pemilu 2014 kota padang docx

A. Latar Belakang Masalah
Wanita sebagai objek studi banyak diabaikan. Hanya dibidang perkawinan
dan keluarga ia dilihat keberadaannya, dengan kata lain bersifat tradisional
sebagaimana ditugaskan kepadanya oleh masyarakat yang lebih besar, tempat
kaum wanita adalah di rumah1. Wanita dalam konteks sempit mengenai
keluarga

dan reproduksi, filosof seperti Rosseau menegaskan suatu

rasionalitas, bahwa laki-laki (man) mempunyai kapasitas akal-budi untuk
menguasai seluruh “kehidupan manusia” (mankind), tetapi wanita, berdasarkan
sifat-sifatnya mesti dibatasi pada pendidikan dan tugas-tugas rumah tangga2
Perbedaan secara sex antara laki–laki dan perempuan yang kodrati
membawa dampak sosial kultural, secara kesempatan dan peluang pada banyak
bidang seperti Ekonomi, Politik, Pendidikan. Orang masih melihat melihat
perbedaan yang jelas antara laki–laki dan perempuan, hal ini terlihat dari
penguasaan sektor Publik yang didominasi oleh laki–laki sedangkan
perempuan banyak mengerjakan pekerjaan pada sektor domestik (urusan
rumah tangga). Hal ini terjadi tidak hanya karena kualitas perempuan yang
terkadang kurang bisa bersaing jika dibandingkan dengan laki–laki ditambah
lagi beberapa masyarakat yang ada juga menganut budaya patriarki3 tentunya

akan semakin membuat posisi wanita sulit mendapatkan aksespada sektor
domestik yang selama ini memang selalu dikendalikan oleh laki-laki.
Berbagai diskriminasi yang diterima para perempuan selama ini seperti
ketimpangan pendidikan, kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan

1 Ehrlich, 1971:421 dalam Jane dan Hellen Moore. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta: PT Rineka
Cipta hal 1
2 Jane dan Hellen Moore. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta: PT Rineka Cipta hal 22
3 Budaya yang beranggapan bahwa laki – laki lebih superior (lebih tinggi) dan perempuan
Inferior (lebih rendah)

perempuan, marginalisasi,

subordinasi perempuan, stereotip jenis kelamin,

beban kerja yang lebih berat 4, Gender merupakan suatu sifat yang melekat
pada kaum laki–laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial
maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan dikenal lemah lembut, cantik,
emosional, atau keibuan. Sementara para laki–laki dianggap kuat, rasional,
jantan dan perkasa.5 Ciri ini sebenarnya dapat dipertukarkan artinya laki–laki

juga bisa memiliki sifat seperti perempuan dan begitu juga sebaliknya.
Permasalahan adanya gender dalam politik selama ini tidak dapat
dipungkiri kenyataannya. Politik memang seperti dunianya kaum laki–laki
secara kultural, namun sebenarnya kaum perempuan juga memiliki hak sama
dalam kebebasan berpolitik baik itu keterlibatan politik secara pasif maupun
keterlibatan secara aktif. Dalam keterlibatan para perempuan dalam politik
praktis selama ini dinilai kurang memdapatkan porsi yang selayaknya,
walaupun telah banyak hal ini mendapatkan perhatian berbagai pihak mulai
dari aparatur negara sampai pada pihak – pihak yang juga memperjuangkan
hak para kaum perempuan di panggung politik. Hal ini dilihat dari Intruksi
Presiden Republik Indonesia (INPRES) No 9 tahun 2000 Pengarusutamaan
Gender Dalam Pembangunan Nasional Republik Indonesia. Konvensi
mengenai hak politik perempuan tahun 1952 diratifikasi menjadi UU No 68
Tahun 1958, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap

4 Wirdanengsih, 2011. Dinamika perempuan dalam kajian gender. Bogor : Yayasan Lentera
Istiqlal (Hal 3-5)
5 Op cit. (Hal. 8)


Perempuan (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3277).
Berbagai cara yang telah ditempuh agar proposisi dan keterwakilan
perempuan di pangung politik dapat mewakili suara parempuan. Adanya quota
30 % pada pemilu tahun 2004 dan sistem silang seling bagi perempuan pada
pemilu 2009 sehingga setiap parpol harus memiliki kader atau caleg
perempuan dengan munculnya aturan baru tersebut hal ini merupakan tindakan
affirmatif action guna memberi kesempatan seluas–luasnya bagi perempuan
berkiprah di bidang politik namun hal ini belum memberikan kesempatan
keterwakilan perempuan dengan sistem penempatan caleg secara Zig Zag
dengan harapan keterwakilan perempuan dengan jumlah yang lebih banyak
lagi, harapan ini seolah-olah gugur dengan keluarnya keputusan mahkamah
konstitusi No 22-24/PU-VI/2008 dengan keputusan caleg yang terpilih adalah
berdasarkan suara terbanyak bukan no urut lagi.
Di samping itu banyak orang yang mempertanyakan kualifikasi caleg
perempuan dalam panggung politik, secara umum masyarakat Indonesia
memang

memiliki


persepsi

masing–masing

tentang

perempuan

dan

dibandingkan laki–laki mereka memiliki tingkat kepercayaan sendiri dalam
masyarakat. Ini juga permasalahan gender karena anggapan laki–laki lebih
layak dan patut menjadi pemimpin dari pada perempuan. Konteks perempuan
dalam panggung politki memang sangat subjektif sekali karena pandangan
masyarakat Indonesia masih memiliki budaya patriarki yang tinggi dan
propaganda yang berbau gender selama ini. Tak terkecuali di Sumatera Barat,
Jika melihat dari perbandingan jumlah penduduk Indonesia BPS jumlah

Penduduk Indonesia sekarang 244.011.299 jiwa dan khusus Provinsi Sumatera
Barat 4.555.810 jiwa dengan perbandingan jumlah laki–laki 2.248.970 jiwa

dan perempuan 2.306.840 dengan sex ratio 07. 6
Dari data yang BPS di atas terlihat perbandingan jumlah penduduk
Indonesia khususnya Sumatera Barat dimana jumlah penduduk perempuan
lebih banyak dari pada jumlah penduduk laki–laki namun keterwakilan secara
politik wanita jauh lebih sedikit dari laki–laki padahal ada banyak wacana
tentang perempuan yang juga harus melibatkan perempuan itu langsung dalam
panggung politik. Ketimpangan jumlah perwakilan politik memang jelas sekali
terlihat, Di Indonesia seperti data Hasil riset Puskapol UI7 tentang pencalonan
perempuan pada Pemilu 2009 menunjukkan bahwa memperbanyak jumlah
caleg perempuan akan membuka peluang keterpilihannya di setiap daerah
pemilihan. Data berikut ini menunjukkan untuk pencalonan DPR RI, total
wilayah daerah pemilihan (gabungan kabupaten/kota) tingkat DPR RI yang
pencalonan perempuan di bawah 30% terdapat di 8 daerah pemilihan dari 77
daerah pemilihan DPR RI, atau setara 10% total wilayah. Seperti dilihat pada
tabel berikut ini:
Perolehan suara caleg perempuan juga signifikan menambah perolehan
suara partai politik di setiap daerah pemilihan. Data Puskapol UI menunjukkan
dari total suara pemilih untuk caleg DPR RI (71.865.110), sejumlah 16 juta
adalah suara pemilih yang diberikan untuk caleg perempuan (setara 22,45%).
Selanjutnya dilihat dari data 463 kabupaten/kota, terdapat di 206 kab/kota,

suara yang diberiukan untuk caleg perempuan mencapai 11-20%. Bahkan ada
6 BPS (Badan Pusat Statistik). Diakses 20 Maret 2014
7 Puscapol. UI. Center For Pilitical Studies. Pecalonan 30 % Perempuan Pada Pemilu 2014.
Diakses 21 Maret 2014

sejumlah kabupaten/kota yang suara untuk caleg perempuan mencapai lebih
dari 50%, melebihi jumlah suara untuk caleg laki-laki. Ini merupakan wilayah
tinggi perolehan suara caleg perempuan yang (mestinya) potensial bagi
keterpilihan caleg perempuan. Seperti informasi tabel berikut ini:

No

Persen perolehan suara caleg
perempuan DPR di kabupaten/kota

Jumlah kabupaten/kota
(total 463 kab/kota)

0 – 10%


50 kab/kota (11%)

11- 20%

206 kab/kota (44%)

21 – 30%

134 kab/kota (29%)

31 – 50%

66 kab/kota (14%)

Di atas 50%

7 kab/kota (2%)

1


2

3

4

5
Data di atas telah memberikan gambaran tentang peluang dan kiprah
perempuan dipanggung politik.
Sumatera Barat salah satu Provinsi yang juga ikut dalam pemilu 2014.
Secara konstitusi tentunya hak semua perempuan Indonesia tak terkecuali
siapapun dia, dari latar belakang apapun berhak mendaftarkan diri menjadi
caleg. Begitupun perempuan di Sumatera Barat juga berhak mendapatkan hak
berpolitik salah satunya dengan cara menjadi kader dan caleg yang akan

diusung oleh 15 parpol yang lulus verifikasi pemilu dan seleksi untuk
mengikuti pemilu 2014 seperti data KPU Sumbar8

No


Dapil 1

Dapil 2

Dapil 3

Dapil 4

Dapil 5

Jumlah

Lk

Pr

Lk

Pr


Lk

Pr

Lk

Pr

Lk

Pr

Lk

Pr

Nasdem

6


3

6

3

7

3

5

3

6

3

30

15

PKB

6

3

6

3

7

3

5

3

6

3

30

15

PKS

6

3

6

3

7

3

5

3

6

3

30

15

PDIP

6

3

5

3

6

4

5

3

6

3

28

16

Golkar

6

3

6

3

7

3

5

3

5

3

29

15

Gerindra

6

3

6

3

7

3

5

3

6

3

30

15

Demokrat

6

3

6

3

7

3

5

3

5

4

29

16

PAN

6

3

6

3

7

3

5

3

6

3

30

15

PPP

6

3

6

3

7

3

5

3

5

3

29

15

Hanura

6

3

6

3

7

3

5

3

6

3

30

15

PBB

6

3

6

3

6

4

5

3

6

3

29

16

Parpol

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11
8 www.kpu-sumbarprov.go.id diakses 6 Juni 2014

PKPI

6

3

0

0

7

3

5

3

6

3

24

12

348

180

12
Jumlah

Ket:
Dapil 1: Kecamatan Koto Tangah
Dapil 2: Kecamatan Pauh, Kecamatan Kuranji
Dapil 3: Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kecamatan Lubuk Begalung,
Kecamatan Lubuk Kilangan
Dapil 4: Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Padang Timur
Dapil 5: Kecamatan padang Barat, Kecamatan Padang Utara, Kecamatan
Nanggalo.
Dari data KPU Sumbar di atas dapat terlihat data jumlah caleg perempuan
di Kota padang masih sangat minim dibandingkan dengan caleg laki–laki,
namun dengan munculnya banyak perempuan sebagai caleg tentunya
membawa angin segar pada aspirasi politik kaum perempuan. Permasalahanya
adalah pegakuan secara sosial kultural terhadap caleg–caleg perempuan yang
mengajukan diri dalam pemilu hanya untuk meramaikan pesta demokrasi
semata, mereka sebagai pelengkap daftar urut caleg, hanya untuk
mempercantik nama parpol karena telah mengusung nama perempuan dan
untuk lulus syarat yang ditetapkan KPU dengan mengusung caleg perempuan
30 % dari quota. Lebih parahnya lagi jika perempuan mendaftarkan diri
sebagai caleg mereka seakan – akan sudah benar – benar harus siap kalah dan
kehilangan semua yang telah dikorbankan selama proses pemilihan hal ini juga
diperparah dengan Stereotipe9, hal ini dibuktikan dengan penghitungan hasil
9 Stereotipe : sikap yang memberikan anggapan / penilaian mengenai sifat/ karakter kelompok
tertentu berdasarkan prasangka subjektif dan mengabaikan fakta. Atau sebagai pemberian citra
kaku terhadap kelompok lain (Suku bangsa, Ras, Agama, Jenis kelamin )

akhir perolehan suara dan KPU Kota Padang Menetapkan caleg yang berhasil
terpilih sebagai anggota DPRD Kota Padang periode 2014-2019 sebagai
berikut:10
No

Nama Parpol
Nasdem

LK
2

PR
2

Jumlah
4

PKB

1

-

1

PKS

5

-

5

PDIP

3

-

3

Golkar

5

-

5

Gerindra

4

2

6

Demokrat

5

-

5

PAN

6

-

6

PPP

2

2

4

Hanura

4

1

5

PBB

1

-

1

PKPI

-

-

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jumlah
38
7
45
Data diatas menunjukan ketidaktarikan masyarakat untuk memilih caleg
perempuan sebagai wakil mereka di pemerintahan dengan mengesampingkan
berbagai alasan kenapa masyarakat lebih cenderung memilih caleg laki-laki.
Sebenarnya

antara masyarakat dengan politik sendiri memiliki hubungan

timbal balik11
Politik

(Proses

dan

sistem)

10 DiaksesMasyarakat
29 Juni2014
kebijakan,
keputusan,
11 Damsar. 2012. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta:
Kencanapengambilan
Prenada Media Group
hal 13

kekuasaan, negara, dan pembagian
(distribution)
atau
alokasi
(Allocation), dan lain - lain

Interaksi Sosial:
Ket: dan pola
Proses
: Hubungan timbal balik
: Hubungan inklusif
Artinya masyarakat merupakan suatu realitas yang di dalamnya terjadi
proses interaksi sosial dan pola interaksi sosial. Jadi ketika masyarakat
menerima ataupun menolak figur seorang perempuan di ranah politik
tergantung kondisi sosial budaya dan pola pikir masyarakat termasuk
kecenderungan masyarakat lebih memilih caleg laki-laki dibandingkan dengan
celeg perempuan.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis ingin memfokuskan
penelitian ini pada pastisipasi perempuan dalam pemilu 2014. Berangkat dari
permasalah tersebut maka pertanyaan yang akan dijawab adalah

Apakah

caleg perempuan kurang menarik bagi masyarakat dan apakah caleg
perempuan tidak mampu menjadi pemimpin pada bidang politik ?.
C. Tujuan
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan. Apakah caleg perempuan kurang
menarik bagi masyarakat dan apakah caleg perempuan tidak mampu menjadi
pemimpin di bidang politik
D. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat akademis: akan menghasilkan tulisan ilmiah yang berkaitan
dengan partisipasi politik perempuan pada pemilu 2014
2. Manfaat teoritis: penelitian ini akan memperkuat teori sebelumnya dan
juga mengkritik teori yang sudah ada

3. Manfaat praktis: penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat yang ingin

terjun dan berkiprah di panggung politik

terutama para celeg perempuan

Daftar Pustaka
Brunetta R. Wolfman. 1989. Peran Kaum Wanita. Yogyakarta: Kanisius
Damsar. 2012. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Fakih, Mansour. 1999. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Jackson, Stevi dan Jackie, Jones. 2009. Pengantar Teori – Teori Feminisme
Kontemporer. Yogyakarta & Bandung : Jalasutra (sumber terjemahan
Contemporary Feminist Theories, Edited By Stevi Jackson and Jackie
Jones, New York University Press, 1998)
Jane dan Hellen Moore. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta: PT Rineka Cipta
Puscapol. UI. Center For Pilitical Studies. Pecalonan 30 % Perempuan
Pada Pemilu 2014. Diakses 21 Maret 2014
Wirdanengsih, 2011. Dinamika Perempuan Dalam Kajian Gender. Bogor :
Yayasan Lentera Istiqlal
www//http:BPS(Badan Pusat Statistik). Diakses 20 Maret 2014
www.kpu-sumbarprov.go.id diakses 6 Juni 2014

Outline
Patisipasi Politik Perempuan Dalam Pemilu 2014

Arjenia Tona Arman
17605/2010

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014