BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propofol - Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena Ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq Dengan Ketamin 100 μg/kgBB Intravena Dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Propofol

  Propofol diperkenalkan pada awal tahun 1980. Propofol adalah salah satu obat anestesi yang memiliki mula kerja dan lama kerja yang relatif lebih singkat sehingga menjadi pilihan dalam anestesi modern baik untuk anestesi ataupun terapi

  17,18 pemeliharaan.

2.1.1. Struktur fisika dan kimia

  Propofol, dengan struktur kimia C

  12 H

  18 O, terdiri dari cincin fenol dengan dua ikatan

  kompleks isopropil dengan stabilitas kimiawi yang tinggi dengan biotoksisitas yang rendah dengan nama kimia 2,6-di-isopropylphenol. Perubahan yang dilakukan pada panjang rantai ikatan mengubah karakteristik, potensi, induksi dan pemulihan.

  Oleh karena propofol memiliki gugus fenol, propofol dapat mengiritasi kulit

  2,19 dan membran mukosa sehingga potensial menimbulkan nyeri saat disuntikkan.

  Gambar 1. Rumus bangun propofol

2.1.2 Propofol LCT

  3 Propofol mempunyai berat molekul 178 Da. Pertama kali diperkenalkan dengan

  konsentrasi 2% dalam 16% kromofor EL, namun karena kromofor EL menyebabkan reaksi alergi dan nyeri yang hebat, maka komposisi ini diperbarui dalam formula emulsi lemak yang mengandung 10 % Long - Chain Triglycerides ( LCT ) soybean

  oil, glycerol

  , dan lesitin egg. Tetapi, sejak tahun 1995 propofol juga tersedia dalam bentuk emulsi Medium-Chain Triglycerides / Long-Chain Triglycerides (MCT/LCT). Konsentrasi propofol bebas dalam formula MCT/LCT 26% - 40% lebih rendah dibandingkan dengan formula LCT, atau 0,2% - 0,14% dari total konsentrasi

  3 propofol.

  3

  pH propofol adalah 6-8.5 dan pKa dalam air adalah 11. Walaupun konsentrasi trigliserida pada plasma selama sedasi tidak ada perbedaan antara kedua formula propofol, tetapi ada kecenderungan eliminasi setelah pemberian formula

  2,3 MCT/LCT lebih cepat dibandingkan dengan formula LCT.

  2.1.3 Mekanisme kerja GABA adalah neurotransmiter penghambat utama dalam susunan saraf pusat.

  A

  Propofol mengikat GABA reseptor tetapi juga bisa memiliki mekanisme lain yang melibatkan berbagai reseptor protein. Efek sedasi dan hipnotik yang ditimbulkan oleh propofol di susunan saraf pusat muncul diakibatkan oleh interaksi propofol dengan reseptor GABA A . Interaksi ini akan menyebabkan konduksi klorida transmembran meningkat dan mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel sehingga hantaran saraf

  19 tidak terjadi.

  2.1.4 Farmakokinetik

  Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak menyebabkan mula kerja yang cepat dan konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam 30 detik dan efek maksimum diperoleh dalam 1 menit. Konsentrasi di dalam darah meningkat cepat setelah penyuntikan dosis intravena, sementara peningkatan konsentrasi pada serebral

  1/2

  propofol sangat lambat (T = 2,9 menit). Waktu untuk sadar ditentukan oleh jumlah dosis yang diberikan. Pulih sadar dari dosis tunggal juga cepat oleh karena waktu

  

1,10,17,19

paruh distribusinya berkisar (2-8) menit.

  Clearence

  propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan bahwa ambilan jaringan (mungkin ke dalam paru), sama baiknya dengan metabolisme oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam eliminasi obat dari plasma. Propofol dengan cepat di metabolisme di hati melalui konjugasi glukoronidase dan sulfat untuk menghasilkan senyawa aktif yang larut dalam air, yang diekskresikan oleh ginjal. Metabolisme hepatik cepat dan luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit asam glukoronit yang diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani hidroksilasi cincin oleh sitokrom P-450 membentuk 4-hidroksipropofol. Meskipun glukuronida dan konjugasi sulfat dari propofol terlihat tidak aktif secara farmakologi, 4-hidroksipropofol memiliki sepertiga aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari dosis yang diekskresikan tidak berubah dalam urine dengan waktu paruh untuk eliminasi

  19,20,21 propofol berkisar 0,5 sampai 1,5 jam.

2.1.5 Farmakodinamik

  Propofol menimbulkan sedasi dan hipnosis pada sistem saraf pusat. Propofol juga menurunkan cerebral metabolic rate untuk oksigen, aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Efek kardiovaskular yang dapat timbul adalah penurunan tahanan pembuluh darah sistemik, dan tekanan darah. Penurunan tahanan pembuluh darah oleh propofol diakibatkan oleh relaksasi dari otot polos pembuluh darah akibat dari kerja propofol dalam menghambat aktivitas vasokonstriksi dari saraf. Propofol juga memiliki efek inotropik negatif terhadap otot jantung dengan cara menghambat

  influks kalsium di sel otot jantung.

  Untuk paru-paru, propofol dapat menyebabkan depresi pernapasan sampai henti napas berkisar 24% sampai 30% dan efek ini tergantung dari dosis yang diberikan. Propofol memiliki efek bronkodilatasi dan menurunkan risiko munculnya

  wheezing

  selama operasi pada pasien dengan asma. Propofol menekan respon tubuh terhadap hypercapni oleh karena propofol memiliki efek terhadap pusat

  chemoreceptor

  di otak. Propofol kurang mengganggu fungsi ginjal tetapi penggunaan

  20 jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan hati.

2.1.6 Nyeri lokal penyuntikan propofol

  Mekanisme yang tepat dari nyeri akibat penyuntikan propofol intravena tidak diketahui. Penyuntikan propofol intravena menyebabkan rasa sakit di tempat suntikan, kejadian bervariasi kurang dari 10% pada fossa antecubital sampai 90% di

  2,3,10

  bagian belakang tangan. Ukuran vena merupakan faktor yang berpengaruh terhadap nyeri. Nyeri berkurang jika penyuntikan di vena antecubital. Hal ini dikarenakan efek iritasi penyuntikan propofol dengan konsentrasi yang tinggi pada bagian dinding vena yang sensitif. Tingginya angka kejadian nyeri pada saat penyuntikan adalah berkaitan dengan formula LCT tradisional. Nyeri pada injeksi propofol dikaitkan langsung dengan adanya efek iritasi dari obat oleh adanya stimulasi reseptor nociceptive dengan ujung saraf bebas di vena. Efek ini mungkin

  

10

  terkait dengan konsentrasi bebas propofol. Obat bebas dalam 10 % lipid dan 90 % fasa air dari propofol yang tersedia dalam bentuk emulsi dianggap terkait dengan rasa sakit di tempat suntikan. Nyeri yang disebabkan oleh propofol disebabkan oleh aktivasi sistem kallikrein - kinin, yang menginduksi pelebaran vena dan menyebabkan

  

hiperpermeability vena, sehingga mungkin meningkatkan kontak antara propofol

  yang bebas dan ujung saraf bebas (free nerve ending) di dalam dinding pembuluh

  2,10 darah, yang mengakibatkan rasa sakit.

  Konsentrasi bradikinin lebih tinggi secara signifikan ditemukan dalam darah dengan LCT dibandingkan dengan propofol MCT/LCT. Bradikinin sebagai sebab timbulnya nyeri tempat suntikan propofol. Prostanoid, terutama prostaglandin E2, baru-baru ini ditemukan pada plasma setelah pemberian propofol intravena dan dinilai sebagai faktor penyebab nyeri propofol. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri lokal propofol antara lain meliputi usia pasien, tempat penyuntikan termasuk ukuran vena, suhu dan formula, interaksi formula dengan pelumas di dalam jarum suntik plastik, pencampuran formula dengan darah,

  2,10 kecepatan penyuntikan dan cairan infus.

  Teknik yang berguna secara klinis diusulkan untuk mengurangi rasa sakit propofol mengacu pada modifikasi komposisi obat dan teknik pemberian. Namun, mengurangi pH atau meningkatkan suhu formula berbeda dengan pencampuran dengan lidokain atau pendinginan yang telah dilaporkan dapat mengurangi

  

2,10

konsentrasi propofol bebas dalam formula.

2.2 Lidokain

2.2.1 Struktur, rumus bangun

  Lidokain merupakan obat anestesi lokal dari golongan amida. Di sintesa pertama sekali dengan nama dagang xylocaine oleh Nils Lofgren tahun 1943. Rekan kerjanya

  22,23 Bengt Lundqvist melakukan eksperimen pertama sekali tahun 1948.

  Gambar 2. Struktur bangun lidokain Lidokain terdiri dari satu gugus lipofilik (merupakan suatu cincin aromatik) yang dihubungkan suatu rantai perantara (jenis amida) dengan suatu gugus yang mudah terionisasi (amine tersier). Anestesi lokal merupakan basa lemah. Dalam penerapan terapeutik, mereka umumnya disediakan dalam bentuk garam agar lebih mudah larut dan stabil. Di dalam tubuh mereka biasanya dalam bentuk basa tak bermuatan atau sebagai suatu kation. Perbandingan relatif dari dua bentuk ini ditentukan oleh harga pKa-nya dan pH cairan tubuh, sesuai dengan persamaan

   22,23 Henderson-Hasselbalch.

  2.2.2 Famakokinetik

  Lidokain efektif bila diberikan secara intravena. Pada pemberian intravena mula kerja 45-90 detik. Kadar Puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 menit dan waktu paruh 30-120 menit. Lidokain hampir semuanya dimetabolisme di hati menjadi

  monoethylglcinexcylidide

  melalui oksidatif dealkylation, kemudian diikuti dengan hidrolisis menjadi xylidide. Monoethylglcinexcylidide mempunyai aktivitas sekitar 80% dari lidokain sebagai antidisritmia sedangkan xylidide hanya mempunyai aktifitas antidisritmia 10%. Xylidide dieksresi dalam urin sekitar 75% dalam bentuk

  22,23 4-hydroxy-2,6-dimethylaniline . Lidokain dalam plasma 50% terikat oleh albumin.

  2.2.3 Mekanisme kerja

  Mekanisme lidokain sebagai analgesi menghambat suatu enzim yang mensekresi kinin atau memblok C nosiseptor lokal secara langsung. Penghambatan saluran ion natrium dan blokade yang bersifat reversibel sepanjang konduksi akson perifer dari serabut saraf Aδ dan digambarkan oleh Carlton tahun 1997 dengan tujuan target

   22,23 analgesi pada dorsal horn medulla spinalis.

  Sebagai anestesi lokal, lidokain menstabilisasi membran saraf dengan cara mencegah depolarisasi pada membran saraf melalui penghambatan masuknya ion natrium. Obat anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf (blokade konduksi)

  dengan menghambat perjalanan ion sodium (Na ) melalui saluran ion selektif Na

  • dalam membran saraf. Saluran Na sendiri merupakan reseptor spesifik untuk
  • molekul anestesi lokal. Terhambatnya pembukaan saluran Na oleh molekul anestesi
  • lokal sedikit memperbesar hambatan keseluruhan permeabilitas Na . Kegagalan
  • + permeabilitas saluran ion terhadap Na , mengakibatkan penurunan kecepatan

depolarisasi sehingga ambang potensial tidak dicapai dan dengan demikian potensial

   22,23 aksi tidak dialirkan.

  • Saluran Na ada dalam keadaan aktif terbuka, tidak aktif tertutup dan istirahat-tertutup selama berbagai fase aksi potensial. Pada membran saraf istirahat,
  • saluran Na di distribusi dalam keseimbangan diantara keadaan istirahat–tertutup dan

   22,23 tidak aktif-tertutup.

  • Dengan ikatan yang selektif terhadap saluran Na dalam keadaan tidak aktif- tertutup, molekul anestesi lokal menstabilisasi saluran dalam konfigurasi ini dan mencegah perubahan mereka menjadi dalam keadaan istirahat-tertutup dan tidak
  • aktif-terbuka terhadap respon impuls saraf. Saluran Na dalam keadaan tidak aktif-
  • >tertutup tidak permiabel terhadap Na sehingga konduksi impuls saraf dalam bentuk penyebaran potensial aksi tidak dapat terjadi. Hal ini diartikan bahwa ikatan obat anestesi lokal pada sisi yang spesifik yang terletak pada bagian sebelah dalam sal

  Na sebaik penghambatan saluran Na dekat pembukaan eksternalnya sehingga

  22,23 anestesi lokal ini mempertahankan saluran dalam keadaan tidak aktif-tertutup.

  Bila konsentrasi anestesi lokal meningkat pada serabut saraf, maka nilai ambang eksitasi akan meningkat, konduksi impuls lambat, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, amplitudo potensial berkurang, dan akhirnya kemampuan untuk membangkitkan potensial aksi akan hilang. Efek ini diakibatkan oleh adanya ikatan antara anestesi lokal dengan saluran ion natrium yang semakin meningkat.

  • Pada setiap saluran ion, menghasilkan ikatan penghambatan saluran Na . Apabila
  • saluran Na dihambat disepanjang serabut saraf maka impuls yang melewati daerah yang dihambat tidak terjadi. Pada dosis minimum yang diperlukan untuk

  22,23 menghambat impuls, potensial aksi tidak dipengaruhi secara berarti.

2.2.4 Toksisitas

  2.2.4.1 Efek terhadap jantung

  Pada kardiovaskular, lidokain menekan dan memperpendek periode refrakter efektif dan lama potensial aksi dari sistem His-Purkinje dan otot ventrikel secara bermakna, tetapi kurang berefek pada atrium. Lidokain menekan aktifitas listrik jaringan aritmogenik yang terdepolarisasi, sehingga lidokain sangat efektif untuk menekan aritmia yang berhubungan dengan depolarisasi, tetapi kurang efektif terhadap aritmia

   22,23 yang terjadi pada jaringan dengan polarisasi normal (fibrilasi atrium).

  Efek toksisitas jantung yang diakibatkan oleh tingginya konsentrasi plasma

  • obat anestesi lokal dapat terjadi karena obat-obatan ini menghambat saluran Na
  • jantung. Obat anestesi lokal pada konsentrasi rendah, efek pada saluran Na ini mungkin memperbesar sifat antidisritmia. Tetapi jika konsentrasi plasma obat
  • anestesi lokal berlebihan, saluran Na jantung akan dihambat sehingga konduksi dan automatisasi menjadi terhambat. Terhambatnya impuls jantung ditunjukkan dengan pemanjangan interval P-R dan komplek QRS pada elektrokardia. Toksisitas pada jantung dihubungkan terhadap efek langsung pada otot jantung yaitu kontraktilitas,

  22,23 automatisasi, ritme dan konduktivitas jantung.

  2.2.4.2 Efek terhadap SSP

  Gejala awal dari komplikasi pada SSP adalah rasa tebal lidah, agitasi, disorientasi,

  euphoria

  , pandangan kabur, dan mengantuk kemudian bila kadar lidokain menembus sawar darah otak timbul gejala seperti vertigo, tinnitus, twitching otot dan jika konsentrasi plasma melebihi dari 5 µg/ml, kejang umum dapat terjadi. Kejang biasanya berlangsung singkat dan berespon baik dengan diazepam, dan sangat penting untuk mencegah hypoxemia. Dalam mencegah nyeri lidokain mempunyai dua mekanisme di perifer dan sistem syaraf pusat. Di perifer, lidokain menginhibisi transduksi neural, inhibisi migrasi leukosit, menurunkan pelepasan mediator inflamasi dan menekan extravasasi albumin, sementara di sentral memblok aktivasi neural di dorsal horn, kemudian memodulasi pelepasan neurotransmitter

  22,23 excitatory .

2.3 Natrium bikarbonat

  2.3.1 Farmakologi

  Natrium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO

  3 . Dalam

  penyebutannya kerap disebut dengan bicnat. Senyawa ini merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air dengan pH

  25 7,5-9,5.

  2.3.2 Indikasi

  Indikasi natrium bikarbonat adalah untuk mengobati asidosis metabolik (hypoksia berat, henti jantung), hyperkalemia, keracunan obat golongan trisiklik serta

  10 phenobarbital, dan sebagai obat tambahan untuk menaikkan pH anestesi lokal.

  2.3.3 Pengaruh natrium bikarbonat pada anestesi lokal lidokain

  Penambahan natrium bikarbonat ke dalam lidokain akan meningkatkan pH dari anestesi lokal. Ketika terjadi peningkatan pH mendekati nilai pKa-nya maka jumlah basa yang tidak bermuatan (bebas) dari lidokain juga meningkat. Hal ini akan mempermudah kerja anesetesi lokal untuk berdifusi ke membran sel saraf sehingga akan mempercepat kerjanya. Dengan penambahan natrium bikarbonat diduga juga menurunkan konduksi saraf secara non spesifik dan mempunyai efek anestesi lokal

  26 langsung yang berikatan dengan kanal natrium.

  Lidokain yang biasa digunakan mempunyai pKa 7,9 dengan pH berkisar 6,5

  21,27 (5,0 sampai 7,0) sehingga pada pH ini hanya 5-20% dalam bentuk basa bebas.

  Penambahan natrium bikarbonat menyebabkan kenaikan pH anestesi lokal dan menghasilkan bentuk nonionisasi sekitar 17% - 33%. Dengan jumlah basa bebas yang

  20,29

  lebih banyak akan menghasilkan mula kerja yang lebih cepat. Menurut penelitian penambahan natrium bikarbonat menambah persentase dari keberadaan anestesi lokal yang larut dalam lemak, mampu menembus membran sel saraf sehingga mempercepat mula kerja dari blokade saraf perifer dan blokade epidural menjadi 3 sampai 5 menit. Dosis natrium bikarbonat yang digunakan yaitu 1 ml natrium bikarbonat (1 mEq/ml) ditambahkan tiap 10 ml obat anestesi lokal menjadi

  29,30 konsentrasi 0,1 mEq/ml.

  Durasi anestesi tidak tergantung dari jenis anestesi lokal saja, tetapi ditentukan oleh lamanya tourniquet dikembangkan. Mekanisme anestesi lokal menghasilkan anestesi regional intravena (IVRA) masih belum diketahui, tetapi diduga obat tersebut bekerja pada ujung saraf serta batang saraf. Sensasi normal dari otot rangka akan kembali dengan cepat pada saat tourniquet dilepaskan oleh karena, terjadi pengenceran konsentrasi anestesi lokal oleh darah yang mengalir. Lidokain

  20 merupakan obat yang paling sering digunakan untuk teknik IVRA.

2.4 Ketamin

  34 Gambar 3. Sruktur bangun ketamin

  Saat ini banyak para klinisi khususya praktisi nyeri untuk memulai penelitian baru terhadap ketamin yang saat ini digunakan sebagai multimodal analgesia dalam

  31 penanganan nyeri.

2.4.1 Farmakologi ketamin

  Ketamin, 2-(o-chlorophenyl)-2-(methylamine)-cycloexanone pertama kali disintesa pada tahun 1963 dan digunakan pada manusia pada tahun 1965 oleh Corssen dan Domino. Obat ini larut dalam lemak dengan berat molekul 238 dalton pKa 7,5 dan

  32 digunakan dalam bentuk rasemik atau isomer levogyrous s (+) ketamin.

  S (+) ketamin 3 sampai 4 kali lebih poten dari isomer (R-ketamin) untuk penanganan nyeri, sedikit menimbulkan agitasi dari pada yang bentuk rasemik dan dextrogyrous. S(+) ketamin dua kali lebih poten dari rasemik dalam mencegah spinal

  32 cord central sensitization .

  Ketamin dapat diberikan melalui oral, intramuskular, intravena bahkan saat ini berkembang penelitian ketamin epidural. Ketamin memiliki bioavailibilitas 93% dan

  31 30 waktu paruh sampai 186 menit. Volume distribusi diperkirakan mencapai 3 L/kg.

  Plasma puncak setelah pemberian intravena terjadi dalam waktu 1 menit, intramuskular dalam waktu 5 menit dan pemberian secara oral dalam waktu 30

  33

  menit. Ketamin terdistribusi ke organ yang memiliki perfusi yang tinggi seperi otak dengan empat sampai lima kali dari kadar plasma dengan eliminasi obat melalui redistribusi obat dari organ yang perfusinya baik ke tempat yang kurang baik.

  34 Ketamin mengalami metabolisme konjugasi di hati melalui enzim sitokrom P 450.

  Norketamin adalah hasil metabolit ketamin yang masih aktif tetapi potensiasinya sepertiga sampai seperlima dari ketamin dan pada akhirnya metabolit tadi dikonjugasikan menjadi larut air dan pada akhirnya diekskresikan melalui urin. Ketamin memiliki kelarutan lemak yang tinggi sehingga obat ini mudah melewati sawar darah otak. Ketamin memiliki ikatan dengan protein plasma 12% dan waktu

  33 paruh tercapai dalam 10 menit.

  2.4.2 Mekanisme kerja ketamin

  Ketamin bekerja pada susunan saraf pusat dan menurut beberapa penelitian ketamin memiliki aktivitas perifer. Mekanisme ini didasarkan adanya NMDA reseptor di jaringan somatik termasuk pembuluh darah pada serabut saraf yang bermielin dan tidak bermielin. Oleh karena alasan ini maka ketamin tidak hanya bekerja di otak dan

  15

  sumsum tulang belakang tetapi juga di perifer. Efek kerja ketamin bekerja pada reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate) pada bagian kutub kalsium. Aktivasi reseptor NMDA menyebabkan hambatan influks kalsium ekstraseluler ke

  35,37

  intraseluler. Peran kalsium adalah sebagai second messenger untuk reaksi nyeri selanjutnya melalui pelepasan neurotransmitter nyeri yang lain.

  Blok pada NMDA reseptor adalah cara kerja utama dari ketamin di susunan saraf pusat dan medulla spinalis. Sebagai tambahan bahwa ketamin juga menghambat pelepasan dari glutamat yang bertindak sebagai neurotransmitter eksitatori yang berperan sebagai neurotransmitter nyeri. Mekanisme yang lain ketamin berikatan dengan reseptor opioid yaitu mu dan kappa. Interaksi ini terjadi sangat kompleks. Afinitas ketamin terhadap reseptor opioid ini 10 kali lebih lemah dari ikatannya terhadap reseptor NMDA dengan adanya bukti bahwa naloxon yang merupakan

  1,34

  antagonis opioid tidak mengantagonis efek analgetik dari ketamin. Ada bukti juga bahwa reseptor seperti monoaminergik, muskarinik dan nikotinik menjadi tempat ikatan ketamin sekaligus ketamin menimbulkan efek takikardi dan bronkodilator.

  2.4.3 Preemptive ketamin

  Transmisi sinyal nyeri yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan menyebabkan sensitisasi dari jalur nyeri perifer dan sentral. Analgesia preemptive adalah pengobatan yang dimulai sebelum prosedur bedah untuk mengurangi sensitisasi ini. Konsep preemptive ini berdasarkan atas antinyeri diberikan sebelum rangsangan nyeri timbul. Konsep preemptive sebenarnya mengacu kepada penghambatan sinyal nyeri sehingga tidak terjadi sensitisasi sentral yang berujung kepada nyeri kronik sehingga

  37 nyeri lebih sulit untuk diatasi. Untuk itulah istilah preemptive menjadi populer.

  Sehingga konsep preemptive memiliki penanganan nyeri yang efektif dibandingkan dengan konsep yang lain.

  Trauma jaringan selama pembedahan merubah jalur sentral persepsi nyeri. Terjadi perubahan sensitisasi sentral melalui peningkatan sensitivitas terhadap rangsang nyeri. Anestesi umum tidak mencegah tansmisi impuls nosiseptif dari tempat operasi ke medula spinalis. Nyeri paska bedah memanjang karena reaksi inflamasi akibat kerusakan jaringan lebih dominan daripada rangsangan intraoperatif jangka pendek pada rangsang medula spinalis. Adanya nyeri akan memperlambat

  38 pemulihan atau memperpanjang waktu rawat inap.

  Salah satu penyebab timbulnya sensitisasi sentral dari nyeri adalah N-methyl-

  D-aspartate

  (NMDA). Ketamin suatu antagonis reseptor NMDA dapat diberikan untuk mencegah nyeri paska bedah serta mencegah sensitisasi sentral akibat pembedahan yang dapat diberikan sebelum pembedahan. Efek preemptive ketamin masih kontroversi, beberapa peneliti melaporkan adanya efek analgesi terhadap pemberian ketamin namun peneliti lain tidak. Perbedaan ini disebabkan variasi

  38

  prosedur pembedahan, dosis pemberian dan waktu pemberian. Meskipun beberapa studi menunjukkan tidak ada efektivitas analgetik preemptive yang diberikan. Sebenarnya satu-satunya cara untuk mencegah sensitisasi nosiseptif adalah langsung memblokir sinyal nyeri yang berasal dari luka bedah dari waktu sayatan sampai akhir

  37 penyembuhan luka dan intervensi farmakologis lainnya termasuk antihiperalgesia.

2.4.4 Efek ketamin pada fungsi organ

  Ketamin memiliki kombinasi unik dari efek kardiovaskular, biasanya dikaitkan dengan takikardi, peningkatan tekanan darah, dan cardiac output. Mekanisme yang tepat munculnya respon simpatik masih belum diketahui. Namun, dengan tidak adanya kontrol otonom, ketamin memiliki efek depresi miokard langsung, yang biasanya diganti oleh respon sentral. Hal ini dimungkinkan untuk mengurangi efek yang tidak diinginkan dari kardiovaskular dengan memberikan ketamin sebagai infus

  34 berkala dan bersama benzodiazepin.

  Ketamin memiliki efek minimal pada pusat pernapasan, meskipun penurunan ventilasi dapat terjadi sementara setelah pemberian bolus. Ketamin menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, sehingga memiliki peran khusus pada pasien asma. Ketamin meningkatkan sekresi saliva, yang dapat menghasilkan potensial masalah pada anak-anak dengan menyebabkan obstruksi jalan nafas atas. Meskipun refleks menelan, batuk, bersin, dan refleks muntah relatif utuh dengan ketamin, tetapi

  34 aspirasi dapat terjadi selama pasien terbius dengan ketamin.

  Sering dilaporkan adanya bunyi nyaring pada penggunaan ketamin yang disangkakan laringospasme. Hal ini sebenarnya terjadi karena posisi saluran napas yang tidak bebas, dan masalah tersebut dapat dikelola hanya dengan reposisi kepala pasien. Laringospasme dapat terjadi pada penggunaan ketamin yang disebabkan oleh stimulasi dari pita suara oleh instrumentasi atau sekresi. Sekret dapat dikurangi

  34 dengan memberikan premedikasi glycopyrolate.

  Emergence reaction

  merupakan sensasi psikis setelah penggunaan ketamin yaitu sensasi mengambang, mimpi atau ilusi dan sesekali delirium. Mimpi-mimpi dan ilusi biasanya menghilang pada saat pulih. Namun penting untuk mendiskusikan pada

  34 pasien efek dari ketamin itu dan efek ini muncul 5-30 % dari penggunaan ketamin.

  Emergence reaction

  lebih sering terjadi terkait dengan faktor-faktor seperti meningkatnya usia, perempuan, pasien yang biasanya bermimpi, pemberian intravena yang cepat dan dosis besar. Ketamin dapat mengaktifkan psikosis pada pasien dengan skizofrenia. Namun, belum terlihat adanya reaksi psikotik jangka panjang pada pasien tanpa penyakit kejiwaan. Premedikasi dapat diberikan untuk mengurangi emergence

  reaction

  seperti midazolam (0,07-0,1 mg /kgBB), diazepam ( 0,15 - 0,3 kg/bb ), dan lorazepam ( 2-4 mg) intravena yang telah terbukti efektif. Insiden ini juga menurun

  34 bila digunakan bersama dengan hipnotik sedatif lain dan anestesi umum.

  Ketamin menghasilkan apa yang disebut “disosiatif' anestesia” yang telah digambarkan sebagai disosiasi fungsional dan elektrofisiologi antara sistem thalamo- neokorteks dan limbik. EEG menunjukkan aktivitas theta yang dominan dengan penghapusan irama alfa. Keadaan klinis yang unik yang dihasilkan oleh ketamin adalah biasanya keadaan ayan di mana mata tetap terbuka dengan memperlambat tatapan nystagmus, sedangkan refleks kornea dan cahaya tetap utuh. Berbagai tingkat hipertonus dan sesekali gerakan yang tidak terkait dengan stimulus yang menyakitkan dicatat di hadapan anestesi bedah. Studi telah menunjukkan rangsang aktivitas baik di thalamus dan sistem limbik tanpa bukti klinis aktivitas kejang setelah pemberian ketamin. Dengan demikian, ketamin tidak akan mungkin dapat menyebabkan kejang pada pasien dengan gangguan kejang dan, pada kenyataannya, data eksperimen

  34 menunjukkan bahwa ketamin memiliki antikonvulsif dan bahkan saraf properties.

  Analgesia terjadi pada konsentrasi darah lebih rendah daripada induksi. Hal ini berlaku untuk ketamin yang rasemik dan untuk S (+) ketamin. Ketamin meningkatkan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial. Pengaruh S (+) ketamin pada ICP belum diketahui. Ketamin belum terbukti memiliki efek buruk pada hati dan sistem ginjal. Tekanan intraokular sedikit meningkat setelah pemberian ketamin. Ketamin menghasilkan peningkatan tonus otot dan kadang- kadang kejang otot, meskipun telah digunakan dengan aman pada miopati dan

  hipertermia

  ganas. Efek yang dijumpai bervariasi yaitu kontraksi uterus serta emesis,

  34 ruam sementara, dan agitasi.

2.4.5 Penggunaan klinis ketamin

  Campuran rasemik komersial ketamin adalah campuran R (-) dan S (+) isomer tersedia sebagai 10, 50, dan 100 mg/ml dengan pengawet, benzathonium

  hidroklorida

  . Isomer optik S (+) ketamine tersedia dalam 5 dan 25 mg/ml (tidak berlisensi di Inggris, saat ini). Ketamin dapat diberikan intravena, intramuskular, oral, rektal, dan sediaan bebas pengawet untuk epidural. Dosis tergantung pada rute pemberian dan efek terapi yang diinginkan. Benzodiazepin dapat diberikan baik secara oral (diazepam 10-30 mg, lorazepam 2-5 mg) 60-90 menit sebelum induksi atau dosis intravena yang lebih kecil segera sebelum induksi. Induksi anestesi dengan dosis 0.5–1.5 mg/kgBB intravena atau 4–10 mg/kgBB intramuskular. Dosis pemeliharaan untuk anestesi 10-30 µg/kgBB/menit intravena. Sedasi analgesia 0.2– 0.75 mg/kgBB intravena atau 2–4 mg/kgBB intramuskular diikuti infus berkala 5–20

  34 mg/kgBB/menit.

  Ketamin dapat digunakan untuk sedasi sekaligus analgesia pada prosedur singkat. Munculnya reaksi pada anak-anak yang kurang intens, sehingga dapat digunakan untuk obat penenang dan anestesi umum dalam prosedur seperti kateterisasi jantung, radioterapi, radiologi investigasi, dan luka bakar.

  Ketamin dapat digunakan sebagai suplemen (intravena atau intramuskular) selama anestesi regional. Hal ini juga dapat diberikan melalui rute epidural sebagai tambahan untuk anestesi lokal untuk memperpanjang durasi analgesia. Ketamin dosis rendah juga telah digunakan bersama dengan propofol untuk meningkatkan kualitas sedasi. NMDA antagonis mencegah sensitisasi sentral terhadap rangsangan yang menyakitkan. Ketamin adalah satu-satunya NMDA antagonis dan penelitian telah menunjukkan bahwa dosis rendah ketamin dapat megurangi kebutuhan analgetik

  34 opioid.

  Ketamin telah banyak digunakan pada luka bakar untuk pembiusan terutama untuk debridement dan prosedur pencangkokan kulit pada anak-anak dan orang dewasa. Namun hati-hati dengan reaksi intoleran pada pasien dengan penggunaan ketamin berulang. Pasien dengan gangguan kardiorespirasi (kecuali penyakit jantung iskemik) merupakan kandidat utama untuk diberikan ketamin. Pengalaman yang luas dengan ketamin pada anak dengan kateterisasi jantung telah menunjukkan efektifitas penggunaan ketamin dengan kejadian aritmia yang kurang dari anestesi umum

  34 lainnya.

  Ketamin mungkin berbahaya pada pasien dengan peningkatan tahanan di ventrikel kanan. Pada pasien dengan penyakit saluran napas reaktif, ketamin (rasemik) dapat berguna karena menghasilkan bronkodilatasi dan analgesia yang dapat meningkatkan inspirasi oksigen. Ketamin jika dikombinasikan dengan benzodiazepin atau benzodiazepin dengan opioid, melemahkan takikardia yang tidak diinginkan, hipertensi dan juga reaksi psikomimetik paska operasi. Teknik ini menghasilkan gangguan hemodinamik minimal, analgesia yang mendalam, amnesia

  34 dan pemulihan yang baik.

  Ketamin bebas pengawet telah ditambahkan ke bupivacaine untuk

  27,34

  meningkatkan durasi analgesia, tanpa mempengaruhi intensitas analgesi. Minat penggunaan ketamin tumbuh pesat dan dalam survei terbaru di Negara Inggris, 32%

  34 dari anestesi pediatrik melaporkan penggunaan ketamin epidural.

  Secara historis, telah diyakini bahwa ketamin kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial, namun adanya laporan tentang efek neuro regeneratif telah dihasilkan dari penelitian ini. Ketamin dapat mencegah influks ion kalsium abnormal atau glutamat melalui interaksi dengan reseptor NMDA. S (+) ketamin mempertahankan metabolisme serebral pada sebagian besar wilayah otak

  34 (percobaan studi).

  Meskipun ketamin memiliki sedikit efek pada endotel vaskular, penelitian telah menunjukkan penurunan yang signifikan dalam aktivasi leukosit selama hipoksemia atau sepsis. Ketamin menekan produksi sitokin pro-inflamasi dalam darah seluruh manusia in vitro. Dalam sebuah studi tentang efek isomer berbeda pada hati babi, S (+) ketamin efektif dalam mengurangi adhesi neutrofil, sedangkan R (-) ketamin memiliki efek negatif yaitu memperburuk kebocoran dari pembuluh darah

  34 koroner sekitar jaringan.

2.5 Refleks menghindar

  Refleks menghindar pada bagian tubuh yang mengalami nyeri atau iritasi untuk menjauhkan diri dari stimulus. Jaras yang dipakai untuk menimbulkan refleks ini tidak secara langsung melewati neuron motoric anterior, namun mula-mula berjalan menuju ke kumpulan interneuron dan selanjutnya ke neuron motoric. Lingkaran yang terpendek yang memungkinkan adalah lengkungan yang hanya terdiri dari tiga sampai empat neuron dan akan meliputi tipe dasar dari lingkaran berikut yaitu: (1) lingkaran bercabang (diverging circuit) untuk menyebarkan reflek ke otot-otot yang diperlukan untuk menarik diri, (2) lingkaran untuk menghambat otot-otot antagonis, disebut lingkaran penghambat timbal- balik (reciprocal inhibition circuits) dan (3) lingkaran yang menyebabkan after discharge yang berlangsung lama dan beruntun,

  42 bahkan dapat timbul walaupun stimulus sudah dihentikan.

2.5.1 Nyeri pada vena

  Vena perifer manusia semakin nyeri ketika iritasi oleh tusukan atau penarikan, oleh penyuntikan intravena media kontras atau formulasi obat dengan osmolalitas non

  39,40

  fisiologis atau pH, dan juga oleh penyuntikan salin yang dingin. Vena tangan manusia dipersarafi oleh nosiseptor polimodal, dengan dipersarafi oleh serabut saraf

  afferen

  yang bermielin dari A-delta. Penyebab mekanisme nyeri ini merupakan aktivasi langsung dari ujung saraf C nosiseptor. Kedua serabut saraf ini merupakan

  41

  suatu ujung saraf bebas untuk mendeteksi suatu nyeri. Serat saraf A-delta merupakan serat bermielin dengan diameter 2-5 µm, yang berfungsi sebagai deteksi sinyal sakit tajam yang akut, dengan kecepatan konduksi 12-30 m/det. Lokalisasi jelas tetapi tidak dirasakan di jaringan dalam tubuh sebelah dalam. Serat saraf tipe C merupakan serat saraf yang tidak bermielin dengan diameter 0,4-1,2 µm yang berfungsi sebagai penjalaran rasa sakit tipe lambat, dengan kecepatan konduksi 0,5- 2,3 m/det. Nyeri lambat ini dirasakan satu detik setelah rangsangan yang mengganggu, dan lokalisasi yang kurang jelas dengan kualitas seperti terbakar, berdenyut atau pegal. Karena sistem persarafan nyeri yang ganda ini, maka cedera jaringan sering menimbulkan dua sensasi nyeri yang tersendiri yaitu nyeri tajam yang lebih awal (disalurkan A-delta) diikuti nyeri tumpul (disalurkan oleh serat nyeri C). Kedua serabut saraf ini akan ditransmisikan ke tingkat medula spinalis, tingkat otak

  41,42 bagian bawah dan tingkat otak bagian atas atau tingkat korteks.

2.6 Pengukuran nyeri

  Penilaian nyeri pada pasien yang mendapat sedasi sangat sulit dilakukan karena ketidakmampuan melaporkan penilaian nyeri. Pada pasien yang mendapat sedasi biasanya digunakan pengukuran nyeri non verbal. Biasanya digunakan untuk pasien yang mengalami keterbatasan verbal baik karena usia, kognitif, maupun karena berada dibawah pengaruh obat sedasi dan di dalam mesin ventilator. Berdasarkan

  guidelines

  yang dikeluarkan AHCPR tahun 1992 menyatakan bahwa penggunaan baik fisiologis dan respon tingkah laku terhadap nyeri untuk dilakukan penilaian

  43 ketika self-report tidak bisa dilakukan.

2.6.1 Skala nyeri berdasarkan observasi profesi kesehatan

  Profesi kesehatan dapat menilai nyeri dengan observasi. Ada beberapa penilaian skala nyeri yang telah di validasi oleh pelaku profesi kesehatan seperti skala FLACC,

  Behavioral Pain Scale (BPC), Colorado Behavioral Numerical Pain Scale (CBNPS).

44 Skala FLACC Skala ini merupakan skala perilaku yang telah dicoba pada anak usia 3-7 tahun.

  Setiap kategori (Faces, Legs, Activity, Cry, dan Consolability) diberi nilai 0-2 dan dijumlahkan untuk mendapatkan total 0-10.

  Tabel 1. Tabel FLACC scale Skor Kategori

  1

  2 Dagu gemetar Terkadang meringis, Tidak ada ekspresi secara konstan, FACE mengerut dahi, clench, rahang atau tersenyum menarik mengepal Posisi normal atau Menendang atau

  LEGS Gelisah, tegang rileks kaki ditarik keatas Melengkungkan Berbaring tenang, Menggeliat, bolak-

  ACTIVITY tubuh, kaku, posisi normal balik, tegang menyentak Menangis,

  CRY Tidak menangis Mengerang, merintih menjerit Sesekali menyentuh,

  CONSOLABILITY Rileks Sulit untuk tenang memeluk

42 Behavioral Pain Scale

  Penggunaan indikator tingkah laku dan fisiologis untuk menilai nyeri pada pasien dewasa yang tidak respon, tidak komunikatif, yang telah dikemukakan oleh Payen pada tahun 2001. Pada suatu penelitian prospektif Payen membandingkan 30 pasien yang berada dalam ventilator mekanik dan mendapat sedasi analgesi. BPS digunakan untuk menilai rasa nyeri yang dialami pasien pada prosedur menyakitkan seperti

  tracheal suctioning

  ataupun mobilisasi tubuh. Skala yang sudah divalidasi ini terdiri dari tiga penilaian, yaitu ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas, dan komplians dengan mesin ventilator. Setiap subskala diskoring dari 1 (tidak ada respon) hingga 4 (respon penuh). Karena itu skor berkisar dari 3 (tidak nyeri) hingga 12 (nyeri maksimal). Skor BPS sama dengan 6 atau lebih dipertimbangkan sebagai nyeri yang tidak dapat diterima (unacceptable pain).

  

Tabel 2. Skor BPS

  45 Colorado Behavioral Numerical Pain Scale (CBNPS)

  CBNPS dikembangkan dari skala BPS oleh Salmore tahun 2002 untuk menilai nyeri pada pasien yang tersedasi yang menjalani pemeriksaan saluran cerna, baik

  endoscopy

  maupun colonoscopy. Rasa nyeri pada pasien dinilai dengan skala yang lebih mudah, tanpa harus menggunakan ekspresi verbal. Skala CBNPS dibentuk berdasarkan keadaan yang dinilai sesuai dengan penilaian nyeri oleh Agency of

  Health Care

  (USA) tahun 1992. CBNPS menilai tingkah laku yang dideskripsikan dengan skala 0-5, yang berkorelasi dengan peningkatan nyeri. Pada penelitian Salmore juga dikemukakan persamaan skor dalam numerik, dengan nilai 0 (tidak ada nyeri) hingga 5 (nyeri hebat).

  

Tabel 3. Skala CBNPS

  Tingkat nyeri berdasarkan CBNPS Skor 0 = tidak nyeri Skor 1 = nyeri ringan Skor 2 = nyeri sedang Skor ≥3 = nyeri berat (berhubungan dengan perubahan tingkah laku)

10 Wong Baker Face pain Scale

  Banyak digunakan untuk pasien yang mengalami keterbatasan verbal. Diobservasi pada pasien yang mengalami perubahan mimik wajah sesuai rasa sakit.

2.7 Penggunaan tourniquet

  Sebenarnya sudah banyak penelitian yang menyebutkan kegunaan torniquet untuk mengurangi nyeri penyuntikan propofol. Pemakaian torniquet dalam rangka mengisolasi vena di tangan didapatkan dengan tekanan 50-100 mmHg diatas tekanan sistolik (maksimal 200-250 mmHg pada ekstremitas atas dan 300 mmHg pada ekstremitas bawah) atau paling rendah dengan menggunakan rumus (1,68 x mean

  46 atrial pressure ) + 50 mmHg.

  Pemberian tourniquet menyebabkan anestesi lokal memiliki kesempatan untuk bekerja disekitar pembuluh darah vena dan tidak cepat masuk ke sirkulasi sistemik. Tetapi, penggunaan tourniquet sendiri bukan tanpa komplikasi. Penggunaan

  tourniquet dapat menyebabkan abrasi kulit, dan nekrosis kulit akibat tekanan.

  Kerusakan saraf juga bisa terjadi akibat tekanan yang ditimbulkan. Kerusakan jaringan saraf terjadi pada daerah yang dilakukan tourniquet sehingga memicu anoksia sel saraf. Efek tersebut memang tidak selalu dijumpai karena tergantung dari seberapa besar tekanan yang diberikan, serta lamanya penggunaan tourniquet tersebut. Nyeri akibat penggunaan tourniquet tersebut bisa muncul akibat adanya hambatan aliran darah di daerah tersebut sehingga memicu lepasnya mediator

  47 inflamasi dan ditambah adanya kemungkinan kerusakan saraf dibawahnya.

2.8 Kerangka Teori

  Propofol IV Iritasi Pembuluh darah vena

  Pelepasan mediator inflamasi, prostaglandin, bradikinin Sensitisasi ujung saraf di pembuluh vena

  Transduksi : Muncul potensial aksi dari stimulus kimia Lidokain

  Menghambat permeabilitas membran sel saraf terhadap natrium

  Transmisi : Penjalaran dari potensial aksi dari perifer ke sentral Ketamin

  NMDA antagonis menghambat transmisi sinyal

  Modulasi : Modulasi potensial aksi

  nyeri di perifer, medula

  dari eferen di medula spinalis

  spinalis dan otak

  Persepsi : Fenomena kimiawi dan psikologik kompleks ekspresi nyeri (perubahan perilaku : keluhan, komplain, rintihan, ekspresi wajah)

Dokumen yang terkait

Perbandingan Efek Koinduksi Ketamin 0,3 MG/KGBB IV Dengan Midazolam 0,03 MG/KGBB IV Terhadap Pengurangan Dosis Induksi Propofol

1 74 94

Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena Ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq Dengan Ketamin 100 μg/kgBB Intravena Dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol

3 86 89

Efek Penambahan Natrium Bikarbonat 1 mEq Kedalam Lidokain 40 Mg Intravena Dibandingkan Dengan Lidokain 40 Mg Intravena Untuk Mengurangi Nyeri Pada Saat Induksi Propofol MCT/LCT

1 74 97

Efek Penambahan Natrium Bikarbonat 1 mEq Kedalam Lidokain 40 MG Intravena Dibandingkan Dengan Lidokain 40 MG Intravena Untuk Mengurangi Nyeri Pada Saat Induksi Propofol MCT/LCT

1 46 97

Perbandingan Propofol 2 Mg/Kgbb-Ketamin 0,5 Mg/Kgbb Intravena Dan Propofol 2 Mg/Kgbb-Fentanil 1µg/Kgbb Intravena Dalam Hal Efek Analgetik Pada Tindakan Kuretase Kasus Kebidanan Dengan Anestesi Total Intravena

0 38 101

Perbandingan Ketamin 0,5 MG/KGBB Intravena Dengan Ketamin 0,7 MG/KGBB Intravena Dalam Pencegahan Hipotensi Akibat Induksi Propofol 2 MG/KGBB Intravena Pada Anestesi Umum

2 53 97

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

0 0 40

BAB 1 PENDAHULUAN - Perbandingan Respon Hemodinamik Akibat Tindakan Laringoskopi dan Intubasi pada Pemberian Intravena Fentanyl 2 μg/kgBB + Magnesium Sulfat 30 mg/kgBB dengan Fentanyl 2 μg/kgBB + Lidokain 1,5 mg/kgBB

0 0 6

Perbandingan Efek Koinduksi Ketamin 0,3 MG/KGBB IV Dengan Midazolam 0,03 MG/KGBB IV Terhadap Pengurangan Dosis Induksi Propofol

0 1 13

Perbandingan Efek Koinduksi Ketamin 0,3 MG/KGBB IV Dengan Midazolam 0,03 MG/KGBB IV Terhadap Pengurangan Dosis Induksi Propofol

0 0 15