Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena Ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq Dengan Ketamin 100 μg/kgBB Intravena Dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol

(1)

PERBANDINGAN PRETREATMENT LIDOKAIN 40 mg INTRAVENA

DITAMBAH NATRIUM BIKARBONAT 1 mEq DENGAN

KETAMIN 100 µg/kgBB INTRAVENA

DALAM MENGURANGI NYERI INDUKSI PROPOFOL

TESIS

FADLI ARMI LUBIS 097114010


(2)

PERBANDINGAN PRETREATMENT LIDOKAIN 40 mg INTRAVENA

DITAMBAH NATRIUM BIKARBONAT 1 mEq DENGAN

KETAMIN 100 µg/kgBB INTRAVENA

DALAM MENGURANGI NYERI INDUKSI PROPOFOL

TESIS

Oleh : Fadli Armi Lubis

Nim : 097114010

Pembimbing I : Dr. dr. Nazarudin Umar, Sp.An, KNA Pembimbing II : dr. Syamsul Bahri Siregar, Sp.An

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif / M.Ked (An) pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PROGRAM MAGISTER KLINIK–SPESIALIS

DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP. H. ADAM MALIK


(3)

Telah diuji pada

Tanggal : 16 Januari 2015 Penguji Tesis :

Ketua Departemen / SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU – RSUP. H. Adam Malik Medan

Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An, KIC, KAO

Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU – RSUP. H. Adam Malik Medan

dr. Hasanul Arifin, Sp.An, KAP, KIC Penguji I

dr. Chairul M. Mursin, Sp.An, KAO

Penguji III

dr. Hasanul Arifin, Sp.An, KAP, KIC NIP. 19510423 197902 1 003

Penguji II

Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An, KIC, KAO NIP. 19520826 198102 1 001


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PERBANDINGAN PRETREATMENT LIDOKAIN 40 mg

INTRAVENA DITAMBAH NATRIUM BIKARBONAT 1 mEq DENGAN KETAMIN 100 µg/KgBB INTRAVENA DALAM MENGURANGI NYERI INDUKSI PROPOFOL

Nama : Fadli Armi Lubis

NIM : 097114010

Program : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Anestesiologi dan Terapi Intensif Menyetujui:

Komisi Pembimbing Pembimbing I

Dr. dr. Nazaruddin Umar, SpAn, KNA NIP : 19510712 198103 1 002

Pembimbing II

dr. Syamsul Bahri Siregar, SpAn NIP : 19500614 198206 1 001

Sekretaris Program Studi

Program Magister Kedokteran Klinik FK USU

dr. Murniati Manik, M.Sc, Sp.KK, Sp.GK

Dekan

Fakultas Kedokteran USU


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillahirabbil’aalamin saya sampaikan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar spesialis dalam bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik Medan.

Saya menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna baik isi maupun bahasanya, namun demikian saya berharap bahwa tulisan ini dapat menambah perbendaharaan bacaan tentang Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq dengan Ketamin 100 µg/KgBB dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, perkenankan saya menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Spesialis di Fakultas Kedokteran ini.

Direktur RSUP. Haji Adam Malik, Direktur RSUD dr. Pirngadi, Direktur RSU Haji Mina, dan Direktur RSU Rumkit DAM I BB Medan, yang telah mengizinkan dan memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar, bekerja dan melakukan penelitian di lingkungan rumah sakit ini.

Yang terhormat Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An. KIC. KAO sebagai Kepala Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU/RSUP H. Adam Malik, dr. Hasanul Arifin, Sp.An. KAP. KIC sebagai Ketua Program Studi


(6)

Anestesiologi dan Terapi Intensif yang telah banyak memberi petunjuk, pengarahan serta nasehat dan keikhlasan telah mendidik selama saya menjalani program ini sebagai guru bahkan orangtua, selama saya mengikuti pendidikan di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

Dengan penuh rasa hormat, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. dr. Nazaruddin Umar, Sp.An.KNA dan dr. Syamsul B. S, Sp.An, sebagai pembimbing tesis saya, dimana telah banyak memberikan petunjuk, perhatian serta bimbingan sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya.

Dengan penuh rasa hormat, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada guru-guru saya di jajaran Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan, saya mengucapkan rasa terima kasih yang tidak terhingga, dr. A. Sani P. Nasution, Sp.An. KIC ; dr. Chairul M. Mursin, Sp.An. KAO ; Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An. KIC. KAO ; dr. Hasanul Arifin, Sp.An. KAP. KIC ; DR. dr. Nazaruddin Umar, Sp.An. KNA ; dr. Akhyar H Nasution, Sp.An. KAKV ; dr. Asmin Lubis, DAF, Sp.An. KAP. KMN ; dr. Ade Veronica HY, Sp.An. KIC ; dr. Soejat Harto, Sp.An. KAP ; dr. Yutu Solihat, Sp.An. KAKV ; Alm. dr. Muhammad AR, Sp.An. KNA ; dr. Syamsul Bahri Siregar, Sp.An ; dr. Tumbur, Sp.An ; dr. Nugroho Kunto Subagio, Sp.An ; dr. Dadik W. Wijaya, Sp.An ; dr. M. Ihsan, Sp.An. KMN ; dr. Guido M. Solihin, Sp.An, KAKV ; dr. Qodri F. Tanjung, Sp.An. KAKV ; dr. Rommy F. Nadeak, Sp.An ; dan dr. Rr. Shinta Irina, Sp.An ; yang telah banyak memberikan bimbingan dalam bidang ilmu pengetahuan di Bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif, baik secara teori maupun keterampilan sehingga menimbulkan rasa percaya diri, baik dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya yang kiranya sangat bermanfaat bagi saya di kemudian hari.

Sembah sujud, rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga saya sembahkan kepada kedua orangtua saya yang tercinta, yang mulia Ayahanda H.


(7)

upaya telah mengasuh, membesarkan dan membimbing dengan penuh kasih sayang semenjak kecil hingga saya dewasa agar menjadi anak yang berbakti kepada kedua orangtua, agama, bangsa dan negara. Dengan memanjatkan doa kehadirat Allah SWT ampunilah dosa kedua orangtua saya serta sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi saya semenjak kecil.

Yang terhormat kedua mertua saya, H. Zulpan Arief Ritonga dan Hj. Rosnah Siregar, yang telah memberikan dorongan semangat kepada saya sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan.

Kepada istriku tercinta dr. Gustina Mery Ritonga, dan anakku tersayang Denisya alifiya Gusfa Lubis, Rizky Aldafa Gusfa Lubis dan Daiyana Putri Gusfa Lubis yang selalu menyayangi serta dengan penuh cinta kasih mendampingi saya selama ini. Tiada kata yang lebih indah diucapkan selain ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas pengorbanan, kesabaran, ketabahan dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya, sehingga dengan ridho Allah SWT akhirnya kita sampai pada saat yang berbahagia ini.

Kepada seluruh kerabat dan handai taulan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Yang tercinta dan tersayang teman-teman sejawat peserta pendidikan keahlian Anestesiologi dan Terapi Intensif terutama dr. Rudi Gunawan, Sp.An ; dr. Zulkarnain Bus, Sp.An; dr. Dody Iskandar, Sp.An; dr. Jeffry Awaluddin Pane; dr. Hamonangan Pane; dr. Tasrif Hamdi dan teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan namanya disini, yang telah bersama-sama baik dalam suka maupun duka, saling membantu sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat dengan harapan teman-teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini. Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita semua.

Kepada seluruh paramedis dan pegawai Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam


(8)

Dan saya ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pasien yang secara sukarela berperan serta didalam penelitian ini dan semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu disini.

Akhirnya izinkanlah saya memohon maaf yang setulus-tulusnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga bantuan dan dorongan serta petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Yang Maha Pengasih, Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Amin, Amin Ya Rabbal’alamin.

Medan, Januari 2015 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... Daftar Isi ... Daftar Gambar ... Daftar Tabel ... Daftar Singkatan ... Daftar Lampiran ... Abstrak ... Abstract ... BAB 1. Pendahuluan ...

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1.2. Rumusan Masalah ... 1.3. Hipotesa ... 1.4. Tujuan Penelitian ... 1.5. Manfaat Penelitian ... BAB 2. Tinjauan Pustaka ...

2.1. Propofol ... 2.1.1. Struktur fisik dan kimia ... 2.1.2. Propofol LCT ... 2.1.3. Mekanisme kerja ... 2.1.4. Farmakokinetik ... 2.1.5. Farmakodinamik ... 2.1.6. Nyeri lokal penyuntikan propofol ... 2.2. Lidokain ... 2.2.1. Struktur, rumus bangun ... 2.2.2. Farmakokinetik ... 2.2.3. Mekanisme kerja ... 2.2.4. Toksisitas ... 2.2.4.1 Efek terhadap jantung ...

i v viii ix x xi xii xiii 1 1 5 5 5 6 7 7 7 7 8 8 9 10 11 11 12 12 13 13


(10)

2.3.2 Indikasi ... 15 2.3.3 Pengaruh natrium bikarbonat pada anestesi lokal lidokain ...

2.4. Ketamin ... 2.4.1. Farmakologi ketamin ... 2.4.2. Mekanisme kerja ketamin ... 2.4.3. Preemptive ketamin ... 2.4.4. Efek ketamin pada fungsi organ ... 2.4.5. Penggunaan klinis ketamin ... 2.5. Refleks menghindar ... 2.5.1. Nyeri pada vena ... 2.6. Pengukuran nyeri ... 2.6.1. Skala nyeri berdasarkan observasi profesi kesehatan ... 2.7. Penggunaan torniquet ... 2.8. Kerangka teori ... 2.9. Kerangka konsep ... BAB 3. Metode Penelitian ... 3.1 Desain ... 3.2 Tempat dan Waktu ... 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 3.4 Kriteria inklusi dan ekslusi ... 3.5 Estimasi Besar Sampel ... 3.6 Informed consent ... 3.7 Alat dan Bahan ... 3.8 Cara kerja ... 3.9 Pelaksanaan penelitian ... 3.10 Identifikasi variabel ... 3.11 Rencana manajemen dan analisis data ... 3.12 Definisi operasional ... 3.13 Masalah etika ... 3.14 Alur penelitin ... BAB 4. Hasil Penelitian ...

4.1. Karakteristik Responden Penelitian ...

15 16 17 18 18 19 21 24 24 25 25 29 30 31 32 32 32 32 33 33 34 34 35 36 37 37 38 40 42 43 43


(11)

4.2. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik antara Kelompok A dan

Kelompok B ... 4.3. Perbedaan Skor CBNPS antara kelompok A dan B ... 4.4. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik pada Kelompok A dan B

antara Sebelum dan Sesudah Penyuntikan Propofol ... BAB 5. Pembahasan ... BAB 6. Kesimpulan dan Saran ... Daftar Pustaka ... Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti ... Lampiran 2 Jadwal Tahap Penelitian ... Lampiran 3 Lembaran Penjelasan pada Subjek Penelitian ... Lampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ... Lampiran 5 Lembaran Observasi Pasien ... Lampiran 6 Rencana Anggaran Penelitian ... Lampiran 7 Randomisasi Blok Sampel dan Daftar Sampel ...

45 46

47 51 55 56 60 61 62 65 67 69 70


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rumus bangun propofol ... Gambar 2. Struktur bangun lidokain ... Gambar 3. Struktur bangun ketamin ...

7 11 16


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 FLACC scale ... Tabel 2 Skor BPS ... Tabel 3 Skala CBNPS ... Tabel 4.1. Karakteristik Responden Penelitian ... Tabel 4.2. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik antara Kelompok A dan Kelompok B ... Tabel 4.3. Perbedaan Skor CBNPS antara Kelompok Adan B ... Tabel 4.4. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik pada Kelompok A antara Sebelum dan Sesudah Penyuntikan Propofol ... Tabel 4.5. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik pada Kelompok B antara Sebelum dan Sesudah Penyuntikan Propofol ... Tabel 5.1. Kejadian nyeri antara lidokain 40 mg ditambah natrium

bikarbonat 1 mEq dengan ketamin 100 µg/kgBB ...

7 11 16 44

45 46

48

50


(14)

DAFTAR SINGKATAN

1. dkk : dan kawan kawan

2. LCT : Long Chain Triglycerides 3. MCT : Medium Chain Triglycerides 4. mg/kgBB : milligram per kliogram berat badan 5. µg/kgBB : mikrogram per kilogram berat badan 6. CBNPS : Colorado Behavioral Numeric Pain Scale 7. GABA : Gama Amino Butyric Acid

8. IVRA : Intra Venous Regional Anesthesia 9. NMDA : N Methyl D Aspartate

10.FLACC : Faces Legs Activity Cry Consolability 11.BPS : Behavioral Pain Scale

12.BMI : Body Mass Index 13.EKG : Elektro Kardio Gram 14.mEq : milliequivalent

15.TDS : Tekanan Darah Sistolik 16.TDD : Tekanan Darah Diastolik


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti ... Lampiran 2 Jadwal Tahapan Penelitian ... Lampiran 3 Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian ... Lampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ... Lampiran 5 Lembaran Observasi Pasien ... Lampiran 6 Rencana Anggaran Penelitian ...

60 61 62 65 67 69


(16)

Abstrak

Latar belakang masalah: Nyeri penyuntikan propofol masih ditemukan sekitar 28-90% dengan intensitas ringan sampai berat.Mekanisme yang menimbulkan nyeri ini sebenarnya masih belum jelas. Banyak cara yang dicoba untuk mengurangi nyeri penyuntikan propofol ini termasuk penggunaan lidokain, tourniquet, ketamin dan sebagainya.

Metode: Penelitian saya diikuti oleh sebanyak 96 pasien dengan metode acak tersamar ganda, ASA 1 dan 2, yang dibagi menjadi dua kelompok dalam jumlah yang sama yaitu masing-masing 48 pasien di tiap kelompok. Kelompok A diberikan lidokain 40 mg + natrium bikarbonat 1 ml + dekstrose 5% intravena sedangkan kelompok B diberikan ketamin 100 µ g/kgBB + dekstrose 5% intravena.

Hasil: Skor CBNPS pada kedua kelompok kebanyakan berada pada kategori tidak nyeri, sebanyak 30 orang (62,5%) di kelompok A dan 26 orang ( 54,2%) di kelompok B. Dengan menggunakan uji chi square ditemukan perbedaan yang tidak signifikan untuk skor nyeri (CBNPS) antara kelompok A dan B (p=0,512).

Kesimpulan: Penambahan lidokain 40 mg intravena yang ditambahkan natrium bikarbonat 1 mEq memiliki efektivitas yang sama dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena dalam mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol.


(17)

Abstract

Background: Pain after propofol injection is still found about 28-90% with mild to moderate pain intensity. Mechanism of propofol pain injection actually not fully understood. There is a lot of attempt to minimize propofol pain injection including using lidocaine, tourniquet, ketamine and etc.

Method: This research has been done to 96 patients with double blind randomized study, ASA 1 and 2. These patients were separated into two groups (A and B) each 48 patients. Group A were given lidocaine 40 mg + Sodium Bicarbonat 1 ml + Dexstrose 5% intravenous meanwhile group B were given Ketamine 100 µ g/kg body weight + Dekstrose 5% intravenous.

Results: Based on CBNPS (Colorado Behavioral Numerical Pain Scale) score for two groups A and B classified in no pain category. No pain in group A has 30 patients and group B has 26 patients ( 54,2%). Using chi square test, there is no significance (significance if p < 0,05) difference between two groups (p=0,512). Conclusion: Lidocaine 40 mg added to Sodium Bicarbonat 1 mEq to intravenous has the same effectivity with ketamine 100 µ g/kg body weight intravenous to reduce propofol pain injection.


(18)

Abstrak

Latar belakang masalah: Nyeri penyuntikan propofol masih ditemukan sekitar 28-90% dengan intensitas ringan sampai berat.Mekanisme yang menimbulkan nyeri ini sebenarnya masih belum jelas. Banyak cara yang dicoba untuk mengurangi nyeri penyuntikan propofol ini termasuk penggunaan lidokain, tourniquet, ketamin dan sebagainya.

Metode: Penelitian saya diikuti oleh sebanyak 96 pasien dengan metode acak tersamar ganda, ASA 1 dan 2, yang dibagi menjadi dua kelompok dalam jumlah yang sama yaitu masing-masing 48 pasien di tiap kelompok. Kelompok A diberikan lidokain 40 mg + natrium bikarbonat 1 ml + dekstrose 5% intravena sedangkan kelompok B diberikan ketamin 100 µ g/kgBB + dekstrose 5% intravena.

Hasil: Skor CBNPS pada kedua kelompok kebanyakan berada pada kategori tidak nyeri, sebanyak 30 orang (62,5%) di kelompok A dan 26 orang ( 54,2%) di kelompok B. Dengan menggunakan uji chi square ditemukan perbedaan yang tidak signifikan untuk skor nyeri (CBNPS) antara kelompok A dan B (p=0,512).

Kesimpulan: Penambahan lidokain 40 mg intravena yang ditambahkan natrium bikarbonat 1 mEq memiliki efektivitas yang sama dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena dalam mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol.


(19)

Abstract

Background: Pain after propofol injection is still found about 28-90% with mild to moderate pain intensity. Mechanism of propofol pain injection actually not fully understood. There is a lot of attempt to minimize propofol pain injection including using lidocaine, tourniquet, ketamine and etc.

Method: This research has been done to 96 patients with double blind randomized study, ASA 1 and 2. These patients were separated into two groups (A and B) each 48 patients. Group A were given lidocaine 40 mg + Sodium Bicarbonat 1 ml + Dexstrose 5% intravenous meanwhile group B were given Ketamine 100 µ g/kg body weight + Dekstrose 5% intravenous.

Results: Based on CBNPS (Colorado Behavioral Numerical Pain Scale) score for two groups A and B classified in no pain category. No pain in group A has 30 patients and group B has 26 patients ( 54,2%). Using chi square test, there is no significance (significance if p < 0,05) difference between two groups (p=0,512).

Conclusion: Lidocaine 40 mg added to Sodium Bicarbonat 1 mEq to intravenous has the same effectivity with ketamine 100 µ g/kg body weight intravenous to reduce propofol pain injection.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Propofol adalah obat anestesi yang sering dipakai sebagai induksi anestesi maupun rumatan. Hal ini dikarenakan propofol memiliki mula kerja yang cepat dan lama kerja yang singkat sehingga menjadi pilihan.1 Tetapi, saat ini yang menjadi masalah adalah

nyeri yang ditimbulkan oleh propofol. Propofol dosis induksi menimbulkan nyeri antara 28 sampai 90 % dengan intensitas nyeri yang ringan sampai berat.2,3 Pada

anestesi modern, nyeri penyuntikan propofol menempati urutan ke tujuh pada permasalahan klinis yang paling utama.4 Nyeri yang timbul ini sebaiknya dicegah

karena akan berdampak kepada peningkatan stres respon yang dapat berdampak buruk pada pasien-pasien yang memiliki masalah jantung sebelum operasi.

Sebenarnya mekanisme munculnya nyeri akibat penyuntikan propofol belum jelas. Beberapa cara dan metode dilakukan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya nyeri akibat penyuntikan propofol. Sejumlah cara farmakologis telah dicoba untuk mengurangi nyeri misalnya pretreatment dengan lidokain, ondansetron, ketorolak, nafamostat, ketamin, opioid, nitrogliserin topikal dengan propofol, melarutkan propofol dengan dekstrosa telah digunakan dengan hasil yang bervariasi dan penelitian agen yang ideal untuk mengurangi nyeri injeksi propofol masih berlangsung misalnya dengan menggunakan tourniquet.3,4,5

Tahun 2007 Sundarathiti melakukan penelitian terhadap 110 pasien yang menjalani prosedur operasi obstetri dan ginekologi minor pada anestesi umum intra vena. Hasil penelitian ini didapati insiden nyeri 98,2% pada grup propofol LCT (p<0,001) dan 74,5% pada grup propofol MCT/LCT (p<0,001). Dimana insidensi nyeri ringan 22 orang (40%) dan nyeri sedang sampai berat sebanyak 33 orang (60%) dengan propofol LCT. Disimpulkan bahwa propofol MCT/LCT lebih baik


(21)

dibandingkan propofol-LCT dalam mengurangi nyeri penyuntikan propofol.6 Namun

masih ada insiden nyeri akibat pemberian propofol MCT/LCT dengan insiden 28% sampai 67% dan ini sesuai penelitian yang pernah dilakukan oleh Sethi dan kawan-kawan (2009).6,7

Systematic review dan metaanalysis oleh Jalota tahun 2011 menyimpulkan bahwa metode intervensi yang paling handal dalam mencegah nyeri akibat penyuntikan propofol adalah penyuntikan pada vena fossa antekubiti atau pretreatment lidokain dengan penutupan vena ( occlusion vein ).8 Namun,

pemasangan infus dijalur vena fossa antekubiti tidak lazim dilakukan, karena jika terjadi hematom, maka vena yang lebih distal tidak dapat berfungsi baik.

Penambahan natrium bikarbonat ke dalam lidokain juga dinilai dapat mengurangi nyeri penyuntikan propofol dengan mekanisme alkalinisasi anestesi lokal. Ozgul dkk (2013), melakukan studi pada pasien yang menjalani operasi elektif tanpa premedikasi dengan menggunakan natrium bikarbonat 84 mg kedalam lidokain 2% 5 ml, disuntikkan sebanyak 0.05 mL/kgBB dengan menggunakan tekanan tourniquet 50 mmHg untuk mencegah nyeri injeksi propofol, dengan insiden nyeri pada injeksi propofol sebanyak 6% (n=100).9

Iskandar D (2014) melakukan penelitian dengan penambahan natrium bikarbonat 1 mEq terhadap lidokain 40 mg dengan pemakaian tourniquet dengan tekanan sistol selama 30 detik sebelum penyuntikan propofol dapat mempercepat efek anestesi lokal dan terbukti dapat mengurangi nyeri penyuntikan propofol MCT/LCT.10 Dari hasil peneltian ini didapati pasien yang mendapat penyuntikan

lidokain dengan bikarbonat hanya 3,7% pada nyeri ringan.

Penggunaan tourniquet sebenarnya bisa menambah nyeri pada pasien, karena tourniquet membuat pasien tidak nyaman akibat cuff harus dikembangkan dalam


(22)

tersebut dapat memberikan hasil yang bervariasi. Ini terbukti dengan adanya sejumlah sampel yang nyeri.

Munculnya hasil yang bervariasi dengan penggunaan tourniquet dapat diakibatkan masih adanya kebocoran agen anestesi lokal. Forster A dkk (1995), meneliti kebocoran agen anestesi menggunakan zat radioaktif dengan tourniquet sampai 300 mmHg selama 20 menit, didapati kebocoran zat radioaktif ke sirkulasi sistemik. Sehingga penulis berkesimpulan bahwa untuk mendapatkan efek yang diinginkan maka aliran darah harus berhenti total agar tidak terjadi kebocoran dan obat anestesi lokal lidokain dapat bekerja, tetapi tidak mungkin dilakukan. Penulis berpendapat bahwa penelitian dapat dilakukan dengan menggunakan obat yang lain tanpa tourniquet.11

Koo SW dkk (2006), meneliti pada 200 pasien yang menggunakan ketamin sebelum penyuntikan propofol, terbukti bahwa ketamin dosis 100 µg/kgBB dapat mengurangi nyeri penyuntikan propofol. Tetapi pada penelitian ini dengan ketamin dosis 100 µ g/kgBB masih menimbulkan nyeri pada penyuntikan propofol sebanyak 46,7 % (n=30).12 Penggunaan ketamin disarankan dapat menurunkan kejadian nyeri

propofol pada dosis 5-10 mg. Ketamin bekerja pada susunan saraf pusat sebagai antagonis NMDA reseptor dan dinilai efektif dalam mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol.

Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Saadawy dkk (2007) dengan membandingkan pretreatment ketamin 0,4 mg/kg, thiopental 0,5 mg/kg, meperidin 0,4 mg/kg, lidokain 1 mg/kg. Didapati bahwa pretreatment dengan ketamin dapat mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol sebanyak 92% tetapi penelitian ini menggunakan tourniquet.13

Zahedi H dkk (2009), membandingkan lidokain dengan ketamin dalam mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol yang dilakukan pada 500 pasien. Dari hasil penelitian didapati ketamin 50 µg/kgBB, 75 µg/kgBB dan 100 µg/kgBB lebih


(23)

efektif dari pada lidokain 1 mg/kgBB yang diberikan sebelum propofol dengan p value < 0,05 (<0,0001). Dimana nyeri didapati pada lidokain 1 mg/kgBB (65%), ketamin 50 µ g/kgBB (60%), ketamin 75 µg/kgBB (55%), ketamin 100 µ g/KgBB (45%).14

Ketamin dapat dijadikan alternatif lain dalam mengurangi nyeri penyuntikan propofol dengan mekanisme kerja yang belum banyak diketahui. Tetapi, berdasarkan review artikel yang dilakukan oleh Petrenko Ab dan kawan-kawan tahun 2003 ditemukan adanya NMDA reseptor di perifer sehingga memungkinkan untuk terjadinya antagonisasi reseptor tersebut di perifer.15

Efektifitas ketamin juga diteliti oleh Hwang J dan kawan-kawan tahun 2009 pada 188 pasien. Penelitian dilakukan dengan memberikan ketamin pretreatment 10 mg dan ketamin 10 mg yang dicampur dengan propofol. Penelitian ini menggunakan tourniquet selama 30 detik. Didapati bahwa ketamin pretreatment 10 mg memiliki angka kejadian nyeri yang rendah (28,3%) dibanding ketamin 10 mg yang dicampur dengan propofol (48,51%).16

Semua modalitas yang digunakan untuk mengurangi nyeri propofol dari beberapa penelitian ternyata masih memiliki hasil yang bervariasi. Penambahan natrium bikarbonat ke dalam lidokain ataupun lidokain sendiri memang memiliki manfaat. Ketamin juga dinilai memiliki fungsi menurunkan insidensi nyeri propofol. Penggunaan tourniquet juga dinilai dapat membantu walaupun dari hasil penelitian masih dapat terjadi kebocoran obat dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Untuk ini peneliti mencoba meneliti efektifitas lidokain 40 mg intravena yang ditambahkan natrium bikarbonat 1 mEq yang dibandingkan dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena sebagai pretreatment dalam mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol.


(24)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah efektifitas lidokain 40 mg ditambah natrium bikarbonat 1 mEq intravena lebih baik dibandingkan dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena sebagai pretreatment dalam mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol tanpa menggunakan tourniquet ?

1.3 Hipotesa

Efektifitas lidokain 40 mg intravena yang ditambahkan natrium bikarbonat 1 mEq lebih baik dibandingkan dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena dalam mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol.

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Untuk mendapat alternatif obat yang dapat mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol.

Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui score CBNPS setelah pemberian natrium bikarbonat kedalam lidokain dalam mengurangi nyeri saat penyuntikan propofol tanpa menggunakan tourniquet.

2. Mengetahui score CBNPS setelah pemberian ketamin dalam mengurangi nyeri saat penyuntikan propofol tanpa menggunakan tourniquet.


(25)

1.5 Manfaat Penelitian - Manfaat akademik

Mendapatkan cara lain untuk mengurangi nyeri pada penyuntikan propofol. -Manfaat pelayanan

Meningkatkan kenyamanan dan keamanan pasien tanpa komplikasi yang membahayakan.

-Pengembangan penelitian


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Propofol

Propofol diperkenalkan pada awal tahun 1980. Propofol adalah salah satu obat anestesi yang memiliki mula kerja dan lama kerja yang relatif lebih singkat sehingga menjadi pilihan dalam anestesi modern baik untuk anestesi ataupun terapi pemeliharaan.17,18

2.1.1. Struktur fisika dan kimia

Propofol, dengan struktur kimia C12H18O, terdiri dari cincin fenol dengan dua ikatan kompleks isopropil dengan stabilitas kimiawi yang tinggi dengan biotoksisitas yang rendah dengan nama kimia 2,6-di-isopropylphenol. Perubahan yang dilakukan pada panjang rantai ikatan mengubah karakteristik, potensi, induksi dan pemulihan. Oleh karena propofol memiliki gugus fenol, propofol dapat mengiritasi kulit dan membran mukosa sehingga potensial menimbulkan nyeri saat disuntikkan.2,19

Gambar 1. Rumus bangun propofol

2.1.2 Propofol LCT

Propofol mempunyai berat molekul 178 Da.3 Pertama kali diperkenalkan dengan konsentrasi 2% dalam 16% kromofor EL, namun karena kromofor EL menyebabkan reaksi alergi dan nyeri yang hebat, maka komposisi ini diperbarui dalam formula emulsilemak yang mengandung 10 % Long - Chain Triglycerides ( LCT ) soybean oil, glycerol, dan lesitin egg. Tetapi, sejak tahun 1995 propofol juga tersedia dalam


(27)

bentuk emulsi Medium-Chain Triglycerides / Long-Chain Triglycerides (MCT/LCT). Konsentrasi propofol bebas dalam formula MCT/LCT 26% - 40% lebih rendah dibandingkan dengan formula LCT, atau 0,2% - 0,14% dari total konsentrasi propofol.3

pH propofol adalah 6-8.5 dan pKa dalam air adalah 11.3 Walaupun konsentrasi trigliserida pada plasma selama sedasi tidak ada perbedaan antara kedua formula propofol, tetapi ada kecenderungan eliminasi setelah pemberian formula MCT/LCT lebih cepat dibandingkan dengan formula LCT.2,3

2.1.3 Mekanisme kerja

GABA adalah neurotransmiter penghambat utama dalam susunan saraf pusat. Propofol mengikat GABAA reseptor tetapi juga bisa memiliki mekanisme lain yang melibatkan berbagai reseptor protein. Efek sedasi dan hipnotik yang ditimbulkan oleh propofol di susunan saraf pusat muncul diakibatkan oleh interaksi propofol dengan reseptor GABAA. Interaksi ini akan menyebabkan konduksi klorida transmembran meningkat dan mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel sehingga hantaran saraf tidak terjadi.19

2.1.4 Farmakokinetik

Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak menyebabkan mula kerja yang cepat dan konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam 30 detik dan efek maksimum diperoleh dalam 1 menit. Konsentrasi di dalam darah meningkat cepat setelah penyuntikan dosis intravena, sementara peningkatan konsentrasi pada serebral propofol sangat lambat (T1/2 = 2,9 menit). Waktu untuk sadar ditentukan oleh jumlah dosis yang diberikan. Pulih sadar dari dosis tunggal juga cepat oleh karena waktu paruh distribusinya berkisar (2-8) menit.1,10,17,19


(28)

Clearence propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan bahwa ambilan jaringan (mungkin ke dalam paru), sama baiknya dengan metabolisme oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam eliminasi obat dari plasma. Propofol dengan cepat di metabolisme di hati melalui konjugasi glukoronidase dan sulfat untuk menghasilkan senyawa aktif yang larut dalam air, yang diekskresikan oleh ginjal. Metabolisme hepatik cepat dan luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit asam glukoronit yang diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani hidroksilasi cincin oleh sitokrom P-450 membentuk 4-hidroksipropofol. Meskipun glukuronida dan konjugasi sulfat dari propofol terlihat tidak aktif secara farmakologi, 4-hidroksipropofol memiliki sepertiga aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari dosis yang diekskresikan tidak berubah dalam urine dengan waktu paruh untuk eliminasi propofol berkisar 0,5 sampai 1,5 jam.19,20,21

2.1.5 Farmakodinamik

Propofol menimbulkan sedasi dan hipnosis pada sistem saraf pusat. Propofol juga menurunkan cerebral metabolic rate untuk oksigen, aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Efek kardiovaskular yang dapat timbul adalah penurunan tahanan pembuluh darah sistemik, dan tekanan darah. Penurunan tahanan pembuluh darah oleh propofol diakibatkan oleh relaksasi dari otot polos pembuluh darah akibat dari kerja propofol dalam menghambat aktivitas vasokonstriksi dari saraf. Propofol juga memiliki efek inotropik negatif terhadap otot jantung dengan cara menghambat influks kalsium di sel otot jantung.

Untuk paru-paru, propofol dapat menyebabkan depresi pernapasan sampai henti napas berkisar 24% sampai 30% dan efek ini tergantung dari dosis yang diberikan. Propofol memiliki efek bronkodilatasi dan menurunkan risiko munculnya wheezing selama operasi pada pasien dengan asma.Propofol menekan respon tubuh terhadap hypercapni oleh karena propofol memiliki efek terhadap pusat


(29)

chemoreceptor di otak.Propofol kurang mengganggu fungsi ginjal tetapi penggunaan jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan hati.20

2.1.6 Nyeri lokal penyuntikan propofol

Mekanisme yang tepat dari nyeri akibat penyuntikan propofol intravena tidak diketahui. Penyuntikan propofol intravena menyebabkan rasa sakit di tempat suntikan, kejadian bervariasi kurang dari 10% pada fossa antecubital sampai 90% di bagian belakang tangan.2,3,10 Ukuran vena merupakan faktor yang berpengaruh terhadap nyeri. Nyeri berkurang jika penyuntikan di vena antecubital. Hal ini dikarenakan efek iritasi penyuntikan propofol dengan konsentrasi yang tinggi pada bagian dinding vena yang sensitif. Tingginya angka kejadian nyeri pada saat penyuntikan adalah berkaitan dengan formula LCT tradisional. Nyeri pada injeksi propofol dikaitkan langsung dengan adanya efek iritasi dari obat oleh adanya stimulasi reseptor nociceptive dengan ujung saraf bebas di vena. Efek ini mungkin terkait dengan konsentrasi bebas propofol.10 Obat bebas dalam 10 % lipid dan 90 % fasa air dari propofol yang tersedia dalam bentuk emulsi dianggap terkait dengan rasa sakit di tempat suntikan. Nyeri yang disebabkan oleh propofol disebabkan oleh aktivasi sistem kallikrein - kinin, yang menginduksi pelebaran vena dan menyebabkan hiperpermeability vena, sehingga mungkin meningkatkan kontak antara propofol yang bebas dan ujung saraf bebas (free nerve ending) di dalam dinding pembuluh darah, yang mengakibatkan rasa sakit.2,10

Konsentrasi bradikinin lebih tinggi secara signifikan ditemukan dalam darah dengan LCT dibandingkan dengan propofol MCT/LCT. Bradikinin sebagai sebab timbulnya nyeri tempat suntikan propofol. Prostanoid, terutama prostaglandin E2, baru-baru ini ditemukan pada plasma setelah pemberian propofol intravena dan dinilai sebagai faktor penyebab nyeri propofol. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri lokal propofol antara lain meliputi usia pasien, tempat


(30)

pelumas di dalam jarum suntik plastik, pencampuran formula dengan darah, kecepatan penyuntikandan cairan infus.2,10

Teknik yang berguna secara klinis diusulkan untuk mengurangi rasa sakit propofol mengacu pada modifikasi komposisi obat dan teknik pemberian. Namun, mengurangi pH atau meningkatkan suhu formula berbeda dengan pencampuran dengan lidokain atau pendinginan yang telah dilaporkan dapat mengurangi konsentrasi propofol bebas dalam formula.2,10

2.2 Lidokain

2.2.1 Struktur, rumus bangun

Lidokain merupakan obat anestesi lokal dari golongan amida. Di sintesa pertama sekali dengan nama dagang xylocaine oleh Nils Lofgren tahun 1943. Rekan kerjanya Bengt Lundqvist melakukan eksperimen pertama sekali tahun 1948.22,23

Gambar 2. Struktur bangun lidokain

Lidokain terdiri dari satu gugus lipofilik (merupakan suatu cincin aromatik) yang dihubungkan suatu rantai perantara (jenis amida) dengan suatu gugus yang mudah terionisasi (amine tersier). Anestesi lokal merupakan basa lemah. Dalam penerapan terapeutik, mereka umumnya disediakan dalam bentuk garam agar lebih mudah larut dan stabil. Di dalam tubuh mereka biasanya dalam bentuk basa tak


(31)

bermuatan atau sebagai suatu kation. Perbandingan relatif dari dua bentuk ini ditentukan oleh harga pKa-nya dan pH cairan tubuh, sesuai dengan persamaan Henderson-Hasselbalch. 22,23

2.2.2 Famakokinetik

Lidokain efektif bila diberikan secara intravena. Pada pemberian intravena mula kerja 45-90 detik. Kadar Puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 menit dan waktu paruh 30-120 menit. Lidokain hampir semuanya dimetabolisme di hati menjadi monoethylglcinexcylidide melalui oksidatif dealkylation, kemudian diikuti dengan hidrolisis menjadi xylidide. Monoethylglcinexcylidide mempunyai aktivitas sekitar 80% dari lidokain sebagai antidisritmia sedangkan xylidide hanya mempunyai aktifitas antidisritmia 10%. Xylidide dieksresi dalam urin sekitar 75% dalam bentuk 4-hydroxy-2,6-dimethylaniline. Lidokain dalam plasma 50% terikat oleh albumin. 22,23

2.2.3 Mekanisme kerja

Mekanisme lidokain sebagai analgesi menghambat suatu enzim yang mensekresi kinin atau memblok C nosiseptor lokal secara langsung. Penghambatan saluran ion natrium dan blokade yang bersifat reversibel sepanjang konduksi akson perifer dari serabut saraf Aδ dan digambarkan oleh Carlton tahun 1997 dengan tujuan target analgesi pada dorsal horn medulla spinalis. 22,23

Sebagai anestesi lokal, lidokain menstabilisasi membran saraf dengan cara mencegah depolarisasi pada membran saraf melalui penghambatan masuknya ion natrium. Obat anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf (blokade konduksi) dengan menghambat perjalanan ion sodium (Na+) melalui saluran ion selektif Na+ dalam membran saraf. Saluran Na+ sendiri merupakan reseptor spesifik untuk molekul anestesi lokal. Terhambatnya pembukaan saluran Na+ oleh molekul anestesi


(32)

depolarisasi sehingga ambang potensial tidak dicapai dan dengan demikian potensial aksi tidak dialirkan. 22,23

Saluran Na+ ada dalam keadaan aktif terbuka, tidak aktif tertutup dan istirahat-tertutup selama berbagai fase aksi potensial. Pada membran saraf istirahat, saluran Na+ di distribusi dalam keseimbangan diantara keadaan istirahat–tertutup dan tidak aktif-tertutup. 22,23

Dengan ikatan yang selektif terhadap saluran Na+ dalam keadaan tidak aktif-tertutup, molekul anestesi lokal menstabilisasi saluran dalam konfigurasi ini dan mencegah perubahan mereka menjadi dalam keadaan istirahat-tertutup dan tidak aktif-terbuka terhadap respon impuls saraf. Saluran Na+ dalam keadaan tidak aktif-tertutup tidak permiabel terhadap Na+ sehingga konduksi impuls saraf dalam bentuk penyebaran potensial aksi tidak dapat terjadi. Hal ini diartikan bahwa ikatan obat anestesi lokal pada sisi yang spesifik yang terletak pada bagian sebelah dalam saluran Na+ sebaik penghambatan saluran Na+ dekat pembukaan eksternalnya sehingga anestesi lokal ini mempertahankan saluran dalam keadaan tidak aktif-tertutup. 22,23

Bila konsentrasi anestesi lokal meningkat pada serabut saraf, maka nilai ambang eksitasi akan meningkat, konduksi impuls lambat, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, amplitudo potensial berkurang, dan akhirnya kemampuan untuk membangkitkan potensial aksi akan hilang. Efek ini diakibatkan oleh adanya ikatan antara anestesi lokal dengan saluran ion natrium yang semakin meningkat. Pada setiap saluran ion, menghasilkan ikatan penghambatan saluran Na+. Apabila saluran Na+ dihambat disepanjang serabut saraf maka impuls yang melewati daerah yang dihambat tidak terjadi. Pada dosis minimum yang diperlukan untuk menghambat impuls, potensial aksi tidak dipengaruhi secara berarti. 22,23


(33)

2.2.4 Toksisitas

2.2.4.1 Efek terhadap jantung

Pada kardiovaskular, lidokain menekan dan memperpendek periode refrakter efektif dan lama potensial aksi dari sistem His-Purkinje dan otot ventrikel secara bermakna, tetapi kurang berefek pada atrium. Lidokain menekan aktifitas listrik jaringan aritmogenik yang terdepolarisasi, sehingga lidokain sangat efektif untuk menekan aritmia yang berhubungan dengan depolarisasi, tetapi kurang efektif terhadap aritmia yang terjadi pada jaringan dengan polarisasi normal (fibrilasi atrium). 22,23

Efek toksisitas jantung yang diakibatkan oleh tingginya konsentrasi plasma obat anestesi lokal dapat terjadi karena obat-obatan ini menghambat saluran Na+ jantung. Obat anestesi lokal pada konsentrasi rendah, efek pada saluran Na+ ini mungkin memperbesar sifat antidisritmia. Tetapi jika konsentrasi plasma obat anestesi lokal berlebihan, saluran Na+ jantung akan dihambat sehingga konduksi dan automatisasi menjadi terhambat. Terhambatnya impuls jantung ditunjukkan dengan pemanjangan interval P-R dan komplek QRS pada elektrokardia. Toksisitas pada jantung dihubungkan terhadap efek langsung pada otot jantung yaitu kontraktilitas, automatisasi, ritme dan konduktivitas jantung. 22,23

2.2.4.2 Efek terhadap SSP

Gejala awal dari komplikasi pada SSP adalah rasa tebal lidah, agitasi, disorientasi, euphoria, pandangan kabur, dan mengantuk kemudian bila kadar lidokain menembus sawar darah otak timbul gejala seperti vertigo, tinnitus, twitching otot dan jika konsentrasi plasma melebihi dari 5 µg/ml, kejang umum dapat terjadi. Kejang biasanya berlangsung singkat dan berespon baik dengan diazepam, dan sangat penting untuk mencegah hypoxemia. Dalam mencegah nyeri lidokain mempunyai dua mekanisme di perifer dan sistem syaraf pusat. Di perifer, lidokain menginhibisi


(34)

neural di dorsal horn, kemudian memodulasi pelepasan neurotransmitter excitatory. 22,23

2.3 Natrium bikarbonat 2.3.1 Farmakologi

Natrium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3. Dalam penyebutannya kerap disebut dengan bicnat. Senyawa ini merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air dengan pH 7,5-9,5.25

2.3.2 Indikasi

Indikasi natrium bikarbonat adalah untuk mengobati asidosis metabolik (hypoksia berat, henti jantung), hyperkalemia, keracunan obat golongan trisiklik serta phenobarbital,dan sebagai obat tambahan untuk menaikkan pH anestesi lokal.10

2.3.3 Pengaruh natrium bikarbonat pada anestesi lokal lidokain

Penambahan natrium bikarbonat ke dalam lidokain akan meningkatkan pH dari anestesi lokal. Ketika terjadi peningkatan pH mendekati nilai pKa-nya maka jumlah basa yang tidak bermuatan (bebas) dari lidokain juga meningkat. Hal ini akan mempermudah kerja anesetesi lokal untuk berdifusi ke membran sel saraf sehingga akan mempercepat kerjanya. Dengan penambahan natrium bikarbonat diduga juga menurunkan konduksi saraf secara non spesifik dan mempunyai efek anestesi lokal langsung yang berikatan dengan kanalnatrium.26

Lidokain yang biasa digunakan mempunyai pKa 7,9 dengan pH berkisar 6,5 (5,0 sampai 7,0) sehingga pada pH ini hanya 5-20% dalam bentuk basa bebas.21,27 Penambahan natrium bikarbonat menyebabkan kenaikan pH anestesi lokal dan menghasilkan bentuk nonionisasi sekitar 17% - 33%. Dengan jumlah basa bebas yang lebih banyak akan menghasilkan mula kerja yang lebih cepat.20,29 Menurut penelitian


(35)

penambahan natrium bikarbonat menambah persentase dari keberadaan anestesi lokal yang larut dalam lemak, mampu menembus membran sel saraf sehingga mempercepat mula kerja dari blokade saraf perifer dan blokade epidural menjadi 3 sampai 5 menit. Dosis natrium bikarbonat yang digunakan yaitu 1 ml natrium bikarbonat (1 mEq/ml) ditambahkan tiap 10 ml obat anestesi lokal menjadi konsentrasi 0,1 mEq/ml.29,30

Durasi anestesi tidak tergantung dari jenis anestesi lokal saja, tetapi ditentukan oleh lamanya tourniquet dikembangkan. Mekanisme anestesi lokal menghasilkan anestesi regional intravena (IVRA) masih belum diketahui, tetapi diduga obat tersebut bekerja pada ujung saraf serta batang saraf. Sensasi normal dari otot rangka akan kembali dengan cepat pada saat tourniquet dilepaskan oleh karena, terjadi pengenceran konsentrasi anestesi lokal oleh darah yang mengalir. Lidokain merupakan obat yang paling sering digunakan untuk teknik IVRA.20

2.4 Ketamin

Gambar 3. Sruktur bangun ketamin34

Saat ini banyak para klinisi khususya praktisi nyeri untuk memulai penelitian baru terhadap ketamin yang saat ini digunakan sebagai multimodal analgesia dalam penanganan nyeri.31


(36)

2.4.1 Farmakologi ketamin

Ketamin, 2-(o-chlorophenyl)-2-(methylamine)-cycloexanone pertama kali disintesa pada tahun 1963 dan digunakan pada manusia pada tahun 1965 oleh Corssen dan Domino. Obat ini larut dalam lemak dengan berat molekul 238 dalton pKa 7,5 dan digunakan dalam bentuk rasemik atau isomer levogyrous s (+) ketamin.32

S (+) ketamin 3 sampai 4 kali lebih poten dari isomer (R-ketamin) untuk penanganan nyeri, sedikit menimbulkan agitasi dari pada yang bentuk rasemik dan dextrogyrous. S(+) ketamin dua kali lebih poten dari rasemik dalam mencegah spinal cord central sensitization.32

Ketamin dapat diberikan melalui oral, intramuskular, intravena bahkan saat ini berkembang penelitian ketamin epidural. Ketamin memiliki bioavailibilitas 93% dan waktu paruh sampai 186 menit.31 Volume distribusi diperkirakan mencapai 3 L/kg.30 Plasma puncak setelah pemberian intravena terjadi dalam waktu 1 menit, intramuskular dalam waktu 5 menit dan pemberian secara oral dalam waktu 30 menit.33 Ketamin terdistribusi ke organ yang memiliki perfusi yang tinggi seperi otak dengan empat sampai lima kali dari kadar plasma dengan eliminasi obat melalui redistribusi obat dari organ yang perfusinya baik ke tempat yang kurang baik. Ketamin mengalami metabolisme konjugasi di hati melalui enzim sitokrom P 450.34

Norketamin adalah hasil metabolit ketamin yang masih aktif tetapi potensiasinya sepertiga sampai seperlima dari ketamin dan pada akhirnya metabolit tadi dikonjugasikan menjadi larut air dan pada akhirnya diekskresikan melalui urin. Ketamin memiliki kelarutan lemak yang tinggi sehingga obat ini mudah melewati sawar darah otak. Ketamin memiliki ikatan dengan protein plasma 12% dan waktu paruh tercapai dalam 10 menit.33


(37)

2.4.2 Mekanisme kerja ketamin

Ketamin bekerja pada susunan saraf pusat dan menurut beberapa penelitian ketamin memiliki aktivitas perifer. Mekanisme ini didasarkan adanya NMDA reseptor di jaringan somatik termasuk pembuluh darah pada serabut saraf yang bermielin dan tidak bermielin. Oleh karena alasan ini maka ketamin tidak hanya bekerja di otak dan sumsum tulang belakang tetapi juga di perifer.15 Efek kerja ketamin bekerja pada reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate) pada bagian kutub kalsium. Aktivasi reseptor NMDA menyebabkan hambatan influks kalsium ekstraseluler ke intraseluler.35,37 Peran kalsium adalah sebagai second messenger untuk reaksi nyeri selanjutnya melalui pelepasan neurotransmitter nyeri yang lain.

Blok pada NMDA reseptor adalah cara kerja utama dari ketamin di susunan saraf pusat dan medulla spinalis.Sebagai tambahan bahwa ketamin juga menghambat pelepasan dari glutamat yang bertindak sebagai neurotransmitter eksitatori yang berperan sebagai neurotransmitter nyeri. Mekanisme yang lain ketamin berikatan dengan reseptor opioid yaitu mu dan kappa. Interaksi ini terjadi sangat kompleks. Afinitas ketamin terhadap reseptor opioid ini 10 kali lebih lemah dari ikatannya terhadap reseptor NMDA dengan adanya bukti bahwa naloxon yang merupakan antagonis opioid tidak mengantagonis efek analgetik dari ketamin.1,34 Ada bukti juga bahwa reseptor seperti monoaminergik, muskarinik dan nikotinik menjadi tempat ikatan ketamin sekaligus ketamin menimbulkan efek takikardi dan bronkodilator.

2.4.3 Preemptive ketamin

Transmisi sinyal nyeri yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan menyebabkan sensitisasi dari jalur nyeri perifer dan sentral. Analgesia preemptive adalah pengobatan yang dimulai sebelum prosedur bedah untuk mengurangi sensitisasi ini.


(38)

timbul. Konsep preemptive sebenarnya mengacu kepada penghambatan sinyal nyeri sehingga tidak terjadi sensitisasi sentral yang berujung kepada nyeri kronik sehingga nyeri lebih sulit untuk diatasi.37 Untuk itulah istilah preemptive menjadi populer. Sehingga konsep preemptive memiliki penanganan nyeri yang efektif dibandingkan dengan konsep yang lain.

Trauma jaringan selama pembedahan merubah jalur sentral persepsi nyeri. Terjadi perubahan sensitisasi sentral melalui peningkatan sensitivitas terhadap rangsang nyeri. Anestesi umum tidak mencegah tansmisi impuls nosiseptif dari tempat operasi ke medula spinalis. Nyeri paska bedah memanjang karena reaksi inflamasi akibat kerusakan jaringan lebih dominan daripada rangsangan intraoperatif jangka pendek pada rangsang medula spinalis. Adanya nyeri akan memperlambat pemulihan atau memperpanjang waktu rawat inap.38

Salah satu penyebab timbulnya sensitisasi sentral dari nyeri adalah N-methyl- D-aspartate (NMDA). Ketamin suatu antagonis reseptor NMDA dapat diberikan untuk mencegah nyeri paska bedah serta mencegah sensitisasi sentral akibat pembedahan yang dapat diberikan sebelum pembedahan. Efek preemptive ketamin masih kontroversi, beberapa peneliti melaporkan adanya efek analgesi terhadap pemberian ketamin namun peneliti lain tidak. Perbedaan ini disebabkan variasi prosedur pembedahan, dosis pemberian dan waktu pemberian.38 Meskipun beberapa studi menunjukkan tidak ada efektivitas analgetik preemptive yang diberikan. Sebenarnya satu-satunya cara untuk mencegah sensitisasi nosiseptif adalah langsung memblokir sinyal nyeri yang berasal dari luka bedah dari waktu sayatan sampai akhir penyembuhan luka dan intervensi farmakologis lainnya termasuk antihiperalgesia.37


(39)

2.4.4 Efek ketamin pada fungsi organ

Ketamin memiliki kombinasi unik dari efek kardiovaskular, biasanya dikaitkan dengan takikardi, peningkatan tekanan darah, dan cardiac output. Mekanisme yang tepat munculnya respon simpatik masih belum diketahui. Namun, dengan tidak adanya kontrol otonom, ketamin memiliki efek depresi miokard langsung, yang biasanya diganti oleh respon sentral. Hal ini dimungkinkan untuk mengurangi efek yang tidak diinginkan dari kardiovaskular dengan memberikan ketamin sebagai infus berkala dan bersama benzodiazepin.34

Ketamin memiliki efek minimal pada pusat pernapasan, meskipun penurunan ventilasi dapat terjadi sementara setelah pemberian bolus. Ketamin menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, sehingga memiliki peran khusus pada pasien asma. Ketamin meningkatkan sekresi saliva, yang dapat menghasilkan potensial masalah pada anak-anak dengan menyebabkan obstruksi jalan nafas atas. Meskipun refleks menelan, batuk, bersin, dan refleks muntah relatif utuh dengan ketamin, tetapi aspirasi dapat terjadi selama pasien terbius dengan ketamin.34

Sering dilaporkan adanya bunyi nyaring pada penggunaan ketamin yang disangkakan laringospasme. Hal ini sebenarnya terjadi karena posisi saluran napas yang tidak bebas, dan masalah tersebut dapat dikelola hanya dengan reposisi kepala pasien. Laringospasme dapat terjadi pada penggunaan ketamin yang disebabkan oleh stimulasi dari pita suara oleh instrumentasi atau sekresi. Sekret dapat dikurangi dengan memberikan premedikasi glycopyrolate.34

Emergence reaction merupakan sensasi psikis setelah penggunaan ketamin yaitu sensasi mengambang, mimpi atau ilusi dan sesekali delirium. Mimpi-mimpi dan ilusi biasanya menghilang pada saat pulih. Namun penting untuk mendiskusikan pada pasien efek dari ketamin itu dan efek ini muncul 5-30 % dari penggunaan ketamin.34


(40)

yang cepat dan dosis besar. Ketamin dapat mengaktifkan psikosis pada pasien dengan skizofrenia. Namun, belum terlihat adanya reaksi psikotik jangka panjang pada pasien tanpa penyakit kejiwaan. Premedikasi dapat diberikan untuk mengurangi emergence reaction seperti midazolam (0,07-0,1 mg /kgBB), diazepam ( 0,15 - 0,3 kg/bb ), dan lorazepam ( 2-4 mg) intravena yang telah terbukti efektif. Insiden ini juga menurun bila digunakan bersama dengan hipnotik sedatif lain dan anestesi umum.34

Ketamin menghasilkan apa yang disebut “disosiatif' anestesia” yang telah digambarkan sebagai disosiasi fungsional dan elektrofisiologi antara sistem thalamo-neokorteks dan limbik. EEG menunjukkan aktivitas theta yang dominan dengan penghapusan irama alfa. Keadaan klinis yang unik yang dihasilkan oleh ketamin adalah biasanya keadaan ayan di mana mata tetap terbuka dengan memperlambat tatapan nystagmus, sedangkan refleks kornea dan cahaya tetap utuh. Berbagai tingkat hipertonus dan sesekali gerakan yang tidak terkait dengan stimulus yang menyakitkan dicatat di hadapan anestesi bedah. Studi telah menunjukkan rangsang aktivitas baik di thalamus dan sistem limbik tanpa bukti klinis aktivitas kejang setelah pemberian ketamin. Dengan demikian, ketamin tidak akan mungkin dapat menyebabkan kejang pada pasien dengan gangguan kejang dan, pada kenyataannya, data eksperimen menunjukkan bahwa ketamin memiliki antikonvulsif dan bahkan saraf properties.34

Analgesia terjadi pada konsentrasi darah lebih rendah daripada induksi. Hal ini berlaku untuk ketamin yang rasemik dan untuk S (+) ketamin. Ketamin meningkatkan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial. Pengaruh S (+) ketamin pada ICP belum diketahui. Ketamin belum terbukti memiliki efek buruk pada hati dan sistem ginjal. Tekanan intraokular sedikit meningkat setelah pemberian ketamin. Ketamin menghasilkan peningkatan tonus otot dan kadang-kadang kejang otot, meskipun telah digunakan dengan aman pada miopati dan hipertermia ganas. Efek yang dijumpai bervariasi yaitu kontraksi uterus serta emesis, ruam sementara, dan agitasi. 34


(41)

2.4.5 Penggunaan klinis ketamin

Campuran rasemik komersial ketamin adalah campuran R (-) dan S (+) isomer tersedia sebagai 10, 50, dan 100 mg/ml dengan pengawet, benzathonium hidroklorida. Isomer optik S (+) ketamine tersedia dalam 5 dan 25 mg/ml (tidak berlisensi di Inggris, saat ini). Ketamin dapat diberikan intravena, intramuskular, oral, rektal, dan sediaan bebas pengawet untuk epidural. Dosis tergantung pada rute pemberian dan efek terapi yang diinginkan. Benzodiazepin dapat diberikan baik secara oral (diazepam 10-30 mg, lorazepam 2-5 mg) 60-90 menit sebelum induksi atau dosis intravena yang lebih kecil segera sebelum induksi.Induksi anestesi dengan dosis 0.5–1.5 mg/kgBB intravena atau 4–10 mg/kgBB intramuskular. Dosis pemeliharaan untuk anestesi 10-30 µg/kgBB/menit intravena.Sedasi analgesia 0.2– 0.75 mg/kgBB intravena atau 2–4 mg/kgBB intramuskular diikuti infus berkala 5–20 mg/kgBB/menit. 34

Ketamin dapat digunakan untuk sedasi sekaligus analgesia pada prosedur singkat. Munculnya reaksi pada anak-anak yang kurang intens, sehingga dapat digunakan untuk obat penenang dan anestesi umum dalam prosedur seperti kateterisasi jantung, radioterapi, radiologi investigasi, dan luka bakar.

Ketamin dapat digunakan sebagai suplemen (intravena atau intramuskular) selama anestesi regional. Hal ini juga dapat diberikan melalui rute epidural sebagai tambahan untuk anestesi lokal untuk memperpanjang durasi analgesia. Ketamin dosis rendah juga telah digunakan bersama dengan propofol untuk meningkatkan kualitas sedasi. NMDA antagonis mencegah sensitisasi sentral terhadap rangsangan yang menyakitkan. Ketamin adalah satu-satunya NMDA antagonis dan penelitian telah menunjukkan bahwa dosis rendah ketamin dapat megurangi kebutuhan analgetik opioid. 34


(42)

dewasa. Namun hati-hati dengan reaksi intoleran pada pasien dengan penggunaan ketamin berulang. Pasien dengan gangguan kardiorespirasi (kecuali penyakit jantung iskemik) merupakan kandidat utama untuk diberikan ketamin. Pengalaman yang luas dengan ketamin pada anak dengan kateterisasi jantung telah menunjukkan efektifitas penggunaan ketamin dengan kejadian aritmia yang kurang dari anestesi umum lainnya.34

Ketamin mungkin berbahaya pada pasien dengan peningkatan tahanan di ventrikel kanan. Pada pasien dengan penyakit saluran napas reaktif, ketamin (rasemik) dapat berguna karena menghasilkan bronkodilatasi dan analgesia yang dapat meningkatkan inspirasi oksigen. Ketamin jika dikombinasikan dengan benzodiazepin atau benzodiazepin dengan opioid, melemahkan takikardia yang tidak diinginkan, hipertensi dan juga reaksi psikomimetik paska operasi. Teknik ini menghasilkan gangguan hemodinamik minimal, analgesia yang mendalam, amnesia dan pemulihan yang baik. 34

Ketamin bebas pengawet telah ditambahkan ke bupivacaine untuk meningkatkan durasi analgesia, tanpa mempengaruhi intensitas analgesi.27,34 Minat penggunaan ketamin tumbuh pesat dan dalam survei terbaru di Negara Inggris, 32% dari anestesi pediatrik melaporkan penggunaan ketamin epidural.34

Secara historis, telah diyakini bahwa ketamin kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial, namun adanya laporan tentang efek neuro regeneratif telah dihasilkan dari penelitian ini. Ketamin dapat mencegah influks ion kalsium abnormal atau glutamat melalui interaksi dengan reseptor NMDA. S (+) ketamin mempertahankan metabolisme serebral pada sebagian besar wilayah otak (percobaan studi).34

Meskipun ketamin memiliki sedikit efek pada endotel vaskular, penelitian telah menunjukkan penurunan yang signifikan dalam aktivasi leukosit selama hipoksemia atau sepsis. Ketamin menekan produksi sitokin pro-inflamasi dalam


(43)

darah seluruh manusia in vitro. Dalam sebuah studi tentang efek isomer berbeda pada hati babi, S (+) ketamin efektif dalam mengurangi adhesi neutrofil, sedangkan R (-) ketamin memiliki efek negatif yaitu memperburuk kebocoran dari pembuluh darah koroner sekitar jaringan.34

2.5 Refleks menghindar

Refleks menghindar pada bagian tubuh yang mengalami nyeri atau iritasi untuk menjauhkan diri dari stimulus. Jaras yang dipakai untuk menimbulkan refleks ini tidak secara langsung melewati neuron motoric anterior, namun mula-mula berjalan menuju ke kumpulan interneuron dan selanjutnya ke neuron motoric. Lingkaran yang terpendek yang memungkinkan adalah lengkungan yang hanya terdiri dari tiga sampai empat neuron dan akan meliputi tipe dasar dari lingkaran berikut yaitu: (1) lingkaran bercabang (diverging circuit) untuk menyebarkan reflek ke otot-otot yang diperlukan untuk menarik diri, (2) lingkaran untuk menghambat otot-otot antagonis, disebut lingkaran penghambat timbal- balik (reciprocal inhibition circuits) dan (3) lingkaran yang menyebabkan after discharge yang berlangsung lama dan beruntun, bahkan dapat timbul walaupun stimulus sudah dihentikan.42

2.5.1 Nyeri pada vena

Vena perifer manusia semakin nyeri ketika iritasi oleh tusukan atau penarikan, oleh penyuntikan intravena media kontras atau formulasi obat dengan osmolalitas non fisiologis atau pH, dan juga oleh penyuntikan salin yang dingin.39,40 Vena tangan manusia dipersarafi oleh nosiseptor polimodal, dengan dipersarafi oleh serabut saraf afferen yang bermielin dari A-delta. Penyebab mekanisme nyeri ini merupakan aktivasi langsung dari ujung saraf C nosiseptor. Kedua serabut saraf ini merupakan suatu ujung saraf bebas untuk mendeteksi suatu nyeri.41 Serat saraf A-delta


(44)

sinyal sakit tajam yang akut, dengan kecepatan konduksi 12-30 m/det. Lokalisasi jelas tetapi tidak dirasakan di jaringan dalam tubuh sebelah dalam. Serat saraf tipe C merupakan serat saraf yang tidak bermielin dengan diameter 0,4-1,2 µm yang berfungsi sebagai penjalaran rasa sakit tipe lambat, dengan kecepatan konduksi 0,5-2,3 m/det. Nyeri lambat ini dirasakan satu detik setelah rangsangan yang mengganggu, dan lokalisasi yang kurang jelas dengan kualitas seperti terbakar, berdenyut atau pegal. Karena sistem persarafan nyeri yang ganda ini, maka cedera jaringan sering menimbulkan dua sensasi nyeri yang tersendiri yaitu nyeri tajam yang lebih awal (disalurkan A-delta) diikuti nyeri tumpul (disalurkan oleh serat nyeri C). Kedua serabut saraf ini akan ditransmisikan ke tingkat medula spinalis, tingkat otak bagian bawah dan tingkat otak bagian atas atau tingkat korteks.41,42

2.6 Pengukuran nyeri

Penilaian nyeri pada pasien yang mendapat sedasi sangat sulit dilakukan karena ketidakmampuan melaporkan penilaian nyeri. Pada pasien yang mendapat sedasi biasanya digunakan pengukuran nyeri non verbal. Biasanya digunakan untuk pasien yang mengalami keterbatasan verbal baik karena usia, kognitif, maupun karena berada dibawah pengaruh obat sedasi dan di dalam mesin ventilator. Berdasarkan guidelines yang dikeluarkan AHCPR tahun 1992 menyatakan bahwa penggunaan baik fisiologis dan respon tingkah laku terhadap nyeri untuk dilakukan penilaian ketika self-report tidak bisa dilakukan.43

2.6.1 Skala nyeri berdasarkan observasi profesi kesehatan

Profesi kesehatan dapat menilai nyeri dengan observasi. Ada beberapa penilaian skala nyeri yang telah di validasi oleh pelaku profesi kesehatan seperti skala FLACC, Behavioral Pain Scale (BPC), Colorado Behavioral Numerical Pain Scale (CBNPS).


(45)

Skala FLACC44

Skala ini merupakan skala perilaku yang telah dicoba pada anak usia 3-7 tahun. Setiap kategori (Faces, Legs, Activity, Cry, dan Consolability) diberi nilai 0-2 dan dijumlahkan untuk mendapatkan total 0-10.

Tabel 1. Tabel FLACC scale

Kategori Skor

0 1 2

FACE Tidak ada ekspresi

atau tersenyum Terkadang meringis, mengerut dahi, menarik Dagu gemetar secara konstan,

clench, rahang mengepal

LEGS Posisi normal atau

rileks Gelisah, tegang

Menendang atau kaki ditarik keatas

ACTIVITY Berbaring tenang,

posisi normal Menggeliat, bolak-balik, tegang Melengkungkan tubuh, kaku, menyentak CRY Tidak menangis Mengerang, merintih Menangis, menjerit

CONSOLABILITY Rileks Sesekali menyentuh,

memeluk Sulit untuk tenang

Behavioral Pain Scale42

Penggunaan indikator tingkah laku dan fisiologis untuk menilai nyeri pada pasien dewasa yang tidak respon, tidak komunikatif, yang telah dikemukakan oleh Payen pada tahun 2001. Pada suatu penelitian prospektif Payen membandingkan 30 pasien yang berada dalam ventilator mekanik dan mendapat sedasianalgesi. BPS digunakan untuk menilai rasa nyeri yang dialami pasien pada prosedur menyakitkan seperti tracheal suctioning ataupun mobilisasi tubuh. Skala yang sudah divalidasi ini terdiri dari tiga penilaian, yaitu ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas, dan komplians dengan mesin ventilator. Setiap subskala diskoring dari 1 (tidak ada respon) hingga 4


(46)

maksimal). Skor BPS sama dengan 6 atau lebih dipertimbangkan sebagai nyeri yang tidak dapat diterima (unacceptable pain).

Tabel 2. Skor BPS

Colorado Behavioral Numerical Pain Scale (CBNPS)45

CBNPS dikembangkan dari skala BPS oleh Salmore tahun 2002 untuk menilai nyeri pada pasien yang tersedasi yang menjalani pemeriksaan saluran cerna, baik endoscopy maupun colonoscopy. Rasa nyeri pada pasien dinilai dengan skala yang lebih mudah, tanpa harus menggunakan ekspresi verbal. Skala CBNPS dibentuk berdasarkan keadaan yang dinilai sesuai dengan penilaian nyeri oleh Agency of Health Care (USA) tahun 1992. CBNPS menilai tingkah laku yang dideskripsikan dengan skala 0-5, yang berkorelasi dengan peningkatan nyeri. Pada penelitian Salmore juga dikemukakan persamaan skor dalam numerik, dengan nilai 0 (tidak ada nyeri) hingga 5 (nyeri hebat).


(47)

Tabel 3. Skala CBNPS

Tingkat nyeri berdasarkan CBNPS Skor 0 = tidak nyeri Skor 1 = nyeri ringan Skor 2 = nyeri sedang

Skor ≥3 = nyeri berat (berhubungan dengan perubahan tingkah laku)

Wong Baker Face pain Scale10

Banyak digunakan untuk pasien yang mengalami keterbatasan verbal. Diobservasi pada pasien yang mengalami perubahan mimik wajah sesuai rasa sakit.


(48)

2.7 Penggunaan tourniquet

Sebenarnya sudah banyak penelitian yang menyebutkan kegunaan torniquet untuk mengurangi nyeri penyuntikan propofol. Pemakaian torniquet dalam rangka mengisolasi vena di tangan didapatkan dengan tekanan 50-100 mmHg diatas tekanan sistolik (maksimal 200-250 mmHg pada ekstremitas atas dan 300 mmHg pada ekstremitas bawah) atau paling rendah dengan menggunakan rumus (1,68 x mean atrial pressure ) + 50 mmHg.46

Pemberian tourniquet menyebabkan anestesi lokal memiliki kesempatan untuk bekerja disekitar pembuluh darah vena dan tidak cepat masuk ke sirkulasi sistemik. Tetapi, penggunaan tourniquet sendiri bukan tanpa komplikasi. Penggunaan tourniquet dapat menyebabkan abrasi kulit, dan nekrosis kulit akibat tekanan. Kerusakan saraf juga bisa terjadi akibat tekanan yang ditimbulkan. Kerusakan jaringan saraf terjadi pada daerah yang dilakukan tourniquet sehingga memicu anoksia sel saraf. Efek tersebut memang tidak selalu dijumpai karena tergantung dari seberapa besar tekanan yang diberikan, serta lamanya penggunaan tourniquet tersebut. Nyeri akibat penggunaan tourniquet tersebut bisa muncul akibat adanya hambatan aliran darah di daerah tersebut sehingga memicu lepasnya mediator inflamasi dan ditambah adanya kemungkinan kerusakan saraf dibawahnya.47


(49)

2.8 Kerangka Teori

Propofol IV

Iritasi Pembuluh darah vena

Pelepasan mediator inflamasi, prostaglandin, bradikinin

Sensitisasi ujung saraf di pembuluh vena

Transmisi : Penjalaran dari potensial aksi dari perifer ke sentral Transduksi : Muncul potensial

aksi dari stimulus kimia

Modulasi : Modulasi potensial aksi dari eferen di medula spinalis

Persepsi : Fenomena kimiawi dan psikologik kompleks ekspresi nyeri (perubahan perilaku : keluhan, komplain,

rintihan, ekspresi wajah)

Lidokain

Menghambat permeabilitas membran sel saraf terhadap natrium

Ketamin

NMDA antagonis

menghambat transmisi sinyal nyeri di perifer, medula spinalis dan otak


(50)

2.9 Kerangka Konsep

= VARIABEL INDEPENDENT

= VARIABEL DEPENDENT

GENERAL

ANESTESI ETT

LIDOCAIN 40 MG + NATRIUM BICARBONAT 1 mEq

Skor CBNPS

KETAMIN 100 µg/kgBB

NYERI

PROPOFOL


(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain

Penelitian ini menggunakan uji klinis acak tersamar ganda, untuk mengetahui perbedaan efek pemberian lidokain 40 mg intravena yang ditambah natrium bikarbonat 1 mEq dibandingkan dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena untuk mengurangi nyeri pada saat penyuntikan propofol 2 mg/kgBB tanpa menggunakan premedikasi.

3.2 Tempat dan Waktu Tempat

Kamar Instalasi Bedah Pusat RSUP. HAM Medan

Waktu

Juli 2014 – November 2014.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi

Populasi adalah pasien bukan wanita hamil yang menjalani pembedahan elektif dengan anestesi umum intubasi endotrakeal yang menggunakan induksi propofol LCT di RSUP HAM Medan.

Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari populasi penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah dihitung secara statistik, seluruh sampel di bagi menjadi dua kelompok yaitu :

a. Kelompok A menerima lidokain 40 mg ( 2 mL lidokain 2% ) + 1 mEq natrium bikarbonat 1 ml + Dextrose 5% intravena = jadi larutan 10 ml dalam spuit 10 ml.


(52)

3.4 Kriteria inklusi dan eksklusi 1. Kriteria inklusi

1. Bersedia ikut dalam penelitian 2. Pasien status fisik ASA 1 dan 2 3. Usia 19 - 65 thn

4. Berat badan sesuai BMI (18,5-24,9 kg/m2) 2. Kriteria eksklusi

1. Pasien dengan kontra indikasi obat yang akan diberikan 3. Kriteria drop out

1. Terjadi reaksi alergi pada saat penyuntikan obat yang akan diteliti 2. Terjadi radang pada vena saat penyuntikan obat yang akan diteliti

3.5 Estimasi Besar Sampel

Estimasi besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

n1 = n2= 2 ( )

n1 = jumlah sampel Lidokain + Natrium bikarbonat

n2 = jumlah sampel Ketamin

Zα = 1,96

Zβ = 0,842

X1 = rerata nyeri pada kelompok Lidokain + Natrium bikarbonat (0,04)

SD1 = Standard Deviasi nyeri pada kelompok Lidokain + Natrium bikarbonat

(0.19)10


(53)

SD2 = Standard Deviasi nyeri pada kelompok Lidokain (0,63)10

SD rata rata = = 0,41

n1 = n2 = 42, ditambah 10% apabila menjadi putus uji menjadi 48

3.6 Informed consent

Setelah mendapat persetujuan dari komisi etik, penderita mendapatkan penjelasan tentang prosedur yang akan dijalani serta menyatakan secara tertulis kesediaannya dalam lembar informed consent.

3.7 Alat dan Bahan 3.7.1 Alat

a. Alat monitor non invasif otomatis (tekanan darah, denyut jantung, frekuensi nafas, EKG, saturasi oksigen)

b. Spuit 1 ml, 3 ml, 5 ml dan 10 ml

c. Laryngoscope set (Macinthos)

d. Pipa endotrachea nomor 7, 7,5. e. Kanul vena 18G, infus set, threeway

f. Pencatat waktu (stopwatch) g. Alat tulis dan formulir penelitian

3.7.2 Bahan

a. Obat anestesi umum b. Obat yang diteliti :

- Lidokain 2% (Lidokain HCL 2% / PT. Bernofarm) dan Natrium bikarbonat 8,4% (Meylon 84-BP / PT. Otsuka)

- Ketamin 100 mg/cc (KTM®)

c. Propofol LCT 1% (Propofol-Diprivan 1% / Astra Zeneca)


(54)

g. Povidone Iodine

h. Cairan : Ringer Laktat, Dextrose 5%

3.8 Cara kerja

3.8.1 Persiapan pasien dan obat

1. Setelah mendapat informed consent dan disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan RSUP. H. Adam Malik Medan seluruh sampel dinilai ulang dan dimasukkan ke dalam kriteria inklusi dan eksklusi Pasien PS ASA 1 dan 2 dibagi secara random menjadi dua kelompok.

2. Pasien diberitahu sebelumnya bahwa mereka akan dipuasakan 6 jam sebelum operasi, dilakukan pemasangan jalur infus dengan

abocatth no 18 G pada punggung tangan, diberi cairan infus Ringer

Laktat 2 cc/kgBB sejak puasa. Pada ruang operasi pasien akan dimonitor dengan pemasangan tensimeter, EKG, dan pulse

oxymetri.

3. Pasien diberitahu bahwa mereka akan menerima obat anestesi yang mungkin akan membuat lengan mereka menjadi nyeri, dan dinilai derajat nyerinya dengan tabel CBNPS yang telah dipersiapkan. Populasi yang dijadikan sampel dibagi secara acak menjadi dua kelompok, yaitu kelompok A menerima Lidokain 40 mg (2 ml Lidokain 2%) + 1 mEq Natrium bikarbonat 1 ml + 7 mL Dextrose 5% intravena = jadi larutan 10 ml dalam spuit 10 ml. Kelompok B menerima Ketamin 100 µg/kgBB intravena + Dextrose 5% intravena = jadi larutan 10 ml dalam spuit 10 ml. 4. Obat disiapkan oleh relawan I (peneliti tidak mengetahui

komposisi obat yang diberikan). Randomisasi dilakukan oleh relawan dengan randomisasi blok memakai tabel angka random dengan menjatuhkan pena pada kertas random, ujung pena


(55)

kebawah membentuk pola berurut dari angka pertama tadi sampai diperoleh sesuai besar sampel yang telah ditentukan. Sesuaikan sekuensi pada angka yang terpilih. Kemudian sekuensi yang diperoleh disusun secara berurutan sesuai dengan nomor amplop dan diserahkan kepada relawan I.

5. Setelah menyiapkan obat, relawan I tersebut memberikan kepada peneliti untuk diberikan pada hari pelaksanaan penelitian.

3.9 Pelaksanaan penelitian

1. Setelah pasien tiba diruang tunggu kamar bedah, pasien diperiksa ulang terhadap identitas, diagnosa, rencana tindakan pembiusan, akses infus (pastikan telah terpasang infus dengan abocatth 18G,

threeway dan aliran infus lancar di punggung tangan).

2. Sesampai diruang operasi semua pasien diukur vital sign dengan alat monitor yaitu dengan pemasangan tensimeter, EKG, pulse

oxymetri. Pasien diberi cairan pre loading Ringer Laktat 500 cc.

Obat yang akan diteliti diberikan pada masing-masing kelompok, dan diberikan melalui jalur vena pada lengan yang kontralateral dari tensimeter yang dipasang didaerah lengan atas.

3. Obat yang diteliti diberikan selama 30 detik tanpa ada aliran dari cairan infus.

4. 60 detik kemudian segera dilakukan penyuntikan propofol dari dosis induksi iv oleh relawan selama 10 detik tanpa dilusi cairan infus dan dinilai derajat nyeri dengan Colorado Behavioral

Numerical Pain Scale oleh si peneliti dan dibandingkan secara

statistik.

5. Setelah induksi propofol selesai, kedua group mendapat premedikasi midazolam 2,5 mg dengan fentanil 2 µg/kgBB dan


(56)

7. Dilakukan Pemeriksaan dan Pencatatan

3.10 Identifikasi variabel 3.10.1 Variabel bebas

a. Lidokain 40 mg + Natrium bikarbonat 1 ml b. Ketamin 100 µg/kgBB

3.10.2 Variabel tergantung

a. Nilai Colorado Behavioral Numerical Pain Scale

3.11 Rencana manajemen dan analisis data

a. Setelah data yang diperlukan telah terkumpul, kemudian data tersebut diperiksa kembali tentang kelengkapannya sebelum ditabulasi dan diolah. Lalu data tersebut diberikan pengkodean untuk memudahkan dalam mentabulasi. Data ditabulasi ke dalam master tabel dengan menggunakan

software Microsoft office exel 2007. Analisa data meliputi analisa

deskriptif dan uji hipotesis menggunakan program SPSS for windows.

b. Data numerik ditampilkan dalam nilai rata-rata + SD (standard deviasi). Sedangkan data kategorik ditampilkan dalam jumlah (persentase)

c. Data demografi : Uji kenormalan data numerik digunakan uji Shapiro – Wilk jika P > 0,05 data normal, jika P < 0,05 bila tidak normal.

d. Hipotesa penelitian diuji dengan menggunakan uji T independent, jika data numerik berdistribusi normal, jika tidak normal dilakukan uji Mann Whitney.

e. Interval kepercayaan 95% dengan nilai p < 0,05 dianggap bermakna secara signifikan.

3.12 Definisi operasional

a. Propofol adalah zat yang sering digunakan dalam tindakan anestesi, baik untuk induksi maupun rumatan, karena propofol mempunyai mula kerja yang cepat, lama kerja yang singkat, dan waktu pulih sadar yang cepat.


(57)

mg/kgBB intravena. Obat yang dipakai : propofol-diprivan 1%. Astra Zeneca.

b. Lidokain merupakan obat anestesi lokal dari golongan amida. Mekanisme lidokain sebagai analgesi menghambat suatu enzim yang mensekresi kinin atau memblok C nosireseptor lokal secara langsung. Penghambatan saluran ion natrium dan blockade yang bersifat reversible. Obat yang dipakai injeksi Lidokain 2% (20 mg/ml). PT Bernofarm.

c. Natrium bikarbonat merupakan zat pengalkali yang memberikan ion karbonat. Dosis untuk penambahan pada anestesi lokal yaitu : 1 ml Natrium bikarbonat (1mEq/ml) ditambahkan tiap 10 ml obat anestesi lokal menjadi konsentrasi 0,1 mEq/ml. Obat yang dipakai Meylon 8.4% (1mEq/ml). PT. Otsuka.

d. Ketamin adalah Ketamine, 2- (o-chlorophenyl) - 2- (methylamine)- cycloexanone yang bersifat sebagai anestesi intravena disosiatif. Dapat digunakan sebagai induksi anestesi atau obat rumatan untuk sedasi dan analgesi

e. 1 mEq = milliequivalent = 1000 gram ekuivalen elemen kimia, ion, atau kandungan larutan. 1 mEq natrium bikarbonat 8,4% = 84 mg natrium bikarbonat/ mL.

f. Pretreatment pemberian obat yang diteliti sebelum penyuntikan propofol.

g. BMI = Body Mass Index adalah Indeks massa tubuh dimana untuk menentukan berat badan ideal, berlebih maupun obesitas. BMI = berat (kg)/ tinggi (cm)2

Dibawah 18,5 Underweight/ malnutrisi

18,5 – 24,9 Normal

25,0 -29,9 Overweight


(58)

ekspresi wajah sampai melawan karena kesakitan. Digunakan pada pasien yang tersedasi.

SKOR TINGKAH LAKU

0 Rileks, tidak ada ekspresi wajah

1 Mengeluh, mengerutkan dahi, gelisah/tidak tenang 2 Wajah meringis, memproteksi posisi tubuh

3 Menangis, resistif

4 Menjerit, melempar sesuatu 5 Melawan

Tingkat nyeri berdasarkan CBNPS Skor 0 = tidak nyeri Skor 1 = nyeri ringan Skor 2 = nyeri sedang

Skor ≥3 = nyeri berat (berhubungan dengan perubahan tingkah laku)

Jika nyeri sedang dan berat tidak dapat diobservasi (dengan kata lain skala nyeri CBNPS skor 0 = tidak ada ekspresi wajah dan / atau pasien masih memungkinkan untuk ditanya atau skor sedasi 2-3), maka pasien ditanya apakah lengan yang disuntikkan obat propofol nyeri atau tidak, jika jawabannya “iya” maka skor nyeri 1 = nyeri ringan (sesuai dengan skor 1 CBNPS), jika jawabannya “tidak” maka skor 0 = tidak nyeri (sesuai dengan skor 0 CBNPS).

h. Premedikasi adalah prosedur pemberian obat-obatan sebelum induksi

anestesi dan pembedahan yang menyebabkan berkurangnya tingkat kecemasan, mengurangi nyeri, dan mengurangi resiko mual dan muntah pasca operasi. Pemberian premedikasi bisa dengan kombinasi sedasi dan analgesi. Tingkat kesadaran yang optimal didapat ketika pasien bisa menjaga jalan nafas, respon terhadap stimulus fisik dan suara, tidak cemas


(59)

dengan kombinasi midazolam 1-2,5 mg intravena dan fentanyl 0,05-2 µg/kgBB.

Level sedasi bisa dinilai dengan skor sedasi Skor 1 = cemas atau gelisah atau keduanya Skor 2 = pasien kooperatif, orientasi dan tenang Skor 3 = pasien respon hanya dengan perintah

Skor 4 = pasien respon cepat dengan ketukan ringan diantara kedua mata atau rangsangan suara yang kuat

Skor 5 = pasien respon lambat dengan ketukan ringan diantara kedua mata atau rangsangan suara yang kuat

Skor 6 = tidak ada respon

3.13 Masalah etika

a. Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

b. Pasien sebelumnya diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat serta resiko dan hal yang terkait dengan penelitian. Kemudian diminta mengisi formulir kesediaan menjadi subjek penelitian (informed consent).

c. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tindakan yang sudah lazim dikerjakan terhadap pasien dan sebelum anestesi dan proses penelitian dimulai, telah dipersiapkan alat-alat kegawatdaruratan (oro /

nasopharyngeal airway, ambu bag, sumber oksigen, laryngoscope,

endotracheal tube ukuran pasien, suction set), monitor (pulse oxymetri,

tekanan darah, EKG, laju jantung), obat emergensi (efedrin, adrenalin, sulfas atropin, lidokain, aminofilin, deksametason).

d. Bila terjadi kegawatdaruratan jalan nafas, jantung, paru, dan otak selama proses penelitian berlangsung, maka segera dilakukan antisipasi dan penanganan sesuai dengan teknik, alat dan obat standar seperti yang sudah


(1)

65 LAMPIRAN 4. LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

“ INFORMED CONSENT “

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ... Umur : ... Alamat : ... Pekerjaan : ...

No. Telepon yang dapat dihubungi : ……….. Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya dan menyadari serta memahami tentang tujuan, manfaat serta resiko yang mungkin timbul dalam penelitian berjudul :

PERBANDINGAN PRETREATMENT LIDOKAIN 40 mg INTRAVENA DITAMBAH NATRIUM BIKARBONAT 1 mEq DENGAN KETAMIN 100 µg/kgBB DALAM MENGURANGI NYERI INDUKSI PROPOFOL

Dan bahwa keikutsertaan saya dengan penuh kesadaran dan tidak dalam paksaan dalam bentuk apapun serta memahami bahwa subjek dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dalam keikutsertaannya tanpa dituntut oleh pihak manapun, maka saya setuju ikut serta/ mengikutsertakan istri/anak/adik/ibu saya yang bernama : ……… dalam uji penelitian dan bersedia berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang berlaku dan telah saya sepakati dalam penelitian tersebut di atas.


(2)

Demikian surat pernyataan ini saya buat, agar dapat dipergunakan bila diperlukan.

Medan, ………...2014

Mengetahui, Yang menyatakan,

Penanggung Jawab Penelitian Keluarga

(dr. Fadli Armi Lubis) (Nama Jelas : ...)

Peserta uji klinis Saksi


(3)

67 LAMPIRAN 5. LEMBARAN OBSERVASI PASIEN

Nama :

Jenis Kelamin : Umur/ tgl. Lahir :

Pekerjaan :

Agama :

Alamat :

Pendidikan Terakhir : Suku/Bangsa : Tinggi/Berat Badan :

BMI :

Nomer Rekam Medis :

Diagnosa :

Mulai anestesi :

TD T0 (Sebelum Penyuntikan Propofol ) T1 (Setelah Penyuntikan propofol ) T2 (setelah intubasi) TDS TDD HR RR SpO2

AV = ASSISTED VENTILATION = ventilasi bantuan dengan sungkup CV = CONTROLLED VENTILATION = Ventilasi terkendali dengan ambu


(4)

SKOR CBNPS pada saat penyuntikan propofol

SKOR TINGKAH LAKU NILAI

0 RILEKS,TIDAK ADA EKSPRESI WAJAH

≈ skor 0 pada w/b faces rating scale, tidak sakit ketika ditanya

1

MENGELUH, MENGERUTKAN DAHI, GELISAH/TIDAK TENANG ≈ skor 1-2 w/b faces rating scale, sakit ketika ditanya

2 WAJAH MERINGIS, MEMPROTEKSI POSISI TUBUH

skor 3-6w/b faces rating scale

3 MENANGIS, RESISTIF ≈ skor 7-10 w/b faces rating scale 4 MENJERIT, MELEMPAR SESUATU

≈ skor 7-10 w/b faces rating scale

5 MELAWAN ≈ skor 7-10 w/b faces rating scale

Skor 0 = tidak nyeri Skor 1 = nyeri ringan Skor 2 = nyeri sedang

Skor ≥3 = nyeri berat (berhubungan dengan perubahan tingkah laku)

Post operasi (infus dilengan) Nyeri : radang/alergi :


(5)

69 LAMPIRAN 6.

RENCANA ANGGARAN PENELITIAN Taksasi dana yang diperlukan selama penelitian

1.Bahan dan peralatan penelitian

Ketamin (KTM-100) 4 x Rp. 220.000 = Rp 880.000,- Meylon 8,4% 50 x Rp. 13.600 = Rp 680.000,- Lidokain 2% 50 x Rp. 4.000 = Rp 200.000,- Dextrose 5% 50 x Rp. 12.500 = Rp 625.000,- Propofol Diprivan (Astra Zeneca) 100 x Rp. 119.500 = Rp 11.950.000,-

2. Seminar usulan penelitian

Pengadaan bahan untuk diskusi sebelum seminar = Rp 300.000,- Pengadaan bahan seminar 20 x Rp 25.000,- = Rp 500.000,-

3. Seminar hasil penelitian

Pengadaan bahan 20 x Rp 25.000,- = Rp 500.000,-

4. Pembacaan tesis

Cetak tesis 30 x Rp 80.000,- = Rp 2.400.000,-

Subtotal = Rp 18.035.000,-

5. Biaya tak terduga (10% subtotal) = Rp 1.803.500,-

Perkiraan biaya penelitian = Rp 19.838.500,-


(6)

70

3

LAMPIRAN 7 : RANDOMISASI BLOK SAMPEL DAN DAFTAR SAMPEL

TABEL RANDOMISASI PASIEN

Nomor Sekuens

00-04 AAABBB 05-09 AABABB 10-14 AABBAB 15-19 AABBBA 20-24 ABAABB 25-29 ABABAB 30-34 ABABBA 35-39 ABBAAB 40-44 ABBABA 45-49 ABBBAA 50-54 BAAABB 55-59 BAABAB 60-64 BAABBB 65-69 BABAAB 70-74 BABABA 75-79 BABBAA 80-84 BBAAAB 85-89 BBAABA 90-94 BBABAA 95-99 BBBAAA

Kelompok A : Lidokain 40 mg + Natrium bikarbonat 1 mEq Kelompok B : Ketamin 100 µg/kgBB


Dokumen yang terkait

Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena Ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq Dengan Ketamin 100 μg/kgBB Intravena Dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol

3 86 89

Efek Penambahan Natrium Bikarbonat 1 mEq Kedalam Lidokain 40 Mg Intravena Dibandingkan Dengan Lidokain 40 Mg Intravena Untuk Mengurangi Nyeri Pada Saat Induksi Propofol MCT/LCT

1 74 97

Efek Penambahan Natrium Bikarbonat 1 mEq Kedalam Lidokain 40 MG Intravena Dibandingkan Dengan Lidokain 40 MG Intravena Untuk Mengurangi Nyeri Pada Saat Induksi Propofol MCT/LCT

1 46 97

Perbandingan Kejadian Mual Muntah Pada Pemberian Tramadol Suppositori 100 mg Dan Tramadol Intravena 100 mg Sebagai Analgetik Paska Bedah Pada Operasi Ekstremitas Bawah Dengan Spinal Anestesi

1 78 66

Perbandingan Efek Inflasi Cuff Dengan Lidokain HCl 2% 6 CC + Natrium Bikarbonat 7,5% 0,6 CC Dengan Lidokain HCl 1,5 Mg/Kg BB Intravena Terhadap Kejadian Batuk Dan Hemodinamik Sebelum Dan Sesudah Ekstubasi Pada Anestesia Umum

0 40 96

Perbandingan Propofol 2 Mg/Kgbb-Ketamin 0,5 Mg/Kgbb Intravena Dan Propofol 2 Mg/Kgbb-Fentanil 1µg/Kgbb Intravena Dalam Hal Efek Analgetik Pada Tindakan Kuretase Kasus Kebidanan Dengan Anestesi Total Intravena

0 38 101

Perbandingan Respon Hemodinamik Pada Tindakan Laringoskopi Dan Intubasi Pada Premedikasi Fentanil 2µg/kgBB Intravena + Deksketoprofen 50 mg Intravena Dengan Fentanil 4µg/kgBB Intravena

1 44 90

Perbandingan Ketamin 0,5 MG/KGBB Intravena Dengan Ketamin 0,7 MG/KGBB Intravena Dalam Pencegahan Hipotensi Akibat Induksi Propofol 2 MG/KGBB Intravena Pada Anestesi Umum

2 53 97

Perbandingan Pengaruh Pemberian Fentanil 1 µg/kgBB Dengan Lidokain 2% 1 mg/kgBB Intravena Terhadap Respon Hemodinamik Pada Tindakan Ekstubasi

3 85 94

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propofol - Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena Ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq Dengan Ketamin 100 μg/kgBB Intravena Dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol

0 0 25