jiptummpp gdl ekawahyudy 51255 2 babi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Hutan mangrove adalah salah satu sumberdaya hayati pesisir dan laut yang
mempunyai tipe vegetasi yang khas terdapat di daerah pantai tropis (Nursal dkk,
2005). Hutan Mangrove terdiri atas berbagai kelompok tumbuhan seperti pohon,
semak, palmae, dan paku-pakuan yang beradaptasi terhadap habitat yang masih
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ada sekitar 35 species ditemukan di Pulaupulau Jawa dan Bali Jenis-jenis tersebut diklasifikasikan ke dalam Family
Rhizophoraceae, Aviciniaceae, and Sonneratiaceae. Jenis jenis lainnya antara lain
Xylocarpus granatum, X. moluccensis, Lumnitzera sp., Phempis acidula, and
Exoecaria agallocha (Whitten et al., 1999).
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem alamiah yang unik dengan
nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Ekosistem hutan mangrove adalah salah
satu daerah yang produktifitasnya tinggi karena ada serasah dan terjadi dekomposisi
serasah sehingga terdapat detritus. Hutan mangrove memberikan kontribusi besar
terhadap detritus organik yang sangat penting sebagai sumber energi bagi biota
yang hidup di perairan sekitarnya (Suparjo, 2007). Pemanfaatan ekosistem

mangrove yaitu dalam bentuk fungsi-fungsi ekologi yang cukup penting, seperti
pengendali terhadap erosi pantai, stabilisasi sedimen, perlindungan bagi terumbu
karang dan lahan di wilayah pantai, suplai detritus dan bahan hara untuk perairan
pantai di dekatnya, pemeliharaan larva dan perkembangbiakan ikan, kepiting serta
kehidupan liar (wildlives) yang bernilai ekonomi (Bengen, 2001).

2

Mangrove menciptakan habitat bagi banyak komunitas organisme lain, dan
melalui fotosintesis mangrove menyediakan energi dasar bagi sebuah ekosistem
yang luar biasa (Hogarth, 2007). Hutan mangrove sebagai sumberdaya alam khas
daerah pantai tropik, mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai, yaitu:
sebagai penyambung dan penyeimbang ekosistem darat dan laut. Tumbuhtumbuhan, hewan dan berbagai nutrisi ditransfer ke arah darat atau laut melalui
mangrove. Secara ekologis mangrove berperan sebagai tempat mencari makan
(feeding grounds) dan daerah pembesaran (Nursery grounds) berbagai jenis ikan,
kerang

dan

spesies


lainnya.

Selain

itu

serasah

mangrove

berupa

daun, ranting dan biomassa lainnya yang jatuh menjadi sumber pakan biota perairan
dan unsur hara yang sangat menentukan produktifitas perikanan laut (Rahajoe,
2004). Mangrove mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota
perairan yang berasal dari pelapukan daun mangrove (serasah), sebagai tempat
pemijahan, dan asuhan bagi berbagai macam biota salah satunya kepiting bakau
(Dahuri et al., 1994).
Nursery ground adalah daerah pertumbuhan dan perkembangan atau

asuhan organisme yang masih kecil atau masih muda sebelum dewasa. Nursery
ground ini merupakan mikrohabitat yang cukup rentan dan sangat penting untuk
menentukan kelangsungan hidup setiap spesies atau jenis fauna spesifik seperti
berbagai spesies ikan-ikan, udang dan kepiting di perairan daratan. Konservasi
keanekaragaman hayati, khususnya biota perairan merupakan bagian teramat
penting karena berbagai faktor pembatas yang kemungkinan mempengaruhi
Nursery ground nya. Faktor pembatas ini mencakup faktor fisik, kimia dan biologis
(Kordi, 2012).

3

Kepiting menurut Moosa (1985) tergolong dalam Family Portunidae yang
terdiri atas enam sub Family yaitu : Carcininae, Polyhiinae, Caphyrinae,
Catoptrinae, Podophthalminae dan Portuninae. Mulyana (1999) menyatakan ada
sekitar 234 jenis yang tergolong biota yang termasuk dalam Family Portunidae di
wilayah Indopasifik Barat dan 124 jenis di Indonesia. Portunidae tergolong dalam
kelompok kepiting perenang (swimming crabs), karena memiliki pasangan kaki
terakhir yang memipih, dan dapat digunakan untuk berenang. Family Portunidae
mencakup rajungan (Portunus, Charybdis dan Thalamita) dan kepiting bakau
(Scylla sp.). Karena banyak ditemukan di wilayah hutan bakau (mangrove) maka

dinamakan kepitinag bakau (Scylla sp).
Kepiting bakau dapat hidup pada perairan yang memiliki kisaran salinitas
antara 0-45 ppm. Salinitas optimum untuk pertembuhan kepiting bakau dalam
budidaya adalah 15-35 ppm (Kathrivel, 1999) . Untuk kisaran salinitas yang dapat
ditolerir tumbuhan mangrove adalah 10-40 ppm dan nilai optimumnya adalah 35
ppm. Substrat di sekitar hutan mangrove sangat mendukung kehidupan kepiting
bakau, terutama untuk melangsungkan perkawinannya di perairan. Habitatnya pada
perairan intertidal (dekat hutan mangrove) bersubstrat lumpur dan 4 ditandai oleh
kadar oksigen yang rendah dan kadar garam yang tinggi (Chairunnisa, 2004). Hill
et al. (1982) menyatakan perairan kawasan hutan mangrove sangat cocok untuk
kehidupan kepiting bakau karena sumber makanannya seperti benthos dan serasah
cukup tersedia. Ketersediaan makanan alami berupa serasah sangat dipengaruhi
oleh kerapatan mangrove.
Pantai Cengkrong merupkan pantai terletak di Desa Karanggandu,
Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, sekitar 42 km arah

4

selatan kota Trenggalek atau sekitar 47 km dari kota Tulungagung. Pantai
cengkrong merupakan kawasan wisata yang terkenal dengan wisata edukasi

Mangrove. Hutan mangrove Cengkorong memiliki total luas sekitar 84 Ha yang
terdiri dari beberapa jenis mangrove yaitu Rhizopora apiculata, Rhizopora
mucronata dan Xylocarpus grantum (DKP Kab.Trenggalek).
Penelitian mengenai kerapatan mangrove terhadap fungsi Nursery ground
pada kepiting bakau di hutan mangrove Cengkrong ini belum banyak dilaporkan
sebelumnya, sehingga penelitian ini merupakan penelitian yang pertama. Hasil
penelitian yang diharapkan adalah adanya informasi mengenai hubungan antara
kerapatan mangrove terhadap salah satu fungsi mangrove sebagai Nursery ground
pada spesies kepiting bakau di hutan mangrove Cengkrong Kabupaten Trenggalek
yang nantinya akan dikembangkan menjadi sumber belajar biologi dalam bentuk
draft booklet.
Sumber belajar adalah adalah segala sesuatu yang dapat membantu siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran atau segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan
oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai. Sumber belajar disini meliputi, orang, alat dan bahan,
aktivitas, dan lingkungan (Sanjaya, 2010).
Booklet merupakan salah satu sumber belajar yang sangat efektif karena
Booklet bersifat ringkas, jelas dan menarik dibaca oleh siswa. Menurut jurnal
penelitian pendidikan biologi yang dilakukan oleh Imithana et al (2014),
menunjukkan bahwa penggunaan Booklet sangat efektif untuk meningkatkan hasil

belajar siswa. Hal ini dibuktikan dari penelitiannya yaitu hasil belajar siswa pada
materi pencemaran lingkungan mencapai ketuntasan belajar lebih dari 80%. Selain

5

itu, belum ada sumber belajar mengenai Mangrove yang berbentuk Booklet
sehingga perlu adanya sumber belajar tentang vegetasi mangrove yang praktis,
menarik dan mudah dipahami oleh siswa yaitu Booklet Mangrove sebagai sumber
belajar Biologi Materi Keanekaragaman Hayati untuk SMA Kelas X.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengadakan penelitian
dengan judul “Analisis Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap Fungsi Nursery
ground pada Kepiting Bakau di Hutan Mangrove Pantai Cengkrong Kabupaten
Trenggalek sebagai Sumber Belajar Biologi.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat ditentukan dalam penelitian, sebagai
berikut:
1.

Bagaimana jenis mangrove yang terdapat di hutan Mangrove Pantai

Cengkrong ?

2.

Bagaimana Kerapatan Jenis Mangrove di Hutan

Mangrove Pantai

Cengkrong ?
3.

Bagaimana Kelimpahan Kepiting Bakau di Hutan Mangrove Pantai
Cengkrong ?

4.

Bagaimana Hubungan Kerapatan Mangrove Sebagai Nursery ground
terhadap Kelimpahan Kepiting Bakau di Hutan Mangrove Pantai
Cengkrong?


5.

Bagaimana draft Booklet hasil penelitian tentang hubungan kerapatan
Mangrove dengan kelimpahan kepiting bakau dapat dijadikan sebagai
sumber belajar biologi ?

6

1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui jenis-jenis mangrove yang terdapat di Pantai Cengkrong
2. Mengetahui kerapatan jenis mangrove di Hutan

Mangrove Pantai

Cengkrong.
3.

Mengetahui Kelimpahan Kepiting Bakau di Hutan Mangrove Pantai
Cengkrong


4. Mengetahui Hubungan Kerapatan Mangrove Sebagai Nursery ground
terhadap Kelimpahan Kepiting Bakau di Hutan Mangrove Pantai
Cengkrong.
5. Memberikan Inovasi baru penelitian Hubungan Kerapatan Mangrove
Sebagai Nursery ground terhadap Kelimpahan Kepiting Bakau di Hutan
Mangrove Pantai Cengkrong sebagai sumber belajar biologi dalam
bentuk draft booklet mangrove.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah sumbangan pemikiran
dalam memperkaya wawasan tentang Vegetasi Mangrove dan Kepiting
bakau, serta memberikan data ekologi berupa kerapatan jenis mangrove
dan kelimpahan kepiting bakau yang dapat digunakan sebagai salah satu
dasar dalam penelitian selanjutnya.

7

2. Manfat Praktis
Mengetahui hubungan dan peranan hutan Mangrove sebagai
Nursery ground dalam menjaga dan memberikan ruang hidup bagi

kepiting bakau.
3. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber belajar dalam
bentuk Booklet Mangrove untuk Mata Penlajaran Biologi Materi
Keanekaragaman Hayati untuk SMA kelas X.

8

1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah bertujuan untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang
termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian dan faktor mana saja yang
tidak termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian. Batasan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Analisis Kerapatan Mangrove dan Kelimpahan Kepiting Bakau dilakukan
pada 3 Stasiun Pengamatan di Hutan Mangrove Pantai Cengkrong.
2. Analisis Kerapatan Mangrove dilakukan untuk mengetahui fungsi
mangrove sebagai Nursery ground terhadap kelimpahan kepiting bakau.
3. Parameter Abiotik yang diukur adalah Suhu air, Salinitas air, Kecerahan air,
Kedalaman air, dan pH air.
4. Hasil penelitian Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Fungsi Nursery

ground Pada Kepiting Bakau akan digunakan sebagai sumber belajar
biologi Klass X materi Keanekaragaman Hayati dalam bentuk Booklet
Mangrove
1.6 Definisi Istilah
1. Ekosistem hutan mangrove adalah salah satu daerah yang produktifitasnya
tinggi karena ada serasah dan terjadi dekomposisi serasah sehingga terdapat
detritus. Hutan mangrove memberikan kontribusi besar terhadap detritus
organik yang sangat penting sebagai sumber energi bagi biota
yang hidup di perairan sekitarnya (Suwondo et al., 2005).
2. Kepiting Bakau merupakan Family Portunidae yang merupakan biota yang
mendominasi vegetasi mangrove menyatakan kepiting bakau tersebar pada
perairan berkondisi tropis yang meliputi wilayah Indo-Pasifik. Kepiting

9

bakau merupakan kepiting yang bisa berenang dan hampir terdapat di
seluruh perairan pantai Indonesia, terutama di daerah mangrove juga daerah
tambak air payau atau muara sungai (Kasry, 1996).