KEMAMPUAN PEMULIHAN AREAL BEKAS TERBAKAR PADA HUTAN RAWA GAMBUT DI KALIMANTAN TENGAH The Ability of Ex-burnt Area Recovering in Peat Swamp Forest of Central Kalimantan

  • *Surel korespondensi

    • – 9,67 ton/ha/year. The growth speed was closely related to the time periode of unburnt areas. In

      this condition, the time needed by burnt areas to recover was more than 20 - 116 years. Based on this research, peat

      areas which were burnt before had an ability to recover like previous condition. This was due to the natural regeneration

      of peat areas which could perform by themselves if there were no burnt areas before. Avoiding fire is as the main priority

      of the effort to manage and recover the ecosystem of peat areas.
    • – 0,23 Gt (Page et al., 2002). Selain penghasil emisi yang besar, kebakaran lahan gambut telah merusak habitat tempat tumbuh vegetasi dan fauna.

  © 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat

KEMAMPUAN PEMULIHAN AREAL BEKAS TERBAKAR PADA HUTAN RAWA

GAMBUT DI KALIMANTAN TENGAH

  

The Ability of Ex-burnt Area Recovering in Peat Swamp Forest of Central

Kalimantan

Muhammad Abdul Qirom

1 Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru

  

Jl. Ahmad Yani Km 28,7 Banjarbaru, Kalimantan Selatan

  

Abstract. Peat swamp forest fire has caused severe destruction on land and peat vegetation. The recovery of ex-burnt

areas takes times. However, the information about the speed of peat recovery is still limited. This research aimed to

know the ability to recover the ex-burnt areas with potential approach of carbon storage in peat swamp forest in Central

Kalimantan. The measurement of plot was made in several ex-burnt areas, namely, after burnt in 1997 (30 plots), 2003

(13 plots), 2006 (27 plots), and logged-over areas (13 plot). Creating plot with the area of 400 m 2 and trees measured

had a diameter of >10 cm. The prediction of carbon storage used the Brown general model. The result of the research

showed that the ability to carbon sequestration in ex-burnt areas was different. This was determined by the period of the

areas got burnt. The potential of carbon storage in 1997, 2003, 2006, and secondary forest was 154,18 ton/Ha, 76,86

ton/Ha, 12,06 ton/Ha, and 200,44 ton/Ha respectively. The average speed of potential carbon storage growth was

around 1,8 ton/ha/year

  Keywords: peat, fire, carbon, regeneration, recovery 1.

   PENDAHULUAN

  Hutan rawa gambut (HRG) menyimpan karbon organik yang sangat besar dan berperan dalam perubahan iklim. Menurut Rose, Posa, Wijedasa, & Corlett, (2011) HRG tersebut terletak di sebagian besar di Asia Tenggara. Luas HRG di Indonesia mencapai 50% dari luas total HRG di dunia (Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia (DNPI), 2010) tersebar di Kalimantan, Sumatera, Papua dan Sulawesi (Rose et al., 2011). Kalimantan Tengah mempunyai HRG seluas 2,5 juta Ha (Page et al., 2002). Berdasarkan data Badan Restorasi Gambut (BRG), HRG di Kalimantan Tengah hanya sebagian kecil terkelola dengan baik sebesar 21% dan sisanya mengalami degradasi dan deforestasi (Qirom, 2016).

  Degradasi lahan gambut tersebut disebabkan oleh kebakaran, drainase, dan deforestasi (Hirano et al., 2012; Page et al., 2002). Kebakaran dan dekomposisi merupakan sumber emisi utama di lahan gambut(Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia (DNPI), 2010). Emisi karbon tahun 2005 mencapai 472 MtCO

  2

  e dan lebih dari 60% berasal dari kebakaran lahan gambut (Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia (DNPI), 2010). Emisi terbesar terjadi tahun 1997. Pada tahun 1997, kebakaran hutan terjadi pada hutan rawa gambut seluas 0,73 MHa dan menghasilkan emisi karbon sebesar 0,19

  Namun demikian, lahan-lahan tersebut mempunyai kemampuan untuk pulih. Menurut Rudel, (2009) lahan yang rusak akan mempunyai kemampuan untuk dapat pulih melalui proses suksesi. Kondisi ini juga terjadi pada lahan gambut setelah terbakar (Simbolon, 2004; Tata & Pradjadinata, 2013). Secara alami, lahan gambut terbakar mengalami perubahan komposisi jenis yang mendekati dengan komposisi jenis sebelum terbakar. Perubahan komposisi tersebut sangat terkait dengan lamanya lahan gambut tersebut tidak terbakar (Irulappa Pillai Vijayakumar et al., 2016; Simbolon, 2004; Tata & Pradjadinata, 2013).

  2 DBH B 19 ,

  Hasil pengukuran tegakan adalah kerapatan tegakan, luas bidang dasar, dan potensi simpanan karbon di atas permukaan. Untuk simpanan karbon digunakan persamaan Brown (1997).

  Namun demikian, informasi tentang proses dan waktu pemulihan lahan gambut setelah terbakar masih sangat terbatas. Informasi ini dibutuhkan untuk memperkirakan waktu yang diperlukan dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan pemulihan lahan gambut setelah terbakar. Pada penelitian ini, perkiraan waktu pemulihan setelah terbakar dilakukan dengan pendekatan potensi simpanan karbon. Pendugaan pemulihan tersebut menggunakan asumsi bahwa waktu pemulihan dihitung dari lamanya waktu potensi simpanan karbon lahan terbakar menjadi lebih besar/sama dengan areal tidak terbakar (bekas tebangan).

  Potensi simpanan karbon diduga dengan faktor konversi 50% dari total biomasa (Nath, Das, & Das, 2009; Zhang, Guan, & Song, 2012). Kerapatan tegakan berdasarkan jumlah jenis yang ditemukan dalam plot ukuran. Luas bidang dasar (m

  B: biomassa (kg); DBH: diameter (cm)

   (Brown, 1997) Keterangan:

    37 ,

2. BAHAN DAN METODE

  untuk pengukuran tingkat pohon dan sub plot berukuran 100 m

  Pertambahan simpanan karbon dihitung berdasarkan rentang waktu antara kebakaran terjadi dengan waktu dilaksanakan penelitian (tahun 2013). Berdasarkan definisi tersebut, rentang waktu dalam penelitian ini terdiri dari 16 tahun (kebakaran tahun 1997); 10 tahun (kebakaran tahun 2003); 7 tahun (kebakaran tahun 2006); dan 31 tahun (penebangan tahun 1982). Rumus pertambahan simpanan karbon

  Kerapatan jenis dan luas bidang dasar di masing-masing kejadian kebakaran berbeda-beda (Tabel 1). Secara keseluruhan, struktur tegakan didominasi oleh pohon berdiameter kecil (< 20 cm). Kondisi ini ditunjukkan oleh pohon-pohon berdiameter kecil mempunyai kerapatan jenis yang lebih besar dibandingkan pohon-pohon yang

  3. HASIL

  . Model ini disusun dengan mengikuti pola pertumbuhan tegakan. Model ini digunakan dalam pendugaan waktu yang diperlukan untuk pemulihan hutan rawa gambut pasca kebakaran.

  

  Uji perbandingan (uji-t) dilakukan dalam perbandingan potensi simpanan karbon pada masing-masing kejadian kebakaran. Pendugaan simpanan karbon pada waktu tertentu menggunakan model non-linear. Pemodelan ini menggunakan   t f C

  C : simpanan karbon saat ini (ton/ha); t: jangka waktu tidak terbakar (tahun).

  : pertambahan simpanan karbon (ton/ha/tahun); i

  Keterangan: C Δ

  (2)

  

  t C C Δ i

  2 /ha) adalah penjumlahan LBDS setiap pohon.

  2 digunakan untuk pengukuran tingkat tiang.

  Penelitian dilaksanakan di KHDTK Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. KHDTK Tumbang Nusa mempunyai penutupan lahan rawa sekunder seluas 3.837 Ha dan belukar rawa seluas 1.172 Ha (Wahyunto, Ritung, & Subagjo, 2004). Lokasi ini mempunyai kedalaman gambut antara 1 meter sampai dengan 8 meter. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan yakni Bulan September sampai dengan Desember 2013.

  Phiband meter digunakan dalam pengukuran

  diameter pohon dan pengukuran tinggi menggunakan haga meter. Bahan-bahan penelitian yang digunakan antara lain alkohol untuk pembuatan herbarium, cat semprot, dan label pohon digunakan untuk penandaan pohon. Penandaan batas plot menggunakan pipa paralon.

  © 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat

  Plot pengukuran seluas 400 m

  2

  . Kriteria pohon tersebut sesuai dengan SNI 2011: 7724 (Badan Standardisasi Nasional (BSN), 2011). Pengukuran parameter tegakan terdiri dari jenis tumbuhan, diameter, dan tinggi pohon. kategori tersebut yakni tiang berukuran diameter ≥ 10 – 20 cm dan pohon berdiamater ≥ 20 cm.

  2

  Pohon- pohon yang diukur berukuran ≥ 10 cm dalam plot 400 m

  Lokasi penelitian dipilih secara purposive berdasarkan waktu terakhir terbakar. Lokasi-lokasi tersebut yakni hutan rawa gambut kebakaran tahun 2006, 2003, 1997, dan areal bekas tebangan yang tidak terbakar. Lokasi-lokasi tersebut dipilih sebagai gambaran proses pemulihan kondisi pasca kebakaran. Plot-plot yang dibuat sebanyak 83 plot terdiri dari areal kebakaran tahun 2006 (27 plot); tahun 2003 (13 plot); tahun 1997 (30 plot); dan areal bekas tebangan (13 plot).

  Plot dibuat sepanjang jalur transek dengan jarak antar plot 50

  • – 100 meter. Jalur transek tersebut dibuat menjauhi sungai. Jarak terjauh dengan sungai yakni 2,3 km.

  © 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat

  4

  Kejadian kebakaran Tiang (diameter 10 – 20cm) Pohon (diameter ≥ 20 cm) Total K LBDS C K LBDS C K LBDS C LOA 770 15,42 76,71 231 13,98 123,73 1.001 29,39 200,44 1997 1.263 17,09 109,31 143 5,64 44,87 1.406 22,73 154,18

  Kejadian kebakaran dan tingkat permudaan Tabel 1. Kerapatan jenis, luas bidang dasar, dan potensi simpanan karabon pada beberapa kejadian kebakaran

  12 LOA 1997 2003 2006 LOA 1997 2003 2006 LOA 1997 2003 2006 Tiang Pohon Total K ec ep at an p eru b ah an s im p an an k arb o n (t o n /h a/ tah u n )

  10

  8

  6

  2

  berdiameter ≥ 20 cm. Pada kejadian kebakaran tahun 1997, kerapatan tingkat tiang tertinggi dibandingkan lokasi-lokasi kejadian kebakaran lain termasuk areal bekas tebangan.

  Gambar 1. Kecepatan pertambahan simpanan karbon pada beberapa kejadian kebakaran

  = 54,18; P=0,00). Pada tingkat tiang, kejadian kebakaran tahun 1997 mempunyai kecepatan pertambahan (riap) karbon terbesar, sedangkan pada areal bekas tebangan kecepatan terbesar pada tingkat pohon. Secara keseluruhan, areal kebakaran tahun 1997 mempunyai pertambahan simpanan karbon terbesar. Pada kejadian kebakaran tahun 2006 mempunyai riap terendah untuk keseluruhan kejadian kebakaran. Berdasarkan tingkat permudaannya, riap simpanan karbon tingkat tiang paling besar dibandingkan dengan riap simpanan karbon tingkat pohon kecuali pada areal bekas tebangan (Gambar 1). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa riap simpanan karbon berkaitan dengan lamanya waktu tidak terjadi kebakaran (Gambar 2). Riap simpanan karbon setiap tahun mempengaruhi besarnya simpanan karbon secara keseluruhan. Berdasarkan kondisi tersebut, potensi simpanan karbon juga berhubungan erat dengan lama waktu tidak terjadi kebakaran dan besarnya riap simpanan karbon setiap tahun. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang tinggi (r=0,824) sehingga potensi simpanan karbon akan lebih besar pada periode waktu tidak terbakar lebih lama.

  hitung(0,05, 3,77)

  Kecepatan pertambahan simpanan karbon berbeda pada setiap kejadian kebakaran dan tingkat permudaan (Gambar 1; F

  hitung(0,05, 3,77) = 153,05; P=0,00).

  Berdasarkan potensi simpanan karbon di atas tanah, potensi simpanan karbon terbesar hingga terkecil, yakni areal bekas tebangan > kebakaran tahun 1997 > kebakaran tahun 2003 > kebakaran tahun 2006. Potensi simpanan karbon berbeda nyata pada setiap kejadian kebakaran (F

  2003 6.84 17,84 59,28 52 2,21 17,58 736 20,05 76,86 2006 133 1,55 9,76 6 0,29 2,30 140 1,84 12,06 Keterangan; K: kerapatan individu (pohon/ha); LBDS: luas bidang dasar (m

2

/ha); C:potensi karbon permukaan (ton/ha); LOA: areal bekas tebangan dan tidak pernah terbakar

  © 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat

  Potensi simpanan karbon sangat terkait dengan lama waktu lahan tersebut tidak terbakar (Tabel 1). Pada lahan-lahan yang baru terbakar mempunyai potensi simpanan karbon yang rendah sehingga pada awal-awal kebakaran, kehilangan potensi simpanan karbon tersebut bertambah besar dan mengalami penurunan dengan semakin lamanya lahan tersebut tidak terbakar. Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian (Qirom, Yuwati, & Santosa, 2013) yang menyatakan bahwa kehilangan karbon permukaan mencapai lebih dari 150 ton/ha. Besarnya potensi simpanan karbon ini hampir sama dengan hasil penelitian Dharmawan, 2013; Toriyama et al., 2014; Widyasari, Saharjo, Solichin, & Istomo, 2010. Pada hutan bekas terbakar mempunyai potensi simpanan karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan potensi simpanan karbon di hutan sekunder atau hutan

  35

  30

  25

  20

  15

  10

  5

  50 100 150 200 250 300

  Cs = 8,2518(t) - 15,456 R² = 0,679 r=0,824

  31 4. Pembahasan

  Gambar 2. Hubungan antara periode waktu tidak terbakar dengan potensi simpanan karbon Hasil uji korelasi tersebut digunakan dalam penyusun model pendugaan simpanan karbon. Model penduga itu adalah

  Rataan 6,38 200,4

  31 1997 9,64 200,4 21 2003 7,69 200,4 26 2006 1,72 200,4 116

  Kejadian kebakaran Riap Simpanan karbon (ton/ha/tahun) Kondisi yang akan dicapai (ton/ha) Waktu yang diperlukan Bekas tebangan 6,47 200,4

  Tabel 2. Pendugaan waktu pemulihaan gambut setelah terbakar berdasarkan beberapa riap simpanan karbon

  Berdasarkan potensi simpanan karbon permukaan, waktu yang diperlukan sangat lama. Rata-rata waktu pemulihan tersebut mencapai lebih dari 20 tahun bahkan penggunaan riap kejadian kebakaran tahun 2006 mencapai lebih dari 100 tahun.

  Dari Gambar 1 dan 2 terlihat bahwa pola pertambahan simpanan karbon sama dengan pola pertumbuhan tegakan. Pada awal-awal tumbuh (kejadian kebakaran 2006/tidak terbakar 7 tahun) pertambahan riap simpanan karbon kecil kemudian bertambah cepat dan paling cepat pada areal kebakaran 1997 (tidak terjadi kebakaran selama 16 tahun), kemudian riap tersebut melambat atau stagnan pada areal bekas tebangan. Secara rata- rata, riap simpanan karbon pada lokasi ini sebesar 6,25 ton/ha/tahun. Besarnya riap ini dapat digunakan dalam pendugaan waktu yang diperlukan untuk pemulihan gambut setelah kebakaran. Dari data-data riap yang ada dapat dibuat skenario- skenario pemulihan gambut. Skenario tersebut dibuat dengan asumsi bahwa kondisi yang dicapai yakni potensi simpanan karbon permukaan pada areal bekas tebangan dan belum menghitung perubahan potensi gambut di tanah (Tabel 2).

  2 ) sebesar 85,04%.

  Model ini mengikuti model pertumbuhan Gompertz dan mempunyai koefisien determinasi (R

  Karbon= (197,17)*Exp(-Exp(-(0,2631578)*((umur)-(10,33377))))

  40 P o ten si s im pa n a n k a rbo n (to n /h a ) Periode waktu tidak terbakar (tahun)

  © 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat primer rawa gambut (Dharmawan, 2013; Toriyama et al., 2014; Widyasari et al., 2010) (Gambar 2).

  

Gambar 2. Potensi simpanan karbon pada beberapa tipe hutan dan kejadian kebakaran

  Model penduga tersebut sesuai dengan penelitian Irulappa Pillai Vijayakumar et al., (2016). Menurut (Irulappa Pillai Vijayakumar et al., 2016) waktu terakhir terbakar sebagai variabel yang penting untuk menjelaskan perubahan/pemulihan simpanan . Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa simpanan karbon berkaitan erat dengan kecepatan pertambahan simpanan karbon dan waktu tidak terjadi kebakaran (Tabel 1 dan Gambar 1). Hal ini karena kecepatan pertambahan simpanan karbon masih sangat rendah/lambat dan berpengaruh terhadap besarnya potensi simpanan karbon. Kondisi ini berkaitan dengan fase pertumbuhan dari jenis-jenis penyusun tegakannya. Pada fase tersebut, jenis-jenis penyusun tegakan masih dalam tahap adaptasi terhadap tempat tumbuhnya. Fase tersebut mempunyai rentang waktu yang lama (>5 tahun). Setelah fase tersebut, pertumbuhan jenis akan bertambah cepat dan jenis penyusunnya semakin beragam (Qirom et al., 2013). Menurut Rudel, (2009) rata-rata pertambahan biomasa/simpanan karbon akan meningkat dengan cepat jika jenis-jenis invasi telah mempunyai kemampuan mengambil nutrisi tempat tumbuh secara optimal. Kondisi ini menunjukkan jenis-jenis penyusun tegakan sudah mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Hasil penelitian Dharmawan, (2013) menunjukkan bahwa rata-rata riap simpanan karbon mencapai 6,48 ton/ha/tahun.

  Namun demikian, pola pertambahannya berbeda. Pada awal pertumbuhan mempunyai riap simpanan karbon yang besar dan kemudian turun pada umur 8 tahun (Dharmawan, 2013). Berdasarkan hasil penelitian Dharmawan, (2013), kemampuan hutan rawa gambut bekas terbakar untuk dapat pulih mencapai 25 tahun sampai dengan 47 tahun.

  Kondisi ini menunjukkan bahwa kecepatan pemulihan hutan rawa gambut sangat terkait dengan tempat tumbuhnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Simbolon, (2004) bahwa pertumbuhan jenis pada hutan rawa gambut sangat terkait dengan kondisi edafik dan lingkungan yang ekstrim akibat unsur hara yang rendah sehingga jenis-jenis penyusun tegakan hutan rawa gambut mempunyai pertumbuhan yang rendah dan tersusun oleh sedikit jenis.

  5. SIMPULAN

  Pemulihan hutan rawa gambut setelah terbakar sangat mungkin terjadi, namun kemampuan pemulihan tersebut membutuhkan waktu yang lama dan berbeda-beda antar tempat tumbuh. Rata-rata waktu yang dibutuhkan mencapai lebih dari 20 tahun. Kecepatan pemulihan ini sangat tergantung pada selang waktu tidak terbakar,

  50 100 150 200 250 300 350

  HP

  1

  3

  8 MB RB MF RF BF 2006 2003 1997 LOA Dharmawan, 2013 Toriyama, 2014 Widya, 2010 Hasil penelitian

  P o ten si s im pa n a n k a rbo n (to n /h a ) Tipe hutan

  • –57. http://doi.org/10.1525/bio.2011.61.1.10 Rudel, T. K. (2009). Succession Theory  : Reassessing a Neglected Meta-narrative about Environment and Development Succession Theory  : Intellectual Currents in the Late 20th Century Assessing Succession Theory. Human Ecology Review,

  • –8. http://doi.org/10.1016/j.foreco.2013.11.034 Vijayakumar, I.P. D.B., Raulier, F., Bernier, P., Paré, D., Gauthier, S., Bergeron, Y., & Pothier, D. (2016). Cover density recovery after fire disturbance controls landscape aboveground biomass carbon in the boreal forest of eastern Canada. Forest
  • – 2002. (S. Dohong, F. Siegert, B. Radjagukguk, U. Rosalina, & I. N. N.
  • – 49.
  • –33. Qirom, M. A., Yuwati, T. W., & Santosa, P. B. (2013). The Changes of Natural Regeneration and Surface Carbon Stock after Peat Swamp Forest Fires. In M. Osaki, H. Takahashi, T. Honma, T. Hirano, Ardiano, H. Hayasaka, … B. Dulbert (Eds.),
    • -----

  61 –65. http://doi.org/10.1038/nature01141.1. Qirom, M. A. (2016, April). Kedudukan BRG dalam Restorasi Lahan Gambut. Bekantan, 4(1), 30

  Zhang, H., Guan, D., & Song, M. (2012). Biomass and carbon storage of Eucalyptus and Acacia plantations in the Pearl River Delta, South China.

  (2010). Pendugaan biomassa dan potensi karbon terikat di atas permukaan tanah pada hutan rawa gambut di su. Ilmu Pertanian Indonesia, 15(1), 41

  Suryadiputra, Eds.), Book (Pertama). http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Widyasari, N. A. Ek., Saharjo, B. H., Solichin, & Istomo.

  Ecology and Management, 360, 170 –180. http://doi.org/10.1016/j.foreco.2015.10.035 Wahyunto, Ritung, S., & Subagjo, H. (2004). Peta Sebaran Lahan Gambut, Luas dan Kandungan Karbon di Kalimantan / Map of Peatland Distribution Area and Carbon Content in Kalimantan, 2000

  1

  Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam, 10(3), 327

  Simbolon, H. (2004). Proses awal pemulihan hutan gambut Kelampangan-Kalimantan Tengah pasca kebaran hutan Desember 1997 dan September 2002, 7(September 2002), 145

  16(1), 84 –92.

  (2011). Biodiversity and Conservation of Tropical Peat Swamp Forests. BioScience, 61(49), 49

  Rose, M., Posa, C., Wijedasa, L. S., & Corlett, R. T.

  Proceeding of Interantional Symposium on Wild Fire and Carbon Management in Peat-Forest in Indonesia (pp. 129 –134). Palangka Raya.

  • –154. Tata, M. H. L., & Pradjadinata, S. (2013). Natural Regeneration of Burnt Peat Swamp Forest and Burnt Peatland in Tumbang Nusa, Central Kalimantan and Its Implication on Conservation.
  • Pengukuran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan (ground based forest carbon accounting) (2011 No. 7724). Jakarta.
  • –342. Toriyama, J., Takahashi, T., Nishimura, S., Sato, T., Monda, Y., Saito, H., … Kiyono, Y. (2014). Estimation of fuel mass and its loss during a forest fire in peat swamp forests of Central Kalimantan, Indonesia. Forest Ecology and Management, 314,

  Hirano, T., Segah, H., Kusin, K., Limin, S., Takahashi, H., & Osaki, M. (2012). Effects of disturbances on the carbon balance of tropical peat swamp forests.

  Global Change Biology, 18(11), 3410 –3422. http://doi.org/10.1111/j.1365-2486.2012.02793.x Nath, A.J., Das, G., & Das, A. K. (2009). Above ground standing biomass and carbon storage in village bamboos in North East India. Biomass and Bioenergy, 33(9), 1188 –1196. http://doi.org/10.1016/j.biombioe.2009.05.020 Page, S. E., Siegert, F., Rieley, J. O., Boehm, H. V, Jaya, A., & Limin, S. (2002). The amount of carbon released from peat and forest fires in Indonesia during 1997, 1999(1),

  Dharmawan, I.W.S. (2013). Persamaan alometrik dan cadangan karbon vegetasi pada hutan gambut primer dan bekas terbakar. Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam, 10(2), 175 –191.

  Indonesia’s greenhouse gas abatement cost curve. Jakarta.

  (2010).

  Brown, S. (1997). Estimating biomass and biomass change of Tropical Forest: a Primer. Rome Italy. Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia (DNPI).

  Pengukuran dan penghitungan cadangan karbon

  7. DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional (BSN). (2011).

  Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Teknisi Litkayasa BPK Banjarbaru yang terlibat langsung dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini.

  Penelitian ini didanai atas kerjasama Balai Penelitian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru dengan Sumitomo Forestry Japan tahun 2013. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Manajer dan Staf KHDTK Tumbang Nusa atas fasilitasi selama pelaksanaan kegiatan penelitian.

  6. UCAPAN TERIMA KASIH

  tingkat kerusakan akibat kebakaran (kerapatan penutupan), tingkat keparahan kebakaran, kondisi edafik, dan kondisi iklim regional (Irulappa Pillai Vijayakumar et al., 2016).

  © 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat

  Forest Ecology and Management, 277, 90 –97. http://doi.org/10.1016/j.foreco.2012.04.016