BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPS - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Permainan TTS dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran IPS

  Pembelajaran IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/ MI mata pelajaran

  IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata

  pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertangung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (KTSP Standar Isi, 2006). Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran

  IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan (KTSP Standar Isi, 2006).

  Tujuan Pembelajaran IPS

  Tujuan Pembelajaran IPS di SD pada Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (KTSP Standar Isi, 2006).

  a.

  Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

  b.

  Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

  c.

  Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

  Ruang Lingkup IPS

  Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD meliputi aspek- aspek sebagai berikut (KTSP Standar Isi, 2006) a) manusia, tempat, dan lingkungan,

  b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, c) sistem sosial dan budaya d) perilaku ekonomi dan kesejahteran.

  Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

  Pencapaian tujuan IPS dapat dilihat berdasarkan pada deskripsi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai oleh peserta didik yang dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan untuk siswa kelas 5 SD disajikan melalui tabel 1 berikut ini. (KTSP, 2006).

  

Tabel 1

SK dan KD Mata Pelajaran IPS Kelas 5 SD Semester 2

Tahun Pelajaran 2014/ 2015

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Menghargai peranan tokoh

  2.1 Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang dan masyarakat pejuang pada masa penjajahan Belanda dan

  

Jepang

dalam mempersiapkan dan mempertahankan

  2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia dalam mempersiapakan kemerdekaan

  Indonesia

  2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan

  2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam memperjuangkan kemerdekaan

  Standar Proses Pembelajaran IPS

  (KTSP Standar Proses, 2013)Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

  Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isimaka prinsip pembelajaran yang digunakan: 1.

  Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu.

  2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar.

  3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah.

  4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi.

  5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu.

  6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi.

  7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif.

  8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills).

  9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat.

  10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan member keteladanan(ing

  ngarso sung tulodo) , membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan

  mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut

  wuri handayani); 11.

  Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; 12. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas.

  13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.

  14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.

  Terkait dengan prinsip di atas, dikembangkan standar proses yang mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

  Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu model pembelajaran berbasis kelompok yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran. Dalam pembelajaran tipe jigsaw setiap siswa mempelajari sesuatu yang dikombinasi dengan materi yang telah dipelajari oleh siswa lain.

  Menurut Elliot Aronson (Arends, 2008: 13) model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajaranya sendiri dan pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan memahami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

  Sedangkan menurut Slavin (2010: 237 ) dalam jigsaw II para siswa bekerja dalam tim yang heterogen. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan “Lembar ahli” yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing tim saat mereka membaca. Setelah semua anak selesai membaca siswa-siswa dari tim berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut kemudian kembali pada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Terakhir para siswa menerima penilaian mencakup seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim.

  Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebuah model pembelajaran kooperatif dengan cara bekerjasama dengan siswa lain dalam kelompok kecil untuk mencapai prestasi yang maksimal yang beranggotakan 4-6 orang, dimana setiap anggota kelompok saling bergantung satu dengan lainnya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat bekerja sama dengan baik saat pembelajaran. Dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:

  K. Asal 1 K. Asal 2 K. Asal 3 K. Asal 4 K. Asal 5 1a, 1b, 1c, 2a, 2b, 2c, 3a, 3b, 3c, 4a, 4b, 4c, 4d, 5a, 5b, 5c, 1d, 1e 2d, 2e 3d, 3e 4e 5d, 5e

1a, 2a, 3a, 1b, 2b, 3b, 1c, 2c, 3c, 1d, 2d, 3d, 1e, 2e, 3e,

4a, 5a 4b, 5b 4c, 5c 4d, 5d 4e, 5e

  K. Ahli 1 K. Ahli 2 K. Ahli 3 K. Ahli 4 K. Ahli 5 Gambar 1

  Distribusi Kelompok Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

  Tujuan Pembelajaran kooperatif Jigsaw

  Menurut Slavin dalam Isjoni (2009: 23) pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerjasama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Dalam melakukan proses belajar mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lain dan saling belajar mengajar sesama mereka. Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Suprijono (2009: 61) Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih menyangkut kerjasama dan saling ketergantungan dengan siswa lain.

  Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pokok model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam satu tim maka dengan sendirinya dapat bekerjasama untuk memperbaiki hubungan diantara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dalam pemecahan masalah.

  Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

  Wardani (2002: 87) menguraikan beberapa kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, yaitu: 1)

  Dari segi efektivitas, secara umum pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih aktif dan saling memberikan pendapat (sharing ideas). Karena suasana belajar lebih kondusif, baru dan adanya penghargaan yang diberikan kelompok, maka masing-masing kelompok berkompetisi untuk mencapai prestasi yang baik. 2)

  Siswa lebih memiliki kesempatan berinteraksi sosial dengan temannya 3) Siswa lebih aktif dan kreatif, serta memiliki tanggung jawab secara individual.

  Lie dalam Rusman (2011:218) menyatakan bahwa kelebihan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, yaitu. 1)

  Siswa yang terlibat di dalam pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw ini memperoleh prestasi yang baik. 2) Mempunyai sikap yang lebih baik dan lebih positif terhadap pembelajaran. 3) Siswa saling menghargai perbedaan dan pendapat orang lain.

  Teti Sobari dalam Rusman (2011: 219) menunjukan bahwa interaksi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki berbagai keunggulan terhadap perkembangan anak, meliputi. 1) Meningkatkan hasil belajar. 2) Meningkatkan daya ingat.

  4) Mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik (kesadaran individu). 5) Meningkatkan hubungan antar manusia yang heterogen. 6) Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah. 7) Meningkatkan sikap positif terhadap guru. 8) Meningkatkan harga diri anak. 9) Meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif. 10) Meningkatkan ketrampilan hidup bergotong royong.

  Beberapa kelebihan tersebut menyiratkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan yaitu, dapat merangsang siswa memberdayakan segala kemampuan dan potensinya dalam setiap pembelajaran. Siswa diajarkan untuk belajar bagaimana cara belajar, belajar bagaimana membuat sesuatu, belajar bagaimana hidup bersama-sama, dan belajar bagaimana cara siswa berkomunikasi dengan baik untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mengkomunikasikannya kepada teman-temannya yang lain. Kemampuan berkomunikasi siswa dilatih melalui diskusi kelompok ahli dan kelompok asal. Di kelompok ahli siswa berkumpul saling berbagi pemahaman terhadap suatu permasalahan, kemudian di kelompok asal siswa saling memberikan pemahaman dan penjelasan hasil diskusi yang telah mereka peroleh di kelompok ahli kepada anggota kelompok lainnya dikelompok asal. Selain itu, siswa dituntut untuk mempertanggung jawabkan hasil diskusinya di depan kelas melalui presentasi kelompok.

  Selain memiliki beberapa kelebihan di atas, model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw juga memiliki beberapa kelemahan, seperti yang diutarakan oleh Wardani (2002 : 87), yaitu: 1)

  Terdapat kelompok siswa yang kurang berani mengemukakan pendapat atau bertanya, sehingga kelompok tersebut dalam diskusi menjadi kurang hidup. 2)

  Memerlukan waktu yang relatif cukup lama dan persiapan yang matang antara lain pembuatan bahan ajar dan LKS benar-benar memerlukan kecermatan dan ketepatan.

  Kurnia (2005: 43) memaparkan beberapa kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, yaitu. 1)

  Siswa tidak terbiasa dengan model pembelajaran tipe jigsaw, sehingga proses pembelajarannya menjadi kurang maksimal. 2) Alokasi waktu kurang mencukupi. 3)

  Masih ada siswa yang kurang bertanggungjawab, sehingga pelaksanaan cooperative learning tipe jigsaw menjadi kurang efektif. 4) Kebiasaan adanya pembicaraan yang didominasi oleh seseorang.

  Langkah-langkah Model Pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw

  Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terdiri dari 6 langkah kegiatan (Trianto, 2007: 56-57) sebagai berikut:

  

Fase ke-1 : Guru membagi kelas menjadibeberapa kelompok belajar. Setiap

  kelompok beranggotakan 5 – 6 orang siswa.

  

Fase ke-2 : Guru memberikan materi ajar dalam bentuk teks yang telah terbagi

  menjadi beberapa sub materi untuk dipelajari secara khusus oleh setiap anggota kelompok.

  

Fase ke-3 : Semua kelompok mempelajari materi ajar yang telah diberikan oleh

guru.

Fase ke-4 : Kelompok ahli bertemu dan membahas topik materi yang menjadi

tanggung jawabnya.

Fase ke-5 : Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal masing-masing

(home teams) untuk membantu kelompoknya. Fase ke-6 : Guru mengevaluasi hasil belajar siswa secara individual.

  Langkah-langkah pembelajaran jigsaw yang utama terdiri dari kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok ahli adalah pengambilan satu orang dari kelompok asal kemudian mendapat materi dengan sub bab yang berbeda yang akan didiskusikan secara bersama kelompok asal. Senada dengan pendapat Slavin, menurut Hasyim Zaini (2010: 59) menuliskan langkah-langkah pembelajaran jigsaw adalah sebagai

  1. Pilihlah materi pelajaran/kuliah yang dapat dibagi menjadi beberapa segmen/bagian.

  2. Bagi siswa/mahasiswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan segmen yang ada. Jika jumlah siswa/mahasiswa adalah 50, sementara jumlah segmen yang ada adalah 5, maka masing-masing kelompok terdiri dari 10 orang. Jika jumlah ini dianggap terlalu besar, bagi lagi menjadi dua, sehingga setiap kelompok terdiri dari 5 orang, kemudian setelah proses selesai gabungkan kedua kelompok pecahan tersebut.

  3. Setiap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi kuliah yang berbeda-beda.

  4. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk menyampaikan apa yang telah mereka pelajari di kelompok.

  5. Kembalikan suasana kelas seperti semula kemudian tanyakan sekiranya ada persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok.

  6. Memberi siswa/mahasiswa beberapa pertanyaan untuk mengecek pemahaman mereka terhadap materi.

  Jadi berdasarkan langkah-langkah para ahli diatas, dapat disimpulkan langkah - langkah model pembelajaran jigsaw adalah sebagai berikut.

  1. Siswa menyimak penjelasan guru tentang pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw.

  2. Siswa membentuk kelompok (4-5 orang) seorang siswa bertugas untuk menjadi ketua kelompok dan sisanya sebagai anggota kelompok.

  3. Ketua kelompok dari masing-masing kelompok asal, maju ke depan untuk mendapat materi, Setiap ketua kelompok yang maju ke depan mendapat sebuah materi disebut kelompok ahli.

  4. Masing-masing anggota dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal.

  5. Ketua kelompok membagi materi secara merata kepada anggotanya.

  6. Setiap anggota kelompok asal mencoba menjawab pertanyaan.

  7. Setelah pertanyaan-pertanyaan terjawab, masing-masing anggota kelompok asal berdiskusi tentang jawaban kelompok asal.

  8. Masing-masing ketua kelompok asal maju ke depan untuk mempresentasikan hasil diskusinya.

  9. Kelompok lain menanggapi presentasi tersebut.

  10. Guru menentukan kelompok terbaik berdasarkan kecepatan dan ketepatan menemukan jawaban dan hasil yang telah dipresentasikan.

  11. Guru memberi hadiah kepada kelompok terbaik.

  12. Siswa bersama guru membuat kesimpulan.

  13. Siswa mengerjakan tes evaluasi.

2.1.3 Permainan TTS ( Teka - Teki Silang )

  TTS merupakan permainan sederhana yang banyak dimainkan dari berbagai kalangan. Cara bermain permainan ini memang sederhana, hanya merangkaikan jawaban soal dengan benar dan mengisikan jawabannya pada kotak kosong yang tersedia di papan TTS namun jawaban satu dengan yang lainnya harus saling berkaitan. Apabila satu jawaban salah maka akan sulit menemukan jawaban kata dari soal selanjutnya. Aturan permainan ini, kata yang dimasukkan minimal berjumlah tiga huruf, terdapat kata yang tersusun secara mendatar dan menurun dan kata yang tidak berkaitan itu dibatasi dengan kotak hitam. Pembuatan permainan ini dimulai dari mendesain papan teka-teki silang yang kemudian pembuat akan mencari sendiri jawaban yang cocok dengan keadaan papan teka-teki silang sehingga kata per kata dapat terangkai.

  Permainan TTS ini pertama kali dikenalkan oleh Arthur Wynne pada tanggal

  21 Desember 1913 . Awalnya Arthur yang bekerja di sebuah media New York World diberikan tugas untuk membuat permainan yang menarik para pembaca. Suatu kali, ia teringat pada masa kecilnya. Arthur ingat bahwa ia pernah memainkan sebuah permainan yang dinamakan “Magic Squares”. Permainan itu adalah permainan kata- kata, dimana sang pemain harus menyusun kata agar sama mendatar dan menurun hingga membentuk kotak. Dari permainan ini, ia kemudian mencoba berkreasi dengan menambah luasan kata-kata dengan bentuk yang lebih kompleks dan untuk menyusun hal itu, ia memberi semacam pertanyaan untuk membuka kunci jawabannya. Kemudian, pada tahun 1942-an, New York Times, koran ternama di Amerika membuat semacam standar untuk TTS. Standar itu seperti bentuk yang simetris dan panjang kata minimal tiga huruf. Hal ini membuat permainan TTS makin digemari dan populer, hingga akhirnya menyebar ke berbagai belahan dunia.

  Cara Pembuatan Permainan TTS

  Cara Pembuatan secara manual, Sebelum membuat media teka-teki silang, terlebih dahulu guru harus menyiapkan sejumlah kosa kata yang akan dilatihkan. Kosakata tersebut dapat diambil dari buku teks IPS SD atau dari buku lain sesuai dengan tingkat kesulitan kosakata yang diperlukan.

  Sesudah itu, guru menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan sebagai berikut: kertas HVS kuarto, penggaris, pensil, spidol warna hitam, karet penghapus. Proses pembuatannya adalah sebagai berikut: a.

  Menggambar bujur sangkar ukuran 10 cm x 10 cm atau sesuai selera.

  b.

  Membagi menjadi bujur sangkar-bujur sangkar kecil ukuran 1 cm x 1 cm.

  c.

  Menghitamkan sejumlah bujur sangkar kecil tersebut.

  d.

  Mengisi balok-balok kecil (yang tidak dihitami) dengan huruf-huruf dari kosakata yang telah disiapkan dengan menggunakan pensil.

  e.

  Menulis soal disisi kanan atau di bawah bujur sangkar besar sesuai dengan kelompoknya, mendatar atau menurun, berdasarkan kosa kata tersebut.

  f.

  Menyalin kosakata tersebut pada kertas lain sebagai kunci jawaban.

  TTS Sebagai Permainan dalam Pembelajaran

  Pengajar dapat memanfaatkan permainan sebagai permainan dalam pembelajaran misalnya yang kita bahas saat ini yaitu permainan TTS. Kata TTS mungkin tidak asing lagi ditelinga kita semua mengingat sejarah TTS seperti yang sudah dijelaskan diatas. TTS merupakan sebuah permainan yang cara mainnya yaitu mengisi ruang-ruang kosong yang berbentuk kotak dengan huruf-huruf sehingga membentuk sebuah kata yang sesuai dengan petujuk . Selain itu mengisi TTS atau biasa disebut dengan TTS memang sungguh sangat mengasikkan, selain juga berguna untuk mengingat kosa kata yang populer, selain itu juga berguna untuk pengetahuan kita yang bersifat umum dengan cara santai. Mengisi sebuah teka-teki silang membuat kita berpikir untuk mencari jawaban. Dan apabila belum menemukan jawabannya maka perasaan penasaran melanda dan mencari cara untuk memecahkanya. Biasanya orang mengisi TTS dalam keadaan santai dan mengisi TTS untuk mengisi waktu luang. Melihat karakteristik TTS yang santai dan lebih mengedepankan persamaan dan perbedaan kata, maka sangat sesuai kalau misalnya dipergunakan sebagai sarana peserta didik untuk latihan dikelas yang diberikan oleh guru yang tidak monoton hanya berupa pertanyaan-pertanyaan baku saja.

  TTS akan dijadikan permainan edukatif bagi peserta didik, mengingat karakteristik permainan TTS yang mudah dan menyenangkan, diharapkan dapat mempermudah proses pembelajaran selain itu karakteristik peserta didik yang umumnya senang untuk diajak bermain. Cara pengaplikasian TTS sebagai permainan edukatif dalam pembelajaran yaitu pengajar pertama-tama mendemonstrasikan terlebih dahulu permainan TTS kepada peserta didik di depan kelas, kemudian memberitahukan cara mainnya. Sebelum Pengajar mendemontrasikan permainan tersebut, Pengajar membuat Teka-Teki Silang sesuai bahan yang akan diajarkan. Caranya pengajar menyiapkan bahan yang akan diajarkan, misalnya kita dapat mengambil contoh pelajaran IPS kelas 5 SD dan sub bab yang akan dibahas yaitu masa penjajahan Jepang dan Belanda di Indonesia. Setelah bahan dipersiapkan guru membuat sebuah pertanyaan dan jawaban yang singkat saja misal jenisnya sinonim, antonim, atau akronim dan lain sebagainya. Kemudian pengajar membuat ruang- ruang kosong atau kotak-kotak untuk mengisi huruf-huruf yang sesuai yang terdiri dari ruang mendatar dan menurun.

  Langkah - Langkah Permainan TTS dalam Pembelajaran 1.

  Pengajar mendemonstrasikan terlebih dahulu permainan TTS kepada peserta didik di depan kelas.

  2. Pengajar memberitahukan cara mainnya.

  3. Pengajar menuliskan TTS tersebut di papan tulis tapi mungkin kalau ditulis di papan tulis membutuhkan waktu yang lama, maka alangkah efisiennya apabila sebelumnya TTS tersebut sudah ditulis di kertas yang ukurannya besar (kertas Asturo , Manila , Samson , dll ) sehingga tinggal ditempel di papan tulis.

  4. Semua peserta didik harus mengerjakannya kemudian disuruh maju ke depan atau bisa dibuat seperti kuis.

  5. Setelah Peserta didik menyelesaikan soal tersebut, mereka disuruh membuat Teka-Teki Silang yang meliputi soal dan jawaban.

  6. Apabila waktunya tidak cukup maka pembuatan Teka-Teki Silang diselesaikan di Rumah.

  7. Kemudian pertemuan selanjutnya hasil pembuatan TTS masing-masing peserta didik ditukarkan dengan teman beda bangku.

  8. Peserta didik diminta mengerjakan TTS tersbut, lalu setelah selesai dikembalikan kepada yang punya.

  9. Selanjutnya yang punya TTS mengevaluasi dan hasilnya disampaikan oleh pengajar.

2.1.4 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Permainan TTS

  Berdasarkan langkah-langkah para ahli di atas, peneliti mengadopsi dan memodifikasi langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan permainan TTS adalah sebagai berikut: 1.

  Kegiatan Pendahuluan a.

  Guru memberi salam, mengajak siswa untuk berdoa, dan mengabsen siswa. b.

  Guru melakukan apersepsi dengan mengajak siswa menyanyikan lagu nasional “Hari Merdeka”.

  c.

  Guru melakukan tanya jawab.

  d.

  Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan meginformasikan tentang pokok bahasan yang akan dipelajari.

2. Kegiatan Inti a.

  Eksplorasi  Guru menunjuk beberapa siswa untuk membacakan teks tentang “usaha dan kerja keras para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan

  ” yang akan dijadikan permainan TTS  Guru meminta siswa yang lain menyimak.  Siswa mengidentifikasi nama-nama tokoh perjuangan.

  b. Elaborasi  Siswa membentuk kelompok (4-5 orang) seorang siswa bertugas untuk menjadi ketua kelompok dan sisanya sebagai anggota kelompok.

   Ketua kelompok dari masing-masing kelompok asal, maju ke depan untuk mendapat lembar TTS. Setiap ketua kelompok yang maju ke depan di sebut kelompok ahli.

   Masing-masing anggota dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal.  Ketua kelompok membagi pertanyaan-pertanyaan yang ada pada TTS kepada anggotanya.

   Setiap anggota kelompok asal menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada TTS.  Setelah TTS selesai di kerjakan masing-masing anggota kelompok asal berdiskusi untuk menjawab pertanyaan yang tidak bisa dikerjakan oleh anggota kelompoknya.

   Masing-masing ketua kelompok asal maju ke depan untuk mempresentasikan hasil diskusinya.

   Kelompok lain menanggapi presentasi tersebut.

  c. Konfirmasi  Guru menentukan kelompok terbaik berdasarkan kecepatan dan ketepatan menjawab TTS dan hasil diskusi yang telah dipresentasikan.

   Guru memberi hadiah kepada kelompok terbaik 3. Kegiatan Penutup a.

  Siswa bersama guru membuat kesimpulan.

  b.

  Siswa bersama guru melakukan refleksi pembelajaran.

  c.

  Siswa mengerjakan Tes formatif.

2.1.5 Model Konvensional Ceramah Bervariasi

  Model konvensional ceramah yang dalam istilah asing disebut lecture berasal dari kata latin; lego, (legere,lectus) yang berarti membaca. Kemudian lego di artikan secara umum dengan “mengajar” sebagai akibat guru menyampaikan pelajaran dengan membaca dari buku dan mendiktekan pelajaran dengan penggunaan buku kemudian menjadi “lecture method” atau model konvensional ceramah Gilstrap dan martin (Abdul Aziz Wahab, 2009: 88).

  Model konvensional ceramah telah lama ada didalam sejarah pendidikan di dunia maupun di Indonesia. Sejak dulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya kepada siswa adalah dengan cara lisan atau berbicara. Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2002:13) model konvensional ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan.

  Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa model konvensional ceramah adalah cara guru dalam menyampaikan informasi ataupun bahan pelajaran dengan menggunakan lisan kepada sejumlah siswa. Model konvensional ceramah sering dijumpai pada proses-proses pembelajaran di sekolah mulai dari tingkat yang rendah sampai ke tingkat perguruan tinggi sehingga penggunaannya sudah tidak asing bagi proses pembelajaran.

  Berbagai kekuatan dan kelemahan yang terkandung dalam model konvensional ceramah, pengalaman menunjukan bahwa penggunaan model konvensional ceramah yang dikombinasikan atau divariasikan dengan model lain yang saat ini dikenal dengan model konvensional ceramah bervariasi merupakan salah satu upaya meningkatkan kemampuan penggunaan strategi ceramah yang mulai dikenalkan pada saat upaya perbaikan dalam pendidikan di sekolah melalui proyek pendidikan guru.

  Abdul Aziz Wahab (2008:90) model konvensional ceramah biasanya divariasikan dengan teknik tanya jawab, simulasi dan diskusi. Simulasi sebagai variasi model konvensional ceramah membantu siswa untuk memahami makna melalui yang disebut Socratic intellectualization of data, melalui berfikir reflektif sebagai alat untuk menghilangkan kebingungan (perplexity) dan melalui upaya menemukan sendiri makna dan kebenaran (discovery). Lebih jauh lagi diskusi memungkinkan pertumbuhan kemampuan untuk belajar (inquire). Yang lebih penting dari semua model itu adalah adanya kemungkinan yang disediakan oleh model diskusi untuk berinteraksi antara siswa dengan guru dan dengan kelompoknya (peer). Dengan memvariasi model konvensional ceramah tersebut dengan model mengajar lainnya diharapkan dapat meningkatkan kemungkinan siswa untuk berdialog, berfikir, berpartisipasi, memilih untuk tidak setuju, atau memiliki sikap toleransi terhadap ketidak setujuan orang lain. Hal-hal seperti itu merupakan diantara tujuan-tujuan penting pengajaran IPS di sekolah. Variasi model konvensional ceramah dengan berorientasi pada Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), beberapa hal yang mungkin dilakukan guru diantaranya: a.

  Tanya jawab b. Diskusi kelompok c. Melakukan tugas d. Melakukan simulasi e. Menyusun laporan

  Kelebihan dan Kelemahan Model Konvensional Ceramah Bervariasi

  Menurut Sudjana (2010: 125) model konvensional ceramah bervariasi memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah: 1) Waktu yang disediakan dapat digunakan secara efisien dan efektif. 2) Dapat digunakan pada kelompok peserta didik yang besar jumlahnya. 3)

  Dapat digunakan untuk merangsang peserta didik guna memperluas atau memperdalam informasi melalui kegiatan belajar dengan teknik-teknik lain. 4) Lebih efektif apabila digunakan bagi peserta didik yang telah dewasa. 5)

  Kegiatan belajar dapat menampung pendapat, tanggapan, dan pertanyaan dalam suasana yang menyenangkan.

  Menurut M Basyiruddin Usman (2002) keunggulan model konvensional ceramah bervariasi sebagai berikut. 1)

  Suasana kelas berjalan dengan tenang karena melakukan aktivitas yang sama, sehingga dapat mengawasi murid sekaligus secara komfrehensif. 2)

  Tidak membutuhkan tanaga yang banyak dan waktu yang lama dengan waktu yang singkat dan murid dapat menerima pelajaran pelajaran sekaligus secara bersamaan. 3)

  Pelajaran bisa dilaksanakan dengan cepat karena dalam waktu yang sedikit dapat diuraikan bahan yang banyak. 4)

  Melatih para pelajar untuk menggunakan pendengaran dengan baik sehingga mereka dapat menangkap dan menyimpulkan isi ceramah dengan cepat dan tepat. 5) Dapat memberi motivasi dan dorongan kepada siswa dalam belajar. 6)

  Lebih fleksibel dalam penggunaan waktu dan bahan ajar, jika bahan ajar banyak sedangkan waktu terbatas maka dapat dibicarakan pokok-pokok permasalahan saja, sedangkan bila waktu masih panjang dapat dijelaskan lebih mendetail.

  Sudjana (2010: 125) juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa kelemahan model konvensional ceramah bervariasi diantaranya adalah: 1)

  Peserta didik terhalang untuk merespons secara langsung pada saat pokok-pokok

  2) Waktu yang digunakan mungkin tidak cukup terutama apabila peserta didik sangat aktif dalam kegiatan melalui teknik-teknik lainnya.

  3) Pendidik harus menguasai pokok-pokok informasi dan sumber-sumber lain, terlatih dalam memotivasi dan menyampaikan informasi.

  4) Relatif sulit digunakan bagi peserta didik yang belum dewasa, dan berkelainan. 5)

  Tidak semua jawaban dan penjelasan terhadap pertanyaan dan tanggapan dari peserta didik dapat memuaskan setiap orang.

  Langkah-Langkah Model Konvensional Ceramah Bervariasi

  Langkah-Langkah Pembelelajaran model konvensional ceramah bervariasi sesuai dengan standar proses (Permendikbud 41, 2007: 25) adalah sebagai berikut:

  1. Kegiatan Pendahuluan a.

  Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.

  b.

  Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.

  c.

  Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai uraian kegiatan sesuai silabus.

  2. Kegiatan Inti a.

  Eksplorasi  Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber.

   Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain.  Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.  Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan.

   Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan. Elaborasi.

  b. Elaborasi  Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas- tugas tertentuyang bermakna.

   Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis.  Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut.  Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;  Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar.  Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok.  Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok.  Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan.  Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

c. Konfirmasi  Membantu menyelesaikan masalah.

   Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi.  Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh.  Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

  3. Kegiatan Penutup a.

  c.

  b.

  Guru memberi salam, mengajak siswa untuk berdoa, dan mengabsen siswa.

  Pendahuluan a.

  Berdasarkan langkah-langkah para ahli di atas, peneliti mengadopsi dan memodifikasi langkah-langkah model konvensional ceramah bervariasi dengan permainan TTS adalah sebagai berikut: 1.

  Sintaks Model Konvensional Ceramah Bervariasi dengan Permainan TTS

  Evaluasi dan interaksi untuk memperoleh balikan.

  f.

  Diskusi kelas untuk menilai simulasi serta merumuskan kesimpulannya.

  e.

  Pelaksanaan simulasi.

  d.

  Penyajian informasi permasalahan simulasiyang akan dilakukan.

  Penyajian uraian singkat tentang pokok ceramah dan tujuannya.

  Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran.

  b.

  Pembagian hand out sebelum ceramah dimulai.

  a.

  Berikut ini adalah langkah-langkah model konvensional ceramah bervariasi yang divariasikan dengan metode diskusi dan simulasi menurut Kadyono Merto Diharjono dalam Abdul Aziz Wahab (2008:89).

  f. menyampaikan cakupan materi dan penjelasan.

  e. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

  Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik.

  d.

  Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.

  c.

  Melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram.

  b.

  Guru melakukan apersepsi dengan mengajak siswa menyimak gambar para pahlawan perjuangan penjajahan Belanda dan Jepang. d.

  Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan meginformasikan tentang pokok bahasan yang akan dipelajari.

2. Kegiatan inti

  a. Eksplorasi  Siswa menyimak penjelasan guru tentang masa penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia.

   Siswa menyimak pertanyaan guru tentang peranan tokoh-tokoh pejuang Indonesia

   Siswa menyimak pertanyaan guru tentang tokoh-tokoh pejuang Indonesia melawan Belanda dan Jepang.  Siswa menyimak pertanyaan dari guru tentang isi sumpah pemuda

  b. Elaborasi  Siswa menjawab pertanyaan guru dengan bahasa sendiri.

   Guru mengajak siswa memperhatikan peta asal pahlawan perjuangan.  Guru memberi tugas mengerjakan TTS  Siswa menuliskan jawaban pada lembar TTS.

   Diskusi kelas untuk mencari jawaban yang benar.

  c. Konfirmasi  Guru membuka sesi tanya jawab untuk siswa yang masih belum jelas.

   Guru menentukan pemenang dalam mengisi TTS  Guru memberikan hadiah bagi yang memenangkan permainan TTS 3. Kegiatan Penutup  Siswa bersama guru membuat kesimpulan.

   Siswa mengerjakan soal evaluasi.  Guru memberikan remidi bagi siswa yang belum tuntas.  Guru menutup pembelajaran dengan mengajak semua siswa berdoa.

2.1.6 Hasil Belajar IPS

  Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010 :2). Kemampuan-kemampuan yang dimilki tiap siswa tentu berbeda karena pengalaman belajar yang dialami antara siswa satu dengan siswa lain juga berbeda. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harow yang mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Winkel dalam Purwanto, 2008: 45).

  Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2009: 6) secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitf, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.

  1. Ranah kognitf, berkenan dengan hasil belajar intelektual.

  2. Ranah afektif, berkenan dengan sikap.

  3. Ranah psikomotorik, berkenan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

  Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran bidang/ materi pelajaran dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes. Penguasan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga ranah tersebut dinamakan dengan taksonomi tujuan belajar kognitif. Taksonomi tujuan belajar domain kognitif menurut Benyamin S. Bloom yang telah disempurnakan David Krathwohl serta Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay ds ( Wardani, Nanik Sulistya, dk, 2010:32) adalah menghafal (Remember), memahami (Understand), mengaplikasikan (Aply), menganalisis (Analize), mengevaluasi (Evaluate), dan membuat (create).

  Berdasarkan uraian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa hasil belajar IPS merupakan hasil perubahan tingkah laku siswa yakni meliputi ranah kognitif, afektif, Untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan dan untuk memperoleh hasil belajar maka dilakukan serangkaian pengukuran menggunakan alat evaluasi.

  Teknik yang dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar ada 2 yaitu tes dan non tes.

  a. Tes Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus dijawab, pertanyaan-pertanyaan yang harus dipilh/ ditangapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes. Dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi. Tes berasal dari bahasa Perancis yaitu

  “testum” yang berarti piring untuk menyisihkan logam mulia dari material lain seperti pasir, batu, tanah, dan sebagainya. Kemudian diadopsi dalam psikologi dan pendidikan untuk menjelaskan sebuah instrumen yang dikembangkan untuk dapat melihat dan mengukur dan menemukan peserta tes yang memenuhi kriteria tertentu.

  Menurut Endang Poerwanti, dk (2008:1-5), tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaanya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu.

  Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang diangap benar (Suryanto Adi, dk, 2009). Dari beberapa definisi di atas peneliti menyimpulkan, tes adalah sejumlah pertanyan atau soal-soal yang harus dijawab, dilakukan dalam waktu tertentu dan memiliki tujuan tertentu guna mengukur kemampuan seseorang.

  Tes sangat bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Menurut Endang Poerwanti, dk (2008:4-5) terdapat lima jenis-jenis tes, salah satunya adalah jenis tes berdasarkan bentuk jawabanya, yaitu:

   Tes esei (Esay-type test) Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakanya dalam bentuk tulisan.  Tes jawaban pendek

  Tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan jawaban- jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas, maupun angka-angka.  Tes objektif

  Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia.

  b. Non Tes Teknik nontes sangat penting dalam mengakses peserta didik pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitf. Ada beberapa macam teknik non tes, yaitu: unjuk kerja (performance), penugasan (proyek), tugas individu, tugas kelompok, laporan, ujian praktik dan portofolio.

  Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan dengan alat ukur atau instrumen. Ada instrumen butir- butir soal apabila cara pengukuranya mengunakan tes, apabila pengukuranya dengan cara mengamati atau mengobservasi akan mengunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan cara/ teknik skala sikap akan mengunakan instrumen butir-butir pernyatan.

  Besarnya hasil belajar dalam penelitian ini akan diukur melalui teknik (tes obyektif dan tes esay) dan non tes (unjuk kerja berupa diskusi kelompok dan presentasi).

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Kreativitas Belajar IPS Melalui Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas 4 SDN Bandunggede 02 Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Kreativitas Belajar IPS Melalui Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas 4 SDN Bandunggede 02 Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Kreativitas Belajar IPS Melalui Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas 4 SDN Bandunggede 02 Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Kreativitas Belajar IPS Melalui Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas 4 SDN Bandunggede 02 Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Kreativitas Belajar IPS Melalui Pendekatan Inkuiri Siswa Kelas 4 SDN Bandunggede 02 Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pelajaran 2014/2015

0 1 83

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Picture and Picture Berbantu Permainan Puzzle untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas 1 SD N Batur 03 Getasan

0 0 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Picture and Picture Berbantu Permainan Puzzle untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas 1 SD N Batur 03 Geta

0 1 23

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Picture and Picture Berbantu Permainan Puzzle untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas 1 SD N Batur 03

0 0 19

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Picture and Picture Berbantu Permainan Puzzle untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas 1 S

0 0 70

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Picture and Picture Berbantu Permainan Puzzle untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas 1 SD N Batur 03 Getasan Semarang

0 0 18