aksara huruf lambang Jenis Jenis (26)

A. PENDAHULUAN
Makalah ini mengkaji dua sub bab yaitu jenis-jenis tindak tutur dan
prosedur pelaksanaannya. Dalam sub bab jenis-jenis tindak tutur dipaparkan
pendapat dari para ahli seperti Scarle, Fraser, Yule, Miller dan Austin. Pendapat
Yule dan Austin dalam makalah ini memiliki persamaan mengenai jenis-jenis
tindak tutur yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Begitu juga halnya dengan
pandangan Searle dan Yule mengenai fungsi tindak tutur yaitu representatif,
direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi.
Dalam sub bab prosedur tindak tutur dikemukakan pendapat Blum-Kulka
(dalam Gunarwan, 1994:47) dan Yule. Blum-Kulka membaginya prosedur
pelaksanaan berdasarkan tingkat kelansungan pesan penutur dalam tuturan
menjadi delapan bagian. Derajat kelansungan tindak tutur diukur berdasarkan
“jarak tempuh” yang diambil oleh sebuah ujaran, yaitu “titik” ilokusi (di benak
penutur) ke “titik” tujuan ilokusi (di benak pendengar). Jarak paling pendek
adalah garis lurus yang menghubungkan kedua titik tersebut, dan ini
dimungkinkan jika ujarannya bermodus imperatif. Makin melengkung garis
pragmatik itu, makin tidak lansunglah ujarannya. Berdasarkan lansung atau tidak
lansungnya tindak tutur, penutur dapat memilih tindak tutur yang harfiah atau
yang tidak harfiah di dalam mengutarakan maksudnya. Jika kedua hal tersebut
(yaitu kelansungan dan keharfiahan ujaran) kita gabungkan, kita akan
mendapatkan empat macam ujaran, yaitu (1) Lansung, harfiah; (2) Lansung, tidak

harfiah; (3) Tidak lansung, harfiah (4) Tidak lansung, tidak harfiah.
Yule membedakan tindak tutur langsung dan tidak langsung. Tindak tutur
langsung adalah tindak tutur yang apabila ada hubungan langsung antara struktur

dengan fungsi. Sebaliknya, tidak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang
apabila terdapat hubungan tidak langsung antara struktur dan fungsi.
Teori tindak tutur diawali oleh Wittgenstein, penganut positivisme logika.
Ia menyatakan bahwa makna bahasa adalah penggunaan bahasa itu, bahwa ujaran
hanya mempunyai makna jika dapat ditemukan kebenarannya. Pendapat
Wittgenstein dibantah oleh Austin dengan bukti ihwal kalimat performatif yang
tidak membutuhkan pembuktian benar-salah, berbeda dengan kalimat konstatif.
Austin mengungkapkan bahwa bahasa dapat digunakan untuk melakukan tindakan
melalui pembedaan antara ujaran konstatif dan ujaran. Pembedaan ujaran yang
dikemukakan Austin ini kemudian diganti oleh pengklasifikasian rangkap tiga
terhadap tindak-tindak, yakni dalam bertutur seseorang melakukan tindak lokusi,
ilokusi, dan perlokusi.
Dalam pemakaiannya, tindak tutur terikat pada konteks. Dengan kata lain,
situasi tutur dan peristiwa tutur memengaruhi pemakaian tindak tutur. Contohnya,
dalam sebuah pesta perkawinan (situasi tutur) ada seseorang yang memberi
sambutan (peristiwa tutur); dalam sambutan tersebut si pemberi sambutan

melontarkan sindiran, pujian, nasihat, dan sebagainya (tindak tutur). Jadi, tindak
tutur tidak lepas dari konteks yang lebih luas.
B. PEMBAHASAN
1. Jenis-Jenis Tindak Tutur
Scarle (dalam Gunarwan, 1994:47) mengembangkan teori tindak tutur
dengan membagi semua tindak tutur menjadi-jenis tindak tutur dan kemudian
mencoba menentukan persyaratan kesahihan masing-masing. Untuk tindak tutur

“berjanji”, misalnya, Scarle mengatakan ada lima syarat kesahihan yang
dinamakan kaidah proposisional (propositional content rules), yaitu:
1.

Penutur mestilah bermaksud memenuhi apa yang akan ia janjikan.

2.

Penutur mestilah percaya (bahwa si pendengar percaya) bahwa tindakan
yang dijanjikan menguntungkan pendengar.

3.


Penutur mestilah percaya bahwa ia dapat memenuhi janji itu.

4.

Penutur mestilah memprediksi tindakan (yang akan dilakukan) pada
masa yang akan datang.

5.

Penutur mesti memprediksi tindakan yang akan dilakukan oleh dirinya
sendiri.

Searle (dalam Gunarwan, 1994:47) menjelaskan lima jenis tindak tutur yaitu:
1.

Representatif
Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya
kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya. Misalnya: menyatakan,
melaporkan, menunjukkan, dan menyebutkan.


2.

Direktif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya
dengan maksud agar sipendengar melakukan tindakan yang disebutkan
di dalam ujaran itu. Misalnya: menyuruh, memohon, menuntut,
menyarankan, dan menantang.

3.

Ekspresif
Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan
maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang

disebutkan di dalam ujaran itu. Misalnya: memuji, mengucapkan terima
kasih, mengritik, dan mengeluh.
4.

Komisif

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya
untuk melaksankan apa yang disebutkan di dalam ujarannya. Misalnya:
berjanji, bersumpah, dan mengancam.

5.

Deklarasi
Tindak tutur deklarasi yaitu tindak tutur yang dilakukan si penutur
dengan maksud untuk menciptakan hal yang baru. Misalnya:
memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, dan memberi
maaf.

Selain itu, Fraser (dalam Gunarwan, 1994:47), juga membagi tindak tutur atas dua
bagian, sebagai berikut ini.
1.

Tindak tutur vernakuler
Tindak tutur venunakuler yaitu tindak tutur yang daapat dilakukan oleh
setiap


anggota

masyarakat

anggota

tutur.

Misalnya

meminta,

mengucapkan terima kasih, memuji, dan sebagainya.
2.

Tindak tutur seremonial
Tindak tutur seremonial yaitu tindak tutur yang dilakukan oleh orang
yang berkelayakan untuk hal itu. Misalnya untuk menikahkan orang,
memutuskan perkara, membuka sidang DPR dan sebagainya.


Yule (92:2006) mengkasifikasikan 5 jenis tindak tutur berdasarkan
fungsinya yang ditunjukkan oleh tindak tutur yaitu,
ekspresif, direktif, dan konsumtif.

deklarasi, representatif,

1. Deklarasi
Deklarasi ialah jenis tindak tutur yang mengubah dunia (kepercayaannya)
melalui tuturan. Dalam tindak tutur deklaratif, penutur harus memiliki peran
institusi khusus dan konteks khusus untuk menampilkan deklarasi secara tepat.
Ketika menggunakan deklarasi, penutur mengubah dunia dengan kata-kata.
Contoh:
a. Priest

: I now pronounce you husband and wife.
(sekarang saya menyebutkan anda berdua suami-istri)
kata seorang penghulu kepada penganten

b. referee


: you’re out!
(anda keluar)
kata wasit kepada pemain

c. jury Foreman : we find the defendant guilty
(kami nyatakan terdakwa bersalah)
kata hakim kepada terdakwa
2. Representatif
Representatif ilah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini
penutur kasus atau bukan. Pada waktu menggunakan sebuah representatif, penutur
mencocokkan kata-kata dengan dunia. Pernyataan

merupakan suatu fakta,

penegasan, kesimpulan, pendeskripsian.
Contoh:
a.

The earth is flat. (bumi itu datar)


b.

Chomsky didn’t write about peanuts (Chomsky tidak menulis tentang
kacang)

c.

It was a warm sunny day (suatu hari cerah yang hangat)

3. Ekspresif

Ekspresif ialah tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan
penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan
dapat

berupa

pernyataan

kegembiraan,


kesulitan,

kesukaan,

kebencian,

kesenangan, atau kesengsaraan. Saat menggunakan tindak tutur ekspresif, penutur
menyesuaikan kata-kata dengan dunia (perasaannya).
Contoh:
a. I’m really sorry ( sungguh, saya minta maaf)
b. Congratulation! (selamat)
c. Oh, yes, great, mmm..ssahhh! (oh, yah, baik, mmm.....aaahh)
4. Direktif
Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk
menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa
yang akan menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi: perintah,
pemesanan, permohonan, pemberian saran,dan sebagainya.
Contoh:
a. Gimme a cup of coffee. Make it black.( berilah aku secangkir kopi.

Buatkan kopi pahit)
b. Could you lend me a pen, please (dapatkah anda meminjami saya
sebuah pena)
c. Don’t touch that! (jangan menyentuh itu!)
5. Komisif
Komisif adalah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk
mengikatkan dirinya terhadap tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini
menyatakan pa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini berupa janji,

ancaman, penolakan, ikrar, dan sebagainya. Pada waktu menggunakan komisif,
penutur berusaha untuk menyesuakan dunia dengan kata-kata (lewat penutur).
Contoh:
a. I’II be back (saya akan kembali)
b. I’m going to get it right next time (saya akan membetulkan lain kali)
c. We will not do that ( kami tidak akan melakukan itu)
Kelima fungsi umum tindak tutur beserta sifat-sifat kuncinya ini
terangkum dalam tabel di bawah ini:
Tipe tindak tutur

Arah penyesuaian

P = Penutur

Deklarasi
Representatif

X = situasi
Kata mengubah dunia
P menyebabkan X
Kata disesuaikan denga P meyakini X

Ekspresif

dunia
Kata disesuaikan dengan P merasakan X

Direktif

dunia
Dunia

Komisif

dengan kata
Dunia
disesuaikan P memaksudkan X

disesuaikan P menginginkan X

dengan kata
Lima fungsi umum tindak tutur (mengikuti Searle 1979) dalam Yule
(95:2006)
Menurut Miller (dalam Yasin, 2008:174) tindak bahasa terbagi atas tiga yaitu:
a.

Tindak proposisi
Tindak proposisi mengacu kepada apa yang biasa disebut makna kognitif
atau konten proposisi sebuah tuturan atau kalimat.

b.

Tindak ilokusioner
Tindak ilokusioner mengacu pada perlakuan pengungkapan tindak
bahasa antara partisipan atau lebih (seperti pernyataan, perintah, bujukan,
dan lain lain).

c.

Tindak acuan konteks
Tindak acuan konteks mengacu kepada hubungan antar kalimat yang
biasa terdapat dalam wacana.

Sejalan dengan Yule, Searle (dalam Ibrahim. 1993:16) mengklasifikasikan
tindak tutur yang berorientasi pada tindak ilokusi dalam empat katagori
komunikatif, yaitu: konstatif, direktif, komisif, dan acknoledgments. Konstantif
merupakan ekspresi kepercayaan yang dibarengi dengan ekspresi maksud
sehingga mitra tutur membentuk atau memegang kepercayaan yang serupa.
Tindak Konstantif terdiri atas lima belas subkategori, yaitu: asertif, predikatif,
retrodiktif, deskriptif, askriptif, informatif, konfirmatif, konsesif, retaktif, asentif,
desentif, disputatif, responsif, sugestif, dan suppositif. Konstatif merupakan
pengekspresian kepercayaan bersamaan dengan pengekspresian maksud sehingga
mitratutur membentuk, meneruskan untuk memegang kepercayaan yang sejenis.
Tindak direktif merupakan pengekspresian sikap penutur terhadap tindakan
yang akan dilakukan oleh mitra tutur. Direktif juga bias mengekspresikan maksud
penutur sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan
untuk bertindak oleh mitra tutur.
Komisif merupakan tindak kewajiban seseorang atau menolak untuk
mewajibkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang dispesifikasikan dalam isi
proposisinya yang bias juga menspesifikasi kondisi-kondisi tempat isi itu
dilakukan atau tidak dilakukan.
Acknoledgments

mengekspresikan

sikap

perasaan

tertentu

kepada

mitratutur, baik yang berupa rutinitas ataupun yang murni. Perasaan dan
pengekspresiannya cocok untuk jenis situasi tertentu. Misalnya, penyampaian

salam untuk mengekspresikan rasa senang karena bertemu atau melihat seseorang,
berterima kasih sebgai ekspresi rasa syukur karena telah menerima sesuatu,
meminta maaf sebagai ekspresi penyesalan karena telah melukai atau
mengganggu mitra tutur, dan sebagainya.
Menurut Yule (2006:

) ada tiga jenis tindakan yang dapat

diwujudkan seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak
ilokusi (illocutionary act), dan tindak perlokusi(perlocutionary act).
1. Tindak Lokusi
Tindak lokusi merupakan tindakdasar tuturan atau menghasilkan suatu
ungkapan linguistik yang bermakna. Sebagai contoh adalah kalimat (01), (02),
dan wacana (03) berikut:
(01)

Platypus adalah mamalia yang bisa berenang.

(02)

Kaki laba-laba berjumlah delapan.

(03)

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan

Seni Universitas Pendidikan Ganesha adakan Seminar Nasional dengan tema
Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Tampil sebagai pemakalah utama dalam
seminar tersebut Dr. Nurhadi, M.Pd. dari Universitas Negeri Malang, Prof. Dr.
Burhan Nurgiyantoro, M.Pd. dari Universitas Negeri Yogyakarta, dan Maryanto,
M.Hum dari Pusat Bahasa Jakarta. Sebagai pesertanya antara lain guru-guru
Bahasa dan Sastra Indonesia se-Bali, mahasiswa pascasarjana Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia, mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,
dan staf Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Kalimat

(01)

dan

(02)

diutarakan

penutur

semata-mata

untuk

menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk

memengaruhi lawan tuturnya. Informasi yang diutarakan adalah informasi tentang
binatang bernama Platypus dan berapa jumlah kaki laba-laba. Sebagaimana
halnya kalimat (01) dan (02), wacana (03) pun cenderung diutarakan untuk
menginformasikan sesuatu, yakni kegiatan yang diselenggarakan Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha, pembicara utama yang
ditampilkan, dan peserta kegiatan itu. Dalam hal ini memang tidak tertutup
kemungkinan terdapat daya ilokusi dan perlokusi dalam wacana (03). Akan tetapi,
kadar daya lokusinya jauh lebih dominan dan menonjol.
Bila diamati secara saksama konsep lokusi adalah konsep yang berkaitan
dengan proposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini dipandang sebagai
satu satuan yang terdiri atas dua unsur, yakni subjek dan predikat. Lebih jauh,
tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif paling mudah diidentifikasikan
karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan
konteks tuturan yang tercakup dalam situasi. Jadi, ditinjau dari perspektif
pragmatik, tindak lokusi sebenarnya tidak atau kurang begitu penting peranannya
untuk memahami tindak tutur.
2 Tindak Ilokusi
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi atau dipergunakan untuk
melakukan sesuatu. Kalimat (04) s.d. (07) di bawah cenderung tidak hanya
digunakan untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu sejauh
situasi tuturnya dipertimbangkan secara saksama.
(04) Saya tidak dapat datang
(05) Ada anjing gila
(06) Ujian sudah dekat

(07) Rambutmu sudah panjang
Kalimat (04) bila diutarakan oleh seseorang kepada temannya yang baru
saja merayakan ulang tahun, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu,
tetapi meminta maaf. Informasi ketidakhadiran penutur dalam hal ini kurang
begitu penting karena besar kemungkinan lawan atau tutur sudah mengetahui hal
itu. Kalimat (05) tidak hanya berfungsi membawa informs, melainkan juga
memberi peringatan. Bila ditujukan kepada pencuri, tuturan itu mungkin pula
diutarakan untuk menakut-nakuti. Kalimat (06), bila diucapkan oleh seorang guru
kepada muridnya, mungkin berfungsi member peringatan agar lawan tuturnya
(murid) mempersiapkan diri. Bila diucapkan oleh seorang ayah kepada anaknya,
kalimat (06) mungkin dimaksudkan untuk menasehati agar lawan tutur tidak
hanya bepergian menghabiskan waktu secara sia-sia. Kalimat (07) bila diucapkan
oleh oleh seorang laki-laki kepada pacarnya mungkin berfungsi menyatakan
kekaguman atau kegembiraan. Sebaliknya, bila diucapkan oleh seorang ibu
kepada anak lelakinya, atau oleh seorang istri kepada suaminya, kalimat ini
dimaksudkan untuk menyuruh atau memerintah agar si lelaki memotong
rambutnya.
Becermin pada uraian di atas jelaslah bahwa tindak ilokusi sangat sukar
diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan
lawan tutur, kapan, dan di mana tindak tutur terjadi, dan sebagainya. Dengan
demikian tindak ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.
3 Tindak Perlokusi
Yule (84:2006) menyatakan tindak tutur ini bergantung pada keadaan,
bahwa pendengar akan mengenali akibat yang ditimbulkan. Sebuah tuturan yang

diutarakan seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang
mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak
sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya
dimaksudkan untuk memengaruhi lawan tutur disebut tindak perlokusi. Untuk
lebih jelasnya perhatikan kalimat (08) s.d. (10) di bawah ini.
(08) Ibunya galak.
(09) Kemarin saya mengikuti lomba memancing belut.
(10) Televisinya 20 inchi.
Bila kalimat (08) diutarakan oleh seseorang kepada ketua perkumpulan
kerja kelompok, maka ilokusinya secara tidak langsung menginformasikan bahwa
rumah orang yang dibicarakan tidak nyaman digunakan atau dipilih sebagai
tempat berkumpul mengerjakan tugas. Adapun efek perlokusi yang mungkin
diharapkan yakni agar ketua perkumpulan berpikir memilih rumah orang lain
sebagai tempat mengerjakan tugas kelompok. Bila kalimat (09) diutarakan oleh
seorang siswa yang tidak dapat mengikuti ulangan kepada gurunya, kalimat ini
merupakan tindak ilokusi untuk memohon maaf sekaligus permakluman.
Perlokusi atau efek yang diharapkan adalah guru dapat memakluminya dan
memberikan ulangan susulan. Bila kalimat (10) diutarakan oleh seseorang kepada
temannya pada saat akan diselenggarakan siaran langsung Piala Dunia, kalimat ini
tidak hanya mengandung lokusi, tetapi juga ilokusi yang berupa ajakan menonton
di tempat temannya karena ia memiliki televisi 20 inchi, dengan perlokusi lawan
tutur menyetujui ajakannya.
Sejalan dengan hal itu, Austin (dalam Tarigan, 2009:34) membagi tindak
tutur menjadi tiga yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Tindak

lokusi adalah melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu. Contohnya, “Pa
berkata kepada Pk bahwa X. Tindak ilokusi adalah melakukan suatu tindakan
dalam mengatakan sesuatu. Contohnya, “Dalam mengatakan X, Pa menyatakan
bahwa P”. Tindak perlokusi adalah melakukan suatu tindakan dengan menyatakan
sesuatu. Contohnya, “X adalah kata-kata tertentu yang diucapkan dengan perasaan
dan referensi atau acuan tertentu.
2. Prosedur Pelaksanaan
Dapat disimpulkan bahwa satu bentuk ujaran dapat mempunyai lebih dari
satu fungsi. Kebalikannya adalah kenyataan di dalam komunikasi yang
sebenarnya, yakni bahwa satu fungsi dapat dinyatakan, dilayani, atau diutarakan
dalam berbagai bentuk ujaran. Misalnya “menyuruh” dapat diungkapkan dengan
sembilan bentuk ujaran. Blum-Kulka (dalam Gunarwan, 1994:47) membaginya
berdasarkan tingkat kelansungan pesan penutur dalam tuturan sebagai berikut.
1. Kalimat bermodus imperatif contohnya “Pindahkan kotak ini”.
2. Kalimat perfomatif eksplisit contohnya “Saya minta Saudara
memindahkan kotak ini”.
3. Kalimat perfomatif berpagar contohnya “Saya sebenarnya mau minta
Saudara memindahkan ini”.
4. Pernyataan keharusan contohnya “Saudara harus memindahkan kotak
ini”.
5. Pernyataan keinginan contohnya “Saya ingin kotak ini dipindahkan”.
6. Rumusan saran contohnya”Bagaimana kalau kotak ini dipindahkan?”
7. Persiapan pertanyaan contohnya “Saudara dapat memindahkan kotak
ini?”

8. Isyarat kuat contohnya “Dengan kotak ini di sini, ruangan ini kelihatan
sesak”.
9. Isyarat halus contohnya “Ruangan ini kelihatan sesak”.
Derajat kelansungan tindak tutur diukur berdasarkan “jarak tempuh” yang
diambil oleh sebuah ujaran, yaitu “titik” ilokusi (di benak penutur) ke “titik”
tujuan ilokusi (di benak pendengar). Jarak paling pendek adalah garis lurus yang
menghubungkan kedua titik tersebut, dan ini dimungkinkan jika ujarannya
bermodus imperatif. Makin melengkung garis pragmatik itu, makin tidak
lansunglah ujarannya. Berdasarkan lansung atau tidak lansungnya tindak tutur,
penutur dapat memilih tindak tutur yang harfiah atau yang tidak harfiah di dalam
mengutarakan maksudnya. Jika kedua hal tersebut (yaitu kelansungan dan
keharfiahan ujaran) kita gabungkan, kita akan mendapatkan empat macam ujaran,
antara lain.
1. Lansung, harfiah (“Buka mulut” misalnya diucapkan oleh dokter gigi
kepada pasiennya)
2. Lansung, tidak harfiah (“Tutup mulut!” misalnya diucapkan oleh
seseorang yang jengkel kepada lawan bicaranya yang berbicara terusmenerus)
3. Tidak lansung, harfiah (bagaimana kalau mulutnya dibuka?” misalnya
diucapkan oleh dokter gigi kepada pasien anak-anak agar si anak tidak
takut)
4. Tidak lansung, tidak harfiah (“Untuk menjaga rahasia, lebih baik jika kita
semua menutup mulut kita maisng-masin.” Misalnya diucapkan oleh
penutur kepada orang yang diseganinya agar ia tidak membuka rahasia.

Selanjutnya, berdasarkan hubungan antara struktur dengan fungsi dalam
tindak tutur, Yule (1996: ) membedakan tindak tutur langsung dan tidak langsung.
Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang apabila ada hubungan langsung
antara struktur dengan fungsi. Sebaliknya, tidak tutur tidak langsung adalah
tindak tutur yang apabila terdapat hubungan tidak langsung antara struktur dan
fungsi. Bentuk deklaratif yang digunakan untuk membuat suatu pernyataan
disebut juga tindak tutur langsung, sedangkan deklaratif yang digunakan untuk
membuat permohonan merupakan tindak tutur tidak langsung. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa klasifikasi tindak tutur berdasarkan hubungan struktur dan
fungsi merupakan bentuk deklaratif (pernyataan/pengumuman), introgatif
(pertanyaan), dan imperatif (perintah). Pada dasarnya, semua bentuk tersebut
bersumber dari kalimat berita.
C. PENUTUP

D. KEPUSTAKAAN
Gunarwan, Asim. 1994. “Pragmatik: Pandangan Mata Burung”. Di dalam
Mengiring Rekan Sejati: Festschrift Buat Pak Ton. Soenjono
Dardjowidjojo (ed.). Jakarta: Lembaga bahasa Univ. Katolik Atma Jaya.
Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional.
Yule, George. 1996. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
Yasin, anas.2008. tindak tutur. Padang: sukabina offset.
Tarigan, hendry guntur. 2009. Pengajaran pragmatik. Bandung:angkas.