Reduksi Ketergantungan dalam Upaya Pembe

REDUKSI KETERGANTUNGAN DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN PENDIDIKAN NASIONAL MEWUJUDKAN GENERASI EMAS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Landasan Kependidikan Semester 1 Dosen Pengampu. Dr. Catharina Tri Anni

Oleh :

SITI AROFAH / NIM. 0102514035 AGUS SAEFUDIN / NIM. 0102514057 SUYATNO / NIM. 0102514068

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MANAJEMEN PEDIDIKAN KONSENTRASI KEPENGAWASAN SEKOLAH UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG DESEMBER 2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan banyak kenikmatan, utamanya nikmat iman, sehat, sempat dan diberi kekuatan tetap setia mengabdi pada bidang pendidikan untuk berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa naskah Makalah Kelompok Bab 14 Dependency Theory in Comparative Education yang kami breakdown menjadi makalah de ga judul Reduksi Ketergantungan dalam pemberdayaan Pendidikan Nasional Mewujudkan Generasi Emas dapat diselesaikan dengan baik dan sebagai bahan diskusi serta berbagi bagi kemajuan pendidikan di tanah air tercinta Indonesia ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Landasan Kependidikan dengan dosen pengampu Dr. Catharina Tri Anni.

Banyak bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak dalam penyusunan makalah ini, untuk itu disampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Catharina Tri Anni yang telah memberikan bimbingan dan banyak ilmu tentang landasan kependidikan kepada kami;

2. Teman-teman mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan (Kepengawasan Sekolah) Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang merupakan mitra diskusi dan berbagi pengalaman yang luar biasa, bersama kami mempunyai mimpi untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik lagi;

3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang mendukung kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Semoga semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan imbalan pahala yang berlipat dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Penulis menyadari makalah ini masih banyak terdapat kekurangan untuk itu saran demi perbaikan sangat dinantikan. Penulis berharap semoga makalah ini membawa manfaat dan dapat menjadi media dalam berbagi bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Amin.

Semarang, Desember 2014 Kelompok Bab 14

1. Siti Arofah / NIM. 0102514035

2. Agus Saefudin / NIM. 0102514057

3. Suyatno / NIM. 0102514068

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berfikir Reduksi Ketergantungan Dalam Upaya

Pemberdayaan Pendidikan Nasional Untuk Mewujudkan Generasi Emas .......................................................................

18 Gambar 2. Nilai-nilai Karakter Berlandaskan Budaya Bangsa ..........

57

ABSTRAK REDUKSI KETERGANTUNGAN DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN PENDIDIKAN NASIONAL MEWUJUDKAN GENERASI EMAS

Oleh: Siti Arofah, Agus Saefudin, dan Suyatno

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah memberikan penjelasan tentang: (1) upaya mewujudkan generasi emas Indonesia dengan mereduksi ketergantungan terhadap negara maju dengan memberdayakan pendidikan nasional, (2) praksis pendidikan nasional yang dapat mewujudkan generasi emas Indonesia (3) hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas, dan (4) solusi bagi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas.

Mewujudkan generasi emas Indonesia dengan mereduksi ketergantungan terhadap negara maju dilakukan dengan memberdayakan pendidikan nasional pendidikan yang berjati diri dan berkarakter kebangsaan yang kuat. Praksis pendidikan nasional yang dapat mewujudkan generasi emas Indonesia diantaranya adalah: (1) penerapan prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantara ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani, (2) penerapan pendidikan karakter meliputi: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab, serta (3) penerapan pendidikan kecakapan hidup (life skill education).

Hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas diantaranya adalah: tantangan diri sendiri, tantangan dari dalam negeri, dan tantangan global. Solusi bagi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas dimulai dengan memandang belajar secara benar. Guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran berlandaskan pada empat pilar pendidikan menurut UNESCO, yaitu: learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Guru menanamkan karakter kewirausahaan pada peserta didik yang mengandung unsur eksplorasi rasa ingin tahu/inquiry, fleksibilitas berpikir, kreativitas, kemampuan berinovasi, tidak takut pada resiko dan memprioritaskan praktek di lapangan

Kata Kunci: reduksi ketergantungan, pendidikan nasional, generasi emas

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lebih lanjut disebutkan bahwa ada 6 (enam) prinsip penyelenggaraan pendidikan, yaitu:

mencerdaskan kehidupan

bangsa,

a. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

b. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik

dengan sistem terbuka dan multimakna.

c. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

d. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

e. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.

f. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Dari dasar legal formal ini jelas terlihat bahwa pendidikan nasional Indonesia berdaulat penuh dan bermuara pada mewujudkan manusia paripurna yang biasa disebut sebagi manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya adalah manusia yang berkepribadian utuh yang dapat menyeleraskan, menyeimbangkan, dan menyerasikan aspek manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, bagian dari alam semesta, bagian dari bangsa-bangsa lain, dan kebutuhan untuk mengejar kemajuan lahir maupun kebahagiaan batin. Dengan demikian pendidikan bukan hanya mengasah kecerdasan intelektual semata, tetapi juga kecerdasan emosional dan spiritual. Lulusan paripurna yang tangguh seperti inilah yang senantiasa diupayakan untuk dicapai oleh pendidikan nasional.

Pe e i tah I do esia telah e a gka p og a Ge e asi E as Indonesia 2045 pada pe i gata Ha i Pe didika Nasio al Mei

2 oleh Menteri Pendidikan dan kebudayaan ketika itu Muhammad Nuh. Generasi emas adalah generasi bangsa yang kreatif, inovatif, produktif, mampu berpikir orde tinggi, berkarakter, cinta dan bangga menjadi bangsa Indonesia. Tepat pada tahun 2045 kedepan, Indonesia secara matematis 100 tahun terlepas dari belenggu penjajah. Ditahun tersebut Indonesia mengharap memiliki gold generation yang dapat membangun bangsa kearah yang lebih baik. Tahun 2012 ini hingga 2035 adalah masa menanam generasi emas tersebut. Oleh karenanya, dalam kurun waktu tersebut pemerintah dan segenap masyarakat terus menggalakkan program

pendidikan. Salah satu bukti keseriusan pemerintah ialah dengan penerapan Kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013 tak hanya aspek kognitif (transfer keilmuan) yang dikejar. Pemerintah juga mulai menekankan pentingnya pendidikan karakter (aspek afektif). Revolusi mental menjadi penting, sebab akhir-akhir ini nilai-nilai keluhuran bangsa semakin luntur. Aspek yang tak kalah juga harus mendapat perhatian ialah aspek psikomotorik. Keseimbangan antara 3 komponen ini adalah modal dasar dalam rangka menyongsong generasi emas indonesia 2045. Ketercapaian penguasaan akademik, karakter yang santun dan keterampilan yang mumpuni merupakan faktor kunci untuk menghasilkan manusia Indonesia yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompetitif. Dengan demikian harapan pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang menempati posisi 12 besar dunia pada 2025 dan 8 (delapan) besar dunia pada 2045 dalam pertumbuhan ekonomi dapat tercapai.

Generasi emas hanya mungkin dicapai melalui pendidikan yang berkualitas. Pendidikan merupakan sebuah proses untuk membentuk manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, mampu berpikir secara saintifik dan filosofis tetapi mampu mengembangkan potensi spiritualnya. Pendidikan seharusnya bukan semata-mata mengajarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan namun juga mampu mengembangkan nilai-nilai religius pada peserta didik sehingga secara terus-menerus dapat melakukan pencerahan di dalam kalbunya. Pendidikan berkualitas hanya mungkin terjadi jika guru-guru juga berkualitas. Pendidikan tanpa guru, ibarat kebun tanpa pemiliknya. Guru, memiliki peran yang sangat strategis bagi dunia pendidikan. Karena dari semua komponen pendidikan yang ada seperti kurikulum, sarana prasarana, metode pengajaran, guru, siswa, orangtua dan lingkungan, yang paling menentukan adalah guru. Ada sebuah ungkapan bahwa have good teachers, will have good nations. Guru Generasi emas hanya mungkin dicapai melalui pendidikan yang berkualitas. Pendidikan merupakan sebuah proses untuk membentuk manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, mampu berpikir secara saintifik dan filosofis tetapi mampu mengembangkan potensi spiritualnya. Pendidikan seharusnya bukan semata-mata mengajarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan namun juga mampu mengembangkan nilai-nilai religius pada peserta didik sehingga secara terus-menerus dapat melakukan pencerahan di dalam kalbunya. Pendidikan berkualitas hanya mungkin terjadi jika guru-guru juga berkualitas. Pendidikan tanpa guru, ibarat kebun tanpa pemiliknya. Guru, memiliki peran yang sangat strategis bagi dunia pendidikan. Karena dari semua komponen pendidikan yang ada seperti kurikulum, sarana prasarana, metode pengajaran, guru, siswa, orangtua dan lingkungan, yang paling menentukan adalah guru. Ada sebuah ungkapan bahwa have good teachers, will have good nations. Guru

Tantangan pendidikan di era informasi saat ini, mengharuskan guru untuk lebih kreatif, inovatif dan inspiratif dalam mendesain kegiatan pembelajaran yang bermutu untuk menyongsong generasi emas Indonesia Tahun 2045. Dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta jiwa, guru menjadi kunci utama keberhasilan sumber daya manusia yang tidak hanya produktif tetapi juga unggul dan religius. Ini juga tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk bersinergi mencerdaskan anak bangsa. Peran guru yang tidak hanya mengajar, termaktub dalam UU No. 14 tahun 2005 yang menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sedangkan hakikat guru menurut Ki Hajar Dewantara adalah ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani yakni di depan menjadi contoh jika di tengah membangkitkan hasrat belajar dan jika di belakang memberikan dorongan.

Guru mempunyai peran yang strategis dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional bagi kehidupan bangsa dan negara. Hal yang substantif dari peran guru dalam kegiatan pembelajaran adalah dengan memberikan teladan kepada para siswanya dalam pendidikan karakter. Sosok guru di manapun akan menjadi teladan bagi peserta didik, karenanya mereka memandang bahwa ia adalah kompas penunjuk jalan apabila tersesat. Seorang guru perlu menanamkan akhlak yang baik bagi muridnya, hal ini dapat dilakukan secara terus menerus seperti mengucapkam salam, menanamkan nilai-nilai kejujuran, berdoa di setiap memulai dan mengakhiri pekerjaan, membiasakan senyum, pembudayaan sikap santun, bersikap baik di dalam maupun di luar sekolah. Terlebih urgensi perubahan kurikulum 2013 lebih menitikberatkan pada Guru mempunyai peran yang strategis dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional bagi kehidupan bangsa dan negara. Hal yang substantif dari peran guru dalam kegiatan pembelajaran adalah dengan memberikan teladan kepada para siswanya dalam pendidikan karakter. Sosok guru di manapun akan menjadi teladan bagi peserta didik, karenanya mereka memandang bahwa ia adalah kompas penunjuk jalan apabila tersesat. Seorang guru perlu menanamkan akhlak yang baik bagi muridnya, hal ini dapat dilakukan secara terus menerus seperti mengucapkam salam, menanamkan nilai-nilai kejujuran, berdoa di setiap memulai dan mengakhiri pekerjaan, membiasakan senyum, pembudayaan sikap santun, bersikap baik di dalam maupun di luar sekolah. Terlebih urgensi perubahan kurikulum 2013 lebih menitikberatkan pada

Generasi emas Indonesia diharapkan mencerminkan manusia paripurna yang memiliki pengetahuan luas dan menjunjung tinggi nilai- nilai kemanusiaan dengan spirit religiusitas yang tinggi. Generasi emas diharapkan akan dapat membawa bangsa dan negara menjadi lebih beradab dan meningkat harkat hidup dan kesejahteraannya. Pendidikan nasional harus terus menerus ditingkatkan dari waktu ke waktu seiring perkembangan ilmun pengetahuan, teknologi dan seni. Pembangunan pendidikan diarahkan untuk mendukung pencapaikan tujuan berbangsa, yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat bangsa di dunia dalam melaksanakan pendidikan di segala bidang tidak dapat depaskan dari pengaruh dan pergaulan dengan bangsa-bangsa asing. Ditinjau dari teori

ketergantungan maka sebagai negara berkembang sampai dengan saat ini kita masih tergantung pada negara-negara donor yang menanamkan investasi untuk membantu pembangunan. Hubungan internasional pada akhirnya menjadikan ketergantungan negara kita atas negara-negara maju. Pendidikan sebagai salah satu aspek pembangunan pun tidak dapat dilepaskan dari ketergantungan kita atas negara maju termasuk di dalamnya muatan mata pelajaran yang dipelajari juga dipengaruhi oleh kemajuan negara asing, terutama dalam bidang teknologi modern (high technology), sains, bahkan ilmu-ilmu sosial dan ilmu terapan lainnya. Implikasi dari ini semua menjadikan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib dari tingkat SMP hingga perguruan tinggi di samping bahasa asing lain yang banyak digunakan di Indonesia, seperti bahasa Jepang, mandarin, arab, dan korea.

Ketergantungan sebagai konsekuensi atas hubungan internasional dan pembangunan negara berkembang yang belum dapat lepas dari negara maju sampai dengan saat ini belum mampu mewujudkan kesejahteraan yang merata bagi seluruh warga negara Indonesia. Teori ketergantungan (dependency theory) menolak premis dan asumsi-asumsi yang diajukan oleh teori modernisasi yang menyatakan bahwa faktor- faktor non material sebagai penyebab kemiskinan, khususnya dunia ide atau alam pikiran . Teori ketergantungan dilandasi oleh strukturalisme yang

beranggapan bahwa kemiskinan yang terdapat di negara-negara Dunia Ketiga yang mengkhususkan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang bersifat eksploitatif, dimana yang kuat (negara pusat/negara maju) melakukan eksploitasi terhadap yang lemah (negara-negara pinggiran/berkembang) sehingga surplus dari negara-negara Dunia Ketiga (negara pinggiran) beralih kenegara-negara industri maju (negara Pusat).

Berdasarkan teori ketergantungan maka untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh warga negara sudah seharusnya suatu negara harus berdaulat penuh dalam segenap aspek kehidupan berbangsa termasuk dalam pembangunan yang dilaksanakan. Reduksi terhadap ketergantungan penuh atas negara maju dalam pembangunan termasuk pendidikan merupakan keniscayaan untuk mewujudkan pembangunan yang menyejahterakan. Dari uraian di atas, menarik untuk kita kaji bagaimana reduksi terhadap ketergantungan atas negara maju dalam pembangunan terutama pendidikan nasional menjadi urgen dan strategis untuk mewujudkan generasi emas yang dicita-citakan untuk kemajuan negara tercinta Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mewujudkan generasi emas melalui reduksi ketergantungan terhadap negara maju ?

2. Bagaimana praksis pendidikan nasional yang dapat mewujudkan generasi emas ?

3. Apa saja hambatan yang dihadapi pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas ?

4. Apa saja solusi bagi hambatan-hambatan yang dihadapi pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas ?

C. Tujuan Penulisan

1. Memberikan penjelasan tentang upaya mewujudkan generasi emas Indonesia dengan mereduksi ketergantungan terhadap negara maju dengan memberdayakan pendidikan nasional.

2. Memberikan penjelasan praksis pendidikan nasional yang dapat mewujudkan generasi emas Indonesia.

3. Memberikan penjelasan hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas.

4. Memberikan penjelasan solusi bagi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas.

D. Manfaat

1. Bagi stakeholder pendidikan diharapkan dapat memahami bahwa untuk mewujudkan generasi emas Indonesia melalui pendidikan diperlukan upaya yang serius dengan mereduksi ketergantungan terhadap negara maju dan lebih memberdayakan pendidikan nasional dengan segala potensi sumber daya yang ada.

2. Bagi kepala sekolah diharapkan dapat memiliki pemahaman tentang peran penting sekolah sebagai lembaga resmi pendidikan formal di

Indonesia agar dapat melayani secara prima dalam praksis pembelajaran yang bermakna dan menghasilkan lulusan paripurna sebagai generasi emas yang pada akhirnya akan menjadi pemimpin dan pelaksana pembangunan.

3. Bagi guru diharapkan dapat memahami peran strategis dan tugas mulia yang diemban untuk mewujudkan generasi emas Indonesia yang diharapkan dapat membawa kemajuan dan kesejahteraan sehingga kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara maksimal untuk menggali dan mengoptimalkan potensi siswa sebagai pembelajar agar dapat menjadi manusia paripurna yang memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual yang tinggi sehingga dapat mewujudkan masyarakat madani Indonesia yang damai, sejahtera dan berkeadilan.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Teori Ketergantungan

Teori ketergantungan berusaha menjelaskan rintangan-rintangan yang dihadapi dalam pembangunan daerah-daerah dan Negara-negara miskin dan istilah Depe de y Theory dipinjam oleh penulis (Harold J. Noah dan Max A Eckstein, 1988) dan digunakan dalam bidang pendidikan secara luas dan juga dipakai oleh para pekerja penelitian dalam studi tentang Pendidikan Komparasi secara khusus. Teori ketergantungan menentang kondisi dunia saat ini yang dianggap sebagai hasil dari dominasi negara-negara kaya terhadap negara-negara miskin serta dominasi dari kelompok-kelompok dan kepentingan-kepentingan penguasa terhadap kelompok-kelompok yang tidak memiliki kekuasaan dalam suatu negara.

Ada empat istilah yang menjadi konsep teori utama dari teori ketergantungan, yaitu kelompok Negara-negara maju (center), Negara- negara dunia ketiga/Negara-negara pinggiran (periphery), dalam kendali/dominasi (hegemoni), dan reproduksi (reproduction). Keempat istiliah tersebut dipakai untuk menjelaskan istilah yang saat ini dikenal sebagai

Walle stei atau suatu kekaisa a du ia te kait pe ggu aa kekuata unilateral oleh Negara central/maju terhadap Negara-negara dunia

ketiga/pinggiran dengan cara memaksa negara-negara dunia ketiga tersebut untuk mereproduksi secara sistematik nilai-nilai yang dipakai oleh Negara- negara maju. Dunia pendidikan merupakan obyek yang berperan aktif dalam mereproduksi nilai-nilai tersebut di mana para siswa diarahkan untuk mereproduksi nilai-nilai, tingkah laku dan ketrampilan yang disesuaikan untuk melayani kebutuhan kelompok Negara-negara maju. Hal ini menunjukkan bahwa penjajahan masih terus berlangsung namun bentuknya berbeda dengan penjajahan klasik, kolonialisasi saat ini menjelma dalam bentuk yang ketiga/pinggiran dengan cara memaksa negara-negara dunia ketiga tersebut untuk mereproduksi secara sistematik nilai-nilai yang dipakai oleh Negara- negara maju. Dunia pendidikan merupakan obyek yang berperan aktif dalam mereproduksi nilai-nilai tersebut di mana para siswa diarahkan untuk mereproduksi nilai-nilai, tingkah laku dan ketrampilan yang disesuaikan untuk melayani kebutuhan kelompok Negara-negara maju. Hal ini menunjukkan bahwa penjajahan masih terus berlangsung namun bentuknya berbeda dengan penjajahan klasik, kolonialisasi saat ini menjelma dalam bentuk yang

Universitas dan Yayasan-yayasan pendidikan, badan-badan pembangunan nasional maupun multilateral, para penerbit buku, serta organisasi-organisasi media masa, bahkan masyarakat industri yang memproduksi barang-barang mulai dari kendaraan sampai alat tulis hingga susu formula untuk bayi semua dianggap sebagai alat para penguasa/penjajah. Para penjajah telah mengubah penjajahan fisik menjadi penjajahan mental.

Di setiap Negara, terjadi eksploitasi Negara-negara maju terhadap Negara-negara dunia ketiga untuk menggunakan sekolah sebagaitempat untuk mereproduksi serangkaian nilai-nilai dan system stratifikasi yang menandakan masih berlangsungnya dominasi Negara-negara maju. Ada disiplin ilmu yang dianggap layak untuk diminati dan mendapatkan status yang legal di mata Negara-negara maju (TOEFL, IBT, dsb) sedangkan disiplin ilmu pengetahuan lainnya diabaikan, tidak diperhatikan bahkan dipaksakan untuk dihapus. Tujuan Negara-negara maju untuk mengendalikan pikiran negara-negara miskin sebagian besar telah tercapai. Rakyat (pendapat ini ditentang) tidak menyadari bahwa mereka sedang hidup dalam dunia gagasan-gasan dan nilai-nilai yang diciptakan untuk membuat mereka terus- menerus dalam perbudakan. Mereka juga tidak mengerti peran penting yang dimainkan sekolah- sekolah dala e p oduksi pe udaka piki a . Da memang, kejeniusan dari kesuksesan system tersebut terletak pada keahlian dari sistim tersebut untuk memperdaya mereka yang bersedia melayani dan mempercayai bahwa mereka dalam keadaan bebas padahal mereka sebenarnya sedang diperbudak.

Kritik yang paling keras tertuju pada kurikulum, kumpulan pengetahuan yang dipilih dan ditransfer kepada para siswa. Negara-negara dunia ketiga, dikatakan, telah dipaksa atau terpikat untuk mengkopi kurikulum Negara-negara maju. Jadi meskipun telah terbebas dari penjajahan, Kritik yang paling keras tertuju pada kurikulum, kumpulan pengetahuan yang dipilih dan ditransfer kepada para siswa. Negara-negara dunia ketiga, dikatakan, telah dipaksa atau terpikat untuk mengkopi kurikulum Negara-negara maju. Jadi meskipun telah terbebas dari penjajahan,

ad i ist asi ya g e gaki atka pe jajaha se aki e kela juta .

Hingga pada akhirnya, teori ketergantungan secara alami membayangi teori reproduksi yang merupakan bagian dari ilmu sosiologi baru. Ilmu ini menganggap bahwa struktur dan isi dari ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu bentuk property, kekuasaan, dan gengsi. Ada suatu dinamika yang mengarahkan keyakinan masyarakat secara alamiah bahwa ilmu pengetahuan yang paling hebat yang harus dikuasai oleh umat manusia adalah ilmu pengetahuan yang dimiliki Negara-negara industri, keyakinan ini ditanamkan pada Negara-negara lemah yang sangat tergantung pada Negara industri, sehingga kedudukan Negara-negara lemah menjadi semakin direndahkan, mengangkat superioritas serta memperluas pemasaran pengetahuan dan produk-produk pengetahuan itu di Negara-negara lemah. Hal ini merupakan proses reproduksi yang didefiniskan perpanjangan dominasi suatu kelompok terhadap kelompok lainnya baik itu melalui dimensi ruang dan waktu.

Terjemahan dari apa yang mulai disebut sebagai sebuah teori yang menjelaskan masalah-masalah permbangunan ekonomi hingga bidang pendidikan telah banyak berkembang. Diantaranya Teori Konflik Neo – Marxist, analisis ideology, studi tentang dinamika lembaga social dan aspek- aspek teori pengkondisian psikologi telah di satukan untuk membentuk pandangan dunia yang mengedepankan rencana pendirian sekolah sebagai alat di mana Negara penguasa menjalankan nilai-nilai pada kelompok pekerja supaya bias mempertahankan status quo, dan hal ini secara dramatis dipraktekkan dalam Negara-negara di mana pendidkan disejajarkan dengan penjajahan internal.

Fei e e ge a gka teo i ah a pa a te jajah isa di e tuk menjadi penjajah seperti halnya setiap orang yang mempunyai keingina untuk menjadi majikan. Prospek perkembangan kebebasan yang sebenarnya dan otonomi individu buruk. Bowles and Gritis sependapat dengan Feire berpendapat bahwa sekolah mendisiplinkan siswa dalam pengabdian mereka melayani struktur kekuasaan yang muncul yang bisa dicapai melaui grading/angka-angka yang menunjukkan kualitas, lomba-lomba, hadiah- hadiah serta hukuman yang merendahkan. Sistem pendidikan tidak memanusiakan manusia dengan cara merusak keaslian seseorang yang dibawa sejak lahir dan kreativitas seseorang.

Bourdieu dan Passeron menyampaikan bahwa system pendidikan menekankan pada terjadinya konflik yang bahkan diasumsikan lebih mengancam

pendidikan. Pengetahuan ditentukan/dipaksakan oleh sekolah dan ketentuan/paksaan tersebut merupakan suatu bentuk kekerasan yang lakukan oleh kelompok yang kuat (guru, administrator, dan para pemuka masyarakat) tehadap kelompok yang lemah (siswa, menggunakan kata-kata berbahasa Perancis yang dideskripsikan secara buruk dalam proses pembelajaran. Perencanaan pendidikan disalahkan sebagai alat yang secara eksplisit memperluas dan mengintensifkan ketergantungan.

pencapaian

mutu

Dari beberapa teori tentang dependesi, kita bisa menyimpulkan Bahwa:

1. Teori ketergantungan dianggap bisa diterapkan secara global, pendekatannya obyektif untuk memahami bagaimana Negara-negara miskin telah diperdaya dan dijadikan korban oleh penggunaan kekuasaan yang tidak terarah.

2. Teori ketergantungan memandang struktur dan isi pendidikan sebagai alat yang penting di mana Negara maju mengendalika pemikiran Negara- negara pinggiran, mereproduksi kondisi tersebut supaya bias tetap survive dan maju.

3. Teori ketergantungan dianggap menunjukkan bahwa proses pengendalian pikiran sangat kuat bahkan orang tua dan warganegara tidak mampu mengenali pendidikan terbaik yang seperti apa yang diminati anak-anak mereka, dan tidak berdaya untuk membuat pilihan-pilihan secara mandiri dalam menghadapi dominasi ideology yang tidak terbendung.

4. Para ahli teori ketergantungan cenderung menghindar bahwa kita bsa melihat kearah reformasi pendidikan dalam berbagai tingkatan pentingdemi perbaikan Negara dari semua aspek: penghancuran yang radikal dank eras terhadap kekuatan Negara-negara maju yang dominan diperlukan.

5. Teori ketergantungan menegaskan bahwa Negara-negara dunia ketiga mewakili pria baik yang dijadikan korban, dan mereka yang menjadi Negara maju dipandang sebagai laki-laki baik yang mengorbankan orang lain.

6. Teori dependensi mengklaim bahwa semakin besar tingkat ketergantungan suatu Negara maka akan semakin besar kesulitan- kesulitan yang akan dihadapi oleh Negara itu dalam mendiirikan lembaga-

lembaga pendidikan dan social yang efektif.

B. Penerapan Teori Ketergantungan

Pandangan Altbach tentang universitas di Negara-negara dunia ketiga jika dikaitkan dengan konsep hubungan antara Negara-negara pinggiran (periphery) dengan Negara-negara maju (central):

1. Bisa diklasifikasikan sebagai kelompok dependen (mengalamai ketergantungan) baik sebagai pencipta maupun distributor ilmu pengetahuan.

2. ketiga tidak mendapatkan keuntungan sedikitpun dalam jaringan ilmu pengetahuan internasional.

3. Dianggap pasif karena berperan sebagai agen yang melayani Negara- negara industri untuk mempertahankan posisinya di dunia.

4. Konsep center-pheripery diterapkan di dunia universitas Pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau Negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu. Disamping itu pendidikan adalah suatu hal yang benar-benar ditanamkan selain menempa fisik,mental dan moral bagi individu-individu,agar mereka menjadi manusia yang berbudaya sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam, sebagai mahluk yang sempurna dan terpilih sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara. Dalam konteks modern dan kontemporer, isitilah pendidikan senantiasa diletakkan dalam kerangka kegiatan dan tugas yang ditujukan bagi sebuah angkatan atau generasi yang sedang ada dalam masa-masa pertumbuhan. Oleh karena itu pendidikan lebih mengarahkan dirinya pada pembentukan dan pendewasaan pengembangan kepribadian manusia yang mengutamakan proses pengembangan dan pembentukan diri secara terus menerus (on going formation).

Proses pembentukan diri terus-menerus ini terjadi dalam kerangka ruang dan waktu. Pendidikan dengan demikian mengacu pada setiap bentuk pengembangan dan pembentukan diri yang sifanya prosesual,yaitu sebuah kesinambungan yang terus-menerus yang tertata rapi dan terorganisasi, berupa kegiatan yang terarah dan tertuju pada strukturasi dan konsolidasi kepribadian serta kehidupan rasional yang menyertainya,secara personal, komuniter,mondial, dan sebagainya. Pendidikan menyangkut diri manusia. Manusia membutuhkan pendidikan yang bermutu dalam kehidupannya. Dalam Undang-undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 dinyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk meuwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya Proses pembentukan diri terus-menerus ini terjadi dalam kerangka ruang dan waktu. Pendidikan dengan demikian mengacu pada setiap bentuk pengembangan dan pembentukan diri yang sifanya prosesual,yaitu sebuah kesinambungan yang terus-menerus yang tertata rapi dan terorganisasi, berupa kegiatan yang terarah dan tertuju pada strukturasi dan konsolidasi kepribadian serta kehidupan rasional yang menyertainya,secara personal, komuniter,mondial, dan sebagainya. Pendidikan menyangkut diri manusia. Manusia membutuhkan pendidikan yang bermutu dalam kehidupannya. Dalam Undang-undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 dinyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk meuwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Pendidikan adalah pemberdayaan bagi manusia didik dalam menghadapi dinamika kehidupan baik masa kini maupun masa yang akan datang, maka pemahaman tentang kemanusiaan secara utuh merupakan keniscayaan. Sebaliknya, jika pengertian dan pemahaman terhadap pendidikan kurang tepat tentu akan melahirkan konsep dan praktik pendidikan yang juga kurang proporsional. Pendidikan merupakan upaya memberdayakan peserta didik sebagai generasi emas untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya, yaitu yang menjunjung tinggi dan memegang dengan teguh norma dan nilai sebagai berikut:

1. Norma agama dan kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari-hari sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa,mahluk individu,maupun sosial;

2. Norma persatuan bangsa untuk membentuk karakter bangsa dalam rangka memelihara keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3. Norma kerakyatan dan demokrasi untuk membentuk manusia yang memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara;

4. Nilai-nilai keadilan sosial untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang merata dan bermutu bagi seluruh bangsa serta menjamin penghapusan segala bentuk deskriminasi dan bias gender serta terlaksananya pendidikan untuk semua dalam rangka mewujudkan masyarakat berkeadilan sosial. (Rencana Strategis Kemeterian Pendidikan

Nasional 2010-2014) Dengan demikian melalui proses pendidikan, peserta didik dituntun menjadi manusia yang makin beradab dan berakhlak. Adalah keliru apabila peserta didik yang diberi pendidikan justru menjadi manusia yang tidak beradab dan tidak berakhlak.

C. Generasi Emas Indonesia

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada sambutan Peringatan Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2012 menyatakan bahwa tema Hari Pendidikan Nasional Tahun 2012 adalah Ba gkit ya Ge e asi E as

5 a gsa kita dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa. Jika kesempatan emas yang baru pertama kalinya terjadi sejak Indonesia merdeka tersebut dapat kita kelola dan manfaatkan dengan baik, populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa tersebut insya Allah akan menjadi bonus demografi (demographic dividend) yang sangat berharga. Generasi emas sebagai generasi penerus

I do esia . Ka e a pada pe iode tahu sa pai

bangsa yang akan menentukan masa depan dan int depan diri dan bangsegritas bangsa Indonesia. Generasi emas adalah generasi yang memandang masa depan diri dan bangsanya,merupakan hal yang pertama dan utama. Generasi emas adalag generasi muda yang penuh optimisme dan gairah untuk maju dengan sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang kokoh dan benar. Generasi emas adalah generasi dengan visi ke depan yang cemerlang,kompetensi yang memadai, dan dengan karakter yang kokoh,kecerdasan yang tinggi, dan kompetitif, merupakan produk pendidikan yang diidam-idamkan. Peserta didik dalam setiap jenjang, jenis, dan jalur pendidikan merupakan individu yang sedang dalam masa-masa pertumbuhan dan perkembangan,sedang dalam proses pengembangan dan pembentukan diri secara terus menerus untuk menjadi generasi emas yaitu insan yang bekarakter, cerdas dan kompetitif.

Mengingat peliknya masalah lapangan pekerjaan seperti tidak imbangnya jumlah pelamar kerja dan lowongan kerja, banyaknya lulusan terdidik yang tidak terserap ke lapanga kerja, jumlah pengangguran terdidik yang semakin meningkat, maka dibutukan suatu disiplin ilmu yang yang diterapkan dalm institusi pendidikan yang mampu membentuk, menanamkan semangat/jiwa dan bersikap wirausaha supaya menghasilkan lulusan yang terampil sebagai pencipta lapangan pekerjaan. Kewirausahaan berasal dari kata wira yang berarti pejuang, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung, serta kata usaha yang bermakna perbuatan amal, bekerja, dan berbuat sesuatu.Richard Chantilon (1975) mendefinisikan kewirausahaan sebagai bekerja sendiri, lebih menenkankan pada bagaimana seseorang menghadapi resiko atau ketidakpastian. Menurut Harvey Leibenstein (1979) kewirausahaan mencakup kegiatan yang dibutuhkan untuk menciptakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk.

Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan adalah pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi kearah pembentukan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui kurikulum yang dikembangkan

di sekolah. Kerangka pengembangan kewirausahaan di kalangan pendidik sangat penting karena pendidik adalah agent of change yang diharapkan mampu menanamkan cirri-ciri, sifat, dan watak serta jiwa kewirausahaan bagi peserta didiknya dan bagi diri pendidik sendiri karena akan membentuk manusia yang berorientasi kerja yang lebih efisien, kreatif, inovatif, produktif, dan mandiri. Mien Uno (Agus Bastian 2012) mengatakan bahwa untuk menjadi calon wirausahawan yang handal dibutuhkan karakter unggul yang meliputi: pengenalan terhadap diri sendiri (self awareness), kreatif, mampu berpikir kritis, mampu memecahkan persoalan, dapat berkomunikasi, mampu membawa diri di berbagai lingkungan, menghargai waktu, empati, mau berbagi dengan orang lain, mampu mengatasi stress, bisa mengendalikan emosi, dan mampu membuat keputusan.

D. Kerangka Berfikir

Penerapan pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari teori ketergantungan karena sebagai negara berkembang membutuhkan hubungan internasional dalam pelaksanaan pembangunan di segala bidang. Indonesia sebagai negara berkembang masih tergantung negara maju selaku negara donor yang memberikan pinjaman modal untuk pembangunan, serta dalam transfer ilmu pengetahuan dam teknologi. Reduksi terhadap ketergantungan negara maju harus dilakukan agar kita dapat mandiri dan berdaulat untuk membangun bangsa dan negara. Praksis pendidikan nasional yang diyakini dapat mewujudkan generasi emas Indonesia diantaranya: pergerakan Ki Hajar Dewantara, penerapan pendidikan karakter, dan kecakapan hidup. Diagram kerangka berfikir reduksi ketergantungan dalam upaya pemberdayaan pendidikan nasional untuk mewujudkan generasi emas ditunjukkan oleh gambar 1 berikut.

Praksis Pendidikan

Nasional

Pergerakan

Ki Hajar

Dewantara

Teori Generasi Emas Ketergantungan

Pendidikan Indonesia

Karakter

Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill)

Gambar 1. Kerangka Berfikir Reduksi Ketergantungan Dalam Upaya Pemberdayaan

Pendidikan Nasional Untuk Mewujudkan Generasi Emas

BAB III PEMBAHASAN

A. Mewujudkan Generasi Emas Melalui Reduksi Ketergantungan

Kemunculan teori ketergantungan (dependency theory) merupakan perbaikan sekaligus antitesis dari kegagalan teori pembangunan maupun modernisasi dalam tugasnya mengungkap jawaban kelemahan dua kelompok di dunia, yaitu negara maju (negara pusat) dengan negara berkembang (negara pinggiran). Teori ketergantungan muncul di Amerika Latin yang menjadi kekuatan reaktif dari kegagalan yang dilakukan teori modernisasi. Dalam konsep berpikir teori ketergantungan, pembagian kerja secara internasional mengakibatkan ketidakadilan dan keterbelakangan bagi negara-negara berkembang. Dari sini pertanyaan yang muncul adalah mengapa pembagian kerja internasional harus diterapkan jika ternyata tidak menguntungkan semua negara ? Teori modernisasi menjawab masalah ini dengan menuding kesalahan pada negara-negara berkembang dalam melakukan modernisasi dirinya. Hubungan internasional dalam kontak dagang justru membantu negara-negara berkembang melalui pemberian modal, pendidikan, dan transfer teknologi. Teori ketergantungan menolak jawaban yang diberikan oleh teori modernisasi ini. Teori ketergantungan yang bersifat struktural ini berpendapat bahwa kemiskinan yang dialami negara dunia ketiga (negara pertanian) yang merupakan negara berkembang akibat dari struktur perekonomian dunia yang eksploitatif, dimana yang kuat melakukan penghisapan terhadap yang lemah. Surplus yang seharusnya dinikmati negara dunia ketiga justeru mengalir deras kepada negara-negara industri maju.

Perkembangan teori ketergantungan selanjutnya sangat terkait dengan upaya memahami lingkar hubungan makro antar berbagai negara dalam proses pembangunan masyarakat. Analisis teori ketergantungan cukup futuristik untuk membahas globalisasi yang mencakup organisai perdagangan Perkembangan teori ketergantungan selanjutnya sangat terkait dengan upaya memahami lingkar hubungan makro antar berbagai negara dalam proses pembangunan masyarakat. Analisis teori ketergantungan cukup futuristik untuk membahas globalisasi yang mencakup organisai perdagangan

Pendidikan sebagai bagian dari pembangunan masyarakat tidak daapat dipisahkan dari arah perubahan yang menggejala seiring dengan perkembangan jaman dan hubungan internasional. Dinamika orientasi pendidikan selalu berjalan beriringan dengan konsteks wilayah sosial-politik yang menauinginya sehingga pada praktik pendidikan terjadi perbedaan yang menajam antar negara. Negara maju dengan segala keberhasilan peradabannya tentunya sydah menghantarkan orientasi pndidikan yang menjadi satelit acuan penting bagi aktivitas pendidikan di negara berkembang. Sementara itu demi mengejar ketertinggalan, negara berkembang mencoba menyesuaikan perpaduan hukum perkembangan masyarakat dengan penerapan sistem pendidikannya. Pendidikan harus mampu melakukan analisis kebutuhan nilai, pengetahuan dan teknologi yang paling mendesak yang dapat mengantisipasi kesiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan jaman. Pembahasan dan analisis mengenai perubahan sosial dan pendidikan tidak perna lepas dari modernisasi. Kata atau istilah modernisasi mempunyai banyak definisi namun tetap ada satu kepastian bahwa pengembangan aplikasi teknologi manusia menjadi muara kelahiran modernisasi.

Suatu cara untuk menggambarkan hubungan perubahan dunia pendidikan dengan tumbuh kembangnya modernisasi perlu berangkat dari konsep deferensiasi. Dengan berkembangnya deferensiasi sosial, secara perlahan-lahan akan megubah fungsi dan sistem pendidikan agar berjalan sejajar dengan kecenderungan sosial tersebut. Proses yang mempengaruhi

tubuh pendidikan dapat digambarkan dengan pegamatan komparatif antara masyarakat modern dengan tradisional. Pada masyarakat tradisional proses pendidikan menyatu dengan fungsi-fungsi lain yang kesemuanya diperankan oleh institusi keluarga, sedangkaan pada masarakat modern proses pendidikan lebih banyak dipengaruhi oleh institusi di luar keluarga. Meskipun terdapat prbedaan karakter pendidikan yang cukup tajam dalam kedua tipe masyarakat tersebut, namun pada dasarnya masih tersimpan kemiripan fungsi pendidikan, yaitu sama-sama bertanggung jawab mentransmisikan sekaligus mentransformasikan perangkat-perangkat nilai budaya pada generasi penerusnya. Dengan demikian, keduanya sama-sama menopang proses sosialisasi dan menyiapkan seseorang untuk peran-peran baru. Letak perbedaannya, tanpa banyak perubahan di dalam fungsi pendidikan menjadi semakin besar dan kompleks. Menurut Faisal dan Yasik (1985) alur perkembangan diferensiasi pendidikan dapat diterangkan dalam 4 (empat) tingkatan, sebagai berikut:

1. Pendidikan pada masyarakat sederhana yang belum mengenal tulisan. Dalam kehidupan masyarakatnya mengembangkan pendidikan secara informal yang berfungsi untuk memberikan bekal keterampilan- keterampilan mata pecaharian dan memperkenalkan pola tingkah laku yang sesuai dengan niai serta norma masyarakat setempat. Pada tingkatan ini, peran sebagai siswa dan guru secara murni ditentukan oleh ukuran- ukuran askriptif. Anak-anak menjadi siswa dilatarbelakangi oleh faktor usia mereka, sementara guru disimbolkan sebagai representasi orang tua yang memiliki derajat karisma serta kewibawaan untuk mendidik kaum-kaum muda. Spesifikasi peran para guru itu, juga ditentukan oleh jenis kelamin (yang wanita mengajarkan memasak sementara para laki-laki mengajarkan berburu).

2. Pada tingkatan yang lebih maju, sebagian proses sosialisasi teridentifikasi keluar dari batas keluarga, diserahkan kepada semua pemuda di masyarakat dengan bimbingan para orang tua yang berpengalaman atau 2. Pada tingkatan yang lebih maju, sebagian proses sosialisasi teridentifikasi keluar dari batas keluarga, diserahkan kepada semua pemuda di masyarakat dengan bimbingan para orang tua yang berpengalaman atau

3. Dengan berkembangnya diferensiasi di masyarakat itu sendiri maka meningkat pula upaya seleksi sosial. Beberapa keluaga atau kelompok meningkat menjadi semakin kuat dalam segi kekuasaan maupun kekuatan ekonominya dibandingkan warga masyarakat yang lain. Mereka yang telah menempati posisi kuat itu, secara formal membatasi akses mengenyam pendidikan bagi seluruh warga masyarakat. Pertimbangan utama dalam menentukan siapa-siapa yang menjadi siswa terletak pada latar belakang kelas atau keturunan seseorang. Sedangkan seleksi para guru disamping disyaratkan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, juga diperhitungkan faktor kecerdasan dan bakatnya. Dari segi kurikulum sudah diperhitungkan kebutuhan-kebutuhan perkembangan zaman dengan memfokuskan perhatian pendidikan pada budi pekerti, hukum, teologi, kesenian serta bahasa. Guru masih berperan sebagai figur yang menguasai segala hal daripada sebagai spesialis dari suatu cabang pelajaran tertentu.

4. Pada tingkatan berikutnya hubungan antara pendidikan dengan masyarakat menjadi kian rumit dan semakin kompleks. Sejalan dengan arus industrialisasi dan kecenderungan diferensiasi sosial, maka spesialisasi peranan menjadi ciri istimewa masyarakat pada tingkaatan keempat ini. Di sini pendidikan sudah berjejang-jenjang begitu rupa, dan kualifikasi para pengajar sudah tersebar ke dalam bidang keahlian yang beragam pula. Dalam hubungan ini, sekolah mendapat beban-beban baru, 4. Pada tingkatan berikutnya hubungan antara pendidikan dengan masyarakat menjadi kian rumit dan semakin kompleks. Sejalan dengan arus industrialisasi dan kecenderungan diferensiasi sosial, maka spesialisasi peranan menjadi ciri istimewa masyarakat pada tingkaatan keempat ini. Di sini pendidikan sudah berjejang-jenjang begitu rupa, dan kualifikasi para pengajar sudah tersebar ke dalam bidang keahlian yang beragam pula. Dalam hubungan ini, sekolah mendapat beban-beban baru,

Pesatnya arus diferensiasi serta spesialisasi selama dekade-dekade terakhir memicu beberapa perubahan dalam formasi pendidikan. Hal itu terjadi sebagai akibat dari mendesaknya permintaan masyarakat akan tersedianya tenaga-tenaga spesialis yang akan menopang bergulirnya roda kehidupan masarakat yang tengah bertumpu pada kekuatan industri produk massal. Dalam perkembangan ini, sistem pendidikan beranjak pesat menjadi institusi yang mempunyai kedudukan penting terutama dalam menopang perubahan sosial ekonomi. Pendidikan berkembang menjadi jembatan pretise dan status, selain juga tampil sebagai faktor utama mobilitas sosial, bak vertikal maupun horizontal, baik intra maupun antar genarasi. Dengan demikian, pendidikan adalah kunci emas untuk melaksanakan pembangunan dan pemberdayaan warga negara agar dapat mencapai tujuan bernegara, membangun peradaban melalui generasi unggul.