Kajian Penambahan Tepung Talas Dan Tepung Kacang Hijauterhadap Mutu Cookies

  

TINJAUAN PUSTAKA

Talas

  Talas berasal dari daerah sekitar India dan Indonesia, yang kemudian menyebar hingga ke China, Jepang dan beberapa pulau di samudera Pasifik.

  Pertumbuhan paling baik dari tanaman ini dapat dicapai dengan menanamnya di daerah yang memiliki ketinggian 0 meter hingga 2740 m di atas permukaan laut,

  o

  suhu antara 21-27

  C, dan curah hujan sebesar 1750 mm/tahun. Bagian yang dapat dipanen dari talas adalah umbinya, dengan umur panen berkisar antara 6-18 bulan dan ditandai dengan daun yang tampak mulai menguning atau mengering (Matthews, 2004).

  Talas merupakan tanaman sekulen yaitu tanaman yang umbinya banyak mengandung air. Umbi tersebut terdiri dari umbi primer dan umbi sekunder.

  Kedua umbi tersebut berada di bawah permukaan tanah. Hal yang membedakannya adalah umbi primer merupakan umbi induk yang memiliki bentuk silinder dengan panjang 30 cm dan diameter 15 cm, sedangkan umbi sekunder merupakan umbi yang tumbuh di sekeliling umbi primer dengan ukuran yang lebih kecil. Umbi sekunder ini digunakan oleh talas untuk melakukan perkembangbiakan secara vegetatig (Minantyorini dan Hanarida, 2003).

  Talas merupakan tanaman herba, dengan tinggi antara 0,5-1,5 m. Helai daunnya berbentuk perisai (peltatus) dengan panjang daun antara 30-80 cm dan lebar daun antara 20-50 cm. Ukuran daun sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Panjang tangkai daun bervariasi antara 30 cm sampai dengan 150 cm. Umbi talas terdiri atas tiga bagian, yaitu kulit luar, korteks atau kulit dalam, dan daging. Daging umbi talas mempunyai warna yang bervariasi seperti kuning muda, kuning tua, oranye, merah muda sampai ungu, atau merupakan kombinasi antara putih dengan ungu (Richana, 2012).

  Umbi talas mudah dicerna, tetapi banyak mengandung kalsium oksalat yang menyebabkan rasa umbinya tajam. Kalsium oksalat akan hilang dengan dimasak terlebih dahulu. Bagian tanaman yang dapat dimakan, yaitu umbi, tunas muda dan tangkai daun. Umbi talas banyak dibuat makanan ringan, seperti keripik dan getuk talas (Purnomo dan Purnamawati, 2007).

  Konversi umbi segar talas menjadi bentuk tepung yang siap pakai terutama untuk produksi makanan olahan disamping mendorong munculnya produk-produk lebih beragam juga mendorong berkembangnya industri berbahan dasar tepung atau pati talas sehingga meningkatkan nilai jual komoditas talas. Penepungan talas juga diharapkan dapat menghindari kerugian akibat tidak terserapnya umbi talas segar di pasar ketika produksi panen berlebih (Hartati dan Prana, 2003).

  Kandungan Gizi Talas

  Umbi talas merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang cukup baik. Komponen gizi yang terkandung dalam umbi talas adalah komponen makronutrien yang berupa karbohidrat, lemak, protein, dan serat. Sedangkan komponen mikronutrien yang terkandung dalam talas berupa fosfor, besi, tiamin, riboflavin, niasin, dan vitamin C. Komposisi kimia tersebut bervariasi tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis varietas, usia dan tingkat kematangan dari umbi (Catherwood, et al, 2007).

  Talas mengandung banyak senyawa kimia yang dihasilkan dari metabolisme sekunder seperti alkaloid, glikosida, saponin, essensial oil, resin, gula dan asam-asam organik. Umbi talas mengandung pati yang mudah dicerna kira-kira 18,2% dan sukrosa serta gula pereduksinya 14,2%. Rasa gatal dari umbi talas disebabkan oleh kandungan oksalat pada umbi talas. Kalsium oksalat ini dapat dihilangkan dengan cara pencucian menggunakan banyak air (Apriyani, dkk., 2011).

  Komposisi kimia umbi talas bervariasi tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis varietas, umur panen, dan tingkat kematangan dari umbi. Komposisi kimia talas dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan talas per 100 g bahan

  Komponen Talas Energi (kal) 131,97 Protein (g) 1,40-3,00 Karbohidrat (g) 13-29 Lemak (g) 0,16-0,36 Abu (g) 0,60-0,30 Serat (g) 0,60-1,18 Vitamin A (SI)

  98 Vitamin C (mg) 7-9 Tiamin (mg) 0,18 Riboflavin (mg) 0,04 Niasin (mg) 0,90 Ca (mg) 104,30 P (mg)

  96 Fe (mg) 1,30 Kalsium oksalat (mg) 691 Sumber: Chotimah dan Fajarini (2013).

  Umbi talas mengandung suatu senyawa yang menyebabkan rasa gatal yaitu kalsium oksalat. Kalsium oksalat banyak terdapat di dalam cairan umbi.

  Rasa gatal pada saat mengonsumsi talas disebabkan oleh tusukan jarum-jarum kristal kalsium oksalat yang terbungkus dalam suatu kapsul transparan berisi cairan yang berada di antara sel-sel umbi tersebut. Kapsul-kapsul itu disebut rafid.

  Jika bagian umbi dikups atau dipotong-potong, maka vakuola yang berisi air karena perbedaan tegangan pada kedua vakuola itu menyebabkan dinding kapsul pecah, akibatnya kristal kalsium oksalat keluar ke permukaan dan menusuk bagian kulit. Tusukan ini yang menyebabkan timbulnya rasa gatal pada mulut, tenggorokan, atau kulit tangan. Cara untuk menghilangkan rasa gatal tersebut adalah melalui proses pengeringan atau pemanasan. Proses pemanasan diduga dapat menyebabkan zat kimia penyebab rasa gatal berubah menjadi zat yang mudah menguap dan bahkan mungkin menjadi basa nitrogen (Richana, 2012).

  Pembuatan Tepung Talas

  Pengeringan talas dapat dilakukan baik itu dengan menggunakan alat pengeringan maupun sinar matahari. Secara umum, pengeringan dengan menggunakan alat pengering lebih baik daripada menggunakan sinar matahari. Kelebihannya antara lain suhu pengeringan dan laju alir udara panas yang dapat dikontrol, kebersihan yang lebih terjaga, dan pemanasan yang terjadi secara merata. Akan tetapi, pengoperasian alat pengering terkadang memerlukan keahlian dari pengguna alatnya dan memakan biaya yang sedikit lebih mahal (Suarnadwipa dan Hendra, 2008).

  Talas memiliki potensi untuk dapat digunakan sebagai bahan baku tepung- tepungan karena memiliki kandungan pati yang tinggi, yaitu sekitar 70-80%.

  Prose pembuatan tepung talas diawali dengan pencucian dan pengupasan umbi segar. Lalu dilakukan pengirisan yang ditujukan untuk memperbesar luas permukaan dari talas pada saat dikeringkan (Apriyani, dkk., 2011).

  Proses pengeringan pada pembuatan tepung talas merupakan salah satu tahapan yang krusial, karena menentukan kualitas dan keawetan dari produk olahan selanjutnya dari tepung tersebut. Suhu dan waktu pengeringan merupakan faktor penting dalam pengeringan yang akan mempengaruhi mutu produk akhir.

  o

  Proses pengeringan yang optimal dilakukan pada suhu 60 C selama

  12 jam, yang

  pada akhirnya akan didapatkan kadar air tepung ± 9,89% (Heldman dan Lund, 2007).

  Tepung Talas

  Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dan diolah menjadi produk pangan.

  

Prosedur pembuatan tepung sangat beragam, dibedakan berdasarkan sifat dan

komponen kimia bahan pangan. Dari beberap pengkajian menunjukkan bahwa

tepung talas berpotensi untuk digunakan sebagai campuran untuk pembuatan

produk baru ataupun untuk mengganti tepung-tepung konvensional (Suarnadwipa dan Hendra, 2008) .

  Umbi talas dapat diolah menjadi tepung talas. Tepung talas ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan baku industri makanan seperti biskuit dan makanan anak balita. Tepung talas dapat menghasilkan produk yang lebih awet karena daya mengikat airnya yang kurang. Tepung talas mengandung gizi yang cukup tinggi dibandingkan umbi-umbian lainnya. Kandungan kalsium (Ca) dan posfor (P) tepung talas cukup tinggi dan lebih tinggi dibanding beras (Richana, 2012).

  Pembuatan tepung talas memiliki beberapa keuntungan yaitu daya awet, mudah diaplikasikan untuk bermacam-macam produk serta mudah penyimpanannya. Penepungan talas juga mengurangi kerugian karena panen raya. Dalam bentuk tepung, talas memiliki komposisi nutrisi yang lebih baik dibandingkan beras. Tepung talas mengandung protein yang lebih tinggi dan dengan kadar lemak yang lebih rendah daripada beras. Kandungan serat talas juga cukup tinggi. Kehadiran serat ini sangat baik untuk menjaga kesehatan saluran cerna. Komposisi kimia tepung talas secara umum dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi kimia tepung talas

  Komposisi Kimia Tepung Talas Air (%bb) 5,72 Abu (%bb) 1,55 Protein (%bb) 5,77 Lemak (%bb) 1,21 Pati (%bb) 75,72 Amilosa (%bb) 13,59 Amilopektin (%bb) 69,92 Serat kasar (%bb) 2,49 Serat pangan (%bb) 6,49 Karbohidrat (%bb) 85,75 Kalori (%kkal/100g bb) 376,97 Oksalat (ppm/bb) 759,98 Sumber: Apriyani,dkk., (2011).

  Tepung talas memiliki granula yang kecil, yaitu sekitar 0,5-5 mikron. Ukuran granula pati yang kecil ini ternyata dapat membantu individu yang mengalami masalah dengan pencernaannya karena kemudahan dari talas untuk dicerna. Pemanfaatan lebih lanjut dari tepung talas adalah dapat digunakan sebagai bahan baku industri makanan seperti biskuit (Perez, dkk., 2007).

  Tepung talas merupakan bentuk hasil pengolahan bahan yang dilakukan dengan memperkecil ukuran bahan menggunakan metode penggilingan. Tepung merupakan produk yang memiliki kadar air rendah sehingga daya awetnya pun tinggi. Proses penggilingan bahan disebabkan oleh bahan yang ditekan dengan gaya mekanis dari alat penggiling. Tepung yang proses pembuatannya secara mekanis yang mana dimulai dari proses penggilingan diikuti dengan peremukan bahan dan energi yang dikeluarkan sangat dipengaruhi oleh kekerasan bahan dan kecenderungan bahan yang dihancurkan (Huang and Tanudjaja, 2007).

  Kacang Hijau

  Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat bervariasi, antara 30-60 cm, tergantung varietasnya. Cabangnya menyamping pada bagian utama, berbentuk bulat dan berbulu. Warna batang dan cabangnya ada yang hijau dan ada yang ungu. Dalam dunia tumbuhan, tanaman ini diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Ordo : Rosales

  Family : Leguminosae (Fabaceae) Genus : Vigna Spesies : Vigna radiate atau Phaseolus radiates (Purwono dan Hartono, 2005).

  Kacang hijau merupakan tanaman “musim panas” dan akan tumbuh di

  

o

  dalam rata-rata rentang suhu sekitar 20-40

  C. Oleh karena itu, tanaman ini dapat tumbuh di musim panas dan musim gugur di daerah hangat, subtropis dan pada ketinggian di bawah 2000 m daerah tropis. Tanaman ini sangat peka pada kondisi air yang berlebihan, tetapi dapat bertahan terhadap tekanan kekeringan dengan relatif baik, dengan pembatasan periode berbunga menuju kedewasaan. Kebutuhan air adalah 200-300 mm per musim pertumbuhan (Nuraini, 2011), Biji kacang hijau terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (10%), kotiledon (88%), dan sisanya adalah lembaga (2%). Kotiledon banyak mengandung pati dan serat, sedangkan lembaga merupakan sumber protein dan lemak. Dalam perdagangan, kacang hijau di Indonesia hanya dikenal dua macam mutu yaitu kacang hijau biji besar dan biji kecil. Kacang hijau biji besar digunakan untuk bubur dan tepung, sedangkan yang berbiji kecil digunakan untuk pembuatan tauge (Astawan, 2009).

  Kandungan Gizi Kacang Hijau

  Kacang hijau adalah biji yang kaya akan manfaat. Di dalam 100 g kacang hijau terkandung 345 kalori; 22,2 g protein; 1,2 g lemak, vitamin A, vitamin B

  1 ,

  posfor, zat besi, dan magnesium. Selain itu, kacang hijau juga mengandung air, karbohidrat, dan serat (Nuraini, 2011).

  Komposisi kimia kacang hijau sangat beragam, tergantung varietas, faktor genetik, iklim maupun lingkungan. Karbohidrat merupakan komponen terbesar (lebih dari 55%) biji kacang hijau, yang terdiri dari pati, gula, dan serat. Berdasarkan jumlahnya, protein merupakan penyusun utama kedua setelah karbohidrat. Kacang hijau mengandung 20-25% protein. Protein pada kacang hijau mentah memiliki daya cerna sekitar 77%. Protein kacang hijau kaya asam amino leusin, arginin, isoleusin, valin, dan lisin (Astawan, 2009).

  Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dan merupakan sumber mineral yang penting, antara lain kalsium dan fosfor. Ditinjau dari kandungan kalsium dan fosfor, nilai gizi kacang hijau lebih unggul dibandingan dengan jenis kacang-kacangan lainnya. Kandungan kalsium dan fosfor pada kacang hijau bermanfaat untuk memperkuat tulang. Komposisi gizi kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 5.

  Tabel 5. Komposisi gizi kacang hijau Komposisi Gizi Jumlah

  Protein (%) 22,85 Lemak (%) 1,20 Karbohidrat (%) 62,90 Kalsium (mg/100g) 125 Fosfor (mg/100g) 320,00 Sumber: Triyono (2010).

  Manfaat Kacang Hijau Kacang hijau atau Phaseolus Aureus berasal dari Famili Leguminoseae

alias polong-polongan. Kandungan proteinnya cukup tinggi dan merupakan

sumber mineral penting, antara lain kalsium dan fosfor yang sangat diperlukan

tubuh. Sedangkan kandungan lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh,

sehingga aman dikonsumsi oleh orang yang memiliki masalah kelebihan berat

badan. Dimana kandungan lemak kacang hijau tersusun atas 73% asam lemak tak jenuh dan 27% asam lemak jenuh (Yartati, 2005).

  Kacang hijau mempunyai daya cerna protein yang tinggi yaitu sebesar 81%. Daya cerna dipengaruhi adanya inhibitor tripsin dan aktivasi enzim tripsin serta adanya tanin atau polifenol. Biji kacang hijau yang telah direbus atau diolah dan kemudian dikonsumsi mempunyai daya cerna yang tinggi dan rendah daya flatulensinya. Selain itu, biji kacang juga memiliki kandungan serat yang cukup tinggi, sehingga meningkatkan kadar air pada biji kacang hijau. Tingginya kadar air dan kadar serat pada biji kacang hijau juga berpengaruh terhadap produk olahan dari biji kacang hijau, misalnya menjadi tepung kacang hijau. Air yang terikat pada serat kacang hijau akan sulit terlepaskan walaupun dengan pemanasan, sehingga tingginya kadar air produk olahan dari biji kacang hijau (Mayer, 2003).

  Kacang hijau juga mengandung protein sebanyak 22,9%, sehingga alternatif terbaik untuk memperoleh protein selain dari ikan adalah dari kacang- kacangan, termasuk kacang hijau. Bagi orang yang kekurangan vitamin B 1 , dapat mengkonsumsi kacang hijau. Vitamin B merupakan bagian dari kofaktor yang

  

1

berperan penting dalam oksidasi karbohidrat untuk diubah menjadi energi. Tanpa

vitamin B

  1 , tubuh akan mengalami kesulitan dalam memecah karbohidrat.

  Vitamin B 2 yang terkandung pada kacang hijau dapat membantu penyerapan

protein di dalam tubuh. Antioksidan yang ada di kacang hijau sangat baik untuk

mencegah penuaan dini dan mencegah penyebaran sel kanker, dan tentu saja

kandungan vitamin E-nya membantu meningkatkan kesuburan (Purwanti, 2008).

  Pembuatan Tepung Kacang Hijau

  Pembuatan tepung kacang hijau dilakukan dengan merendam biji di dalam air selama enam jam. Selanjutnya ditiriskan, dikeringkan, dan disosoh.

  Penyosohan dilakukan dengan menggunakan mesin penyosoh beras. Kacang hijau tanpa kulit (dhal) selanjutnya digiling dan diayak untuk memperoleh tepung kacang hijau. Tepung kacang hijau dapat digunakan untuk membuat aneka kue basah (cake), cookies dan kue tradisional, produk bakery, kembang gula, dan makaroni (Astawan, 2009).

  Tepung Kacang Hijau

  Dalam pembuatan produk cake kacang hijau ini, sebelumnya kacang hijau dijadikan tepung terlebih dahulu. Kacang hijau yang dipilih adalah kacang hijau yang berkualitas bagus, dengan klasifikasi butiran utuh, tidak apek, maupun berulat, dan masih segar. Kemudian dilakukan proses pengupasan sebelum dilakukan proses penepungan. Namun saat ini, di pasaran sudah banyak dijumpai kacang hijau yang sudah mengalami pengupasan. Kemudian dalam proses penepungan, kacang hijau digiling sampai halus dan dari hasil gilingan tersebut kemudian diayak untuk mendapatkan tekstur tepung yang baik (Fatmawati, 2012).

  Proses pembuatan tepung kacang hijau cukup sederhana dan bagi petani tidak mengalami kesulitan yaitu dilakukan dengan menyangrai kacang hijau sampai kering dan kemudian digiling menjadi tepung. Tepung kacang hijau adalah bahan makanan yang diperoleh dari biji tanaman kacang hijau yang sudah dihilangkan kulit arinya dan diolah menjadi tepung. Keadaan tepung kacang hijau yang bagus dari segi aroma, rasa, dan warna harus normal seperti pada umumnya keadaan tepung yang baik (Astawan, 2009).

  Tepung Terigu Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam pembuatan produk

bakery dan kue. Secara garis besar ada dua jenis tepung gandum yaitu tepung

  gandum keras (strong flour) dan tepung gandum lunak (soft flour). Tepung gandum keras digunakan untuk membuat roti dan produk-produk yang dibuat dengan melibatkan proses fermentasi serta puff pastry, tepung terigu lunak biasanya digunakan untuk membuat kue dan biskuit. Perbedaan utama dari kedua jenis tepung tersebut adalah glutennya, dimana tepung terigu keras mengandung gluten sekitar 13% sedangkan tepung terigu lunak kandungan glutennya sekitar 8,3%. Gluten inilah yang bertanggung jawab terhadap sifat pengembangan adonan tepung terigu setelah ditambah air dan ditambah bahan pengembang atau difermentasi menggunakan ragi (Apriyanto, 2006).

  Gluten adalah protein yang menggumpal, bersifat elastis serta akan mengembang bila dicampur dengan air. Gluten akan menentukan hasil produk karena gluten akan mempengaruhi jaringan atau kerangka baik atau tidaknya produk. Baik tidaknya suatu produk akan ditentukan oleh baik tidaknya jaringan, baik tidaknya jaringan akan ditentukan oleh kuatnya gluten, kuat tidaknya gluten dipengaruhi banyak tidaknya kandungan protein, banyak sedikitnya kandungan protein akan ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan (Subagjo, 2007).

  Tepung terigu mengandung protein yang unik yang tidak terdapat pada tepung yang lain. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari terigu. Kandungan protein pada terigu sekitar 8%-15%. Kandungan pati yang terkandung pada terigu cukup tinggi yaitu sekitar 70%. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram tepung terigu dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %. Komposisi kimia tepung terigu secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi kimia tepung terigu per 100 g bahan.

  Komposisi Jumlah Kadar abu (%) 1,33 Kadar protein (%) 12,81 Kadar amilosa (g/100 g pati) 21,3 Kadar lemak (%) 1,08 Kadar air (%) 12,32 Sumber: Rosmeri dan Monica (2013). Tepung terigu dibuat dari biji gandum yang digiling. Mengandung gluten, senyawa protein bersifat kenyal, elastis, bisa mengembang. Untuk cookies bisa dipakai terigu berprotein rendah 8%-9%. Terigu jenis ini disebut juga terigu serbaguna karena paling sering dipakai. Pilih terigu baru, beraroma segar, bersih, tidak apek, tidak berkutu, tidak berjamur (Habsari, 2010).

  Cookies Cookies adalah kue kering dalam bentuk kecil atau kue kecil yang berasa

  manis. Pembuatan kue memerlukan ketelitian dalam penimbangan dan sedikit mungkin dalam menangani adonan. Tidak boleh menggunakan banyak tangan dalam pengaduk lainnya agar gluten tidak mengembang yang dapat menyebabkan . kue kering menjadi rapuh (Fatmawati, 2012)

  Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkdar lemak

  tinggi, relatif renyah, dan bila dipatahkan penampangnya berongga-rongga. Syarat mutu cookies dapat dilihat pada Tabel 7.

  Tabel 7. Syarat Mutu Cookies Kriteria Persyaratan

  Air Maks 5% Abu Maksimal 5% Lemak Minimum 11% Protein Minimum 6% Karbohidrat Minimum 70%

  • Logam berbahaya Serat kasar Maksimal 3% Energi (kal/100g) Minimum 400 Bau dan rasa Normal dan tidak tengik Warna Normal Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2003

  Ciri khas dari cookies adalah kering dan renyah. Cookies atau kue kering merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang proses pematangannya dengan cara dipanggang. Aroma dari satu cookies tidak hanya ditentukan oleh satu komponen, tetapi juga oleh beberapa komponen tertentu yang menimbulkan bau khas, misalnya dengan penambahan margarin dan telur dapat memberikan aroma cookies yang dihasilkan. Ciri khas lain dari cookies ini adalah kandungan lemaknya yang sangat tinggi (Hastuti, 2012).

  Kerenyahan cookies diukur dengan cara mudah atau tidaknya cookies hancur ketika digigit. Cookies yang baik memiliki tekstur dan struktur yang kompak serta memiliki butiran yang halus. Kerenyahan cookies dipengaruhi oleh tepung yang digunakan dan juga dipengaruhi oleh telur, gula, mentega/margarin, garam, dan susu skim. Kerenyahan atau tekstur biskuit dan cookies juga berkolerasi dengan kadar air adonan. Kadar air yang cukup akan menghasilkan kerenyahan yang diinginkan (Hastuti, 2012).

  Cookies juga dapat bersifat fungsional bila di dalam proses pembuatannya

  ditambahkan bahan yang mempunyai aktivitas fisiologis dengan memberikan efek positif bagi kesehatan tubuh, misalnya cookies yang diperkaya dengan serat, kalsium atau provitamin A. Penyebab terjadinya peningkatan rasa enak dari suatu produk pangan (cookies dan kue kering lain) ditentukan oleh besarnya protein dan lemak dalam produk tersebut. Kandungan protein dari suatu bahan makanan berkolerasi cukup tinggi terhadap penilaian konsumen terutama dalam hal rasa (Fatmawati, 2012).

  Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Cookies

  Gula

  Gula tidak hanya digunakan dalam makanan karena rasanya yang manis, tetapi juga karena hasil reaksi yang terjadi selama pemanasan, berupa karamel dan produk maillard. Karamel diperoleh dari pemanasan gula secara langsung tanpa adanya bahan tambahan ataupun air. Karamel yang dihasilkan berwarna coklat hingga hitam dan memiliki rasa yang lezat. Produk Maillard dihasilkan dari pemanasan gula dan protein (Widyani dan Suciaty, 2008).

  Gula yang dipakai dalam pembuatan cookies biasanya adalah gula pasir dan gula palem. Untuk pemakaian gula bubuk, digiling gula pasir hingga menjadi gula bubuk, agar lebih mudah menyatu dan larut ketika dikocok atau diaduk dengan bahan lain. Gula bubuk membuat tekstur pada cookies lebih halus dengan hasil cookies renyah di luar dan empuk di dalam (Habsari, 2010).

  Jenis gula yang paling baik untuk membuat cookies adalah gula tepung atau icing sugar atau confectioners sugar karena gula jenis ini mudah larut walaupun tanpa menggunakan cairan. Selain itu, gula tepung akan menghasilkan tekstur cookies yang berpori kecil dan halus. Gula tepung adalah gula yang dihaluskan hingga sangat halus menyerupai tepung. Agar tidak menggumpal, gula jenis ini sering kali dicampur dengan pati jagung, maka gula tepung tidak cocok untuk membuat minuman (Hastuti, 2012).

  Selama pendidihan larutan sakarosa dengan adanya asam akan terjadi proses hidrolisis yang akan menghasilkan gula reduksi (dektrosa dan levulosa).

  Sakarosa diubah menjadi gula reduksi dan hasilnya dikenal sebagai gula invert. Kecepatan inversi dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan, dan nilai pH dari larutan (Desrosier, 2008).

  Telur

  Putih dan kuning telur bisa digunakan dalam pembuatan cookies, namun kebanyakan produk cookies yang dipasarkan hanya menggunakan kuning telur dalam pengolahannya. Bagian kuning telur disebut sebagai pelembut, sedangkan bagian putihnya sebagai pengeras atau pengikat. Maka penambahan putih telur pada adonan cookies yang menggunakan kuning telur akan membuat cookies tersebut lebih kompak dan kuat (Hastuti, 2012).

  Cake yang lunak dapat diperolah dengan penggunaan kuning telur yang

  lebih banyak. Kuning telur mengandung lesitin (emulsifier). Bentuknya padat, tetapi kadar airnya sekitar 50% sedangkan putih telur kadar airnya 86%. Putih telur memiliki creaming yang lebih baik dibandingkan kuning telur (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

  Pada umumnya, beberapa jenis telur yang dijumpai di pasaran digunakan dalam produksi adonan kue. Penggunaannya tidak seperti bahan lainnya, baik sebagai suatu agensia pengeras atau pengempuk, dalam telur yang utuh terdapat kombinasi dari keduanya. Kadang-kadang, hal ini menimbulkan masalah untuk menentukan apakah menggunakan bagian yang mengempukkan, bagian yang mengeraskan, atau merupakan kombinasi dari keduanya (Desrosier, 2008).

  Telur adalah makanan yang sempurna. Demikian penilaian para ahli gizi. Telur dapat digolongkan sebagai sumber protein namun juga termasuk sumber lemak karena komposisi lemak dan proteinnya hampir seimbang. Telur mengandung asam amino lengkap yang memiliki daya cerna tinggi. Dari semua sumber protein, telurlah yang paling sempurna kandungan asam aminonya.

  Sekitar 93% asam amino yang dikandungnya dapat dicerna sempurna. Telur juga memiliki kandungan vitamin dan mineral yang lengkap (Lingga, 2012).

  • Secara teknis, margarin termasuk lemak jenuh karena berbentuk padat pada suhu ruang. Ada dua jenis margarin yaitu margarin keras (hard margarine) dan margarin lunak (soft margarine). Margarin keras mengandung SFA sebanyak 80%, MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid) 14%, dan PUFA (Poli Unsaturated

Margarin

  Fatty Acid ) 6%. Sedangkan margarin lunak mengandung SFA (Saturated Fatty

  Acid) 20%, MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid) 47%, dan PUFA (Poli

  

Unsaturated Fatty Acid ) 33%. Baik margarin keras maupun margarin lunak,

o

  keduanya memiliki titik asap hampir sama, yakni pada suhu 150

  C. Margarin termasuk lemak yang fleksibel karena dapat kita gunakan untuk berbagai macam menu, baik menu segar maupun yang diolah (Lingga, 2012).

  Margarin merupakan bahan yang sangat penting dalam pembuatan

  cookies . Lemak adalah pengemulsi pada adonan cookies. Margarin juga membuat

cookies menjadi lembut, renyah, dan kaya rasa. Komposisi margarin untuk

  membuat adonan cookies adalah 65-75% dari terigu. Terlalu banyak menggunakan margarin akan membuat adonan meluber saat dipanggang dan

  cookies menjadi terlalu rapuh (Hastuti, 2012).

  • Garam (natrium klorida) merupakan suatu zat asam basa yang digunakan dalam makanan sebagai pemberi rasa asin. Natrium dan klorida dapat membantu tekanan osmosik disamping juga membantu keseimbangan asam dan basa. Natrium sendiri mempunyai reaksi alkalis, sedangkan klorida mempunyai reaksi asam (Winarno, 2004).

  Garam

  Garam berfungsi menyeimbangkan rasa manis dalam pembuatan cookies dan berperan dalam memperpanjang daya simpan. Dalam pembuatan cookies sebaiknya digunakan garam halus agar mudah larut bersama adonan lainnya. Garam digunakan sebagai bahan pelapis adonan cookies sehingga produk cookies yang dihasilkan renyah (Habsari, 2010).

  Pembuatan Cookies

  • Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan

Pencampuran

  hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan glutein, serta menahan gas pada glutein. Mixing harus berlangsung hingga tercapai perkembangan optimal dari glutein dan penyerapan airnya. Mixing yang berlebihan akan merusak susunan glutein, adonan akan semakin panas, dan peragiannya semakin lambat (Mudjajanto dan Yulianto, 2004).

  Modifikasi dalam pencampuran bahan-bahan cookies dapat memberikan perbedaan dalam struktur dan volume kue walaupun dengan formulasi yang sama.

  Kualitas adonan cookies tergantung pada formulasi, sifat alamiah bahan, dan derajat mixing. Mixing berfungsi untuk mencampur semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan gluten, serta menahan gas pada gluten (Isnaharani, 2009).

  • Pada saat adonan memasuki suatu oven yang panas, adonan bertemu dengan udara panas dari ruang pemanggangan dan lapisan film tampak terbentuk pada permukaan adonan. Selanjutnya, terjadi pengembangan kue kering, selama

  Pemanggangan itu terjadi pengembangan volume menjadi 20 persen, hal ini karena peningkatan gas CO (Karbon dioksida) dalam proses pemanggangan kue (Desrosier, 2008).

  waktu/lama pengovenan. Untuk pengovenan cookies membutuhkan temperatur

  o o

  160 C dan lama pengovenan 20 menit. Bila temperatur lebih dari 160 C maka dalam waktu kurang dari 20 menit biskuit cepat matang bagian luarnya tetapi bagian dalamnya belum matang. Sedangkan bila temperatur yang digunakan

  o

  kurang dari 160 C maka akan dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mematangkan. Kadar air yang terlalu tinggi dari adonan cookies akan menghasilkan tekstur cookies menjadi tidak renyah atau lembab di dalam walaupun cookies telah mengalami proses pemanggangan pada suhu kurang dari

  o 160 C (Tahudi, 2011).

  Perubahan atau adanya pengembangan pada produk kue kering (cookies dan biskuit) selama proses pemanggangan disebabkan oleh hilangnya cairan, berkurangnya lemak, pembentukan atau pemecahan emulsi, hidrolisa atau polimerisasi karbohidrat dan hidrolisa atau koagulasi protein. Sesuai dengan pernyataan tersebut, kenaikan kadar air dan lemak serta penurunan kadar pati pada

  

cookies cenderung menaikkan pengembangan cookies (Mudjajanto dan Yulianto,

2004).

  Ketika makanan diletakkan dalam oven panas, kelembaban udara yang rendah dalam oven menimbulkan gradien tekanan uap sehingga terjadi perpindahan air dari dalam makanan ke permukaan. Banyaknya kehilangan air ditentukan oleh sifat alamiah makanan, pergerakan udara dalam oven, dan tingkat transfer panas. Saat tingkat kehilangan air di permukaan melebihi tingkat pergerakan dari dalam, zona penguapan berpindah ke dalam makanan, permukaan

  o mengering, suhu meningkat mencapai 110-240 C dan membentuk kerak.

  Perubahan tersebut meningkatkan eating quality dan mempertahankan air dalam makanan. Kehilangan air bagian dalam dibutuhkan untuk menghasilkan tekstur yang renyah dari produk kue kering (Isnaharani, 2009).