Tingkat Keparahan Maloklusi dan Keberhasilan Perawatan Ortodonti Cekat Menggunakan Index Of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di Klinik PPDGS Ortodonti FKG – USU

(1)

MENGGUNAKAN INDEX OF COMPLEXITY,

OUTCOME AND NEED (ICON) DI KLINIK

PPDGS ORTODONTI FKG - USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: YURIKA NIM: 090600033

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ortodonsia Tahun 2013

Yurika

Tingkat Keparahan Maloklusi dan Keberhasilan Perawatan Ortodonti Cekat Menggunakan Index Of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di Klinik PPDGS Ortodonti FKG – USU

xi + 48 halaman

Metode yang digunakan untuk mengukur maloklusi dan tingkat keberhasilan perawatan adalah oklusal indeks. Oklusal indeks yang umum digunakan adalah Dental Aesthetic Index (DAI), Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), Peer Assessment Rating (PAR) dan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON). ICON merupakan oklusal indeks yang multifungsional karena dapat menilai indeks kebutuhan perawatan, kompleksitas maloklusi, dan keberhasilan perawatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan ortodonti cekat menggunakan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan cross-sectional untuk mengevaluasi tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan ortodonti cekat menggunakan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di klinik PPDGS Ortodonti FKG – USU. Sampel penelitian adalah model studi sebelum dan sesudah perawatan pasien


(3)

ortodonti cekat di klinik PPDGS Ortodonti FKG USU yang telah selesai menjalani perawatan dari bulan Oktober 2005 sampai bulan Desember 2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 53 pasang model. Hasil penelitian dari tingkat kebutuhan perawatan menunjukkan 90,6% kasus membutuhkan perawatan, 7,5% kasus borderline case, dan hanya 1,9% kasus yang tidak membutuhkan perawatan. Sedangkan dari tingkat keparahan maloklusi sebelum perawatan menunjukkan 35,8% very difficult, 26,4% difficult, 22,6% moderate, 13,2% mild, dan 1,9% easy. Kemudian dari tingkat keparahan maloklusi sesudah perawatan menunjukkan 96,2% easy dan 3,8% mild. Serta dari tingkat keberhasilan perawatan menunjukkan 47,2% greatly improved, 28,3% substantially improved, 20,8% moderately improved, 3,8% minimally improved, dan tidak ada yang tergolong kategori not improved or worse. Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara tingkat keparahan maloklusi sebelum dan sesudah perawatan ortodonti cekat. Kesimpulannya yaitu tingkat keparahan maloklusi yang paling banyak dirawat di klinik PPDGS Ortodonti FKG USU adalah kategori very difficult dan tingkat keberhasilan perawatan yang paling banyak dicapai adalah kategori greatly improved.


(4)

TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN

KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTI CEKAT

MENGGUNAKAN INDEX OF COMPLEXITY,

OUTCOME AND NEED (ICON) DI KLINIK

PPDGS ORTODONTI FKG - USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: YURIKA NIM: 090600033

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 19 Maret 2013

Pembimbing: Tanda tangan

Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort ……….


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 1 April 2013

TIM PENGUJI

KETUA : Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort

ANGGOTA : 1. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) 2. MimiMarina Lubis, drg


(7)

iv

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, skripsi ini selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Pada penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, saran-saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazaruddin, drg., Sp.Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) selaku Ketua Departemen Ortodonti FKG USU.

3. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan waktu dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis selama masa penyelesaian skripsi ini.

4. Mimi Marina Lubis, drg dan Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) selaku tim penguji skripsi yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Ortodonti FKG USU atas masukan dan bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

6. Drs. Abdul Jalil selaku Pembantu Dekan III FKM USU atas bimbingan dam arahan dalam bidang statistik kepada penulis.

7. Cut Nurliza, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani program akademik.

8. Sylvia, Sharon, Fifin, Calvin, William, Ching Jie Han, Nina, Adicakra, Dewi, Ade, Beka, dan seluruh teman-teman angkatan 2009 lainnya yang telah memberikan bantuan, doa, dan dukungan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(8)

v

Tidak lupa teristimewa saya ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, Tukijan Alilian dan Tjong Lie Jin, paman Jansen Alilian dan bibi Meini Salim, dan tante Erni Kartini, serta saudara-saudara penulis Victor David, Iswan, Louis, dan Justin Alvaro yang telah mendukung dan memotivasi penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Penulis juga mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan disiplin ilmu khususnya di Departemen Ortodonti, dan masyarakat.

Medan, 02 Maret 2013 Penulis,

( Yurika )


(9)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi ... 6

2.1.1 Oklusi Ideal ... 6

2.1.2 Oklusi Normal ... 7

2.2 Maloklusi ... 7

2.2.1 Etiologi Maloklusi ... 8

2.2.2 Klasifikasi Maloklusi ... 10

2.2.3 Derajat Maloklusi ... 11

2.3 Oklusal Indeks ... 12

2.3.1 IOTN ... 14

2.3.1.1 DHC ... 14


(10)

vii

2.3.2 DAI ... 19

2.3.3 PAR ... 21

2.3.4 ICON ... 24

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.3 Populasi Penelitian ... 29

3.4 Sampel Penelitian ... 29

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 30

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 30

3.4.3 Besar Sampel ... 30

3.5 Alat dan Bahan ... 31

3.6 Variabel dan Definisi Operasional ... 32

3.7 Pelaksanaan Penelitian ... 34

3.8 Pengolahan dan Analisis Data ... 36

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 37

BAB 5 PEMBAHASAN ... 41

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 47

6.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN


(11)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Skor 1-2 Dental Health Component (DHC) dari IOTN ... 15

2 Skor 3 Dental Health Component (DHC) dari IOTN ... 16

3 Skor 4 Dental Health Component (DHC) dari IOTN ... 16

4 Skor 5 Dental Health Component (DHC) dari IOTN ... 17

5 Standar penilaian DAI (Cons et al. 1986) ... 20

6 Penilaian skor penyimpangan titik kontak pada segmen anterior rahang atas dan bawah ... 21

7 Penilaian skor segmen bukal kiri dan kanan ... 22

8 Penilaian skor garis median ... 22

9 Penilaian skor overbite dan overjet ... 23

10 Skor penilaian berjejal/diastema rahang atas ... 25

11 Skor penilaian relasi anteroposterior segmen bukal ... 26

12 Skor penilaian relasi vertikal anterior ... 27

13 Kategori kebutuhan perawatan ... 28

14 Tingkat keparahan maloklusi ... 28

15 Tingkat keberhasilan perawatan... 28

16 Persentase tingkat kebutuhan perawatan... 37

17 Persentase tingkat keparahan maloklusi sebelum perawatan ... 38


(12)

ix

19. Persentase tingkat keberhasilan perawatan ... 39 20. Uji statistik t-berpasangan antara tingkat keparahan maloklusi

sebelum dan sesudah perawatan ... 39


(13)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Skala Aesthetic Component (AC) dari IOTN ... 18 2 Alat dan bahan penelitian ... 32 3 Komponen ICON ... 34 4 Teknik pengukuran panjang lengkung rahang menurut Lundstorm . 35 5 Analisa kasus pertama ... 44 6 Analisa kasus kedua ... 45


(14)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kerangka teori 2. Kerangka konsep 3. Ethical Clearance 4. Tabel penilaian ICON

5. Hasil pengukuran komponen ICON 6. Uji normalitas data

7. Uji deskriptif

8. Hasil perhitungan statistik uji t berpasangan antara tingkat keparahan maloklusi sebelum dan sesudah perawatan


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ortodonti adalah ilmu kedokteran gigi yang mengobservasi pertumbuhan dan perkembangan dari gigi geligi dan struktur anatomi yang berhubungan dengan gigi geligi, mencegah dan memperbaiki posisi gigi yang tidak teratur sampai pada tercapainya oklusi yang normal dan bentuk muka yang menyenangkan. Alasan yang biasa melatari penerapan perawatan ortodonti adalah perlunya memperbaiki kesehatan rongga mulut, fungsi rongga mulut, dan penampilan pribadi.1,2

Maloklusi adalah bentuk oklusi gigi yang menyimpang dari normal. Maloklusi dapat mengakibatkan beberapa gangguan atau hambatan dalam diri penderitanya. Dilihat dari segi fungsi, gigi berjejal sangat sulit dibersihkan dengan menyikat gigi, kondisi ini dapat menyebabkan gigi berlubang, dan penyakit gusi bahkan kerusakan jaringan pendukung gigi. Maloklusi dapat mempengaruhi estetik dan penampilan seseorang dari segi psikis. Penampilan wajah yang tidak menarik mempunyai dampak yang tidak menguntungkan pada perkembangan psikologis seseorang.3 Berdasarkan hasil penelitian oleh Marpaung pada tahun 2006 menunjukkan bahwa prevalensi maloklusi di Kota Medan pada 4 Sekolah Menengah Umum bahkan telah mencapai 83% (cit. Dewi).3 Hasil penelitian Agusni pada anak Sekolah Dasar di Surabaya menunjukkan 31% anak tidak memerlukan perawatan terhadap maloklusi, 45% memerlukan perawatan ringan, dan 24% sangat memerlukan perawatan karena keadaan maloklusi yang tergolong parah sehingga dapat mengganggu kesehatan fisik dan kehidupan sosialnya (cit. Dewi).3

Perawatan ortodonti mempunyai riwayat yang panjang, anjuran tertulis pertama mengenai perawatan aktif dibuat oleh Aurelius Cornelius Celsus (25 SM-50 M), yang pada ketujuh buku Medicine, memperkenalkan penggunaan tekanan jari untuk memperbaiki susunan gigi yang tidak teratur. Pada beberapa tahun terakhir ini,


(16)

jumlah perawatan ortodonti yang dilakukan sudah meningkat dengan pesat, dan sudah dilakukan beberapa cara untuk mendefinisikan kebutuhan akan perawatan ortodonti.1

Banyak upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan standarisasi dan keakuratan pengukuran di bidang ortodonti. Perkembangan indeks kebutuhan perawatan, kompleksitas dan hasil perawatan menjadi pusat penelitian yang dikembangkan akhir-akhir ini. Kompleksitas perawatan ortodonti telah didefinisikan dapat menurunkan tingkat keberhasilan pasca perawatan ortodonti dan perawatan dilakukan sebagai upaya untuk membangun atau memperbaiki kembali hubungan gigi geligi menjadi lebih baik. 4-8

Metode-metode penilaian kebutuhan perawatan ortodonti yang diperkenalkan oleh Draker, Grainger, Salzmann, Freer dan Adkins (1968) dan Freer (1972) di antara metode lainnya, sudah mengalami banyak perkembangan guna mencapai tujuan, yaitu penilaian kebutuhan akan perawatan bagi tujuan kesehatan masyarakat. Secara keseluruhan, metode-metode ini melibatkan pemindahan hasil penilaian dari keadaan oklusal menjadi indeks kebutuhan akan perawatan berlandaskan pada makin tinggi skor penyimpangan oklusal akan makin besar kebutuhan akan perawatan. Indeks kebutuhan perawatan ortodonti digunakan untuk menilai kebutuhan perawatan ortodonti yang didasarkan pada estetik yang buruk, potensi yang berdampak buruk bagi kesehatan gigi, dan penyimpangan oklusi normal.1,9

Metode yang digunakan untuk mengukur maloklusi dan tingkat keberhasilan perawatan adalah oklusal indeks. Oklusal indeks secara objektif menilai maloklusi dengan cara mengukur dan menghitung skor dari gambaran oklusal yang ada serta menyimpulkan hasilnya. Oklusal indeks berguna untuk penelitian, manajemen, dan jaminan kualitas perawatan dalam ortodonti.9,10

Oklusal indeks yang umum digunakan adalah Dental Aesthetic Index (DAI),

Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), Peer Assessment Rating (PAR) dan

Index of Complexity, Outcome and Need (ICON). IOTN (AC, DHC), DAI digunakan untuk menilai kebutuhan perawatan ortodonti, sedangkan ICON dan PAR lebih sering digunakan untuk menilai keberhasilan perawatan, walaupun ICON dapat juga


(17)

menilai kebutuhan perawatan ortodonti. Ada kesamaan dalam beberapa hal antara indeks IOTN, DAI, dan ICON. Ketiga indeks ini memiliki dua komponen, yaitu morfologi dan estetik, sedangkan IOTN memiliki sedikit perbedaan, yaitu komponen estetiknya dipisahkan dari komponen kesehatan gigi. Ketiga indeks ini mengukur komponen yang sama seperti overjet, crossbite, openbite, overbite, hubungan molar anteroposterior, dan pergeseran gigi geligi. Namun, bobot untuk komponen ini berbeda pada masing-masing indeks.11

Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) yang dikembangkan oleh Charles Daniels dan Stephen Richmond dari Universitas Cardiff merupakan metode penilaian tunggal untuk mengukur kompleksitas perawatan ortodonti, kebutuhan perawatan dan keberhasilan perawatan ortodonti. ICON merupakan suatu indeks yang unik di mana skor estetik pada ICON merupakan bagian integral dari evaluasi kebutuhan perawatan. ICON merupakan indeks multifungsional karena ICON menilai indeks kebutuhan perawatan dan keberhasilan perawatan. Selain itu, ICON juga menilai kompleksitas maloklusi. Oleh karena itu, ICON memberikan suatu nilai yang lebih dibandingkan dengan indeks kebutuhan perawatan yang lain. Kebutuhan perawatan ortodonti tidak selalu sama dengan kompleksitas perawatan dan karena itu dibutuhkan suatu penilaian terhadap kompleksitas perawatan ortodonti.11,12

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chukwundi dan Ellen pada 100 studi model di Departemen Ortodonti Universitas Illinois, Chicago dengan menggunakan indeks ICON menunjukkan bahwa 86 kasus memerlukan perawatan ortodonti dan 14 kasus yang tidak memerlukan perawatan. Berdasarkan tingkat kompleksitas maloklusi menunjukkan 60 kasus tergolong very difficult dan difficult, 22 kasus tergolong moderate dan 13 kasus tergolong mild, serta 5 kasus tergolong easy. Sedangkan dari tingkat keberhasilkan perawatan menunjukkan 82 kasus tergolong

greatly improved dan substantially improved, 12 kasus tergolong moderately

improved, 5 kasus tergolong minimally improved, dan hanya 1 kasus yang tergolong not improved or worse.13 Sedangkan menurut penelitian Shella Rosalia JH., dkk di Surabaya menunjukkan bahwa dari 50 model studi sebelum dan sesudah perawatan ortodonti lepasan hanya 8% yang tidak memerlukan perawatan. Berdasarkan tingkat


(18)

keparahan maloklusi menunjukkan 30% tergolong mild, 40% tergolong moderate dan 30% tergolong difficult dan very difficult. Sedangkan dari tingkat keberhasilan perawatan menunjukkan 2% tergolong substantially improved, 32% tergolong

moderately improved, 48% tergolong minimally improved, 18% tergolong not

improved or worse dan tidak ada yang tergolong greatly improved.14

Minimnya penelitian mengenai tingkat kebutuhan ortodonti, keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan ortodonti cekat menggunakan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) di Indonesia membuat peneliti tertarik untuk mengevaluasi tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan ortodonti cekat menggunakan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) di klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimana tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan ortodonti cekat menggunakan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

Mengetahui tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan ortodonti cekat menggunakan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU.


(19)

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat:

1. Menjadi bahan masukan bagi klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU dalam meningkatkan kualitas Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis (PPDGS) melalui penyeleksian kasus-kasus maloklusi yang diindikasikan untuk dilakukan perawatan ortodonti.

2. Sebagai tambahan informasi bagi klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU mengenai tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan pasien - pasien yang telah menerima perawatan ortodonti cekat dan telah selesai perawatan pada bulan Oktober 2005 – Desember 2012.

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oklusi

Oklusi didefinisikan sebagai kontak interkuspal antara gigi geligi rahang atas dan rahang bawah dalam segala posisi dan pergerakan mandibula. Oklusi dikontrol oleh komponen neuromuskular dan sistem mastikasi, yaitu gigi, struktur periodontal, rahang atas dan rahang bawah, sendi temporomandibular, otot dan ligamen.15

2.1.1 Oklusi Ideal

Oklusi ideal merupakan sebuah konsep hipotesis atau teoritis berdasarkan anatomi gigi dan jarang ditemukan di alam. Konsep bahwa ada yang ideal untuk setiap komponen oklusi gigi geligi, dari suatu pengetahuan di mana variasi, atau maloklusi bisa diukur, dimulai dari hasil penelitian Angle. Angle mengadakan penelitian mengenai oklusi statis pada posisi interkuspal, mendefinisikan hubungan ideal dari gigi-gigi molar pertama atas dan bawah tetap pada bidang sagital.1,15 Houston et al. menyebutkan beberapa konsep oklusi ideal pada gigi permanen, yaitu:15

a. Gigi geligi pada tiap lengkung rahang harus memiliki inklinasi mesiodistal dan bukolingual yang ideal dan hubungan aproksimal gigi yang benar pada setiap area kontak interdental.

b. Hubungan antar lengkung yang sedimikian rupa sehingga gigi geligi rahang bawah berkontak dengan gigi geligi rahang atas (kecuali gigi insisivus sentralis).

c. Ketika gigi geligi berada pada posisi interkuspal maksimum, mandibula harus berada pada posisi sentrik relasi, yaitu kedua kondilus mandibula berada pada posisi yang simetris dan terletak paling retrusi/posterior dalam fossa glenoidalis.


(21)

d. Hubungan fungsional pada pergerakan mandibula harus ideal. Khususnya ketika pergerakan lateral, harus ada kontak oklusal pada sisi kerja dengan tidak ada kontak oklusal pada sisi kontralateral, serta pada oklusi protrusi, kontak terjadi pada gigi insisivus, tetapi tidak pada gigi molar.

2.1.2 Oklusi Normal

Angle merupakan orang pertama yang menjelaskan definisi oklusi normal. Oklusi normal menurut Angle adalah ketika gigi molar rahang atas dan rahang bawah berada dalam suatu hubungan di mana puncak cusp mesiobukal molar rahang atas berada pada groove bukal molar rahang bawah, serta gigi tersusun rapi dan teratur mengikuti garis kurva oklusi. Sedangkan oklusi normal menurut Houston et al. adalah oklusi ideal yang mengalami penyimpangan yang masih dapat diterima dan tidak menimbulkan masalah estetik dan fungsional.15

Andrew menyebutkan enam kunci oklusi normal berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya terhadap 120 model studi pasien tanpa perawatan ortodonti dengan oklusi normal. Bila satu atau beberapa ciri ini tidak tepat, hubungan oklusal dari gigi geligi tidaklah normal.1,15 Keenam ciri-ciri oklusi normal tersebut adalah:1 1. Hubungan yang tepat dari gigi molar pertama permanen pada bidang sagital. 2. Angulasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal. 3. Inklinasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang sagital. 4. Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual.

5. Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing lengkung gigi, tanpa diastema maupun berjejal.

6. Bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung.

2.2 Maloklusi

Menurut Angle, istilah “penyimpangan gigi” ditujukan pada gigi yang susunannya tidak teratur. Menurut WHO, maloklusi adalah suatu anomali yang


(22)

menyebabkan cacat atau mengganggu fungsi, dan memerlukan perawatan jika cacat atau gangguan fungsi menyebabkan atau kemungkinan akan menyebabkan rintangan bagi kesehatan fisik maupun emosional dari pasien. Salzmann mendefinisikan maloklusi sebagai suatu keadaan yang memberikan pengaruh merugikan terhadap estetik, fungsi, maupun bicara.1,15

Menurut beberapa studi epidemiologi yang dilakukan pada remaja Amerika Serikat dilaporkan 11% remaja umur 12-17 tahun mempunyai oklusi normal, 34,8% mempunyai maloklusi ringan dan 25,2% mempunyai maloklusi yang berat sehingga beberapa kasus memerlukan perawatan. Penelitian Gan-Gan tentang maloklusi pada murid-murid SMP di wilayah Kotamadya Bandung menunjukkan prevalensi maloklusi telah mencapai 90,79%. Keadaan ini mencakup maloklusi berat 26,32%, maloklusi sedang 11,84% dan maloklusi ringan 11,84% (cit. Dewi).3

2.2.1 Etiologi Maloklusi

Menurut Robert E. Moyers, maloklusi disebabkan oleh:16 1. Herediter

2. Gangguan tumbuh kembang. Dapat terjadi karena faktor idiopatik, seperti mikrognatia, facial cleft, oligodontia, dan anodontia.

3. Trauma

a. Trauma prenatal dan cedera pada masa kelahiran

- Tekanan intrauterine pada masa kehamilan dapat menyebabkan hipoplasia mandibula.

- “Vogelgesicht”, yaitu terhambatnya pertumbuhan mandibula karena ankilosis pada TMJ.

- Lutut atau kaki yang tidak simetris dapat menekan wajah sehingga menyebabkan pertumbuhan wajah yang asimetris atau retardasi perkembangan mandibula.

b. Trauma postnatal


(23)

- Trauma pada TMJ 4. Agen fisik

a. Pencabutan prematur gigi desidui b. Makanan

5. Kebiasaan buruk a. Mengisap ibu jari b. Menjulur-julurkan lidah c. Mengisap dan menggigit bibir d. Menggigit kuku

6. Penyakit

a. Penyakit sistemik

- Penyakit demam dapat mengganggu perkembangan gigi pada masa balita dan kanak-kanak.

b. Gangguan pada kelenjar endokrin

- Disfungsi endokrin pada masa prenatal dapat menyebabkan hipoplasia gigi.

- Disfungsi endokrin pada masa postnatal dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan menjadi lebih lambat atau lebih cepat, seperti proses osifikasi pada tulang, waktu erupsi gigi, dan kecepatan resorpsi gigi desidui.

c. Penyakit lokal

- Penyakit nasofaringeal dan gangguan fungsi pernafasan - Penyakit gingiva dan periodontal

- Tumor

- Karies. Dapat menyebabkan kehilangan dini gigi desidui, terganggunya urutan erupsi gigi permanen, dan kehilangan gigi permanen.


(24)

2.2.2 Klasifikasi Maloklusi

Menurut Edward Angle, pengklasifikasian oklusi gigi berdasarkan hubungan anteroposterior lengkung gigi-gigi atas dan bawah, dan tidak melibatkan hubungan lateral serta vertikal, gigi berjejal, malposisi lokal dari gigi. Pengklasifikasian ini digunakan secara luas dan berfungsi sebagai sarana yang sangat baik dalam mendeskripsikan gambaran umum tentang maloklusi sehingga dapat memfasilitasi perbedaan persepsi maloklusi dalam profesi.1,17

a. Klas I Angle

Klas I merupakan hubungan anteroposterior yang sedemikian rupa dengan gigi-gigi berada pada posisi yang tepat di lengkung rahang, ujung gigi kaninus atas berada pada bidang vertikal yang sama seperti ujung distal gigi kaninus bawah. Gigi-gigi premolar atas berinterdigitasi dengan cara yang sama dengan Gigi-gigi-Gigi-gigi premolar bawah, dan tonjol anterobukal dari molar pertama atas tetap beroklusi dengan groove bukal dari molar pertama bawah tetap. Jika gigi insisivus berada pada inklinasi yang tepat, overjet insisal adalah sebesar 3 mm.1

b. Klas II Angle

Pada hubungan Klas II, lengkung gigi bawah terletak lebih posterior daripada lengkung gigi atas dibandingkan dengan hubungan Klas I. Karena itulah, keadaan ini kadang disebut sebagai “hubungan postnormal”. Pada kasus Klas II 1P, tonjol distobukal molar pertama tetap rahang atas berada dalam sulkus antara bagian mesial dan tengah dari tonjol bukal molar pertama tetap rahang bawah.1,17 Ada dua tipe hubungan Klas II yang umum dijumpai, dan karena itu, Klas II umumnya dikelompokkan menjadi dua divisi, yaitu:1,17

1. Klas II divisi 1

Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas II dengan karakteristik gigi-gigi insisivus sentralis dan lateralis atas proklinasi, dan overjet insisal yang besar, juga disertai fungsi bibir yang abnormal, obstruksi nasal dan pernafasan melalui mulut.


(25)

2. Klas II divisi 2

Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas II dengan gigi insisivus sentralis atas berinklinasi ke lingual dan memiliki overbite insisal yang besar. Gigi insisivus lateralis atas bisa proklinasi atau retroklinasi dengan fungsi bibir yang normal.

c. Klas III Angle

Pada hubungan Klas III, lengkung gigi bawah terletak lebih anterior terhadap lengkung gigi atas dibandingkan pada hubungan Klas I. Oleh karena itu, hubungan ini kadang-kadang disebut juga sebagai “hubungan prenormal”. Umumnya ditemukan susunan gigi yang berjejal pada rahang atas. Gigi insisivus dan kaninus bawah berinklinasi ke lingual karena adanya tekanan dari bibir bawah ketika bibir berusaha untuk menutup. Pada beberapa kasus bisa menyebabkan terjadinya deformitas pengucapan.1,17

2.2.3 Derajat Maloklusi

Klasifikasi Angle tidak membedakan maloklusi yang memiliki diskrepansi lengkung gigi anteroposterior yang berhubungan dengan ketidakseimbangan struktur wajah. Selain itu, klasifikasi Angle juga tidak dapat menilai hubungan vertikal dan transversal, rotasi gigi, crowding, diastema dan impaksi dari gigi yang memerlukan perawatan ortodonti. Oleh sebab itu, dalam survei epidemiologi tidak bisa hanya mengandalkan sistem klasifikasi Angle karena faktor-faktor penting seperti kesejajaran gigi, overbite, overjet dan crossbite tidak dinilai dalam klasifikasi Angle. Jelas terlihat bahwa dalam klasifikasi Angle tidak mengandung informasi mengenai derajat penyimpangan. Pada diagnosis klinis dan rencana perawatan, seperti juga pada penelitian epidemiologi, derajat variasi oklusal perlu diukur dan ditentukan.

Overjet dan overbite insisal bisa diukur secara langsung dengan menambahkan

deskripsi “menyeluruh” atau “sebagian” untuk overbite. Meskipun demikian, karena gigi-gigi insisivus berbeda panjangnya di antara berbagai individu, derajat overbite seringkali ditentukan dalam satuan derajat penutupan insisivus bawah oleh insisivus


(26)

atas pada bidang oklusi vertikal. Overjet tergantung pada inklinasi dari gigi-gigi insisivus dan hubungan anteroposterior dari lengkung gigi.1,17

Gigitan terbalik bukal dan lingual juga bisa diukur, tetapi biasanya dinyatakan dengan kata-kata. Derajat gigi berjejal atau celah (spacing) dari lengkung gigi juga diukur dengan cara mengukur perbedaan antara jumlah total dari lebar gigi-gigi individual dan ukuran lengkung yang merupakan tempat gigi-gigi tersebut. Meskipun demikian, untuk tujuan perawatan klinis adalah lebih umum untuk membagi lengkung menjadi empat kuadran dan menjumlahkan crowding dari lengkung dalam satuan unit dari satu lebar premolar pertama, untuk masing-masing kuadran. Kelainan oklusal yang lain, seperti rotasi dan malposisi gigi, biasanya dinyatakan dalam kata-kata dan ditentukan besarnya jika memungkinkan.1

2.3 Oklusal Indeks

Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang dilakukan di bidang kedokteran gigi yang bertujuan untuk mendapatkan penampilan dentofasial yang menyenangkan secara estetika yaitu dengan menghilangkan susunan gigi yang berdesakan, mengoreksi penyimpangan rotasional dan apikal dari gigi-geligi, mengoreksi hubungan antar insisal serta menciptakan hubungan oklusi yang baik.18

Sejak dimulainya sejarah ilmu ortodonti, banyak peneliti telah membuat tata cara penilaian yang dapat menjadi acuan untuk dilakukan perawatan ortodonti. Oklusal indeks awalnya digunakan sebagai alat epidemiologi untuk mengklasifikasikan oklusi. Sejumlah besar indeks oklusal mulai bermunculan pada 1950-an dan 1960-an untuk membantu studi epidemiologi. Sebagian besar diantaranya merupakan alat penilaian yang objektif. Indeks-indeks ini dibuat dengan membagi oklusi menjadi komponen-komponen yang lebih penting, seperti susunan berjejal, celah, hubungan anteroposterior, overjet dan overbite insisal, malposisi gigi tunggal, dan lainnya. Setiap komponen dianalisis terpisah, menggunakan kriteria yang didefinisikan dengan cermat, atau bila mungkin menggunakan ukuran yang sesungguhnya. Indeks kebutuhan perawatan ortodonti adalah bentuk oklusal indeks


(27)

yang digunakan untuk memprioritaskan kebutuhan akan perawatan ortodonti. Oklusal indeks ini juga bisa digunakan untuk penilaian diagnosis, hasil dan kompleksitas suatu perawatan ortodonti.1,12,18 Indeks oklusal yang ideal harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:5,12

1. Reliabilitas. Oklusal indeks harus mampu memberikan pengukuran yang konsisten pada waktu yang berbeda dan ketika digunakan oleh pemeriksa yang berbeda.

2. Validitas. Oklusal indeks harus mampu mengukur apa yang seharusnya diukur.

3. Oklusal indeks harus menghasilkan data kuantitatif.

4. Oklusal indeks harus mampu mengidentifikasi pasien yang tidak memerlukan perawatan (spesifisitas) dan yang memerlukan perawatan (sensitivitas).

5. Dapat digunakan secara cepat dan mudah oleh pemeriksa. 6. Dapat diterima oleh norma-norma budaya.

Oklusal indeks seperti Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), Peer Assessment Rating (PAR), Dental Aesthetic Index (DAI), dan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) telah berhasil digunakan oleh banyak negara di dunia dan telah memberikan informasi yang bermanfaat mengenai kebutuhan perawatan dan penyediaan pelayanan ortodonti.19 IOTN (AC, DHC), DAI digunakan untuk menilai kebutuhan perawatan ortodonti, sedangkan ICON dan PAR lebih sering digunakan untuk menilai keberhasilan perawatan, walaupun ICON dapat juga menilai kebutuhan perawatan ortodonti. Ada kesamaan dalam beberapa hal antara indeks IOTN, DAI, dan ICON. Ketiga indeks ini memiliki dua komponen, yaitu morfologi dan estetik, sedangkan IOTN memiliki sedikit perbedaan, yaitu komponen estetiknya dipisahkan dari komponen kesehatan gigi. Ketiga indeks ini mengukur komponen yang sama seperti overjet, crossbite, openbite, overbite, hubungan molar anteroposterior, dan pergeseran. Namun, bobot untuk komponen ini berbeda pada masing-masing indeks.11


(28)

2.3.1 Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN)

Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) yang dikemukakan oleh Brook dan Shaw pada tahun 1989 merupakan kombinasi dari The Standardized Continuum of Aesthetic Need (SCAN) dan The Swedish System. IOTN mengkategorikan maloklusi dalam berbagai ciri-ciri oklusal yang berkaitan dengan kesehatan gigi individu dan sifat oklusal yang dapat menurunkan nilai-nilai estetik, dengan tujuan untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang akan sangat mungkin memperoleh manfaat dari perawatan ortodonti.20

IOTN menggabungkan komponen kesehatan gigi (DHC) dan komponen estetik (AC). Komponen kesehatan gigi dikembangkan oleh Brook dan Shaw dan komponen indeks estetik dikembangkan oleh Evans dan Shaw. Kedua komponen tidak dapat digabungkan dan keduanya dicatat secara terpisah. Dalam penggunaannya, komponen kesehatan gigi (DHC) dipergunakan terlebih dahulu baru kemudian komponen estetik (AC). Komponen AC menunjukkan kebutuhan subjektif pasien dan komponen DHC mengungkapkan kebutuhan objektif perawatan ortodonti.12,18,20-2

2.3.1.1 Dental Health Component (DHC)

Dental Health Component (DHC) sebenarnya didasarkan pada Index of the Swedish Dental Board. The Swedish Index dimaksudkan sebagai pedoman dasar dan dalam penerapan praktisnya mampu mencatat berbagai variasi keadaan oklusal dari maloklusi yang akan meningkatkan morbiditas gigi dan struktur sekitarnya. Setiap sifat oklusal memberikan suatu kontribusi untuk mempertahankan dan mengembalikan fungsi gigi menjadi lebih memuaskan. Dengan menggunakan suatu penggaris yang didesain khusus, berbagai variasi maloklusi dapat dicatat dan diukur.11,20,21

Dental Health Component diajukan untuk mengatasi subjektifitas pengukuran dengan batas ambang yang jelas. DHC mengukur sifat-sifat maloklusi seperti overjet,


(29)

reverse overjet, overbite, openbite, crossbite, pergeseran gigi-gigi (displacement of teeth), erupsi gigi yang terhambat, buccal occlusion, hipodontia, cacat akibat celah bibir dan palatum. Gangguan fungsional juga tercatat dalam DHC seperti inkompetensi bibir, mandibular displacement, traumatik oklusi, serta kesulitan penguyahan dan bicara.11,18

Tingkatan derajat DHC menunjukkan berapa besar prioritas untuk perawatan, dengan perincian sebagai berikut:12,21

Skor 1-2: tidak perlu perawatan/perawatan ringan (Tabel 1). Skor 3: perawatan borderline/sedang (Tabel 2).

Skor 4-5: memerlukan perawatan/sangat memerlukan perawatan (Tabel 3-4).

Tabel 1. Skor 1-2 Dental Health Component (DHC) dari IOTN21 Skor 1 (tidak perlu perawatan)

1. Maloklusi yang sangat ringan, termasuk pergeseran kontak poin < 1mm Skor 2 (perawatan ringan)

2.a. Overjet > 3,5 mm tetapi ≤ 6 mm disertai bibir yang kompeten 2.b. Reverse overjet > 0 mm tetapi ≤ 1 mm

2.c. Crossbite anterior atau posterior ≤ 1 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal

2.d. Pergeseran titik kontak gigi > 1 mm, tetapi ≤ 2 mm 2.e. Openbite anterior atau posterior > 1 mm, tetapi ≤ 2 mm 2.f. Overbite ≥ 3,5 mm tanpa kontak gingiva


(30)

Tabel 2. Skor 3 Dental Health Component (DHC) dari IOTN21

Tabel 3. Skor 4 Dental Health Component (DHC) dari IOTN21 Skor 3 (perawatan borderline/sedang)

3.a. Overjet > 3,5 mm tetapi ≤ 6 mm disertai bibir yang tidak kompeten 3.b. Reverse overjet > 1 mm tetapi ≤ 3,5 mm

3.c. Crossbite anterior atau posterior > 1 mm tetapi ≤ 2 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal

3.d. Pergeseran titik kontak gigi > 2 mm tetapi ≤ 4 mm 3.e. Openbite anterior atau lateral > 2 mm tetapi ≤ 4 mm 3.f. Komplit overbite tanpa trauma gingiva atau palatal

Skor 4 (memerlukan perawatan) 4.a. Overjet > 6 mm tetapi ≤ 9 mm

4.b. Reverse overjet > 3,5 mm tanpa kesulitan pengunyahan atau bicara

4.c. Crossbite anterior atau posterior > 2 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal

4.d. Pergeseran titik kontak gigi yang parah > 4 mm 4.e. Openbite anterior atau lateral yang ekstrim > 4 mm 4.f. Komplit overbite dengan trauma gingiva atau palatal

4.h. Daerah hipodontia yang tidak begitu luas yang membutuhkan perawatan pre-restorasi ortodonti atau penutupan ruang untuk meniadakan kebutuhan perawatan prostetik 4.i. Crossbite lingual posterior tanpa kontak fungsional oklusal pada salah satu atau

kedua segmen bukal

4.m. Reverse overjet > 1 mm tetapi ≤ 3,5 mm dengan kesulitan pengunyahan atau bicara 4.t. Gigi erupsi sebagian, miring atau terpendam terhadap gigi yang berdekatan 4.x. Gigi supernumerary


(31)

Tabel 4. Skor 5 Dental Health Component (DHC) dari IOTN21 Skor 5 (sangat memerlukan perawatan) 5.a. Overjet > 9 mm

5.h.

Daerah hipodontia yang luas dengan implikasi restorasi (lebih dari 1 gigi pada setiap kuadran) yang membutuhkan perawatan ortodonti pre-restorasi

5.i.

Gigi terpendam (kecuali molar tiga) yang disebabkan karena gigi berjejal,pergeseran titik kontak gigi, gigi supernumerary, gigi desidui yang persisten dan penyebab patologi lainnya

5.m. Reverse overjet > 3,5 mm dengan kesulitan pengunyahan dan bicara 5.p. Cacat akibat celah bibir dan palatum

5.s. Gigi desidui yang terpendam

2.3.1.2 Aesthetic Component (AC)

Komponen estetik (AC) berasal dari indeks SCAN yang dikemukan oleh Evans dan Shaw pada tahun 1987 yang terdiri dari 10 foto berwarna yang menunjukkan tingkatan derajat yang berbeda dari penampilan estetik susunan gigi geligi (Gambar 1). Dengan mengacu pada gambar ini, derajat penampilan estetik gigi geligi dari pasien dapat dinilai dalam salah satu tingkatan derajat tertentu. Skor 1 menunjukkan sususan gigi yang paling menarik dari sudut estetik geligi, sedangkan skor 10 menunjukkan susunan gigi geligi yang paling tidak menarik. Skor ini merefleksikan kelainan estetik susunan gigi geligi. Skor yang dihasilkan dapat memberikan sebuah indikasi perlunya perawatan bagi pasien yang didasarkan pada penurunan nilai estetik gigi serta kebutuhan psikologis dan sosial untuk perawatan ortodonti.11,18,20

Foto hitam putih dapat digunakan untuk menilai estetik susunan gigi geligi dari model. Foto hitam putih dan model gigi memberikan keuntungan dalam menilai estetik susunan gigi geligi karena tidak dipengaruhi oleh kebersihan mulut, kondisi


(32)

gingiva dan warna restorasi dari gigi anterior. Tingkat derajat keparahan dari Aesthetic Component (AC) adalah sebagai berikut:11,18,21

Skor 1-4 : tidak perlu perawatan/perawatan ringan Skor 5-7 : perawatan borderline/sedang

Skor 8-10 : sangat memerlukan perawatan


(33)

2.3.2 Dental Aesthetic Index (DAI)

Dental Aesthetic Index (DAI) berkembang di Amerika Serikat dan terintegrasi ke dalam The International Collaboration Study of Oral Health Outcomes oleh WHO pada tahun 1989 sebagai indeks internasional, yang mengidentifikasi ciri-ciri oklusal dan menghasilkan skor tunggal secara matematis. DAI dapat digunakan untuk menentukan pasien yang harus dirujuk ke dokter gigi spesialis sehingga dapat meminimalisasi jumlah konsultasi awal dengan dokter gigi umum atau ortodontis, hal ini dapat memberikan keuntungan dalam program kesehatan masyarakat.23

DAI menggabungkan komponen klinis dan estetik untuk menghasilkan skor tunggal yang menggabungkan aspek fisik dan estetik oklusi, termasuk persepsi pasien. DAI mengevaluasi 10 karakteristik oklusal seperti overjet, negative overjet, kehilangan gigi, celah (diastema), openbite anterior, berjejal anterior, celah (diastema) anterior, penyimpangan yang parah pada anterior (maksila dan mandibula), hubungan anteroposterior molar (Tabel 5). DAI menilai kebutuhan perawatan ortodonti dan keparahan maloklusi dalam empat Grade, yaitu Grade ≤ 25 mengindikasikan normal atau maloklusi ringan dan tidak atau sedikit memerlukan perawatan; Grade 26-30 mengindikasikan maloklusi nyata dan memerlukan perawatan pilihan; Grade 31-35 mengindikasikan maloklusi parah dan sangat memerlukan perawatan; Grade ≥ 36 mengindikasikan maloklusi sangat parah dan wajib dilakukan perawatan.11,23-5

Rumus persamaan untuk menilai Grade DAI adalah: (gigi yang hilang x 6) + (crowding x 1) + (spacing x 1) + (diastema midline x 3) + (penyimpangan yang parah pada anterior maksila x 1) + (penyimpangan yang parah pada anterior mandibula x 1) + (overjet anterior maksila x 2) + (overjet anterior mandibula x 4) + (openbite anterior x 4) + (hubungan anteroposterior molar x 3) + 13.11


(34)

Tabel 5. Standar penilaian DAI (Cons et al. 1986)23,26

Komponen DAI Bobot

Jumlah gigi yang hilang (insisivus, caninus, dan premolar pada

maksila dan mandibula) 6

Crowding pada segmen insisivus (0 = tidak ada crowding, 1 =

crowding pada satu segmen, 2 = crowding pada kedua segmen) 1

Spacing pada segmen insisivus (0 = tidak ada spacing, 1 = spacing

pada satu segmen, 2 = spacing pada kedua segmen) 1

Diastema midline, dalam milimeter 3

Penyimpangan yang parah pada anterior maksila, dalam milimeter 1 Penyimpangan yang parah pada anterior mandibula, dalam milimeter 1

Overjet anterior maksila, dalam milimeter 2

Overjet anterior mandibula, dalam milimeter 4

Openbite anterior, dalam milimeter 4

Hubungan anteroposterior molar, kedua sisi kiri dan kanan dinilai. (0 = normal, 1 = setengah cusp mesial atau distal, 2 = satu cusp penuh atau lebih dari mesial dan distal)

3

Konstan 13


(35)

2.3.3 Peer Assessment Rating (PAR)

Peer Assessment Rating Index (Indeks PAR) diperkenalkan oleh Richmond dkk., terutama untuk mencatat maloklusi pada masa gigi bercampur dan permanen, serta untuk memberikan penilaian yang lebih objektif terhadap keberhasilan perawatan ortodonti.27,28 Indeks PAR dapat digunakan secara luas, mengukur maloklusi secara menyeluruh, membandingkan maloklusi sebelum, sesudah perawatan dan setelah retensi, menentukan evaluasi standar kualitas hasil perawatan dan menyimpulkan nilai dari kelainan semua tipe maloklusi serta kebutuhan perawatan. Pengukurannya dapat dilakukan dengan cepat, akurat dan penggunaannya pun mudah dan sederhana.29

Indeks PAR menilai lima komponen oklusal gigi, yaitu segmen anterior rahang atas dan bawah (Tabel 6), segmen bukal kiri dan kanan (Tabel 7), garis median (Tabel 8), overbite (Tabel 9), dan overjet (Tabel 9) yang kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing komponen untuk mendapatkan skor total.11,27

Tabel 6. Penilaian skor penyimpangan titik kontak pada segmen anterior rahang atas dan bawah27-9

Skor Kelainan Bobot

0 1 2 3 4 5

0 – 1 mm 1,1 – 2 mm 2,1 – 4 mm 4,1 – 8 mm

> 8 mm Gigi impaksi


(36)

Tabel 7. Penilaian skor segmen bukal kiri dan kanan27-9

Skor Kelainan Bobot

A. Anteroposterior 0

1 2

Interdigitasi baik kelas I,II,III Kurang dari ½ unit

½ unit (cusp to cusp)

1 B. Vertikal

0 1

Tidak ada kelainan

Openbite lateral sedikitnya 2 gigi, jarak > 2 mm

C. Transversal 0 1 2 3 4

Tidak ada crossbite Kecenderungan crossbite Crossbite 1 gigi

Crossbite > 1 gigi

Lebih dari 1 gigi “scissor bite”

Tabel 8. Penilaian skor garis median 27-9

Skor Penilaian Bobot

0 1 2

Tempat bertemu – ¼ lebar gigi insisivus bawah ¼ - ½ lebar gigi insisivus bawah

> ½ lebar gigi insisivus bawah


(37)

Tabel 9. Penilaian skor overbite dan overjet27-9

Skor Kelainan Bobot

A. Openbite 0 1 2 3 4

Tidak ada openbite Openbite≤ 1 mm Openbite 1,1 – 2 mm Openbite 2,1 – 3 mm Openbite ≥ 4 mm

2 B. Overbite

0 1 2 3

Penutupan ≤ 1/3 tinggi insisivus bawah Penutupan > 1/3, tetapi < 2/3 insisivus bawah Penutupan > 2/3 insisivus bawah

Penutupan sama dengan atau lebih besar dari tinggi insisivus bawah

Skor Kelainan Bobot

A. Overjet 0 1 2 3 4

0 – 3 mm 3,1 – 5 mm 5,1 – 7 mm 7,1 – 9 mm > 9 mm

6 B. Crossbite anterior 0 1 2 3 4

Tidak ada crossbite

Satu atau lebih gigi “edge to edge” Crossbite 1 gigi

Crossbite 2 gigi Crossbite > 2 gigi


(38)

2.3.4 Index of Complexity, Outcome and Need (ICON)

Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) dikembangkan oleh Charles Daniels dan Stephen Richmond dari Universitas Cardiff. Berdasarkan pada pendapat dari 97 ahli spesialis ortodonti dari Jerman, Yunani, Hungaria, Italia, Belanda, Norwegia, Spanyol, Inggris, dan Amerika Serikat, indeks internasional ini telah memberikan sebuah metode penilaian tunggal untuk mengukur kebutuhan perawatan ortodonti, kompleksitas maloklusi, dan keberhasilan perawatan ortodonti.12,30,31 Mereka menilai tingkat kebutuhan perawatan pada 240 model studi sebelum perawatan dan mencatat tingkat keberhasilan perawatan pada 98 model studi sebelum dan sesudah perawatan.8,12

ICON merupakan indeks multifungsional karena ICON menilai indeks kebutuhan perawatan, kompleksitas maloklusi, dan keberhasilan perawatan. Oleh karena itu, ICON memberikan suatu nilai yang lebih dibandingkan dengan indeks kebutuhan perawatan yang lain. Kebutuhan perawatan ortodonti tidak selalu sama dengan kompleksitas perawatan. Penilaian terhadap kompleksitas maloklusi membantu untuk menginformasikan kemungkinan keberhasilan perawatan yang diterima, dan untuk mengidentifikasi kasus yang lebih sulit, yang memerlukan waktu lebih lama dalam perawatan.11,12,32

Sebuah indeks yang baik harus memiliki reliabilitas yang tinggi (konsisten dari waktu ke waktu) dan validitas (mengukur apa yang seharusnya diukur). ICON telah terbukti menjadi indeks yang dapat diandalkan dan valid untuk menilai kebutuhan perawatan ortodonti serta memiliki sensitivitas yang tinggi (mampu mendeteksi kebutuhan perawatan pada individu) dan spesifisitas (kemampuan untuk mengidentifikasi individu yang tidak memerlukan perawatan). ICON juga dinilai valid untuk mengukur kompleksitas maloklusi dan keberhasilan perawatan ortodonti.9,12 ICON memberikan beberapa keuntungan, yaitu: mudah digunakan, mengukur sifat-sifat yang relatif sedikit, dan dapat digunakan pada pasien atau model studi tanpa memerlukan modifikasi.8

Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) terdiri dari lima komponen, yang masing-masing komponen memiliki bobot yang berbeda sesuai dengan


(39)

kepentingannya. Komponen pertama diadaptasi dari komponen estetik (AC) IOTN. Komponen lainnya adalah berjejal/diastema rahang atas, crossbite, openbite/overbite anterior, dan relasi anteroposterior segmen bukal. Masing-masing komponen dapat diukur dari pasien atau model studi. Skor ICON mencerminkan tingkat dari kebutuhan, kompleksitas, dan derajat perubahan sebagai hasil dari perawatan ortodonti.12,14,31

a. Komponen estetik

Komponen estetik yang dipakai adalah komponen estetik (AC) dari IOTN yang memiliki sepuluh Grade (Gambar 1). Setelah skor diperoleh, kemudian dikalikan dengan bobot 7.11,19

b. Berjejal/diastema rahang atas

Komponen ini didapat dengan mengukur diskrepansi jumlah lebar mesiodistal gigi dengan lengkung gigi. Komponen ini memiliki skor satu sampai lima (Tabel 10).14,31

Tabel 10. Skor penilaian berjejal/diastema rahang atas11,19

Ciri oklusal

Skor

Bobot

0 1 2 3 4 5

Berjejal rahang atas

< 2 mm 2,1-5 mm 5,1-9 mm 9,1-13 mm 13,1-17 mm

> 17 mm atau gigi impaksi 5 Diastema rahang atas

< 2 mm 2,1-5 mm

5,1-9


(40)

Keterangan:31

- Skor 5 untuk gigi yang impaksi/ektopik dan gigi supernumerary (kecuali gigi molar 3).

- Diastema di salah satu bagian rahang akan menggantikan crowding yang ada.

- Gigi desidui yang dipertahankan (tidak ada gigi permanennya) dan gigi supernumerary yang erupsi dicatat sebagai diastema (kecuali kalau harus dipertahankan untuk menghindari kebutuhan protesa).

- Gigi yang hilang akibat trauma atau ekstraksi dicatat sebagai diastema (kecuali ruang yang ada dipertahankan sebagai tempat protesa).

c. Crossbite

Pada segmen posterior, relasi transversal menunjukkan adanya gigitan tonjol pada segmen bukal atau gigitan terbalik. Sedangkan pada segmen anterior, crossbite didefinisikan dengan gigi insisivus atau kaninus rahang atas pada saat oklusi dalam keadaan edge to edge atau linguoversi. Skor yang diberikan apabila dijumpai adanya crossbite adalah 1 dan 0 bila tidak.14

d. Relasi anteroposterior segmen bukal

Relasi anteroposterior segmen bukal (termasuk gigi kaninus, premolar dan molar) kiri dan kanan dinilai sesuai dengan Tabel 11 dan kemudian skor kedua sisi dijumlahkan.11,14,20

Tabel 11. Skor penilaian relasi anteroposterior segmen bukal19

Ciri oklusal Skor Bobot

0 1 2

Relasi anteroposterior

segmen bukal

Relasi cusp ke embrasur (Klas I,II dan

III)

Relasi cusp yang lain kecuali cusp to

cusp

Relasi cusp to


(41)

e. Relasi vertikal anterior

Sifat ini termasuk openbite (kecuali masih dalam tahap perkembangan) dan overbite/deepbite. Jika kedua ciri dijumpai, hanya skor tertinggi yang dicatat.11,20,31

Tabel 12. Skor penilaian relasi vertikal anterior19

Relasi vertikal anterior

Skor

Bobot

0 1 2 3 4

Openbite Edge to

edge < 1 mm 1,1-2 mm 2,1-4 mm > 4 mm 4

Overbite

Menutupi < 1/3 gigi insisivus

bawah

Menutupi 1/3 – 2/3

Menutupi > 2/3

Menutupi

semua 4

Setelah semua skor untuk masing-masing komponen diperoleh dan dikalikan dengan bobot masing-masing, kemudian ditambahkan untuk menghasilkan skor akhir.11,14 Pada model studi sebelum perawatan, skor yang didapatkan dari penjumlahan tersebut digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui kebutuhan perawatan (Tabel 13) dan juga tingkat keparahan maloklusi (Tabel 14). Pada model studi setelah perawatan, angka yang didapatkan dari penjumlahan tersebut digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui tingkat keberhasilan perawatan (Tabel 15). Cara yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan perawatan adalah dengan mengurangi skor yang diperoleh dari perhitungan pada model studi sebelum perawatan dengan empat kali skor yang didapatkan dari perhitungan pada model studi setelah perawatan.14


(42)

Tabel 13. Kategori kebutuhan perawatan7

Kategori Skor

Tidak membutuhkan perawatan < 31

Membutuhkan perawatan > 43

Tabel 14. Tingkat keparahan maloklusi7

Tingkat kompleksitas Skor

Easy < 29

Mild 29-50

Moderate 51-63

Difficult 64-77

Very Difficult > 77

Tabel 15. Tingkat keberhasilan perawatan7

Tingkat keberhasilan Skor

Greatly improved > -1

Substantially improved -25 sampai -1

Moderately improved -53 sampai -26

Minimally improved -85 sampai -54


(43)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan cross-sectional untuk mengevaluasi tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan ortodonti cekat menggunakan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di klinik PPDGS Ortodonti FKG – USU.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di klinik PPDGS Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Jln. Alumni No. 2 Medan dan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 – April 2013.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah model studi sebelum dan sesudah perawatan pasien ortodonti cekat di klinik PPDGS Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi USU yang telah selesai menjalani perawatan dari bulan Oktober 2005 sampai bulan Desember 2012 yang berjumlah 130 pasang model.

3.4 Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.


(44)

3.4.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Sampel berumur 18 tahun ke atas.

b. Sampel telah selesai menjalani perawatan ortodonti cekat dan telah dipasang retainer.

c. Model studi sebelum dan sesudah perawatan dalam keadaan utuh dengan gigi geliginya lengkap sampai molar satu, kecuali pencabutan gigi premolar untuk kebutuhan ortodonti.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Model studi sebelum dan sesudah perawatan dalam keadaan rusak atau patah.

b. Memiliki karies proksimal pada gigi geligi rahang atas. c. Sampel yang memakai gigi tiruan.

3.4.3 Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus uji hipotesis dua proporsi populasi:

Keterangan:

n = Besar sampel minimum

Zα = Deviat baku alfa, untuk α = 0,05 Zα = 1,96 Zβ = Deviat baku beta, untuk β = 0,10 Zβ = 1,282 P1 = Proporsi efek standar dari pustaka sebesar 30%

n = (Zα√2PQ + Zβ√P1Q1+P2Q2)2


(45)

P2 = Proporsi efek yang diteliti

P1-P2 = 25% (diharapkan effect size tidak melebihi 50%)

P = (P1 + P2)/2

Q = 1 – P Q1 = 1 – P1

Q2 = 1 – P2

Maka n = (1,96 √0,28875 + 1,282 √0,2575)2 (0,25)2

= (1,053 + 0,651)2 0,0625 = 2, 904 0,0625

= 46,5 ≈ 47 pasang

Dengan perhitungan rumus, didapatkan jumlah sampel minimal adalah sebesar 46,5 pasang dan digenapkan menjadi 47 pasang model studi sebelum dan sesudah perawatan ortodonti cekat.

3.5 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: (Gambar 2) a. Jangka kedua ujung runcing merek Joyko

b. Penggaris besi merek XM-8020 dengan ketelitian 0,5 mm c. Pulpen

d. Pensil e. Penghapus

f. Kalkulator merek Casio fx-350MS

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: (Gambar 2) a. Model studi sebelum dan sesudah perawatan ortodonti cekat b. Lembar penilaian ICON


(46)

Gambar 2. Alat dan bahan penelitian. (A) Jangka kedua ujung runcing merek Joyko, (B) Penggaris besi, (C) Alat tulis (pulpen, pensil, penghapus), (D) Kalkulator, (E) Model studi, (F) Lembar penilaian ICON

3.6 Variabel dan Definisi Operasional Variabel dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel bebas: komponen ICON ( komponen estetik, berjejal atau diastema rahang atas, crossbite, openbite atau overbite anterior, relasi anteroposterior segmen bukal ).

b. Variabel terikat: tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan ortodonti cekat.

c. Variabel terkendali: usia.

d. Variabel tidak terkendali: lama waktu perawatan, kooperatif pasien, ketrampilan operator dan teknik perawatan.

Definisi operasional:

1. Penilaian ICON terdiri dari lima komponen:

A B C D


(47)

a. Komponen estetik adalah penampilan estetik susunan gigi geligi yang mengacu pada 10 foto hitam putih pada Gambar 1, yang menunjukkan tingkatan derajat estetik yang berbeda .

b. Berjejal rahang atas adalah maloklusi berupa ketidakteraturan susunan gigi geligi rahang atas yang disebabkan jumlah lebar mesiodistal gigi yang lebih besar dari panjang lengkung rahang.

Diastema rahang atas adalah maloklusi berupa adanya celah pada susunan gigi geligi rahang atas yang disebabkan jumlah lebar mesiodistal gigi yang lebih kecil dari panjang lengkung rahang.

c. Crossbite adalah suatu keadaan oklusi di mana satu atau lebih gigi geligi anterior atau posterior rahang atas berada dalam keadaan tonjol lawan tonjol atau lebih ke lingual dari gigi geligi rahang bawah.

d. Openbite anterior adalah suatu keadaan oklusi di mana gigi insisivus atas tidak beroklusi dengan gigi insisivus bawah (gigitan terbuka).

Overbite anterior adalah jarak vertikal antara insisal gigi insisivus atas dengan gigi insisivus bawah.

e. Relasi anteroposterior segmen bukal adalah hubungan anteroposterior dari cusp gigi caninus, premolar dan molar atas dengan gigi caninus, premolar dan molar bawah.

2. Keparahan maloklusi adalah penilaian secara objektif terhadap derajat maloklusi berdasarkan tingkat keparahan maloklusi menurut ICON , yaitu easy < 29, mild 29 - 50, moderate 51 - 63, difficult 64 – 77, dan very difficult > 77.

3. Keberhasilan perawatan ortodonti cekat adalah penilaian secara objektif terhadap keberhasilan perawatan maloklusi yang menggunakan piranti yang dicekatkan ke gigi. Tingkat keberhasilan perawatan menurut ICON, yaitu greatly improved > -1, substantially improved -25 sampai -1, moderately improved -53 sampai -26, minimally improved -85 sampai -54, dan not improved or worse < -85.


(48)

3.7 Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan 47 pasang model studi sebelum dan sesudah perawatan ortodonti cekat di klinik PPDGS Ortodonti FKG USU yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, serta dilakukan pengukuran sesuai dengan acuan penilaian dan pengukuran ICON.

Tahap – tahap pengukuran adalah sebagai berikut:

1. Kelima komponen ICON (Gambar 3), yaitu komponen estetik, berjejal atau diastema rahang atas, crossbite, openbite atau overbite anterior, relasi anteroposterior segmen bukal, diukur pada model studi sebelum dan sesudah perawatan. Komponen estetik dinilai dengan mengacu pada 10 derajat estetik foto hitam putih (Gambar 1).

Gambar 3. Komponen ICON. (A) Komponen estetik, crossbite, openbite atau overbite anterior, (B) Berjejal rahang atas, (C) Diastema rahang atas, (D) Relasi anteroposterior segmen bukal kiri, (E) Relasi anteroposterior segmen bukal kanan

A B C


(49)

Berjejal atau diastema rahang atas diukur dengan cara mengurangi panjang lengkung rahang atas dengan lebar mesiodistal gigi 16 sampai 26 dengan menggunakan jangka kedua ujung runcing dan penggaris besi dengan ketelitian 0,5 mm. Panjang lengkung rahang atas diukur dengan metode Lundstorm (Gambar 4).

Gambar 4. Teknik pengukuran panjang lengkung rahang menurut Lundstorm

Crossbite diamati dengan mengoklusikan model studi rahang atas dan bawah, dinilai apakah ada satu atau beberapa gigi anterior dan posterior rahang atas yang letaknya edge to edge atau lebih ke lingual.

Openbite anterior diukur secara vertikal pada insisal gigi insisivus atas dan bawah dengan menggunakan penggaris biasa.

Overbite anterior diukur dengan cara menilai penutupan gigi insisivus atas terhadap gigi insisivus bawah (< 1/3 tinggi insisivus bawah, 1/3-2/3, > 2/3, atau menutupi semua gigi insisivus bawah).

Relasi anteroposterior segmen bukal diukur dengan cara menilai hubungan anteroposterior gigi caninus, premolar dan molar ( relasi cusp ke embrasur, relasi cusp yang lain, atau relasi cusp to cusp ).


(50)

ke lembar penilaian ICON (Lampiran).

3. Skor kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing komponen yang terdapat pada lembar penilaian ICON (Lampiran).

4. Menjumlahkan skor total dari kelima komponen ICON setelah dikalikan dengan bobot.

5. Mencatat skor total pada lembar penilaian ICON kemudian lakukan klasifikasi tingkat kebutuhan perawatan ortodonti pada Tabel 13 (dinilai skor total model studi sebelum perawatan), tingkat keparahan maloklusi sebelum dan sesudah perawatan pada Tabel 14, serta tingkat keberhasilan perawatan pada Tabel 15 (dinilai dengan mengurangi skor total model studi sebelum perawatan dengan empat kali skor total model studi sesudah perawatan).

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dan ditabulasi dengan bantuan program SPSS Seri 17. Data dianalisis menggunakan uji deskriptif yang meliputi nilai frekuensi dan persentase serta uji t - berpasangan untuk melihat perbedaan tingkat keparahan maloklusi sebelum dan sesudah perawatan.


(51)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Sampel penelitian berjumlah 53 pasang model studi sebelum dan sesudah perawatan ortodonti cekat di klinik PPDGS Ortodonti FKG USU. Sampel yang diambil adalah sampel yang telah selesai menjalani perawatan dari bulan Oktober 2005 sampai bulan Desember 2012 dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan. Pengukuran dilakukan pada model studi sebelum dan sesudah perawatan ortodonti cekat dengan mengacu pada penilaian dan pengukuran komponen ICON. Skor dari tiap komponen ICON kemudian dijumlahkan dan didapatkan skor akhir yang akan dikategorikan ke tingkat kebutuhan perawatan, tingkat keparahan maloklusi, dan tingkat keberhasilan perawatan.

Tabel 16. Persentase tingkat kebutuhan perawatan

No. Tingkat kebutuhan perawatan Jumlah kasus (n) Persentase (%)

1. Tidak membutuhkan perawatan 1 1,9

2 Borderline case 4 7,5

3 Membutuhkan perawatan 48 90,6

Total 53 100

Tabel 16 menunjukkan bahwa sampel yang membutuhkan perawatan ortodonti cekat lebih banyak daripada yang tidak membutuhkan perawatan, yaitu 48 kasus (90,6%) membutuhkan perawatan dan hanya 1 kasus (1,9%) yang tidak membutuhkan perawatan. Selain itu, juga terdapat sampel yang termasuk kelompok borderline case sebanyak 4 kasus (7,5%) yaitu sampel yang skor akhirnya berada di


(52)

antara kelompok tidak membutuhkan perawatan dan kategori membutuhkan perawatan.

Tabel 17. Persentase tingkat keparahan maloklusi sebelum perawatan No. Tingkat keparahan maloklusi

sebelum perawatan

Jumlah kasus (n)

Persentase (%)

1. Easy 1 1,9

2. Mild 7 13,2

3. Moderate 12 22,6

4. Difficult 14 26,4

5. Very Difficult 19 35,8

Total 53 100

Tabel 17 menunjukkan bahwa tingkat keparahan maloklusi sebelum perawatan pada kelompok very difficult adalah yang paling banyak pada keseluruhan kasus, yaitu sebanyak 19 kasus (35,8%). Sedangkan kelompok difficult adalah sebanyak 14 kasus (26,4%), kelompok moderate sebanyak 12 kasus (22,6%), dan kelompok mild sebanyak 7 kasus (13,2%), serta kelompok easy sebanyak 1 kasus (1,9%).

Tabel 18. Persentase tingkat keparahan maloklusi sesudah perawatan No. Tingkat keparahan maloklusi

sesudah perawatan

Jumlah kasus (n)

Persentase (%)

1. Easy 51 96,2

2. Mild 2 3,8


(53)

Tabel 18 menunjukkan bahwa tingkat keparahan maloklusi sesudah perawatan pada kelompok easy lebih banyak daripada mild, yaitu sebanyak 51 kasus, sedangkan kelompok mild sebanyak 2 kasus.

Tabel 19. Persentase tingkat keberhasilan perawatan No. Tingkat keberhasilan

perawatan

Jumlah kasus (n)

Persentase (%)

1. Greatly improved 25 47,2

2. Substantially improved 15 28,3

3. Moderately improved 11 20,8

4. Minimally improved 2 3,8

5. Not improved or worse 0 0

Total 53 100

Tabel 19 menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan perawatan pada kelompok greatly improved adalah yang paling banyak pada keseluruhan kasus, yaitu sebanyak 25 kasus (47,2%). Sedangkan kelompok substantially improved sebanyak 15 kasus (28,3%), kelompok moderately improved sebanyak 11 kasus (20,8%), dan kelompok minimally improved sebanyak 2 kasus (3,8%), serta yang termasuk kelompok not improved or worse tidak ada sama sekali (0%).

Tabel 20. Uji statistik t-berpasangan antara tingkat keparahan maloklusi sebelum dan sesudah perawatan

Uji t - berpasangan Sig. (2-tailed) = p

Tingkat keparahan maloklusi sebelum perawatan dan sesudah perawatan


(54)

Hasil uji statistik (uji t – berpasangan) antara tingkat keparahan maloklusi sebelum dan sesudah perawatan pada Tabel 20 menunjukkan bahwa p = 0,0001, yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,05) antara tingkat keparahan maloklusi sebelum perawatan dengan tingkat keparahan maloklusi sesudah perawatan.


(55)

BAB 5

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan ortodonti cekat menggunakan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU. Seluruh pasien (90,6%) yang datang ke klinik Ortodonti FKG USU termasuk dalam kelompok membutuhkan perawatan, hanya 1 pasien (1,9%) yang termasuk ke dalam kelompok tidak membutuhkan perawatan karena skor total ICON yang diperoleh kurang dari 31, serta sisanya (7,5%) termasuk ke dalam kelompok borderline case karena skor total ICON yang diperoleh antara 31 dan 43.

Richmond dkk., menyatakan bahwa awal penggunaan indeks ortodonti tergantung pada prinsip bahwa pasien harus menerima perawatan ortodonti jika mereka memang membutuhkan perawatan atas dasar objektif. Namun, Richmond dkk., juga menggambarkan bahwa pendapat ini terlalu sederhana karena pasien mungkin membutuhkan perawatan ortodonti, tetapi tingkat keparahan maloklusinya ringan.13 Pernyataan ini sesuai karena dari hasil penelitian didapatkan beberapa kasus yang termasuk tingkat keparahan maloklusi mild, namun dari tingkat kebutuhan perawatan termasuk kelompok membutuhkan perawatan. Perawatan ortodonti mungkin dapat mengurangi maloklusi, tetapi tidak selalu mencapai status tidak membutuhkan perawatan sehingga status membutuhkan perawatan menjadi tidak penting.13 Perawatan ortodonti sering dilakukan untuk meningkatkan penampilan gigi geligi pasien, maka sikap individu terhadap maloklusi mereka sendiri merupakan faktor yang penting dalam menentukan kebutuhan perawatan. Faktor utama yang mempengaruhi keputusan dalam melakukan perawatan ortodonti adalah penampilan estetis dan aspek psikologis, meskipun persepsi pasien maloklusi sering tidak sesuai dengan pengukuran objektif.19


(56)

Pada Tabel 17 menunjukkan tingkat keparahan maloklusi sebelum perawatan yang paling banyak adalah kelompok very difficult, yaitu sebanyak 19 kasus (35,8%), kemudian diikuti oleh kelompok difficult, yaitu sebanyak 14 kasus (26,4%), kelompok moderate sebanyak 12 kasus (22,6%), kelompok mild sebanyak 7 kasus (13,2%), dan kelompok easy sebanyak 1 kasus (1,9%). Sedangkan pada Tabel 18 menunjukkan tingkat keparahan maloklusi sesudah perawatan yang paling banyak adalah kelompok easy, yaitu sebanyak 51 kasus (96,2%), dan sisanya adalah kelompok mild, yaitu sebanyak 2 kasus (3,8%). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kemajuan dari perawatan ortodonti yang telah dilakukan menggunakan piranti cekat, yaitu berupa perubahan tingkat keparahan maloklusi menjadi lebih baik setelah perawatan ortodonti cekat dilakukan, serta tidak ada lagi kasus yang tergolong ke dalam tingkat keparahan maloklusi kelompok moderate, difficult, dan very difficult. Kemajuan ini juga dibuktikan dengan uji statistik, yaitu uji t – berpasangan yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna ( p < 0,05 ) antara tingkat keparahan maloklusi sebelum perawatan dengan tingkat keparahan maloklusi sesudah perawatan.

Tingkat keberhasilan perawatan menurut ICON pada Tabel 19 menunjukkan bahwa kelompok greatly improved adalah yang paling banyak dari keseluruhan kasus, yaitu sebanyak 25 kasus (47,2%), sisanya termasuk kelompok substantially improved, yaitu sebanyak 15 kasus (28,3%), moderately improved sebanyak 11 kasus (20,8%), dan minimally improved sebanyak 2 kasus (3,8%), serta tidak ada yang termasuk dalam kelompok not improved or worse. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan perawatan ortodonti cekat di klinik PPDGS Ortodonti FKG USU adalah tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya kasus yang tergolong kelompok greatly improved, yaitu sebanyak 25 kasus (47,2 %), kelompok substantially improved sebanyak 15 kasus (28,3%), dan kelompok moderately improved sebanyak 11 kasus (20,8%). Namun, ada beberapa kasus yang tergolong kelompok minimally improved, yaitu sebanyak 2 kasus (3,8%). Hal ini disebabkan karena untuk mencapai hasil perawatan ortodonti yang ideal adalah tidak mudah karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang paling penting dalam


(57)

menentukan keberhasilan perawatan ortodonti adalah operator. Kemampuan operator dalam menentukan diagnosa dan rencana perawatan, pengetahuan tentang biomekanik pergerakan gigi, serta ketrampilan dalam melakukan perawatan adalah faktor penting yang menentukan keberhasilan perawatan ortodonti. Selain itu, diperlukan juga kerja sama antara dokter dan pasien. Pasien harus disiplin dalam waktu kontrol dan menjaga kebersihan mulut.33

Sagarkar RA., dkk melakukan penelitian terhadap 175 pasang model studi sebelum dan sesudah perawatan pasien yang telah menerima perawatan ortodonti cekat di klinik swasta dengan menggunakan indeks ICON menunjukkan bahwa tingkat keparahan maloklusi pada laki-laki, yaitu very difficult (8,8%), difficult (10,2%), moderate (7,3%), mild (73,5%), dan easy (0%). Sedangkan tingkat keparahan maloklusi pada perempuan, yaitu very difficult (9,34%), difficult (15,88%), moderate (9,34%), mild (65,4%), dan easy (0%). Kemudian dari tingkat keberhasilan perawatan pada laki-laki, yaitu greatly improved (10,2%), substantially improved (86,76%), moderately improved (2,94%), serta tidak ada yang termasuk kelompok

minimally improved dan not improved or worse. Sedangkan tingkat keberhasilan

perawatan pada perempuan, yaitu greatly improved (8,40%), substantially improved (9,34%), moderately improved (82,24%), serta tidak ada yang termasuk kelompok minimally improved dan not improved or worse.34

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chukwundi dan Ellen pada 100 studi model di Departemen Ortodonti Universitas Illinois, Chicago dengan menggunakan indeks ICON menunjukkan bahwa 86 kasus memerlukan perawatan ortodonti dan 14 kasus yang tidak memerlukan perawatan. Berdasarkan tingkat kompleksitas maloklusi menunjukkan 60 kasus tergolong very difficult dan difficult, 22 kasus tergolong moderate dan 13 kasus tergolong mild, serta 5 kasus tergolong easy. Sedangkan dari tingkat keberhasilkan perawatan menunjukkan 82 kasus tergolong

greatly improved dan substantially improved, 12 kasus tergolong moderately

improved, 5 kasus tergolong minimally improved, dan hanya 1 kasus yang tergolong not improved or worse.13


(58)

Hasil penelitian Diana B., dkk dengan menggunakan indeks ICON pada beberapa sekolah yang dipilih secara acak di 10 kota di Lithuania dengan total 4235 siswa yang terbagi menjadi kelompok usia 10 – 11 tahun dan usia 14 - 15 tahun yang belum pernah menggunakan piranti cekat maupun lepasan menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan perawatan pada kelompok usia 10 - 11 tahun lebih tinggi (49,9%) dari kelompok usia 14 – 15 tahun (33,9%).35

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dari tingkat kebutuhan perawatan antara murid yang tinggal di pedesaan dan di perkotaan pada kelompok usia 10 – 11 tahun, sedangkan dari kelompok usia 14 – 15 tahun ada perbedaan yang bermakna dari tingkat kebutuhan perawatan antara murid yang tinggal di pedesaan dan di perkotaan. Tingkat kompleksitas maloklusi pada kelompok usia 10 – 11 tahun menunjukkan 20% termasuk kelompok easy, 37% kelompok mild, 20,7% kelompok moderate, dan 15,6% kelompok difficult, serta 6,7% kelompok very difficult. Sedangkan pada kelompok usia 14 – 15 tahun menunjukkan 33,9% termasuk kelompok easy, 37% kelompok mild, 14% kelompok moderate, 11% kelompok difficult, dan 4,1% kelompok very difficult.35

(A)

(B)

Gambar 5. Analisa kasus pertama. (A) Model studi sebelum perawatan, (B) Model studi sesudah perawatan


(59)

Gambaran kasus pada Gambar 5 menunjukkan bahwa model studi sebelum perawatan memiliki skor total 110 sehingga menurut tingkat kebutuhan perawatan dimasukkan ke dalam kelompok membutuhkan perawatan dan tingkat keparahan maloklusi dimasukkan dalam kelompok very difficult. Dalam hal ini, kelima komponen ICON, yaitu penilaian estetis menunjukkan skor 10 (x7) = 70, berjejal rahang atas menunjukkan skor 5 (x5) = 25, crossbite menunjukkan skor 1 (x5) = 5, overbite menunjukkan skor 1 (x4) = 4, dan relasi anteroposterior segmen bukal kanan menunjukkan skor 1 (x3) = 3, segmen bukal kiri 1 (x3) = 3. Sedangkan model studi sesudah perawatan menunjukkan skor total 20 sehingga menurut tingkat keparahan maloklusi dimasukkan ke dalam kelompok easy dan tingkat keberhasilan perawatan menunjukkan skor 30 (skor total sebelum perawatan – 4 kali skor total sesudah perawatan) sehingga dimasukkan ke dalam kelompok greatly improved. Dalam hal ini, kelima komponen ICON, yaitu penilaian estetis menunjukkan skor 2 (x7) = 14, berjejal rahang atas menunjukkan skor 0 (x5) = 0, crossbite menunjukkan skor 0 (x5) = 0, openbite / overbite menunjukkan skor 0 (x4) = 0, relasi anteroposterior segmen bukal kanan menunjukkan skor 1 (x3) = 3, segmen bukal kiri 1 (x3) = 3.

(A)

(B)

Gambar 6. Analisa kasus kedua. (A) Model studi sebelum perawatan, (B) Model studi sesudah perawatan.


(60)

Gambaran kasus pada Gambar 6 menunjukkan bahwa model studi sebelum perawatan memiliki skor total 59 sehingga menurut tingkat kebutuhan perawatan dimasukkan ke dalam kelompok membutuhkan perawatan dan tingkat keparahan maloklusi dimasukkan dalam kelompok moderate. Dalam hal ini, kelima komponen ICON, yaitu penilaian estetis menunjukkan skor 5 (x7) = 35, diastema rahang atas menunjukkan skor 2 (x5) = 10, crossbite menunjukkan skor 0 (x5) = 0, overbite menunjukkan skor 2 (x4) = 8, dan relasi anteroposterior segmen bukal kanan menunjukkan skor 0 (x3) = 0, segmen bukal kiri 2 (x3) = 6. Sedangkan model studi sesudah perawatan menunjukkan skor total 28 sehingga menurut tingkat keparahan maloklusi dimasukkan ke dalam kelompok easy dan tingkat keberhasilan perawatan menunjukkan skor -53 (skor total sebelum perawatan – 4 kali skor total sesudah perawatan) sehingga dimasukkan ke dalam kelompok moderately improved. Dalam hal ini, kelima komponen ICON, yaitu penilaian estetis menunjukkan skor 3 (x7) = 21, diastema rahang atas menunjukkan skor 0 (x5) = 0, crossbite menunjukkan skor 0 (x5) = 0, overbite menunjukkan skor 1 (x4) = 4, relasi anteroposterior segmen bukal kanan menunjukkan skor 1 (x3) = 3, segmen bukal kiri 0 (x3) = 0.


(61)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Tingkat keparahan maloklusi sebelum perawatan pada kelompok very difficult adalah yang paling banyak pada keseluruhan kasus, yaitu sebanyak 19 kasus (35,8%). Sedangkan kelompok difficult adalah sebanyak 14 kasus (26,4%), kelompok moderate sebanyak 12 kasus (22,6%), dan kelompok mild sebanyak 7 kasus (13,2%), serta kelompok easy sebanyak 1 kasus (1,9%). Sedangkan dari tingkat keparahan maloklusi sesudah perawatan pada kelompok easy lebih banyak daripada mild, yaitu sebanyak 51 kasus (96,2%), sedangkan kelompok mild hanya sebanyak 2 kasus (3,8%). Kemudian dari tingkat keberhasilan perawatan pada kelompok greatly improved adalah yang paling banyak pada keseluruhan kasus, yaitu sebanyak 25 kasus (47,2%), kelompok substantially improved sebanyak 15 kasus (28,3%), kelompok moderately improved sebanyak 11 kasus (20,8%), dan kelompok minimally improved sebanyak 2 kasus (3,8%), serta tidak ada yang termasuk kelompok not improved or worse.

Hasil uji statistik (uji t – berpasangan) antara tingkat keparahan maloklusi sebelum dan sesudah perawatan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,05) antara tingkat keparahan maloklusi sebelum perawatan dengan tingkat keparahan maloklusi sesudah perawatan.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar agar didapatkan validitas yang tinggi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengelompokkan berdasarkan jenis kelamin.


(62)

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan membandingkan validitas indeks ICON dengan indeks yang lain.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

1. Foster TD. Buku ajar ortodonsia. Ed III.Alih bahasa. Yuwono L. Jakarta: EGC, 1993: 29-37, 164-6, 240-1.

2. Rusdy E. Peran dokter gigi dalam peningkatan SDM. Teroka Riau Juni 2008; VIII: 96-103.

3. Dewi O. Analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja SMU Kota Medan tahun 2007. Tesis. Medan: USU, 2008: 14-24.

4. Richmond S, Shaw WC, Brien KDO, et al. The development of the PAR index (Peer Assessment Rating): reliability and validity. Eur J Orthodont 1992; 14: 125-139.

5. DeGuzman L, Bahiraei D, Vig KWL, Weyant RJ, O’Brien K. The validation of the peer assessment rating index for malocclusion severity and treatment difficulty. Am J Orthod Dentofac Orthop 1995; 107: 172-6.

6. Hamdan AM, Rock WP. An appraisal of the peer assessment rating (PAR) index and suggested new weighting system. Eur J Orthodont 1999; 21: 181-192.

7. Daniels C, Richmond S. The development of the index of complexity, outcome and need (ICON). Journal of Orthodontics 2000; 27: 149-162.

8. Llewellyn SK, Hamdan AM, Rock WP. An index of orthodontic treatment complexity. Eur J Orthodont 2007; 29: 186-192.

9. Savastono NJ, Firestone AR, Beck FM, Vig KWL. Validation of the complexity and treatment outcome components of the index of complexity, outcome, and need (ICON). Am J Orthod Dentofac Orthop 2003; 124: 244-8.

10. Veenema AC, Katsaros C, Boxum SC, Bronkhorst EM, Kuijpers-Jagtman AM. Index of complexity, outcome and need scored on plaster and digital models. Eur J Orthodont 2009; 31: 281-6.

11. Hagg U, McGracth C, Zhang M. Quality of life and orthodontic treatment need related to occlusal indices. Dental Buletin October 2007; 12: 8-12.


(64)

12. Borzabadi A, Farahani. An overview of selected orthodontic treatment need indices. Progress in Orthodontics 2011; 12(2): 132-142.

13. Onyeaso CO, BeGole EA. Orthodontic treatment standard in an accredited graduate orthodontic clinic in North America assessed using the index of complexity, outcome and need (ICON). Hell Orthod Rev 2006; 9: 23-34.

14. Hariyanti RSJ, Triwardhani A, Rusdiana E. Gambaran tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan menggunakan index of complexity, outcome and need (ICON) di RSGM-P FKG Unair. Orthodontic Dental Journal 2011; 2: 26-32.

15. Hassan R, Rahimah AK. Occlusion, malocclusion and method of measurements-an overview. Archieves of Orofacial Sciences 2007; 2: 3-9.

16. Moyers RE. Handbook of Orthodontics. Ed 4. Chicago: DNLM, 1988: 151-162. 17. Bishara SE. Textbook of orthodontics. Philadelphia: W.B. Saunders Company,

2001: 85, 102-3.

18. Dika DD, Hamid T, Sylvia M. Penggunaan index of orthodontic treatment need (IOTN) sebagai evaluasi hasil perawatan dengan peranti lepasan. Orthodontic Dental Journal 2011; 2: 45-8.

19. Liepa A, Urtane I, Richmond S, Dunstan F. Orthodontic treatment need in Latvia. Eur J Orthodont 2003; 25: 279-284.

20. Ferreira D. A critique of the index of complexity, outcome and need. Tesis. South Africa: University of the Western Cape, 2005: 31-4.

21. Hamid T. Treatment results evaluation using the index of orthodontic treatment need. Maj Ked Gigi 2009; 42: 204-9.

22. Padisar P, Mohammadi Z, Nasseh R, Marami A. The use of orthodontic treatment need index (IOTN) in reffered Iranian population. Res J Biol Sci 2009; 4: 438-443.

23. Hamamci N, Basaran G, Uysal E. Dental aesthetic index scores and perception of personal dental appearance among Turkish university students. Eur J Orthodont 2009; 31: 168-173.


(65)

24. Cardoso CF, Drummond AF, Lages EMB, et al. The dental aesthetic index and dental health component of the index of orthodontic treatment need as tools in epidemiological studies. Int J Environ Res Public Health 2011; 8: 3277-86.

25. Paula DF de, Santos NCM, Silva ET da, Fatima Nunes M de, Leles CR. Psychosocial impact of dental aesthetics on quality of life in adolescents. Angle Orthod 2009; 79: 1188-93.

26. Poonacha KS, Deshpande SD, Shigli AL. Dental aesthetic index: applicability in Indian population: a retrospective study. J Indian Soc Pedod Prevent Dent 2010; 28: 13-7.

27. Ramanathan C. Par index in the evaluation of the stability of the orthodontic treatment results-a review. Acta Medica 2006; 49: 203-7.

28. Dyken RA, Sadowsky PL, Hurst D. Orthodontic outcomes assessment using the peer assessment rating index. Angle Orthod 2001; 71: 164-9.

29. Sekundariadewi RR, Hoesin F, Widayati R. Evaluasi perubahan susunan gigi geligi pasca retensi perawatan ortodonti menggunakan indeks PAR. MI Kedokteran Gigi 2007; 22: 147-155.

30. Ngom PI, Diagne F, Dieye F, Diop-ba K, Thiam F. Orthodontic treatment need and demand in Senegalese school children aged 12-13 years. Angle Orthod 2007; 77: 323-330.

31. Koochek AR, Shue-Te Yeh M, Rolfe B, Richmond S. The relationship between index of complexity, outcome and need, and patients’ perceptions of malocclusion: a study in general dental practice. British Dental Journal 2001; 191: 325-9.

32. Firestone AR, Beck FM, Beglin FM, Vig KWL. Validity of the index of complexity, outcome and need (ICON) in determining orthodontic treatment need. Angle Orthod 2002; 72: 15-20.

33. Heriyanto E. Keberhasilan perawatan ortodonti. Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.


(66)

34. Sagarkar RA, Sagarkar RM, Naragond A., dkk. Assessment of malocclusal traits using the index of complexity, outcome and need (Icon) index in orthodontic patients reporting to a private practice. International Journal of Public Health Dentistry 2011; 2: 1-3.

35. Baubiniene D, Sidlauskas A, Miseviciene I. The need for orthodontic treatment among 10-11 and 14-15 years old Lithuanian schoolchildren. Medicana (Kaunas) 2009; 45: 814-20.


(67)

LAMPIRAN 1

KERANGKA TEORI

Ortodonti

Oklusi Maloklusi(Angle)

Oklusi ideal Oklusi normal

Kelas I Kelas II Kelas III

Acuan perawatan maloklusi

Oklusal indeks

IOTN DAI PAR ICON

Kebutuhan perawatan

Keparahan maloklusi

Keberhasilan perawatan


(68)

LAMPIRAN 2

KERANGKA KONSEP

Model studi sebelum dan sesudah perawatan di klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU

Usia 18 tahun ke atas

Ortodonti cekat

Keparahan maloklusi

Keberhasilan perawatan

ICON

Analisis data


(69)

(1)

LAMPIRAN 4

TABEL PENILAIAN ICON

Nama sampel :

Umur

:

Jenis kelamin :

Sebelum perawatan

:

No.

Komponen ICON

Skor

Bobot

Skor x Bobot

1.

Penilaian estetis

7

2.

Berjejal RA

5

Diastema RA

5

3.

Crossbite

5

4.

Openbite

4

Overbite

4

5.

Anteroposterior

segmen bukal

Kiri

3

Kanan

3


(2)

Setelah perawatan:

No.

Komponen ICON

Skor

Bobot

Skor x Bobot

1.

Penilaian estetis

7

2.

Berjejal RA

5

Diastema RA

5

3.

Crossbite

5

4.

Openbite

4

Overbite

4

5.

Anteroposterior

segmen bukal

Kiri

3

Kanan

3

Skor Total

Tingkat kebutuhan perawatan

:

(

sebelum perawatan)

Tingkat keparahan maloklusi

:

(

sebelum perawatan)

Tingkat keparahan maloklusi

:

(setelah perawatan)

Tingkat keberhasilan perawata

n

:

(

diliat dari

skor total

sebelum perawatan -

4x skor total setelah perawatan)


(3)

LAMPIRAN 6

NPar Tests (Uji Normalitas Data)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

SebelumPerawata n

SesudahPerawata n

N 53 53

Normal Parametersa,,b Mean 71.58 18.55 Std. Deviation 20.782 6.910 Most Extreme Differences Absolute .076 .108

Positive .055 .108

Negative -.076 -.093

Kolmogorov-Smirnov Z .556 .786

Asymp. Sig. (2-tailed) .917 .568

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Umur 53 18 37 22.49 4.513

SebelumPerawatan 53 26 113 71.58 20.782 SesudahPerawatan 53 7 31 18.55 6.910 Tingkat Keberhasilan 53 -78 64 -2.60 30.282 Valid N (listwise) 53


(4)

LAMPIRAN 7

Tabel Frekuensi (Uji Deskriptif)

Tingkat KeparahanSebelumPerawatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Easy 1 1.9 1.9 1.9

Mild 7 13.2 13.2 15.1

Moderate 12 22.6 22.6 37.7

Difficult 14 26.4 26.4 64.2

Very Difficult 19 35.8 35.8 100.0

Total 53 100.0 100.0

Tingkat KeparahanSesudahPerawatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Easy 51 96.2 96.2 96.2

Mild 2 3.8 3.8 100.0

Total 53 100.0 100.0

Tingkat Kebutuhan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tidakbutuhperawatan 1 1.9 1.9 1.9

Borderline case 4 7.5 7.5 9.4

Butuhperawatan 48 90.6 90.6 100.0


(5)

Tingkat Keberhasilan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Greatly Improved 25 47.2 47.2 47.2 Substantially improved 15 28.3 28.3 75.5

Moderately improved 11 20.8 20.8 96.2 Minimally improved 2 3.8 3.8 100.0


(6)

LAMPIRAN 8

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 SebelumPerawatan 71.58 53 20.782 2.855 SesudahPerawatan 18.55 53 6.910 .949

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SebelumPerawatan&SesudahP erawatan

53 .243 .080

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper Pair 1 SebelumPerawatan -

SesudahPerawatan