada jantan hormon ini juga memiliki nama Interstitial-Cell-Stimulating Hormon (ICSH). FSH bekerja pada tubulus seminiferus, terutama di sel Sertoli untuk meningkatkan spermatogenesis. Sebaliknya sekresi LH dan FSH dari hipofisis anterior dirangsang oleh sebuah hormon hipotalamus, Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) (Sheerwood, 2001).

Testosteron menghambat sekresi LH dengan bekerja secara langsung pada hipofisis anterior dan dengan menghambat GnRH dari hipotalamus. Sebagai respon terhadap LH, sebagian testosteron yang disekresi dari sel Leydig membasahi epitel seminiferus dan memberikan sel Sertoli konsentrasi lokal androgen yang tinggi yang penting untuk spermatogenesis normal. Dalam kenyataanya bahwa androgen dapat mempertahankan spermatogenesis pada jantan. Pada pemeriksaan histologis testis menunjukkan bahwa LH mamalia hanya mampu menstimulasi sel-sel Leydig yang sudah berdiferensiasi, yang ternyata sel-sel tersebut kemudian segera mengalami kelelahan (Nalbandov, 1990). Efek akhir testosteron yang diberikan sistemik secara umum adalah penurunan hitung sperma. Terapi testosteron pernah dianjurkan sebagai salah satu kontrasepsi pria (Ganong, 2002).


(28)

2.7 Vitamin E

2.7.1 Sifat Kimia Vitamin E

Vitamin E pertama sekali ditemukan tahun 1922 dan merupakan vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin ini secara alami memiliki 8 isomer yang dikelompokkan dalam

4 tokoferol (α, β, γ, δ) dan 4 tokotrienol (α, β, γ, δ). Bentuk vitamin E ini dibedakan berdasarkan letak berbagai grup metal pada cincin fenil rantai cabang molekul dan ketidak jenuhan rantai cabang. Bentuk paling aktif dan paling penting adalah α -tokoferol untuk aktivitas biologi tubuh, sehingga aktivitas vitamin E diukur sebagai

α- tokoferol (Burton, 1994).

Gambar 2.3 Struktur bangun vitamin E (α- tokoferol) (Sulistyowati, 2006)

2.7.2 Manfaat Vitamin E

Manfaat paling besar dari vitamin E adalah kemampuannya sebagai antioksidan. Vitamin E berkolaborasi dengan oksigen menghancurkan radikal bebas. Secara umum, manfaat dari vitamin E antara lain mencegah penyakit hati, mengurangi kelelahan, membantu memperlambat penuaan karena oksidasi, mensuplai oksigen ke darah, menguatkan dinding pembuluh kapiler darah dan juga membantu mencegah sterilitas (Iswara, 2009). Vitamin ini berfungsi sebagai pelindung terhadap peroksidasi lemak di dalam membran (Sulistyowati, 2006).

Vitamin E termasuk vitamin yang esensial untuk kehidupan sehari-hari, penting untuk kinerja seksual. Dalam jaringan, vitamin E menekan terjadinya oksidasi asam lemak tidak jenuh, sehingga membantu dan mempertahankan fungsi membran sel. Sumber vitamin E adalah kacang-kacangan, minyak nabati, alpukat dan lain sebagainya. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan kegagalan menghasilkan anak (Anggraini, 2006).


(29)

2.7.3 Vitamin E Sebagai Antioksidan

Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Iswara, 2009). Vitamin E telah lama dikenal sebagai senyawa antioksidan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa vitamin E bisa membantu mencegah tersumbatnya arteri koronaria, kanker, mempercepat konduksi saraf, mencegah katarak, menurunkan risiko arthritis, diabetes, infertilitas pria dan wanita. Vitamin E, terutama tokoferol bekerja sebagai antioksidan pemutus rantai (chainbreaking anti-oxidants) yang mencegah terjadinya tahap propagasi pada aktivitas radikal dengan cara kelompok hidroksil pada cincin kromanol bereaksi dengan radikal peroksil yang membentuk hidroperoksil dan tokoferoksil (Youngson, 2005).

Vitamin E merupakan antioksidan nonenzimatik yang melindungi membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas. Vitamin ini mampu mengendalikan peroksida lemak dengan menyumbangkan hidrogen ke dalam reaksi yang mampu mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tokoferol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak dan selanjutnya melindungi sel dari kerusakan (Hariyatmi, 2004). Vitamin ini berada di dalam lapisan fosfolipid membran sel yang akan melindungi asam lemak jenuh dan komponen membran sel lain dari oksidasi radikal bebas dengan memutuskan rantai peroksida lipid yang banyak muncul karena adanya reaksi antara lipid dan radikal bebas (Iswara, 2009). Maka, oleh karena

itu, α-tokoferol ini mampu sebagai pemutus rantai peroksida lemak pada membran

dan Low Density Lipoprotein. Vitamin E yang larut dalam lemak merupakan

antioksidan yang melindungi Poly Unsaturated Faty Acids (PUFAs) dan komponen sel serta membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas (Haryatmi, 2004).

Tubuh mengandung sejumlah enzim antioksidan yang penting. Enzim antioksidan yang paling menarik adalah Dismutase Superoksida (biasa disebut SOD), selain itu tubuh juga memiliki dua enzim lain, yaitu katalase dan glutathione peroksida yang memecah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Setiap sel di


(30)

dalam tubuh mengandung instruksi untuk membuat enzim-enzim ini. Antioksidan dapat dibagi menjadi beberapa golongan: (i) antioksidan enzimatik dan non enzimatik; (ii) antioksidan pencegah dan pemecah rantai; (iii) antioksidan eksogen dan endogen; dan (iv) antioksidan lipofilik dan hidrofilik. Contoh antioksidan enzimatik: superoksida dismutase (SOD), glutathion peroksidase (GSPx), dan katalase;

antioksidan non enzimatik: vitamin C, vitamin E, dan β-karoten; antioksidan pencegah: SOD, GSPx, dan sistein; antioksidan pemutus rantai: vitamin E, vitamin C,

dan β-karoten; antioksidan eksogen: vitamin E dan vitamin C; antioksidan endogen: SOD, GSPx; antioksidan hidrofilik: SOD, katalase, GSPx, dan vitamin C. Antioksidan digunakan sebagai pembuang radikal bebas yang akan melindungi spermatozoa (Anggraini, 2006).

2.7.4 Senyawa Radikal Bebas dan Reaktive Oxygen Spesies (ROS)

Pada awalnya senyawa radikal bebas diketahui hanya dibentuk oleh sel netrofil dan makrofag yaitu ketika tubuh terinvasi mikroorganisme. Efek negatif senyawa radikal bebas dapat diredam oleh antioksidan baik yang berupa zat gizi seperti vitamin A,C,E maupun antioksidan non gizi seperti flavonoid (Winarsi, 2007). Radikal bebas bisa terbentuk di dalam sel tubuh dengan berbagai cara. Radiasi yang kuat, termasuk sinar ultraviolet, sinar-X, sinar gamma dari bahan radioaktif, adalah sumber yang ampuh. Radiasi seperti ini memecah ikatan diantara atom sehingga terjadi berbagai radikal dengan elektron tunggal yang siap menimbulkan reaksi kerusakan berantai. Radikal bebas berperan dalam proses perjalanan berbagai penyakit (Anggraini, 2006). Mitokondria dan plasma adalah tempat produksi radikal bebas dalam tubuh. Proses produksi ini melibatkan kompleks enzim. Radikal bebas menyebabkan kerusakan DNA dan akhirnya apoptosis sel sperma (Hafiz, 2006).

Stress oksidatif merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan peningkatan kerusakan seluler yang diinduksi oleh Reaktive Oxygen Species (ROS). Motilitas spermatozoa yang turun disebabkan oleh kerusakan membran spermatozoa yang kaya lemak tak jenuh oleh ROS. ROS mampu meningkatkan jumlah lipid peroksidase yang akan menyebabkan hilangnya ATP intraseluler. Hilangnya ATP ini


(31)

mengakibatkan kerusakan aksonema (tubulus sentral tidak ada, mikrotubulus luar berkurang atau tidak ada sama sekali), menurunkan viabilitas, dan meningkatkan efek morfologi midpiece spermatozoa sehingga menurunkan kapasitasi, reaksi akrosom, dan menghambat motilitas. Oleh karena itu digunakanlah antioksidan sebagai pembuang radikal bebas yang akan melindungi spermatozoa (Anggraini, 2006).

2.7.5 Peranan Vitamin E Terhadap Fertilitas

Epididimis merupakan jaringan komplek yang secara anatomi dan histologi dipisahkan menjadi 4 bagian kelompok yang berbeda, yaitu segmen awal, caput, korpus dan cauda epididimis. Keempat bagian tersebut responsif terhadap faktor umur. Beberapa perubahan terkait dengan umur misalnya akumulasi lipofuscin yang distribusinya diubah menjadi sistem antioksidan. Penurunan ekpresi gen dipengaruhi oleh pertahanan antioksidan. Kemungkinan stres oksidatif berperan dalam penuaan epididimis. Stres oksidatif yang berkepanjangan berdampak pada proses penuaan epididimis dan kerusakan yang semakin meluas (Dhiyaulhaq et al., 2010). Vitamin E berfungsi sebagai faktor anti kemandulan dan penting untuk pembentukan dan kesehatan jaringan tulang (Anggraini, 2006).

Vitamin E merupakan kelompok lipid yang mudah larut dalam lemak, dapat memutuskan rantai ikatan radikal bebas terutama α-tokoferol. Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan yang mencegah perkembangan lebih lanjut reaksi radikal bebas dan selanjutnya melindungi sel dari kerusakan. Vitamin E berperan penting dalam melawan lipid peroksidasi, radikal bebas menyerang asam lemak yang menyebabkan kerusakan struktural pada membran dan hasilnya terbentuk malondialdehyde dan 4-hidroxy, 2-nonenal (4-HNE). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, membuktikan defisiensi vitamin E menyebabkan korpus epididimis mengalami peningkatan 4-HNE. Difesiensi vitamin E pada jaringan juga berdampak meningkatnya immunoreactivity

dalam sitoplasma sepanjang epididimis (Dhiyaulhaq et al., 2010). Vitamin E tidak menyebabkan racun, efek racun seperti pengurangan berat badan juga tidak terjadi. Tingkat kesuburan dapat dipulihkan kembali (aktivitas antifertilitas reversible) dalam waktu 4-6 minggu. Dalam kondisi ini, bahan aktifnya stabil terhadap panas. Pengamatan yang sama juga terjadi pada mencit (Sukrasno dan Tim Lentera, 2004).


(32)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2010 sampai dengan Juli 2011 di Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital preset counter yang mempunyai akurasi 0,01g, freezer Gallenkamp sanyo, hotplate cimarec 2, blender, panci, beaker glass pyrex 1000 ml, gelas ukur pyrex 500 ml, jarum suntik York 3 ml dan 1 ml, pipet tetes, jarum gavage, bak bedah, dissecting set, inkubator, kaca arloji, jarum pentul, pisau silet, haemositometer, kamera digital Canon Ixus 95 IS, mikroskop, tube TU dan counter.

Bahan yang digunakan adalah mencit (Mus musculus L.) jantan, Nature E (α -tokoferol), castrol oil, biji pepaya (Carica papaya L.) Medan, Testosteron Undekanoat (TU) buatan Schering AG jerman, aquadest, akuabidestilata steril 500ml, NaCl 0,9%, dan giemsa.

3.3 Metodologi Penelitian

Rancangan penelitian dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap dengan 7 kelompok perlakuan (P0-P6) dan 7 kelompok kontrol (K0-K6).


(33)

Tabel 3.1 Model Rancangan Percobaan Penelitian

Keterangan: K= kontrol, P= Perlakuan, n= Ulangan

Penelitian ini (Tabel 3.1) menggunakan dua kelompok hewan uji yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang telah dirancang dengan jumlah masing-masing mencit 5 ekor. Pada Kontrol, K0 sampai K6 mencit hanya diberi makan dan minum, sedangkan pada perlakuan, untuk P0 merupakan perlakuan untuk minggu ke-0, P1 untuk perlakuan dari minggu ke-0 sampai minggu ke-6, untuk P2 perlakuan dari minggu ke-0 sampai minggu ke-12, P3 untuk perlakuan dari minggu ke-0 sampai minggu ke-18, P4 untuk perlakuan minggu ke-0 sampai minggu ke-24 yang merupakan minggu pertama untuk pemberian vitamin E (E0) sebagai lanjutan dari perlakuan ekstrak air biji pepaya dan TU, P5 untuk perlakuan dari minggu ke-0 sampai minggu ke-30 yang merupakan minggu ke-6 untuk pemberian vitamin E (E6) dan P6 untuk perlakuan dari minggu ke-0 sampai minggu ke-36 yang merupakan pemberian vitamin E pada minggu ke-12 (E12). Pada perlakuan mencit diberi ekstrak air biji pepaya dengan dosis 30mg/0,5ml/oral mencit jantan setiap hari dan pemberian TU 0,25mg/0.1ml/ekor interval 6 minggu secara intramuskular, diberikan dari minggu ke-0 sampai 24. Kemudian dilakukan pemulihan dengan pemberian vitamin E pada perlakuan P4 (E0) sampai P6 (E12) secara oral (gavage) (Gambar 3.4 Skema kegiatan pemberian vitamin E setelah perlakuan ekstrak air biji pepaya dan TU). Ulangan ditetapkan dengan rumus (t-1)(n-1) ≤ 15 (Federer dalam Ilyas, 2001) dimana t= perlakuan dan n= ulangan sehingga didapatkan ulangan 5 kali.

3.4. Prosedur Penelitian 3.4.1 Hewan Percobaan

Penelitian ini menggunakan mencit (Mus musculus L.) jantan yang sehat dan fertil serta berumur 8-11 minggu dengan berat badan 25-30 g, sebanyak 70 ekor. Mencit tersebut diperoleh dari Balai Penyidikan Penyakit Hewan Sumatera Utara Medan dan

Kelompok Minggu

0 6 12 18 24 30 36

Kontrol K0 (n=5) K1 (n=5) K2 (n=5) K3 (n=5) K4 (n=5) K5 (n=5) K6 (n=5) Perlakuan P0 (n=5) P1 (n=5) P2 (n=5) P3 (n=5) P4 (n=5) P5 (n=5) P6 (n=5)


(34)

dibagi dalam kelompok perlakuan dan kontrol. Mencit diberi makan dan minum secara ad-libitum (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Penanganan hewan percobaan sesuai dengan persyaratan kode etik yang berlaku. Diantaranya penanganan dengan penuh kasih sayang, pemberian makanan yang cukup gizi dan sehat serta memperhatikan kebersihan kandangnya. Sebelum penelitian dilakukan diajukan permohonan untuk mendapatkan ethical clearance ke Komisi Etik Penelitian Hewan di wilayah Sumatera Utara Medan.

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Air Biji Pepaya Medan (Carica papaya L.)

Pembuatan ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) dilakukan menurut cara Chinoy (1985) dalam Ilyas (2001). Ekstrak Air biji pepaya disiapkan dengan mengumpulkan buah pepaya (Carica papaya L.) yang telah masak, yang berasal dari kelurahan kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan Komplek Adam Malik kota Madya Medan, Sumatera Utara. Biji pepaya kemudian dicuci dan dikeringkan dengan inkubator pada suhu 50°C sampai kering (kadar air 20%). Biji yang telah kering dihaluskan dengan diblender dan diayak dengan ayakan tepung sehingga didapatkan 300 g bubuk halus biji pepaya. Diambil sebanyak 300 g yang telah halus kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang telah diisi air, selanjutnya dilakukan perebusan hingga mendidih, setelah mendidih air perebusan disaring dengan kertas saring hingga diperoleh hasil dan residu. Residu yang diperoleh direbus kembali hingga diperoleh hasil dan residunya lagi, begitu seterusnya sampai residu tidak dapat dipergunakan kembali. Hasil rebusan dipanaskan hingga diperoleh reindaimen sampai bewarna coklat tua dan kental 30 g. Rendaimen yang diperoleh selanjutnya dilarutkan kembali dengan aquabidestilata steril 500ml sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kemudian diberikan secara oral dengan dosis 30 mg/0,5 ml/hari mencit jantan.

3.4.3 Uji Skrinning Fitokimia Biji Pepaya

Uji skrinning fitokimia biji pepaya yang akan dilakukan meliputi pemeriksaan kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, steroid dan terpenoid. Pemeriksaan senyawa ini sesuai dengan prosedur yang telah dilakukan oleh Harborne (1987) yaitu:


(35)

a. Uji Alkaloid

Dikeringkan biji pepaya, kemudian dihaluskan dan diambil sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 100ml methanol. Kemudian dipanaskan hingga ¼ volume awal dan disaring. Ekstrak yang terbentuk dimasukkkan ke dalam 4 buah tabung reaksi. Tabung I ditetesi pereaksi Meyer, tabung II ditetesi pereaksi Wagner, tabung III ditetesi pereaksi Bouchard dan tabung IV ditetesi pereaksi Dragendorf. Masing-masing tabung sebanyak 3-5 tetes. Kemudian diamati endapan yang terbentuk dan dicatat hasilnya.

b. Uji Flavanoid

Dikeringkan biji pepaya, kemudian dihaluskan dan diambil sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 100ml methanol. Kemudian dipanaskan hingga ¼ volume awal dan disaring. Ekstrak yang terbentuk dimasukkkan ke dalam 4 buah tabung reaksi. Tabung I ditetesi FeCl3, tabung II ditetesi MgHCl, tabung III ditetesi

H2SO4(p) dan tabung IV ditetesi NaOH 10%. Masing-masing tabung sebanyak 3-5

tetes. Kemudian diamati perubahan warna yang terjadi dan dicatat hasilnya.

c. Uji Steroid

Dikeringkan biji pepaya, kemudian dihaluskan dan diambil sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 100ml n-heksan. Kemudian dipanaskan hingga ¼ volume awal dan disaring. Ekstrak yang terbentuk dimasukkkan ke dalam 3 buah tabung reaksi. Tabung I ditetesi CeSO4 1%, tabung II ditetesi reagen Salkowsky

(H2SO4)p, tabung III ditetesi Libermen-Bouchard. Masing-masing tabung sebanyak 3-5

tetes. Kemudian diamati perubahan warna dan dicatat hasilnya.

d. Uji Terpenoid

Dikeringkan biji pepaya, kemudian dihaluskan dan diambil sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 100ml kloroform. Kemudian dipanaskan hingga ¼ volume awal dan disaring. Ekstrak yang terbentuk dimasukkkan ke dalam 3 buah tabung reaksi. Tabung I ditetesi CeSO4 1%, tabung II ditetesi reagen Salkowsky

(H2SO4)p, tabung III ditetesi Libermen-Bouchard. Masing-masing sebanyak 3-5 tetes.


(36)

3.4.4 Pemberian Kombinasi TU dan Ekstrak Air Biji Pepaya

Testosteron Undekanoat (TU) 1000g/mL (buatan schering AG Jerman) dan ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) 30mg/0,5ml/hari/ekor mencit jantan dirancang jumlahnya dengan membandingkan dosis yang diberikan pada manusia. Perbandingan berat relawan (50 kg= 50.000 g) dengan mencit adalah (25 g) adalah 2000 : 1. Pada uji klinik digunakan 500 mg TU, maka dosis penyuntikan pada tiap ekor mencit adalah 1/2000x500 mg TU = 0,25mg TU (Moeloek et al., 2004 dalam Ilyas, 2007). Sedangkan ekstrak biji pepaya 30mg/0,5ml/hari/ekor mencit jantan (Ilyas, 2003). Interval waktu injeksi intramuskular TU 6 minggu dari minggu ke- 0 sampai minggu ke- 24 dan pencekokan ekstrak air biji pepaya dilakukan setiap hari.

Perlakuan penyuntikan TU dimulai dari hari ke- 0 dengan interval 6 minggu selama 24 minggu, penyuntikan TU melalui intramuskular dengan menggunakan split sebanyak 0,1 ml/mencit, pemberian TU dengan interval 6 minggu, hal ini berdasarkan penelitian Kamischke et al. (2001) dalam Ilyas (2008), yang menyatakan bahwa injeksi TU dengan interval 6 minggu telah dapat menekan spermatogenesis, sedangkan untuk pemberian ekstrak air biji pepaya dengan dosis 30mg/0,5ml/ekor mencit diberikan setiap hari melalui oral (gavage) selama 24 minggu. Pengamatan parameter penelitian dilakukan dengan membedah mencit pada setiap kelompok perlakuan (Tabel 3.1) setiap interval 6 minggu.

3.4.5 Pemberian Vitamin E

Vitamin E yang diberikan adalah multivitamin yang didapat dari apotik setempat, dengan kandungan 100 IU/ kapsul, yang dilarutkan dalam Castrol oil. Dosis vitamin E yang digunakan adalah 400 IU/hari, karena pada dosis tersebut vitamin E berperan sebagai free radical scavenger (Herlambang, 2006). Dosis Vitamin E yang diberikan adalah 8 iu/0,2 ml/mencit/hari secara oral. Pemberian vitamin E dilakukan dengan mengeluarkan isi kapsul, dimasukkan ke dalam gelas ukur sebanyak 2 ml, ditambahkan dengan pelarut Castrol oil sebanyak 8 ml, lalu dihomogenkan. Kemudian diberikan suspensi vitamin E kepada masing-masing mencit sebanyak 0,2 ml/mencit/hari dari minggu ke- 24 sampai minggu ke- 36.


(37)

Pemberian vitamin E setelah perlakuan ekstrak air biji pepaya dan TU dapat dilihat pada Gambar. 3.4 dimana Mus musculus L. dikelompokkan ke dalam 7 kelompok kontrol dan 7 kelompok perlakuan selama 36 minggu. Injeksi TU 0,1ml/ 0,25mg/ekor diberikan dari minggu ke- 0 sampai minggu ke-24, dengan interval setiap 6 minggu sekali yaitu pada minggu ke (0, 6, 12, 18, 24). Pemberian ekstrak air biji pepaya (30mg/0,5ml/hari/ekor mencit jantan) diberikan setiap hari dari minggu ke-0 sampai minggu ke-24 secara oral. Pada minggu ke 24-36 dilakukan proses pemulihan terhadap spermatozoa mencit dengan pemberian vitamin E 8 iu/0,2 ml/mencit/hari secara oral selama 12 minggu sebagai reaksi pemulihan spermatozoa mencit. Pengamatan parameter penelitian dilakukan dengan membedah mencit pada setiap kelompok perlakuan dengan cara dislokasi leher untuk diambil kedua kauda epididimisnya, kemudian diamati parameter pengamatan.

0 6 12 18 24 30 36

Gambar 3.4 Skema kegiatan pemberia vitamin E setelah perlakuan ekstrak air biji pepaya dan TU

Injeksi TU 0,1ml/0,25mg /ekor interval 6 minggu

Pengambilan sampel

Minggu

Pemberian ekstrak biji pepaya (30mg/ 0,5ml/mencit j i h i

Pemulihan dengan pemberian vitamin E 8 iu/0,2 ml/mencit / hari

0 6 12 18 24 30 36 Kontrol


(38)

3.4.6 Parameter pengamatan

Parameter pengamatan dilakukan berdasarkan penjelasan skema Gambar. 3.4 Setiap parameter pengamatan dilakukan untuk perlakuan minggu ke-24 (P4), 30 (P5) dan 36 (P6) yang diberikan vitamin E setelah pemberian ekstrak air biji pepaya dan TU dan kelompok kontrol.

a. Jumlah sperma

Suspensi sperma yang diperoleh dari kauda epididimis terlebih dahulu dihomogenkan dengan NaCl 0,9% 1ml. Selanjutnya diambil sebanyak 1-2 tetes pipet tetes dan diteteskan pada kaca haemositometer improved Neubaeur serta ditutup dengan kaca penutup. Di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali, haemositometer

diletakkan dan dihitung jumlah sperma pada kotak/bidang A, B, C, D dan E (Gambar 3.5). Hasil perhitungan jumlah/ml suspense sekresi kauda epididimis sebagai berikut:

Jumlah Sperma = N/2 x 105 sperma/ml suspense

Dimana N = Jumlah Sperma yang dihitung pada kotak A, B, C, D, dan E 2 = Untuk kanan dan kiri

105 = Bidang permukaan kamar hitung

Gambar 3.5 Kamar hitung improved neubaeur (Zaneveld, 1977 dalam Zaneveld dan Fulgham, 1986).


(39)

b. Motilitas Spermatozoa

Pemeriksaan motilitas spermatozoa dilakukan berdasarkan hasil pengamatan pada spermatozoa yang bergerak dan tidak bergerak yang dinyatakan dalam persen (%). (Partodihardjo, 2001).

Spermatozoa bergerak % motilitas Spermatozoa = x 100%

100 Spermatozoa (bergerak/tidak bergerak)

c. Viabilitas Spermatozoa

Pemeriksaan viabilitas spermatozoa dilakukan dengan pemberian warna giemsa pada

haemositometer. Spermatozoa yang hidup tidak berwarna dan yang mati berwarna Kemudian dilakukan pengamatan dengan mikroskop cahaya pada perbesaran 400x dan dihitung terhadap 100-200 spermatozoa. Sebagai hasilnya dinyatakan dalam bentuk persen hidup yang didapat dari hasil bagi jumlah spermatozoa hidup dan mati yang dikalikan dengan 100% (WHO, 1998).

Spermatozoa hidup % Spermatozoa hidup = x 100%

100 Spermatozoa (hidup/mati)

d. Morfologi spermatozoa

Untuk menentukan morfologi sperma, sperma yang ada dari kauda epididimis yang ada di haemositometer diberi pewarnaan giemsa kira-kira 1-2 tetes disekitar pinggiran cover haemositometer. Kemudian dengan mikroskop cahaya dihitung jumlah 100 sperma, ditentukan persentasi sperma yang normal dan abnormal. Ciri sperma normal yaitu mempunyai bentuk kepala seperti kait pancing dan ekor panjang lurus, sedangkan sperma abnormal mempunyai bentuk kepala tidak beraturan, dapat berbentuk seperti pisang, atau tidak beraturan (amouphous), atau terlalu bengkok dan ekornya tidak lurus bahkan tidak berekor, atau hanya terdapat ekornya saja tanpa kepala (WHO, 1998).

Spermatozoa normal

% Spermatozoa abnormal = x 100% 100 spermatozoa (normal/abnormal)


(40)

3.5 Analisis Statistik

Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang didapatkan, diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel independen) dengan bantuan program statistik komputer yakni program SPSS release 13. Urutan uji diawali dengan uji normalitas, uji homogenitas, jika didapat data berdistribusi tidak normal atau tidak homogen, maka dilakukan transformasi data. Jika data berbeda nyata pada taraf 5% atau masih tidak normal distribusinya maka diuji dengan uji Man whitney untuk membandingkan antara dua populasi independen.

Untuk menentukan perbandingan antara dua kelompok yang berlainan tetapi berasal dari populasi yang sama digunakan uji Friedman. Jika data berbeda nyata pada taraf 5% maka dilanjutkan dengan uji Wilcoxon yang digunakan untuk menganalisis data pada dua kelompok yang berkaitan. Dalam penelitian ini, hanya perbedaan rata-rata pada p<0.05 yang dianggap bermakna (signifikan). Kemudian dilanjutkan dengan uji T pada taraf 5%, untuk membandingkan rata-rata dari dua kelompok yang tidak berhubungan satu sama lain, sehingga diperoleh hasil yang sama atau tidak secara signifikan.


(41)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh vitamin E pada pemulihan spermatozoa mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak air biji pepaya (Carica papaya L.) dan testosteron undekanoat (TU), diperoleh hasil sebagai berikut:

4.1 Penentuan Jumlah Spermatozoa (Kuantitas)

Hasil uji statistik jumlah spermatozoa diawali dengan uji normalitas dan homogenitas varians yang menunjukkan bahwa data berdistribusi tidak normal (p<0,05) dan bervarians homogen (p<0,05). Uji normalitas terhadap jumlah spermatozoa mencit yang telah ditransformasi tetap berdistribusi tidak normal (P<0,05). Maka, dilanjutkan dengan uji nonparametrik Mann-Whitney, Friedman dan Wilcoxon.

Hasil perhitungan jumlah spermatozoa mencit antara kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan perbedaan nyata, diantara kedua kelompok tersebut. Jumlah spermatozoa mencit kontrol tertinggi berada pada minggu ke-24 yaitu 117,27 dan terendah pada minggu ke-30 yaitu 65,23 sedangkan pada jumlah spermatozoa mencit pemberian vitamin E setelah perlakuan ekstrak air biji pepaya dan TU rata-rata tertinggi berada pada minggu ke-36 yaitu 72,13 dan terendah pada minggu ke-24 yaitu 3,50.

Berdasarkan hasil uji statistik terhadap jumlah spermatozoa mencit jantan yang dilakukan diperoleh data yang dapat dilihat pada (Lampiran A). Hubungan antara jumlah spermatozoa mencit dengan lama waktu pemberian vitamin E setelah perlakuan ekstrak air biji pepaya dan testosteron undekanoat dapat dilihat pada Gambar 4.6


(42)

Keterangan: Huruf yang sama pada diagram berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5%. (tn= p> 0,05; *= p<0,05).

E0 = Pemberian vitamin E pada minggu ke-0 E6 = Pemberian vitamin E pada minggu ke-6 E12= Pemberian vitamin E pada minggu ke-12

Gambar 4.6 Jumlah spermatozoa mencit antara kontrol dan perlakuan di setiap minggu perlakuan.

Pada Gambar 4.6 terlihat bahwa jumlah spermatozoa pada setiap mencit kontrol minggu ke-24 (K4), tidak berbeda nyata terhadap jumlah spermatozoa mencit kontrol minggu ke-30 (K5) dan ke-36 (K6). Pemberian vitamin E 8 iu/0,2 ml/mencit/hari secara oral pada mencit yang sebelumnya telah mendapat perlakuan kombinasi ekstrak air biji pepaya dan TU mampu meningkatkan jumlah spermatozoa pada setiap perlakuan. Jumlah spermatozoa mencit di minggu ke-24 (P4) setelah perlakuan menunjukkan perbedaan nyata terhadap jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-30 (P5) dan 36 (P6). Jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-30 (P5) tidak berbeda nyata dengan jumlah spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-36 (P6).

Lama waktu pemberian vitamin E setelah perlakuan kombinasi ekstrak air biji pepaya dan TU berpengaruh terhadap jumlah spermatozoa mencit. Hasil uji T test antara kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan bahwa jumlah spermatozoa mencit kontrol minggu ke 24 (K4), berbeda nyata bila dibandingkan dengan mencit

ce

def


(43)

perlakuan minggu ke-24 (P4). Jumlah spermatozoa mencit kontrol minggu ke-30 (K5), berbeda nyata dibandingkan dengan mencit perlakuan minggu ke-30 (P5). Jumlah spermatozoa mencit kontrol minggu ke- 36 (K6), berbeda nyata bila dibandingkan dengan mencit perlakuan minggu ke-36 (P6).

Pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya dan TU secara terus menerus dapat menyebabkan penurunan jumlah spermatozoa mencit. Menurut Satriyasa (2007), penurunan jumlah sperma disebabkan oleh zat aktif yang terkandung pada ekstrak biji pepaya yaitu steroid dan triterpenoid, dimana zat tersebut diduga bersifat antifertilitas. Selama spermatogenesis, aktivitas sel-sel spermatogenik sangat tinggi dengan melibatkan proses perubahan morfologi dan biokimia dari sel-sel spermatogenik. Untuk mendukung aktivitas tersebut, sel-sel spermatogenik sangat tergantung pada sumber energi terutama glukosa. Khususnya untuk spermatosit primer diketahui menggunakan sumber energinya secara tidak langsung bukan dalam bentuk glukosa melainkan dalam bentuk asam laktat dan piruvat yang disuplai oleh sel Sertoli (Yurnadi et al., 2002). Jika sel Sertoli terganggu, menyebabkan penurunan sel spermatosit, sehingga spermatid juga menurun. Penurunan sel spermatid ini kemungkinan melalui beberapa mekanisme seperti adanya gangguan dalam proses meiosis, gangguan dalam proses spermiogenesis awal, lepasnya spermatid ke lumen tubulus seminiferus dan apoptosis spermatid (Donnel et al., 1996 dalam Satriyasa, 2007).

Gangguan perkembangan sel, dikarenakan munculnya suatu kondisi (stress oksidatif). Menurut Quratul’ainy (2006), menyatakan stress oksidatif yang muncul akibat terjadi peningkatan Reaktive Oxigen Species (ROS) yang tanpa diimbangi dengan eliminasinya oleh antioksidan didalam tubuh. Pembentukan ROS adalah proses fisiologi tubuh, namun apabila terjadi peningkatan yang berlebihan maka akan dapat berpengaruh negatif terhadap tubuh. Dalam hal ini dikaitkan dengan infertilitas pria, dimana 40,88% pasien pria infertil memiliki sperma dengan kadar ROS yang tinggi. Selain merusak membran plasma, stress oksidatif juga dapat merusak integritas DNA pada nukleus spermatozoa. Kerusakan DNA ini pada akhirnya akan menginduksi terjadinya apoptosis sel yang pada akhirnya menyebabkan turunnya


(44)

jumlah spermatozoa. Jika senyawa radikal bebas terdapat berlebih dalam tubuh atau melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dibutuhkan antioksidan tambahan dari luar atau antioksidan eksogen untuk menetralkan radikal yang terbentuk (Reynertson, 2007 dalam Pratimasari, 2009).

Pemberian vitamin E secara oral pada penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan terhadap jumlah sperma, hal ini disebabkan vitamin E berperan sebagai antioksidan. Menurut Quratul’ainy (2006), tokoferol sebagai antioksidan dapat bereaksi dengan ROS dan radikal bebas lain. Pada proses ini tokoferol berperan sebagai radikal bebas yang tidak reaktif sehingga akan berikatan dengan elektron bebas dari radikal bebas reaktif lain. Jadi, keberadaan antioksidan nonenzimatik seperti vitamin E diperlukan untuk dapat mengatasi stress oksidatif dalam tubuh. Vitamin E, terutama tokoferol merupakan antioksidan yang sangat aktif dalam mencegah peroksidasi lipid dengan menangkap peroksil lipid. Dengan demikian, vitamin E mampu memperbaiki membran yang rusak. Menurut Astuti et al. (2009), metabolisme akan berlangsung dengan baik apabila membran plasma sel berada dalam keadaan yang utuh, sehingga mampu mengatur lalu lintas masuk dan keluar substrat dan elektrolit yang dibutuhkan dalam proses metabolisme.

4.2 Kualitas Spermatozoa

Secara keseluruhan kualitas spermatozoa mencit jantan dewasa meliputi motilitas, viabilitas dan morfologi spermatozoa mencit adalah sebagai berikut:

4.2.1 Motilitas Spermatozoa

Hasil persentase motilitas spermatozoa mencit antara kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan perbedaan nyata, diantara kedua kelompok tersebut. Persentase motilitas spermatozoa mencit kontrol tertinggi berada pada minggu ke-24 yaitu 87,00 dan terendah pada minggu ke-30 yaitu 81,83 sedangkan pada persentase motilitas spermatozoa mencit pemberian vitamin E setelah perlakuan ekstrak air biji pepaya dan


(45)

TU rata-rata tertinggi berada pada minggu ke-36 yaitu 52,00 dan terendah pada minggu ke-24 yaitu 11,17.

Berdasarkan hasil uji statistik terhadap konsentrasi motilitas spermatozoa mencit yang dilakukan diperoleh data yang dapat dilihat pada (Lampiran B). Hasil pengamatan konsentrasi motilitas spermatozoa mencit diketahui terbagi kedalam 2 kategori. Kategori a (spermatozoa bergerak) dan kategori b (spermatozoa tidak bergerak). Hubungan antara konsentrasi motilitas spermatozoa mencit dengan lama waktu pemberian vitamin E setelah perlakuan kombinasi ekstrak air biji pepaya dan TU dapat dilihat pada Gambar 4.7

Keterangan: Huruf yang sama pada diagram berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5%. (tn= p> 0,05; *= p<0,05).

E0 = Pemberian vitamin E pada minggu ke-0 E6 = Pemberian vitamin E pada minggu ke-6 E12= Pemberian vitamin E pada minggu ke-12

Gambar 4.7 Konsentrasi motilitas spermatozoa mencit antara kontrol dan perlakuan di setiap minggu perlakuan.

Pada gambar 4.7 terlihat bahwa pemberian vitamin E pada mencit yang sebelumnya telah mendapat perlakuan kombinasi ekstrak air biji pepaya dan TU mampu meningkatkan konsentrasi motilitas spermatozoa mencit pada setiap perlakuan. Konsentrasi motilitas spermatozoa mencit di minggu ke-24 (P4) setelah perlakuan menunjukkan perbedaan nyata terhadap konsentrasi motilitas spermatozoa mencit perlakuan minggu ke-36 (P6).


(46)

Lama waktu pemberian vitamin E setelah pemberian perlakuan kombinasi ekstrak air biji pepaya dan TU berpengaruh terhadap konsentrasi motilitas spermatozoa mencit. Hasil uji T test antara kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan bahwa konsentrasi motilitas spermatozoa mencit kontrol minggu ke 24 (K4), berbeda nyata bila dibandingkan dengan mencit perlakuan minggu ke-24 (P4). Konsentrasi motilitas spermatozoa mencit kontrol minggu ke-30 (K5), berbeda nyata dibandingkan dengan mencit perlakuan minggu ke-30 (P5). Konsentrasi motilitas spermatozoa mencit kontrol minggu ke- 36 (K6), berbeda nyata bila dibandingkan dengan mencit perlakuan minggu ke-36 (P6).

Pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya dan TU secara terus menerus dapat menyebabkan penurunan terhadap motilitas spermatozoa mencit, kemudian setelah diberikan vitamin E maka konsentrasi motilitas spermatozoa mengalami peningkatan, disebabkan karena adanya faktor pemulihan. Motilitas spermatozoa yang turun karena adanya kerusakan membran spermatozoa yang kaya lemak tak jenuh oleh ROS. ROS yang berasal dari senyawa aktif pada biji pepaya (Lampiran Hasil uji skrining fitokimia) meningkatkan jumlah lipid peroksidase yang akan menyebabkan hilangnya ATP intraseluler. Anggraini (2006), menyatakan hilangnya ATP ini mengakibatkan kerusakan aksonema (tubulus sentral tidak ada, mikrotubulus luar berkurang atau tidak ada sama sekali), menurunkan viabilitas, dan meningkatkan morfologi abnormal spermatozoa sehingga menurunkan kapasitasi, reaksi akrosom, dan menghambat motilitas. Hal ini menyebabkan kerusakan membran sel dan mengganggu proses metabolisme sel spermatozoa akibat rusaknya membran sel spermatozoa, yang meningkatkan proses peroksidasi lipida sehingga motilitas spermatozoa menurun (Astuti et al., 2009).

Penurunan konsentrasi motilitas spermatozoa juga dapat disebabkan oleh senyawa radikal yang diduga dapat mengganggu enzim ATP-ase pada membran sel spermatozoa. Menurut Sikka (2004), menyatakan ATP-ase berfungsi sebagai pompa ion yang dapat mempertahankan konsentrasi nutrisi dan ion yang sangat tergantung pada membran. Demikian pula Ganong (2002), menyatakan jika enzim ATP-ase


(47)

tergangggu maka homeostatis juga akan terganggu, karena enzim ini berfungsi mempertahankan homeostatis internal untuk ion natrium dan kalium. Terdapatnya radikal bebas pada jaringan yang memproduksi spermatozoa ditandai dengan meningkatnya pembentukan senyawa spesies oksigen reaktif (ROS) sehingga menyebabkan kerusakan membran spermatozoa (Sikka, 2004).

Motilitas spermatozoa sangat tergantung pada suplai energi berupa ATP hasil metabolisme. Spermatozoa membutuhkan energi untuk memperoleh kemampuan gerak, yang diperoleh dari proses respirasi dalam mitokondria (Astuti et al., 2009). Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2006) dengan pemberian vitamin E 0,2 cc pada dosis 0,02 mg/g BB setelah dipaparkan asap rokok dapat mempertahankan motilitas sperma. Hal ini membuktikan bahwa vitamin E memberikan efek proteksi terhadap stress oksidatif. Dalam beberapa studi sebelumnya disebutkan bahwa vitamin E merupakan antioksidan pemutus rantai yang utama dalam membran sperma. Haryatmi (2004) juga melaporkan, vitamin E sebagai antioksidan berupa zat yang dapat menetralkan radikal bebas.

4.2.2 Viabilitas Spermatozoa

Hasil persentase viabilitas spermatozoa mencit antara kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan perbedaan nyata, diantara kedua kelompok tersebut. Persentase viabilitas spermatozoa mencit kontrol tertinggi berada pada minggu ke-30 yaitu 69,00 dan terendah pada minggu ke-36 yaitu 59,40 sedangkan pada persentase viabilitas spermatozoa mencit pemberian vitamin E setelah perlakuan ekstrak air biji pepaya dan TU rata-rata tertinggi berada pada minggu ke-36 yaitu 47,67 dan terendah pada minggu ke-24 yaitu 24,33.

Berdasarkan hasil uji statistik terhadap konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit yang dilakukan diperoleh data yang dapat dilihat pada (Lampiran C). Hubungan antara konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit dengan lama waktu pemberian vitamin E setelah perlakuan kombinasi ekstrak air biji pepaya dan TU dapat dilihat pada Gambar 4.8


(48)

Keterangan: tn = p> 0,05; * = p<0,05

E0 = Pemberian vitamin E pada minggu ke-0 E6 = Pemberian vitamin E pada minggu ke-6 E12= Pemberian vitamin E pada minggu ke-12

Gambar 4.8 Konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit antara kontrol dan perlakuan di setiap minggu perlakuan

Pada gambar 4.8 terlihat bahwa pemberian vitamin E pada mencit yang sebelumnya telah mendapat perlakuan kombinasi ekstrak air biji pepaya dan TU mampu meningkatkan konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit pada setiap perlakuan.

Lama waktu pemberian vitamin E setelah pemberian perlakuan kombinasi ekstrak air biji pepaya dan TU berpengaruh terhadap konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit. Hasil uji T test antara kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan bahwa konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit kontrol minggu ke 24 (K4), berbeda nyata bila dibandingkan dengan mencit perlakuan minggu ke-24 (P4). Konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit kontrol minggu ke-30 (K5), berbeda nyata dibandingkan dengan mencit perlakuan minggu ke-30 (P5). Konsentrasi viabilitas spermatozoa mencit kontrol minggu ke- 36 (K6), tidak berbeda nyata dengan mencit perlakuan minggu ke-36 (P6).

tn *

* *

*

* tn

12 6


(49)

Pemberian kombinasi ekstrak air biji pepaya dan TU secara terus menerus dapat menyebabkan penurunan terhadap motilitas spermatozoa mencit. Kemungkinan menurunnya viabilitas sperma karena adanya hambatan dalam epididimis sebagai tempat pematangan spermatozoa. Di dalam epididimis ini disekresi zat yang penting dalam menunjang proses pematangan spermatozoa seperti ion (Ca, Na, K, Cl), substrat (protein, asam sialat, glikogen, asam laktat, fosfolipid) dan enzim (Riar et al., 1973 dalam Rusmiati, 2007). Seperti diketahui permeabilitas membran berkaitan erat dengan transportasi nutrisi, yang sangat berperan dalam metabolisme sel. Dengan mengurangi kecepatan rusaknya permeabilitas membran spermatozoa, maka kebutuhan akan nutrisi tidak terhambat dan sel spermatozoa tersebut dapat bertahan lama. Menurut Sikka (2004), menyatakan bahwa sebagai antioksidan, vitamin E berperan dalam memperlambat berlangsungnya reaksi peroksidasi lipid karena mampu menangkap radikal bebas dan memutus berantai proses peroksidasi lipid di dalam membran sel.

Pemberian vitamin E secara oral pada penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan terhadap konsentrasi viabilitas spermatozoa. Hal ini disebabkan vitamin E dapat memperlambat tahap propagasi pada lipid. Menurut Iswara (2009), vitamin E memiliki kemampuan untuk menghentikan lipid peroksida. Oleh karena membran sel mitokondria kaya akan lipid yang peka tehadap serangan radikal bebas, menunjukkan vitamin E bisa menangkal radikal bebas sehingga mampu meningkatkan viabilitas spermatozoa. Dalam hal ini, permeabilitas membran erat kaitannya dengan transportasi nutrisi yang diperlukan pada metabolisme sel dalam menghasilkan energi (Robertis, 1979 dalam Hidayaturrahmah, 2007). Sebagai antioksidan, vitamin E berperan dalam memperlambat berlangsungnya reaksi peroksidasi lipid karena mampu menangkap radikal bebas dan memutus berantai proses peroksidasi lipid di dalam membran sel. Aksi vitamin E adalah dengan menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas yang dibutuhkan untuk menstabilkan sebuah elektron yang tidak berpasangan akibat pembentukan radikal bebas. Hal ini menyebabkan terbentuknya radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak, serta menghentikan reaksi rantai propagasi yang bersifat merusak pada proses peroksidasi lipida (Almatsier, 2002 dalam Astuti 2009).


(50)

4.2.3 Morfologi Spermatozoa

Hasil persentase morfologi normal spermatozoa mencit antara kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan perbedaan nyata, diantara kedua kelompok tersebut. Persentase morfologi normal spermatozoa mencit kontrol tertinggi berada pada minggu ke-30 yaitu 93,83 dan terendah pada minggu ke-36 yaitu 92,50 sedangkan pada persentase morfologi normal spermatozoa mencit pemberian vitamin E setelah perlakuan ekstrak air biji pepaya dan TU rata-rata tertinggi berada pada minggu ke-36 yaitu 73,83 dan terendah pada minggu ke-24 yaitu 67,33.

Berdasarkan hasil uji statistik terhadap konsentrasi morfologi spermatozoa mencit yang dilakukan diperoleh data yang dapat dilihat pada (Lampiran D). Hubungan antara konsentrasi morfologi spermatozoa mencit dengan lama waktu pemberian vitamin E setelah perlakuan kombinasi ekstrak air biji pepaya dan TU dapat dilihat pada Gambar 4.9

Keterangan: Huruf yang sama pada diagram berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5%. (tn= p> 0,05; *= p<0,05).

E0 = Pemberian vitamin E pada minggu ke-0 E6 = Pemberian vitamin E pada minggu ke-6


(1)

Lampiran O. Uji Skrinning Fitokimia Biji Pepaya Terhadap Steroid

Dikeringkan Dihaluskan

Diambil sebanyak 3 g dan dimasukkan kedalam erlemeyer yang berisi 100ml n- heksan

Dipanaskan hingga ¼ volume awal Disaring

Ditetesi pereaksi Ditetesi reagent Salkowsky Ditetesi libe CeSO4 1% H2SO4 men-Bouchard

Diamati Diamati Diamati Biji Pepaya (Carica papaya L.)

Ekstrak

Tabung I Tabung II Tabung III


(2)

Lampiran P. Uji Skrinning Fitokimia Biji Pepaya Terhadap Terpenoid

Dikeringkan Dihaluskan

Diambil sebanyak 3 g dan dimasukkan kedalam erlemeyer yang berisi 100ml kloroform

Dipanaskan hingga ¼ volume awal Disaring

Ditetesi pereaksi Ditetesi reagent Salkowsky Ditetesi Liber CeSO4 1% H2SO4 men- bauchard Diamati Diamati Diamati

Biji Pepaya (Carica papaya L.)

Ekstrak

Tabung I Tabung II Tabung III


(3)

Lampiran Q. Varietas-Varietas Pepaya (Carica papaya L.) di Indonesia.

1. Pepaya Medan

a. Pepaya Medan

Deskripsi Morfologi:

Kulit buah bewarna hijau, halus dan licin. Daging buah bewarna kuning kemerahan dan rasanya manis. Berat buah kurang lebih 1,5 kg.


(4)

b. Pepaya Bangkok

Deskripsi Morfologi:

Varietas pepaya Bangkok dikenal juga dengan nama pepaya Thailand. Kulit luar kasar dan tidak rata. Pepaya Bangkok berukuran lebih besar dan bentuknya lebih bulat dibandingkan pepaya Cibinong. Daging buah bewarna merah jingga dan berat buah kurang lebih 3,5 kg (Kalie, 1996).

3. Pepaya Cibinong

c. Pepaya Cibinong

Deskripsi Morfologi:

Bentuk buah panjang besar dan lancip pada bagian ujungnya. Tangkai buah panjang. Daging buah bewarna merah kekuningan, rasanya kurang manis. Berat varietas pepaya kurang lebih 2,5 kg/buah (Kalie, 1996).

4. Pepaya Solo

d. Pepaya Solo

Deskripsi Morfologi:

Ukuran buah kecil dan bentuknya mirip buah alpukat. Berat buah antara 0,4-0,1 kg/buah. Daging buah bewarna kuning, beraroma dan rasanya manis (Kalie, 1996).


(5)

e. Pepaya Burung

Deskripsi Morfologi:

Daging buah bewarna kuning dan berair banyak. Kulit buah bewarna hijau kekuning. Rasa asam manis (Kalie, 1996).

6. Pepaya Jinggo

f. Pepaya Jinggo

Deskripsi Morfologi:

Daging buah bewarna merah dan berair banyak. Kulit buah bewarna kuning. Berat buah kurang lebih 1,5 kg/buah (Kalie, 1996).

7. Pepaya California

g. Pepaya California

Deskripsi Morfologi:

Warnanya lebih mengkilap, bentuknya agak lonjong, daging buahnya tebal, bijinya lebih sedikit, dan rasanya manis (Kalie, 1996).


(6)

Dokumen yang terkait

Penentuan Lc50 Ekstrak Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

1 60 75

Ultrastruktur Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (Tu)

0 83 76

Uji Antimuagenik Ekstrak Etanol Bunga Jantan Pepaya (Carica papaya L.) pada Mencit Jantan yang Diinduksi dengan Siklofosfamid

3 63 76

Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) Yang Mendapat Kombinasi Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (TU)

3 88 72

Pemulihan Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) dengan Vitamin C setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU).

0 55 85

Pengaruh Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan Testosteron Undekanoat (TU) Terhadap Jaringan Ginjal Mencit (Mus musculus L.)

0 86 70

Studi Testosteron Plasma, Kuantitas Dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Kombinasi Hormon Testosteron Undekanoat (Tu) Dan Ekstrak Air Biji Blustru (Luffa Aegyptica Roxb.)

1 43 100

Ultrastruktur Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (Tu)

0 0 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pepaya (Carica papaya L.) - Ultrastruktur Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Dan Testosteron Undekanoat (Tu)

0 0 9

ULTRASTRUKTUR HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK AIR BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) dan TESTOSTERON UNDEKANOAT (TU) SKRIPSI GUSTIKA MARYATI 070805013

0 0 13