Efek Penambahan Natrium Bikarbonat 1 mEq Kedalam Lidokain 40 Mg Intravena Dibandingkan Dengan Lidokain 40 Mg Intravena Untuk Mengurangi Nyeri Pada Saat Induksi Propofol MCT/LCT

(1)

EFEK PENAMBAHAN NATRIUM BIKARBONAT 1 mEq KEDALAM LIDOKAIN 40 MG INTRAVENA DIBANDINGKAN DENGAN LIDOKAIN

40 MG INTRAVENA UNTUK MENGURANGI NYERI PADA SAAT INDUKSI PROPOFOL MCT/LCT

TESIS

DODI ISKANDAR NIM. 097114006

PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS

DEPARTEMEN / SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /

RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN – 2014


(2)

EFEK PENAMBAHAN NATRIUM BIKARBONAT 1 mEq KEDALAM LIDOKAIN 40 MG INTRAVENA DIBANDINGKAN DENGAN LIDOKAIN

40 MG INTRAVENA UNTUK MENGURANGI NYERI PADA SAAT INDUKSI PROPOFOL MCT/LCT

Oleh :

DODI ISKANDAR NIM. 097114006

Pembimbing I :

dr. YUTU SOLIHAT, SpAn,KAKV Pembimbing II :

dr. CHAIRUL M MURSIN, SpAn, KAO

Tesis

Penelitian Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Klinik – Spesialis Anestesiologi Program Pendidikan Dokter

Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS

DEPARTEMEN / SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /

RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN – 2014


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL TESIS : EFEK PENAMBAHAN NATRIUM

BIKARBONAT 1 mEq KEDALAM LIDOKAIN 40 MG INTRAVENA DIBANDINGKAN DENGAN LIDOKAIN 40 MG INTRAVENA UNTUK MENGURANGI NYERI PADA SAAT INDUKSI PROPOFOL MCT/LCT

NAMA MAHASISWA : DODI ISKANDAR

PROGRAM MAGISTER : MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK KONSENTRASI : ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

Menyetujui: Pembimbing I

dr. Yutu Solihat, SpAn,KAKV NIP : 195808111987111001

Pembimbing II

dr Chairul M Mursin, SpAn,KAO NIP : 130605510

Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif

FK USU/ RSUP H. Adam Malik

dr Hasanul Arifin SpAn KAP KIC NIP : 195104231979021001 Ketua Program

Magister Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Chairuddin P Lubis, DTM&H,SpA (K) NIP : 130365289

Dekan

Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD,KGEH NIP : 195462201980111001


(4)

LEMBAR PENGESAHAN Telah Diuji

Pada Tanggal : 22 Februari 2014 Panitia Penguji

Peguji I

Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn, KIC, KAO NIP : 195208261981021001

Penguji II

dr. Asmin Lubis, DAF, SpAn, KAP, KMN NIP : 195301211979021001

Peguji III

DR. dr. Nazaruddin Umar, SpAn,KNA NIP : 195117121981031002

Pembimbing I

dr. Yutu Solihat, SpAn, KAKAV NIP : 195808111987111001

Pembimbing II

dr. Chairul M Mursin, SpAn, KAO NIP : 130605510

Ketua Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif

Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn, KIC, KAO NIP : 195208261981021001

Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif

dr. Hasanul Arifin, SpAn, KIC, KAP NIP : 1951042319790210


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia – Nya, saya berkesempatan menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister klinik spesialis dalam bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan.

Saya menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun bahasanya, namun demikian saya berharap bahwa tulisan ini dapat menambah perbendaharaan bacaan tentang efek penambahan Natrium Bikarbonat 1 mEq kedalam Lidokain 40 mg intravena dibandingkan dengan Lidokain 40 mg intravena untuk mengurangi nyeri saat induksi Propofol MCT/LCT.

Dengan penuh rasa hormat saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya kepada dr. Yutu Solihat, SpAn,. KAKV, dr. Chairul M Mursin, SpAn, KAO, dr. Taufik Ashar, MKM sebagai pembimbing proposal Tesis saya, yang telah banyak memberikan petunjuk, perhatian serta bimbingan sehingga saya dapat menyelesaikan proposal Tesis ini.

Yang terhormat Prof.dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn, KIC, KAO sebagai Kepala Departemen/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan, dr. Hasanul Arifin, SpAn, KAP, KIC sebagai Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, dr. Akhyar H. Nasution, SpAn, KAKV sebagai Sekretaris Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, DR.dr.Nazaruddin Umar, SpAn, KNA sebagai Sekretaris Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif yang telah banyak memberi petunjuk, pengarahan serta nasehat dan keihklasan telah mendidik selama saya menjalani penelitian ini.

Yang terhormat Guru saya dijajaran Departemen/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan, dr. A.Sani P Nasution,SpAn, KIC, dr. Chairul M Mursin, SpAn, KAO, dr. Asmin Lubis DAF, SpAn, KAP, KMN, (Alm) dr. Nadi Zaini Bakri, SpAn, dr. Yutu Solihat, SpAn,


(6)

KAKV, dr. Soejat Harto, SpAn, KAP, (Alm) dr. Muhammad AR, SpAN, KNA, dr. Ade Veronica, SpAN, KIC,dr. Syamsul Bahri Siregar, SpAn, Dr.Walman Sihotang, SpAn, dr. Tumbur, SpAn, dr. Nugroho Kunto Subagio, SpAn, dr.Dadik W Wijaya, SpAn, dr.M.Ihsan, SpAn, KMN, dr.Guido M Solihin, SpAn, dr.Qodri F.Tanjung, SpAn, KAKV, dr.RR Shinta Irina, SpAn, yang telah banyak memberikan bimbingan dalam bidang ilmu pengetahuan di bidang Anestesioogi dan Terapi Intensif, baik secara teori maupun keterampilan sehingga menimbulkan rasa percaya diri baik dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya yang kiranya sangat bermamfaat bagi saya di kemudian hari.

Sembah sujud, rasa syukur dan terima kasih yang tidak terhingga saya sembahkan kepada kedua orang tua saya tercinta (alm) Prof. DR. H. Burhanuddin Khatib, MPd, dan Ibunda Hj.Yohanizar Alwi, Spd yang dengan segala upaya telah megasuh, membesarkan dan membimbing dengan penuh kasih sayang semenjak kecil hingga saya dewasa agar menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, agama, bangsa dan negara. Dengan memanjatkan doa kehadirat Allah SWT ampunilah dosa kedua orang tua saya serta sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi saya sewaktu kecil. Terima kasih juga saya tunjukan kepada adik-adik saya, Muzarhandoli, ST, Emil Purnawan, ST, Feri Wira Setiawan, SPd, Silvia Andarini, ST yang telah memberikan dorongan semangat selama saya menjalani pendidikan ini.

Yang terhormat kedua mertua saya, (alm) Muhammad Said dan Tuty Herawati Said, serta kakak-kakak, abang-abang dan adik ipar yang telah memberikan dorongan semangat kepada saya selama pendidikan.

Kepada istriku tercinta Chalila Ansarita, SE, serta anak-anakku tersayang Raffasya Fathan Iskandar, Raffandra Alkhalifi Iskandar yang selalu menyayangi serta dengan penuh cinta kasih mendampingi saya selama ini. Tiada kata yang lebih indah yang dapat diucapkan selain ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas pengorbanan, kesabaran, ketabahan dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya sehingga ridho Allah SWT akhirnya kita sampai pada saat yang berbahagia ini.


(7)

Kepada seluruh kerabat dan handai taulan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Yang tercinta teman-teman sejawat peserta pendidikan keahlian Anestesiologi dan Terapi Intensif khususnya dr. Rudi Gunawan, dr.Bastian Lubis, dr.Fadly Armi Lubis, dr.Ariati Isabella Siahaan, dr.Yunita Dewani, dr. Jefri Awaluddin Pane, dr.T. Andrian Firza, dr. M.Zulkarnain Bus, dr Vera Muharrami yang telah bersama-sama baik dalam suka maupun duka, saling membantu sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat dengan harapan teman-teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini. Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita semua.

Kepada paramedis dan karyawan Departemen/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan, RS Haji Medan, RSUP Pirngadi Medan, dan RS Kodam I Bukit Barisan Medan yang telah banyak membantu dan banyak bekerjasama selama saya menjalani pendidikan dan penelitian ini.

Akhirnya izinkanlah saya mohon maaf yang setulus – tulusnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya selama saya mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Yang Maha Pengasih, Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Amin, Amin ya Rabbal’alamin.

Medan, Februari 2014 Penulis


(8)

Daftar Isi

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Hipotesa ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.4.1 Tujuan Umum ... 6

1.4.2 Tujuan Khusus ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Manfaat Akademis ... 6

1.5.2 Manfaat Pelayanan ... 7

1.5.3 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Propofol ... 8

2.1.1 Struktur fisik dan kimia... 8

2.1.2 Propofol MCT/LCT ... 9

2.1.3 Sediaan Propofol ... 10


(9)

2.1.6.1 Sistem Saraf Pusat ... 11

2.1.6.2 Sistem Kardiovaskular ... 12

2.1.7 Nyeri Lokal Penyuntikan Propofol ... 12

2.2 Induksi Anestesi ... 14

2.2.1 Rumatan Anestesi ... 14

2.3 Lidokain ... 14

2.3.1 Farmakodinamik ... 16

2.3.2 Farmakokinetik ... 18

2.3.3 Efek Terhadap Diameter Serabut Saraf ... 18

2.3.4 Efek Samping ... 19

2.4 Natrium Bikarbonat... 20

2.4.1 Farmakologi ... 20

2.4.2 Mekanisme Kerja ... 20

2.4.3 Indikasi ... 20

2.4.4 Pengaruh Natrium Bikarbonat Terhadap Anestesi Lidokain ... 21

2.5 Nyeri... 22

2.5.1 Defenisi Nyeri ... 22

2.5.2 Nosiseptor ... 23

2.5.3 Mekanisme Nyeri ... 24

2.5.4 Fisiologi Sistem Saraf Pusat ... 24

2.5.5 Refleks Penghindar ... 27

2.6 Vena ... 27

2.6.1 Inervasi ... 28

2.6.2 Nyeri Pada Vena ... 28

2.6.3 Anatomi, Inervasi vena, Fisiologi dan Nosiseptor ... 29


(10)

2.7.1 Skala Nyeri Berdasarkan Observasi Petugas Kesehatan ... 32

2.8 Kerangka Teori ... 35

2.9 Kerangka Konsep ... 36

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Desain Penelitian... 37

3.2 Tempat dan Waktu ... 37

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

3.4 Kriteria Inklusi, Eksklusi, dan Drop Out ... 38

3.5 Estimasi Besar Sampel ... 38

3.6 Informed Consent ... 39

3.7 Alat dan Bahan ... 39

3.7.1 Alat ... 39

3.7.2 Bahan ... 39

3.8 Cara Kerja ... 40

3.8.1 Persiapan Pasien dan Obat ... 40

3.9 Pelaksanaan Penelitian ... 41

3.10 Identifikasi Variabel ... 42

3.10.1 Variabel Bebas ... 42

3.10.2 Variabel Tergantung ... 42

3.11 Rencana Manajemen dan Analisa Data ... 42

3.12 Defenisi Operasional ... 43

3.13 Masalah Etika ... 45


(11)

4.1 Karakteristik Sampel Penelitian Pada Kedua Kelompok ... 48

4.2 Karakteristik Hemodinamik Pada Kedua Kelompok Penelitian ... 50

4.3 Karakteristik Hemodinamik Saat penyuntikan Propofol ... 51

4.4 Penilaian Skor CBNPS Pada Saat Penyuntikan Propofol ... 53

4.5 Derajat Nyeri Pada Saat Penyuntikan Propofol ... 54

BAB 5 PEMBAHASAN ... 56

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

6.1 Kesimpulan ... 61

6.2 Saran... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN Lampiran 1 ... 68

Lampiran 2 ... 69

Lampiran 3 ... 70

Lampiran 4 ... 72

Lampiran 5 ... 73

Lampiran 6 ... 75

Lampiran 7 ... 76

Lampiran 8 ... 79


(12)

ABSTRAK

Pendahuluan : Nyeri merupakan efek samping yang sering terjadi akibat penyuntikan propofol MCT/LCT walaupun konsentrasi bebas dalam propofolnya lebih rendah dibandingkan dengan propofol tradisonal.

Tujuan : Tujuan penelitian ini menilai pengaruh pretreatment dengan natrium bikarbonat 1 mEq ditambahkan kedalam lidokain 40 mg menurunkan insiden dan tingkat keparahan nyeri selama induksi propofol pada anestesi umum.

Metode : Penelitian dengan uji klinis acak secara ganda terhadap 110 pasien, ASA I dan II yang menjalani operasi elektif dengan anestesi umum di RS H. Adam Malik Medan. Semua pasien mendapat premedikasi midazolam 2,5 mg dan fentanyl 50 µg dibagi menjadi dua kelompok : Grup A mendapat lidokain 40 mg (2 ml lidokain 2% + 8 ml normal salin), dan grup B menerima natrium bikarbonat 1 mEq + lidokain 40 mg (1 ml 8,4% NaHCO3 + 2 ml lidokain 2% + 7 ml normal salin). Obat penelitian diberikan secara bolus intravena 10 detik sebelum propofol MCT/LCT menggunakan penutupan vena dengan torniquet karet sesuai dengan tekanan sistolik selama 30 detik. Dilakukan penilaian nyeri menggunakan Colorado Behavioural Numeric Pain Scale.

Hasil : Insiden nyeri pada kelompok A (21,8%) dan grup B (3,7, p < 0,05), lebih lanjut skor nyeri dan insiden nyeri didapatkan perbedaan yang signifikan antara grup A dengan grup B (p= 0,015)

Kesimpulan : Pretreatment intravena dengan natrium bikarbonat 1 mEq ditambahkan dengan lidokain 40 mg lebih baik dalam menurunkan insiden nyeri selama penyuntikan propofol MCT/LCT.

Kata kunci : lidokain, natrium bikarbonat, propofol MCT/LCT, nyeri penyuntikan, colorado behavioural numeric pain scale.


(13)

ABSTRAK

Introduction : Pain is a common side-effect of propofol MCT/LCT injection altough free propofol concentration lower than tradisional propofol.

Objective : The aim of this study was determine wheter pretreatment with sodium bicarbonat 1 mEq mixtured wih lidocaine 40 mg reduce the incidence and severity of pain during propofol MCT/LCT induction in general anesthesia.

Methods : A- Randomised double blind clinical trial included 110 patients, American Society of Anesthesiologists physical status 1 and II patients undergoing elective surgery with general anesthesia in H. Adam Malik Hospital Medan. All patients were allowed to receive premedication with midazolam 2,5 mg and fentanyl 50µg intravena were randomly allocated to one of two groups : Group A received lidocaine 40 mg (2 ml lidocaine 2% + 8 ml normal saline), and group B received sodium bicarbonate 1mEq + lidocaine 40 mg (1 ml 8,4% NaHCO3 + 2 ml lidocaine 2% + 7 ml normal saline). All drugs were given as a bolus over 10 seconds before propofol MCT/ LCT administration using venous occlusion used torniquet with pressure equally systolic blood pressure over 30 seconds interval. Pain severity was assessed using Colorado Behavioural Numeric Pain Scale.

Result : The pain score an the incidence of pain in group A (21,8%) and group B (3,7%, P <0,05). In addition, the pain score and incidence of pain were found to be significantly different between group A and group B (P=0,015)

Conclusion : intravenous pretreatment with sodium bicarbonate mixtured with lidocaine more better in reducing incidence of the pain during propofol MCT/LCT injection

Keywords : lidocaine, sodium bicarbonate, propofol MCT/LCT, pain on injection, colorado behavioural numeric pain scale


(14)

ABSTRAK

Pendahuluan : Nyeri merupakan efek samping yang sering terjadi akibat penyuntikan propofol MCT/LCT walaupun konsentrasi bebas dalam propofolnya lebih rendah dibandingkan dengan propofol tradisonal.

Tujuan : Tujuan penelitian ini menilai pengaruh pretreatment dengan natrium bikarbonat 1 mEq ditambahkan kedalam lidokain 40 mg menurunkan insiden dan tingkat keparahan nyeri selama induksi propofol pada anestesi umum.

Metode : Penelitian dengan uji klinis acak secara ganda terhadap 110 pasien, ASA I dan II yang menjalani operasi elektif dengan anestesi umum di RS H. Adam Malik Medan. Semua pasien mendapat premedikasi midazolam 2,5 mg dan fentanyl 50 µg dibagi menjadi dua kelompok : Grup A mendapat lidokain 40 mg (2 ml lidokain 2% + 8 ml normal salin), dan grup B menerima natrium bikarbonat 1 mEq + lidokain 40 mg (1 ml 8,4% NaHCO3 + 2 ml lidokain 2% + 7 ml normal salin). Obat penelitian diberikan secara bolus intravena 10 detik sebelum propofol MCT/LCT menggunakan penutupan vena dengan torniquet karet sesuai dengan tekanan sistolik selama 30 detik. Dilakukan penilaian nyeri menggunakan Colorado Behavioural Numeric Pain Scale.

Hasil : Insiden nyeri pada kelompok A (21,8%) dan grup B (3,7, p < 0,05), lebih lanjut skor nyeri dan insiden nyeri didapatkan perbedaan yang signifikan antara grup A dengan grup B (p= 0,015)

Kesimpulan : Pretreatment intravena dengan natrium bikarbonat 1 mEq ditambahkan dengan lidokain 40 mg lebih baik dalam menurunkan insiden nyeri selama penyuntikan propofol MCT/LCT.

Kata kunci : lidokain, natrium bikarbonat, propofol MCT/LCT, nyeri penyuntikan, colorado behavioural numeric pain scale.


(15)

ABSTRAK

Introduction : Pain is a common side-effect of propofol MCT/LCT injection altough free propofol concentration lower than tradisional propofol.

Objective : The aim of this study was determine wheter pretreatment with sodium bicarbonat 1 mEq mixtured wih lidocaine 40 mg reduce the incidence and severity of pain during propofol MCT/LCT induction in general anesthesia.

Methods : A- Randomised double blind clinical trial included 110 patients, American Society of Anesthesiologists physical status 1 and II patients undergoing elective surgery with general anesthesia in H. Adam Malik Hospital Medan. All patients were allowed to receive premedication with midazolam 2,5 mg and fentanyl 50µg intravena were randomly allocated to one of two groups : Group A received lidocaine 40 mg (2 ml lidocaine 2% + 8 ml normal saline), and group B received sodium bicarbonate 1mEq + lidocaine 40 mg (1 ml 8,4% NaHCO3 + 2 ml lidocaine 2% + 7 ml normal saline). All drugs were given as a bolus over 10 seconds before propofol MCT/ LCT administration using venous occlusion used torniquet with pressure equally systolic blood pressure over 30 seconds interval. Pain severity was assessed using Colorado Behavioural Numeric Pain Scale.

Result : The pain score an the incidence of pain in group A (21,8%) and group B (3,7%, P <0,05). In addition, the pain score and incidence of pain were found to be significantly different between group A and group B (P=0,015)

Conclusion : intravenous pretreatment with sodium bicarbonate mixtured with lidocaine more better in reducing incidence of the pain during propofol MCT/LCT injection

Keywords : lidocaine, sodium bicarbonate, propofol MCT/LCT, pain on injection, colorado behavioural numeric pain scale


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Propofol adalah obat yang sering digunakan dalam tindakan anestesi, baik untuk induksi maupun rumatan, karena propofol mempunyai onset yang cepat, durasi yang singkat, dan waktu pulih sadar yang cepat.1

Penyuntikan popofol intravena menyebabkan nyeri sewaktu penyuntikan1,2,3, insidennya bervariasi kurang dari 10% jika penyuntikan di vena fossa antekubiti sampai 90% pada vena dorsum manus.4 Pada anestesi modern nyeri penyuntikan propofol menempati urutan ke tujuh pada permasalahan klinis yang paling utama.5 Propofol dosis induksi menyebabkan nyeri berkisar antara 28%-90% dengan intensitas nyeri ringan sampai dengan berat, bahkan sampai tidak bisa ditoleransi.4,6 Penyebab nyeri akibat penyuntikan propofol masih belum jelas. Beberapa mekanisme nyeri penyuntikan propofol seperti : nyeri vaskular pada penyuntikan propofol disebabkan oleh karena efek iritasi dari obat tersebut dipicu oleh kaskade kinin, stimulasi dari reseptor nosisepsi di ujung saraf bebas (nerve ending) yang terletak antara lapisan intima dan media dari dinding vena, dan efek dari pH dan konsentrasi propofol.6

Beberapa cara dan metode dilakukan untuk mencegah terjadinya nyeri sewaktu penyuntikan propofol ini. Seperti penambahan lidokain kedalam propofol, mendinginkan atau menghangatkan propofol, pretreatment dengan lidokain, efedrin, ondansentron, metroklopramid, premedikasi dengan opioid dan benzodiazepin, tiopental, ketamin, atau parasetamol.6,7

Penggunaan premedikasi opioid dan sedasi menurunkan insiden nyeri sewaktu penyuntikan propofol. Pada suatu studi dilaporkan penggunaan premedikasi oral tidak ditemukan perbedaan insiden nyeri penyuntikan propofol. Namun studi yang menggunakan premedikasi atropin dan petidin intramuskular serta premedikasi dengan opiod dan sedasi baik intravena maupun intramuskular menemukan insiden nyeri penyuntikan propofol berkurang. Hal ini mungkin


(17)

Tugas seorang ahli anestesi salah satunya adalah menghilangkan nyeri, karena nyeri itulah seseorang menjadi takut untuk menjalani operasi. Untuk itu sudah seharusnya rasa nyeri akibat pemberian propofol juga harus dihilangkan, karena apabila sebelum operasi saja sudah mengalami rasa sakit maka akan menambah perasaan takut tersebut dan kelak mungkin tidak mau lagi dioperasi. Menurut Internasional Assosiation for Studi of Pain (IASP) defenisi nyeri adalah pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan akut maupun kronis. Rasa sakit bisa berpengaruh buruk terhadap sistem metabolik, endokrin, pernafasan serta kardiovaskuler sehingga meningkatkan angka morbiditas.9

Insiden yang tinggi akibat penyuntikan propofol biasanya karena pemakaian tradisional LCT (Long-Chain Trigyicerides) emulsi lemak yang mengandung 10% minyak kacang kedelai, tapi sejak tahun 1995 propofol juga tersedia dengan kandungan Medium-Chain Tryglicerides/Long-Chain Trigyicerides (MCT/LCT) emulsi yang insiden nyeri akibat penyuntikannya lebih sedikit. Intensitas nyeri lokal emulsi propofol MCT/LCT (Lipuro®) jauh lebih rendah ditemukan dibandingkan dengan propofol LCT standar (Diprivan®).4

Suatu studi yang dilakukan Larsen dan kawan-kawan tahun 2001 pada total 184 pasien yang menjalani prosedur operasi elektif tanpa premedikasi dengan insiden nyeri 37% pada grup propofol MCT/LCT-lipuro dibandingkan 64% pada grup standar propofol LCT-divprivan.10

Sundarathiti pada tahun 2007 melakukan studi terhadap total 110 pasien (n=55) yang menjalani prosedur operasi minor obstetri dan ginekologi pada anestesi umum intra vena (TIVA), insiden nyeri 98,2% pada grup propofol LCT (p<0,001) dan 74,5% pada grup propofol MCT/LCT (p<0,001). Propofol MCT/LCT lebih superior dibandingkan propofol-LCT dalam mengurangi nyeri sewaktu penyuntikan propofol.11

Konsentrasi tinggi dari propofol bebas dalam fase air dalam emulsi merupakan penyebab nyeri dari propofol.12 Masih belum tahu mekanisme biokimiawi yang ikut terlibat dengan nyeri ini, walaupun aktivasi kinin kaskade diduga sebagai penyebabnya. Propofol MCT/LCT mengandung konsentrasi


(18)

propofol bebas yang lebih rendah dibandingkan dengan propofol LCT. Walaupun kedua emulsi mempunyai total konsentrasi propofol yang sama.4 Perubahan propofol LCT kepada propofol MCT/LCT pada formula propofol mengurangi konsentrasi propofol dalam fase air sebanyak 50% dan mengurangi nyeri sewaktu penyuntikan. Propofol MCT/LCT-1% merupakan formulasi yang baru dengan farmakokinetik dan efikasi yang sama dengan propofol LCT standar.,11 Namun masih ada insiden nyeri akibat pemberian propofol MCT/LCT dengan insiden 28% sampai 67%.10,13 Pemberian propofol MCT/LCT sendiri tidak ada keuntungan dalam mengurangi insiden nyeri penyuntikan bila dibandingkan dengan propofol MCT/LCT dicampur dengan lidokain14,15 ataupun pretretment dengan lidokain.15 Bahkan schaub dan kawan-kawan menemukan insiden nyeri propofol menurun pada pemberian pretreatment lidokain 40 mg dengan propofol LCT (24% ) dibandingkan jika diberikan propofol MCT/LCT tanpa pretreatment (47%).17

Burimsittichai dan kawan-kawan pada tahun 2006 melakukan studi terhadap 360 pasien (n=90) mendapatkan hasil pretreatment lidokain sebelum penyuntikan propofol MCT/LCT insiden nyeri berkurang 46,7% dibandingkan dengan 61,1% pada propofol LCT standar. Dengan intensitas nyeri yang hebat 5,6% pada grup propofol MCT/LCT, dibandingkan 15,6% pada grup propofol LCT standar. Nyeri propofol MCT/LCT bisa dikurangi dengan pretreatment lidokain pada pasien yang sudah ditornikuet pada lengannya selama 60 detik sebelum penyuntikan propofol.16

Metode yang paling sering digunakan untuk mengurangi insiden dan intensitas nyeri sewaktu penyuntikan propofol yaitu dengan memberikan lidokain. Lidokain berfungsi menurunkan pH, menurunkan konsentrasi propofol dalam fase air dan mungkin sebagai anestesi lokal pada pembuluh darah.18 Berkurangnya rasa nyeri karena penggunaan lidokain akibat injeksi propofol diduga karena efek-efek stabilisasi membran, mencegah vasospasme, menyababkan dilatasi vena superfisial dan mencegah aktifitas kinin.3,19 Pemberian obat anestesi lokal secara sistemik mampu menghasilkan efek analgesik. Meskipun mekanisme yang


(19)

mekanisme modulasi sentral di kornu dorsalis oleh aktivitas sistem opioid endogen.1

Sejauh penelusuran kepustakaan oleh penulis, pemberian lidokain berbagai macam dosis dan cara pemberian. Picard dan Tramer pemberian lidokain pada pasien yang sudah ditornikuet pada lengannya selama 30-120 detik sebelum penyuntikan propofol lebih efektif dalam mengurangi insiden nyeri sewaktu penyuntikan propofol.7

Jalota dan kawan-kawan melakukan suatu sistemik review dan meta analisis pada tahun 2011, dan menyimpulkan bahwa metode intervensi yang paling handal dalam mencegah nyeri akibat penyuntikan propofol adalah penyuntikan propofol pada vena fossa antekubiti atau pretreatment lidokain dengan penutupan vena (venous occlusion).Namun, pemasangan infus dijalur vena fossa antekubiti tidak lazim dilakukan, karena jika terjadi hematom, maka vena yang lebih distal tidak dapat berfungsi baik.20

Kaya dan kawan-kawan pada tahun 2007 melakukan studi perbandingan efektifitas beberapa variasi waktu venous occlusion dengan lidokain 20 mg. Dengan hasil lidokain 20 mg dengan venous occlusion selama 60 detik menurunkan insiden nyeri yang signifikan. Dan dari 20 pasien terjadi insiden nyeri pada 2 orang pasien (10%) (p=0.05).21

Liaw dan kawan-kawan tahun 1999 memakai 40 mg lidokain dengan venous occlusion selama 60 detik dengan insiden nyeri 11% (4 dari 35 pasien).22

Massad dan kawan-kawan di arab saudi tahun 2006 memakai 40 mg lidokain dengan venous occlusion selama 60 detik dengan insiden nyeri 14% (7 dari 50 pasien).23

Picard dan Tramer tahun 2000 mengadakan sebuah sistemik review dan meta-analisis 56 penelitian evaluasi pencegahan nyeri sewaktu penyuntikan propofol dan menyimpulkan lidokain 40 mg dilakukan dengan torniquet karet (bier’s block) dengan tekanan 50-70 mmHg selama 30 sampai 120 detiksebelum penyuntikan propofol. Dengan hasil 60 dari 100 pasien tidak nyeri. Atau dengan kata lain 60 orang (Number Needed to be Treated- NNT 1.6) tidak akan merasakan sakit dimana akan merasakan sakit jika tidak mendapatkan lidokain.Hal tersebut


(20)

akibat penyuntikan lidokain sebagian besar bekerja sebagai anestesi lokal pada vena.7

Pemberian obat lidokain secara sistemik dapat menghasilkan efek analgesik.18 Penambahan sodium bikarbonat (NaHCO3) 1mEq terhadap 10 ml obat anestesi lokal mempercepat difusi intraneural dan penetrasi anestesi lokal kejaringan ikat disekitar saraf, sehingga meningkatkan kualitas blokade.24,25

McKay dan kawan-kawan pada tahun 1987 melakukan penambahan sodium bikarbonat kedalam lidokain dengan atau tanpa adrenalin mengurangi nyeri akibat infiltrasi kulit. Penambahan sodium bikarbonat dengan atau tanpa adrenalin tersebut menurunkan nyeri secara signifikan.26

Ozgul dan kawan-kawan tahun 2013 melakukan studi pada pasien yang menjalani operasi elektif tanpa premedikasi dengan menggunakan natrium bikarbonat 84 mg kedalam lignokain 0.05 mL/kgBB untuk mencegah nyeri sewaktu penyuntikan propofol dengan insiden nyeri pada penyuntikan propofol sebanyak 6% (n=100).27

Nyeri penyuntikan propofol dapat dikurangi dengan premedikasi sedasi dan opioid.7,8 Pemberian pretreatment lidokain dengan venous occlusion merupakan metode yang paling efektif untuk mengurangi insiden nyeri induksi propofol MCT/LCT. Dosis lidokain yang paling sering digunakan secara praktek klinis 10-40 mg.6,7,13.

Berdasarkan sistemik review dan meta analisa yang dilakukan oleh Picard7 serta Jalota20 dan kawan-kawan diatas, metode yang paling efektif dalam menurunkan nyeri akibat penyuntikan propofol adalah memberikan lidokain dengan torniquet selama 30-120 detik28 sebelum penyuntikan propofol (pretretment lidokain) dengan dosis lidokain 40 mg.8,20,23

Yang jelas bahwa penambahan sodium bikarbonat 1 mEq terhadap lidokain akan mempercepat efek anestesi lokal dan hipotesa saya dapat mengurangi nyeri sewaktu penyuntikan propofol MCT/LCT. Belum ada penelitian mengenai penambahan natrium bikarbonat kedalam lidokain dengan penutupan vena menggunakan torniquet setara tekanan sistolik selama 30 detik


(21)

bikarbonat 1 mEq kedalam lidokain 40 mg dengan torniquet selama 30 detik sebelum penyuntikan propofol MCT/LCT dengan premedikasi standar dapat mengurangi nyeri akibat induksi propofol MCT/LCT.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan efek penambahan natrium bikarbonat 1 mEq kedalam lidokain 40 mg intravena dibandingkan dengan lidokain 40 mg intravena sendiri dalam hal mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol MCT/LCT?

1.3 Hipotesa

Hipotesa dalam penelitian ini adalah penambahan natrium bikarbonat 1 mEq kedalam lidokain 40 mg intravena lebih baik dari pada lidokain 40 mg sendiri untuk mengurangi nyeri sewaktu penyuntikan propofol MCT/LCT.

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Mencari bukti objektif apakah dengan penambahan natrium bikarbonat 1 mEq kedalam lidokain 40 mg intravena lebih baik dari pada lidokain 40 mg intravena untuk mengurangi nyeri sewaktu penyuntikan propofol MCT/LCT.

Tujuan khusus

1. Mendapat metode alternatif obat yang dapat mengurangi nyeri sewaktu penyuntikan propofol.

2. Mengetahui efek tambahan natrium bikarbonat kedalam lidokain dalam mengurangi nyeri sewaktu penyuntikan propofol.

1.5 Manfaat Penelitian Manfaat Akademik

Mendapatkan cara lain untuk mengurangi nyeri pada penyuntikan propofol.


(22)

Manfaat pelayanan

Meningkatkan kenyamanan dan keamanan pasien tanpa komplikasi yang membahayakan.

Pengembangan penelitian


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propofol

Propofol, 2,6-di-isopropylphenol, diperkenalkan pada praktek klinis pada awal tahun 1980 an. Saat ini propofol merupakan obat pilihan induksi dan sedasi anestesi yang populer, berhubungan dengan waktu tidur yang cepat, waktu pulih yang cepat, dan kejadian mual dan muntah paska bedah lebih sedikit.1,19

2.1.1. Struktur fisik dan kimia

Propofol, dengan struktur kimia C12H18O, terdiri dari cincin fenol dengan dua ikatan kompleks isopropil dengan stabilitas kimiawi yang tinggi dengan biotoksisitas yang rendah. Perubahan pada panjang rantai ikatan mengubah karakteristik dari potensi, induksi dan pemulihan.3,4 Bagaimanapun, seperti fenol yang lain, propofol dapat mengiritasi kulit dan membran mukosa.4

Gambar 1. Rumus bangun propofol

Formula ini menyebabkan nyeri saat penyuntikan yang dapat dikurangi dengan penyuntikan pada vena besar dan pemberian lidokain sebelum penyuntikan propofol. Propofol tidak larut dalam air. 1,2


(24)

2.1.2 Propofol MCT/LCT

Propofol merupakan gugus fenol yang mempunya berat molekul 178 Da. Senyawa yang menyerap sinar ultraviolet dalam kisaran spektrum elektromagnetik (λmax = 275nm) .6

Propofol pertama kali diperkenalkan dengan konsentrasi 2 % dalam 16 % kremofor EL, namun karena kromofor menyebabkan reaksi alergi dan nyeri yang hebat, maka komposisi ini diperbaharui dalam formula lemak emulsi yang mengandung 10 % Long-Chain Triglycerides (LCT) minyak soybean, gliserol, dan lesitin telur. Tetapi, sejak tahun 1995 propofol juga tersedia dalam bentuk emulsi Medium-Chain Triglycerides / Long-Chain Triglycerides (MCT/LCT). Konsentrasi propofol bebas dalam MCT/LCT formula 26% - 40% lebih rendah dibandingkan dengan LCT formula, atau 0,2% - 0,14% dari total konsentrasi propofol (lihat tabel 2.1).4,6 pH propofol 6-8.5 dan pKa dalam air adalah 11.6

Tabel 1. Distribusi propofol bebas dan total propofol

Walaupun plasma konsentrasi trigliserida selama sedasi tidak ada perbedaan antara kedua formula propofol, tetapi ada kecenderungan eleminasi setelah pemberian formula MCT/LCT lebih cepat dibandingkan dengan formula LCT.4


(25)

2.1.3. Sediaan propofol

Sediaan propofol dipersiapkan secara asepsis untuk segera digunakan, sejak emulsi larutan ini menyebabkan promosi profilerasi mikrobakterial yang cepat setelah terkontaminasi bakteri.2,4

2.1.4 Mekanisme kerja

Propofol adalah modulator selektif dari reseptor gamma amino butiric acid A (GABAA) dan tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada konsentrasi yang relevan secara klinis. Propofol memberikan efek sedatif hipnotik melalui interaksi reseptor GABAA. GABA adalah neurotransmiter penghambat utama dalam susunan saraf pusat. Ketika reseptor GABAA diaktifkan, maka konduksi klorida transmembran akan meningkat, mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel postsinap dan hambatan fungsional dari neuron postsinap. Interaksi propofol dengan komponen spesifik reseptor GABAA terlihat mampu meningkatkan laju disosiasi dari penghambat neurotransmiter, dan juga mampu meningkatkan lama waktu dari pembukaan klorida yang diaktifkan oleh GABA dengan menghasilkan hiperpolarisasi dari membran sel.3

2.1.5. Farmakokinetik

Pemberian propofol 1.5 – 2.5 mg/kg IV (setara dengan tiopental 4-5 mg/kg IV atau metoheksital 1.5 mg/kg IV) sebagai injeksi IV (<15 detik), mengakibatkan ketidaksadaran dalam 30 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak menyebabkan mulai masa kerjanya sama cepatnya dengan tiopental (satu siklus sirkulasi dari lengan ke otak) konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam 30 detik dan efek maksimum diperoleh dalam 1 menit. Pulih sadar dari dosis tunggal juga cepat disebabkan waktu paruh distribusinya (2-8) menit. Lebih cepat bangun atau sadar penuh setelah induksi anestesia dibanding semua obat lain yang digunakan untuk induksi anestesi intravena yang cepat. Pengembalian kesadaran yang lebih cepat dengan residu minimal dari sistem saraf pusat (CNS) adalah salah satu keuntungan yang penting dari propofol dibandingkan dengan obat alternatif lain yang diberikan untuk tujuan yang sama.1,3,19


(26)

Konsentrasi dalam darah meningkat cepat setelah penyuntikan dosis bolus intravena, sementara peningkatan konsentrasi serebral propofol sangat lambat (T1/2 = 2,9 menit). Waktu untuk sadar ditentukan oleh jumlah dosis yang diberikan.4

Klirens propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan bahwa ambilan jaringan (mungkin kedalam paru), sama baiknya dengan metabolisme oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam mengeluarkan obat ini dari plasma. Dalam hal ini, metabolisme propofol pada manusia dianggap bersifat hepatik dan ekstrahepatik. Metabolisme hepatik cepat dan luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit asam glukuronik yang diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani hidroksilasi cincin oleh sitokrom P-450 membentuk 4-hidroksipropofol yang kemudian di glukuronidasi atau sulfat. Meskipun glukuronida dan konjugasi sulfat dari propofol terlihat tidak aktif secara farmakologi, 4-hidroksipropofol memiliki sepertiga aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari dosis yang diekskresikan tidak berubah dalam urine.1,3,19

2.1.6. Farmakodinamik 2.1.6.1 Sistem saraf pusat

Seperti barbiturat, propofol berikatan dengan reseptor GABAA tetapi juga bekerja dengan mekanisme kerja yang melibatkan variasi reseptor protein yang lain. Mempunyai efek serebral berupa sedasi.4 Propofol mengurangi laju metabolik otak untuk oksigen (CMRO2), aliran darah ke otak (CBF), dan tekanan intrakranial (ICP). Pemberian propofol untuk menghasilkan sedasi pada pasien dengan SOL (space occupying lesion) intrakranial tidak meningkatkan ICP. Autoregulasi serebrovaskular sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah sistemik dan reaktivitas aliran darah ke otak untuk merubah PaCO2 tidak dipengaruhi oleh propofol. Dalam hal ini kecepatan aliran darah ke otak akan berubah seiring dengan perubahan pada PaCO2 dengan adanya propofol dan midazolam.19


(27)

2.1.6.2Sistem kardiovaskular

Propofol menghasilkan penurunan tekanan darah sistemik yang lebih besar dibandingkan dosis tiopental pada saat induksi. Pada keadaan dimana tidak ada gangguan kardiovaskuler. Penurunan tekanan darah ini berhubungan dengan perubahan curah jantung dan resistensi vaskular sistemik. Hal ini berhubungan dengan relaksasi otot polos vaskular yang dihasilkan oleh propofol karena adanya hambatan aktivitas saraf simpatis vasokonstriktor. Efek inotropik negatif dari propofol dapat dihasilkan dari penurunan kalsium intraselular akibat hambatan influks kalsium trans sarkolema. Efek tekanan darah akibat propofol dapat diperburuk pada pasien hipovolemi, pasien lanjut usia dan pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri yang berkaitan dengan penyakit arteri koroner. Propofol mendepresi refleks baroreseptor kontrol denyut jantung. Bradikardi dan asistol juga telah diamati setelah induksi anestesia dengan propofol, meskipun telah diberikan profilaksis antikolinergik.19

2.1.7. Nyeri lokal penyuntikan propofol

Nyeri penyuntikan beberapa obat sedasi dan hipnotik disebabkan oleh karena formulasi nonfisiologi osmolaliti atau nilai pH. Larutan dengan osmolalitas > 1,0 osmol kg -1 dan larutan asidik dan alkalin dapat menyebabkan nyeri pada nilai pH < 4 atau > 11.29 Formulasi generik propofol mempunyai nilai pH yang rendah 6-8,5 hampir isotonis dan nonhiperosmolar, sehingga teori mengenai pH propofol bukan merupakan penyebab nyerinya.6 Penyuntikan propofol intravena menyebabkan rasa sakit di tempat suntikan, kejadian bervariasi dari kurang dari 10% pada fossa antecubital sampai 90% di bagian belakang tangan.4 Ukuran vena merupakan faktor yang berpengaruh terhadap nyeri ini. Nyeri berkurang jika penyuntikan di vena antecubital fossa. Hal ini dikarenakan efek iritasi penyuntikan propofol dengan konsentrasi yang tinggi pada bagian dinding vena yang sensitif. Nyeri sering dilaporkan berat atau bahkan tidak tertahankan.6 Tingginya angka kejadian nyeri pada saat penyuntikan adalah kerugian yang relevan secara klinis khususnya yang berkaitan dengan formula LCT tradisional. Kejadian trombosis atau plebitis setelah kanulasi intravaskular dianggap kurang dari 1%.4


(28)

Isu bermasalah nyeri pada penyuntikan ini masih tetap dan belum pernah diberantas secara konsisten. Mekanisme yang tepat dari nyeri ini tidak diketahui. Rasa sakit vaskular langsung pada injeksi propofol dikaitkan dengan efek iritasi langsung obat oleh stimulasi reseptor vena nosisepsi atau ujung saraf bebas dengan transmisi impuls saraf pusat tipis, serat mielin A-delta.6,18 Efek ini mungkin berhubungan terutama dengan konsentrasi bebas dari propofol. Obat bebas dalam lipid dan 90% fase air emulsi propofol yang tersedia (lihat tabel 2.1) dianggap terkait dengan sebagian besar rasa sakit di tempat suntikan intravena.11,18 Rasa sakit yang terlambat dari penyuntikan propofol memiliki onset 10-20 detikdan mungkin dimediasi oleh mekanisme lain.6 Dengan aksi yang tidak langsung pada endotelium, propofol diyakini melepaskan aktivasi bradikinin dengan mengaktivasi sistem kallikrein-kinin, yang akan merangsang dilatasi dan hiperpermiabilitas vena, sehingga mungkin mempromosikan kontak antara propofol bebas dan ujung saraf bebas dalam dinding pembuluh darah, yang mengakibatkan rasa sakit. Ditemukan konsentrasi bradikinin lebih tinggi secara signifikan ditemukan dalam darah ketika dicampur dengan propofol LCT dan MCT / LCT dibandingkan dalam darah ketika dicampur dengan garam, lebih lanjut menunjukkan bahwa bradikinin terlibat dalam induksi nyeri di tempat suntikan propofol. 4

Selain faktor konsentrasi bebas dari propofol juga telah diduga untuk mempengaruhi kejadian dan intensitas nyeri pada tempat suntikan propofol. Faktor-faktor tersebut meliputi usia pasien, tempat injeksi termasuk ukuran vena, suhu dan pH formula, interaksi formula dengan pelumas di dalam jarum suntik plastik, pencampuran formula dengan darah, filtrasi rumus, kecepatan injeksi dan infus cairan pembawa. Teknik yang berguna secara klinis diusulkan untuk mengurangi rasa sakit propofol diinduksi terutama mengacu pada modifikasi komposisi obat (Tabel 2.1) dan teknik administrasi selain seiring penggunaan obat lain. Namun, mengurangi pH atau meningkatkan suhu formula berbeda dengan pencampuran dengan lidokain atau pendinginan telah dilaporkan untuk mengurangi konsentrasi propofol bebas dalam formula.30


(29)

2.2. Induksi anestesi

Induksi anestesi adalah pemberian obat atau kombinasi obat pada saat dimulainya anestesi yang menyebabkan suatu stadium anestesi umum atau suatu fase dimana pasien melewati dari sadar menjadi tidak sadar. Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi yang dapat dilakukan dengan penyuntikan agen induksi secara intramuskular, intranasal, intravena ataupun dengan agen inhalasi. Idealnya induksi harus berjalan dengan lembut dan cepat, ditandai dengan hilangnya kesadaran. Keadaan ini dinilai dengan tidak adanya respon suara dan hilangnya reflek bulu mata dan hemodinamik tetap stabil.31

Dosis induksi dari propofol pada orang yang sehat adalah 1.5 hingga 2.5 mg/kgBB IV, dengan kadar darah 2-6 µg/ml yang menghasilkan ketidaksadaran tergantung pada pengobatan dan pada usia pasien. Onset hipnosis propofol sangat cepat (one arm-brain circulation) dengan durasi hipnosis 5-10 menit. Pasien sadar biasanya terjadi pada konsentrasi propofol plasma 1,0 hingga 1,5 µg/ml.3

2.2.1 Rumatan anestesi

Dosis khusus dari propofol untuk pemeliharan anestesia adalah 100-300 µg/kgBB/menit IV, seringkali dikombinasikan dengan opioid kerja jangka pendek. Anestesia umum menggunakan propofol mempunyai onset yang cepat dan kesadaran yang lebih cepat dengan efek residual yang minimal.19

2.3 Lidokain

Lidokain merupakan obat anestesi golongan amida, selain sebagai obat anestesi lokal lidokain juga digunakan sebagai obat antiaritmia kelas IB karena mampu mencegah depolarisasi pada membran sel melalui penghambatan masuknya ion natrium pada kanal natrium.32


(30)

Gambar 2. Struktur bangun lidokain

Pemakaian lidokain di klinik antara lain sebagai: anestesi lokal, terapi aritmia ventrikuler, mengurangi fasikulasi suksinilkolin dan untuk mengurangi gejolak kardiovaskuler serta menekan batuk pada tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea.32,33

Lidokain terdiri dari satu gugus lipofilik (biasanya merupakan cincin aromatik) yang dihubungkan suatu rantai perantara (jenis amida) dengan gugus yang mudah mengion (amine tersier). Anestesi lokal merupakan basa lemah. Dalam penerapan terapetik, mereka umumnya biasanya dalam bentuk basa tak bermuatan atau sebagai suatu kation. Perbandingan bentuk relatif dari dua bentuk ini ditentukan oleh harga pKa nya dan pH cairan tubuh.34,35

Dosis yang diberikan pada terapi aritmia ventrikuler (takikardi ventrikel) adalah 1-1,5 mg/kgBB bolus intravena kemudian diikuti infus 1-4 mg/kgBB/menit.32,33 Cara ini biasanya menghasilkan kadar dalam plasma 2-6 mg/L, bila tidak diikuti dengan infus, kadar dalam plasma akan menurun dalam 30 menit setelah dosis bolus. Hal ini memerlukan bolus lanjutan 0,5 mg/kgBB. Untuk mengurangi gejolak kardiovaskuler pada tindakan laringoskopi biasanya diberikan dosis 1-2 mg/kgBB bolus intravena sebelum tindakan. Efek ini sebagian disebabkan oleh efek analgesik dan efek anestesi lokal dari lidokain. Sebagai obat anestesi lokal lidokain dapat diberikan dosis 3-4 mg/kgBB, bila ditambahkan adrenalin dosis maksimal mencapai 6 mg/kgBB. Lidokain menyebabkan penurunan tekanan intrakranial (tergantung dosis) yang disebabkan oleh efek


(31)

2.3.1 Farmakodinamik

Sebagai obat antiaritmia kelas IB (penyekat kanal natrium) lidokain dapat menempati reseptornya pada protein kanal sewaktu teraktivasi (fase 0) atau inaktivasi (fase 2), karena pada kedua fase ini afinitas lidokain terhadap reseptornya tinggi sedangkan pada fase istirahat afinitasnya rendah. Bila resptornya ditempati maka ion Na+ tidak dapat masuk ke dalam sel.Lidokain menempati reseptornya dan terlepas selama siklus perubahan konformasi kanal Na+. Kanal sel normal yang dihambat lidokain selama siklus aktivasi-inaktivasi akan cepat terlepas dari reseptornya pada dalam fase istirahat. Sebaliknya kanal yang dalam keadaan depolarisasi kronis yaitu potensial istirahatnya (Vm) lebih positif, bila diberi lidokain (atau penyekat kanal Na+ lainnya) akan pulih lebih lama. Dengan cara demikian, maka lidokain menghambat aktivitas listrik jantung berlebihan pada keadaan misalnya takikardi.33

Pada sistem kardiovaskuler lidokain merupakan stabilisator membran dengan efek elektrofisiologinya meliputi pengurangan durasi aksi potensial, periode refrakter efektif, respon dan otomatisasi membran sistem his-purkinje dan otot ventrikel secara bermakna, tetapi kurang berefek pada atrium.

Sebagai obat anestesi lokal lidokain menstabilisasi membran sel saraf dengan cara mencegah depolarisasi pada membran sel saraf melalui penghambatan masuknya ion natrium. Saluran Na sendiri merupakan reseptor spesifik untuk molekul anestesi lokal. Kemacetan pembukaan saluran Na oleh molekul anestesi lokal sedikit memperbesar hambatan keseluruhan permeabilitas Na+. Kegagalan permeabilitas saluran ion terhadap Na+, memperlambat peningkatan kecepatan depolarisasi sehingga ambang potensial tidak dicapai dan dengan demikian potensial aksi tidak disebarkan.


(32)

Gambar 3. Mekanisme kerja anestesi lokal

Seperti pada gambar 2.3 diatas saluran Na+ ada dalam keadaan diaktivasi-terbuka, tidak diaktivasi tertutup dan istirahat- tertutup selama berbagai fase aksi potensial. Pada membran saraf istirahat, saluran Na+ di distribusi dalam keseimbangan diantara keadaan istirahat–tertutup dan tidak diaktivasi-tertutup. Dengan ikatan yang selektif terhadap saluran Na+ dalam keadaan tidak diaktivasi-tertutup, molekul anestesi lokal menstabilisasi saluran dalam konfigurasi ini dan mencegah perubahan mereka menjadi dalam keadaan istirahat-tertutup dan diaktivasi-terbuka terhadap respon impuls saraf. Saluran Na+ dalam keadaan tidak diaktivasi-tertutup tidak permeable terhadap Na+ sehingga konduksi impuls saraf dalam bentuk penyebaran potensial aksi tidak dapat terjadi. Hal ini diartikan bahwa ikatan obat anestesi lokal pada sisi yang spesifik yang terletak pada bagian sebelah dalam saluran Na+ sebaik penghambatan saluran Na+ dekat pembukaan eksternalnya mempertahankan saluran ini dalam keadaan tidak diaktivasi-tertutup.

Bila konsentrasi yang meningkat dari suatu anestesi lokal diterapkan pada suatu serabut saraf, maka nilai ambang eksitasi akan meningkat, konduksi impuls lambat, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun , amplitude potensial berkurang, dan akhirnya kemampuan untuk membangkitkan potensial aksi akan hilang. Efek progresif ini diakibatkan oleh adanya ikatan antara anestetik lokal dengan saluran ion natrium yang semangkin meningkat. Pada setiap saluran ion, ikatan menghasilkan penghambatan arus ion Na. Apabila arus ion Na dihambat


(33)

tidak terjadi. Pada dosis minimum yang diperlukam untuk menghambat impuls, potensial aksi tidak dipengaruhi secara berarti.36

Lidokain berdifusi menembus membran yang merupakan matriks lipoprotein terdiri dari 90% lemak dan 10% protein masuk ke dalam aksoplasma kemudian memasuki kanal natrium dan berinteraksi dengan reseptor di dalamnya. Lidokain bekerja pada penghambatan transmisi (salah satu rangkaian proses nyeri) yaitu proses penyaluran impuls nyeri melalui serabut A delta dan serabut C tak bermielin dari perifer ke medula spinalis.32

2.3.2 Farmakokinetik

Lidokain efektif bila diberikan intravena. Pada pemberian intravena mula kerja 45-90 detik. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 3-5 menit dan waktu paruh 30-120 menit. Pada pemberian peroral kadar lidokain dalam plasma sangat kecil dan dicapai dalam waktu yang lama.

Lidokain hampir semuanya dimetabolisme dihati menjadi monoethylglycinexylidide melalui proses dealkylation, kemudian diikuti dengan hidrolisis menjadi xylidide. Monoethylglycinexylidide mempunyai aktivitas 80% dari lidokain sebagai antidisritmia, sedangkan xylidide mempunyai aktivitas antidisritmia hanya 10%. Xylidide diekskresi dalam urin sekitar 75% dalam bentuk hydroxy-2,6-dimethylaniline. Lidokain sekitar 50% terikat dengan albumin dalam plasma. Pada penderita payah jantung atau penyakit hati, dosis harus dikurangi karena waktu paruh dan volume distribusi akan memanjang.32

2.3.3 Efek terhadap diameter serabut

Anestesi lokal terutama menghambat serabut-serabut kecil, karena jarak dimana serabut-serabut ini dapat melakukan penyebaran impuls elektrik lebih pendek. Selama permulaan anestesi lokal, dimana saat bagian saraf yang pendek dihambat, serabut-serabut saraf yang berdiameter kecil merupakan serabut serabut yang pertama sekali gagal dalam melakukan konduksi. Untuk saraf-saraf yang mempunyai mielin, paling tidak dua atau tiga nodus berturut-turut harus dihambat oleh anestesi lokal untuk menghentikan penyebaran impuls. Semakin tebal serabut saraf, jarak nodus yang mengalami penghambatan cenderung semakin jauh, dan


(34)

hal ini menjelaskan adanya resistensi yang lebih besar dalam penghambatan serabut-serabut saraf besar. Saraf yang bermielin cenderung mengalami penghambatan terlebih dahulu sebelum terjadinya penghambatan terhadap serabut yang tidak bermielin dengan diameter yang sama. Karena hal ini, maka serabut praganglionik B mengalami penghambatan terlebih dahulu sebelum serabut-serabut C yang tidak bermielin yang lebih kecil.49

Panjang minimal serabut saraf yang bermielin harus dibuka dengan konsentrasi obat anestesi lokal yang adekuat untuk terjadinya blokade konduksi impuls saraf. Kedua tipe serabut konduksi (serabut bermielin Aδ dan tidak bemielin C) diblok oleh konsentrasi anestesi lokal yang sama meskipun serabut-serabut tersebut berbeda dalam diameter. Lidokain bekerja pada penghambat transmisi (salah satu rangkaian proses nyeri) yaitu proses penyaluran impuls nyeri melalui serabut Aδ bemielin dan serabut C tak bermielin dari perifer ke medulla spinalis.34

Lidokain juga dipakai dalam intravena regional anestesi (IVRA), dimana tehnik anestesi mengisolasi dari vena di lengan dengan torniquet dari sisa sirkulasi. Menyajikan model yang berguna untuk mempelajari tindakan perifer obat tanpa adanya efek sentral, sama dengan modifikasi Bier blok. Lidokain sebagai anestesi lokal, menyebabkan blok yang reversibel jalur saraf perifer melalui aksi pada rangsangan membran di lengan. Prinsip tempat kerja lidokain pada intravena regional anestesi bergantung pada konsentrasi. Konsentrasi yang rendah bekerja pada ujung saraf sensorik dan saraf kecil, sedangkan konsentrasi yang tinggi bekerja diantara kedua batang saraf dan ujung saraf.37,38

2.3.4 Efek Samping

Lidokain terutama bersifat toksik pada susunan saraf pusat. Efek yang terjadi akibat toksisitas dapat berupa pandangan kabur, mengantuk, disorientasi , agitasi, dan kejang. Kejang berlangsung singkat dan berespon baik dengan pemberian diazepam. Dosis intra vena 2-4 mg/kgbb terhadap kontraktilitas jantung pada manusia minimal.32


(35)

2.4 Natrium Bikarbonat 2.4.1 Farmakologi

Natrium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3. Dalam penyebutannya kerap disebut dengan bicnat. Senyawa ini merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air dengan pH 7,5-9,5.39

Gambar 4. Struktur Kimia Natrium Bikarbonat 2.4.2 Mekanisme kerja

Natrium bikarbonat merupakan zat pengalkali yang memberikan ion karbonat. Dengan adanya ion hidrogen, natrium bikarbonat terpisah dari natrium dan asam karbonat, asam karbonat bergiliran untuk mengambil ion bikarbonat hidrogen dan kemudian menjadi air dan CO2, berfungsi sebagai buffer yang efektif dan alkalinisasi darah seperti persamaan dibawah ini: 39

CO2 + H2O ß> H2CO2 <à H+ + HCO3- 2.4.3 Indikasi

Indikasi pemakaian natrium bikarbonat untuk mengobati asidosis metabolik (hipoksia berat, henti jantung), hiperkalemia, keracunan obat golongan trisiklik dan penobarbital,dan sebagai obat tambahan kenaikan pH anestetik lokal menghasilkan mula kerja yang lebih cepat dengan ditingkatkannya kualitas dan durasi blokade.25,39


(36)

2.4.4 Pengaruh natrium bikarbonat pada anestesi lokal lidokain

Penambahan natrium bikarbonat kedalam lidokain secara signifikan akan meningkatkan pH dari larutan tersebut yang dapat mempengaruhi blok anestesi lokal. Ketika pH ekstraselular meningkat dengan penambahan natrium bikarbonat, terjadi penurunan pH intraselular dengan jalan difusi dari karbondioksida memegang peranan penting dalam merubah blok lokal anestesi dengan jalan penambahan proton intraselular basa bebas lidokain (ion trapping) dan akan meningkatkan konsentrasi gradien dari basa bebas lidokain yang melewati membran plasma. Dengan penambahan ion natrium bikarbonat mungkin menurunkan konduksi saraf secara non spesifik dan mempunyai efek anestesi lokal langsung yang berikatan terhadap kanal natrium.40

Anestetik lokal yang sering digunakan umumnya mengandung asam tersier dan sekunder, oleh karena itu tergantung dari pKa dan pH larutan akan terbentuk amin tersier atau sekunder yang tidak bermuatan listrik. Dalam rangka meningkatkan jumlah basa kelarutan dalam lemak lidokain yang dibutuhkan untuk melewati membran saraf, bentuk basa lidokain akan meningkat dengan peningkatan pH dari larutan lidokain tersebut mendekati nilai pKa nya.41

Lidokain yang biasa digunakan mempunyai pKa 7,9 dengan pH berkisar 6,5 (5,0 sampai 7,0) sehingga pada pH jaringan tubuh hanya didapatkan 5-20% dalam bentuk basa bebas.38,42 Bagian ini walaupun kecil sangat penting, karena untuk mencapai tempat kerjanya obat harus berdifusi melalui jaringan penyambung dan membran sel lain, dan hal ini hanya mungkin terjadi dengan bentuk amin yang tidak bermuatan listrik. Penambahan natrium bikarbonat kedalam lidokain memperpendek mula kerja dari blokade saraf, mempertahankan kedalaman blokade sensorik dan motorik, dan meningkatkan blokade epidural. Kenaikan pH anestetik lokal menghasilkan mula kerja yang lebih cepat dengan ditingkatkannya kualitas dan durasi blokade, dengan menambah natrium bikarbonat kedalam lidokain akan meningkatan konsentrasi bentuk nonionisasi obat sekitar 17%-33%,sehingga lebih banyak obat yang tersedia untuk melewati membran lemak sel saraf untuk menghasilkan difusi intraneural yang lebih


(37)

barier seluler lemak sehingga akan mempercepat mula kerja dari blokade saraf perifer dan blokade epidural menjadi 3 sampai 5 menit.38 Dosis natrium bikarbonat yang digunakan yaitu 1 ml natrium bikarbonat (1mEq/ml) ditambahkan tiap 10 ml obat anestesi lokal menjadi konsentrasi 0,1 mEq/ml.25,26

Penyuntikan intravena obat anestesi lokal kedalam ekstremitas yang terisolasi dari sistem sirkulasi yang diistirahatkan oleh torniquet yang menghasilkan onset anestesi dan relaksasi otot rangka yang cepat (Bier block/ intravena regional anestesi). Durasi anestesi tidak tergantung dari spesifik anestesi lokal dan ditentukan oleh berapa lama torniquet tetap dikembangkan. Mekanisme lokal anestesi menghasilkan anestesi regional intravena (IVRA) Masih belum diketahui, tetapi diduga sebagai aksi obat tersebut pada ujung saraf serta batang saraf. Sensasi normal dan otot rangka akan kembali dengan cepat pada saat pelepasan torniquet, yang akan membuat aliran darah mengencerkan konsentrasi dari anestesi lokal. Lidokain merupakan obat paling sering digunakan untuk tehnik IVRA.38

2.5 Nyeri

2.5.1 Defenisi Nyeri

Menurut “The International Association for the Study of Pain” mendefinisikan nyeri sebagai sebuah perasaan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang sebenarnya (actual tissue damage) sebagai nyeri akut (pain with nociception) atau potensial untuk merusak jaringan (nyeri fisiologis), yang fungsinya untuk membangkitkan reflek penghindar (withdrawal reflex). Definisi ini dikenali dengan saling mempengaruhi objektifitas, aspek fisiologis sensori nyeri dan subjektifitasnya, emosional, dan komponen-komponen psikologi. Respon terhadap nyeri sangat beragam diantara individu. Antara kerusakan jaringan sebagai sumber rangsang nyeri, sampai dirasakan sebagai persepsi nyeri, terdapat suatu rangkaian proses elektrofisiologis yang secara kolektif disebut nosisepsi.

Pada sebagian besar pasien, sensasi nyeri yang ditimbulkan oleh suatu cedera atau rangsangan yang cukup kuat untuk berpotensi mencederai. Pada kasus cedera atau berpotensi mencederai, nyeri memiliki fungsi protektif, memicu


(38)

respon terhadap stress berupa penarikan, melarikan diri, atau immobilisasi bagian tubuh (misalnya, menarik jari tangan dari rangsang sakit). Namun, apabila fungsi protektif ini sudah selesai, nyeri yang berlanjut dapat memperlemah pasien, kerena sering disertai oleh suatu respon stres berupa meningkatnya rasa cemas, denyut jantung, tekanan darah dan frekuensi pernafasan.43

2.5.2 Nosiseptor

Nosiseptor adalah saraf aferen primer untuk menerima dan menyalurkan rangsangan nyeri. Ujung-ujung saraf bebas nosiseptor berfungsi sebagai reseptor yang peka terhadap rangsangan mekanis, suhu listrik atau kimiawi yang menimbulkan nyeri. Distribusi nosiseptor bervariasi di seluruh tubuh, dengan jumlah terbesar terdapat di kulit. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksious yang diperantarai nosiseptor. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui spinalis, batang otak, thalamus, dan korteks cerebri.9,43

Saraf perifer terdiri dari tiga akson tipe neural yang berlainan: neuron aferen atau sensorik primer, neuron motorik, dan neuron pascaganglionik simpatis. Serat pascaganglionik simpatis dan motorik adalah serat eferen membawa impuls dari medula spinalis ke jaringan dan organ efektor. Badan sel dari neuron aferen primer terletak di akar dorsal (posterior) saraf spinalis. Serat serat aferen primer diklasifikasikan berdasarkan ukuran derajat mielinisasi dan kecepatan hantaran. Tipe A (alfa, beta, gamma, delta) dan tipe C. Ada dua saraf yang peka terhadap stimulus noksius yakni serabut saraf A-delta yang bermielin tipis (konduksi cepat) dan serabut saraf yang tidak bermielin (konduksi lambat). Walaupun keduanya peka terhadap rangsang noksius, namun keduanya memiliki perbedaan baik reseptor maupun neurotransmiter yang dilepaskan pada presinaps dikornu posterior. Reseptor (nosiseptor) serabut A delta hanya peka terhadap stimulus mekanik dan termal, sedangkan serabut C peka terhadap berbagai stimulus noksius meliputi mekanik, termal dan kimiawi. Oleh karena itu reseptor serabut C disebut juga polymodal nociceptors. Demikian pula neurotransmiter yang dilepaskan oleh serabut A-delta dipresinaps adalah asam glutamat,


(39)

paska bedah. Selama pembedahan trauma bedah merupakan stimulus noksius yang akan diterima dan dihantar oleh kedua saraf tersebut, sedangkan paska bedah (proses inflamasi) merupakan rangsang noksius yang hanya diterima dan dihantarkan oleh serabut C. Dengan kata lain nyeri paska bedah akan didominan oleh serabut C.43,44

2.5.3 Mekanisme Nyeri43

Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri, terdapat empat proses tersendiri. Perjalanan dari nyeri termasuk proses neurofisiologis yang komplek yang merefleksikan 4 komponen yaitu tranduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.

A. Transduksi

Merupakan fase pertama dari stimulus noksius yang ditransformasikan menjadi impuls berupa suatu aktifitas elektrik pada ujung bebas saraf sensorik.

B. Transmisi

Penghantaran impuls elektrik ke sistem saraf pusat, dengan koneksi utama saraf ini berada di dorsal horn dari spinal cord dan talamus dengan proyeksi ke cingulat, insular dan somatosensori korteks.

C. Modulasi

Proses perubahan transmisi nyeri. Seperti inhibisi dan eksitasi mekanisme modulasi nyeri impulsnya ditransmisikan di sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.

D. Persespsi

Persepsi nyeri terjadi di talamus, dengan bagian korteks berperan penting dalam membedakan pengalaman sensorik spesifik.

2.5.4. Fisiologi sistem saraf pusat

Trasnmisi nyeri dari nosiseptor perifer ke spinal cord dan struktur yang lebih tinggi dari sistem saraf pusat adsalah proses dinamik yang meliputi beberapa jalur, reseptor, neurotransmiter dan second messenger. Fungsi dorsal horn sebagai pusat penyampaian nosiseptif dan aktivitas sensorik lainnya.43


(40)

Serat-serat afferen primer dengan badan selnya pada dorsal root ganglion, berhubungan dengan sel neuron kedua, yang berlokasi di dorsal horn dari batang otak. Serat-serat afferen dan nosiseptor perifer masuk ke batang otak di dorsal root dan naik atau turun beberapa segmen di traktus lissauer sebelum bersinap di dorsal horn.

Dorsal horn terdiri dari enam lamina. Lamina I dan II tempat terahir afferen serat C dan dua lamina ini disebut subtansia gelatinosa penting untuk integrasi modulasi informasi nosisepsi yang masuk. Lamina V adalah second-order wide dynamic range (WDR) dan saraf-saraf nosiseptif spesifik (NS) yang menerima input dari saraf-saraf nosiseptif dan nonnosiseptif. Saraf-saraf NS hanya merespon stimulus noksius pada daerah perifer, dimana saraf-saraf WDR merespon terhadap stimulus yang tidak berbahaya dan noksius.

Dorsal horn dan lamina-laminanya bekerja sebagai tempat penerimaan untuk aktifitas yang dimulai pada saat potensial aksi datang dari perifer dari saraf-saraf afferen primer. Saraf-saraf-saraf afferen primer ini berakhir di dorsal horn dan bersinap dengan saraf-saraf afferen sekunder. Saraf sekunder ini bekerja sebagai sel gerbang yang menyediakan modulasi awal dari potensial aksi di dorsal horn. Dua kelas utama dari neurotransmiter yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif afferent primer di dorsal horn-excitatory amino acid adalah glutamat dan peptida neuron seperti substan P.43

Secara umum, ada dua cara bagaimana sensasi nosiseptif dapat mencapai susunan saraf pusat, yaitu melalui traktus neospinotalamik untuk nyeri cepat-spontan dan traktus paleospinotalamik untuk nyeri lambat.

Pada traktus neospinotalamik, nyeri secara cepat bertransmisi melalui serabut A-delta dan kemudian berujung pada kornu dorsalis di medulla spinalis dan kemudian bersinap ke dendrit pada neospinotalamik melalui bantuan suatu neurotransmiter. Akson dari neuron ini menuju ke otak dan menyeberang ke sisi lain melalui komisura alba anterior, naik ke atas dengan kolumna anterolateral yang kontralateral. Serabut ini kemudian akan berakhir pada kompleks ventrobasal pada talamus dan bersinapsis dengan dendrit pada korteks


(41)

Pada traktus paleospinotalamik, nyeri lambat dihantarkan oleh serabut C ke lamina II dan III dari kornu dorsalis. Impuls kemudian dibawa oleh serabut saraf yang berakhir pada lamina V, juga pada kornu dorsalis, bersinap dengan neuron yang bergabung dengan serabut dari jalur cepat, menyebrangi sisi berlawanan melalui kommisura alba anterior dan naik keatas melalui jalur anterolateral. Neuron ini kemudian berakhir dalam batang otak, dengan sepersepuluh serabut berhenti di talamus dan yang lainnya pada medulla, pons, dan substansia grisea sentralis dari tectum mesencephalon.

Setelah meninggalkan dorsal horn dan naik melalui traktus spinotalamik dan jalur-jalur nyeri lainnya, potensial aksi nosiseptif sampai ke pusat otak yang lebih tinggi (reticular formation, midbrain , hipotalamus, korteks serebri). Setiap area otak berperan dalam perkembangaan terjadinya nyeri dan reaksi terhadap nyeri tersebut. Area ini akan bertindak agar individu tersebut menjadi waspada terhadap nyeri dan bahaya-bahaya yang menyertainya, mengurangi nyeri melalui modulasi nyeri dan mencegah cedera jaringan lebih lanjut. Sebagai tambahan, fungsi autonomik, fungsi motor jalur modulasi desenden dari nyeri memberi respon terhadap hasil aktivitas dari area sentral ini. Sepertinya sistem otak yang banyak dan komplek berperan ketika sinyal nyeri sampai di otak.

Kira-kira tiga perempat sampai sembilan persepuluh dari semua serat sakit akan berakhir di dalam formation retikularis dari medulla oblongata, pons dan mesenphalon. Tempat berakhirnya tipe serabut saraf sakit yang cepat di dalam batang otak dan thalamus. Dari daerah ini, neuron yang tingkatnya lebih tinggi akan menjalarkan sinyal tadi menuju ke talamus, hipotalamus dan daerah-daerah lainnya dalam diencephalon dan serebrum. Sinyal-sinyal yang menuju ke korteks mungkin terutama untuk melokalisasi tempat sakit. Pada tipe serat saraf sakit lambat hampir seluruhnya berakhir pada formatioretikularis. Serat ini akan menghantarkan sensasi seperti terbakar dan dapat membangunkan seseorang dari tidurnya.44,45


(42)

2.5.5 Refleks Penghindar46

Suatu refleks menarik bagian tubuh yang mengalami nyeri atau iritasi untuk menjauhkan diri dari stimulus. Jaras yang dipakai untuk menimbulkan refleks fleksor tidak secara langsung melewati neuron motorik anterior, namun mula-mula berjalan menuju kekumpulan interneuron dan selanjutnya ke neuron motorik. Lingkaran yang terpendek yang memungkinkan adalah lengkungan yang hanya terdiri atas tiga sampai empat neuron dan akan meliputi tipe dasar dari lingkaran berikut yaitu: (1) lingkaran bercabang (diverging circuit) untuk menyebarkan reflek tadi ke otot-otot yang diperlukan untuk menarik diri, (2) lingkaran untuk menghambat otot-otot antagonis, disebut lingkaran penghambat timbal- balik (reciprocal inhibition circuits) dan (3) lingkaran yang menyebabkan after discharge yang berlangsung lama dan beruntun, bahkan dapat timbul walaupun stimulus sudah dihentikan.

2.6 Vena47

Sebuah sistem pengumpulan pembuluh darah kembali dari perifer menuju jantung. Semua pembuluh darah memiliki sejumlah ciri struktural bersama, meskipun pada pembuluh terkecil (kapiler dan venula). Pembuluh darah biasanya terdiri atas lapisan atau tunika.

A. Tunika intima

Tunika intima terdiri atas lapisan sel endotel yang melapisi permukaan dalam pembuluh. Sel endotel datar dan sejajar pembuluh darah untuk mempromosikan otot lamina aliran darah. Dan juga melepaskan zat kimia yang terlibat dalam pembentukan clotting.

B. Tunika media

Tunika media terutama terdiri atas campuran tebal sel otot polos dan elastis berfungsi untuk mengglembung saat jantung memompakan darah ke arteri dan kembali pada saat diastol .

C. Tunika adventisia


(43)

Gambar 5. Penampang vena 2.6.1. Inervasi

Dinding pembuluh darah banyak mengandung persarafan. Akson tak bermielin yang merupakan vasomotor, berasal dari ganglion simpatis yang masuk kedalam tunika adventisia dan berakhir membentuk hubungan dengan sel otot polos tunika media. Serat saraf bermielin, sebagai reseptor atau berfungsi sensoris, berakhir sebagai ujung bebas sensorik terdapat terutama di dalam adventisia. Pada vena ujung saraf ditemukan dalam adventisia dan media, namun keseluruhan luas persarafannya tidak sebanyak yang ada pada arteri.47

2.6.2 Nyeri pada vena

Vena perifer manusia semakin nyeri ketika iritasi oleh tusukan atau penarikan, oleh penyuntikan intravena kontras media atau formulasi obat dengan non fisiologis osmolalitas atau pH, dan juga oleh penyuntikan salin yang dingin.29,48 Vena tangan manusia dipersarafi oleh nosiseptor polimodal, dengan dipersarafi oleh serabut saraf aferen yang bermielin dari A-delta. Penyebab mekanisme nyeri ini merupakan aktivasi langsung dari ujung saraf C nosiseptor. Kedua serabut saraf ini merupakan suatu ujung saraf bebas untuk mendeteksi suatu nyeri.46 Serat saraf A-delta merupakan serat bermielin dengan diameter 2-5 µm, yang berfungsi sebagai deteksi sinyal sakit tajam yang akut, dengan kecepatan konduksi 12-30 m/det. Lokalisasi jelas tetapi tidak dirasakan di jaringan dalam tubuh sebelah dalam. Serat saraf tipe C merupakan serat saraf yang tidak bermielin dengan diameter 0,4-1,2 µm yang berfungsi sebagai penjalaran


(44)

tipe rasa sakit lambat, dengan kecepatan konduksi 0,5-2,3 m/det. Nyeri lambat ini dirasakan satu detik setelah rangsangan yang mengganggu, dan lokalisasi yang kurang jelas dengan kualitas seperti terbakar, berdenyut,atau, pegal. Karena sistem persarafan nyeri yang ganda ini, maka cedera jaringan sering menimbulkan dua sensasi nyeri yang tersendiri nyeri tajam yang lebih awal (disalurkan A-delta) diikuti nyeri tumpul (disalurkan oleh serat nyeri C). Kedua serabut saraf ini akan ditransmisikan ke tingkat medulla spinalis, tingkat otak bagian bawah dan tingkat otak bagian atas atau tingkat korteks.44,45

Gambar 6. Cedera pada lengan 2.6.3 Anatomi inervasi vena, fisiologi vena dan nosiseptor

Data diperoleh dengan mikroskopi elektron menunjukkan bahwa vena dipersarafi oleh serabut saraf sensorik yang sel tubuhnya berlokasi pada dorsal root ganglia pada spinal cord. Serabut sensorik ini berlokasi sepanjang dinding vena dan terbagi menjadi kolateral, yang mempunyai dua tujuan yang memungkinkan. Beberapa kolateral berjalan melalui tunika adventisia dan akhir dinding vena antara sel endotel dan sel-sel otot polos tunika media. Kolateral yang lain mencapai jaringan ikat dari ruang perivenous dimana akan mercabang pada


(45)

merupakan sumber utama transmisi dari nosisepsi aferen signal dihasilkan baik didinding vena itu sendiri dan juga jaringan ikat perivenous.48 Pengalaman klinis telah menunjukkan bahwa rasa sakit asal vena dapat disebabkan oleh rangsangan mekanik seperti penusukan vena dan traksi pada vena atau keberadaan vena kateter, serta rangsangan kimia non fisiologis seperti penyuntikan hiperosmolar salin atau larutan glukosa, penyuntikan larutan asidik (pH < 4), atau larutan alkalin (pH > 11), atau penyuntikan salin dingin pada temperatur (< 20°). Secara eksperimental, sifat nosiseptor vena telah dipelajari pada manusia dengan menerapkan berbagai jenis rangsangan (termal, mekanik, kimia) dalam segmen vena terisolasi (venous occlusion) dan dengan meminta subjek untuk menilai intrensitas sensasi yang dicetuskan oleh stimulus ini (gambar dibawah). Secara bersamaan, penelusuran elektrofisiologi serat saraf yang menginervasi dinding vena direkam pada hewan yang telah bius telah menunjukkan bahwa dua jenis serat saraf aferen berdiameter kecil dapat mengirimkan informasi nosisepsi asal vena : aferen serabut tipe A mielin dan aferen serabut saraf tipe C tidak bermielin.29,48

Gambar 7. Stimulasi Seegmen Vena Terisolasi

Eksperimental set-up untuk mempelajari sensasi menyakitkan yang ditimbulkan oleh stimulasi segmen vena terisolasi manusia. Segmen vena di punggung tangan terletak di antara dua Teflon canulas terisolasi dari sisa sirkulasi oleh dua manset pneumatik

oklusif. Anestesi lokal pada kulit di sekitar vena terisolasi segmen ini memastikan bahwa sensasi diinduksi secara khusus berkaitan dengan aktivasi dari serat aferen


(46)

Model nyeri vena manusia telah menunjukkan bahwa berbagai jenis rangsangan endovenous nonfisiologis, seperti balon dilatasi vena, aplikasi panas atau dingin, stimulus listrik, dan infus garam hiperosmolar menghasilkan sensasi yang menyakitkan, mulai dari batas tertentu, yang kualitasnya adalah sama dengan metode stimulasi yang digunakan, dan yang intensitas meningkat secara eksponensial dengan intensitas stimulus, dan yang benar-benar menghilang setelah penyuntikan anestesi lokal dalam segmen vena yang terisolasi . Hebatnya, kurva sensasi-stimulus (intensitas sensasi rasa sakit sesuai dengan intensitas stimulus diterapkan) adalah superimposable dari satu stimulus yang lain. Hasil ini menunjukkan bahwa rangsangan yang berbeda digunakan mengaktifkan nosiseptor vena yang sama, yang berarti bahwa sebagian besar nosiseptor terletak di dinding vena nosiseptors polimodal. Percobaan ini menunjukkan bahwa mekanik vena balon dilatasi mulai terasa sakit hanya dari saat diameter pembuluh darah mencapai nilai tiga kali lipat dari normal. Jika kita menambah pengamatan ini fakta bahwa pelebaran vena pada umumnya tidak dianggap sebagai menyakitkan ketika diinduksi dengan metode farmakologis seperti aplikasi lokal adenosin, tampak bahwa pelebaran vena, bahkan utama, tidak dengan sendirinya merupakan sumber signifikan dari nyeri subyek normal. Selain itu, painlessness dari fistula arteriovenosa diciptakan untuk tujuan hemodialisis adalah bukti yang mendukung hipotesis ini.48

2.7 Pengukuran Nyeri

Penilaian nyeri pada pasien yang mendapat sedasi sangat sulit dilakukan karena ketidakmampuan melaporkan penilaian nyeri. Pada pasien yang mendapat sedasi biasanya digunakan pengukuran nyeri non verbal. Biasanya digunakan untuk pasien yang mengalami keterbatasan verbal baik karena usia, kognitif, maupun karena berada dibawah pengaruh obat sedasi dan di dalam mesin ventilator. Berdasarkan guidelines yang dikeluarkan AHCPR tahun 1992 menyatakan penggunaan baik fisiologis dan respon tingkah laku terhadap nyeri


(47)

2.7.1 Skala nyeri berdasarkan observasi profesi kesehatan

Profesi kesehatan dapat menilai nyeri dengan observasi. Ada beberapa penilaian skala nyeri yang telah di validitas oleh pelaku profesi kesehatan seperti skala FLACC, behvioral pain scale (BPC). Colorado Behavioral Numerical Pain Scale (CBNPS).49

Skala FLACC50

Skala ini merupakan skala perilaku yang telah dicoba pada anak usia 3-7 tahun. Setiap kategori (Faces, Legs,Activity, Cry, dan Consolability) diberi nilai 0-2 dan dijumlahkan untuk mendapatkan total 0-10.

Tabel 2. Tabel FLACC scale

Kategori Skor

0 1 2

FACE Tidak ada ekspresi

atau tersenyum Terkadang meringis, mengerut dahi, menarik Dagu gemetar secara konstan, clench, rahang mengepal

LEGS Posisi normal atau

rileks Gelisah, tegang

Menendang atau kaki ditarik keatas

ACTIVITY Berbaring tenang,

posisi normal Menggeliut, bolak-balik, tegang Melengkungkan tubuh,kaku, menyentak

CRY Tidak menangis Mengerang,

merintih

Menangis, menjerit

CONSOLABILITY Rileks Sesekali menyentuh,

memeluk, Sulit untuk tenang

Behavioral Pain Scale 51

Penggunaan indikator tingkah laku dan fisiologis untuk menilai nyeri pada pasien dewasa yang tidak responsive, tidak komunikatif telah dikemukakan oleh Payen pada tahun 2001. Payen membandingkan prospektif 30 pasien yang berada dalam mekanikal ventilator yang mendapat sedasi dan analgesi. BPS digunakan untuk menilai rasa nyeri yang dialami pasien pada prosedur yang menyakitkan seperti tracheal suctioning ataupun mobilisasi tubuh. Skala ini sudah divalidasi.


(48)

BPS terdiri dari tiga penilaian, yaitu ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas, dan komplians dengan mesin ventilator. Setiap subskala diskoring dari 1 (tidak ada respon) hingga 4 (respon penuh). Karena itu skor berkisar dari 3 (tidak nyeri) hingga 12 (nyeri maksimal). Skor BPS sama dengan 6 atau lebih dipertimbangkan sebagai nyeri yang tidak dapat diterima (unacceptable pain)

Tabel 3. Skor BPS

Colorado Behavioral Numerical Pain Scale (CBNPS)52

CBNPS dikembangkan dari skala BPS oleh Salmore tahun 2002 untuk menilai nyeri pada pasien yang tersedasi yang menjalani pemeriksaan saluran cerna, baik endoskopi maupun kolonoskopi. Rasa nyeri pasien dinilai dengan skala yang lebih mudah, tanpa harus menggunakan ekspresi verbal. Skala CBNPS dibentuk berdasarkan keadaan yang dinilai sesuai dengan penilaian nyeri oleh Agency of Health Care (USA) tahun 1992. CBNPS menilai tingkah laku yang dideskripsikan dengan skala 0-5, yang berkorelasi dengan peningkatan nyeri. Pada penelitian Salmore juga dikemukakan persamaan skor dalam numerik, dengan nilai 0 tidak ada nyeri hingga 5 yaitu nyeri hebat.


(49)

Tabel 4. Skala CBNPS

Tingkat nyeri berdasarkan CBNPS Skor 0 = tidak nyeri Skor 1 = nyeri ringan Skor 2 = nyeri sedang

Skor ≥3 = nyeri berat (berhubungan dengan perubahan tingkah laku)

Wong Baker Face pain Scale53

Banyak digunakan untuk pasien yang mengalami keterbatasan verbal. Diobservasi kepada pasien mengenai perubahan mimik wajah sesuai rasa sakit.


(50)

2.8 Kerangka teori

PROPOFOL IV

SEGERA

LAMBAT

IRITASI LANGSUNG TUNIKA INTIMA EFEK TERHADAP ENDOTELIUM MENINGKATKAN FORMASI BRADIKININ AKTIVASI KININ KALKIKREIN MENINGKATKAN KONTAK PROPOFOL PADA UJUNG

SARAF

CEDERA JARINGAN

SENSITASI NOSISEPTOR VENA

TRANSDUKSI Muncul potensial aksi dari

stimulus khemis

TRANSMISI Penjalaran dari potensial aksi dari

perifer ke sentral

MODULASI Modulasi potensial aksi dari

eferen di medula spinalis PERSEPSI

Fenomena kimiawi dan psikologik kompleks ekspresin nyeri (perubahan perilaku : keluhan,

komplain, rintihan, ekspresi wajah) L I D O K A I


(51)

2.9 Kerangka Konsep

Keterangan :

CNBPS : Colorado Behavioral Numerical Pain Scale

; variabel bebas

: variabel tergantung

PROPOFOL IV

Skala Nyeri CBNPS

Nyeri injeksi

propofol

Lidokain 40 mg Lidokain 40 mg + Bicnat

Ø Pencetus kaskade kinin

Ø Stimulasi nosiseptor reseptor pada ujung saraf di tunika intima dan media vena

Ø pH dan konsentrasi

v Stabilisasi membran endotel pembuluh darah

v Dilatasi vena karena blok simpatis

v Cegah vasospasme dan iritasi pembuluh darah

v Menstabilkan aliran kinin

v Meningkatkan fraksi non ionisasi lidokain

v Meningkatkan akselerasi difusi intraneural

v Meningkatkan akselerasi penetrasi ke jaringan ikat saraf

v Kerja cepat dan meningkatkan kualitas bloksade

+

Nyeri injeksi

propofol


(52)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Desain

Penelitian ini menggunakan uji klinis acak tersamar ganda, untuk mengetahui perbedaan efek penambahan natrium bikarbonat 1 mEq kedalam lidokain 40 mg iv dibandingkan dengan lidokain 40 mg iv sendiri dalam mengurangi nyeri sewaktu induksi propofol 2 mg/kgBB.

3.2 Tempat dan Waktu Tempat

Kamar Bedah Instalasi Bedah Pusat RSUP. HAM Medan

Waktu

Nopember 2013 – Januari 2014

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi

Populasi adalah pasien yang menjalani pembedahan Elektif dengan anestesi umum intubasi di RSUP HAM Medan

Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari populasi penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah dihitung secara statistik, seluruh sampel di bagi menjadi dua kelompok yaitu :

a. Kelompok A menerima lidokain 40 mg (2 mL lidokain 2%) + 8 mL NaCL 0,9% IV = jadi larutan dalam spuit 10 ml

b. Kelompok B menerima lidokain 40 mg (2 mL lidokain 2%) + 1 mEq natrium bikarbonat 1 mL + 7 mL NaCL 0,9% IV = jadi larutan dalam spuit 10 ml


(53)

3.4 Kriteria inklusi dan ekslusi 1. Kriteria Inklusi

1. Bersedia ikut dalam penelitian

2. Pasien status fisik ASA 1 dan 2 yang menjalani pembedahan elektif dengan anestesi umum intubasi

3. Usia 15 - 65 thn

4. Tidak ada riwayat alergi obat penelitian 5. Infus dipasang pada punggung tangan 6. Berat badan sesuai BMI (18,5-29,9 kg/m2)

2. Kriteria eksklusi

1. Pasien dengan nyeri kronik

2. Luka pada daerah lengan yang dipasang iv line

3. Pasien dengan kontra indikasi obat yang akan diberikan

3. Kriteria drop out

1. Terjadi reaksi alergi pada saat penyuntikan obat yang akan diteliti 2. Terjadi radang pada vena saat penyuntikan obat yang akan diteliti

3.5 Estimasi Besar Sampel

Estimasi besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

n1 = n2= [Z(1-α/2) 2P (1-P) +Z(1-β) P1(1-P1)+P2(1-P2)] 2

(P1 –P2)2

n = besar sampel minimum

Z(1-α/2) = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α = 5% à 1,65 Z(1-β) = nilai distribusi normal baku (table Z) pada β =20 % à0,84 P = rata – rata P1 dan P2 (0,55)


(1)

Langkah langkah Randomisasi 1. Tentukan sekuen pengobatan

Nomor sekuen Nomor sekuen Nomor sekuen Nomor sekuen 00-04 AAABBB 25-29 ABABAB 50-54 BAAABB 75-79 BABBAA 05-09 AABABB 30-34 ABABBA 55-59 BAABAB 80-84 BBAAAB 10-14 AABBAB 35-39 ABBAAB 60-64 BAABBB 85-89 BBAABA 15-19 AABBBA 40-44 ABBABA 65-69 BABAAB 90-94 BBABAA 20-24 ABAABB 45-49 ABBBAA 70-74 BABABA 95-99 BBBAAA

2. Dengan mata tertutup dengan menjatuhkan pena pada kertas random, ujung pena merupakan angka mulai urutan. Angka yang terpilih adalah 25, lalu pilih 19 angka dengan dua digit kebawah dari angka 25 tersebut. Angka 19 diperoleh dari besar sampel dibagi jumlah blok ( 110 / 6 = 18,3 ≈ 19), Kesembilan belas angka tersebut adalah :

84,30,14,51,01,50,24,06,10,01,09,83,27,92,35,25,52,57,56.

3. Sesuaikan sekuens pada angka yang terpilih dari tahap 3, sebagai berikut :

(84) (30) (14) (51) (01)

BBAAAB ABABBA AABBAB BAAABB AAABBB

(50) (24) (06) (10) (01)

BAAABB ABAABB AABABB AABBAB AAABBB


(2)

78

4. Susun sekuens sesuai dengan nomor amplop

1 = B 11 = B 21 = A 31 = B 41 = B 51 = B 2 = B 12 = A 22 = A 32 = A 42 = B 52 = B 3 = A 13 = A 23 = B 33 = A 43 = A 53 = A 4 = A 14 = A 24 = B 34 = A 44 = A 54 = B 5 = A 15 = B 25 = A 35 = B 45 = B 55 = A 6 = B 16 = B 26 = A 36 = B 46 = A 56 = A 7 = A 17 = A 27 = A 37 = A 47 = B 57 = A 8 = B 18 = B 28 = B 38 = B 48 = B 58 = B 9 = A 19 = B 29 = B 39 = A 49 = A 59 = B 10 = B 20 = A 30 = B 40 = A 50 = A 60 = B

61 = A 71 = A 81 = A 91= A 101 = B 62 = A 72 = B 82 = B 92= B 102 = B 63 = B 73 = A 83 = A 93 = A 103 = B 64 = A 74 = B 84 = A 94 = B 104 = A 65 = B 75 = A 85 = A 95 = A 105 = A 66 = B 76 = B 86 = B 96 = B 106 = B 67 = B 77 = A 87 = B 97 = B 107 = A 68 = B 78 = B 88 = A 98 = A 108 = B 69 = A 79 = B 89 = A 99 = A 109 = B 70 = A 80 = B 90 = B 100= A 110 = A


(3)

LAMPIRAN 8


(4)

80 LAMPIRAN 9


(5)

(6)

82 Universitas Sumatera Utara


Dokumen yang terkait

Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena Ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq Dengan Ketamin 100 μg/kgBB Intravena Dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol

3 86 89

Efek Penambahan Natrium Bikarbonat 1 mEq Kedalam Lidokain 40 Mg Intravena Dibandingkan Dengan Lidokain 40 Mg Intravena Untuk Mengurangi Nyeri Pada Saat Induksi Propofol MCT/LCT

1 74 97

Efek Penambahan Natrium Bikarbonat 1 mEq Kedalam Lidokain 40 MG Intravena Dibandingkan Dengan Lidokain 40 MG Intravena Untuk Mengurangi Nyeri Pada Saat Induksi Propofol MCT/LCT

1 46 97

Perbandingan Obat Kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 Mg dan ketamin 40 Mg Dalam Mengurangi Nyeri Tenggorok Dan Suara Serak Akibat Intubasi Endotrakeal

3 60 112

Perbandingan Efek Inflasi Cuff Dengan Lidokain HCl 2% 6 CC + Natrium Bikarbonat 7,5% 0,6 CC Dengan Lidokain HCl 1,5 Mg/Kg BB Intravena Terhadap Kejadian Batuk Dan Hemodinamik Sebelum Dan Sesudah Ekstubasi Pada Anestesia Umum

0 40 96

Perbandingan Pengaruh Pemberian Fentanil 1 µg/kgBB Dengan Lidokain 2% 1 mg/kgBB Intravena Terhadap Respon Hemodinamik Pada Tindakan Ekstubasi

3 85 94

Perbandingan Efektivitas Lidokain 40 Mg IV Dengan 60 Mg IV Untuk Mencegah Nyeri Akibat Penyuntikan Rokuronium 1 Mg /Kg IV Pada Pembedahan Elektif Di RSUP. H. Adam Malik Medan

1 67 59

Efek Ketorolak 30 Mg Intravena Sebagai Preemptive Analgesia Pada Operasi

0 0 51

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propofol - Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena Ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq Dengan Ketamin 100 μg/kgBB Intravena Dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol

0 0 25

Perbandingan Obat Kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 Mg dan ketamin 40 Mg Dalam Mengurangi Nyeri Tenggorok Dan Suara Serak Akibat Intubasi Endotrakeal

0 3 17