KERAMAHTAMAHAN DALAM BERKOMUNIKASI ANTARA DOKTER DAN PASIEN GUNA MENINGKATKAN KEPUASAN PASIEN

KERAMAHTAMAHAN DALAM BERKOMUNIKASI
ANTARA DOKTER DAN PASIEN GUNA MENINGKATKAN
KEPUASAN PASIEN
(Improved Mutual Trust between Doctor and Patient Through
Communication with Courtesy Approach)

Nurzarah Taqwaqomara Winugroho
PPDGS Ortodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga
Surabaya – Indonesia

ABSTRACT
Proper communication is to understand each other, including between a doctor and his/her patient.
A perfect goal is met when both sides are in the same frequency level of communication. In this review, the
ultimate goal is to achieve patient satisfaction. It is understood that patient varies based on education levels,
age, sexes, social status and personality. This implies that a dentist should understand how to cope with this
environment. Limited time for each patient is another constraint. To do that, good and effective communication
is needed and courtesy approach with sincere empathy is definitely required. As a result, mutual trust between
a dentist and a patient will be gradually developed and when it is established, every patient would be satisfied.
Keywords: Communication, courtesy, mutual trust
Korespondensi (correspondence): Nurzarah Taqwaqomara Winugroho PPDGS Ortodonsia Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Airlangga Jln. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo No. 47 Surabaya 60132 Indonesia

PENDAHULUAN
Banyak orang harus pergi memeriksakan dirinya
baik ke dokter umum maupun kedokter gigi tetapi hanya
sedikit orang yang senang melakukannya. Hambatan
ini antara lain disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya
jenis tenaga kesehatan (dokter, dokter gigi dan lain
sebagainya), tata ruang pemeriksaan, pembiayaan
termasuk asuransi, dan kelancaran komunikasi antara
dokter dan pasien.
Sebanyak 35%-40% pasien merasa tidak puas
dengan konsultasi dan informasi yang diterima dari
dokternya. Biasanya, keterbatasan dokter adalah pada
ketidaksabaran mendengarkan keluhan pasien,

ISSN : 0024 - 9548

keterbatasan pengetahuan atau informasi dan kekakuan
dalam menyampaikan informasi tersebut pada pasien.

Pasien merasa tidak ditanggapi secara serius dan
berakibat tidak taat pada saran aturan medis. Pada
akhirnya pasien justru menghindari pelayanan medis.¹
Hubungan dokter dan pasien yang baik dapat
dicapai dengan komuikasi yang efektif. Komunikasi
mempunyai peranan besar dalam keberhasilan
dalam praktek dokter gigi. Salah satu cara dokter
gigi untuk lebih mengefektifkan komunikasi adalah
dengan jalan memahami sepenuhnya cara yang
digunakan berkomunikasi.²

21

JURNAL PDGI, Vol 58 No. 1, Januari-April 2008 : 21-25

Dalam melakukan perawatan gigi diperlukan teknik
komunikasi yang sedemikian rupa yang disesuaikan
dengan tingkat pendidikan, tingkat usia, dan
kepribadian pasien. Komunikasi verbal dan non verbal
dapat disatukan, sehinga dapat membangkitkan

motivasi pasien dalam melakukan perawatan gigi dan
mulut.³ Penting bagi dokter gigi untuk mengetahui
jiwa dan bagaimana mempelajari jiwa seseorang
sehingga pengetahuan tersebut dapat mendasari
perawatan seorang pasien dan akan mempercepat
proses penyembuhan.4
Kepekaan interpersonal termasuk memberikan
respon pada apa yang disampaikan oleh pasien
dengan cara yang dimengerti oleh pasien tersebut.
Respon yang sifatnya empati menunjukan pada pasien
bahwa dokter tersebut dapat melihat masalah menurut
pandangan mereka dan mengerti kebutuhan dan
kecemasan mereka.5
Keramahtamahan dokter pada awal komunikasi
mampu memberikan banyak keuntungan diantaranya
mengurangi kecemasan pasien dan penderitaan yang
dirasakan pasien. Selanjutnya seorang dokter selalu
dituntut meningkatkan ketrampilan sosialnya sehingga
secara psikologis pasien lebih kenal dan berakhir
dengan perolehan kesehatan. 1 Kemampuan

berkomunikasi yang efektif sangat diperlukan oleh dokter
dalam menghadapi tuntutan pasien yang beragam.
Komunikasi yang baik membangkitkan rasa percaya
pasien pada nasehat/saran dokter untuk
kesembuhannya.6

KOMUNIKASI
Komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk
merumuskan secara tegas asas penyampaian
informasi serta pembentukan pendapat dan sikap.
Kalau kita berkomunikasi dengan orang lain, berarti
kta berusaha agar apa yang kita sampaikan kepada
orang lain tersebut menjadi miliknya. Tujuan
berkomunikasi adalah untuk mengirim pesan dari
seseorang ke orang lain dan memastikan bahwa
pesan tersebut diterima dengan baik dan dimengerti.7
Unsur-unsur komunikasi tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut: 1) sumber yaitu
seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang
lain; 2) pesan yaitu sesuatu yang disampaikan

pengirim; 3) media yaitu saluran komunikasi tempat
berlalunya pesan dari komunikator kepada
komunikan; 4) penerima yaitu komunikan atau
seseorang yang menerima pesan dari komunikator;
5) tanggapan balik merupakan salah satu bentuk
pengaruh yang berasal dari penerima; 6) efek yaitu

22

perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan
dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah
menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada
pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang; 7)
lingkungan yaitu faktor yang mempengaruhi proses
penerimaan pesan yang disampaikan oleh pengirim.
Lingkungan yang mempengaruhi komunikasi dapat
berupa kebisingan, temperatur, pencahayaan, baubauan, dan ergonomic atau cara penataan perabotan.8

JENIS KOMUNIKASI
Komunikasi Interpersonal

Komunikasi yang berlangsung antara dua orang
atau lebih secara tatap muka. Tatap muka dapat berupa
dialog, percakapan, dan wawancara. Keuntungan dari
komunikasi timbal balik adalah dapat mendiskusikan
informasi yang kurang dimengerti dan suasananya lebih
demokratis, sedangkan kelemahannya adalah waktunya
lebih lama dan dapat timbul masalah-masalah baru yang
tidak terduga dengan adanya dialog terbuka juga
muncul sikap menyerang antara kedua belah pihak.9

Komunikasi Verbal dan Non Verbal
Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi
haruslah jelas, singkat, dan tidak bertentangan dengan
adat istiadat atau norma yang dianut penerima.
Sehingga dengan mudah informasi yang diberikan
dapat diterima dan dipahami oleh penerima. Bebarapa
saran dalam berkomunikasi verbal, yaitu menggunakan
kata-kata yang sesuai dengan penerima untuk
menghindari salah paham, meningkatkan kemampuan
berbahasa, menggunakan bahasa yang punya arti luas

juga menjaga cara dan kecepatan bicara.10
Bentuk-bentuk komunikasi non verbal dapat
diuraikan sebagai berikut :
1) Ekspresi wajah. Suatu pengkombinasian
kepala, wajah, dan mata yang menunjukan sikap
interpersonal. Contoh orang akan tersenyum bila
senang, atau akan mengkerutkan kening bila sedih;
2) Kontak mata. Kontak mata berfungsi juga untuk
memperoleh umpan balik dari lawan bicaranya,
mengatur aliran komunikasi, dan mengekspresikan
komunikasi; 3) Kedekatan fisik. Dalam melakukan
interaksi sosial, seseorang akan menentukan jarak
tertentu yang tergantung pada dengan siapa mereka
berinteraksi dan aktifitas apa yang dilakukan. Dalam
melakukan komunikasi antara dokter dan pasien
sebaiknya posisi tubuh jangan terlalu dekat karena
akan membuat pasien menjadi gugup dan jangan
terlalu jauh karena akan terkesan dingin dan tidak

ISSN : 0024 - 9548


Winugroho : Keramahtamahan dalam berkomunikasi antara dokter dan pasien

personal. Kontak tubuh. Dapat berupa belaian,
tepukan, pukulan, ciuman, dan lain sebagainya;
4) Postur tubuh. Cara seseorang duduk dan berdiri
mempunyai makna sosial yang bervariasi. Berdiri
tegak dengan tangan dipinggang adalah postur
penguasa. Posisi menunduk dengan kepala sedikit
menunduk adalah postur penurut. Nada suara.
Berhubungan dengan aspek seperti pelontaran katakata, volume kualitas, dan jumlah kata yang
dibicarakan; 5) Penampilan. Pakaian yang digunakan,
tipe gaya rambut, penggunaan kosmetik dan parfum,
dan lain-lain mempengaruhi pesan non verbal.
Tingkat kepercayaan dari pembicaraan seseorang
dengan orang lain adalah 7% berasal dari bahasa
verbal, 38% dari vokal suara, dan 55% dari ekspresi
wajah.11

KONSELING

Konseling adalah suatu proses pelayanan atau
bentuk bantuan yang melibatkan kemampuan
profesioanal dan cara pengetahuan yang khas yang
dimiliki oleh seseorang. Misalnya psikiatris, dokter,
dokter gigi, dan penyuluh sosial.12
Tipe-tipe konseling ada dua yaitu directive
conseling dan non directive conseling. Directive
conseling adalah jenis konseling yang pendekatannya
terpusat pada konselor. Pertama-tama konselor akan
berusaha akrab agar konseli menaruh kepercayaan
kepadanya lalu konselor akan memutuskan tindakan
apa yang harus dilakukan. Pada keadaan ini konselor
harus memiliki ilmu psikologi kepribadian sehingga
konseli dapat dengan mudah menaruh kepercayaan
kepadanya.13 Non directive conseling adalah suatu
proses mendengarkan secara penuh perhatian dan
mendorong konseli untuk menjelaskan masalahmasalah yang menyusahkan mereka dan beruaha
untuk memahaminya. Penyelesaiannya diputuskan oleh
konselinya sendiri tanpa campur tangan konselor.14
Fungsi pokok konseling adalah untuk memberikan

nasehat dengan maksud untuk mengarahkan mereka
dalam melaksanakan serangkaian kegiatan yang
diinginkan dan untuk menentramkkan hati seseorang
yang sedang mengalami masalah.15

TRANSAKSIONAL ANALISIS
Setiap individu dapat berubah perilakunya dan
perubahan itu nampak baik dalam sikap dan tindakan
maupun perubahan mimik muka, nada suara, kosa
kata, struktur kalimat yang digunakan, gerakan, dan

ISSN : 0024 - 9548

sikap tubuh serta anggota tubuh. Perubahan ini
berkaitan erat dengan kondisi mental individu yang
bersangkutan dan ikut mempengaruhi kontrol atas
diri pribadi seseorang secara keseluruhan. Setiap
individu memiliki tiga penampilan diri yang disebut
ego states. Egi states dapat berinteraksi di dalam
perjumpaan seseorang dengan orang lain, transaksi

ini dapat dianalisa dan lebih dikenal dengan
transaksional analisis. 16
Stuktur kepribadian manusia terdiri dari tiga
macam ego states, antara lain orang tua (parent),
dewasa (adult), dan anak child). Unsur orang tua ada
dua macam. Dapat dikenali dari kata – katanya maupun
gerak tubuh yang ditampilkannya. Kalimat yang
umumnya dipakai oleh ego states ini adalah “kasihan
sekali kamu”, “awas”, “jangan”, “kamu sih”. Unsur
dewasa bagian kepribadian yang mengolah informasi
secara rasional sesuai dengan situasi dan biasanya
berkenaan dengan maslah penting yang memerlukan
pengambilan keputusan secara sadar. Kata – kata yang
umumnya digunakan oleh ego states ini adalah “saya
pikir”, “menurut hemat saya”. Unsur anak dapat
dikenali dari kata – kata dan gerak tubuh spontan yang
ditampilkan. Unsur anak terbagi atas anak yang
spontan, anak yang penurut, dan anak yang
pemberontak. Kata – kata yang umumnya digunakan
adalah “kupunyaanku”, “wow”, “asyik oii”.17
Unsur yang dapat mencerminkan sikap dan
perilaku keramahtamahan adalah unsur orang tua
pengasuh, unsur dewasa dan unsur anak penurut.
Sedangkan unsur orang tua yang menghukum serta
unsur anak yang spontan dan pemberontak tidak
dapat mencerminkan sikap keramahtamahan.
Kepribadian merupakan susunan yang relative
stabil dari karakteristik psikologi yang mempengaruhi
cara seorang individu berinteraksi dengan lingkungan
sekitar. Faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian
adalah proses pertumbuhan, frustasi, konflik dan
berbagai ancaman. Akibat langsung dari meningkatnya
ketegangan yang ditimbulkan oleh keempat faktor itu,
individu harus mempelajari cara-cara baru untuk
mereduksi tegangan itu. Proses ini disebut
perkembangan kepribadian.18
Kepribadian pasien dan dokter mempengaruhi
dalam sistem pelayanan kesehatan. Setiap individu
mempunyai sifat yang berbeda-beda. Perbedaan
tersebut terletak pada proses individual yaitu proses
biologis, pada tabiat dan kecerdasan, juga pada jenis
kelamin dan umum. Misalnya, pasien yang datang
ke dokter gigi cenderung melihat kemampuan,
keahlian, dan kepribadian yang dimiliki oleh dokter

23

JURNAL PDGI, Vol 58 No. 1, Januari-April 2008 : 21-25

gigi tersebut untuk menentukan apakah pelayanan
berlanjut atau tidak.19

PEMBAHASAN
Dokter gigi merupakan seseorang yang memiliki
keahlian dan wewenang untuk melakukan tindakan
medik bagi kesehatan gigi dan mulut. Profesi ini
menitikberatkan pada kesejahteraan umat manusia.
Pasien adalah orang yang mengalami sakit dan
memerlukan pertolongan. Bila ia menginginkan
kesembuhan ia akan pergi ke dokter atau dokter gigi
sesuai dengan sakit yang dideritanya.
Pekerjaan profesi memiliki kode etik, hal ini perlu
karena pekerjaan profesi dalam tugasnya berhubungan
dengan manusia. Kedokteran gigi memiliki kode etik
yang dikenal dengan kode etik kedokteran gigi
Indonesia (KEKGI). Di dalam kode etik tersebut hak
dan kewajiban dokter gigi dalam hubungan dengan
diri sendiri, teman sejawat dan kewajiban umum.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan
pasien adalah tempat praktek yang selalu buka dan
mudah dijangkau, keadaan ruang tunggu dan kamar
praktek yang bersih dan nyaman, ketepatan waktu
pelayanan, biaya yang terjangkau dan kelancaran
komunikasi antara dokter dan pasien.
Faktor komunikasi dan kemampuan berkomunikasi
memberikan kontribusi terbesar terhadap kepuasan
pasien. Oleh sebab itu dokter gigi harus mengetahui
dan menerapkan kemampuan berkomunikasi dengan
baik. Keramahtamahan dapat memperlancar komunikasi
dan kerja sama dengan pasien sehingga dapat
meningkatkan kepuasan pasien. Keramahtamahan
dalam berkomunikasi adalah gaya bicara yang lemah
lembut dan sopan juga mimik muka yang ramah
berupa senyuman dan salam. Keramahtamahan dalam
berkomunikasi dapat diterapkan dengan menggunakan
kalimat yang sopan dan lembut dalam menanyakan
penderitaan yang dirasakan pasien. Selain itu ruangan
praktek yang nyaman dan tidak menimbulkan rasa
takut pada pasien. Postur tubuh dokter yang
menunjukkan suatu sikap emosi positif dan percaya
diri, sentuhan yang hangat juga ekspresi wajah dokter
gigi yang tersenyum juga termasuk dalam perilaku
keramahtamahan yang dapat menimbulkan kesan
pertama yang positif dan rasa percaya pasien kepada
dokter gigi tersebut.
Dokter yang kurang ramah dan kurang sopan akan
menyebabkan pasien tidak dihargai dan ia akan
menghindari pelayanan kesehatan. Salah satu sikap
keramahtamahan adalah tidak menyalahgunakan

24

kedudukan dan jabatan dalam berhubungan dengan
orang lain. Oleh karena itu hubungan dokter dan pasien
yang dikatagorikan sebagai hubungan aktif-pasif
termasuk dalam sikap yang tidak mencerminkan
keramahtamahan karena dokter yang lebih tahu
tentang kesehatan merasa berhak penuh terhadap
pasiennya dan melakukan perawatan tanpa campur
tangan pasien. Namun pada kenyataannya hubungan
dokter dan pasien tetap merupakan hubungan antar
manusia yang diharapkan sesuai dengan hak asasi
manusia.
Selain itu kunci keberhasilan dalam berkomunikasi
dengan pasien adalah dengan memperhatikan unsur
dan cara berkomunikasi. Komunikasi dapat berjalan
efektif bila dokter gigi sebagai komunikator
memberikan respon atau umpan balik sesuai dengan
keinginan pasien sebagai komunikan. Mengerti tentang
kepribadian merupakan salah satu kunci kesuksesan
dalam berkomunikasi karena kita dapat mengetahui
perbedan respon yang diberikan. Oleh sebab itu dokter
gigi diharapkan memahami sedikit banyak tentang
kepribadian, karena sikap dan perilaku pasien beragam
dan tidak semua pasien dapat diperlakukan dengan
sikap yang sama.
Untuk mendapatkan informasi dari pasien yang
memiliki kepribadian tertutup, dokter gigi dapat
menggunakan pertanyaan menyelidik yang fungsinya
untuk membujuk pasien agar berbicara jika mereka
tidak dapat melakukannya secara spontan.
Dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien dapat
dilihat dari kerjasama dan hubungan yang baik antara
dokter dan pasien, datang tepat pada waktunya, dan
kembali ketempat yang sama dimasa yang akan datang
karena adanya rasa percaya kepada dokternya.
Komunikasi yang efektif setidaknya dapat mengurangi
rasa sakit, kecemasan dan penderitaan. Oleh karena
itu banyak keuntungan dari komunikasi yang telah
diperbaiki diantaranya akan memberikan kepuasan
yang lebih tinggi kepada pasien, kerjasama lebih baik
dari pasien di dalam proses pengobatan, mengurangi
kecemasan, penderitaan dan penyembuhan akan
lebih cepat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Smet, B.(1994) Psikologi kesehatan. Jakarta,
Grasindo; h. 241, 243, 247-248.
2. Situmorang, N . dan Pintauli, S.(1989) Hubungan
dokter – pasien. Buku Kumpulan Makalah PDGI
XVII. h. 57-62.

ISSN : 0024 - 9548

Winugroho : Keramahtamahan dalam berkomunikasi antara dokter dan pasien

3. Heriandi. (1986) Peranan Komunikasi dalam
Pengelolaan Perawatan gigi Anak. Jakarta, Acara
ilmiah PDGI – JAYA, h. 6 – 10.
4. Gunarsa, S.D. dan Gunarsa, Y.S. (1995) Psikologi
Perawatan .Jakarta, Gunung Mulia; h.3, 5 – 7.
5. Niven, N. (1995) Psikologi Kesehatan. Penerjemah:
Agung Waluyo. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran
EGC; h. 4 – 45.
6. Houwink, B. Dirks, O.B., Cramwinckel, A.B.,
Crielaers, P.J.A., Dermaut, L.R., Eijman, H.A. J.,
Huis int Veld, J.H.J., Konig, K.G., Moltzer.G.,
Helderman, W.H., Pilot,T.T., Roukema,P.A.,
Schautleet,H., Tan, H.H., Woltyens, J.H.M. (1993)
Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, Penerjemah :
Sutatmi, S. Jogjakarta, Gadjah Mada University
Press; h. 351-353.
7. Schweber, W.L. (1988) Data Communication. New
York, McGraw-Hill. h. 1 Sears, D.O. Freedman,J.L.
Peplau,L.A.(1994)Psikologi Sosial.Penerjemah :
Michael Adryanto Jakarta, Erlangga; h. 94, 96.
8. Kinchla, Darley, dan Glucksberg. (1991)
Psychology. Ed. 5.New jersey, Prentice Hall;
h.111-113.
9. Kartono, K. (1985) Psikologi Sosial untuk
Manajeman Perusahaan dan Industri. Jakarta,
Rajawali; h. 230-231.
10. Logan, C. dan Stewart, J. (1993) Together
Communicating Interpersonally. Ed. 4. Sydney,
Mc. Graw- Hill; h. 59-152.

ISSN : 0024 - 9548

11. DuBrin, A.J. (1992) Human Relation a Job
Oriented Approach. Ed. 5. New jersey, Prentice
Hall; h. 280-282, 284.
12. Mappiare, A. (1992) Pengantar Konseling dan
Psikotherapi. Jakarta, Rajawali Pers; h. 2,6,107112.
13. Effendy, O.U.(1993) Human Relation dan Publik
Relation. Bandung, Mandar Maju; h. 83.
14. Handoko, T.H. (1993) Manajemen Personalia dan
Sumberdaya Manusia. Ed. 2. Jogjakarta, BPFE;
h. 206-207.
15. Johnson, D.W. (1997) Reachaing Out Interpersonal
Effectiveness And Self Actualization. Ed. 6. Boston,
Allyn and Bacon; h. 196, 206-207.
16. Sukiat, Suganda, L., Subarja, F.L. (1985) Analisa
Transaksional. Latihan Ketrampilan Pendalaman
Psikoterapi dalam Psikologi Klinis. Jakarta, Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia; h. 1, 4-5.
17. Nurjannah, I.(2001). Hubungan Terapeutik
Perawat dan Klien. Program studi Ilmu
Keperawatan. Yogyakarta, FK-UGM; h.51, 80.
18. Hall, C.S. dan lindzey, G. (1993) Teori-teori
Psikodinamik Klinis. Penerjemah: Yustinus.
Yogyakarta, Kanisius; h.82-83.
19. Kent, G.G. (1984) The Psychology Of Dental Care.
Bristol, Wright; h.130-131.

25