PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP P
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN
PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN PASIEN
DENGAN MASALAH GANGGUAN HALUSINASI
PENDENGARAN DI RSKD PROV. SUL-SEL
Rismayanti1, Sudirman2
1
STIKES Nani Hasanuddin Makassar
Nani Hasanuddin Makassar
2STIKES
ABSTRAK
Halusinasi adalah distorsi persepsi yang terjadi pada respon neurobiologikal yang maladaptif.
Halusinasi yang banyak dialami oleh pasien
gangguan jiwa adalah
gangguan halusinasi
pendengaran. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu tindakan keperawatan yang efektif untuk
meningkatkan pengetahuan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan masalah
gangguan persepsi halusinasi pendengaran di RSKD Prov Sul-Sel. Rancangan penelitian yang
digunakan pada penelitian ini adalah desain pra-eksperimen dengan one-group pre-test and post-test
desaign, dengan cara melakukan kunjungan rumah untuk mendapatkan pengaruh yang bermakna
dari pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien
dengan masalah gangguan persepsi halusinasi di RSKD Prov. Sul-Sel selama 1 bulan. Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 11 orang yang diambil berdasarkan metode total sampling. Instrumen
penelitian menggunakan lembar observasi, menggunakan uji Wilcoxon dan data dianalisis dengan
menggunakan SPSS 16. Pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan masalah
gangguan persepsi halusinasi dengar di wilayah kerja Puskesmas Bara-baraya Makassar sebelum
diberikan pendidikan kesehatan (pre test) dan setelah diberikan (post test) mengalami peningkatan.
Didapatkan nilai p=0,011 yang berarti ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan
pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan masalah gangguan halusinasi pendengaran
di RSKD Prov Sul-Sel. Saran dari peneliti diharapkan untuk terus menggalakkan pendidikan
kesehatan jiwa pada masyarakat terutama pendidikan kesehatan tentang perawatan halusinasi
dengar dan melakukan penelitian berlanjut untuk hasil lebih baik.
Kata Kunci: Pendidikan Kesehatan, Pengetahuan Keluarga, Halusinasi Pendengaran
PENDAHULUAN
Halusinasi
adalah
gangguan
pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat
meliputi semua sistem penginderaan di mana
terjadi pada saat kesadaran individu itu
penuh/baik.
Individu
yang
mengalami
halusinasi seringkali beranggapan sumber
atau penyebab halusinasi itu berasal dari
lingkungannya, padahal rangsangan primer
dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan
diri secara psikologik terhadap kejadian
traumatik sehubungan dengan rasa bersalah,
rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh
orang
yang
diicintai,
tidak
dapat
mengendalikan dorongan ego, pikiran dan
perasaannya sendiri. Halusinasi timbul tanpa
penurunan kesadaran dan hal ini merupakan
gejala yang hampir tidak dijumpai pada
keadaan lain (Guntur, 2013). Secara umum
dapat dikatakan segala sesuatu yang
mengancam harga diri (self esteem) dan
keutuhan
keluarga
dapat
merupakan
penyebab terjadinya halusinasi. Ancaman
terhadap harga diri dan keutuhan keluarga
meningkatkan kecemasan. Gejala dengan
meningkatnya kecemasan, kemampuan untuk
memisahkan
dan
mengatur
persepsi,
mengenal perbedaan antara apa yang
dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun,
sehingga segala sesuatu diartikan berbeda
dan proses rasionalisasi tidak efektif tagi. Hal
ini
mengakibatkan
lebih
sukar
lagi
membedakan mana rangsangan yang berasal
dari pikirannya sendiri dan mana yang dari
lingkungannya (Guntur, 2013).
Pasien dengan halusinasi cenderung
menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah
tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri,
secara tiba-tiba marah atau menyerang orang
lain, gelisah, melakukan gerakan seperti
sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan
dari pasien sendiri tentang halusinasi yang
dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau
dirasakan) ( Guntur, 2013).
Data yang dikeluarkan oleh Word Health
Organization (WHO) pada tahun 2006
Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721
437
menyebutkan bahwa diperkirakan 26 juta
penduduk Indonesia mengalami gangguan
kejiwaan, dari tingkat ringan hingga berat
dilain pihak, klien dengan masalah kejiwaan
pada umumnya berada dalam kondisi
psikologik yang lemah dan tidak mempunyai
kemampuan
untuk
menyelesaikan
masalahnya
(Ahmad,
2009).
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
lingkup
masalah
kesehatan jiwa yang di hadapi individu sangat
kompleks sehingga diperlukan penanganan
yang
bersifat
kompleks
pula.Meskipun
perkembangan
pengetahuan
tentang
pengobatan efektif untuk gangguan jiwa sudah
cukup pesat, namun permasalahan besar
dalam hal pengobatan dan sumber daya yang
tersedia masih ada. Sebuah studi yang
dilaksanakan
oleh
WHO
pada
2005
menunjukkan bahwa di 14 (empat belas)
negara berkembang, terdapat sekitar 76 – 85
%
pasien
yang
tidak
mendapatkan
pengobatan apapun pada tahun utama kasus
gangguan jiwa parah (Ahmad, 2009).
Dari 150 juta populasi orang dewasa
Indonesia, berdasarkan data Departemen
Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang
mengalami gangguan mental emosional.
Sedangkan 4% dari jumlah tersebut terlambat
berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya
layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis
ekonomi
dunia
yang
semakin
berat
mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di
dunia, dan Indonesia khususnya kian
meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau
25% dari juta penduduk Indonesia mengalami
gangguan jiwa (Elvira, 2012).
Berdasarkan keadaan umum semua
pasien yang ada di ruangan Yudistira RS. Dr.
H. Marzoeki Mahdi Bogor yaitu berjumlah 31
orang. Dimana pasien terbagi atas berbagai
macam masalah diagnose keperawatan yang
berbeda dari 31 orang pasien terdapat 3
masalah utama pasien dimana 58% pasien
menderita
gangguan
sensori
persepsi:
Halusinasi, 24% pasien menderita Isolasi
social, dan 18% pasien menderita gangguan
pola pikir: Waham (Elvira, 2012).
Untuk propinsi Sulawesi Selatan sendiri,
jumlah pasien gangguan jiwa khususnya yang
mengalami gangguan halusinasi selama tiga
tahun terakhir adalah 14.229 orang. Terbukti
pada tahun 2005 terdapat sekitar 400 orang
penderita gangguan jiwa, 2006 naik menjadi
563, dan tahun 2007 bertambah lagi menjadi
592 orang (Agus, 2011)
Berdasarkan data yang diperoleh dari
RSKD Provinsi Sulawesi Selatan yaitu pada
tahun 2013 terdapat 440 orang pasien jiwa
dimana 85 pasien mengalami presepsi
halusinasi pendengaran. Dengan adanya
438
masalah-masalah
diatas
maka
penulis
berkeinginan
mengetahui
pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap peningkatan
pengetahuan keluarga merawat pasien
dengan
masalah
gangguan
persepsi
halusinasi di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan.
(Data skunder RSKD Provinsi Sulawesi
Selatan
BAHAN DAN METODE
Lokasi, populasi, dan sampel
Berdasarkan permasalahan yang diteliti,
maka jenis penelitian ini adalah deskritif
analitik dengan metode pendekatan Cross
sectional. Penelitian ini bertempat di RSUD
Provinsi Sulawesi Selatan, jalan Lanto Dg.
Paseweng
No
34,
Kota
Makassar,
dilaksanakan pada tanggal 12 juli sampai 14
agustus. Populasi penelitian ini adalah 85
pasien
halusinasi
pendengaran
dan
pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan insidental sampling. Jumlah
sampel dalam penelitian 30 responden.
Kreteria sampel :
1) Kriteria Inklusi
a) Keluarga yang memiliki anggota
keluarga dengan gangguan halusinasi
pendengaran
b) Keluarga yang tinggal serumah dan
menetap dengan klien
c) Keluarga yang dapat membaca dan
memahami pertanyaan yang diberikan
d) Keluarga yang bersedia di teliti
2) Kriteria Ekslusi
a) Keluarga dengan penderita gangguan
halusinasi
pendengaran
yang
sementara di rawat di rumah sakit
b) Keluarga yang telah mampu merawat
pasien halusinasi pendengaran
Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
Instrumen pengumpulan data dalam hal
ini berbentuk kuesioner dibuat sendiri oleh
peneliti berdasarkan literature yang diperoleh
dan telah dilakukan uji validitas sebelumnya.
Data primer diperoleh berdasarkan hasil
jawaban responden atas pertanyaan dan
pernyataan yang diberikan.
Setelah
data
dikumpulkan
dari
responden kemudian data diolah dengan
tekhnik elektronik windows SPSS 16.0.
Pengolahan data dilakukan dengan tahaptahap sebagai berikut :
1. Selecting
Seleksi merupakan pemilihan untuk
mengklarifikasi data menurut kategori.
2. Editing
Editing dilakukan untuk meneliti
setiap daftar pertanyaan yang sudah diisi.
Editing
merupakan
kelengkapan
Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721
pengisian, kesalahan pengisian dan
konsistensi dari setiap jawaban.
3. Koding
Koding
merupakan
tahap
selanjutnya dengan memberi kode pada
jawaban dari setiap responden.
4. Tabulasi data
Setelah dilakukan kegiatan editing
dan
koding
dilanjutkan
dengan
mengelompokkan data kedalam suatu
tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki
sesuai dengan tujuan penelitian.
Analisis Data
Setelah data terkumpul maka data
tersebut di analisis dengan menggunakan jasa
computer program SPSS versi 16,0 yang
meliputi :
1. Analisis Univariat
Dilakukan terhadap tiap-tiap variabel
penelitian untuk melihat tampilan distribusi
frekuensi dan presentase dari tiap-tiap
variabel independen.
2. Analisis Bivariat
Untuk melihat hubungan tiap-tiap
variabel independen secara sendiri-sendiri
dengan
variabel
terikat
dengan
menggunakan uji statistik Chis-Squere
dengan tingkat kemaknaan (α): 0,05.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit
Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Jenis Kelamin
n
%
Laki-laki
11
36,7
Perempuan
19
63,3
Total
30
100.0
Berdasarkan data demografi responden
diperoleh gambaran bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan (63%)
sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki
(36,7%).
Tabel 2. Distribusi Karakteristik Responden
Berdasarkan Hubungan Dengan Pasien di
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
Hubungan dengan
n
%
keluarga
26,7
8
Ayah
14
Ibu
46,7
6
Saudara
20,0
2
Sepupu
6,7
Berdasarkan
tabel
2
di
atas
menunjukkan bahwa hubungan antara pasien
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
responden 46,7% memiliki hubungan dengan
pasien
sebagai
ibu.
Hasil
tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar pasien
halusinasi pendengaran dirawat dirumah oleh
ibunya meskipun dari hasil diatas juga
ditemukan bahwa anggota keluarga lain selain
ibu juga merawat pasien.
Tabel 3. Pengetahuan keluarga
tentang
perawatan pasien dengan masalah gangguan
halusinasi pendengaran sebelum dan setelah
dilakukan pendidikan kesehatan di RSKD
Provinsi Sulawesi Selatan 2013
Pre Test
Pengetahuan
Post Test
n
%
n
%
Tahu
10
33,3
22
73,3
Tidak Tahu
20
66,7
8
26,7
Total
30
100
30
100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat
bahwa
Pengetahuan
keluarga
tentang
perawatan pasien halusinasi dengar di RSKD
Provinsi Sulawesi Selatan kurang sebelum
diberikan pendidikan kesehatan (pre test)
sebanyak 20 (66,7%) dan setelah diberikan
pendidikan kesehatan (post test) sebanyak 8
(26,7%). Pengetahuan responden yang baik
setelah dilakukan pendidikan kesehatan (post
tes) sebanyak 22 (73,3%).
Tabel 4. Pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap peningkatan pengetahuan keluarga
tentang perawatan pasien dengan masalah
gangguan persepsi sensori halusinasi dengar
di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan
PRE-TEST
POSTTEST
TAHU
TIDAK
TAHU
TOTAL
n
%
n
%
n
%
TAHU
3
10,0
19
63,3
22
73,3
TIDAK
TAHU
6
20,0
2
6,7
8
26,7
TOTAL
9
30,0
21
70,0
30
100
Uji chi square = 0.003
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat
bahwa
pengetahuan
keluarga
tentang
perawatan pasien dengan masalah gangguan
persepsi
halusinasi dengar wilayah kerja
Puskesmas Bara-baraya Makassar sebelum
diberikan pendidikan kesehatan (pre test) dan
setelah diberikan (post test) mengalami
peningkatan. Dengan menggunakan uji chi
square didapatkan nilai p=0,003 yang berarti
ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721
439
peningkatan pengetahuan keluarga tentang
perawatan pasien dengan masalah gangguan
persepsi sensori halusinasi dengar di RSKD
Provinsi Sulawesi Selatan
PEMBAHASAN
Halusinasi
adalah
terganggunya
persepsi sensori seseorang dimana tidak
terdapat stimulus, tipe halusinasi yang sering
adalah halusinasi pendengaran. Pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak
ada yaitu merasa ada suara padahal tidak ada
stimulus suara (Stuart, 2007).
Keluarga
adalah
support
system
terdekat dan 24 jam bersama-sama dengan
klien. Keluarga yang mendukung klien secara
konsisten akan membuat klien mandiri dan
patuh mengikuti program pengobatan. Salah
satu tugas perawat adalah melatih keluarga
agar mampu merawat klien di rumah. Perawat
perlu memberikan pendidikan kesehatan
kepada keluarga (Yosep,I, 2009)
Dari hasil penelitian seperti yang terlihat
pada tabel 3 didapatkan bahwa sebelum
dilakukan pendidikan kesehatan halusinasi
pendengaran terdapat 20 responden memiliki
pengetahuan yang kurang
dan setelah
dilakukan pendidikan kesehatan terdapat 22
responden memiliki pengetahuan yang baik.
Yang berarti ada peningkatan
jumlah
responden yang memiliki
pengetahuan
tentang perawatan pasien dengan masalah
gangguan persepsi
sensori halusinasi
pendengaran di RSKD Provinsi Sulawesi
Selatan.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa
Pendidikan kesehatan merupakan suatu
proses perubahan prilaku yang dinamis
dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi
perilaku manusia yang meliputi
komponen
pengetahuan, sikap, ataupun praktik yang
berhubungan dengan tujuan hidup sehat baik
secara
individu,
kelompok
maupun
masyarakat, serta merupakan komponen dari
program kesehatan (Notoatmodjo, 2007).
Hasil ini juga didukung oleh penelitian
Darmiati 2008 bahwa ada pengaruh bermakna
dari pendidikan kesehatan terhadap tingkat
pengetahuan.
Dari hasil penelitian seperti yang terlihat
pada tabel 3 didapatkan bahwa setelah
dilakukan pendidikan kesehatan halusinasi
pendengaran terdapat 20 responden memiliki
pengetahuan yang kurang. Hasil observasi
selama penelitian adalah perubahan ini
disebabkan oleh faktor-faktor antara lain : a)
Responden kurang antusias menyimak
informasi yang diberikan. b) Responden
kurang mengerti bahasa Indonesia. Meskipun
terdapat responden yang kurang antusias
440
menyimak informasi ,tetapi responden banyak
mengalami peningkatan hal ini disebabkan
karena
responden
sering
mendengar
/mendapat materi dari petugas kesehatan
ketika membawa anaknya kontrol di Rumah
Sakit.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa
subjek belajar yang mempengaruhi proses
pendidikan kesehatan adalah kesiapan fisik
dan psikologis (motivasi dan minat), latar
belakang pendidikan, sosial budaya.(Suliha,
2001).
Berdasarkan hasil analisis dengan chi
square dengan membandingkan hasil pretest
dan post test seperti yang terlihat pada tabel
5.3 didapatkan ρ =0,003. Hal ini menunjukkan
bahwa ada efek pendidikan kesehatan antara
pre test dan post test karena mempunyai
tingkat kemaknaan ρ < 0,05.
Hasil observasi selama
penelitian
adalah perubahan ini terjadi disebabkan oleh
faktor-faktor antara lain :
a) pendidikan kesehatan diberikan secara
perorangan.
b) Pemberian
pendidikan
kesehatan
menggunakan media leafleat dimana
media tersebut memperjelas pesan yang
diberikan dan juga dapat membantu
mengingat apa yang diajarkan.
c) Pada pendidikan kesehatan terdapat hal
yang dipersentasikan sama pernyataan
yang ada di kuesioner.
d) Responden semangat dan antusias
menyimak informasi yang disampaikan
Hasil observasi selama penelitian diatas
di dukung oleh pendapat (Notoatmodjo, 2007)
yaitu
pendidikan
kesehatan
sangat
berpengaruh terhadap tujuan pengetahuan
seseorang karena dimana kegiatan pendidikan
yang dilakukan dengan menyebarkan pesan,
menanamkan keyakinan sehingga masyarakat
tidak hanya sadar, tahu dan mengerti, tetapi
juga mau dan bisa melaksanakan suatu
anjuran yang ada hubungannya dengan
kesehatan.
Pendidikan kesehatan kepada keluarga
tentang perawatan pasien dengan masalah
gangguan persepsi halusinasi dengar sangat
penting dalam peningkatan pengetahuan, hal
ini dapat berakibat positif dalam memotivasi
pasien halusinasi untuk dapat mengontrol
halusinasinya sehingga dapat beraktivitas
secara optimal.
Hal ini sejalan dengan tujuan dilakukan
pendidikan kesehatan yakni peningkatan
pengetahuan
masyarakat
di
bidang
kesehatan, tercapainya perubahan perilaku
individu, keluarga dan masyarakat sebagai
sasaran utama pendidikan kesehatan dalam
Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721
membina dan memelihara perilaku sehat dan
lingkungan sehat serta berperan aktif dalam
upaya meningkatkan derajat kesehatan yang
optimal sesuai dengan konsep hidup sehat
sehingga dapat menurunkan angka kesakitan
dan kematian (Notoatmodjo, 2007).
Pada penelitian ini peneliti juga
memasukkan aspek obat kedalam komponen
pengetahuan keluarga dalam merawat pasien
halusinasi di rumah. Menurut peneliti
pengetahuan tentang obat juga sangat penting
dalam proses perawatan dan bermanfaat bagi
kesembuhan pasien. Karena ketika di rumah
keluargalah
yang
menggantikan
peran
perawat dalam merawat pasien. Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar
responden mengetahui tentang manfaat, jenis
dan dosis obat yang biasa di berikan. Namun
mayoritas keluarga belum mengetahui tentang
efek samping obat, kondisi ini dapat
disebabkan oleh kurabgnya informasi yang
diterima oleh keluarga tentang efek samping
obat. Hal ini juga dapat terjadi karena
keterbatasan instrument dari peneliti karena
hanya mencantumkan sedikit dari sekian
banyak efek samping obat yang dapat
disarankan oleh pengguna.
Obat antipsikotik yang di berikan selain
bertujuan mengurangi dan menghilangkan
gejala halusinasinya juga tak luput dari efek
samping yang terjadi pada pasien.videbeck
(2008) dan Hamer (2007) menyebutkan
bahwa obat-obatan antipsikotik merupakan
terapi utama bagi penderita gangguan jiwa
seperti zkisofrenia, tetapi obat tersebut
memiliki sejumlah besar efek samping efek
samping
neurologi
seperti
gejala
eksterapiramidal mencakup distonia akut,
akatisia dan parkinsonisme. Selain itu efek
samping yang lebih serius meliputi diskenidia
tardif (gerakan involunter permanen), sindrom
maligna neuroleptik yang dapat berakibat fatal
yang dapat mengurangi kualitas hidup pasien.
Karena adanya efek samping serius dari obatobatan yang mereka komsumsi, kepatuhan
minum obat, dan efek samping obat.
Bagi pasien sendiri efek samping obat
merupakan salah satu penyebab pasien
banyak
menghentikan
komsumsi
obat
sehingga
berakibat
pada
kekambuhan
penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh
Kazadi, Moosa dan Jeenah (2008) tentang
faktor
yang mempengaruhi kambuhnya
pasien skizofrenia salah satunya adalah
adanya efek samping obat. Penelitian ini
dilakukan pada 217 pasien penderita
skizofrenia yang sedikitnya pernah satu kali
mengalami kambuh. Penelitin dilakukan
hamper selama 10 tahun ini menghasilkan
kesimpulan bahwa efek samping obat
merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan pasien skizofrenia. Banyak
pasien yang menghentikan minum obat
karena merasa terganggu oleh efek samping
obat sehingga berpengaruh pada tingkat
kekambuhan. Oleh karena itu penting sekali
pemberian informasi yang jelas bagi pasien
mengenai efek samping obat agar pasien tidak
menghentikan komsumsi obat dan patuh
terhadap program pengobatan.
Banyak faktor yang menyebabkan
ketidakpatuhuan minum
obat sehingga
menyebabkan kekambuhan. Oleh karena itu
keluarga harus memberikan informasi tentang
tanda-tanda awal kekambuihan sekaligus
penekanan bahwa minum obat dalam jangka
waktu panjang pada pasien bertujuan sebagai
profilaktif
atau
upayah
pencegahan
kekambuhan. Apabila keluarga mempunyai
pengetahuan yang adekuat maka keluarga
akan melakukan upaya yang maksimal untuk
mengatasi ketidakpatuhan sedini mungkin
(Wardani,2009)
Dari berbagai pernyataan diatas maka
dapat kita cermati bahwa pengetahuan
tentang obat adalah penting, tidak hanya bagi
pasien tetapi juga bagi keluarga pasien.
Keluargalah yang setiap saat berada
disamping pasien, memberikan perawatan
pada saat pasien berada di rumah, dan
mengawasi pasien minum obat. Keluarga
merupakan pemberi perawatan pada pasien
halusinasi di rumah. Proses perawatan yang
melibatkan pasien dan keluarga akan
membantu proses penyembuhan. Oleh karena
itu pengetahuan sangat penting diberikan
pada keluarga. Pemberian informasi yang
tepat pada keluarga akan meningkatkan
pengetahuan keluarga dalam merawat pasien
halusinasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dijelaskan maka
dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini
yaitu:
1. Ada pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap
peningkatan pengetahuan
keluarga tentang perawatan pasien
dengan masalah gangguan halusinasi
pendengaran di RSKD Provinsi.
2. Tingkat pengetahuan keluarga sebelum
dilakukan pendidikan kesehatan tentang
perawatan pasien dengan masalah
gangguan
halusinasi
pendengaran
sebagian besar responden masih kurang.
3. Tingkat pengetahuan keluarga setelah
dilakukan pendidikan kesehatan tentang
perawatan pasien dengan masalah
halusinasi
pendengaran
mengalami
Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721
441
peningkatan
dibanding
pendidikan kesehatan.
sebelum
SARAN
1. ada penelitian ini terbukti bahwa
pendidikan kesehatan merupakan salah
satu tindakan keperawatan yang efektif
untuk
meningkatkan
pengetahuan
keluarga dalam merawat pasien halusinasi
di rumah sehingga dapat mencegah
terjadinya kekambuhan pada
pasien,
Maka sebaiknya pendidikan kesehatan
menjadi tindakan keperawatan untuk
setiap keluarga pasien halusinasi terutama
pasien yang dirawat di rumah.
2. Bagi petugas kesehatan untuk terus
menggalakkan pendidikan kesehatan jiwa
pada masyarakat terutama pendidikan
kesehatan tentang perawatan halusinasi
pendengaran karena merupakan jenis
halusinasi
yang
banyak
dialami
masyarakat.
3. Bagi keluarga untuk terus memberi
dukungan dan perhatian kepada pasien
agar pasien lebih optimal .
4. Bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan
penelitian dengan mengunakan metode
yang lain dan memiliki sampel yang lebih
banyak sehingga validitas dapat dijamin.
DAFTAR PUSTAKA
Arsip Guntur, 2013, Lp Halusinasi, (Online), (Http://Arsipguntur.Blogspot.Com/2013/03/Lp-Halusinasi.Html Sitasi
Tanggal Maret 2013)
Aziz, 2010, Metode Penelitian Kesehatan, Health Books Publishing, Surabaya
Ahmad Saleh, 2009, Halusinasi, (Online), (Http://Ahmadsalehyahya.Blogspot.Com/2009/12/Halusinasi.Html)
Elvira
Petrisia,
2012,
Asuhan
Keperawatan
Jiwa
Halusinasi,
(Http://Elvirapetrisia.Blogspot.Com/2012/10/Asuhan-Keperawatan-Jiwa-Halusinasi_9.Html)
(Online),
Erlinafsiah, 2010, Modal Perawat Dalam Praktek Keperawatan Jiwa, Trans Info Media, Jakarta
Farida Kusumawati, 2010, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta
Iyus Yosep, 2011, Keperawatan Jiwa, Refika Aditama, Bandung
Setiawati, 2008, Penuntun Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga, Trans Info Media, Jakarta
Trimeilia, 2011, Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi, Cv Trans Info Media, Jakarta Timur
Wawan, 2010, Teori DanPengukuran Pengetahuan Sikap Dan Prilaku Manusia, Nuha Medika, Yogyakarta
Setiadi, 2013, Konsep Dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan Edisi 2, Graha Ilmu, Yogyakarta
Silva Puspitasari, 2012, Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
Dengar Di Ruang W9 Wisma Banowati Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soeroyo Magelang, (Online),
(Http://Www.E-Skripsi.Stikesmuh-Pkj.Ac.Id/E-Skripsi/Index.Php?P=Show_Detail&Id=219).
442
Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721
PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN PASIEN
DENGAN MASALAH GANGGUAN HALUSINASI
PENDENGARAN DI RSKD PROV. SUL-SEL
Rismayanti1, Sudirman2
1
STIKES Nani Hasanuddin Makassar
Nani Hasanuddin Makassar
2STIKES
ABSTRAK
Halusinasi adalah distorsi persepsi yang terjadi pada respon neurobiologikal yang maladaptif.
Halusinasi yang banyak dialami oleh pasien
gangguan jiwa adalah
gangguan halusinasi
pendengaran. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu tindakan keperawatan yang efektif untuk
meningkatkan pengetahuan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan masalah
gangguan persepsi halusinasi pendengaran di RSKD Prov Sul-Sel. Rancangan penelitian yang
digunakan pada penelitian ini adalah desain pra-eksperimen dengan one-group pre-test and post-test
desaign, dengan cara melakukan kunjungan rumah untuk mendapatkan pengaruh yang bermakna
dari pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien
dengan masalah gangguan persepsi halusinasi di RSKD Prov. Sul-Sel selama 1 bulan. Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 11 orang yang diambil berdasarkan metode total sampling. Instrumen
penelitian menggunakan lembar observasi, menggunakan uji Wilcoxon dan data dianalisis dengan
menggunakan SPSS 16. Pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan masalah
gangguan persepsi halusinasi dengar di wilayah kerja Puskesmas Bara-baraya Makassar sebelum
diberikan pendidikan kesehatan (pre test) dan setelah diberikan (post test) mengalami peningkatan.
Didapatkan nilai p=0,011 yang berarti ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan
pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien dengan masalah gangguan halusinasi pendengaran
di RSKD Prov Sul-Sel. Saran dari peneliti diharapkan untuk terus menggalakkan pendidikan
kesehatan jiwa pada masyarakat terutama pendidikan kesehatan tentang perawatan halusinasi
dengar dan melakukan penelitian berlanjut untuk hasil lebih baik.
Kata Kunci: Pendidikan Kesehatan, Pengetahuan Keluarga, Halusinasi Pendengaran
PENDAHULUAN
Halusinasi
adalah
gangguan
pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat
meliputi semua sistem penginderaan di mana
terjadi pada saat kesadaran individu itu
penuh/baik.
Individu
yang
mengalami
halusinasi seringkali beranggapan sumber
atau penyebab halusinasi itu berasal dari
lingkungannya, padahal rangsangan primer
dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan
diri secara psikologik terhadap kejadian
traumatik sehubungan dengan rasa bersalah,
rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh
orang
yang
diicintai,
tidak
dapat
mengendalikan dorongan ego, pikiran dan
perasaannya sendiri. Halusinasi timbul tanpa
penurunan kesadaran dan hal ini merupakan
gejala yang hampir tidak dijumpai pada
keadaan lain (Guntur, 2013). Secara umum
dapat dikatakan segala sesuatu yang
mengancam harga diri (self esteem) dan
keutuhan
keluarga
dapat
merupakan
penyebab terjadinya halusinasi. Ancaman
terhadap harga diri dan keutuhan keluarga
meningkatkan kecemasan. Gejala dengan
meningkatnya kecemasan, kemampuan untuk
memisahkan
dan
mengatur
persepsi,
mengenal perbedaan antara apa yang
dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun,
sehingga segala sesuatu diartikan berbeda
dan proses rasionalisasi tidak efektif tagi. Hal
ini
mengakibatkan
lebih
sukar
lagi
membedakan mana rangsangan yang berasal
dari pikirannya sendiri dan mana yang dari
lingkungannya (Guntur, 2013).
Pasien dengan halusinasi cenderung
menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah
tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri,
secara tiba-tiba marah atau menyerang orang
lain, gelisah, melakukan gerakan seperti
sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan
dari pasien sendiri tentang halusinasi yang
dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau
dirasakan) ( Guntur, 2013).
Data yang dikeluarkan oleh Word Health
Organization (WHO) pada tahun 2006
Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721
437
menyebutkan bahwa diperkirakan 26 juta
penduduk Indonesia mengalami gangguan
kejiwaan, dari tingkat ringan hingga berat
dilain pihak, klien dengan masalah kejiwaan
pada umumnya berada dalam kondisi
psikologik yang lemah dan tidak mempunyai
kemampuan
untuk
menyelesaikan
masalahnya
(Ahmad,
2009).
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
lingkup
masalah
kesehatan jiwa yang di hadapi individu sangat
kompleks sehingga diperlukan penanganan
yang
bersifat
kompleks
pula.Meskipun
perkembangan
pengetahuan
tentang
pengobatan efektif untuk gangguan jiwa sudah
cukup pesat, namun permasalahan besar
dalam hal pengobatan dan sumber daya yang
tersedia masih ada. Sebuah studi yang
dilaksanakan
oleh
WHO
pada
2005
menunjukkan bahwa di 14 (empat belas)
negara berkembang, terdapat sekitar 76 – 85
%
pasien
yang
tidak
mendapatkan
pengobatan apapun pada tahun utama kasus
gangguan jiwa parah (Ahmad, 2009).
Dari 150 juta populasi orang dewasa
Indonesia, berdasarkan data Departemen
Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang
mengalami gangguan mental emosional.
Sedangkan 4% dari jumlah tersebut terlambat
berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya
layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis
ekonomi
dunia
yang
semakin
berat
mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di
dunia, dan Indonesia khususnya kian
meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau
25% dari juta penduduk Indonesia mengalami
gangguan jiwa (Elvira, 2012).
Berdasarkan keadaan umum semua
pasien yang ada di ruangan Yudistira RS. Dr.
H. Marzoeki Mahdi Bogor yaitu berjumlah 31
orang. Dimana pasien terbagi atas berbagai
macam masalah diagnose keperawatan yang
berbeda dari 31 orang pasien terdapat 3
masalah utama pasien dimana 58% pasien
menderita
gangguan
sensori
persepsi:
Halusinasi, 24% pasien menderita Isolasi
social, dan 18% pasien menderita gangguan
pola pikir: Waham (Elvira, 2012).
Untuk propinsi Sulawesi Selatan sendiri,
jumlah pasien gangguan jiwa khususnya yang
mengalami gangguan halusinasi selama tiga
tahun terakhir adalah 14.229 orang. Terbukti
pada tahun 2005 terdapat sekitar 400 orang
penderita gangguan jiwa, 2006 naik menjadi
563, dan tahun 2007 bertambah lagi menjadi
592 orang (Agus, 2011)
Berdasarkan data yang diperoleh dari
RSKD Provinsi Sulawesi Selatan yaitu pada
tahun 2013 terdapat 440 orang pasien jiwa
dimana 85 pasien mengalami presepsi
halusinasi pendengaran. Dengan adanya
438
masalah-masalah
diatas
maka
penulis
berkeinginan
mengetahui
pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap peningkatan
pengetahuan keluarga merawat pasien
dengan
masalah
gangguan
persepsi
halusinasi di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan.
(Data skunder RSKD Provinsi Sulawesi
Selatan
BAHAN DAN METODE
Lokasi, populasi, dan sampel
Berdasarkan permasalahan yang diteliti,
maka jenis penelitian ini adalah deskritif
analitik dengan metode pendekatan Cross
sectional. Penelitian ini bertempat di RSUD
Provinsi Sulawesi Selatan, jalan Lanto Dg.
Paseweng
No
34,
Kota
Makassar,
dilaksanakan pada tanggal 12 juli sampai 14
agustus. Populasi penelitian ini adalah 85
pasien
halusinasi
pendengaran
dan
pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan insidental sampling. Jumlah
sampel dalam penelitian 30 responden.
Kreteria sampel :
1) Kriteria Inklusi
a) Keluarga yang memiliki anggota
keluarga dengan gangguan halusinasi
pendengaran
b) Keluarga yang tinggal serumah dan
menetap dengan klien
c) Keluarga yang dapat membaca dan
memahami pertanyaan yang diberikan
d) Keluarga yang bersedia di teliti
2) Kriteria Ekslusi
a) Keluarga dengan penderita gangguan
halusinasi
pendengaran
yang
sementara di rawat di rumah sakit
b) Keluarga yang telah mampu merawat
pasien halusinasi pendengaran
Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
Instrumen pengumpulan data dalam hal
ini berbentuk kuesioner dibuat sendiri oleh
peneliti berdasarkan literature yang diperoleh
dan telah dilakukan uji validitas sebelumnya.
Data primer diperoleh berdasarkan hasil
jawaban responden atas pertanyaan dan
pernyataan yang diberikan.
Setelah
data
dikumpulkan
dari
responden kemudian data diolah dengan
tekhnik elektronik windows SPSS 16.0.
Pengolahan data dilakukan dengan tahaptahap sebagai berikut :
1. Selecting
Seleksi merupakan pemilihan untuk
mengklarifikasi data menurut kategori.
2. Editing
Editing dilakukan untuk meneliti
setiap daftar pertanyaan yang sudah diisi.
Editing
merupakan
kelengkapan
Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721
pengisian, kesalahan pengisian dan
konsistensi dari setiap jawaban.
3. Koding
Koding
merupakan
tahap
selanjutnya dengan memberi kode pada
jawaban dari setiap responden.
4. Tabulasi data
Setelah dilakukan kegiatan editing
dan
koding
dilanjutkan
dengan
mengelompokkan data kedalam suatu
tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki
sesuai dengan tujuan penelitian.
Analisis Data
Setelah data terkumpul maka data
tersebut di analisis dengan menggunakan jasa
computer program SPSS versi 16,0 yang
meliputi :
1. Analisis Univariat
Dilakukan terhadap tiap-tiap variabel
penelitian untuk melihat tampilan distribusi
frekuensi dan presentase dari tiap-tiap
variabel independen.
2. Analisis Bivariat
Untuk melihat hubungan tiap-tiap
variabel independen secara sendiri-sendiri
dengan
variabel
terikat
dengan
menggunakan uji statistik Chis-Squere
dengan tingkat kemaknaan (α): 0,05.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit
Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Jenis Kelamin
n
%
Laki-laki
11
36,7
Perempuan
19
63,3
Total
30
100.0
Berdasarkan data demografi responden
diperoleh gambaran bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan (63%)
sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki
(36,7%).
Tabel 2. Distribusi Karakteristik Responden
Berdasarkan Hubungan Dengan Pasien di
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
Hubungan dengan
n
%
keluarga
26,7
8
Ayah
14
Ibu
46,7
6
Saudara
20,0
2
Sepupu
6,7
Berdasarkan
tabel
2
di
atas
menunjukkan bahwa hubungan antara pasien
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
responden 46,7% memiliki hubungan dengan
pasien
sebagai
ibu.
Hasil
tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar pasien
halusinasi pendengaran dirawat dirumah oleh
ibunya meskipun dari hasil diatas juga
ditemukan bahwa anggota keluarga lain selain
ibu juga merawat pasien.
Tabel 3. Pengetahuan keluarga
tentang
perawatan pasien dengan masalah gangguan
halusinasi pendengaran sebelum dan setelah
dilakukan pendidikan kesehatan di RSKD
Provinsi Sulawesi Selatan 2013
Pre Test
Pengetahuan
Post Test
n
%
n
%
Tahu
10
33,3
22
73,3
Tidak Tahu
20
66,7
8
26,7
Total
30
100
30
100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat
bahwa
Pengetahuan
keluarga
tentang
perawatan pasien halusinasi dengar di RSKD
Provinsi Sulawesi Selatan kurang sebelum
diberikan pendidikan kesehatan (pre test)
sebanyak 20 (66,7%) dan setelah diberikan
pendidikan kesehatan (post test) sebanyak 8
(26,7%). Pengetahuan responden yang baik
setelah dilakukan pendidikan kesehatan (post
tes) sebanyak 22 (73,3%).
Tabel 4. Pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap peningkatan pengetahuan keluarga
tentang perawatan pasien dengan masalah
gangguan persepsi sensori halusinasi dengar
di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan
PRE-TEST
POSTTEST
TAHU
TIDAK
TAHU
TOTAL
n
%
n
%
n
%
TAHU
3
10,0
19
63,3
22
73,3
TIDAK
TAHU
6
20,0
2
6,7
8
26,7
TOTAL
9
30,0
21
70,0
30
100
Uji chi square = 0.003
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat
bahwa
pengetahuan
keluarga
tentang
perawatan pasien dengan masalah gangguan
persepsi
halusinasi dengar wilayah kerja
Puskesmas Bara-baraya Makassar sebelum
diberikan pendidikan kesehatan (pre test) dan
setelah diberikan (post test) mengalami
peningkatan. Dengan menggunakan uji chi
square didapatkan nilai p=0,003 yang berarti
ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721
439
peningkatan pengetahuan keluarga tentang
perawatan pasien dengan masalah gangguan
persepsi sensori halusinasi dengar di RSKD
Provinsi Sulawesi Selatan
PEMBAHASAN
Halusinasi
adalah
terganggunya
persepsi sensori seseorang dimana tidak
terdapat stimulus, tipe halusinasi yang sering
adalah halusinasi pendengaran. Pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak
ada yaitu merasa ada suara padahal tidak ada
stimulus suara (Stuart, 2007).
Keluarga
adalah
support
system
terdekat dan 24 jam bersama-sama dengan
klien. Keluarga yang mendukung klien secara
konsisten akan membuat klien mandiri dan
patuh mengikuti program pengobatan. Salah
satu tugas perawat adalah melatih keluarga
agar mampu merawat klien di rumah. Perawat
perlu memberikan pendidikan kesehatan
kepada keluarga (Yosep,I, 2009)
Dari hasil penelitian seperti yang terlihat
pada tabel 3 didapatkan bahwa sebelum
dilakukan pendidikan kesehatan halusinasi
pendengaran terdapat 20 responden memiliki
pengetahuan yang kurang
dan setelah
dilakukan pendidikan kesehatan terdapat 22
responden memiliki pengetahuan yang baik.
Yang berarti ada peningkatan
jumlah
responden yang memiliki
pengetahuan
tentang perawatan pasien dengan masalah
gangguan persepsi
sensori halusinasi
pendengaran di RSKD Provinsi Sulawesi
Selatan.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa
Pendidikan kesehatan merupakan suatu
proses perubahan prilaku yang dinamis
dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi
perilaku manusia yang meliputi
komponen
pengetahuan, sikap, ataupun praktik yang
berhubungan dengan tujuan hidup sehat baik
secara
individu,
kelompok
maupun
masyarakat, serta merupakan komponen dari
program kesehatan (Notoatmodjo, 2007).
Hasil ini juga didukung oleh penelitian
Darmiati 2008 bahwa ada pengaruh bermakna
dari pendidikan kesehatan terhadap tingkat
pengetahuan.
Dari hasil penelitian seperti yang terlihat
pada tabel 3 didapatkan bahwa setelah
dilakukan pendidikan kesehatan halusinasi
pendengaran terdapat 20 responden memiliki
pengetahuan yang kurang. Hasil observasi
selama penelitian adalah perubahan ini
disebabkan oleh faktor-faktor antara lain : a)
Responden kurang antusias menyimak
informasi yang diberikan. b) Responden
kurang mengerti bahasa Indonesia. Meskipun
terdapat responden yang kurang antusias
440
menyimak informasi ,tetapi responden banyak
mengalami peningkatan hal ini disebabkan
karena
responden
sering
mendengar
/mendapat materi dari petugas kesehatan
ketika membawa anaknya kontrol di Rumah
Sakit.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa
subjek belajar yang mempengaruhi proses
pendidikan kesehatan adalah kesiapan fisik
dan psikologis (motivasi dan minat), latar
belakang pendidikan, sosial budaya.(Suliha,
2001).
Berdasarkan hasil analisis dengan chi
square dengan membandingkan hasil pretest
dan post test seperti yang terlihat pada tabel
5.3 didapatkan ρ =0,003. Hal ini menunjukkan
bahwa ada efek pendidikan kesehatan antara
pre test dan post test karena mempunyai
tingkat kemaknaan ρ < 0,05.
Hasil observasi selama
penelitian
adalah perubahan ini terjadi disebabkan oleh
faktor-faktor antara lain :
a) pendidikan kesehatan diberikan secara
perorangan.
b) Pemberian
pendidikan
kesehatan
menggunakan media leafleat dimana
media tersebut memperjelas pesan yang
diberikan dan juga dapat membantu
mengingat apa yang diajarkan.
c) Pada pendidikan kesehatan terdapat hal
yang dipersentasikan sama pernyataan
yang ada di kuesioner.
d) Responden semangat dan antusias
menyimak informasi yang disampaikan
Hasil observasi selama penelitian diatas
di dukung oleh pendapat (Notoatmodjo, 2007)
yaitu
pendidikan
kesehatan
sangat
berpengaruh terhadap tujuan pengetahuan
seseorang karena dimana kegiatan pendidikan
yang dilakukan dengan menyebarkan pesan,
menanamkan keyakinan sehingga masyarakat
tidak hanya sadar, tahu dan mengerti, tetapi
juga mau dan bisa melaksanakan suatu
anjuran yang ada hubungannya dengan
kesehatan.
Pendidikan kesehatan kepada keluarga
tentang perawatan pasien dengan masalah
gangguan persepsi halusinasi dengar sangat
penting dalam peningkatan pengetahuan, hal
ini dapat berakibat positif dalam memotivasi
pasien halusinasi untuk dapat mengontrol
halusinasinya sehingga dapat beraktivitas
secara optimal.
Hal ini sejalan dengan tujuan dilakukan
pendidikan kesehatan yakni peningkatan
pengetahuan
masyarakat
di
bidang
kesehatan, tercapainya perubahan perilaku
individu, keluarga dan masyarakat sebagai
sasaran utama pendidikan kesehatan dalam
Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721
membina dan memelihara perilaku sehat dan
lingkungan sehat serta berperan aktif dalam
upaya meningkatkan derajat kesehatan yang
optimal sesuai dengan konsep hidup sehat
sehingga dapat menurunkan angka kesakitan
dan kematian (Notoatmodjo, 2007).
Pada penelitian ini peneliti juga
memasukkan aspek obat kedalam komponen
pengetahuan keluarga dalam merawat pasien
halusinasi di rumah. Menurut peneliti
pengetahuan tentang obat juga sangat penting
dalam proses perawatan dan bermanfaat bagi
kesembuhan pasien. Karena ketika di rumah
keluargalah
yang
menggantikan
peran
perawat dalam merawat pasien. Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar
responden mengetahui tentang manfaat, jenis
dan dosis obat yang biasa di berikan. Namun
mayoritas keluarga belum mengetahui tentang
efek samping obat, kondisi ini dapat
disebabkan oleh kurabgnya informasi yang
diterima oleh keluarga tentang efek samping
obat. Hal ini juga dapat terjadi karena
keterbatasan instrument dari peneliti karena
hanya mencantumkan sedikit dari sekian
banyak efek samping obat yang dapat
disarankan oleh pengguna.
Obat antipsikotik yang di berikan selain
bertujuan mengurangi dan menghilangkan
gejala halusinasinya juga tak luput dari efek
samping yang terjadi pada pasien.videbeck
(2008) dan Hamer (2007) menyebutkan
bahwa obat-obatan antipsikotik merupakan
terapi utama bagi penderita gangguan jiwa
seperti zkisofrenia, tetapi obat tersebut
memiliki sejumlah besar efek samping efek
samping
neurologi
seperti
gejala
eksterapiramidal mencakup distonia akut,
akatisia dan parkinsonisme. Selain itu efek
samping yang lebih serius meliputi diskenidia
tardif (gerakan involunter permanen), sindrom
maligna neuroleptik yang dapat berakibat fatal
yang dapat mengurangi kualitas hidup pasien.
Karena adanya efek samping serius dari obatobatan yang mereka komsumsi, kepatuhan
minum obat, dan efek samping obat.
Bagi pasien sendiri efek samping obat
merupakan salah satu penyebab pasien
banyak
menghentikan
komsumsi
obat
sehingga
berakibat
pada
kekambuhan
penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh
Kazadi, Moosa dan Jeenah (2008) tentang
faktor
yang mempengaruhi kambuhnya
pasien skizofrenia salah satunya adalah
adanya efek samping obat. Penelitian ini
dilakukan pada 217 pasien penderita
skizofrenia yang sedikitnya pernah satu kali
mengalami kambuh. Penelitin dilakukan
hamper selama 10 tahun ini menghasilkan
kesimpulan bahwa efek samping obat
merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan pasien skizofrenia. Banyak
pasien yang menghentikan minum obat
karena merasa terganggu oleh efek samping
obat sehingga berpengaruh pada tingkat
kekambuhan. Oleh karena itu penting sekali
pemberian informasi yang jelas bagi pasien
mengenai efek samping obat agar pasien tidak
menghentikan komsumsi obat dan patuh
terhadap program pengobatan.
Banyak faktor yang menyebabkan
ketidakpatuhuan minum
obat sehingga
menyebabkan kekambuhan. Oleh karena itu
keluarga harus memberikan informasi tentang
tanda-tanda awal kekambuihan sekaligus
penekanan bahwa minum obat dalam jangka
waktu panjang pada pasien bertujuan sebagai
profilaktif
atau
upayah
pencegahan
kekambuhan. Apabila keluarga mempunyai
pengetahuan yang adekuat maka keluarga
akan melakukan upaya yang maksimal untuk
mengatasi ketidakpatuhan sedini mungkin
(Wardani,2009)
Dari berbagai pernyataan diatas maka
dapat kita cermati bahwa pengetahuan
tentang obat adalah penting, tidak hanya bagi
pasien tetapi juga bagi keluarga pasien.
Keluargalah yang setiap saat berada
disamping pasien, memberikan perawatan
pada saat pasien berada di rumah, dan
mengawasi pasien minum obat. Keluarga
merupakan pemberi perawatan pada pasien
halusinasi di rumah. Proses perawatan yang
melibatkan pasien dan keluarga akan
membantu proses penyembuhan. Oleh karena
itu pengetahuan sangat penting diberikan
pada keluarga. Pemberian informasi yang
tepat pada keluarga akan meningkatkan
pengetahuan keluarga dalam merawat pasien
halusinasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dijelaskan maka
dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini
yaitu:
1. Ada pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap
peningkatan pengetahuan
keluarga tentang perawatan pasien
dengan masalah gangguan halusinasi
pendengaran di RSKD Provinsi.
2. Tingkat pengetahuan keluarga sebelum
dilakukan pendidikan kesehatan tentang
perawatan pasien dengan masalah
gangguan
halusinasi
pendengaran
sebagian besar responden masih kurang.
3. Tingkat pengetahuan keluarga setelah
dilakukan pendidikan kesehatan tentang
perawatan pasien dengan masalah
halusinasi
pendengaran
mengalami
Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721
441
peningkatan
dibanding
pendidikan kesehatan.
sebelum
SARAN
1. ada penelitian ini terbukti bahwa
pendidikan kesehatan merupakan salah
satu tindakan keperawatan yang efektif
untuk
meningkatkan
pengetahuan
keluarga dalam merawat pasien halusinasi
di rumah sehingga dapat mencegah
terjadinya kekambuhan pada
pasien,
Maka sebaiknya pendidikan kesehatan
menjadi tindakan keperawatan untuk
setiap keluarga pasien halusinasi terutama
pasien yang dirawat di rumah.
2. Bagi petugas kesehatan untuk terus
menggalakkan pendidikan kesehatan jiwa
pada masyarakat terutama pendidikan
kesehatan tentang perawatan halusinasi
pendengaran karena merupakan jenis
halusinasi
yang
banyak
dialami
masyarakat.
3. Bagi keluarga untuk terus memberi
dukungan dan perhatian kepada pasien
agar pasien lebih optimal .
4. Bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan
penelitian dengan mengunakan metode
yang lain dan memiliki sampel yang lebih
banyak sehingga validitas dapat dijamin.
DAFTAR PUSTAKA
Arsip Guntur, 2013, Lp Halusinasi, (Online), (Http://Arsipguntur.Blogspot.Com/2013/03/Lp-Halusinasi.Html Sitasi
Tanggal Maret 2013)
Aziz, 2010, Metode Penelitian Kesehatan, Health Books Publishing, Surabaya
Ahmad Saleh, 2009, Halusinasi, (Online), (Http://Ahmadsalehyahya.Blogspot.Com/2009/12/Halusinasi.Html)
Elvira
Petrisia,
2012,
Asuhan
Keperawatan
Jiwa
Halusinasi,
(Http://Elvirapetrisia.Blogspot.Com/2012/10/Asuhan-Keperawatan-Jiwa-Halusinasi_9.Html)
(Online),
Erlinafsiah, 2010, Modal Perawat Dalam Praktek Keperawatan Jiwa, Trans Info Media, Jakarta
Farida Kusumawati, 2010, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta
Iyus Yosep, 2011, Keperawatan Jiwa, Refika Aditama, Bandung
Setiawati, 2008, Penuntun Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga, Trans Info Media, Jakarta
Trimeilia, 2011, Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi, Cv Trans Info Media, Jakarta Timur
Wawan, 2010, Teori DanPengukuran Pengetahuan Sikap Dan Prilaku Manusia, Nuha Medika, Yogyakarta
Setiadi, 2013, Konsep Dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan Edisi 2, Graha Ilmu, Yogyakarta
Silva Puspitasari, 2012, Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
Dengar Di Ruang W9 Wisma Banowati Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soeroyo Magelang, (Online),
(Http://Www.E-Skripsi.Stikesmuh-Pkj.Ac.Id/E-Skripsi/Index.Php?P=Show_Detail&Id=219).
442
Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721