Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

Diharapkan dapat menjadi masukan, referensi, dan bahan perbandingan bagi
peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dibidang yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Uraian Teoritis

2.1.1 Pemasaran Relasional (Relationship Marketing)
2.1.1.1 Pengertian Pemasaran Relasional
Perusahaan dan para pemasar senantiasa berusaha untuk memodifikasi strategi
pemasaran.Perusahaan semakin mengerti bahwa pelanggan adalah nyawa atau
kehidupan perusahaan.Setiap pelanggan,terutama pelanggan yang loyal harus dijaga
agar tidak berpaling keperusahaan yang lain.Setiap produk yang ditawarkan ,proses
penawaran sampai pada cara bertransaksi harus disesuaikan dengan keinginan setiap
pelanggan.Inilah satu rangkaian relationship marketing.
Menurut Chan (2003:6), pemasaran relasional merupakan pengenalan pada
setiap pelanggan secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah yang
dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara pelanggan dan
perusahaan.

Menurut Kottler (2008:15), Manajemen Hubungan Pelanggan (Customer
Relationship Management) adalah keseluruhan proses membangun dan memelihara
hubungan pelanggan yang menguntungkan dengan menghantarkan nilai dan kepuasan

pelanggan yang unggul. Proses ini berhubungan dengan semua aspek untuk meraih,
mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan.
Relationship

marketing

adalah

pertumbuhan,

pengembangan,

dan

pemeliharaan dalam jangka panjang yang menimbulkan hubungan biaya efektif
dengan pelanggan, pemasok, karyawan, dan rekan-rekan lain yang saling

menguntungkan (Tandjung, 2004, p.89 dalam Ferisca.S & Mely.T).
Tujuan utama Relationship Marketing sebenarnya adalah untuk menemukan
Lifetime Value (LTV) dari pelanggan.Setelah LTV didapat tujuan selanjutnya adalah
bagaimana agar LTV masing-masing kelompok pelanggan dapat diperbesar dari
tahun ke tahun
Menurut Khoe (1997:6) diperlukan beberapa langkah yang harus dilaksanakan
dalam menjamin keberhasilan dari implementasi pembinaan hubungan jangka
panjang. Langkah-langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1). Mengidentifikasi pelanggan utama
Langkah ini merupakan kegiatan memilih pelanggan utama sebagai target
“relationship marketing”. Disini penambahan pelanggan dapat disiapkan, sehingga
kinerja dan perubahan yang luar biasa atau merupakan pelopor pengembangan
industri baru.
2). Mengumpulkan dan menggunakan informasi pelanggan
Merupakan

kegiatan

penunjukan


manajer

relationship

yang

terlatih

dan

berpengalaman. Manajer ini berkewajiban didalam mempersiapkan orang-orang

penjualan yang melayani pelanggan sesuai dengan karakteristik dari pelanggan
tersebut.
3). Mengukur nilai pelanggan dan program Relationship Marketing
Dalam kegiatan ini dilakukan penjelasan relationship, tujuan, tanggung jawab,
kriteria evaluasi, kalau perlu menempatkan sesorang manajer atau lebih untuk
melayani satu pelanggan utama dan potensial untuk melayani semua kebutuhan
pelanggan tersebut.

4). Mengelola dan memotivasi organisasi bagi Relationship Marketing
Merupakan kegiatan yang membangkitkan dan mengkomunikasikan organisasi untuk
membina hubungan dengan konsumen jangka panjang, atau dengan kata lain
merupakan

dukungan

organisasi

dalam

meningkatkan

keefektifan

manajer

relationship.
5). Marketing sebagai himpunan pikiran terhadap fungsi
Langkah ini merupakan perpaduan dan kerja sama antara bagian didalam organisasi

untuk mendukung “relationship marketing” dan menjadikan organisasi lebih sebagai
kumpulan pikiran, dibandingkan dengan fungsi organisasi.
6). Meningkatkan dan memantapkan keterkaitan dengan pelanggan
Langkah ini meliputi perencanaan dan penetapan tujuan, strategi, tindakan spesifik,
dan sumber daya yang dibutuhkan.
Menurut Chan (2003:13), era relationship marketing yakni:
1.

Era Sebelum Relationship Marketing

Pada era conventional marketing, sampai pertengahan dekade 90-an, banyak
pemasar yang meyakini bahwa loyalitas pelanggan pada dasarnya terbentuk
karena adanya 2 pilar yakni: value dan brand. Pada era itu, para pemasar
sangat sadar bahwa loyalitas pelanggan merupakan dorongan yang sangat
penting untuk menciptakan penjualan. Pelanggan akan menjadi loyal kalau ia
memandang perusahaan itu sebagai perusahaan yang baik. Suatu perusahaan
dikatakan baik bila pelanggan bersedia melakukan pembelian pertama dari
perusahaan itu, dan setelah pembelian pertama, ia punya keinginan untuk
melaukan pembelian berikutnya berulang-ulang.
2.


Era Sesudah Relationship Marketing
Perkembangan yang terjadi belakangan ini memberikan kesadaran dibenak
para pemasar bahwa loyaliats pelanggan tidak bisa diperoleh hanya dengan
mengandalkan value dan brand. Loyalitas pelanggan harus dibangun dengan
usaha keras dalam bentuk personalisasi, customize marketing program, atau
disebut juga one to one marketing.
Menurut Peppers (2004:23), pembelajaran relationshipbisa juga didasarkan

dari sebuah kepercayaan yang melekat antara seorang pelanggan dan sebuah
perusahaan.
2.1.1.2 Karakteristik Relationship
Menurut Peppers (2004:35-37), karakteristik hubungan antara perusahaan dan
pelanggan adalah:

1.

Sebuah hubungan (relationship) termasuk kebersamaan. Ini berarti bahwa
relationship keduanya yaitu antara perusahaan dan pelanggan harusmelekat
dalam sifatnya. Ini mungkin kelihatannya seperti pikiran sehat.


2.

Sebuah hubungan (relationship) digerakkan oleh interaksi. Ketika

kedua

belah pihak berinteraksi, mereka saling bertukar informasi, dan pertukaran ini
adalah motor atau penggerak utama untuk membangun

sebuah hubungan

(relationship).
3.

Peranan ini mengarah ke karakteristik ketiga dari sebuah hubungan
(relationship) : ini pada dasarnya berulang-ulang.Maksudnya, sejak kedua
belah pihak sedang berinteraksi satu sama lain, interaksi mereka
membangun cerita , akhirnya – membangun sebuah keadaan.


4.

Karakteristik lain dari sebuah hubungan (relationship) pelanggan adalah
bahwa ini akan mendorong keuntungan yang terus-menerus dari kedua
belah pihak.

5.

Hubungan (relationship) juga membutuhkan perubahan perilaku dari
kedua belah pihak – perusahaan sama baiknya seperti pelanggan – dan
terus berlanjut.

6.

Karakteristik

lainnya

dari


sebuah

hubungan

(relationship),

ternyata

mungkin ini tidak tampak seperti sebutan yang berharga, adalah keunikan.
Setiap hubungan (relationship) adalah berbeda. Hubungan (relationship)
didasari dengan individu, bukan dengan populasi.

7.

Produk dan syarat pokok/utama dari sebuah kesuksesan, keberlanjutan
hubungan (relationship) adalah kepercayaan (trust).

Kepercayaan dan kasih sayang dan kepuasan semua perasaan yang terkait
pada bagian dari konsumen terhadap sebuah perusahaan yang mana dia memiliki
hubungan (relationship). Itu merupakan unsur-unsur yang lebih emosional dari

sebuah hubungan (relationship) ; tetapi untuk sebuah perusahaan untuk mengakui
dan menggunakan unsur-unsur yang menguntungkan , itu harus mampu
mencocokkan

budaya

dan

perilaku

sendiri

dengan

kebutuhan

dalam

membangkitkan dan mempertahankan kepercayaan dari pelanggan.Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Witley dalam Wilfridus B. Elu (1995:15) bahwa besarnya

biaya yang diperlukan untuk memperoleh seorang pelanggan baru adalah lima kali
lipat dari biaya yang diperlukan untuk mempertahankan loyalitas seorang
pelanggan lama. Oleh karena itu, perpindahan nasabah dari suatu perusahaan jasa
merupakan ancaman terhadap investasi, transaksi, dan laba masa depan.
Dalam kaitan ini, Wilfridus (1997:14) memberikan beberapa manfaat spesifik
dari Relationship Marketingbagi perusahaan, seperti diuraikan berikut ini :

1. Adanya penerimaan dan profit margin dimasa depan dari konsumen yang loyal.

2. Adanya peluang untuk penjualan produk lain. Konsep brand equity dan perluasan
merek untuk produk-produk yang berhubungan.

3. Ada berita dari mulut ke mulut (word of mouth) yang positif dari pelanggan yang
terpuaskan dan adanya penjualan dari pihak-pihak lain yang terpengaruh oleh
informasi tersebut.

4. Pendekatan Realationship Marketingini dapat meningkatkan kualitas pelayanan
dan produk

5. Jalinan kerja sama jangka panjang juga berpotensi untuk menekan biaya-biaya
yang berkaitan dengan penelitian pemasaran, biaya penanganan pengaduan atau
biaya-biaya untuk menarik minat pembeli melalui taktik-taktik promosi.Pelanggan
yang keterlibatannya tinggi dan merasa diterima atau dipercayai oleh perusahaan
dapat melakukan sendiri beberapa bagian dari unsur pelayanan tanpa imbalan.

2.1.2 Pemasaran Rasional (Rational Marketing)
Pemasaran Rasional (Rational Marketing) merupakan strategi pemasaran yang
dirancang berdasarkan motivasi konsumen dalam memilih produk karena alasan
rasional (Kartajaya, 2004:12).
Pemasaran

Rasional

lebih

sering

diartikan

sebagai

conventional

marketing.Biasanya seseorang membeli berdasarkan pertimbangan logika atau
rasionya. Setelah secara rasional orang mau, tertarik dan membeli produk atau jasa
yang ditawarkan. Pada level rational ditandai dengan penggunaan tools marketing
yang cerdas, seperti marketing mix, branding, positioning dan sebagainya.
Suatu perusahaan dikatakan menggunakan pemasaran rasional apabila :

1. Perusahaan mampu menghasilkan produk yang memberikan kegunaan
optimal bagi konsumen
2. Produk tersebut benar-benar dibutuhkan konsumen
3. Mutu produk terjamin
4. Harga terjangkau dan sesuai dengan kemampuan konsumen
Andreani (2007:2) berpendapat bahwa “dengan berpikir (think) dapat
merangsang kemampuan intelektual dan kreativitas seseorang”. Schmitt dalam Rini
(2009:3) perusahaan berusaha untuk menantang konsumen, dengan cara memberikan
problem-solving experiences, dan mendorong pelanggan untuk berinteraksi secara
kognitif dan/atau secara kreatif dengan perusahaan atau produk. Iklan pikiran
biasanya lebih bersifat tradisional, menggunakan lebih banyak informasi tekstual, dan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawabkan. Menurut Schmitt cara
yang baik untuk membuat think campaign berhasil adalah (1) menciptakan sebuah
kejutan yang dihadirkan baik dalam bentuk visual, verbal ataupun konseptual, (2)
berusaha untuk memikat pelanggan dan (3) memberikan sedikit provokasi.
1.

Kejutan (Surprise)
Kejutan merupakan suatu hal yang penting dalam membangun pelanggan agar
mereka terlibat dalam cara berpikir yang kreatif. Kejutan dihasilkan ketika
pemasar memulai dari sebuah harapan. Kejutan harus bersifat positif, yang
berarti pelanggan mendapatkan lebih dari yang mereka minta, lebih
menyenangkan dari yang mereka harapkan, atau sesuatu yang sama sekali lain

dari yang mereka harapkan yang pada akhirnya dapat membuat pelanggan
merasa senang. Dalam experiental marketing, unsur surprise menempati hal
yang

sangat

penting

karena

dengan

pengalaman-pengalaman

yang

mengejutkan dapat memberikan kesan emosional yang mendalam dan
diharapkan dapat terus membekas di benak konsumen dalam waktu yang
lama.
2.

Memikat (Intrigue)
Jika kejutan berangkat dari sebuah harapan, Intrigue campaign mencoba
membangkitkan rasa ingin tahu pelanggan, apa saja yang memikat pelanggan.
Namun, daya pikat ini tergantung dari acuan yang dimiliki oleh setiap
pelanggan. Terkadang apa yang dapat memikat seseorang dapat menjadi
sesuatu yang membosankan bagi orang lain, tergantung pada tingkat
pengetahuan, kesukaan, dan pengalaman pelanggan tersebut.

3.

Provokasi (Provocation)
Provokasi dapat menimbulkan sebuah diskusi, atau menciptakan sebuah
perdebatan. Provokasi dapat beresiko jika dilakukan secara tidak baik dan
agresif.

2.1.3 Pemasaran Emosional
Emosional adalah pembelian yang berkaitan dengan perasaan atau emosi
seseorang dan bersifat subjektif seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, dan
sebagainya. Pembelian yang didasari motivasi emosional terjadi pada saat proses

penyeleksian barang dan jasa, didasari oleh alasan yang subjektif dan pribadi, seperti
misalnya kebanggaan, ketakutan, afeksi atau status. Pemasaran emosional merupakan
strategi pemasaran yang dirancang berdasarkan keinginan membeli konsumen untuk
dapat mengekspresikan emosi dan perasaannya (Kartajaya, 2004:14).
Perasaan disini sangatlah berbeda dengan kesan sensorik karena hal itu
berkaitan dengan suasana hati dan emosi jiwa seseorang. Ini bukan sekedar
menyangkut keindahan, tetapi suasana hati dan emosi jiwa yang mampu
membangkitkan kebahagiaan atau bahkan kesedihan (Andreani, 2007:2).
Menurut Schmitt dalam Rini (2009:3)

perasaan berhubungan dengan

perasaan yang paling dalam dan emosi pelanggan. Iklan yang bersifat feel good
biasanya digunakan untuk membuat hubungan dengan pelanggan, menghubungkan
pengalaman emosional mereka dengan produk atau jasa, dan menantang pelanggan
untuk bereaksi terhadap pesan feel campaign sering digunakan untuk membangun
emosi pelanggan secara perlahan. Ketika pelanggan merasa senang terhadap produk
yang ditawarkan perusahaan, pelanggan akan menyukai produk dan perusahaan.
Sebaliknya, ketika pelanggan merasa tidak senang terhadap produk yang ditawarkan
perusahaan, maka konsumen akan meninggalkan produk tersebut dan beralih kepada
produk lain. Jika sebuah strategi pemasaran dapat mencipktakan perasaan yang baik
secara konsisten bagi pelanggan, maka perusahaan dapat menciptakan loyalitas merek
yang kuat dan bertahan lama.

Menurut Schmitt dalam Rini (2009:3), yakni Affective experience adalah
tingkat pengalaman yang merupakan perasaan yang bervariasi dalam intensitas, mulai
dari perasaan yang positif atau pernyataan mood yang negatif sampai emosi yang
kuat. Jika pemasar untuk menggunakan affective experience sebagai bagian dari
strategi pemasaran, maka ada dua hal yang harus diperhatikan dan dipahami, yaitu:
1.

Suasana hati (moods), Moods merupakan affective yang tidak spesifik.
Suasana hati dapat dibangkitkan dengan cara memberikan stimulus yang
spesifik. Suasana hati merupakan keadaan afektif yang positif atau negatif.
Suasana hati seringkali mempunyai dampak yang kuat terhadap apa yang
diingat konsumen dan merek apa yang mereka pilih.

2.

Emosi (emotion), lebih kuat dibandingkan suasana hati dan merupakan
pernyataan afektif dari stimulus yang spesifik, misalnya marah, iri hati, dan
cinta. Emosi-emosi tersebut selalu disebabkan oleh sesuatu atau seseorang
(orang, peristiwa, perusahaan, produk, atau komunikasi).
Menurut Berndt Schmitt dalam Kartajaya (2006:10) bahwa di era ini

sangatlah penting menyentuh panca indra pelanggan. Untuk itu, pemasar haruslah
dapat mengidentifikasi bagaimana produk atau servis mereka dapat menyentuh emosi
pelanggan.
Perasaan atau feeling merupakan akar yang dalam banyak hal mempengaruhi
segala perilaku,sebab perasaan terkait dengan emosi.Emosi sangat mempengaruhi
pemikiran seseorang ,emosi membentuk dan mempengaruhi penilaian dan emosi

membentuk perilaku .Oleh sebab itu,perusahaan harus memberi perhatian penting
untuk memperhatikan emosi pelanggan, dan berusaha mempengaruhi pelanggan
sehingga mereka memilki emosi yang positif.Dengan upaya ini diharapkan pemikiran
dan perilaku mereka terhadap perusahaan , produk dan jasa yang ditawarkan menjadi
positif pula.
2.1.4 Pemasaran Spiritual
Pada masa sekarang ,pemasaran tidak hanya diterjemahkan dalam pegertian
positioning , diferensiasi dan merek yang dibungkus dalam identitas merek,integritas
merek , dan menghasilkan citra merek .Pemasaran spiritual merupakan yang beretika
dan jujur yang memaksimalkan pecapaian kepuasan pemangku kepentingan secara
seimbang
Pemasaran spiritual (spiritual marketing) merupakan strategi pemasaran yang
dirancang berdasarkan etika dan kejujuran (Mussry, dkk., 2007:18).
Prinsip-prinsip spiritual marketing yakni:
1.

Pelanggan harus dicintai perusahaan karena hanya dangan mencintai
pelanggan sebuah perusahaan akan bertahan hidup. Sedangkan pesaing
harus dipandang sebagai mitra untuk berkembang sehingga harus di hormati.

2.

Tingkat persaingan yang semakin ketat, globalisasi dan perkembangan
teknologi, marketer harus semakin sensitive dalam melihat perubahan dan
siap sedia selalu apabila sewaktu-waktu keadaan memaksanya untuk
berubah.

3.

Prinsip yang menekankan perusahaan tidak perlu berambisi

memenuhi

kebutuhan dan keinginan semua orang tapi harus dapat melayani segmen pasar
yang benar membutuhkannya.
Perkembangan pemasaran spiritual sendiri mampu mengembalikan nilai-nilai
agama ditengah-tengah kehidupan perekonomian masyarakat kita. Dalam berbisnis
telah muncul kesadaran akan pentingnya etika, kejujuran, dan prinsip-prinsip agama
lainnya. Perusahaan-perusahaan yang telah menjalankan bisnis dengan menerapkan
pemasaran spiritual telah memberikan contoh kepada kita, tentang cara-cara berbisnis
yang berpegang teguh pada kebenaran, kejujuran, sikap amanah, serta tetap
memperoleh keuntungan. Nilai-nilai inilah yang menjadi landasan atau hukum dalam
melakukan suatu bisnis. Oleh karenanya, kita bisa mencontoh perusahaan-perusahaan
seperti itu dengan mengutamakan nilai-nilai spiritual. Dalam melakukan pemasaran
dan bisnis dipenuhi oleh nilai-nilai ibadah dan menjadikan Allah sebagai
persinggahan terakhir dari spirit aktifitas ekonomi yang kita lakukan. Kita bekerja
dan

berbisnis

hanyalah

untuk

Allah,

maka

segala

sesuatunya

kita

pertanggungjawabkan kepada-Nya.
Istilah spiritual marketing memang kerap kali didengar dalam kegiatan
pemasaran yang biasa diusung oleh lembaga keuangan syariah. Disamping istilah
spiritual marketing, beberapa pihak sering juga menggunakan istilah sharia
marketing. Arti dari keduanya hampir mempunyai kesamaan, yaitu satu model
kegiatan pemasaran yang dilandasi oleh nilai-nilai spiritual atau nilai syariah. Dari

sini, dapat difahami, nilai-nilai spiritual yang ada dalam sebuah ajaran agama, dapat
dijadikan pedoman bagi pengikutnya dalam menjalankan aktivitas ekonominya.
Pada prinsipnya, spiritual marketing merupakan bagian dari etika marketing
yang dapat memberikan panduan bagi marketer dalam menjalankan kegiatan
pemasarannya sehingga sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh perusahaan.
Tujuan dari kegiatan pemasaran diharapkan mengarah pada pemerolehan keuntungan
yang besar bagi perusahaan. Oleh karena itu, secara internal, perusahaan sudah
mempunyai rambu-rambu tersendiri dalam melaksanakan kegiatan pemasaran.
Pendekatan spiritual dalam membangun brand, misalnya, diyakini tidak hanya
sanggup mendongkrak profit, lebih dari itu mampu menebarkan value yang menjamin
kelanggengan merek. Bahkan sanggup membentuk diferensiasi yang tak tertandingi.
Lalu dimana sesungguhnya efek luar biasanya? Bahwa pemasaran tidak hanya dalam
pengertian the meaning of marketing, melainkan juga dalam pengertian marketing of
the meaning. Yang berarti adanya tuntutan agar dunia pemasaran menunjukkan
nilainya. Bahwasanya pemasaran tidak hanya produk dan manfaat fungsional ataupun
emosional, melainkan mesti pula menonjolkan manfaat spiritual.
2.1.5 Kepercayaan (Trust)
2.1.5.1 Pengertian Kepercayaan
Menurut

Peppers

sebagaikeyakinansatu

(2004:43),

Kepercayaan

pihakdalamkehandalan,

daya

(trust)

didefinisikan

tahan,danintegritas

dalam

hubungan (relationship) lainanggota, dankeyakinan bahwaaksinyaadalahdalam

kepentinganterbaikdanakan menghasilkanhasil yangpositif bagipihak yang dipercaya.
Terbukti denganbanyaknyaliteratur tentangpentingnya kepercayaan (trust)dalam
pembentukanhubungan, kehadirankepercayaan (trust)
(relationship)

yang

sukses.

adalah pusathubungan

Manfaathubunganberdasarkan

kepercayaanyangsignifikandandijelaskan sebagaiberikut :
1.

Kerjasama

(cooperation):

Kepercayaan

mengurangiperasaanketidakpastiandanrisiko,

(trust)bertindakuntuk

sehingga

bertindakuntuk

menimbulkankerjasamapeningkatanantara hubungan anggota.
2.

Komitmen

(commitment):

jugasebuah

komitmenmemerlukankerentanan,

blok

makaakan

membangunhubungan,
terbentukhanyadengan

pihakdapat dipercaya.
3.

Durasihubungan

(relationship

duration):

(trust)mendoronghubungananggota inibekerjauntuk
danuntukmenahan

godaandalam

kepercayaan

melestarikanhubungan

mengambilkeuntungan

jangka

pendekdan/ataubertindakoportunis.
4.

Kualitas

(quality):

mempercayaipihaklebih

menerimadanmenggunakaninformasi

darimitraterpercaya,

cenderunguntuk
dan

pada

gilirannyauntuk mendapatkan keuntunganyang lebih besar dari informasi.
Menurut Ferrinadewi (2008:93) keyakinan dan sikap konsumen merupakan
komponen psikologi konsumen yang mempengaruhi perilaku konsumen baik itu
dalam proses pengambilan keputusan pembelian maupun perilaku dalam hal

keputusan untuk tidak lagi menggunakan produk. Secara sadar maupun tidak,
tindakan konsumen dipengaruhi oleh sikap dan keyakinannya.
Menurut Hawkins dalam Ferrinadewi (2008:94) sikap adalah proses
pengorganisasian motivasi, emosi, persepsi dan kognitif yang bersifat jangka panjang
dan berkaitan dengan aspek lingkungan disekitarnya.
Sebagian konsumen cenderung memiliki keyakinan bahwa mereka akan
berhadapan dengan situasi yang sama dimasa yang akan datang. Sikap menjadi wujud
dari antisipasi mereka ketika mereka harus berada dalam situasi tersebut.
Menurut Ferrinadewi (2008:96-98) sikap memiliki beberapa komponen yaitu
kognitif, afektif dan konatif.
1.

Komponen kognitif
Dalam komponen kognitif terdiri dari keyakinan dan pengetahuan konsumen
tentang produk. Keyakinan dan pengetahuan tentang produk ini berbeda
antara satu konsumen dengan konsumen yang lain.Semakin positif keyakinan
konsumen terhadap produk maka semakin positif pula sikap konsumen
terhadap produk.

2.

Komponen afektif
Komponen afektif merupakan perasaan atau emosi kita terhadap objek
tertentu. Biasanya diungkapkan dalam bentuk rasa suka atau tidak suka.
Umumnya keyakinan konsumen akan suatu produk melekat erat dengan
perasaannya.

3.

Komponen konatif
Keyakinan dan rasa suka pada suatu produk akan mendorong konsumen
melakukan tindakan sebagai wujud dari keyakinan dan perasaannya.
Dalam riset Costabile dalam Ferrinadewi (2008:147) kepercayaan atau trust

didefinisikan sebagai persepsi akan kehandalan dari sudut pandang konsumen
didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urut-urutan transaksi atau interaksi
yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja produk dan kepuasan.
2.2

Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti
Rini, dkk.
(2015)

Judul
Strategi
Pemasaran
Rasional,Emosion
al,Dan Spiritual
Pada Perbankan
Syariah Di Kota
Medan

Variabel
Variabel
independen:
Pemasaran
Rasional,
Emosional,
dan
Spiritual
Variabel
dependen:
Loyalitas
dan
Kepercyaan

Hasil
Hasil uji F secara serempak
menunjukkan pengaruh yang
positif
dan
signifikan.
Sedangkan uji t menunjukkan
hasil yang positif dan
signifikan antara variabel
rasional
,emosional
dan
spiritual terhadap kepercayaan
nasabah.

Lanjutan Tabel 2.1
Peneliti
Judul
Arinda,Ris
ha(2014)

Pengaruh
Pemasaran
Rasional,
Emosional, Dan
Spiritual
Terhadap
Kepercayaan
Nasabah
Bank
Muamalat Pada
Civitas
Akademika
Universitas
Sumatera Utara

Variabel

Hasil

Variabel
independen:
Pemasaran
Rasional,
Emosional,
dan
Spiritual.

Secara
simultan
bahwa
variabel bebas, yang terdiri
dari
variabel
pemasaran
rasional,
pemasaran
emosional, dan pemasaran
spiritualsecara bersama-sama
berpengaruh
positif
dan
signifikan terhadap variabel
terikat, yaitu kepercayaan.
Secara
parsial
terdapat
pengaruh
positif
dan
signifikan antara Pemasaran
Rasional
terhadap
Kepercayaan
Nasabah,
sedangkan
variabel
Pemasaran Emosional dan
Pemasaran
Spiritual
berpengaruh positif namun
tidak signifikan terhadap
Kepercayaan Nasabah

Variabel
dependen:
Kepercayaa
n

Astria
(2012)

Pengaruh
Variabel
Pemasaran
independen:
Rasional,
Pemasaran
Emosional, Dan Rasional,
Spiritual
Emosional,
Terhadap
dan
Keputusan
Spiritual.
Membeli
Teh
Botol Sosro Pada Variabel
Mahasiswa
FE dependen:
USU
Keputusan
pembelian

Secara serempak pemasaran
rasional,
emosional,
dan
spiritual berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap
keputusan membeli produk
Teh Botol Sosro pada
mahasiswa
FE
USU.
Sedangkan secara parsial
bahwa pemasaran emosional
merupakan yang dominan
yang berpengaruh terhadap
keputusan membeli prosuk
Teh Botol Sosro pada
Mahasiswa FE USU

2.3 Kerangka Konseptual
Waringin (2011) menyatakan bahwa biasanya seseorang membeli berdasarkan
pertimbangan logika atau rasionya dan setelah secara rasional orang mau, tertarik dan
membeli produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan, tahap selanjutnya perusahaan
juga harus mampu memberikan sesuatu yang menyentuh emosi mereka. Salah satu
tujuannya, agar penjualan bisa terus berlanjut, bukan hanya dalam waktu singkat. Di
antaranya bisa dengan; menjalin kedekatan, memberikan perhatian secara tulus dan
rutin. Selain kepada konsumen yang bersangkutan, perusahaan juga bisa memberikan
perhatian pula kepada orang-orang di sekitarnya yang memiliki kedekatan atau
artitersendiri bagi konsumen (misalnya: anak, pasangan hidup, orang tuanya dan
sebagainya) sehingga konsumen merasa diperhatikan dan dihargai. Secara umum,

rational dan emotional marketing yang dijalankan dengan baik akan mampu
memberikan kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa perusahaan.
Selain itu, pemasaran rasional dan emosional juga dapat mempengaruhi kepercayaan.
(Kotler, 2006:176) mendefinisikan keyakinan atau kepercayaan sebagai gambaran
pemikiran yang dianut seseorang tentang suatu hal. Keyakinan yang didasarkan pada
pengetahuan nyata, pendapat, dan iman dapat dipengaruhi oleh faktor rasional dan
emosional.
Faktor lain yang mendasari masyarakat untuk menjadi nasabah bank adalah
faktor spiritual. Spiritual marketing merupakan bentuk

pemasaran yang dijiwai

dengan nilai-nilai spiritual agama dalam setiap proses dan bentuk transaksinya.
Spiritual marketing mengandung nilai-nilai ibadah yang dilandasi pada kebutuhan
yang paling pokok seperti kejujuran, moral dan etika dalam berbisnis dan oleh karena
itu dapat berpengaruh terhadap kepercayaan nasabah.
Dalam Spiritual Marketing, seorang konsumen akan mempertimbangkan apa
yang diputuskan, dibeli atau digunakan juga bisa memberi arti bagi kehidupannya di
akhirat nanti. Masyarakat menggunakan nilai-nilai agama seperti prinsip perbankan
yang sesuai dengan syariah dan penggunaan dana yang hanya disalurkan pada usaha
yang halal dan apabila ini berlangsung terus menerus maka nasabah akan terus
menjadi nasabah yang loyal.
Penerapan strategi pemasaran rasional, emosional dan spiritual diprediksi
akan menimbulkan kepercayaan pelanggan.Hal ini selaras dengan penelitain yang

dilakukan pada tahun 2015 tentang strategi pemasaran rasional,emosional dan
spiritual

yang

berpengaruh

positif

terhadap

kepercayaan

dan

loyalitas

pelanggan(Rini,dkk:2015:24-25)

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka kerangka konseptual
digambarkan sebagai berikut:

Pemasaran Rasional (X1)
Pemasaran Emosional(X2)

Pemasaran Spiritual (X3)

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

2.3

Hipotesis

Kepercayaan (Y)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, Dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Muamalat Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 4 98

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

6 28 119

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, Dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Muamalat Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 11

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, Dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Muamalat Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, Dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Muamalat Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 11

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 18

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 12

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 1 2

Pengaruh Pemasaran Rasional, Emosional, dan Spiritual Terhadap Kepercayaan Nasabah Bank Syariah Mandiri Pada Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara

0 0 13