BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi - Distribusi Persepsi Aesthethic Component Berdasarkan Index of Orthodontic Treatment Need pada Mahasiswa Kepaniteraan Klinik FKG USU

   

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Maloklusi

  Menurut Angle, maloklusi merupakan oklusi yang menyimpang dari bidang

  

10

  oklusal gigi normal (cit. Martin RK dkk.,). Menurut Cairns dkk.,, maloklusi terjadi

  11 saat struktur rahang dan gigi menyimpang dari struktur normal.

  Maloklusi merupakan penyakit multifaktorial yang terjadi pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak. Maloklusi dapat disebabkan faktor umum, lokal dan keturunan. Faktor keturunan dapat menyebabkan ketidaksesuaian besar rahang

  12

  dengan besar gigi geligi di dalam rongga mulut. Menurut Thomas dkk., maloklusi juga

  13 dapat disebabkan oleh malnutrisi.

2.1.1 Klasifikasi Maloklusi Menurut Angle

  Edward Angle memperkenalkan satu sistem untuk mengklasifikasikan maloklusi pada tahun 1899. Klasifikasi ini tetap digunakan setelah lebih dari 100 tahun karena aplikasinya mudah. Klasifikasi Angle berdasarkan relasi pada mesio-distal gigi,

  14-16

  lengkung gigi dan rahang. Menurut Angle, molar pertama rahang atas dan rahang bawah adalah kunci oklusi. Klasifikasi Angle dibagi empat, yaitu oklusi normal, Klas I

  15 Angle, Klas II Angle dan Klas III Angle (cit. Proffit WR).

2.1.1.1 Oklusi normal

  Pada oklusi normal, puncak tonjol mesio bukal gigi molar pertama rahang atas terletak pada bukal groove gigi molar pertama rahang bawah (Gambar 1) dan semua

  15 gigi teratur dengan baik di atas kurva oklusi pada oklusi normal.

   

  15 Gambar 1. Oklusi normal

  2.1.1.2 Klas I Angle (Neutroclusion)

  Ciri utama Klas I Angle adalah relasi molar Klas I, puncak tonjol mesiobukal gigi molar pertama tetap rahang atas berada pada buccal groove dari molar pertama permanen rahang bawah (Gambar 2), dengan satu atau lebih gigi anterior malposisi,

  

crowding atau spacing. Ketidakteraturan gigi sering ditemukan di rahang bawah regio

  anterior, erupsi bukal dari kaninus maksila, rotasi insisivus dan pergeseran gigi akibat

  6, 15 kehilangan gigi.

  Gambar 2. Klas I Angle, puncak tonjol mesiobukal gigi molar pertama permanen rahang atas berada pada buccal groove dari molar pertama tetap

  

15

  rahang bawah

  2.1.1.3 Klas II Angle (Distoclusion)

  Molar pertama permanen rahang atas terletak lebih ke mesial daripada molar pertama permanen rahang bawah atau puncak tonjol mesiobukal gigi molar pertama

   

  permanen rahang atas letaknya lebih ke anterior daripada buccal groove gigi molar

  15 pertama permanen rahang bawah (Gambar 3).

  Gambar 3. Klas II Angle, puncak tonjol mesiobukal gigi molar pertama permanen rahang atas letaknya lebih ke anterior daripada bucal groove gigi

  15

  molar pertama rahang bawah Klas II divisi 1 Pada maloklusi ini, terdapat proklinasi insisivus atas yang menyebabkan overjet besar, deep overbite (Gambar 4) dan sering ditemukan bibir atas hipotonik, pendek dan

  6,15 tidak dapat menutup dengan sempurna. Bentuk lengkung rahang berbentuk ‘V’.

  .

  Gambar 4. Klas II Angle, Divisi 1 proklinasi insisivus atas yang menyebabkan overjet besar dan

  6 deep overbite

   

  Klas II, divisi 2 Pada Klas II divisi 2 menunjukkan relasi molar Klas II Angle dengan ciri-ciri inklinasi insisivus sentralis atas ke lingual dan inklinasi insisivus lateral ke labial

  (Gambar 5). Deep overbite sering terjadi pada pasien klas ini dan bentuk lengkung

  6,15 rahang seperti huruf ‘U’.

  .

  Gambar 5. Klas II Angle Divisi 2 inklinasi insisivus sentralis atas ke lingual dan inklinasi

  6

  insisivus lateral ke labial Klas II subdivisi Pada maloklusi ini, relasi molar Klas II terjadi pada satu sisi dan relasi molar

6 Klas I pada sisi yang lain.

2.1.1.4 Klas III Angle

  Pada Klas III Angle , igi molar pertama permanen rahang atas terletak lebih ke

    g

  distal dari gigi molar pertama permanen rahang bawah atau puncak tonjol mesiobukal gigi molar pertama permanen rahang atas letaknya lebih ke posterior dari buccal groove gigi molar pertama permanen rahang bawah. Klas III terbagi dua, yaitu True Class III

  6,15 dan Pseudo Class III.

  True Class III Maloklusi ini merupakan maloklusi tipe skeletal yang disebabkan faktor genetik.

  Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran mandibula yang besar, mandibula yang terletak

   

  lebih ke anterior, maksila yang kecil atau retroposisi. Inklinasi insisivus rahang bawah lebih ke arah lingual dan terdapat overjet normal, edge-to-edge, atau anterior crossbite

  6 (Gambar 6).

  Pseudo Class III

  Tipe maloklusi ini terjadi karena faktor habitual, yaitu pergerakan mandibula ke depan ketika menutup rahang. Maloklusi ini juga disebutkan sebagai ‘postural’ atau

  6 .

  ‘habitual´class III malocclusion

  Klas

  III, subdivisi Pada maloklusi ini terdapat relasi molar Klas III pada satu sisi dan relasi molar

6 Klas I pada sisi rahang yang lain.

  Gambar 6. Klas III Angle. Inklinasi insisivus

  15

  rahang bawah lebih ke arah lingual

2.2 Estetika

  Kata estetika berasal dari bahasa Yunani “aisthetike” dan diciptakan oleh ahli filosofi Alexander Gottlieb Baumgarten pada tahun 1735 yang berarti “ilmu untuk

  17

  mengetahui sesuatu melalui indera. Kata ini digunakan di Jerman setelah Baumgarten mengubahnya dalam bentuk Latin (Aesthetica), tapi tidak begitu popular dalam bentuk bahasa Inggris sampai awal abad 19. Faktor estetika ini tidak mudah untuk dievaluasi

  2,4 dan pada umumnya ditentukan secara subjektif.

   

  Me enurut Sarv ver, estetika di dalam b bidang ortod donti dibagi i ke dalam t tiga bagian yaitu mak kro estetika a (wajah se cara keselu uruhan), mi ini estetika (senyum) dan mikro

  15 estetika (d dental dan g ingiva).

  2.2

2.1 Makro E Estetika

  Ya ang dimaksu ud dengan makro este tika adalah h estetika ya ang dilihat dari wajah secara kes seluruhan. M Memiliki w wajah yang h harmonis d dan proporsi ional adalah h dambaan dari setiap p orang kar ena dapat m mempengaru uhi self est teem dan se elf image se eseorang di dalam inte eraksi sosial l. Beberapa a ahli menco oba membe erikan tangg gapan meng genai wajah yang harm monis dan p proporsiona al. Menurut t Angle ke eseimbangan n dan harm moni wajah serta bentu uk dan kein ndahan mu ulut ditentuk kan oleh ok klusi gigi y yang ideal, sedangkan menurut B Bishara mul lut merupak kan faktor utama dala am menilai keserasian wajah dan

  15, 18 merupakan n ciri wajah h yang khusu us.

  Wa ajah yang cantik me emiliki pro oporsi waj ah yang i ideal. Prop porsi ideal berhubung gan langsun ng dengan d divine propo ortion seper rti yang ditu unjukkan pa ada gambar 7, dimana proporsi ter rsebut adala ah 1 : 1,618

  8. Divine pro oportion me erupakan sta andar yang universal, sehingga perawatan yang men nggunakan standar div vine propor rtion akan memaksim malkan estet tika wajah. Wajah yan ng simetris t tidak selalu u berhubung gan dengan wajah yan ng cantik, ak kan tetapi w wajah yang sesuai deng gan divine p proportion p pasti selalu

  18 cantik.

  18 Gam mbar 7. a. Pr roporsi verti ikal b. Propo orsi transve ersal c. Prop porsi ekster rnal

   

  2.2.2 Mini Estetika (Senyum)

  Terdapat dua tipe dasar senyum yaitu senyum sosial (posed smile) dan senyum spontan (unposed smile). Senyum sosial merupakan senyum yang disadari dan banyak digunakan untuk menggunakan salam, terjadi dengan sukarela serta memberikan kesan ramah. Sedangkan senyum spontan adalah senyum yang terjadi pada saat tertawa atau

  19

  perasaan sedang senang. Sabri (2005) mengatakan komponen pembentuk senyum dari arah frontal terdiri dari delapan faktor yaitu lip line, smile arch, simetri senyum, buccal

  19

corridor , bidang oklusi, kurva bibir atas, komponen dental dan gingival. Seseorang

  dengan tampilan yang biasa saja akan tampak lebih menarik jika memiliki senyum

  20 menarik.

  2.2.3 Mikro Estetika

  Pada mikro estetika komponen dental meliputi proporsi, bentuk, warna, hubungan tinggi dan lebar gigi, posisi gigi, connector dan embrassure, black triangle, serta gingival display (tinggi, warna dan bentuk gingiva). Warna gigi dapat berubah seiring dengan bertambahnya umur. Gingival display seperti tinggi, warna dan bentuk gingiva merupakan faktor yang penting dalam pembentukan senyum estetis, dan juga

  15,21,22 dapat mempengaruhi penampilan gigi.

  Persepsi seseorang tentang estetika berbeda-beda karena pada umumnya persepsi ditentukan secara subjektif. Salah satu faktor yang penting untuk estetika wajah adalah posisi gigi yang baik dimana posisi gigi yang baik tidak hanya mendukung terwujudnya senyum yang menarik, tetapi juga dapat mendukung kesehatan mulut sehingga secara keseluruhan akan meningkatkan self esteem dan self image seseorang di

  2-4 dalam kehidupannya.

2.3 Indeks Penilaian Kebutuhan Perawatan Ortodonti

  Maloklusi merupakan salah satu masalah kesehatan pada masyarakat yang sering terjadi dan prevalensinya tinggi. Kualitas kehidupan juga terpengaruh oleh anomali ini tetapi sumber perawatannya terbatas dan permintaan dalam perawatan ortodonti semakin meningkat. Untuk mengevaluasi kriteria maloklusi yang

   

  membutuhkan perawatan secara benar diperlukan penggunaan instrument dan metode

  5,23 yang valid adalah penting.

  Indeks digunakan untuk menggambarkan tingkatan atau kategori yang berupa nilai pada suatu maloklusi. Kesimpulan yang didapat dari pengukuran indeks

  24

  menunjukkan kondisi gigi pasien secara umum. Ada lima tipe indeks dalam ortodonti, yang setiap indeksnya dibuat berdasarkan tujuan tertentu. Antara lain indeks untuk klasifikasi diagnostik, studi epidemiologi, menilai kebutuhan perawatan ortodonti,

  25 menilai hasil perawatan ortodonti dan menilai kompleksitas perawatan ortodonti.

  26 Menurut WHO, suatu indeks yang ideal adalah.

  1. Terdapat satu skala yang definitif dan jelas.

  2. Indeks sensitif dalam skalanya.

  3. Skor yang diberi harus dapat menggambarkan tahap keparahan maloklusi.

  4. Nilai indeks harus dapat diubah untuk analisa statistik.

  5. Klasifikasinya dapat diproduksi lagi.

  6. Indeks haruslah mudah dan akurat.

  7. Prosedur pemeriksaan dapat dijalankan dengan mudah.

  8. Indeks harus mudah digunakan dalam penelitian populasi besar tanpa mengambil waktu yang lama atau tenaga yang berlebihan

  9. Pemeriksaan dapat dibuat dengan cepat.

  10. Indeks harus valid.

  Terdapat beberapa indeks yang populer sebelumnya, seperti Occlusal Index (OI) dikembangkan oleh Summers (1971), Treatment Priority Index (TPI) dikembangkan oleh Grainger (1967) dan Handicapping Malocclusion Assesment Record (HMAR) dikembangkan oleh Salzmann.

  Kemudian telah berkembang lagi berbagai indeks yang lebih aktual diantaranya

  

Index of Complexity, Outcome and Need (ICON), Dental Aesthetic Index (DAI) dan

  (IOTN). Index of Ortodontic Treatment Need

  Index of Orthodontic Treatment Need

  (IOTN) diperkenalkan pertama kali oleh Brook dan Shaw pada tahun 1989. IOTN

  23,25,28 terdiri dari Dental Health Component (DHC) dan Aesthetic Component (AC).

  Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) diperkenalkan pertama kali

   

  oleh Daniel dan Richmond pada tahun 1998. Indeks ini dapat digunakan pada akhir periode gigi bercampur dan periode gigi tetap untuk memperkirakan kebutuhan perawatan sekaligus memperkirakan hasil perawatan, dapat diaplikasikan pada pasien

  8 maupun model studi.

  Secara keseluruhan, metode-metode ini melibatkan pemindahan hasil penilaian dari keadaan oklusal menjadi indeks kebutuhan akan perawatan dengan berlandaskan pada makin tinggi skor penyimpangan oklusal maka akan makin besar kebutuhan

  7,23 perawatan.

2.4 Index of Orthodontic Treatment Need

  (IOTN) telah mendapat pengakuan secara

  Index of Ortodontic Treatment Need

  internasional sebagai metode untuk mengukur kebutuhan akan perawatan secara

  25,28

  objektif. Terdapat dua komponen dalam IOTN, yaitu Aesthetic Component (AC) dan

  9,27

Dental Health Component (DHC). Hassan (2006) mengatakan bahwa indeks IOTN

  29 merupakan alat ukur yang valid yang dapat digunakan pada perawatan ortodonti.

  IOTN juga berguna untuk menilai prevalensi dan keparahan maloklusi pada penelitian epidemiologi. Pada penelitian Tung dan Kiyak disebutkan bahwa prevalensi perempuan terhadap penampilan wajahnya lebih besar dibandingkan laki-laki

  30

  berdasarkan indeks IOTN. Ertugay dkk., melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui besarnya kebutuhan anak-anak sekolah di Turki terhadap kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan indeks IOTN, dan didapat hasil bahwa terdapat

  31 kebutuhan perawatan ortodonti yang tinggi pada anak anak sekolah di Turki.

  Burden menyebutkan bahwa laki-laki lebih memerlukan kebutuhan perawatan ortodonti dibandingkan perempuan berdasarkan indeks IOTN. Berbeda dengan penelitian Burden, Zahid mengatakan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap

  32 kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan indeks IOTN.

  Penelitian Alkhatib dkk., di London yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh etnis terhadap kebutuhan perawatan ortodonti dengan menggunakan IOTN, dan didapat

  32

  hasil bahwa tidak ada pengaruh etnis terhadap kebutuhan perawatan ortodonti. Hal

   

  yang sama juga diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya oleh Mandall dkk., yang

  33 mengatakan bahwa etnis tidak berpengaruh terhadap kebutuhan perawatan ortodonti.

2.4.1 Dental Health Component

  Dental Health Component memiliki lima kategori, seperti yang ditunjukkan

  pada tabel 1. Skor 1 menunjukkan bahwa subjek tidak memerlukan perawatan ortodonti, sedangkan Skor 5 menunjukkan bahwa subjek sangat memerlukan perawatan ortodonti. Tiap tingkatan disertai subdivisi sesuai ciri yang ditemukan, dimana sub divisi tersebut menunjukkan tipe occlusal discrepancy. Penilaian diambil dari studi model dan

  33

  dilakukan oleh ahli ortodontis. Adapun pengukuran yang dilakukan pada Dental meliputi pengukuran overjet, overbite, gigitan silang (cross bite),

  Health Component

  gigitan terbuka (open bite), gigitan terbalik (reverse overjet), hypodontia, celah bibir

  28

  dan palatum (defect of cleft lip and palate), dan impeded eruption teeth. Pada Dental

  

Health Component , ciri dari identifikasi oklusi yang paling parah menjadi dasar untuk

31,33 menentukan kebutuhan akan perawatan.

  Overjet adalah jarak antara tepi insisal gigi insisivus rahang atas dengan

  permukaan labial dari gigi insisivus rahang bawah yang diukur secara horizontal. Pada Dental Health Component , overjet ditandai dengan sub-divisi “a” (Gambar 8).

  15 Gambar 8. Overjet

    Reverse overjet adalah jarak antara tepi insisal gigi insisivus rahang atas dengan

  gigi insisivus rahang bawah jika insisivus rahang atas oklusi dengan permukaan lingual insisivus rahang bawah. Gigitan terbalik ditandai dengan subdivisi “b”. Gigitan silang (crossbite) merupakan hubungan yang abnormal dalam arah labiolingual atau bukolingual yang melibatkan satu gigi atau lebih terhadap satu gigi atau lebih pada

  35

  rahang yang berlawanan. Anterior Crossbite atau posterior crossbite ditandai dengan subdivisi “c”. Pergeseran gigi adalah gigi yang gagal menempatkan diri di dalam posisi yang normal pada lengkung gigi. Pada Dental Health Component, pergeseran gigi ditandai dengan subdivisi “d”.

  Gigitan terbuka (open bite) adalah tidak adanya kontak vertikal antara gigi di rahang atas dengan gigi di rahang bawah, terbagi atas anterior open bite dan posterior

  open bite , yang ditandai dengan subdivisi “e” (Gambar 9).

  6 Gambar 9. Openbite Overbite adalah jarak antara tepi insisal rahang atas terhadap tepi insisal rahang

  32 bawah yang diukur secara vertikal, yang ditandai dengan subdivisi “f” (Gambar 10).

   

  6 Gambar 10. Overbite Hypodontia adalah kurang atau tidak lengkapnya gigi di dalam deretan lengkung

  gigi, yang ditandai dengan subdivisi “h”. Supernumerary teeth dimasukkan ke dalam kategori 4 dengan sub divisi “x”.

  36 Tabel 1 : Kriteria Skor 5 Dental Health Component

  Skor 5 (sangat memerlukan perawatan) 5.a. overjet > 9 mm 5.h. daerah P yang luas dengan implikasi restorasi (Lebih dari 1 gigi pada setiap kuadran yang membutuhkan perawatan ortodonti pre-restorasi 5.i. gigi terpendam (kecuali molar tiga) yang disebabkan karena gigi berjejal, pergeseran titik kontak gigi, gigi supernumerary, gigi desidui yang persisten dan penyebab patologi lainnya 5.m. Reverse overjet > 3,5 mm dengan kesulitan pengunyahan dan bicara 5.p. cacat akibat celah bibir dan palatum 5.s. gigi desidui yang terpendam

  Tabel 2: Kriteria Skor 4 Dental Health Component Skor 4 (memerlukan perawatan) 4.a. overjet > 6mm tetapi ≤ 9mm. 4.b. reverse overjet > 3,5 mm tanpa kesulitan pengunyahan atau bicara 4.c. crossbite anterior atau posterior > 2mm diskrepansi Antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal.

  4.d. pergeseran titik kontak gigi yang parah > 4 mm. 4.e. openbite anterior atau lateral yang ekstrim > 4 mm 4.f. komplite overbite dengan trauma gingiva atau palatal

   

  4.h. daerah hipodonsia yang tidak begitu luas yang membutuhkan perawatan pre- restorasi ortodonti atau penutupan ruang untuk meniadakan kebutuhan perawatan prostetik 4.i. crossbite lingual posterior tanpa kontak fungsional oklusal pada salah satu atau kedua segmen bukal 4.m. reverse overjet > 1 mm tetapi

  ≤ 3,5 mm dengan kesulitan pengunyahan atau bicara 4.t. gigi erupsi sebagian, miring atau terpendam terhadap gigi yang berdekatan 4.x. gigi supernumerary

  Tabel 3: Kriteria Skor 3 Dental Health Component Skor 3 (perawatan borderline/sedang) 3.a. overjet > 3,5 mm tetapi < 6 mm disertai bibir yang tidak kompeten 3.b. reverse overjet > 1 mm tetapi

  ൑ 3,5 mm 3.c. crossbite anterior atau posterior > 1 mm tetapi

  ≤ 2 mm diskrepansi Antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal 3.d. pergeseran titik kontak gigi > 2 mm tetapi

  ≤ 4 mm 3.e. openbite anterior atau lateral > 2 mm tetapi

  ≤ 4 mm 3.f. komplit overbite tanpa trauma gingiva atau palatal

  Tabel 4: Kriteria Skor 2 Dental Health Component Skor 2 (perawatan ringan) 2.a. overjet > 3,5 mm tetapi

  ≤ 6mm disertai bibir yang kompeten 2.b. reverse overjet > 0mm tetapi

  ≤ 1 mm 2.c. crossbite anterior atau posterior

  ≤ 1 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal 2.d. pregeseran titik kontak gigi > 1 mm, tetapi

  ≤ 2 mm 2.f. Overbite

  ≥ 3,5 mm tanpa kontak gingiva 2.g. pre-normal atau post normal oklusi dengan atau tanpa anomali

  Tabel 5: Kriteria Skor 1 Dental Health Component Skor 1 (tidak perlu perawatan) 1.

  Maloklusi yang sangat ringan, termasuk pergeseran titik kontak < 1 mm

   

2.4.2 Aesthetic Component

  Pada umumnya, ada dua cara untuk melakukan pemeriksaan Aesthetic , yaitu dengan menggunakan kaca atau kamera. Cheek retractor dipasangkan

  Component

  pada mulut, kemudian subjek diminta untuk melihat keadaan dentalnya melalui kaca, atau dapat juga difoto dengan menggunakan kamera. Kemudian subjek diminta untuk mengidentifikasi foto mana dari Aesthetic Component yang paling mendekati keadaan

  29,32,37 dentalnya di bagian anterior.

  Aesthetic Component adalah komponen dari Index of Orthodontic Treatment

Need ( IOTN ) yang digunakan untuk melihat kebutuhan perawatan ortodonti dengan

  cara menggunakan foto intra oral, terdiri dari 10 skala foto berwarna yang disusun menjadi dua kolom, yang menunjukkan keadaan dental dengan tingkat yang berbeda. Penilaian Aesthetic Component dilakukan secara subjektif, dapat dilakukan oleh orang awam atau ortodontis dan tidak dipengaruhi oleh warna dental, oral hygiene maupun kondisi gingival (Gambar 8).

  Nilai 1 menunjukkan susunan gigi yang paling baik, sedangkan nilai 10 menunjukkan susunan gigi yang paling tidak baik. Hasil dari pemeriksaan Aesthetic

  

Component dapat dibagi menjadi tiga kategori, nilai 1-4 menunjukkan sedikit atau tidak

  butuh perawatan, nilai 5-7 menunjukkan kebutuhan perawatan sedang dan nilai 8-10 menunjukkan kebutuhan perawatan tinggi. Pada penggunaannya, Aesthetic Component tidak terikat atau tergantung pada Dental Health Component, akan tetapi hasil dari

  

Aesthetic Component dapat mendukung hasil dari Dental Health Component. Aest hetic

Component ini mudah digunakan, dengan cara skor didapat dari subjektif dan banyak

28 digunakan untuk edukasi pasien atau masyarakat.

  Oleh karena penilaiannya secara subjektif, maka penilaian Aesthetic Component berkaitan erat dengan persepsi. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Aesthetic Component dari IOTN. Al Sarheed dkk., menyebutkan bahwa persepsi seseorang tentang kebutuhan perawatan ortodonti dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin serta latar belakang

  38

  sosial ekonomi. Berbeda dengan penelitian Al Sarheed dkk., ,Abdullah dan Hedayati mengatakan bahwa jenis kelamin tidak memiliki pengaruh terhadap persepsi seseorang

   

  10

  tentang kebutuhan perawatan ortodonti. Dalam penelitian Al Khatib dikatakan bahwa persepsi seseorang terhadap kebutuhan perawatan ortodonti dapat berbeda dengan orang lain, yang mungkin dipengaruhi oleh kultural dan lingkungan sosial.

  Aesthetic Component dari IOTN juga digunakan dalam beberapa penelitian untuk melihat bagaimana persepsi individu terhadap masalah estetika dental. Mugonzibwa dkk., melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar persepsi anak-anak Tanzania terhadap susunan gigi dan didapat hasil bahwa sebagian besar

  39 anak-anak tersebut merasa tidak senang terhadap ketidakteraturan susunan dentalnya.

  Flores dan Major mengatakan penampilan atau bentuk susunan dental, terutama di bagian anterior dapat menjadi faktor yang mempengaruhi penilaian atau persepsi seseorang terhadap masalah estetika dental berdasarkan Aesthetic Component dari

1 IOTN. Hedayati (2007) juga menyebutkan bahwa orang tua lebih memperhatikan

  27 estetika dental anak perempuan dibandingkan anak laki-lakinya.

  Aesthetic Component dari IOTN dapat mewakili keadaan estetika dental

  seseorang sebelum dilakukan perawatan ortodonti. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat perbandingan persepsi estetika dental antara orang awam dengan ortodontis berdasarkan Aesthetic Component dari IOTN, diantaranya adalah penelitian

  8,9

  yang dilakukan Albarakati dan Trivedi dkk.,. Di Arab Saudi, Albarakati meneliti perbandingan persepsi estetika dental antara orang awam dengan ortodontis berdasarkan

  

Aesthetic Component, dengan subjek penelitian pasien di salah satu rumah sakit dan

  diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara persepsi orang

  9

  awam dengan ortodontis. Sedangkan di India, Trivedi dkk., meneliti perbandingan persepsi estetika dental antara orang awam dengan ortodontis berdasarkan Aesthetic

  

Component, dengan subjek penelitian mahasiswa yang tidak memiliki latar belakang

  pendidikan kedokteran gigi dan diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang

  8 signifikan antara orang awam dengan ortodontis.

  Berdasarkan penelitian Albarakati dan Trivedi dkk., di atas, subjek penelitian diminta langsung menilai keadaan dentalnya dengan cara mengidentifikasi foto dari

  

Aesthetic Component yang paling mendekati keadaan gigi anterior mereka. Adapun

  hasil yang didapat dari kedua penelitian tersebut adalah sebagian besar subjek

   

  cenderung menilai keadaan giginya lebih baik dari keadaan yang sebenarnya, atau cenderung, menilai lebih minimal sehingga didapat ketidakakuratan dari hasil

  8,9 pengukurannya.

  28 Gambar 11 Aesthetic Component dari IOTN

  20    

2.5 Kerangka Teori

  Maloklusi

     

  ‐ Klas I ‐ Klas II

   

  ‐ Klas III

     

  Indeks perawatan ortodonti

         

  Klasifikasi Menilai hasil Menilai kebutuhan Menilai Studi

   

  Diagnostik perawatan ortodonti kompleksitas epidemiologi perawatan ortodonti

       

  Dental Aesthetic Index Index of Orthodontic Index of Complexity, Treatment

  Occlusal Index (DAI)

  Treatment Need (IOTN)  

    Outcome and Need Priority Index

  (ICON)

       

    Dental Health Aesthethic Component (DHC) Component (AC)

    Universitas Sumatera Utara

   

2.6 Kerangka konsep Variabel terkendali

  Mahasiswa kepaniteraan klinik

  Variabel Terikat

  Distribusi persepsi Aesthetic

  Component (AC) dari Index of Orthodontic Treatment Need

  (IOTN)

  Variabel Bebas

  Persepsi estetika gigi mahasiswa

Dokumen yang terkait

Tingkat Keparahan Maloklusi dan Keberhasilan Perawatan Ortodonti Cekat Menggunakan Index Of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di Klinik PPDGS Ortodonti FKG – USU

1 96 75

Distribusi Persepsi Aesthethic Component Berdasarkan Index of Orthodontic Treatment Need pada Mahasiswa Kepaniteraan Klinik FKG USU

10 85 51

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Distribusi Maloklusi Skeletal Klas I, II dan III Berdasarkan Index of Orthodontic Treatment Need Pada Pasien Periode Gigi Permanen Yang Dirawat di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi - Prevalensi Maloklusi Berdasarkan Relasi Skeletal pada Kasus Pencabutan dan Non-Pencabutan di Klinik PPDGS Ortodonti FKG USU

1 2 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Infeksi - Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik FKG USU tentang Standard Precautions pada Pasien HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan TBC pada Tahun 2015

0 1 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia - Kualitas Hidup Lansia Pemakai Gigitiruan Penuh yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013

0 1 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan - Pengetahuan Dan Perilaku Penggunaan Dosis Anestesi Lokal Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Periode Gigi Geligi 2.1.1Periode Gigi Desidui - Distribusi Maloklusi pada Pasien di Departemen Ortodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2009-2013

0 1 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri - Hubungan Sudut Interinsial dengan Jaringan Lunak Wajah Berdasarkan Analisis Steiner pada Mahasiswa FKG USU Ras Deutro Melayu

0 0 13

Comparison Peer Assessment Rating Index and Index of Treatment Complexity, Outcome, and Need for Orthodontic Treatment Outcome

0 0 8