Perbandingan Efek Koinduksi Ketamin 0,3 MG/KGBB IV Dengan Midazolam 0,03 MG/KGBB IV Terhadap Pengurangan Dosis Induksi Propofol

(1)

PERBANDINGAN EFEK KOINDUKSI

KETAMIN 0,3 MG/KGBB IV DENGAN

MIDAZOLAM 0,03 MG/KGBB IV TERHADAP

PENGURANGAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL

Oleh

WAHYU SATRIA KENCANA 107114003

TESIS

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh

gelar Magister Kedokteran Klinik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif / M.Ked. An, Sp.An pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS

DEPARTEMEN / SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /

RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN


(2)

PERBANDINGAN EFEK KOINDUKSI

KETAMIN 0,3 MG/KGBB IV DENGAN

MIDAZOLAM 0,03 MG/KGBB IV TERHADAP

PENGURANGAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL

TESIS

Oleh

WAHYU SATRIA KENCANA 107114003

Pembimbing I:

Dr. dr Nazaruddin Umar SpAn, KNA

Pembimbing II: dr M Ihsan SpAn, KMN

PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS

DEPARTEMEN / SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /

RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena Rahmat dan Karunia-Nya saya berkesempatan membuat penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh tanda keahlian dalam bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi–tingginya kepada yang terhormat :Dr. dr. Nazaruddin Umar Sp.An, KNA dan dr. M Ihsan Sp.An, KMN atas kesediaannya sebagai pembimbing penelitian saya, serta dr. Surya Dharma MPH sebagai pembimbing statistik penelitian saya, walaupun di tengah kesibukan masih dapat meluangkan waktu.

Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Prof.Dr. dr. H. Syahril Pasaribu DTM&H, Msc(CTM), Sp.A(K). Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar Sp.PD (KGEH) atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis (PPDS) I dan magister klinik di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Yang terhormat Prof. dr. H. Achsanuddin Hanafie Sp.An, KIC, KAO sebagai Kepala Departemen/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, dr. Hasanul Arifin Sp.An, KAP, KIC sebagai Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, Dr. dr. Nazaruddin Umar Sp.An, KNA sebagai Sekretaris Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, dr. Akhyar H. Nasution Sp.An, KAKV sebagai Sekretaris Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, yang telah banyak memberikan petunjuk, pengarahan serta nasehat dan mendidik selama saya menjalani penelitian ini.

Yang terhormat guru saya di jajaran Departemen/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, dr. A. Sani P. Nasution Sp.An, KIC., dr. Chairul Mursin Sp.An, KAO., dr. Asmin Lubis DAF, Sp.An, KAP, KMN., (alm) dr. Nadi Zaini Bakri SpAn., (alm) dr. Muhammad A. R SpAn, KNA., dr. Yutu Solihat SpAn, KAKV., dr. Soejat Harto SpAn, KAP., dr. Ade Veronica SpAn, KIC., dr. Syamsul Bahri Siregar SpAn., dr. Walman Sitohang SpAn., dr. Tumbur SpAn., Letkol CKM. dr. Nugroho Kunto Subagio SpAn., dr. Dadik Wahyu Wijaya SpAn., dr. M. Ihsan SpAn, KMN., dr. Guido M Solihin SpAn, KAKV., dr. Qadri F. Tanjung SpAn, KAKV., dr. RR Shinta Irina SpAn. dr Rommy F Nadeak SpAn., yang telah banyak memberikan bimbingan dalam bidang ilmu pengetahuan di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif, baik secara teori maupun


(4)

keterampilan sehingga menimbulkan rasa percaya diri dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya yang kiranya sangat bermanfaat bagi saya di kemudian hari.

Yang terhormat Bapak Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, Bapak Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan, Karumkit Tk. II Putri Hijau Medan, Direktur RS Haji Medan, yang telah mengizinkan dan memberikan bimbingan serta kesempatan kepada saya untuk belajar menambah keterampilan.

Kepada para perawat / paramedis dan seluruh Karyawan / Karyawati RSUP H. Adam Malik Medan, RSUD dr.Pirngadi Medan, RS Haji Medan, dan Rumkit Tk. II Putri Hijau Medan yang telah banyak membantu dan bekerja sama dengan baik selama ini dalam menjalani tugas pendidikan dan pelayanan kesehatan, serta kesempatan yang diberikan sehingga saya dapat melaksanakan penelitian ini, saya juga mengucapkan terima kasih yang setulusnya.

Sembah sujud dan rasa syukur saya persembahkan kepada yang tercinta kedua orang tua saya, ayahanda; dr. H. Surya Dharma MPH dan ibunda; Hj. Nur Aisah SH saya sampaikan rasa hormat dan terima kasih saya yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas doa dan perjuangannya yang tiada henti serta dengan siraman kasih sayang yang luar biasa yang telah diberikan kepada saya.

Kepada kedua saudara kandung saya, yaitu dr Prawito Nurhidayat dan Indah Rahmah Lestari terima kasih tak terhingga dan setulusnya atas dorongan dan inspirasinya selama saya menjalani masa pendidikan spesialis ini.

Yang saya hormati dan cintai Bapak mertua drs Agus Suryono dan Ibu mertua dra Rita Suryani yang juga telah mendukung dan memberikan doa dan restu untuk saya agar dapat menuntut ilmu dan mengejar cita-cita saya.

Kepada istri yang sangat saya cintai dan kasihi, dr. Astri Nurhandini yang selalu menyayangi saya, dengan cinta kasihnya yang luar biasa selalu memberikan dorongan, dan tidak pernah bosan selalu memberikan waktu dan tenaganya untuk mendengarkan keluh kesah saya dengan penuh perhatian. Kepada buah hatiku tercinta, Arkan Surya Wiratama kehadirannya sebagai penyemangat dan pendorong saya untuk memberikan yang terbaik baginya, sebagai motivator dan pemberi inspirasi saya dalam melakukan segala hal. Terima kasih yang tak terhingga atas kesabaran dan keikhlasan selama saya menjalani pendidikan ini, semoga usaha saya ini juga dapat menjadi dasar dalam setiap aspek kehidupan mereka kedepannya.

Kepada seluruh kerabat dan handaitaulan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan, yang selalu memberikan dorongan dan dukungan moral maupun materil,


(5)

serta doanya yang tulus sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini, saya mengucapkan terima kasih.

Kepada yang tercinta teman-teman satu angkatan saya dalam penerimaan Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran USU yaitu: dr. Mufti Andri, dr Benni Antomy dan dr Anna Milizia, yang telah bersama-sama sejak mulai penerimaan masuk, berbagi dalam suka maupun duka, tak lupa saya haturkan terima kasih.

Dan juga kepada teman-teman saya tercinta, baik di tingkat senior maupun junior yang terlibat langsung dalam membantu dan menginspirasi saya selama saya mengerjakan penelitian ini baik dari departemen anestesiologi dan terapi intensif maupun dari departemen lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu disini terima kasih saya ucapkan atas bantuan dan kerja samanya baik secara moril, tenaga, pikiran, dan perhatiannya selama saya menjalankan penelitian ini.

Dan akhirnya izinkan dan perkenankanlah saya dalam kesempatan yang tertulis ini memohon maaf atas segala kekurangan saya selama mengikuti masa pendidikan di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang saya cintai.

Medan, Januari 2015

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar... i

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel... vii

Daftar Gambar... ix

Daftar Singkatan... x

Ringkasan... xii

Abstract... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 5

1.3. Hipotesis... 6

1.4. Tujuan Penelitian... 6

1.4.1. Tujuan Umum... 6

1.4.2. Tujuan Khusus... 6

1.5. Manfaat Penelitian... 7

1.5.1. Manfaat Akademis... 7

1.5.2. Manfaat Pelayanan... 7

1.5.3. Manfaat Pengembangan Penelitian... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Induksi Anestesi... 8

2.2. Propofol... 10

2.2.1. Struktur Fisik dan Kimia... 10

2.2.2. Propofol MCT/LCT... 11

2.2.3. Sediaan Propofol... 12

2.2.4. Mekanisme Kerja... 12

2.2.5. Farmakokinetik... 13


(7)

2.3. Ketamin... 16

2.3.1. Farmakokinetik... 18

2.3.2. Farmakodinamik... 19

2.4. Midazolam... 21

2.4.1. Farmakokinetik... 24

2.4.1. Farmakodinamik... 25

2.5. Kerangka Teori... 28

2.6. Kerangka Konsep... 29

BAB 3 METODE PENELITIAN... 30

3.1. Desain Penelitian... 30

3.2. Tempat dan Waktu... 30

3.2.1. Tempat... 30

3.2.2. Waktu... 30

3.3. Populasi dan Sampel... 30

3.3.1. Populasi... 30

3.3.2. Sampel... 31

3.4. Kriteria Inklusi, Eksklusi dan Putus Uji... 31

3.4.1. Kriteria Inklusi... 31

3.4.2. Kriteria Eksklusi... 31

3.4.3. Kriteria Putus Uji... 31

3.5. Perkiraan Besar Sampel... 32

3.6. Alat dan Bahan... 33

3.6.1. Alat... 33

3.6.2. Bahan... 33

3.7. Cara Kerja... 34

3.8. Identifikasi Variabel... 36

3.8.1. Variabel Bebas... 36

3.8.2. Variabel Tergantung... 36

3.9. Definisi Operasional... 36


(8)

3.11. Manajemen dan Analisa Data... 40

3.12. Alur Penelitian... 41

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 42

4.1. Karakteristik Umum Subjek Penelitian... 42

4.2. Analisa Pengujian Kelompok Penelitian... 46

4.3. Pembahasan... 58

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN... 60

5.1. Kesimpulan... 60

5.2. Saran... 61

DAFTAR PUSTAKA... 62


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Distribusi Propofol bebas dan total Propofol... 12

Tabel 2.2. Penggunaan dan dosis Ketamin... 17

Tabel 2.3. Penggunaan dan dosis golongan Benzodiazepin... 23

Tabel 2.4. Efek farmakodinamik obat anestesi intravena... 27

Tabel 4.1.1 Tabel Karakteristik Umum Subjek Penelitian berdasarkan umur dan jenis kelamin... 42

Tabel 4.1.2. Tabel Karakteristik Umum Subjek Penelitian berdasarkan rerata berat badan... 43

Tabel 4.1.3. Tabel Karakteristik Umum Subjek Penelitian berdasarkan rerata tekanan darah sistolik awal... 44

Tabel 4.1.4. Tabel Karakteristik Umum Subjek Penelitian berdasarkan rerata tekanan darah diastolik awal... 44

Tabel 4.1.5. Tabel Karakteristik Umum Subjek Penelitian berdasarkan rerata MAP awal... 45

Tabel 4.1.6. Tabel Karakteristik Umum Subjek Penelitian berdasarkan rerata Laju Jantung awal... 45

Tabel 4.2.1. Tabel Perbedaan Rerata penggunaan dosis Propofol pada kelompok yang mendapatkan obat Ketamin dan Midazolam... 46

Tabel 4.2.2. Tabel Perbedaan Dosis Propofol per Berat Badan pada kelompok yang mendapatkan obat koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV dan Midazolam 0,03 mg/kgBB IV... 47

Tabel 4.2.3. Tabel Perbedaan Rerata Tekanan Darah (Sistolik dan Diastolik), MAP dan Laju Jantung sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang mendapatkan obat Koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV... 48


(10)

Tabel 4.2.4. Tabel Perbedaan Rerata Tekanan Darah (Sistolik dan Diastolik), MAP dan Laju Jantung sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang mendapatkan obat Koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB IV... 51 Tabel 4.2.5. Tabel Perbedaan Rerata Perubahan Hemodinamik pada

kelompok yang mendapatkan obat koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV dan Midazolam 0,03 mg/kgBB IV... 53 Tabel 4.2.6. Tabel Komplikasi pulih sadar pada pemberian Ketamin dan


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Rumus bangun propofol...

10 Gambar 2.2 Rumus bangun ketamin...

17 Gambar 2.3 Rumus bangun midazolam... 24 Gambar 4.2.1. Grafik Perubahan Hemodinamik dari Kelompok obat koinduksi

Ketamin 0,3 mg/kgBB IV dan obat koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB IV...


(12)

DAFTAR SINGKATAN

1. mg/kgBB : miligram per kilogram berat badan

2. kg : kilogram

3. cm : centimeter

4. IV : intra vena

5. IM : intra muscular

6. BIS : bispectral index

7. OAAS : observer’s assessment of alertness/sedation

8. IoC : Index of Consiousness

9. EEG : electroencephalogram

10. µv : mikro volt

11. EEG BSR : electroencephalogram burst-suppression ratio

12. MCT : Medium-Chain Triglycerides

13. LCT : Long-Chain Triglycerides

14. pH : power of Hidrogen

15. pKa : acid dissociation constant

16. GABA : gamma amino butiric acid

17. NMDA : N-Methyl-D-Aspartate

18. SSP : sistem saraf pusat

19. CMRO2 : cerebral metabolic rate of oxygen

20. ICP : intracranial pressure

21. CBF : cerebral blood flow


(13)

23. PaCO2 : partial pressure of carbon dioxide in arterial blood

24. Cl- : ion cloride

25. Vd : volume distribusi

26. PSASA : physical status American Society of Anesthesiology


(14)

RINGKASAN

Tujuan: Untuk mengamati apakah teknik koinduksi dapat mempengaruhi kebutuhan total dosis induksi propofol dan dengan demikian dapat mengurangi efek samping penurunan hemodinamik.

Metode: Setelah mendapat izin dari komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran USU dan Rumah Sakit Haji Adam Malik, Uji klinis acak tersamar ganda pada 54 pasien, 20 sampai 50 tahun, PS-ASA 1 yang akan menjalani operasi elektif dengan anestesi umum yang menggunakan induksi dengan propofol di Rumah Sakit Haji Adam Malik. Sampel dibagi menjadi dua kelompok masing-masing terdiri dari 27 orang. Kelompok A menerima Ketamin 0,3 mg/kgBB IV sebagai obat koinduksi satu menit sebelum induksi propofol dan kelompok B menerima Midazolam 0,03 mg/kgBB IV sebagai obat koinduksi 3 menit sebelum induksi propofol. Seluruh pasien menerima premedikasi Fentanyl 2 mcg/kgBB IV empat menit sebelum induksi.Dosis induksi propofol dicatat setelah hilangnya refleks bulu mata. Penelitian ini juga mengamati respon hemodinamik setelah premedikasi, setelah pemberian Ketamin atau Midazolam dan setelah hilangnya refleks bulu mata.Terjadinya efek samping juga dicatat.

Hasil: penelitian ini mendapatkan dosis total induksi dari propofol adalah 1,38 mg/kgBB (kelompok A) dan 1,63 mg/kgBB (kelompok B). Tidak terjadi perbedaan hemodinamik diantara dua kelompok, namun terjadi penurunan hemodinamik yang secara statistik berbeda bermakna setelah induksi. Pada seluruh sampel penelitian tidak dijumpai efek hipotensi yang ditandai dengan penurunan hemodinamik >20% dari nilai awal.

Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok dalam hal pengurangan dosis induksi propofol. Dosis induksi propofol lebih rendah pada kelompok Ketamin.


(15)

ABSTRACT

Objective: To observe whether the co-induction technique affects the total induction dose requirement of propofol and thereby reduce associated hemodinamic adverse effects.

Method: After getting the approval from the Ethic Committe of USU Medical School and Haji Adam Malik General Hospital, Double blinded, a randomized clinical trial on 54 patients, 20 to 50 years, physical state ASA-1 who underwent elective surgery with general anesthesia and induction with propofol in Haji Adam Malik General Hospital. The sample were divided into two groups each with 27 subjects. Group A recieved Ketamine 0,3 mg/kgBW IV as coinduction agent one minute before the induction propofol and group B recieved Midazolam 0,03 mg/kgBW IV as co-induction agent three minutes before the induction propofol. All patient recieve premedication Fentanyl 2 mcg/kgBW IV four minutes before induction.The records doses propofol induction using loss of eye-lids reflex. This study also observed the hemodinamic respon after premedication, after administration of Ketamine or Midazolam and after loss of eye-lids reflex. An incidence of any side effects were also recorded.

Result: The study reveals that the total induction doses of propofol are 1,38 mg/kgBW (group A) and 1,63 mg/kgBW (group B). There were no hemodynamic differences between two groups , but there was hemodynamic decreased that is statistically significant difference between groups after induction. There were no hypotensive effect that being found which is characterized by hemodynamic decreased > 20 % of initial value.

Conclusion: There were significant statistical differences between the two groups in redusing propofol induction doses. Propofol induction doses was less at ketamin group.


(16)

ABSTRACT

Objective: To observe whether the co-induction technique affects the total induction dose requirement of propofol and thereby reduce associated hemodinamic adverse effects.

Method: After getting the approval from the Ethic Committe of USU Medical School and Haji Adam Malik General Hospital, Double blinded, a randomized clinical trial on 54 patients, 20 to 50 years, physical state ASA-1 who underwent elective surgery with general anesthesia and induction with propofol in Haji Adam Malik General Hospital. The sample were divided into two groups each with 27 subjects. Group A recieved Ketamine 0,3 mg/kgBW IV as coinduction agent one minute before the induction propofol and group B recieved Midazolam 0,03 mg/kgBW IV as co-induction agent three minutes before the induction propofol. All patient recieve premedication Fentanyl 2 mcg/kgBW IV four minutes before induction.The records doses propofol induction using loss of eye-lids reflex. This study also observed the hemodinamic respon after premedication, after administration of Ketamine or Midazolam and after loss of eye-lids reflex. An incidence of any side effects were also recorded.

Result: The study reveals that the total induction doses of propofol are 1,38 mg/kgBW (group A) and 1,63 mg/kgBW (group B). There were no hemodynamic differences between two groups , but there was hemodynamic decreased that is statistically significant difference between groups after induction. There were no hypotensive effect that being found which is characterized by hemodynamic decreased > 20 % of initial value.

Conclusion: There were significant statistical differences between the two groups in redusing propofol induction doses. Propofol induction doses was less at ketamin group.


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini dikarenakan memiliki waktu mula kerja, durasi dan waktu pulih sadar yang singkat.1,2 Disamping kelebihan tersebut, ada efek samping terhadap sistem pernapasan dan kardiovaskular yang ditimbulkan yaitu henti nafas dan penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh penurunan tahanan pembuluh darah sistemik, kontraktilitas jantung dan preload. Dosis induksi 2 mg/kgBB IV pada pasien tanpa gangguan jantung menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 30%. Walaupun jarang, penurunan dari preload dapat mencetuskan respon vagal. Propofol mendepresi refleks baroreseptor kontrol denyut jantung. Bradikardi dan asistol juga telah diamati setelah induksi anestesia dengan propofol, meskipun telah diberikan profilaksis antikolinergik. Faktor yang memperberat terjadinya penurunan tekanan darah adalah dosis yang besar, penyuntikan yang cepat dan usia tua.3,4

Beberapa upaya untuk mengurangi efek samping penurunan tekanan darah pada induksi propofol antara lain pemberian obat secara titrasi1,2,5-8, penggunaan

obat koinduksi2,9-14, pemberian cairan sebelum induksi15-18, penggunaan obat

vasopressor17-20 hingga penggunaan teknik priming seperti pada pemberian obat pelumpuh otot.11,12,14


(18)

Istilah koinduksi telah dikenal sebagai suatu teknik pemberian dosis kecil obat sedasi atau obat anestesi lain untuk mengurangi dosis obat induksi yang sedikit mempengaruhi hemodinamik.12 Gabungan obat yang sering digunakan

pada koinduksi propofol adalah midazolam, ketamin maupun propofol itu sendiri yang disebut dengan auto co-induction atau priming.

Shah dkk (2011), melaporkan 100 pasien yang diinduksi propofol secara titrasi dengan kecepatan 10 mg tiap 3 detik menurunkan dosis induksi 30% dibanding bolus 2 mg/kgBB IV selama 10 detik dengan perbandingan penurunan tekanan darah sistolik, diastolik dan rerata masing-masing 10% vs 20%, 5% vs 16% dan 5% vs 19%. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa induksi secara titrasi mampu mencapai nilai BIS yang berbeda tidak bermakna secara statistik dengan pemberian secara bolus.1

Blum dkk (2006), melaporkan 99 pasien yang diinduksi dengan propofol 2 mg/kgBB IV dengan kecepatan pemberian yang berbeda, 5 detik, 120 detik dan 240 detik tanpa premedikasi sebelumnya mampu mencapai bispectral index (BIS) minimal 28,7 (±10.3), 33 (±13,9) dan 36,4 (±11) dengan waktu 102,91 detik (±44,2), 172,33 detik (±29,76) dan 274,21 detik (±45,4). Nilai BIS pemberian dengan kecepatan 5 dan 120 detik secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.5

Kumar dkk (2006), melaporkan 100 pasien yang diinduksi dengan propofol metode priming 20% dari dosis 2 mg/kgBB IV 30 detik sebelum bolus 30 mg tiap


(19)

10 detik dapat menurunkan total dosis induksi 27,48% dengan penurunan tekanan darah rerata 12,12% dan 6,36%.6

Uzun dkk (2011), melaporkan 72 pasien yang diinduksi propofol 2% dengan kecepatan 60, 90 dan 120 mg/menit tanpa premedikasi, target nilai BIS 40, membutuhkan dosis 2,32 (±0,61), 2,64 (±0,43) dan 2,85 (±0,52) mg/kgBB IV. Sedangkan waktu yang diperlukan mencapai 177 ± 38, 182 ± 58 dan 134 ± 38 detik.7

Yustiningsih (2006), melaporkan 46 pasien yang dikoinduksi midazolam 0,03mg/kgBB IV dan ketamin 0,3 mg/kgBB IV dengan pemberian propofol titrasi 30 mg tiap 10 detik hingga hilangnya respon terhadap jaw thrust tanpa premedikasi membutuhkan dosis induksi 2,5 mg/kgBB IV dan 1,67 mg/kgBB IV. Penelitian ini juga menunjukkan di kedua grup terdapat perbedaan yang bermakna dalam penurunan tekanan darah dibandingkan dengan tekanan darah awal.2

Rajkumar dkk (2013), melaporkan 120 pasien yang dikoinduksi midazolam 0,03 mg/kgBB IV dan ketamin 0,3 mg/kgBB IV dibanding kontrol dengan pemberian propofol titrasi 30 mg tiap 10 detik hingga hilangnya refleks bulu mata menurunkan kebutuhan dosis induksi propofol 33,92% dan 42,69% dengan penurunan tekanan darah rerata sebesar 10,88% dan 8,37%.9

Butt dan Ahmed (2013), melaporkan 60 pasien yang dikoinduksi midazolam 0,03 mg/kgBB IV dan ketamin 0,3 mg/kgBB IV dengan pemberian propofol titrasi 10 mg tiap 5 detik hingga pasien mulai hilang kesadaran dan berhenti berhitung yang setara dengan nilai observer’s assessment of


(20)

alertness/sedation (OAAS) 2 menurunkan dosis induksi propofol 0,78 mg/kgBB IV dan 0,76 mg/kgBB IV. Kekurangan penelitian ini adalah tidak adanya dosis propofol pada nilai OAAS 0 yang merupakan target dari dosis induksi sebenarnya serta tidak digunakannya analgetik sebagai standar anestesi umum.10

Kataria dkk (2010), melaporkan 90 pasien yang dikoinduksi midazolam 0,05 mg/kgBB IV dan priming 20% dari dosis induksi propofol (2 mg/kgBB IV) dengan pemberian propofol titrasi 30 mg tiap 10 detik hingga nilai BIS 45 menurunkan dosis induksi propofol 45,37% dan 31,88%.11

Srivastava dkk (2006), melaporkan 68 pasien yang dikoinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB IV, midazolam 0,03 mg/kgBB IV dan propofol 0,4mg/kgBB IV dengan pemberian propofol titrasi 30 mg tiap 10 detik hingga hilangnya respon verbal menurunkan dosis induksi menjadi 1,2 mg/kgBB IV, 1,4 mg/kgBB dan 1,6 mg/kgBB IV dibandingkan kontrol 2,7 mg/kgBB IV dengan penurunan tekanan darah 4%, 13%, 11% dan 21%.12

Asida serta Jones dkk (2004, 2007), melaporkan 150 dan 60 pasien usia diatas 65 tahun yang diinduksi menggunakan propofol kecepatan 5 ml/menit dengan koinduksi midazolam 0,05 mg/kgBB IV dan 0,02 mg/kgBB IV menurunkan dosis secara signifikan dibanding kontrol, sedangkan priming propofol 0,2 mg/kgBB IV dan 0,25 mg/kgBB IV tidak menurunkan dosis secara signifikan dibanding kontrol. Hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya perbedaan perubahan tekanan darah diantara ketiga kelompok tersebut.13,14


(21)

Beberapa penelitian menunjukkan pada pemberian cairan kristaloid maupun koloid 5 sampai 20 ml/kgBB IV tetap terjadi penurunan tekanan darah yang signifikan secara statistik jika dibandingkan tanpa diberi cairan.15-18

Dari penelitian-penelitian tersebut diketahui pengurangan kecepatan induksi dengan propofol mampu mengurangi kebutuhan total dosis induksi. Metode lain yang dapat mengurangi total dosis induksi adalah dengan koinduksi dan priming. Dengan berkurangnya dosis propofol, maka penurunan nilai tekanan darah dapat berkurang walaupun pada beberapa penelitian secara statistik tidak berbeda bermakna.

Untuk itu timbul keinginan peneliti untuk membandingkan efek koinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB IV dan midazolam 0,03 mg/kgBB IV dengan mempersingkat interval metode induksi propofol secara titrasi menjadi 10 mg/5 detik menggunakan syringe pump untuk mendapatkan pengurangan dosis induksi propofol.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pemberian koinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB IV lebih baik dalam mengurangi dosis induksi propofol dibandingkan dengan pemberian koinduksi midazolam 0,03 mg/kgBB IV?


(22)

1.3 Hipotesis

Pemberian koinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB IV lebih baik dalam mengurangi total dosis induksi propofol dibandingkan dengan pemberian koinduksi midazolam 0,03 mg/kgBB IV.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Mendapatkan alternatif obat yang dapat mengurangi total dosis induksi menggunakan propofol.

1.4.2 Tujuan khusus

a) Mengetahui dosis propofol untuk induksi pada kelompok yang diberikan koinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB IV.

b) Mengetahui dosis propofol untuk induksi pada kelompok yang diberikan koinduksi midazolam 0,03 mg/kgBB IV.

c) Membandingkan respon hemodinamik saat induksi pada kelompok yang diberikan koinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB IV dengan kelompok yang diberikan koinduksi midazolam 0,03 mg/kgBB IV.


(23)

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan rujukan kepada klinisi tentang cara mengurangi dosis induksi propofol dengan metode titrasi 10 mg/5 detik dan penambahan obat koinduksi dengan harapan kestabilan hemodinamik setelah induksi propofol.

1.5.2 Manfaat pelayanan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengurangi biaya pemakaian propofol serta meningkatkan keamanan pasien dengan hemodinamik yang lebih stabil setelah induksi menggunakan propofol.

1.5.3 Manfaat pengembangan penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber rujukan tambahan dalam penelitian lanjutan tentang metode yang lebih baik untuk menjaga kestabilan hemodinamik setelah induksi propofol.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Induksi Anestesi

Induksi anestesi adalah suatu rangkaian proses transisi dari sadar penuh sampai hilangnya kesadaran sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi anestesi terdiri dari pemberian obat anestesi hipnosis secara cepat melalui intravena. Konsentrasi dalam plasma mencapai puncak 30 – 60 detik dan cepat turun karena proses redistribusi dari obat. Perubahan konsentrasi plasma secara cepat mengakibatkan perubahan tingkat penekanan susunan saraf pusat.24,25

Pada tahun 1937, Guedel mempublikasikan penelitian klinis klasik kedalaman anestesi berdasarkan pengamatan terhadap induksi inhalasi anestesi dengan eter, yaitu :21,22

Stadium I : Analgesia

Stadium ini ditandai dengan pola nafas yang lambat, teratur dari diafragma dan otot intercostal, masih terdapat refleks bulu mata.

Stadium II : Eksitasi, Deliruim

Selama stadium ini pasien mengalami eksitasi, tidak sadar, pola nafas tidak teratur, pupil mulai dilatasi, masih terdapat refleks bulu mata, terdapat resiko spasme laring, muntah sampai aritmia.


(25)

Stadium III : Anestesi bedah

Terdapat 4 fase, yaitu:

Plana 1 : Mulai terdapat relaksasi otot somatik, pola nafas teratur, gerak bola mata aktif

Plana 2 : Mulai dari bola mata berhenti sampai nafas torakal lemah

Plana 3 : Relaksasi sempurna otot – otot dinding perut, dengan pernapasan diafragma, refleks bulu mata negatif

Plana 4 : Mulai nafas torakal berhenti sampai nafas diafragma berhenti

Stadium IV :Intoksikasi (depresi berat pusat vasomotor dan respirasi di medula), ditandai dengan berhentinya denyut jantung dan nafas, pupil dilatasi

Pada praktek anestesi saat ini sangat sulit untuk menentukan ke-empat tahapan tersebut secara khusus, karena mula kerja obat induksi baik intravena maupun inhalasi yang relatif cepat dibandingkan dengan eter di samping pemakaian pelumpuh otot atau opioid yang berpengaruh terhadap pola pernapasan dan penilaian pupil saat induksi.22

Untuk kepentingan klinis terdapat beberapa tanda penilaian yang sering digunakan sebagai acuan mengukur kedalaman anestesi saat induksi yang bertujuan menghilangkan respon motorik terhadap noxious stimuli seperti hilangnya kontak verbal, hilangnya refleks bulu mata, pemberian rangsangan nyeri saat jaw thrust atau


(26)

dengan metode stimulasi saraf. Sedangkan pemberian rangsangan dengan laringoskopi dan intubasi sangat berlebihan untuk dapat ditekan secara sempurna pada susunan saraf pusat oleh obat induksi intravena. Untuk itu umumnya diperlukan tambahan opioid intravena atau pemberian obat anestetik inhalasi nitrous oksida.22

2.2 Propofol

Propofol, 2,6-di-isopropylphenol, diperkenalkan pada praktek klinis pada awal tahun 1980-an. Saat ini propofol merupakan obat pilihan induksi dan sedasi anestesi yang populer, berhubungan dengan waktu tidur yang cepat, waktu pulih yang cepat, dan kejadian mual dan muntah paska bedah lebih sedikit.22,23

2.2.1 Struktur fisik dan kimia

Propofol, dengan struktur kimia C12H18O, terdiri dari cincin fenol dengan dua

ikatan kompleks isopropil dengan stabilitas kimiawi yang tinggi dengan biotoksisitas yang rendah. Perubahan pada panjang rantai ikatan mengubah karakteristik dari potensi, induksi dan pemulihan.3


(27)

Formula ini menyebabkan nyeri saat penyuntikan yang dapat dikurangi dengan penyuntikan pada vena besar dan pemberian lidokain sebelum penyuntikan propofol. Propofol tidak larut dalam air sehingga dibuat menjadi emulsi yang terdiri dari 10% minyak kacang kedelai, 2,25% glyserol dan 1,2% lecithin, yang merupakan komponen utama dari egg yolk phosphatide fraction.22,24

2.2.2 Propofol MCT/LCT

Propofol pertama kali diperkenalkan dengan konsentrasi 2 % dalam 16 % kremofor EL, namun karena kromofor menyebabkan reaksi alergi dan nyeri yang hebat, maka komposisi ini diperbaharui dalam formula lemak emulsi yang mengandung 10 % Long-Chain Triglycerides (LCT) minyak kacang kedelai, gliserol, dan lesitin telur. Tetapi, sejak tahun 1995 propofol juga tersedia dalam bentuk emulsi Medium-Chain Triglycerides / Long-Chain Triglycerides

(MCT/LCT). Konsentrasi propofol bebas dalam MCT/LCT formula 26% - 40% lebih rendah dibandingkan dengan LCT formula, atau 0,2% - 0,14% dari total konsentrasi propofol (lihat tabel 2.1). Modifikasi pada propofol ini tidak mempengaruhi farmakokinetik dan dinamik. pH propofol 6-8.5 dan pKa dalam air adalah 11.23,25,226,28,29

Walaupun plasma konsentrasi trigliserida selama sedasi tidak ada perbedaan antara kedua formula propofol, tetapi ada kecenderungan eleminasi setelah pemberian formula MCT/LCT lebih cepat dibandingkan dengan formula LCT.26


(28)

Tabel 2.1 Distribusi propofol bebas dan total propofol26

2.2.3. Sediaan propofol

Sediaan propofol dipersiapkan secara asepsis untuk segera digunakan, sejak emulsi larutan ini menyebabkan promosi profilerasi mikrobakterial yang cepat setelah terkontaminasi bakteri.23,28

2.2.4 Mekanisme kerja

Propofol adalah modulator selektif dari reseptor gamma amino butiric acid A

(GABAA) dan tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada konsentrasi

yang relevan secara klinis. Propofol memberikan efek sedatif hipnotik melalui interaksi reseptor GABAA. GABA adalah neurotransmiter penghambat utama dalam


(29)

transmembran akan meningkat, mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel postsinap dan hambatan fungsional dari neuron postsinap. Interaksi melalui cara mengikat subunit ß1, ß2, ß3 dari reseptor GABA yang bertanggung jawab terhadap efek hipnotik, sedangkan interaksi dengan subunit α dan γ di area hipokampus dan korteks prefrontal yang bertanggung jawab terhadap efek sedasi, selain itu propofol juga menginhibisi reseptor NMDA, suatu subtipe dari reseptor glutamat yang mempunyai efek eksitasi melalui modulasi kanal ion kalsium yang juga ikut berperan terhadap sistem saraf pusat.3,23,25

2.2.5. Farmakokinetik

Pemberian propofol 1.5 – 2.5 mg/kg IV (setara dengan tiopental 4-5 mg/kg IV atau metoheksital 1.5 mg/kg IV) sebagai injeksi IV secara cepat (<15 detik), mengakibatkan ketidaksadaran dalam 30 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak menyebabkan mulai masa kerjanya sama cepatnya dengan tiopental (satu siklus sirkulasi dari lengan ke otak) konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam 30 detik dan efek maksimum diperoleh dalam 1 menit. Pulih sadar dari dosis tunggal juga cepat disebabkan waktu paruh distribusinya (2-8) menit. Lebih cepat bangun atau sadar penuh setelah induksi anestesia dibanding semua obat lain yang digunakan untuk induksi anestesi intravena yang cepat. Pengembalian kesadaran yang lebih cepat dengan residu minimal dari sistem saraf pusat (SSP) adalah salah satu keuntungan yang penting dari propofol dibandingkan dengan obat alternatif lain yang diberikan untuk tujuan yang sama.3,23,25


(30)

Konsentrasi dalam darah meningkat cepat setelah penyuntikan dosis bolus intravena, sementara peningkatan konsentrasi serebral propofol sangat lambat (T1/2 =

2,9 menit). Waktu untuk sadar ditentukan oleh jumlah dosis yang diberikan.26

Bersihan propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan bahwa ambilan jaringan (mungkin kedalam paru), sama baiknya dengan metabolisme oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam mengeluarkan obat ini dari plasma. Dalam hal ini, metabolisme propofol pada manusia dianggap bersifat hepatik dan ekstrahepatik. Metabolisme hepatik cepat dan luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit asam glukuronik yang diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani hidroksilasi cincin oleh sitokrom P-450 membentuk 4-hidroksipropofol yang kemudian di glukuronidasi atau sulfat. Meskipun glukuronida dan konjugasi sulfat dari propofol terlihat tidak aktif secara farmakologi, 4-hidroksipropofol memiliki sepertiga aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari dosis yang diekskresikan tidak berubah dalam urine.3,23,25

2.2.6. Farmakodinamik

2.2.6.1 Sistem saraf pusat

Seperti barbiturat, propofol berikatan dengan reseptor GABAA tetapi juga

bekerja dengan mekanisme kerja yang melibatkan variasi reseptor protein yang lain. Mempunyai efek serebral berupa sedasi. Propofol mengurangi laju metabolik otak untuk oksigen (CMRO2), aliran darah ke otak (CBF), dan tekanan


(31)

intrakranial (ICP). Pemberian propofol untuk menghasilkan sedasi pada pasien dengan SOL (space occupying lesion) intrakranial tidak meningkatkan ICP. Autoregulasi serebrovaskular sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah sistemik dan reaktivitas aliran darah ke otak untuk merubah PaCO2 tidak dipengaruhi oleh propofol. Dalam hal ini kecepatan aliran darah ke otak akan berubah seiring dengan perubahan pada PaCO2 dengan adanya propofol dan midazolam.3,23,25

2.2.6.2 Sistem kardiovaskular

Propofol menghasilkan penurunan tekanan darah sistemik yang lebih besar dibandingkan dosis tiopental pada saat induksi. Pada keadaan dimana tidak ada gangguan kardiovaskuler, penurunan tekanan darah ini berhubungan dengan perubahan curah jantung dan resistensi vaskular sistemik. Hal ini berhubungan dengan relaksasi otot polos vaskular yang dihasilkan oleh propofol karena adanya hambatan aktivitas saraf simpatis vasokonstriktor. Efek inotropik negatif dari propofol dapat dihasilkan dari penurunan kalsium intraselular akibat hambatan

influks kalsium trans sarkolema. Efek tekanan darah akibat propofol dapat diperburuk pada pasien hipovolemi, pasien lanjut usia dan pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri yang berkaitan dengan penyakit arteri koroner. Propofol mendepresi refleks baroreseptor kontrol denyut jantung. Bradikardi dan asistol juga telah diamati setelah induksi anestesia dengan propofol, meskipun telah diberikan profilaksis antikolinergik.3,23,25


(32)

2.2.6.3. Sistem pernapasan

Efek propofol terhadap sistem pernapasan secara kualitas mirip seperti barbiturat. Henti nafas bisa terjadi setelah induksi dengan propofol. Insiden dan durasi henti nafas tergantung dosis, kecepatan pemberian dan penggunaan premedikasi. Dosis induksi propofol menimbulkan 25 – 30% terjadinya henti nafas. Pemberian dosis induksi 2,5 mg/kgBB IV, menurunkan laju nafas selama 2 menit, dan volume semenit menurun lebih dari 4 menit.23,25

2.3 Ketamin

Ketamin adalah derifat fensiklidin yang menghasilkan anestesi disosiatif yang ditandai adanya disosiasi EEG antara sistem thalamokortikal dan sistem limbik, yaitu efek ketamin berupa aktivitas eksitasi di talamus dan sistem limbik tidak diikuti penyebaran aktivitas ke daerah korteks. Ketamin bersifat unik dan berbeda dari anestesi induksi lain karena ia memiliki efek hipnotik, amnesia, analgesia yang signifikan dan juga tidak menekan sistem kardiovaskular maupun pernapasan. Namun ketamin memiliki efek psikologis yang mengkhawatirkan seperti golongan pensiklidin lainnya.23,25

Ketamin merupakan senyawa yang larut dalam air dengan pKa 7,5 dan tersedia dalam larutan cair yang bersifat sedikit asam (pH 3,5 – 5,5) dengan konsentrasi 1%, 5% dan 10%. Molekul ketamin terdiri dari pusat silindris dan memiliki 2 isomer yaitu isomer positif (S) dan isomer negatif (R) dimana isomer S memiliki sifat anestesia dan analgesia yang lebih poten, metabolisme yang cepat,


(33)

saliva lebih sedikit dan angka kejadian efek samping delirium saat pulih sadar lebih rendah. Namun demikian dalam penggunaan klinis saat ini di Indonesia yang tersedia adalah campuran rasemik dari kedua isomer dalam jumlah seimbang.2,23,24,25

R (-) ketamin S (+) ketamin

Gambar 2.2 Rumus bangun ketamin23

Ketamin tidak seperti anestetik intravena lainnya, ia tidak berinteraksi dengan reseptor GABA tapi berinteraksi dengan reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA), reseptor opioid, reseptor monoaminergik, reseptor muskarinik dan celah natrium.23

Tabel 2.2 Penggunaan dan dosis Ketamin25

OBAT PENGGUNAAN JALUR DOSIS

KETAMIN Induksi Pemeliharaan

Sedasi dan analgesi IV IM

IV + N2O 50%

IV + N2O 50-70%

IV IV IM

0,5-2 mg/kgBB 4-6 mg/kgBB 0,5-1 mg/kgBB/min 15-45 mcg/kgBB/min 30-90 mcg/kgBB/min 0,2-0,8 mg/kgBB 2-4 mg/kgBB


(34)

Ketamin adalah analgesik poten pada dosis subanestetik, 0,2 – 0,4 mg/kgBB IV. Efek anestesi dan analgesinya mungkin dimediasi oleh mekanisme yang berbeda. Reseptor NMDA adalah suatu kanal ion yang bersifat eksitasi, ketamin merupakan antagonis nonkompetitif pada sisi fensiklidin (PCP) dari reseptor NMDA yang bekerja dengan cara menghambat terbukanya kanal ion kalsium, sehingga menghambat pelepasan glutamat di presinap.25

2.3.1 Farmakokinetik

Penelitian farmakokinetik dari ketamin tidak sebanyak obat anestesi intravena lainnya. Pemberian secara IV menimbulkan efek setelah 30 – 60 detik penyuntikan dengan lama kerja 10 – 15 menit. Kadar plasma tertinggi dicapai pada 1 menit setelah pemberian IV dan 5 menit setelah pemberian melalui IM. Masa kerja ketamin Efek yang pernah diteliti yaitu setelah pemberian dosis anestesi (2 – 2,5 mg/kgBB IV), diikuti dosis subanestesi (0,25 mg/kgBB IV) dan setelah pemberian terus – menerus (kadar dalam plasma ≈2,000 ng/ml). Tingginya kelarutan ketamin dalam lemak terlihat dari relatif besarnya nilai volume distribusi, mendekati 3 l/kg. Bersihan juga relatif besar, berkisar 890 – 1227 ml/menit dengan bersihan rerata seluruh tubuh (1,4 l/menit) yang kira – kira sama dengan alirah darah hati. Ini artinya perubahan jumlah aliran darah hati juga mempengaruhi bersihan ketamin. Jadi, pemberian bersama obat lain yang mengurangi aliran darah hati, seperti halotan, mengurangi bersihan ketamin.23,25

Ketamin dimetabolime oleh enzim mikrosomal hepar yang bertanggung jawab terhadap detoksifikaasi obat. Jalur utamanya melibatkan N-demetilasi ketamin oleh


(35)

enzim sitikrom P-450 untuk membentuk norketamin yang masih memiliki potensi 20-30% ketamin. Norketamin kemudian dihiroksilasi menjadi hidroksinorketamin. Metabolit ini terkonjugasi dengan derivat glikoronida yang larut dalam air dan kemudian diekskresi dalam urin.25

2.3.2 Farmakodinamik

2.3.2.1 Efek pada sistem saraf pusat

Efek ketamin pada sistem saraf pusat setelah penyuntikan intravena terjadi setelah 1-5 menit. Anestesi yang dihasilkan disebut anestesi disosiatif yang berarti pasien ‘terlepas’ dari lingkungan sekitarnya. Mata pasien dapat tetap terbuka dan terjadi nystagmus. Efek samping yang dapat terjadi adalah pasien dapat timbul ilusi visualisasi, proprioseptif dan pendengaran sehingga dapat terjadi disorientasi, gelisah dan agitasi saat pulih sadar. Hal ini sering disebut ‘emergence delirium’.

Reaksi ini mungkin disebabkan karena depresi dari kolikulus inferior dan nukleus genikulata medialis yang menyebabkan kesalahan interpretasi visual maupun pendengaran. Hilangnya sensasi pada kulit dan muskuloskeletal menimbulkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan gravitasi yang kemudian menimbulkan perasaan tubuh melayang di udara. Pemberian benzodiazepin sebagai premedikasi sebelum induksi dengan ketamin atau memberikan lingkungan yang tenang saat pulih sadar dapat membantu mengurangi efek samping ini.23,25


(36)

2.3.2.2 Efek pada sistem kardiovaskular

Mekanisme efek kardiovaskular akibat pemberian ketamin sangat kompleks. Stimulasi langsung pada SSP mengakibatkan meningkatnya sistem saraf simpatis yang merupakan mekanisme utama dari efek kardiovaskular. Pada sistem kardiovaskular, ketamin menyebabkan stimulasi yang menyerupai stimulasi syaraf simpatis, sedangkan efek langsung berupa inotropik negatif biasanya tertutupi oleh stimulasi simpatis pusat. Aktivasi dari sistem syaraf disebabkan karena adanya depresi refleks baroseptor melalui efek ketamin pada reseptor NMDA di nukleus traktus solitarius syaraf pusat. Peran ketamin dalam menghambat ambilan norepineprin di post ganglionik syaraf simpatis dan peningkatan konsentrasi katekolamin plasma dalam hubungan dengan efek stimulasi jantung belum diketahui. Tekanan darah akan meningkat sekitar 25% dan laju nadi meningkat 20%. Pada sebagian besar pasien, peningkatan tekanan darah berlangsung selama 3-5 menit pertama dan kemudian kembali ke normal pada 10-20 menit setelah penyuntikan ketamin. Pada pasien dengan penyakit kritis, kadang – kadang respon terhadap ketamin berupa penurunan tekanan darah atau curah jantung. Hal ini disebabkan karena cadangan katekolamin endogen sudah habis atau mekanisme kompensasi sistem saraf simpatis yang sudah kelelahan.23

2.3.2.3 Efek pada sistem pernapasan

Ketamin tidak menurunkan ventilasi secara signifikan. Respon ventilasi terhadap karbondioksida tetap dipertahankan selama anestesi dengan ketamin dan PaCO tidak meningkat lebih dari 3 mmHg. Frekuensi pernapasan berkurang


(37)

selama 2 – 3 menit setelah pemberian ketamin. Henti nafas dapat terjadi jika pemberian obat secara cepat atau diberikan bersama dengan opioid. Refleks jalan nafas atas tetap dipertahankan setelah pemberian ketamin. Meskipun refleks tadi tetap ada, namun tidak dapat melindungi paru dari aspirasi. Sekresi kelenjar ludah meningkat pada pemberian IM maupun IV, dan direkomendasikan pemberian

antisialagogue sebagai premedikasi.23

Ketamin memiliki efek bronchodilator sama seperti halotan atau enfluran. Ketamin dosis kecil dapat digunakan sebagai terapi spasme bronkus di ruang operasi dan rawat intensif.23

Penelitian terakhir menunjukkan adanya kegunaan klinis baru dari ketamin, yaitu sebagai obat koinduksi propofol dengan dosis subanestesi yaitu 0,2 – 0,4 mg/kgBB IV, kombinasi ini menguntungkan dalam hal mempertahankan stabilitas hemodinamik selama induksi dengan propofol melalui efek ketamin di sistem kardiovaskular dan efek pengurangan dosis induksi propofol ketamin. Keuntungan lain adalah penambahan efek analgesia oleh ketamin dan berkurangnya efek depresi nafas. Hui dkk, melaporkan ketamin dosis subanestesi terbukti tidak menyebabkan delirium saat pulih sadar walaupun tanpa pemberian benzodazepin sebelumnya.2,30

2.4 Midazolam

Benzodiazepin bekerja pada asam γ aminobutirat (GABA) yang merupakan neurotransmiter utama disusunan saraf pusat. Benzodiazepin yang berikatan dengan reseptor spesifik GABAA akan meningkatkan afinitas neurotransmiter inhibisi


(38)

dengan reseptor GABA. Ikatan ini akan membuka kanal Cl- yang menyebabkan meningkatnya konduksi ion Cl- sehingga menghasilkan hiperpolarisasi pada membran sel pasca sinap dan saraf pasca sinap menjadi resisten untuk dirangsang. Efek resistensi terhadap rangsangan ini diduga sebagai mekanisme efek ansiolitik, sedasi dan antikonvulsi serta relaksasi otot pada benzodiazepin. Diduga bila 20% reseptor GABA berikatan dengan benzodiazepin akan memberikan efek ansiolitik, 30 – 50% untuk sedasi dan akan tidak sadar bila lebih dari 60%.23,25

60 % reseptor GABAA terdapat pada ujung saraf post sinaps di sistem saraf

pusat (SSP). Karena anatomi distribusi reseptor ini, maka obat ini mempunyai efek yang minimal di luar SSP. Sebaran terbanyak reseptor GABA ditemukan di korteks serebri, diikuti penurunan jumlahnya di hipothalamus, serebelum, hipokampus, medula oblongata dan medula spinalis.23

Reseptor GABAA merupakan makromolekulyang terdiri dari beberapa tempat

ikatan, ikatannya bukan hanya dengan benzodiazepin tetapi juga barbiturat, alkohol, propofol dan etomidat. Obat – obat tersebut yang bekerja pada reseptor yang sama dengan mekanisme yang berbeda – beda akan memberikan efek sinergik. Efek sinergik ini akan meningkatkan efek inhibisi SSP masing – masing obat. Disamping itu adanya efek amnesia yang cukup tinggi dengan angka kejadian >50% menyebabkan midazolam juga sering digunakan secara intravena sebelum induksi anestesi.23,25

Efek golongan benzodiazepin dapat terlihat pada EEG, seperti barbiturat yang menurunnya aktifitas alpha dan meningkatnya aktifitas beta. Midazolam, tidak


(39)

seperti golongan barbiturat dan propofol, tidak dapat menghasilkan EEG yang isoelektris.23

Tabel 2.3 Penggunaan dan dosis golongan benzodiazepin3

OBAT PENGGUNAAN JALUR DOSIS (mg/kgBB)

DIAZEPAM Premedikasi Sedasi

Oral IV

0,2 - 0,5 0,04 – 0,2

MIDAZOLAM Premedikasi Sedasi Induksi

IM IV IV

0,07 – 0,15 0,01 – 0,1

0,1 – 0,4

LORAZEPAM Premedikasi Oral 0,05

Seperti obat benzodiazepin lainnya, midazolam bekerja pada reseptor GABA. Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepin dengan cicin imidazol. Obat ini tersedia sebagai garam yang larut dalam air dengan pH 3,5. Adanya cincin imidazol membuat obat ini stabil dalam larutan dan metabolismenya cepat. Dalam pH fisiologis di dalam darah, cincin imidazol tertutup dan membuat obat ini mempunyai kelarutan yang tinggi dalam lemak. Kelarutan yang tinggi dalam lemak ini membuat mula kerja midazolam cepat (30 – 60 detik) dengan waktu paruh eliminasi 2-3 jam.23,25


(40)

Gambar 2.3 Rumus bangun midazolam25

Dibandingkan diazepam, midazolam 2-3 kali lebih poten dan afinitasnya 2 kali lebih besar. Efek amnesia pada midazolam lebih besar dari efek sedasinya. Jadi pasien mungkin bangun saat pemberian midazolam, namun dia akan lupa beberapa kejadian atau percakapan (instruksi setelah operasi) selama beberapa jam.23,25

2.4.1 Farmakokinetik

Midazolam dapat dengan cepat diabsorbsi dari saluran cerna dan cepat melalui sawar darah otak. Durasi kerja yang singkat dari pemberian tunggal dikarenakan kelarutan yang tinggi terhadap lemak, cepat berdistribusi kembali dari otak ke jaringan melalui bersihan melalui hati.23

Waktu paruh midazolam 1 – 4 jam, lebih singkat dari diazepam. Waktu paruh meningkat pada usia lanjut, dikarenakan menurunnya aliran darah hati dan mungkin juga aktifitas enzim. Volume distribusi (Vd) dari midazolam dan diazepam memiliki kesamaan karena kelarutan dalam lemak dan ikatan protein yang tinggi. Sebagai contoh, pada orang gemuk, dosis induksi midazolam harus


(41)

sesuai dengan berat badan sebenarnya dikarenakan meningkatnya timbunan obat pada lemak. Namun, pemberian terus – menerus pada pasien gemuk harus berdasarkan pada berat badan ideal, karena bersihan obat tidak tergantung berat badan.23,25

2.4.2 Farmakodinamik

Seluruh golongan benzodiazepin memiliki efek hipnosis, sedasi, tenang, lupa, anti kejang dan relaksasi otot secara sentral. Hingga sekarang belum diketahui secara pasti mekanismenya. Namun itu muncul dari sub tipe reseptor yang berbeda. Sebagai contoh ketenangan, anti kejang dan relaksasi otot dari reseptor GABAA

sub unit α1 dan γ sedangkan efek hipnotik dari reseptor lainnya.23,24,25

2.4.2.1 Efek pada sistem saraf pusat

Midazolam, seperti benzodiazepin lainnya, menghasilkan penurunan kebutuhan oksigen untuk metabolisme otak (CMRO2) dan aliran darah otak

seperti barbiturat dan propofol. Pada orang sehat, pemberian midazolam 0,15 mg/kgBB IV, menghasilkan pasien tidur dan pengurangan aliran darah otak 34%. Perubahan EEG mirip dengan diazepam seperti tidur ringan walaupun secara klinis pasien sudah tertidur.23,24,25


(42)

2.4.2.2 Efek pada sistem pernapasan

Benzodiazepin, seperti obat anestesi intravena lainnya, dapat menekan sistem pernapasan. Efek depresi lebih besar pada midazolam dari diazepam dan lorazepam. Henti nafas sementara terjadi setelah pemberian secara cepat dan dosis besar (>0,15 mg/kgBB IV) terlebih jika bersama dengan opioid.23,24,25

2.4.2.3 Efek pada sistem kardiovaskular

Diantara golongan benzodiazepin, midazolam menyebabkan penurunan tekanan darah terbesar, tapi dengan efek hipotensi yang minimal seperti pada thiopental. Walaupun memiliki efek hipotensi, midazolam dosis tinggi 0,2 mg/kgBB IV aman dan efektif untuk induksi pada pasien dengan aorta stenosis. Midazolam tidak mengurangi curah jantung, jadi penurunan tekanan darah dikarenakan penurunan tahanan pembuluh darah sistemik.23,25

2.4.3 Penggunaan klinis

Midazolam adalah obat golongan benzodiazepin yang paling banyak digunakan sebagai premedikasi terutama pada anak. Mula kerja yang cepat pada midazolam, dengan efek puncak mencapai pada 2 – 3 menit setelah pemberian, namun masa pulih sama dengan diazepam dikarenakan kedua obat memiliki redistribusi plasma yang sama.3,23,25

Dosis midazolam 1 – 2,5 mg IV (mula kerja 30 - 60 detik, dengan efek puncak 2 – 3 menit, lama kerja 15 – 80 menit) efektif sebagai sedasi saat


(43)

anestesi regional. Dibanding diazepam, midazolam menghasilkan mula kerja yang cepat, lebih amnesia dan cepat pulih sadar setelah operasi.Efek samping terbesar pemberian midazolam adalah menekan sistem pernapasan dikarenakan menurunnya ambang nafas, terlebih jika digabung dengan opioid.23,25

Tabel 2.4 Efek farmakodinamik obat anestesi intravena3,23,25

PROPOFOL KETAMIN MIDAZOLAM

Dosis induksi (mg/kgBB)

1,5 – 2,5 1 – 2 0,1 – 0,3

Dosis koinduksi (mg/kgBB)

0,4 – 0,5 0,2 – 0,4 0,01 – 0,05

Tekanan darah

Menurun Meningkat Tetap sampai menurun Nadi Tetap sampai

menurun

Meningkat Meningkat sampai menurun Tahanan

pembuluh sistemik

Menurun Meningkat Tetap sampai menurun

Ventilasi Menurun Tetap Tetap Laju nafas Menurun Tetap Tetap Aliran darah

otak

Menurun Meningkat hingga tetap

Tetap

Ketenangan Tidak Tidak Ya Analgetik Tidak Ya Tidak Mual dan

muntah

Menurun Tetap Tetap hingga menurun


(44)

2.5 KERANGKA TEORI

INDUKSI PROPOFOL

• INHIBISI NMDA

o Reseptor

Glutamat • GABA

o Subunit α o Subunit ß o Subunit γ

MIDAZOLAM • GABA

o Subunit α

KETAMIN

• Antagonis reseptor NMDA

(EYE LID REFLEKS (-))

• TOTAL DOSIS • KECEPATAN • KOINDUKSI • USIA

• Henti nafas • Penurunan


(45)

2.6 KERANGKA KONSEP

Keterangan :

= Variabel Bebas

= Variabel Tergantung

Induksi propofol

(titrasi)

hingga eye lid refleks (-)

PENGURANGAN

DOSIS INDUKSI

PROPOFOL

Koinduksi

Ketamin

Koinduksi

Midazolam

Pasien yang akan

menjalani

anestesi umum

PENGURANGAN

DOSIS INDUKSI


(46)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian uji klinis acak tersamar ganda untuk mengetahui perbandingan pengurangan dosis induksi propofol pada kelompok yang diberikan koinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB IV dibandingkan dengan kelompok yang diberikan koinduksi midazolam 0,03 mg/kgBB IV.

3.2 Tempat dan Waktu

3.2.1 Tempat

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

3.2.2 Waktu

Dilakukan mulai dari bulan September 2014 sampai bulan Januari 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dewasa yang menjalani pembedahan elektif dengan anestesi umum dan induksi anestesi menggunakan propofol di RSUP Haji Adam Malik Medan.


(47)

3.3.2 Sampel

Sebagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dipilih secara consecutive sampling sampai jumlah sampel terpenuhi.

3.4 Kriteria inklusi, eksklusi dan putus uji

3.4.1 Kriteria inklusi

1. Bersedia ikut dalam penelitian. 2. Berumur 20 - 50 tahun.

3. PS ASA 1

4. Operasi elektif dengan anestesi umum dan induksi anestesi menggunakan propofol

3.4.2 Kriteria eksklusi

1. Pasien dengan riwayat alergi atau hipersensitif terhadap obat yang digunakan dalam penelitian.

2. Pasien dengan riwayat penggunaan alkohol dan obat psikotropika.

3.4.3 Kriteria putus uji


(48)

3.5 Perkiraan besar sampel

Untuk menentukan besar sampel dilakukan perhitungan sesuai dengan rumus

1 = n2 = 2 Zα + Zβ S gabX1 − X2

S

(gabungan)

= √

S1= Simpangan baku kelompok satu dari penelitian sebelumnya =19,30 10 S2= Simpangan baku kelompok dua dari penelitian sebelumnya =18,5110

n1= Jumlah sampel kelompok satu dari penelitian sebelumnya = 30 10 n2= Jumlah sampel kelompok dua dari penelitian sebelumnya = 30 10

Dari perhitungan dengan rumus di atas diperoleh S(gabungan) = 18,90

1 = 2 = 2 1,96 + 0,842 18,9015

1 = 2 = 25

=

1,96 (adalah deviat baku pada 0,05 ) Zβ = 0,842 (adalah deviat baku pada 20% ) S(gabungan) = 18,90


(49)

Dari hasil perhitungan di atas, maka diperoleh besar sampel minimal 25 orang untuk masing-masing kelompok penelitian.

3.6 Alat dan bahan 3.6.1 Alat

1. Timbangan berat badan CAMRI®

2. Spuit 1 ml, 3 ml, 5 ml dan50 ml TERUMO® 3. Stop watch LAZEBO®

4. Lembar observasi pasien 5. Alat tulis

6. Tensimeter Omron® HEM-7203

7. Syringe Pump Medfusion® 3500 8. Extension Tube TERUMO®

3.6.2 Bahan

• Fentanyl ® Janseen

• Propofol 1% MCT/LCT (Propofol FRESOFOL®) • Ketamin 10% (KTM®-100)

• Midazolam 0,1% (Miloz®) • Aquadest steril 25 ml (Otsu)


(50)

3.7 Cara kerja

1. Penelitian ini dilakukan setelah disetujui oleh komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

2. Setelah mendapat persetujuan komite etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, peneliti meminta informed consent dari pasien atau keluarga pasien yang akan menjalani operasi.

3. Sampel dibagi secara random menjadi 2 kelompok.

4. Randomisasi tersamar ganda dilaksanakan oleh relawan yang sudah dilatih dengan memakai cara randomisasi blok sebagai berikut: dengan memakai tabel angka random, pena dijatuhkan diatas tabel angka random, angka yang terkena ujung pena merupakan urutan untuk memulai penelitian.

5. Kelompok A mendapat ketamin 0,3 mg/kgBB IV dan kelompok B mendapat Midazolam 0,03 mg/kgBB IV.

6. Randomisasi dilakukan satu kali, urutan A atau B dibuat dan disimpan daftarnya oleh relawan yang melakukan randomisasi yang telah dilatih. Obat disiapkan oleh relawan yang melakukan randomisasi (peneliti dan pasien tidak mengetahui komposisi obat dalam spuit), kemudian obat tersebut diberikan ke peneliti di dalam amplop putih.

7. Setelah semua sampel terkumpul, relawan memberikan daftar identitas pasien dan jenis perlakuan yang diberikan selama penelitian.


(51)

8. Kedua kelompok menjalani prosedur persiapan operasi elektif yaitu dipuasakan makanan padat selama 6 jam dan air mineral selama 2 jam sebelum operasi dan tidak mendapat premedikasi di ruang rawat inap. Kebutuhan cairan selama puasa telah dipenuhi sebelum operasi dengan infus RL 2cc/kgBB/jam IV di ruangan.

9. Pada hari penelitian obat disiapkan oleh relawan yang melakukan randomisasi.

10.Setelah memasuki kamar operasi, dipasang alat pantau non invasif yaitu monitor standar yang ada di ruang operasi RSUP HAM Medan (EKG, tensimeter dan saturasi oksigen) selama tindakan operasi dan Tensimeter Omron® HEM-7203 selama penilaian penelitian.

11.Dicatat data mengenai tekanan darah dan laju jantung.

12.Semua pasien yang menjadi sampel penelitian diberikan injeksi fentanyl 2 µg/kgBB IV, kemudian dicatat data mengenai tekanan darah dan laju jantung. 13.Setelah satu menit pasien diberikan Inj. 5ml cairan dalam Spuit 1 dan dua

menit kemudian diberikan Inj. 5 ml cairan dalam Spuit 2. Dicatat mengenai tekanan darah dan laju jantung.

14.Cairan dalam Spuit 1 mengandung Aquadest 5 ml pada kelompok A dan Midazolam 0,03 mg/kgBB yang diencerkan menjadi 5 ml pada kelompok B. 15.Cairan dalam Spuit 2 mengandung Aquadest 5 ml pada kelompok B dan

Ketamin 0,3 mg/kgBB pada kelompok A.

16.Satu menit kemudian semua sampel di induksi dengan Propofol 1% dengan kecepatan 10 mg/5 detik (720 ml/jam) IV menggunakan syringe pump hingga


(52)

eyelid refleks (-), kemudian dicatat data mengenai total dosis induksi propofol, tekanan darah dan laju jantung.

17.Anestesi kemudian dilakukan sesuai rencana.

18.Setelah operasi, pasien diamati di ruang pemulihan hingga sadar penuh.

3.8. Identifikasi Variabel 3.8.1 Variabel bebas :

1. Ketamin 0,3 mg/kgBB IV 2. Midazolam 0,03 mg/kgBB IV

3.8.2 Variabel tergantung

1. Dosis total induksi propofol

3.9 Definisi operasional

Ketamin merupakan antagonis nonkompetitif pada sisi fensiklidin (PCP) dari reseptor NMDA yang bekerja dengan cara menghambat terbukanya kanal ion kalsium, sehingga menghambat pelepasan glutamat di pre-sinaps.

Midazolam adalah obat golongan benzodiazepin yang bekerja pada asam γ aminobutirat (GABA) yang merupakan neurotransmiter utama disusunan saraf pusat dengan meningkatkan afinitas neurotransmiter inhibisi sehingga menjadi resisten untuk dirangsang.


(53)

Propofol adalah modulator selektif dari reseptor gamma amino butiric acid A

(GABAA) yang mana GABA adalah neurotransmiter penghambat utama

dalam susunan saraf pusat.

Eye lid refleks diperiksa pada kedua mata dengan cara menyentuh bulu mata. Dikatakan negatif jika tidak timbulnya kontraksi dari kelopak mata atau tidak berkedip. Mulai diperiksa sejak pasien tidak ada respon verbal.

Dosis total induksi propofol adalah jumlah dosis propofol yang diberikan setelah pemberian Ketamin atau Midazolam.

Dosis pemberian Ketamin dan midazolam berdasarkan pada berat badan sebenarnya (actual body weight).

Actual body weight diukur diruang serah terima pasien IBP menggunakan timbangan berat badan dengan posisi pasien berdiri yang sudah memakai pakaian operasi.

Standar pengukuran pengurangan dosis total induksi adalah 2 mg/kgBB IV. Pembulatan dosis pemberian Ketamin dan Midazolam

o X,01 – X,24 = X mg o X,25 = X,25 mg

o X,26 – X,74 = X,50 mg o X,75 = X,75 mg

o X,76 – X,99 = X + 1 mg

Tekanan darah adalah hasil kali curah jantung dan tahanan vaskular sistemik. Nilai normalnya untuk sistolik 90 – 120 mmHg dan diastolik 60 – 90 mmHg. Diukur dengan monitor standar non invasif.


(54)

Laju jantung adalah jumlah denyut / kontraksi jantung selama satu siklus lengkap per menit. Normalnya sekitar 60 – 90 kali permenit, dinilai dengan menggunakan monitor standar non invasif.

Tekanan darah sistolik adalah tekanan pada dinding pembuluh darah arteri selama kontraksi jantung.

Tekanan darah diastolik adalah tekanan pada dinding pembuluh darah arteri setelah kontraksi selama bilik jantung terisi.

Tekanan arteri rerata (MAP) adalah rata – rata tekanan didalam pembuluh darah arteri selama satu siklus lengkap dari satu denyut jantung. Nilai diperoleh dengan penambahan tekanan darah sistolik dengan dua kali tekanan darah diastolik kemudian dibagi tiga.

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg.

Hipotensi adalah penurunan tekanan darah arteri,sistolik < 90 mmHg ataupun penurunan tekanan arteri rerata lebih dari 20% dari tekanan arteri rerata awal. Koinduksi adalah pemberian dosis kecil obat sedasi atau anestesi lain sebelum induksi anestesi yang bertujuan untuk mengurangi dosis obat induksi dengan efek samping yang minimal.

Autokoinduksi atau priming adalah pemberian dosis kecil obat induksi, 20% dari total dosis induksi, 2 – 4 menit sebelum pemberian sisa dari dosis total induksi.


(55)

Consecutive sampling adalah semua subyek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.

Komplikasi pulih sadar adalah terjadinya disorientasi, gelisah dan agitasi saat pulih sadar.

3.10 Masalah etika penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Pasien ataupun keluarga pasien sebelumnya diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat serta resiko dari hal yang terkait dengan penelitian. Kemudian diminta mengisi formulir kesediaan menjadi subjek penelitian (informed consent).

Sebelum anestesi dan proses penelitian dimulai dipersiapkan alat kegawatdaruratan (oro/nasopharyngeal airway, ambu bag, oksigen, laryngoscope, endotracheal tube ukuran pasien, suction set), monitor (pulse oximetry, tekanan darah, EKG, laju jantung), obat emergensi (efedrine, adrenalin, sulfas atropin, lidokain, aminophilin, deksamethason).

Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tindakan yang sudah lazim dilakukan pada pasien dan dikerjakan sesuai standar. Bila nantinya terjadi kegawatdaruratan selama proses tindakan, baik yang berhubungan langsung akibat


(56)

tindakan ataupun suatu proses dari perjalanan penyakitnya, maka langsung dilakukan penanganan sesuai dengan SOP (Standard Operating Prosedures) di RSUP HAM Medan.

3.11 Manajemen dan analisa data

• Analisa deskriptif berdasarkan distribusi frekuensi, rerata dengan standar

deviasi dan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi atau diagram.

• Untuk mengetahui perbedaan karakteristik kelompok penelitian dilakukan uji

Chi square atau Fisher exact.

• Batas kemaknaan yang ditetapkan < 5%. • Interval kepercayaan yang dipakai 95%.

• Untuk menganalisa perbedaan hasil percobaan dari kedua kelompok dilakukan

uji t-test independent dengan derajat kemaknaan < 0,05 bila data berdistribusi normal yang diuji dengan Shapiro-Wilk test. Bila data tidak berdistribusi normal maka akan dilakukan uji Mann Whitney U.


(57)

3.12 ALUR PENELITIAN

Pasien Anestesi Umum

Kriteria Eksklusi

Randomisasi

Kelompok A

Inj. Ketamin 0,3 mg/kgBB IV

Kelompok B Inj. Aquadest 5 ml IV

1 Menit 1 Menit

Propofol 1% 10 mg/5 detik IV

Propofol 1% 10 mg/5 detik IV

Eyelid reflex (-) Eyelid reflex (-)

• Pencatatan dosis Propofol

• Tekanan darah • Laju Jantung

Inj. Fentanyl 2µg/kgBB IV Inj. Fentanyl 2µg/kgBB IV Anestesi dilanjutkan

• Tekanan darah • Laju Jantung

Kriteria Inklusi Sampel Analisa Statistik 2 Menit 1 Menit

• Tekanan darah • Laju Jantung

• Tekanan darah • Laju Jantung

Kelompok B

Inj. Midazolam 0,03 mg/kgBB IV Kelompok A

Inj. Aquadest 5 ml IV

2 Menit 1 Menit

Anestesi dilanjutkan


(58)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini diperoleh masing-masing sebanyak 27 orang untuk kelompok yang mendapatkan Ketamin 0,3 mg/kgBB IV dan 27 orang untuk kelompok yang mendapatkan Midazolam 0,03 mg/kgBB IV.

4.1.Karakteristik Umum Subjek Penelitian

Gambaran karakteristik umum subjek penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin dan berat badan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1.1 Tabel Karakteristik Umum Subjek Penelitian berdasarkan umur dan jenis kelamin

Karakteristik

Ketamin 0,3 mg/kgBB IV

Midazolam

0,03 mg/kgBB IV Nilai p

n % n %

Umur

20 - 30 tahun 5 18,5% 3 11,1% Fisher Exact test

31 - 40 tahun 12 44,4% 12 44,4% p= 0,714 41 - 50 tahun 10 37,0% 12 44,4%

Jenis Kelamin

Laki-laki 11 40,7% 9 33,3% Chi square test

Perempuan 16 59,3% 18 66,7% p = 0,573

Jumlah 27 100,0% 27 100,0%


(59)

mg/kgBB IV terbanyak pada kelompok umur 31- 40 tahun (44,4%) dan terendah pada kelompok umur 20 - 30 tahun (18,5%) demikian juga untuk kelompok yang mendapat obat koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB terbanyak pada kelompok umur 31- 40 tahun dan 41 – 50 tahun masing-masing 44,4% dan terendah pada kelompok umur 20 - 30 tahun sebesar 11,1%, secara statistik dengan uji Fisher exact didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan tidak ada perbedaan antara kedua kelompok berdasarkan kelompok umur.

Selanjutnya distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, pada kelompok yang mendapat obat koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV terbanyak dengan jenis kelamin perempuan (59,3%), demikian juga untuk kelompok yang mendapat obat koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB IV terbanyak dengan jenis kelamin perempuan (66,7%), secara statistik dengan uji Chi-square test didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan tidak ada perbedaan antara kedua kelompok berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 4.1.2. Tabel Karakteristik Umum Subjek Penelitian berdasarkan rerata berat badan

Kelompok Penelitian N Berat Badan Nilai p

t-test Mean Std. Deviation

Ketamin 0,3 mg/kgBB IV 27 60,11 11,514

0,374 Midazolam 0,03 mg/kgBB IV 27 57,33 11,263

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa kelompok subjek penelitian yang menjalani anestesi umum yang mendapat obat koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV mempunyai rerata berat badan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang mendapat obat koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB IV, namun secara statistik dengan t-test


(60)

menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna berat badan kedua kelompok subjek penelitian (p>0,05).

Tabel 4.1.3. Tabel Karakteristik Umum Subjek Penelitian berdasarkan rerata tekanan darah sistolik awal

Kelompok Penelitian N TD Sistolik awal Nilai p

t-test Mean Std. Deviation

Ketamin 0,3 mg/kgBB IV 27 125,96 8,693

0,738 Midazolam 0,03 mg/kgBB IV 27 125,26 6,490

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa kelompok subjek penelitian yang menjalani anestesi umum yang mendapat obat koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV mempunyai rerata tekanan darah sistolik awal yang relatif sama dengan kelompok yang mendapat obat koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB IV, dan secara statistik dengan t-test menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna tekanan darah sistolik kedua kelompok subjek penelitian (p>0,05).

Tabel 4.1.4. Tabel Karakteristik Umum Subjek Penelitian berdasarkan rerata tekanan darah diastolik awal

Kelompok Penelitian

N

TD Diastolik awal

Nilai p t-test

Mean Std.

Deviation

Ketamin 0,3 mg/kgBB IV 27 76,96 6,676

0,506 Midazolam 0,03 mg/kgBB IV 27 78,19 6,720

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa kelompok subjek penelitian yang menjalani anestesi umum yang mendapat obat koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV mempunyai rerata tekanan darah diastolik awal yang relatif hampir sama dengan kelompok


(61)

yang mendapat obat koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB IV, dan secara statistik dengan t-test menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna tekanan darah diastolik kedua kelompok subjek penelitian (p>0,05).

Tabel 4.1.5. Tabel Karakteristik Umum Subjek Penelitian berdasarkan rerata MAP awal

Kelompok Penelitian

N MAP awal Nilai p

t-test Mean Std. Deviation

Ketamin 0,3 mg/kgBB IV 27 93,30 6,707

0,812 Midazolam 0,03 mg/kgBB IV 27 93,70 5,763

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa kelompok subjek penelitian yang menjalani anestesi umum yang mendapat obat koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV mempunyai rerata MAP awal yang relatif sama dengan kelompok yang mendapat obat koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB IV, dan secara statistik dengan t-test menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna MAP kedua kelompok subjek penelitian (p>0,05).

Tabel 4.1.6. Tabel Karakteristik Umum Subjek Penelitian berdasarkan rerata Laju Jantung awal

Kelompok Penelitian

N Laju Jantung awal Nilai p

t-test Mean Std. Deviation

Ketamin 0,3 mg/kgBB IV 27 82,41 12,656

0,778 Midazolam 0,03 mg/kgBB IV 27 83,30 10,310

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa kelompok subjek penelitian yang menjalani anestesi umum yang mendapat obat koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV mempunyai rerata laju jantung awal yang relatif hampir sama dengan kelompok yang mendapat obat koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB IV, dan secara statistik dengan t-test


(62)

menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna laju jantung kedua kelompok subjek penelitian (p>0,05).

4.2 Analisa Pengujian Kelompok Penelitian

Tabel 4.2.1. Tabel Perbedaan Rerata penggunaan dosis Propofol pada kelompok yang mendapatkan obat Ketamin dan Midazolam

Obat Anestesi N

Dosis Propofol

Nilai p t-test Mean

Std. Deviation

Ketamin 0,3 mg/kgBB IV 27 82,70 14,451

0,015 Midazolam 0,03 mg/kgBB IV 27 92,67 14,581

Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata dosis Propofol yang diberikan lebih rendah pada kelompok penelitian yang mendapatkan obat koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV dibandingkan dengan yang mendapatkan obat koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB IV. Berdasarkan uji statistik dengan t-test didapatkan nilai p< 0,05 yang menjelaskan bahwa adanya perbedaan dosis Propofol yang bermakna diantara kelompok yang menggunakan koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB IV.


(63)

Tabel 4.2.2. Tabel Perbedaan Dosis Propofol per Berat Badan pada kelompok yang mendapatkan obat koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV dan Midazolam 0,03 mg/kgBB IV

Kelompok

Ketamin Rerata

Rerata Dosis Propofol / Berat Badan

Nilai p (t-test) antar kelompok

Berat Badan 60,11 1,38 mg/kgBB IV Dosis Propofol 82,70

Kelompok

Midazolam 0,0001

Berat Badan 57,33 1,63 mg/kgBB IV Dosis Propofol 92,67

Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata dosis Propofol per kilogram berat badan yang diberikan lebih rendah pada kelompok penelitian yang mendapatkan obat koinduksi Ketamin (1,38 mg/kgBB IV) dibandingkan dengan yang mendapatkan obat koinduksi Midazolam (1,63 mg/kgBB IV). Berdasarkan uji statistik dengan t-test didapatkan nilai p<0,05 yang menjelaskan bahwa adanya perbedaan dosis Propofol per kilogram berat badan yang bermakna dengan menggunakan koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV dibandingkan dengan menggunakan koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB IV.

Hasil pengamatan terhadap kondisi hemodinamik dari kelompok penelitian yang mendapatkan koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(64)

Tabel 4.2.3. Tabel Perbedaan Rerata Tekanan Darah (Sistolik dan Diastolik), MAP dan Laju Jantung sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang mendapatkan obat Koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV.

No Kelompok

Ketamin 0,3 mg/kgBB IV N Mean

Std. Deviation Nilai p t-test Rerata Penurunan

1 Sistolik sebelum koinduksi 27 126,07 9,055 1,00 0%

Sistolik setelah koinduksi 27 126,07 8,687

2

Sistolik setelah koinduksi 27 126,07 8,687

0,0001 12% Sistolik setelah induksi 27 110,41 8,149

3

Diastolik sebelum koinduksi 27 77,07 7,473

0,199 1%

Diastolik setelah koinduksi 27 76,26 7,926

4

Diastolik setelah koinduksi 27 76,26 7,926

0,0001 10% Diastolik setelah induksi 27 68,67 6,972

5

MAP Sebelum koinduksi 27 93,22 7,516

0,381 1%

MAP Setelah koinduksi 27 92,67 7,184

6

MAP setelah koinduksi 27 92,67 7,184

0,0001 11%

MAP setelah induksi 27 82,59 6,851

7

Laju Jantung sebelum koinduksi 27 81,41 13,599

0,699 0%

Laju Jantung setelah koinduksi 27 81,07 12,089

8

Laju Jantung setelah koinduksi 27 81,07 12,089

0,001 5%

Laju Jantung setelah induksi 27 76,96 10,747

Berdasarkan tabel di atas, subjek penelitian yang mendapatkan obat koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV menunjukkan bahwa nilai rerata tekanan darah sistolik sebelum koinduksi dan sistolik setelah koinduksi tidak menunjukkan adanya perubahan dan secara statistik dengan t-test tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p>0,05). Namun


(65)

nilai rerata tekanan darah sistolik setelah induksi lebih rendah 12% dari setelah koinduksi dan secara statistik dengan t-test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,05).

Tabel di atas menjelaskan bahwa subjek penelitian yang mendapatkan obat koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV menunjukkan bahwa nilai rerata tekanan darah diastolik setelah koinduksi mengalami penurunan sebesar 1% dibandingkan dengan sebelum koinduksi dan secara statistik dengan t-test tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p>0,05). Namun nilai rerata tekanan darah diastolik setelah induksi mengalami penurunan sebesar 10% dari setelah koinduksi dan secara statistik dengan t-test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,05).

Dari tabel di atas dapat dilihat subjek penelitian yang mendapatkan obat koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV menunjukkan bahwa nilai rerata MAP setelah koinduksi hanya mengalami penurunan sebesar 1% dibandingkan dengan sebelum koinduksi dan secara statistik dengan t-test tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p>0,05). Namun nilai rerata MAP setelah induksi mengalami penurunan sebesar 11% dari setelah koinduksi dan secara statistik dengan t-test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,05). ). Tabel di atas menunjukkan subjek penelitian yang mendapatkan obat koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV menunjukkan bahwa nilai rerata laju jantung sebelum koinduksi dan setelah koinduksi relatif tidak mengalami perubahan dan secara statistik dengan t-test tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p>0,05). Namun nilai rerata laju jantung setelah induksi mengalami penurunan sebesar 5% dari setelah koinduksi dan secara statistik dengan t-test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,05).


(66)

Dari seluruh parameter hemodinamik pada kelompok yang mendapatkan koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV penurunan terbesar terjadi pada rerata tekanan darah sistolik setelah induksi yaitu sebesar 12 %.

Pada penelitian ini terbukti bahwa pemberian koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV tidak memberikan pengaruh yang bermakna terhadap hemodinamik. Namun setelah induksi dengan propofol secara titirasi dijumpai penurunan tekanan hemodinamik secara bermakna dibandingkan dengan sebelum koinduksi. Penurunan tekanan darah sistolik yaitu rata-rata sebesar 12% dan tekanan darah diastolik yaitu rata-rata sebesar 10% .

Pemberian koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap MAP dan laju jantung. Namun setelah induksi dengan propofol dijumpai penurunan secara bermakna nilai MAP dan laju jantung dibandingkan dengan kondisi sebelum koinduksi yaitu penurunan MAP rata-rata sebesar 11% dan penurunan laju jantung yaitu rata-rata sebesar 5%.

Selanjutnya hasil pengamatan terhadap kondisi hemodinamik dari kelompok penelitian yang mendapatkan obat koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB IV yang diberikan induksi Propofol dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(67)

Tabel 4.2.4. Tabel Perbedaan Rerata Tekanan Darah (Sistolik dan Diastolik), MAP dan Laju Jantung sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang mendapatkan obat Koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB IV.

No Kelompok

Midazolam 0,03 mg/kgBB IV N Mean Std. Deviation

Nilai p t-test

Rerata Penurunan

1

Sistolik sebelum koinduksi 27 125,89 6,512 0,022

2% Sistolik setelah koinduksi 27 123,81 6,239

2

Sistolik setelah koinduksi 27 123,81 6,239

0,001 12% Sistolik setelah induksi 27 108,67 4,891

3

Diastolik sebelum koinduksi 27 78,78 4,964

0,019 2%

Diastolik setelah koinduksi 27 77,30 6,126

4

Diastolik setelah koinduksi 27 77,30 6,126

0,001 11% Diastolik setelah induksi 27 69,15 5,397

5

MAP sebelum koinduksi 27 94,19 4,641

0,011 2%

MAP setelah koinduksi 27 92,48 5,625

6

MAP setelah koinduksi 27 92,48 5,625

0,0001 11%

MAP setelah induksi 27 81,96 4,519

7

Laju Jantung sebelum koinduksi 27 81,81 10,370

0,049 2% Laju Jantung setelah koinduksi 27 80,07 8,875

8

Laju Jantung setelah koinduksi 27 80,07 8,875

0,013 3% Laju Jantung setelah induksi 27 77,59 9,544

Berdasarkan tabel di atas subjek penelitian yang mendapatkan obat koinduksi Midazolam 0,03 mg/kgBB IV menunjukkan bahwa nilai rerata tekanan darah sistolik setelah koinduksi mengalami penurunan sebesar 2% dibandingkan dengan sebelum koinduksi dan secara statistik dengan t-test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,05). Nilai


(1)

Lampiran 5

LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN

Perbandingan efek koinduksi Ketamin 0,3 mg/kgBB IV dengan Midazolam 0,03 mg/kgBB IV terhadap pengurangan dosis induksi propofol Identitas penderita

Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Pendidikan terakhir : Suku /Bangsa : Berat badan : No. Reg. Medis :

Diagnosa :

Tindakan :

PS ASA :

Mulai Anestesi : Selesai :

Mulai Operasi : Selesai :

Awal Sebelum Koinduksi Setelah Koinduksi Setelah induksi TD Sistolik TD Diastolik MAP HR

Dosis Propofol saat eyelid reflex (-) :

Kejadian Alergi : (a) Ada (b) Tidak ada

Kejadian Hipotensi : (a) Ada (b) Tidak ada Komplikasi pulih sadar : (a) Ada (b) Tidak ada


(2)

LAMPIRAN 6

TABEL ANGKA RANDOM

Nomor Sekuens

00-04 AAABBB

05-09 AABABB

10-14 AABBAB

15-19 AABBBA

20-24 ABAABB

25-29 ABABAB

30-34 ABABBA

35-39 ABBAAB

40-44 ABBABA

45-49 ABBBAA

50-54 BAAABB

55-59 BAABAB

60-64 BAABBA

65-69 BABAAB

70-74 BABABA

75-79 BABBAA

80-84 BBAAAB

85-89 BBAABA

90-94 BBABAA

95-99 BBBAAA

Kelompok A : Ketamin 0,3 mg/kgBB IV Kelompok B : Midazolam 0,03 mg/kgBB IV


(3)

Lampiran 7

ANGGARAN PENELITIAN

Taksasi dana yang diperlukan selama penelitian

1. Bahan dan peralatan penelitian

• Fentanyl 60 x Rp 42.000 = Rp

2.520.000,-• Propofol 1% (Propofol Lipuro®) 60 x Rp 138.000 = Rp 8.280.000,-• Ketamin 10% (KTM®-100) 3 x Rp 237.000 = Rp 711.000,-• Midazolam 0,1% (Miloz®) 27 x Rp 7.250 = Rp 195.750,-• Aquadest steril 54 x Rp 3.000 = Rp

162.000,-• Extension tube 54 x Rp 3.000 = Rp 162.000,- • Spuit 1 cc Terumo® 27 x Rp 3.000 =Rp 81.000,-

• Spuit 5 cc Terumo® 108 x Rp 1.000 =Rp 108.000,- • Spuit 50cc Terumo® 54 x Rp 30.000 =Rp 1.620.000,-

• Tensimeter OMRON® 1 x Rp 600.000 =Rp 600.000,- • Stop Watch LAZEBO® 1 x Rp 200.000 =Rp 200.000,-

• Fotocopy lembar observasi pasien 54 x Rp 600 = Rp 32.400,-

2. Seminar usulan penelitian

• Pengadaan bahan seminar 25 x Rp 20.000,- = Rp 500.000,-


(4)

4. Izin Penelitian di RS HAM = Rp 168.000,- 5. Seminar hasil penelitian

• Pengadaan bahan seminar 25 x Rp 25.000,- = Rp 625.000,-

Total biaya penelitian = Rp 16.465.150,-


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Perbandingan Propofol 2 Mg/Kgbb-Ketamin 0,5 Mg/Kgbb Intravena Dan Propofol 2 Mg/Kgbb-Fentanil 1µg/Kgbb Intravena Dalam Hal Efek Analgetik Pada Tindakan Kuretase Kasus Kebidanan Dengan Anestesi Total Intravena

0 38 101

Perbandingan Ketamin 0,5 MG/KGBB Intravena Dengan Ketamin 0,7 MG/KGBB Intravena Dalam Pencegahan Hipotensi Akibat Induksi Propofol 2 MG/KGBB Intravena Pada Anestesi Umum

2 53 97

PERBANDINGAN DOSIS INDUKSI KETAMIN 1 MG KgBB DAN 2 MG KgBB TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 41

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

0 0 15

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

1 1 2

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

0 0 7

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

0 0 21

Perbandingan Ketamin Dosis 0.5 mg kgBB IV dan 1 mg kgBB IV Sebagai Preemptif Analgesia Pada Pascaoperasi Ginekologi Dengan Anestesi Umum

0 0 3

Perbandingan Efek Koinduksi Ketamin 0,3 MG/KGBB IV Dengan Midazolam 0,03 MG/KGBB IV Terhadap Pengurangan Dosis Induksi Propofol

0 1 13

Perbandingan Efek Koinduksi Ketamin 0,3 MG/KGBB IV Dengan Midazolam 0,03 MG/KGBB IV Terhadap Pengurangan Dosis Induksi Propofol

0 0 15