BAB 7. SIKAP DAN PERUBAHAN SIKAP
SIKAP
& PERUBAHAN SIKAP
M.M. Nilam WidyariniSifat dan Asal-mula
SIKAP:
1. Definisi sikap
2. Komponen sikap
3. Dari mana datangnya sikap?
4. Sikap eksplisit dan implisit
Definisi
Sikap adalah penilaian (evaluasi)
terhadap objek sikap: orang, objek-
objek, dan ide-ide (gagasan)
Komponen Sikap
Sikap terdiri dari 3 komponen yang secara
bersama-sama membentuk penilaian terhadap objek sikap: 1.terdiri dari reaksi emosi 2. terhadap objek sikap;
terdiri dari pikirsan- pikiran dan keyakinan-keyakinan terhadap objek 3. sikap;
terdiri dari tindakan atau perilaku yang nampak terhadap objek sikap.
Dari mana datangnya sikap?
Meskipun sikap terdiri dari 3 komponen, namun suatu sikap mungkin lebih didasari oleh salah satu komponen. Jadi, terdapat 3 jenis sikap berdasarkan komponen utamanya:
AFFECTIVELY BASED ATTITUDES
COGNITIVELY BASED ATTITUDES :
sikap yg terutama didasari keyakinan seseorang
mengenai properti-properti (fakta-fakta yang relevan) yg ada pada objek sikap bertujuan mengklasifikasikan plus/minus objek sikap sedemikian rupa sehingga sso dapat dengan cepat menyatakan apakah dirinya ingin melakukan sesuatu terhadap objek sikap itu.
Dari mana datangnya sikap? AFFECTIVELY BASED ATTITUDES: sikap yg lebih didasari perasaan dan nilai-nilai seseorang daripada keyakinannya mengenai sifat- sifat objek sikap
Terbentuknya melalui 3 kemungkinan: a.
Nilai-nilai (misal: keyakinan moral atau agama) b. Reaksi atas penginderaan (misal: merasakan enaknya rasa cokelat sehingga senang coklat) c.
Hasil pengkondisian (clasical conditioning & operant conditioning)
Dari mana datangnya sikap?
sikap yang terutama didasari pengamatan terhadap perilaku seseorang thd objek sikap
Hal ini jarang terjadi, namun dapat terjadi seseorang kurang mengetahui bagaimana sikapnya dan baru terbentuk sikap setelah mengamati perilakunya sendiri terhadap suatu objek sikap (self-
perception theory dari Daryl Bem th1972)
Sikap Eksplisit dan Implisit
Sekali sikap berkembang, dapat berada pada dua level: implisit maupun eksplisit.
SIKAP EKSPLISIT: sikap yang dimiliki secara sadar, dapat diungkapkan dengan mudah
SIKAP IMPLISIT: sikap yang tidak disengaja, tak terkendali, dan tidak disadari. Mendasari stereotip dan prasangka yang otomatis.
Sikap seseorang pada level eksplisit dapat berbeda dengan sikapnya pada level implisit.
Misal: secara eksplisit bersikap positif terhadap ras lain, namun secara implisit bersikap negatif.
Bagaimana Mengubah Sikap?:
1.Cognitive dissonance
2. Komunikasi persuasif
3. Emosi dan perubahan sikap
Perilaku: Cognitive Dissonance Theory
Bila seseorang perilaku tidak konsisten (sesuai) dg sikapnya dan tidak menemukan suatu pembenaran (alasan) eksternal atas perilakunya, maka terjadi disonansi kognitif.
Disonansi kognitif terjadi karena seseorang melakukan sesuatu yang mengancam citra (image) dirinya sebagai
orang yang layak, baik hati, dan jujur, khususnya bila
tidak ada faktor situasi yang dapat dijadikan alasan. Saksikan Film : http://www.youtube.com/watch?v=bp39qSdyTc4&feat ure=related
Cognitive Dissonance Theory (ljtn)...
Bila dalam kondisi disonansi kognitif kita tidak menemukan situasi eksternal yang dapat menjadi pembenaran (external justification) atas tindakan kita, lalu kita berusaha menemukan pembenaran dari dalam diri sendiri (internal justification).
Caranya, kita berusaha menyatukan sikap dan perilaku: mulai meyakini apa yang kita katakan. Terjadi perubahan sikap.
Proses spt itu disebut Counterattitudinal advocacy.
Counterattitudinal advocacy
yaitu proses seseorang menyatakan
pendapat pada publik dan selanjutnya
meng-counter sikap pribadinya sendiri
(mengubah sesuai dg yg dinyatakan).
Komunikasi Persuasif
Untuk mengubah sikap banyak orang sekaligus, dapat digunakan komunikasi persuasif, yaitu komunikasi (misal pidato atau iklan TV) yang memihak/membela salah satu sisi dari suatu isu.
Misalnya, kampanye memberantas HIV/AIDS
dengan menyajikan data-data dan gambar- gambar. say what to whom ” (Riset dari Yale University):
Who (sumber komunikasi):
Pembicara yg kredibel lebih efektif drpd yang kurang kredibel.
What (ciri-ciri komunikasi):
(1) Pesan yang tidak dirancang untuk mempengaruhi lebih efektif unt mempersuasi; (2) Pesan dua arah (argumen yang mendukung posisi kita maupun yang berseberangan dg posisi kita) lebih efektif dibanding pesan satu arah (hanya agumen yg mendukung posisi kita); (3)
sebelum sesudah
Pesan yg disampaikan atau disampaikan st agumentasi yg berbeda (sisi lain) akan lebih efektif.
say what to whom ” (ljtn) ....
Primacy effect
: pesan lbh efektif krn disampaikan sebelum penyampaian pesan yg berbeda.
Recency effect
: pesan lebih efektif krn disampaikan sesudah penyampaian pesan yg berbeda.
To Whom (ciri-ciri audience):
(1) Audience yang diganggu selama persuasi akan lbh terpersuasi; (2) Orang yang inteligensinya rendah lebih efektif unt
dipersuasi drpd yg inteligensinya tinggi; orang yang
harga dirinya sedang lbh efektif unt dipersuasi drpd
yang harga dirinya rendah atau tingi; (3) Usia 18-25
sikap dalam 2 cara (Elaboration Likelihood Model ):
1.Jalur utama (centrally):
kondisi di mana orang- orang mengelaborasi, mendengarkan secara cermat, dan memikirkan argumen dari st pesan persuasif; terjadi bila sso memiliki kemampuan 2. dan termotivasi unt mendengar suatu komunikasi.
Jalur pinggiran (pheripherally): kondisi di mana
orang-orang tidak mengelaborasi argumen suatu komunikasi persuasif, tetapi malah terpengaruh oleh isyarat pheripheral (lamanya komunikasi, atribut komunikator, dsb).
Emosi dan Perubahan Sikap
Emosi mempengaruhi perubahan sikap dalam
beberapa cara: Komunikasi yang menakut-nakuti. Emosi sebagai jalan pintas mental.
Affectively based attitudes yg mengubah sikap
melalui emosiEmosi dan Perubahan Sikap (ljtn)...
Komunikasi yang menakut-nakuti
Hal ini efektif bila ketakutan timbul dalam tingkat
sedang, dan individu meyakini bahwa menyimak pesan itu dapat mengajarkan cara mengurangi ketakutannya. Eksperimen Leventhal dkk (1967) menunjukkan bahwa
subjek perokok mengurangi jml konsumsi rokoknya
paling banyak setelah menonton film yg menakut-nakuti (ancaman kangker, dsb) dan disusul dg petunjuk mengurangi konsumsi rokok. Bila hanya menonton film atau hanya mendapat petunjuk mengurangi konsumsi rokok, kurang efektif.Emosi berperan sebagai sinyal bagaimana kita merasakan sesuatu, shg emosi dapat menyebabkan perubahan sikap melalui jalan pintas mental.
Emosi sebagai jalan pintas mental.
Menurut
“Heuristic-Systematic Model of Persuation”
(Chaiken, 1987), bila orang menanggapi persuasi
dengan proses peripheral, maka cenderung menggunakan jalan pintas (heuristic) mental. Perubahan
“Heuristic-Systematic Model of Persuation” : sikap yang terjadi melalui proses sistematis mengolah argumen atau menggunakan jalan pintas mental.
Misalnya berpikir
Tipe-tipe sikap (cognitively/affectively/behaviorally based) juga menentukan efektivitas perubahan sikap.
Emosi dan tipe-tipe sikap.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa untuk
berbasis kognitif sikap yg , perubahan sikap dapatterjadi melalui argumen (menjelaskan manfaat,
berbasis affective dsb); bila sikap, perubahan sikap terjadi melalui daya tarik emosional (menyinggung identitas sosial, dsb).
Menolak Pesan Persuasif:
1. Inokulasi sikap
2. Waspada thd penempatan produk
3. Menolak tekanan teman sebaya
4. Persuasi mjd bumerang
(Attitude Inoculation)
Inokulasi sikap , yaitu pengebalan sikap yang terjadi setelah sebelumnya orang diberi sedikit argmen yang melawan sikapnya, sehingga ketika menghadapi argumen yg melawan sikapnya dengan dosis lebih
banyak mereka sudah kebal. Seperti terbentuknya
daya imun setelah seseorang disuntik vaksin (virus yang lemah). Penelitian William McGuire (1964) menunjukkan bahwa orang yang telah mengalami inokulasi sikap lebih kecil kemungkinannya mengalami perubahan sikap bila
dibanding klp kontrol (yang tidak mengalami inokulasi
sikap). Mengapa? Karena mereka berkesempatanmenilai argumen yg datang belakangan berdasarkan
Waspada thd Penempatan Produk
Pesan persuasi, misalnya iklan, yang ditempatkan
disela-sela acara televisi yang sedang berlangsung,
membuat orang cenderung mengganti saluran televisi
atau tidak menyimak iklan tsb.
Lain halnya bila pesan persuasi menjadi bagian dari
skrip acara televisi yang sedang berlangsung, akan lebih diperhatikan oleh penonton. Anak-anak rentan mengalami perubahan sikap sesuai dengan tayangan TV. Misal, melihat orang dewasa
merokok dalam suatu film yg ditonton membuat anak
menyukai rokok. Anak perlu diberitahu supaya lebih
Menolak Tekanan Teman Sebaya
Remaja, rentan mengalami tekanan teman sebaya.
Penelitian Allen dkk (2003) dan Yamaguchi & Kandel (1984)
menunjukkan bhw prediktor terbaik seorang remajamenghisap marijuana adalah apakah ia memiliki teman yg
juga menghisap marijuana.
Mengapa? Bukan karena argumen, melainkan krn nilai-nilai dan kebutuhan emosi. Remaja mengalami ketakutan akan penolakan dan kebutuhan akan kebebasan dan otonomi. Teman sebaya merupakan
Menolak Tekanan Teman Sebaya (ljtn)...
Bagaimana agar remaja dapat menolak tekanan teman sebaya dalam perilaku yg negatif?
Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah mengajarkan pada anak untuk menolak tekanan teman sebaya, menggunakan teknik inokulasi sikap (McGuire)
namun diperluas dengan persuasi yang lebih afektif.
Misalnya, James (13 th) mengisi waktu luang dg teman
sebaya, banyak diantaranya merokok. Beberapa org
merokok dihadapan James dan menantang James untuk merokok dengan menyebutnya sebagaiBagaimana “pengecut”kalau tidak mau merokok. Menolak Tekanan Teman Sebaya (ljtn)...
Beberapa program yang dirancang untuk mencegah remaja menjadi perokok menggunakan
role-play menunjukkan hasil: hingga tiga tahun
setelah program tsb remaja yg mengikuti program scr signifikan lebih kecil kemungkinannya merokok dibanding dengan kelompok kontrol (klp yg tdk mengikuti program role play tsb.
Program role play:
Ketika seorang teman memanggil “ayam” karena subjek tidak merokok, ia diajari menjawab “Aku lebih dari ayam kalau merokok hanyaReactance Theory
Untuk memastikan perilaku tertentu tidak dilakukan, orangtua atau pihak yang berwenang (dlm lembaga) seringkali membuat larangan sedemikian kuatnya dengan mengancam atau menakut-nakuti.
Padahal, semakin keras larangan semakin besar kemungkinannya menjadi bumerang, karena meningkatnya keteratrikan pada aktivitas yang dilarang.
Teori Reaktansi (Reactance Theory)
Menurut reactance theory (Brehm, 1966), orang tidak senang jika kebebasannya untuk berpikir atau berperilaku terancam (mengalami reaktansi), dan dapat mengurangi reaktansi tsb dg melakukan hal yang dilarang.
Eksperimen Pennebaker & Sanders (1976) ttg larangan
membuat grafiti pd dinding kamarmandi kampus: Pengumuman yg lbh keras berbunyi“Do not write on these walls under any circumstance dua minggu kemudian
”
justru dilanggar dg grafiti yg lebih banyak dibanding
pengumuman yg lebih lunak“Please don’t write on these wall
”
Penelitian lain yg sejenis untuk larangan merokok, mengonsumsi obat terlarang, dsb, juga memberikan hasil
Reactance Theory:
Gagasan bahwa ketika orang merasa terancam
kebebasannya untuk berperilaku tertentu, muncul
perasaan tidak senang yang dapat membuat
mereka mengurangi rasa tidak senang tsb justru
dengan melakukan perilaku yang dilarang.
Kapan Sikap dapat Memprediksi Perilaku?
1. Memprediksi perilaku spontan
2. Memprediksi perilaku konsultatif Kapan Sikap dapat Memprediksi Perilaku?
Sangat umum bhw para pengusah mengeluarkan biaya besar untuk iklan produk/jasa. Mengapa? Karena iklan mempengaruhi sikap dan mereka
berasumsi bahwa sikap positif thd produk akan
langsung mempengaruhi perilaku membeli (sikapdpt unt meramalkan perilaku).
Kenyataannya, sikap memang dapat meramalkan perilaku, namun hanya dalam kondisi tertentu.
Faktor kuncinya adalah mengetahui apakah perilaku yg diprediksi berupa perilaku spontan ataukah terencana .
Memprediksi Perilaku Spontan
Bila seseorang bertindak spontan, ia tidak banyak berpikir tentang apa yang dilakukan
Sikap akan memprediksi perilaku spontan hanya bila sikap tsb memiliki asesibilitas yg tinggi bagi individu (Fazio, 1990, 2000; Fazio dkk, 2005; Kallgren & Wood, 1986). Memprediksi Perilaku Spontan (ljtn)...
Kekuatan asosiasi antara objek sikap dengan evaluasi individu thd objek tsb, diukur berdasarkan kecepatan individu untuk melaporkan bagaimana perasaannya thd objek tsb.
Asesibilitas sikap yang tinggi lebih memungkinkan untuk memprediksi perilaku spontan, karena lebih memungkinkan orang berpikir mengenai sikapnya ketika mereka diminta bertindak.
Deliberatif
Dalam berbagai kondisi, perilaku tidaklah spontan melainkan konsultatif dan direncanakan. Misalnya, berpikir serius untuk memilih sekolah, memilih pekerjaan, tujuan wisata. Dalam kondisi tsb asesibilitas sikap tidak penting.
Teori perilaku yang direncanakan (theory of planned behavior) dari Ajzen & Fishbein (1980,
2005) menjelaskan bagaimana sikap memprediksi perilaku yang konsultatif (direncanakan).
Deliberatif (ljtn)..
Menurut teori perilaku yang direncanakan, jika
seseorang memiliki waktu untuk merenungkan
bagaimana dirinya akan bertindak/berperilaku, maka prediktor perilakunya adalah niatnya, dan niat tsb ditentukan oleh tiga hal:(a)
sikapnya terhadap perilaku tertentu
(b)
norma subjektifnya
(c)
Keyakinan dirinya untuk menampilkan st perilaku
SIKAP Direncanakan THD PERILAKU TERTENTU NORMA NIAT PERILAKU SUBJEKTIF KEYAKINAN UNTUK MENGENDALIKAN PERILAKU
(a) Sikap Spesifik (thd perilaku tertentu)
Sikap yang spesifik merupakan prediktor perilaku
yang lebih baik Dua klp wanita dimintai penilaian/sikapnya mengenai KB. Pertanyaan yg semakin spesifik semakin baik dlm
memprediksi perilaku KB secara aktual (Davidson &
Jaccard, 1979).Sikap yg Diukur Korelasi sikap-perilaku Sikap thd KB 0.08 Sikap thd pil KB 0.32 Sikap thd penggunaan pil KB 0.53 Sikap thd penggunaan pil KB selama
0.57
(b) Norma subjektif
Selain sikap, norma subjektif juga mempengaruhi
niat seseorang untuk berperilaku tertentu. Norma subjektif, adalah keyakinan seseorang tentang bagaimana orang-orang yang mereka sayangi menilai perilakunya (yang dipersoalkan).
Contoh: Meskipun Ana tidak menyukai musik klasik, namun karena pacarnya, Tony ingin menonton konser musik klasik, maka besar kemungkinan Ana mau menonton juga.
perilaku ( Perceived behavioral control)
Niat seseorang untuk berperilaku tertentu juga
dipengaruhi oleh keyakinan dirinya bahwa ia dapat dengan mudah menampilkan perilaku tsb.
Contoh: Seseorang yang merasa mudah untuk melakukan checkup kesehatan, berhenti merokok, atau mengerjakan suatu tugas, akan lebih tinggi niatnya untuk mewujudkan perilaku tsb.
Sumber: Aronson E, Wilson T.D., & Akert, R.M. (2007).
Social Psychology. Singapore: Pearson Prentice
Hall.