ANALISIS KRIMINOLOGIS TERJADINYA KORUPSI GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL FIKTIF DI PEMERINTAHAN KABUPATEN LAMPUNG UTARA

  

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERJADINYA KORUPSI GAJI

PEGAWAI NEGERI SIPIL FIKTIF DI PEMERINTAHAN

KABUPATEN LAMPUNG UTARA (Jurnal) Oleh MUHAMMAD QADAPI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

  

ABSTRAK

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERJADINYA KORUPSI GAJI

PEGAWAI NEGERI SIPIL FIKTIF DI PEMERINTAHAN

KABUPATEN LAMPUNG UTARA

Oleh

Muhammad Qadapi, Sunarto, Diah Gustiniati M.

E-mail : qadafimuhammad22@gmail.com

  Korupsi digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (ekstra ordinary crime), tidak saja karena modus dan teknik yang sistematis, akibat yang ditimbulkan kejahatan korupsi bersifat pararel dan merusak seluruh sistem kehidupan, baik dalam segi ekonomi, politik, sosial-budaya dan bahkan sampai pada kerusakan moral serta mental masyarakat. Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian dengan rumusan permasalahan (1) Apakah Faktor penyebab terjadinya Korupsi Gaji Pegawai Negeri Sipil Fiktif di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lampung Utara. (2) Bagaimanakah Upaya penanggulangan terjadinya Korupsi Gaji Pegawai Negeri Sipil Fiktif di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lampung Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Metode pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara. Metode penyajian data dilakukan melalui proses editing, sistematis, dan klarifikasi. Metode analisis data yang dipergunakan adalah metode analisis kualitatif dan menarik kesimpulan secara induktif. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi gaji pegawai negeri sipil fiktif di pemerintahan kabupaten Lampung Utara adalah tidak mempunyai agama yang kuat, sifat serakah dan tamak, moralitas dan intergeritas rendah, kurangnya pengawasan terhadap instansi pemerintahan dalam mengeluarkan dana, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup yang konsumtif, dorongan dari keluarga dan masyarakat, lemahnya peraturan perundang-undangan dan aparat penegak hukum. Upaya penanggulangan terjadinya korupsi gaji pegawai negeri sipil fiktif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu upaya preventif dilakukan dengan lembaga pemerintahan harus mencoba untuk melakukan pengawasan, evaluasi, dan transparansi dana yang dikeluarkan instansi secara periodik agar mencegah terjadinya korupsi, melakukan penyuluhan bahaya dan efek yang ditimbulkan dari korupsi. Penulis menyarankan agar meningkatkan pengawasan, dan evaluasi secara periodik terhadap pengeluaran dana dan kinerja instansi pemerintahan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.

  Kata Kunci : Kriminologis, Korupsi, Pegawai Negeri Sipil

  

ABSTRACT

CRIMINOLOGICAL ANALYSIS ON SALARIES CORRUPTION BY

FICTITIOUS CIVIL SERVANTS IN THE GOVERNMENT

OF NORTH LAMPUNG REGENCY

By

Muhammad Qadapi, Sunarto, Diah Gustiniati M.

E-mail : qadafimuhammad22@gmail.com

  Corruption is classed as extra ordinary crime, not only because of the systematic engineering mode and, due to the nature of the crime of corruption and undermine the entire system of parallel lives, both in terms of economic, political, socio- cultural and even up to moral damages as well as the attitudes of the community. Based on the above descriptions, it is necessary to conduct a research with the formulation of the problems as follows: (1) What are the causes of Salaries Corruption by Fictitious Civil Servants in the Government Institutions of North Lampung Regency? (2) How are the efforts to overcome the Salaries Corruption by Fictitious Civil Servants in the Government Institutions of North Lampung Regency? The methods used in this research were normative and empirical approaches. The data collection technique were obtained through literature study and interviews. The data presentations were done by means of edition, systematization and clarification. The data analysis method was carried out using qualitative analysis and the conclusions were drawn inductively. Based on the results of the research, it can be seen that among the factors causing salaries corruption by fictitious civil servants in the government institutions of North Lampung were: not having a strong faith, greediness and cupidity, the low morality and integrity, lack of strict supervision of a government agency in funding expenditure, urgent living needs, a consumptive lifestyle. Factors of encouragement from family and community, the lack of good governance, the lack of legislations and law enforcement. There were two kinds of policing efforts to overcome salaries corruption of fictitious civil servants: preventive efforts which could be done by government agencies should try to conduct surveillance, evaluation, and the transparency of the funding agencies issued periodically in order to prevent the occurrence of corruption, do outreach and hazard effects arising from corruption. The authors suggest that increase surveillance, and periodic evaluation against the expenditure of funds and the performance of government agencies in accordance with Standard Operational procedures (SOP).

  Keywords: Criminology, Corruption, Civil Servant

  Korupsi merupakan salah satu dari sekian istilah yang kini telah akrab di telinga masyarakat Indonesia, hampir setiap hari media massa memberitakan berbagai kasus korupsi yang dilakukan oleh aparatur negara baik pegawai negeri sipil ataupun pejabat negara. Dalam kepustakaan kriminologi, korupsi merupakan salah satu kejahatn jenis

  white collar crime atau kejahatan

  kera putih. Akrabnya istilah korupsi dikalangan masyarakat telah menunjukan tumbuh suburnya perhatian masyarakat terhadap korupsi, kejahatan kera putih mampu menarik perhatian masyarakat karena para pelakunya adalah orang-orang yang dipersepsikan oleh masyarakat sebagi orang-orang terkenal atau cukup terpandang namun merekalah yang membuat kemiskinan di dalam masyarakat.

  kejahatan luar biasa (ekstra ordinary

  crime), tidak saja karena modus dan

  teknik yang sistematis, akibat yang ditimbulkan kejahatan korupsi bersifat pararel dan merusak seluruh sistem kehidupan, baik dalam segi ekonomi, politik, sosial-budaya dan bahkan sampai pada kerusakan moral serta mental masyarakat. Rusaknya sistem kehidupan ekonomi sehingga merugikan negara, yang dapat mengganggu perekonomian negara. Definisi negara disini tidak hanya menyangkut negara dalam lingkup pemerintahan pusat, tetapi juga menyangkut pemerintahan daerah, hal ini terjadi karena memang tidak 1 Teguh Sulista dan Aria Zurnetti, Hukum

  Pidana:Horizon Baru Pasca Reformasi , PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011,

  dapat dipungkiri, bahwa kekuasaan baik di pusat maupun di daerah memang cenderung lebih mudah untuk korupsi.

I. PENDAHULUAN

  2 Untuk dapat menjadi seorang

  Pegawai Negeri Sipil (PNS) haruslah mengikuti persyaratan yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan pemerintah. Apabila persyaratan- persyaratan telah ditetapkan dan dipenuhi maka barulah seseorang ditetapkan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan sebagai imbal jasa seseorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat menerima gaji sesuai dengan yang ditetapkan oleh Undang-Undang yang berlaku setiap bulannya.

  Pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara mempunyai posisi yang sangat strategis dan peranan menentukan dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan, sehingga Pegawai Negeri Sipil berkewajiban menyelenggarakan tugas pemerintah- an dan pembangunan dengan penuh kesetian dan ketaatan kepada pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah.

1 Korupsi digolongkan sebagai

  3 Contoh kasus yang terjadi di daerah

  Lampung Utara yaitu kasus korupsi gaji pegawai negeri sipil fiktif yang melibatkan Kabid ekonomi bappeda Lampung Utara dan Juru bayar gaji pada Dinas Pertanian dan Pertenakan Kabupaten Lampung Utara, Supriyanta dan Amiruddin Is pada tahun 2012 hingga 2013 dan 2 Mien Rukmini, Aspek Hukum Pidana dan

  Kriminologi , Alumni, Bandung ,2010, hlm.111. 3 Kotan Y.Stefanus, Mengenal Peradilan Kepegawaian Di Indonesia , PT merugikan keuangan negara sebesar Rp.1.358.938.746 (satu milyar tiga ratus lima puluh delapan juta sembilan ratus tiga puluh delapan ribu tujuh ratus empat puluh enam rupiah).

  Kasus korupsi yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lampung Utara yaitu Supriyanta, SE.,MM dan Amiruddin Is, SE, Supriyanta telah divonis 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan penjara dikurangi dengan selama terdakwa berada dalam tahanan dan denda sebesar Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) putusan ini diadili oleh ketua majelis hakim Mulyanto, SH.,MH dengan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor

  II/d,

  Darsono NIP.080122301 Pangkat

  II/d, Emita NIP.0461083063 Pangkat III/d, Akhmad Usman NIP.080044857 Pangkat III/b, dan

  III/c, Salim NIP.010184749 Pangkat

  III/c, Hermawan, SH NIP.196405011994021002 Pangkat

  III/c, Hasanuddin NIP.196808021987061006 Pangkat

  II/d, Purwanto, SH NIP.196405011994011002 Pangkat

  NIP.460013818 Pangkat

  Djanaluddin

  III/d, Zainudin NIP.1600398285 Pangkat

  20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada saat penyidikan oleh Kejaksaan Negeri Lampung Utara Saudara Amiruddin Is, SE meninggal dunia berdasarkan surat keterangan kematian Nomor.474.3/07/69- LU/2014. Nomor putusan 54/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Tjk.

  III/d, Yuliana NIP.460013818 Pangkat

  Khaidar NIP.160022319 Pangkat

  III/d,

  III/d, Sumardi NIP.160011719 Pangkat

  pangkat

  Agus Ramdani NIP.180033876

  Selanjutnya SUPRIYANTA,SE.MM BIN DULLAH MUKSIN memasukkan 13 (Tiga Belas) nama Pegawai Negeri Sipil Fiktif pada Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lampung Utara yakni

  Pegawai Negeri Sipil Fiktif pada Dinas Pertanian dan Pertenakan Kabupaten Lampung Utara sebagai penerima gaji. Setelah beberapa kali saudara Amiruddin Is, SE (Alm) menemui terdakwa SUPRIYANTA, SE.MM BIN DULLAH MUKSIN akhirnya terdakwa mau dengan secara sadar memasukkan nama- nama Pegawai Negeri Sipil Fiktif pada Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lampung Utara dengan persyaratan terdakwa SUPRIYANTA.,SE,.MM BIN DULLAH MUKSIN memperoleh bagian setengah dari pencairan.

  Kasus tersebut bermula ketika Amiruddin Is, SE (Alm) selaku juru bayar Gaji pada Dinas Pertanian dan Pertenakan Kabupaten Lampung Utara pada sekitar bulan Desember 2011 menemui terdakwa SUPRIYANTA, SE.MM BIN DULLAH MUKSIN selaku Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Keuangan Badan Pengeolahan Keuangan dan Aset Kabupaten Lampung Utara Tahun 2012 merangkap sebagai Tim Pengendalian Kegiatan Penataan Administrasi Gaji pada Badan Pengeolahan Keuangan dan Aset Kabupaten Lampung Utara untuk bekerjasama memasukan nama-nama

  II/a kedalam Sistem Aplikasi GDO ( Sistem Pengolahan Data Gaji Pegawai) pada Badan Pengeolalaan Keuangan dan Aset Kabupaten Lampung Utara. Menurut hal tersebut diatas, pejabat pegawai negeri sipil senior supriyanta dan Amiruddin Is melakukan tindak pidana korupsi sehingga menjadi pertanyaan apakah yang melatarbelakangi dan bagaimana penanggulangan kejahatan tersebut agar tidak terulang kembali. Berdasarkan pada uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk menjadikan masalah tersebut kedalam sebuah penelitian guna penyusunan skripsi yang diberi judul “Analisis Kriminologis terjadinya Korupsi Gaji Pegawai Negeri Sipil Fiktif di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lampung Utara”.

  Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah di uraikan diatas, maka masalah penelitian yang penulis dapat rumuskan adalah sebagai berikut : 1.

  Apakah faktor penyebab terjadinya Korupsi Gaji Pegawai Negeri Sipil Fiktif di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lampung Utara ? 2. Bagaimanakah upaya penanggulangan terjadinya Korupsi Gaji Pegawai Negeri Sipil Fiktif di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lampung Utara ?

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Metode pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara. Metode penyajian data dilakukan melalui proses editing, sistematis, dan klarifikasi. Metode analisis data yang dipergunakan adalah metode analisis kualitatif dan menarik kesimpulan secara induktif.

  II. PEMBAHASAN A. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Korupsi Gaji Pegawai Negeri Sipil Fiktif di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lampung Utara

  Faktor penyebab seseorang melakukan tindak pidana korupsi gaji fiktif merupakan suatu masalah yang sangat menarik untuk dikaji. Pada umumnya kriminologi menyatakan bahwa penyebab seseorang melakukan tindak pidana korupsi dipengaruhi oleh faktor internal yaitu faktor yang bersumber dari dalam diri dan faktor ekternal yang bersumber dari luar diri seseorang.

  1. Faktor Internal, yaitu : Sifat tamak/rakus manusia, Moral yang kurang kuat, Penghasilan yang kurang mencukupi, Kebutuhan hidup yang mendesak, Gaya hidup yang konsumtif, Ajaran agama yang kurang diterapkan.

  2. Faktor eksternal, yaitu : Faktor sikap masyarakat terhadap korupsi seperti: Nilai-nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung untuk terjadinya korupsi. Masyarakat menganggap bahwa korban yang mengalami kerugian akibat tindak korupsi adalah Negara, padahal justru pada akhirnya kerugian terbesar dialami oleh masyarakat sendiri. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat dalam perilaku korupsi. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi dapat dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi, Faktor ekonomi, Faktor politis, dan Faktor organisasi, seperti : kurang adanya sifat keteladanan seorang pemimpin, tidak ada kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas yang benar di instansi pemerintahan kurang memadai, kelemahan sistem pengedalian manajemen, manajemen cenderung menutupi tindak pidana korupsi yang terjadi di dalam organisasi.

  responden, dapat dianalisis penulis bahwa dalam perkara terhadap pelaku tindak pidana korupsi gaji pegawai negeri sipil fiktif di Lampung Utara telah memenuhi semua syarat yang ada pada pasal 3 dan dinyatakn mampu bertanggung jawab terhadap perbuatan dengan melanggar pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberatansan tindak pidana korupsi sebagaimana telah dirubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Yang melakukan tindak pidana korupsi dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewe- nangan, kesempatan, saran yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sehinga menimbulkan kerugian negara dan perekonomian negara. Oleh karena itu Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan penjara dikurangi dengan selama terdakwa berada dalam tahanan dan denda sebesar Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) putusan ini diadili di 4 Krstian,dan Yopi,Gunawan, Tindak Pidana

  Korupsi Kajian terhadap Harmonisasi antara Hukum Nasional dan The United Nations Covention Against Corupption (UNCAC ), PT Refika Aditama, Bandung,

  Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Krang. Menurut analisa penulis dari wawancara dengan narasumber mahmud, bahwa pemerintah wajib dan mesti menjadi peran utama sebab pemerintahan yang baik maka sistem pemerintahannya baik ditambah memperketat dengan cara pengecekan berkala agar dapat mengurangai dan menutup peluangan untuk korupsi gaji pegawai negeri sipil fiktif untuk ada lagi. Apabila sistem pemerintahannya sudah baik dan ketat tidak mungkin korupsi gaji yang dilakukan di dinas pertanian dan peternakan kabupaten lampung uatara dapat berjalan dengan waktu yang cukup lama kurang lebi hampir 2 tahun berjalan, dengan instansi yang sama. Faktor budaya lainnya yang mendorong timbulnya korupsi adalah adanya tradisi pemberian hadiah kepada pejabat pemerintah dan pentingnya ikatan keluarga dalam budaya masyarakat negara sedang berkembang. Selain itu dalam masyarakat seperti Indonesia, kewajiban seseorang pertama-tama adalah memperhatikan saudara terdekatnya, kemudian trah atau sesama etniknya. Sehingga seorang saudara yang mendatangi seorang pejabat untuk minta perlakuan khusus sulit untuk ditolak. Penolakan bisa diartikan sebagai pengingkaran terhadap kewajiban tradisional. Tetapi menuruti permintaan berarti mengingkari norma-norma hukum formal yang berlaku, yaitu hukum Barat. Sehingga selalu terjadi konflik nilai, yaitu antara pertimbangan kepentingan keluarga atau kepentingan publik.

4 Berdasarkan hasil wawancara dengan

  Faktor Undang-undang yang mengatur memberikan celah kepada aparat penegak hukum, aparat penegak hukum membuat hukuman yang berbeda mengenai unsur dari masing-masing Pasal sehingga aparat penegak hukum dalam menjalani tugasnya bisa memanfatkan celah tersebut dengan pertimbangan bahwa unsur dari salah satu pasal tidak terpenuhi dan dapat meringankan hukuman dari pelaku tindak pidana korupsi itu sendiri. Kerugian dalam hal ini yang membuat pandangan dari masyarakat dari apa yang diperbuat oleh pelaku yang membuat pandangan dari masyarakat menjadi buruk serta kecewa dengan kinerja pemerintah setempat. Dari hasil wawancara, menurut analisis penulis, setuju akan pendapat narasumber, tradisi pemberian hadiah dengan maksud tertentu dapat saja menimbulkan tindak pidana korupsi. Semisalnya, memberikan hadiah karena ingin memperoleh dan mendapatkan jabatan tinggi tanpa proses kinerja yang tidak sesuai. Ditambah lagi dengan aparat penegak hukum yang tidak tegas dalam menangani kasus korupsi sebab aparat penegak hukm dengan mudah menghapus dan mengurangi pasal yang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Sehingga membuka pintu peluang yang besar akan terjadinya korupsi.

  Menurut analisis penulis dari wawancara dengan responden, faktor kontrol dari dalam diri manusia itu yang menjadi kunci utama apabila kontrol dalam diri sudah ditingkatkan dan baik maka berapapun gaji/pendapatan yang dihasilkan tidak akan pernah tergiur kepada hal-hal/ perbuatan yang dilarang baik agama maupun hukum, apabila kontrol sosial sudah ditingkatkan maka komitmen dalam pekerjaan akan mengikuti sebab apabila seseorang sudah komit terhadap pekerjaan maka ia akan semaksimal mungkin memberikan yang terbaik buat pekerjaan dan kantor yang memperkerjakannya dan tidak akan pernah tega merugikan dan merusak kantor yang sudah memperkerjakannya demi kehidupan yang mewah tanpa melihat dari mana hasil tersebut ada. Dan harus tegas nya aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi sehingga menjadi contoh untuk orang lain agar tidak melakukan perbautan yang sama untuk kesekian kalinya tanpa harus meras atkut akan perbuatan yang dilakukan.

  Faktor korupsi sendiri ada 2 faktor : 1.

  Keserakahan yang ada pada pemegang kekuasaan memunculkan sifat korupsi itu sendiri. Di sebabkan karena adanya kesempatan melakukan kecurangan demi memenuhi kebutuhan hidup yang sangat banyak.

  2. Faktor Hukum, Faktor hukum dapat dilihat dari dua sisi, di stu sisi dari aspek perundang- undangan dan sisi lain lemahnya penegakan hukum.

  3. Faktor penyebab tindak pidana korupsi gaji Pegawai Negeri Sipil fiktif dalam pemerintahan Lampung Utara adalah tempat atau lingkungan sosial dari pelaku yang mempengaruhi tingkah laku kejahatan.

  4. Faktor kelemahan perundang- undangan korupsi, yang mencakup : adanya peraturan perundang-undangan yang bermuat kepentingan pihak-pihak tertentu, kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai, peraturan kurang disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandanan bulu, lemahnya bidang evalusi dan revisi peraturan perundang-undangan. Penulis sependapat dengan narasumber, lemahnya aturan undang-undangan tentang perbuatan korupsi kepada para koruptor yang belum menimbulkan efek jera sehingga menyebabkan korupsi itu ada berkembang biak dengan baik dengan waktu yang lama. Apabila sanksi pidana tegas dan menimbulkan efek yang jera maka niscaya seseorang akan berfikir ulang untuk melakukan korupsi.

  Selain faktor dari Routine Activity Theory, adapun gagalnya pendidikan agama dan etika. bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri.

  Sebenarnya agama bisa memainkan peran yang lebih besar dalam konteks kehidupan sosial dibandingkan institusi lainnya, sebab agama memiliki relasi atau hubungan emosional dengan para pemeluknya. Jika diterapkan dengan benar kekuatan relasi emosional yang dimiliki agama bisa menyadarkan umat bahwa korupsi bisa membawa dampak yang sangat buruk. Menurut analisis penulis dari wawancara, pengamanan yang menjadi faktor terpenting. Apabila pengamanan sudah sesuai dengan sistem maka kemungkinan kecil kejahatan korupsi akan dilakukan.

  B. Penanggulangan Terhadap Tindak Pidana Korupsi Gaji Pegawai Negeri Sipil Fiktif di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lampung Utara

  Upaya penanggulangan untuk mengatasi kejahatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil (PNS) di kabupaten Lampung Utara telah diupayakan dan dilakukan oleh beberapa instansi yang terkait dalam hal ini seperti Kejaksaan, Kepolisian, dan Masyarakat di kabupaten Lampung Utara.

  1. Upaya Preventif (Non Penal) Yaitu upaya non penal (pencegahan/penangkalan/pengen dalian) sebelum kejahatan terjadi, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan 2.

  Upaya Represif (Penal) Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “penal” lebih menitikberatkan pada sifat “repressive” (penindasan/ pemberantasan/ penumpasan) sesudah kejahatan terjadi. Dengan penjatuhan atau pemberian sanksi pidana.

  5 Upaya represif aparat penegak

  hukum harus menjatuhkan pidana yang berat yang menimbulkan efek jera dan menimbulkan rasa ketakutan bagi orang lain untuk melakukan perbuatan korupsi yang sama, represif yang dapat dilakukan dengan memberikan sanksi pidana atau penjatuhan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah 5 Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan

  Hukum Pidana (Perkembangan Konsep KUHP Baru), Prenada Media Group, Berdasarkan wawancara penulis dengan kedua narasumber, penulis setuju dan sependapat dengan kedua narusmber cara untuk menangulangi kejahatan korupsi yang dilakukan oknum pegawai negeri sipil dengan cara melakukan peningkatan pengawasan baik atasan kepada bawahan, sesama teman dalam intansi dan bawahan terhadap atasan mengenai pendapatan dan pengeluaran dana kecil ampun besar yang masih berhubungan dengan anggaran instansi / negara, sebab apabia pengawasan sudah dilakukan dengan semaksimal mungkin masih saja terjadi korupsi maka tindakan yang terakhir iyalah penjatuhan pidana bisa saja berupa denda ataupun pidana penjara selagi masih sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan tidak bertentangan.

  Secara garis besar upaya penangulangan kejahatan dapat dibagi dua, yaitu “penal” (hukum pidana) dan lewat jalur “non-penal” (bukan/diluar jalur hukum pidana). Secara garis besar dapatlah dibedakan, bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat refresif sesudah kejahatan terjadi. Sedangkan jalur non-penal lebih menitkberatkan pada sifat preventif sebelum kejahatan terjadi.

  dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan apabila pelakunya adalah pegawai negeri sipil maka bisa juga dikenakan undang-undang tentang kepegawaian.

  • – masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara lansung atau tidak lansung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Berdasarkan uraian diatas para narasumber di atas penulis sependapat dengan Erna dewi, upaya non penal yang efektif diterapkan untuk menanggulangi kejahatan tindak pidana korupsi oleh Pegawai Negeri Sipil yaitu dengan diadakannya penyuluhan atau konseling mengenai dampak negatuf korupsi di setiap instansi pemerintahan. Penyuluhan ini bertujuan untuk mensosialisasikan hukuman yang akan didapatkan pelaku tindak pidana korupsi dan dampak buruk yang akan diterima oleh instansi bersangkutan akibat ulah yang dilakukannya. Sehingga peserta penyuluhan dan konseling tersebut dapat berfikir untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi tersebut terlebih karena status mereka sebagai Pegawai Negeri Sipil. Maka, dapat terciptalah hukum di masyarakat khususnya dilingkungan instansi dan pegawai negeri. Apabila upaya non penal telah dilakukan namun terjadi tindak pidana korupsi tersebut, maka upaya penal yang harus dijalankan dan diterapkan secara tegas sebagai cara terkahir untuk menanggulangi kejahatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil.

  Dikatakan sebagai perbedaan karena tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. Mengingat upaya penangulangan kejahatan lewat jalur non-penal lebih bersifat pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu anatara lain berpusat pada masalah

  Dimulai dari proses penangkapan, penyelidikan, hingga dijatuhkannya vonis yang sesuai dengan tindak pidana korupsi yang telah diatur oleh undang-undang pemeberntasan korupsi oleh majelis hakim.

  Mengingat betapa dahsyatnya bahaya yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi bukan saja negara yang dirugikan namun orang lain dan instansi pun dirugikan, maka penulis menyimpulkan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil sebagai berikut :

  1. Meningkatkan dan memperbaiki iman dan taqwa kepada ALLAH SWT melalui pendidikan keagamaan baik di lingkungan keluarga, lingkungan instansi, maupun, lingkungan masyarakat, sehingga selalu akan diberikan jalan yang benar dan ditunjukan jalan yang benar ketika sedang berjalan dijalan yang salah.

2. Melakukan dengan cara preventif

  (pencegahan), yaitu untuk membentuk masyarakat yang mempunyai ketahanan dan kekebalan terhAdap tindak pidana korupsi.

  3. Secara refresif (penindakan), yaitu menindak dan memberantas Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana korupsi melalui jalur hukum oleh aparat penegak hukum, aparat keamanan, dan masyarakat berdasarkan undang-undang yang berlaku baik undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi maupun undang- undang tentang kepegawaian secara tegas dan nyata sehingga dapat menimbulkan efek jera dan rasa ketakutan kepada pegawai negeri sipil lainnya agar tidak melakukan tindakan yang sama. Menurut analisis penulis, penulis setuju dengan pendapat narasumber bahwa upaya penanggulangan pertama dalam tindak pidana korupsi yaitu secara pencegahan bisa saja berupan meningkatkan pengawasan pada lembaga/instansi pemerintah yang banyak dan rawan dalam korupsi, seperti dalam kasus supriyanta apabila pengawasan dari kepala,teman, dan bawahan ketat tidak mungkin korupsi ini berjalan hingga 2 tahun lamanya yang memakan kerugian negara besar, Mengadakan penyuluhan/sosialisasi tentang tindak pidana korupsi setiap lembaga/instansi pemerintah baik berupa pengertian korupsi, macam- macam korupsi, dan hukuman baik undang-undang maupun sosial yang akan diterima apabila seorang pegawai negeri sipil melakukan tindak pidana korupsi. Apabila upaya pencegahan tidak berhasil, maka upaya yang dilakukan terakhir yaitu dengan penindakan secara tegas, apabila seseorang pegawai negeri sipil kedapatan melakukan korupsi maka harus ditindak secara tegas, adil, dan konsekuen sesuai dengan Undang-undang pemberantasan korupsi, dan undang-undang kepegawaian yang berlaku di Indonesia.

  Upaya penanggulangan terakhir dalam menindak dan menanggulangi korupsi yang dilakukan oleh oknum pegawai negeri sipil adalah pemberian hukuman secara sosial dengan isolasi oleh masyarakat kepada pelaku korupsi. Sehingga hukuman yang mengakibatkan efek jera. Apabila hukuman pidana dan denda sudah diberlakukan oleh para aparat penegak hukum, dan terakhir sanksi sosial yang diberikan oleh masyarakat sekitar terhadap pelaku korupsi bisa saja seperti mengasingkan dan tidak bersosialisasi terhadap pelaku korupsi menganggap pelaku korupsi sudah sangat merugikan dan mesengsarakan bukan hanya negara tapi masyarakat sehingga dapat menimbulkan hukuman tersendiri oleh masyarakat.

  Menurut pendapat penulis dari pendapat narasumber tersebut diatas, upaya yang harus dilakukan terlebih dahulu iyalah upaya pencegahan agara tidak terjadi korupsi bisa saja dengan banyak memperdalam ilmu dan ajaran-ajaran agama dan menerapkan ajaran agama itu dalam kehidupan sehari sebab semua agama manapun melarang berbuat yang tidak baik termasuk korupsi itu sendiri. apabila manusia itu khilaf melakukan perbuatan korupsi cara yang akan dilakukan dengan menyadarkan bahwa perbuatan tersebut salah dengan upaya peningkaan good goverment, agar buka hanya aparat penegak hukum yang melakukan penaggulangan terhadap korupsi melainkan masyarakat ikut serta dalam memberantas korupsi. Pemberian sanksi bisa berupa sanksi pidana, denda, maupun sanksi sosial dari masyarakat sekitar sehingga akan berhenti dan tidak akan mengulangi perbautan tersebut lagi.

  Berdasarkan hasil penelitian data- data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat di simpulkan, yaitu : 1.

  Faktor penyebab terjadinya korupsi gaji pegawai negeri sipil fiktif di pemerintahan kabupaten Lampung Utara adalah tidak mempunyai agama yang kuat, sifat serakah dan tamak, moralitas dan intergeritas rendah, kurangnya pengawasan terhadap instansi pemerintahan dalam mengeluarkan dana, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup yang konsumtif. dorongan dari keluarga dan masyarakat, lemahnya peraturan perundang- undangan dan aparat penegak hukum.

  2. Upaya penanggulangan korupsi gaji pegawai negeri sipil fiktif di permerintahan kabupaten Lampung Utara dapat dilakukan melalui upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif dilakukan dengan

  lembaga pemerintahan harus mencoba untuk melakukan pengawasan, evaluasi, dan transparansi dana yang dikeluarkan instansi secara periodik agar mecegah terjadinya korupsi,

  memilih pimpinan yang mempunyai komitmen dan intergeritas kerja tinggi, jujur, dan bertanggungjawab, mengoptimalkan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), melakukan penyuluhan bahaya dan efek yang ditimbulkan dari korupsi. Upaya represif dengan pemberian sanksi pidana secara tegas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor

  31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

III. PENUTUP

B. Saran

  Rukmini, Mien. 2010. Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi .

  Negara. No. HP : 081278075665

  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

  Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

  2011Hukum Pidana:Horizon Baru Pasca Reformasi . Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang

  RajaGrafindo. Sulista. Teguh dan Aria Zurnetti.

  Peradilan Kepegawaian Di Indonesia . Jakarta : PT

  Bandung: Alumni. Stefanus, Kotan Y. 1995.Mengenal

  Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Konsep KUHP Baru). Jakarta: Prenada Media Group.

  Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam skripsi ini, maka saran yang dapat disampaikan yaitu :

  Nawawi, Barda. 2008. Bunga

  Bandung: PT Refika Aditama.

  Kajian terhadap Harmonisasi antara Hukum Nasional dan The United Nations Covention Against Corupption (UNCAC ).

  2015.Tindak Pidana Korupsi

  DAFTAR PUSTAKA Krstian dan Yopi Gunawan.

  2. Memberikan sanksi pidana secara maksimal, tegas, dan adil tanpa ada diskriminasi bagi para pelaku korupsi sesuai Undang

  1. Meningkatkan pengawasan, dan evaluasi secara periodik terhadap pengeluaran dana dan kinerja instansi pemerintahan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) agar mendapatkan pemerintahan yang transparan, dan bersih dari korupsi.

  • – Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang –Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi dan Undang- undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Apabila pelakunya seorang Pegawai Negeri Sipil, dikenakan sanksi administrasi berupa pemecatan. Sehingga dapat menimbulkan efek jera dan rasa ketakutan bagi pelaku maupun orang lain agar tidak melakukan korupsi.