SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI IV (1)

SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI – IV
Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 November 2011
PENGARUH UMUR PANEN UBI KAYU TERHADAP RENDEMEN DAN
KARAKTERISTIK BERAS SINGKONG INSTAN
Beni Hidayat, M. Muslihuddin dan Syamsu Akmal
Staf Pengajar Program Studi Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian,
Politeknik Negeri Lampung, Jln. Soekarno-Hatta No. 10, Rajabasa Bandar
Lampung, E-mail : beni_lpg@yahoo.co.id,
ABSTRAK
Pemanfaatan ubi kayu (singkong) sebagai makanan pokok pengganti beras antara
lain dapat dilakukan dalam bentuk beras singkong instan. Penelitian bertujuan
mendapatkan kondisi umur panen ubi kayu optimal untuk menghasilkan produk
beras singkong instan dengan rendemen dan karakteristik terbaik. Perlakuan
kondisi umur panen ubi kayu yang digunakan adalah umur panen kurang dari 6
bulan, 6-9 bulan, dan lebih dari 9 bulan. Pengamatan dilakukan terhadap
rendemen, komposisi kimia dan karakteristik organoleptik beras singkong instan
serta karakteristik organoleptik nasi singkong yang disiapkan dari beras singkong
instan. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan umur panen ubi kayu lebih dari 9
bulan menghasilkan beras singkong instan dengan rendemen, komposisi kimia,
dan karakteristik organoleptik terbaik. Produk beras singkong tersebut memiliki
komposisi kimia berupa kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar,

kadar abu dan kadar karbohidrat, berturut-turut sebesar 10,88; 2,88; 1,79; 3,88%;
0,30; dan 80,27%.
Kata kunci : umur panen, beras singkong instan

PENDAHULUAN
Program ketahanan pangan nasional hingga saat ini masih belum berjalan secara
optimal, yang antara lain tercermin dari masih tingginya konsumsi dan
ketergantungan terhadap beras dan terigu, masih munculnya di berbagai lokasi
kasus-kasus rawan pangan dan kekurangan gizi, serta masih sangat rendahnya
konsumsi protein hewani. Masih terjadinya berbagai kasus rawan pangan dan
kekurangan gizi tersebut menunjukkan bahwa diperlukan upaya-upaya lebih lanjut
untuk lebih mengoptimalkan upaya penganekaragaman pangan khususnya untuk
mengurangi ketergantungan terhadap beras dan terigu. Belum optimalnya upaya
penganekaragaman pangan merupakan suatu hal yang sangat ironis mengingat

ISBN 978-979-8510-34-2
Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
Hot el M arcopolo, Bandar Lampung, 29-30 Novem ber 2011
“Peran Strategis Sains & Teknologi dalam M embangun Karakter Bangsa“


Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
“Peran Strategis Sains & Teknologi dalam M embangun Karakter Bangsa“

BAGIAN II

Indonesia memiliki sumber-sumber karbohidrat non beras dalam jumlah yang
sangat beragam dan melimpah, salah satunya ubi kayu (singkong).
Provinsi Lampung merupakan penghasil utama ubi kayu di Indonesia. dengan luas
panen, produktivitas, dan produksi ubi kayu Tahun 2008 masing-masing sebesar
318.969 hektar, 242,09 kwintal/ha, dan 7.721.882 ton (BPS, 2010). Pemanfaatan
ubi kayu (singkong) sebagai makanan pokok pengganti beras antara lain dapat
dilakukan dalam bentuk beras singkong instan. Terdapat beberapa perbedaan
mendasar pada proses pengolahan beras singkong instan dibandingkan nasi
tiwul/oyek yang telah dikenal masyarakat. Produk beras singkong instan diolah
dari bahan baku singkong segar melalui proses utama berupa pemarutan,
pengrepresan, pencetakan, dan pengukusan. Melalui tahapan proses utama di
atas, pada dasarnya telah diperoleh produk nasi singkong yang siap dikonsumsi
dengan tekstur yang lengket dan kenyal seperti nasi ketan. Jika diinginkan produk
dalam bentuk beras singkong instan : nasi singkong yang diperoleh selanjutnya
dikeringkan dan digiling hingga diperoleh produk beras singkong.

Pada pembuatan beras singkong instan, umur panen ubi kayu akan mempengaruhi
rendemen dan karakteristik produk beras singkong yang dihasilkan. Umur panen
akan mempengaruhi komposisi kimia ubi kayu, khususnya kadar air dan
kandungan pati (Antarlina, 1992; Hidayat, dkk., 2006: Surfiana, dkk., 2006).
Semakin tinggi umur panen ubi kayu akan semakin rendah kadar air dan semakin
tinggi kandungan patinya. Sebaliknya, ubi kayu yang dipanen pada umur panen
kurang dari 6 bulan akan memiliki kadar air yang relatif lebih tinggi dan
kandungan pati yang relatif lebih rendah. Penelitian bertujuan mendapatkan
kondisi umur panen optimal untuk menghasilkan produk beras singkong instan
dengan rendemen dan karakteristik terbaik.

METODOLOGI
Penelitian dilakukan pada Bulan Maret hingga Juli 2011 bertempat di
Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Pilot Plant, serta Laboratorium Analisis
Politeknik Negeri Lampung. Bahan baku utama yang digunakan adalah ubi kayu

1094

Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
Hot el M arcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 Novem ber 2011


BAGIAN II

Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
“Peran Strategis Sains & Teknologi dalam M embangun Karakter Bangsa“

segar varietas Adira I dengan berbagai kondisi umur panen (kurang dari 6 bulan,
6-9 bulan, dan lebih dari 9 bulan) yang diperoleh dari petani di daerah Natar,
Kabupaten Lampung Selatan. Sebelum dilakukan proses pengolahan, terlebih
dahulu dilakukan proses sortasi untuk memisahkan ubi kayu yang rusak ataupun
terluka selama proses pemanenan. Komposisi kimia ubi kayu varietas Adira I
pada berbagai kondisi umur panen yang digunakan, disajikan pada Tabel 1. Alat
utama yang digunakan pada kegiatan penelitian antara lain adalah alat pemarut,
alat pengepres, pengukus, irik (tampah berlubang), cabinet dryer, alat penepung
disk mill, dan rice cooker.
Tabel 1. Hasil analisis komposisi kimia ubi kayu segar varietas Adira I pada
berbagai kondisi umur panen (per 100 g bahan)
Umur panen
No
Komposisi

6 - 9 bulan
> 9 bulan
< 6 bulan
1
Air (g)
75,23
67,87
62,50
2

Abu (g)

0,76

1,21

1,25

3


Serat kasar (g)

0,64

1,11

1,15

4

Lemak (g)

0,17

0,30

0,62

5


Protein (g)

0,32

0,87

1,18

6

Karbohidrat (g)

22,88

28,64

33,30

Sumber : Hidayat, dkk. (2011)
Proses Pembuatan Beras Singkong Instan

Proses pembuatan beras singkong instan diawali dengan tahapan sortasi ubi kayu
segar dengan umur panen sesuai perlakuan (kurang dari 6 bulan, 6-9 bulan, dan
lebih dari 9 bulan), dilanjutkan dengan pengupasan kulit dan pencucian hingga
bersih. Ubi kayu selanjutnya diparut dan diangin-anginkan selama kurang lebih
15 menit. Ubi kayu parut selanjutnya dicetak menjadi beras dengan menekan dan
memutar-mutarnya menggunakan irik (tampah berlubang) dengan diameter ± 5
mm dan diangin-anginkan kembali selama kurang lebih 15 menit. Beras yang
diperoleh, selanjutnya dikukus hingga seluruh beras singkong masak menjadi nasi
(kurang lebih 20 menit). Nasi singkong yang diperoleh selanjutnya dikeringkan
menggunakan cabinet dryer pada suhu ± 70 oC selama 3-4 jam hingga terbentuk
lempengan beras singkong yang kering yang ditandai dengan tekstur yang mudah

Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
Hot el M arcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 Novem ber 2011

1095

Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
“Peran Strategis Sains & Teknologi dalam M embangun Karakter Bangsa“


BAGIAN II

dipatahkan. Lempengan selanjutnya digiling menggunakan saringan 3 mm hingga
diperoleh produk beras singkong instan.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap karakteristik beras singkong instan dan
karakteristik organoleptik nasi singkong yang disiapkan dari beras singkong
instan. Penyajian beras singkong instan dalam bentuk nasi singkong dilakukan
dengan cara penambahan air setengah bagian beras dan pemasakan menggunakan
rice cooker. Pengamatan yang dilakukan terhadap karakteristik beras singkong
instan dilakukan dalam bentuk pengamatan rendemen, pengujian komposisi kimia
dan pengujian karakteristik organoleptik. Pengujian karakteristik organoleptik
dilakukan untuk parameter warna, bau, bentuk dan penampakan keseluruhan.
Pengujian komposisi kimia akan dilakukan dalam bentuk analisis protein, kadar
air, lemak, serat kasar, abu, dan karbohidrat (Sudarmaji dkk., 1996). Pengamatan
karakteristik organoleptik nasi singkong dilakukan untuk parameter tingkat
kelengketan, tingkat kekenyalan dan eating palatability.

Seluruh pengujian


organoleptik dilakukan dengan metode uji hedonik (Soekarto, 1985) dengan skor
1 hingga 7 (1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5
= agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh umur panen terhadap rendemen beras singkong instan
Rendemen beras singkong instan, menunjukkan prosentase berat beras singkong
instan yang diperoleh dibandingkan dengan berat bahan baku ubi kayu segar awal
yang digunakan. Hasil pengujian rendemen beras singkong instan (Gambar 1),
menunjukkan bahwa ubi kayu dengan umur panen lebih dari 9 bulan akan
menghasilkan produk beras singkong instan dengan rendemen tertinggi
dibandingkan perlakuan lainnya. Lebih tingginya rendemen pada perlakuan umur
panen lebih dari 9 bulan sangat berkaitan erat dengan komposisi kimia ubi kayu
(Tabel 1). Lebih tingginya kandungan padatan pada ubi kayu umur panen lebih

1096

Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
Hot el M arcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 Novem ber 2011


BAGIAN II

Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
“Peran Strategis Sains & Teknologi dalam M embangun Karakter Bangsa“

dari 9 bulan dibandingkan perlakuan lainnya menyebabkan rendemen beras
singkong instan yang diperoleh juga lebih tinggi.
40
30
) 20
%
(
n 10
e
m 0
e
d
< 6 bulan 6-9 bulan > 9 bulan
n
e
R
Umur Panen

Gambar 1. Histogram hasil pengujian rendemen beras singkong instan pada
berbagai perlakuan umur panen
Pengaruh umur panen terhadap komposisi kimia beras singkong instan
Pengamatan komposisi kimia beras singkong instan antara lain meliputi
pengamatan kadar air, kadar abu, serat kasar, lemak dan protein.

Adapun

pengamatan karbohidrat dilakukan dengan metode by difference.
Kadar Air
Hasil pengujian kadar air beras singkong instan (Gambar 2), menunjukkan bahwa
ubi kayu dengan umur panen lebih dari 9 bulan akan menghasilkan produk beras
singkong instan dengan kadar air yang lebih rendah dibandingkan perlakuan
lainnya. Lebih rendahnya kadar air pada perlakuan umur panen lebih dari 9 bulan
sangat berkaitan erat dengan komposisi kimia ubi kayu (Tabel 1). Lebih
rendahnya kandungan air ubi kayu umur panen lebih dari 9 bulan dibandingkan
perlakuan lainnya menyebabkan kadar air beras singkong instan yang diperoleh
juga lebih rendah.
20
15
) 10
(%
ir 5
A
r 0
a
d
a
K

< 6 bulan 6-9 bula n > 9 bulan
Umur Panen

Gambar 2. Histogram hasil pengujian kadar air beras singkong instan pada
berbagai perlakuan umur panen

Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
Hot el M arcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 Novem ber 2011

1097

Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
“Peran Strategis Sains & Teknologi dalam M embangun Karakter Bangsa“

BAGIAN II

Kadar Protein
Hasil pengujian kadar protein beras singkong instan (Gambar 3), menunjukkan
bahwa ubi kayu dengan umur panen lebih dari 9 bulan akan menghasilkan produk
beras singkong instan dengan kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan
perlakuan lainnya. Lebih tingginya kadar protein pada perlakuan umur panen
lebih dari 9 bulan sangat berkaitan erat dengan komposisi kimia ubi kayu (Tabel
1). Lebih tingginya kandungan protein ubi kayu umur panen lebih dari 9 bulan
dibandingkan perlakuan lainnya menyebabkan kadar protein beras singkong
instan yang diperoleh juga lebih tinggi.
4
)
(%
n
i
e
t
o
r
P
r
a
d
a
K

3
2
1
0
9
bulan

Umur Panen

Gambar 3. Histogram hasil pengujian kadar protein beras singkong instan pada
berbagai perlakuan umur panen
Kadar Lemak
Hasil pengujian kadar lemak beras singkong instan (Gambar 4), menunjukkan
bahwa semakin tinggi umur panen ubi kayu maka kadar lemak produk beras
singkong instan yang dihasilkan akan semakin besar. Semakin tingginya kadar
lemak seiring dengan semakin tingginya umur panen sangat berkaitan erat dengan
komposisi kimia ubi kayu (Tabel 1). Semakin tinggi kandungan lemak ubi kayu
segar yang digunakan sebagai bahan baku maka kadar lemak beras singkong
instan yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.
1,85

Kadar Lemak(%)

1,8
1,75
1,7
1,65
1,6
1,55
1,5
1,45
1,4
< 6 bulan

6-9 bulan

> 9 bulan

Umur Panen

Gambar 4. Histogram hasil pengujian kadar lemak beras singkong instan pada
berbagai perlakuan umur panen

1098

Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
Hot el M arcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 Novem ber 2011

BAGIAN II

Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
“Peran Strategis Sains & Teknologi dalam M embangun Karakter Bangsa“

Kadar Serat Kasar
Hasil pengujian kadar serat kasar beras singkong instan (Gambar 5), menunjukkan
bahwa semakin tinggi umur panen ubi kayu maka kadar serat kasar produk beras
singkong instan yang dihasilkan akan semakin besar. Semakin tingginya kadar
serat kasar seiring dengan semakin tingginya umur panen sangat berkaitan erat
dengan komposisi kimia ubi kayu (Tabel 1). Semakin tinggi kandungan serat
kasar ubi kayu segar yang digunakan sebagai bahan baku maka kadar serat kasar
beras singkong instan yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.

r
a
s
a
K
t
a
e
S
r
a
d
a
K

5
4
3
2
) 1
%
( 0
9
bulan bulan bulan
Umur Panen

Gambar 5. Histogram hasil pengujian kadar serat kasar beras singkong instan
pada berbagai perlakuan umur panen
Kadar Abu
Hasil pengujian kadar abu beras singkong instan (Gambar 6), menunjukkan bahwa
semakin tinggi umur panen ubi kayu maka kadar abu produk beras singkong
instan yang dihasilkan akan semakin besar. Semakin tingginya kadar abu seiring
dengan semakin tingginya umur panen sangat berkaitan erat dengan komposisi
kimia ubi kayu (Tabel 1). Semakin tinggi kandungan abu ubi kayu segar yang
digunakan sebagai bahan baku maka kadar abu beras singkong instan yang
dihasilkan juga akan semakin tinggi.
0,4
0,3
)
%
( 0,2
u 0,1
b
A
r
0
a
d
a
K

< 6 bulan 6-9 bulan > 9 bulan
Umur Panen

Gambar 6. Histogram hasil pengujian kadar abu beras singkong instan pada
berbagai perlakuan umur panen

Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
Hot el M arcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 Novem ber 2011

1099

Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
“Peran Strategis Sains & Teknologi dalam M embangun Karakter Bangsa“

BAGIAN II

Kadar Karbohidrat
Hasil pengujian kadar karbohidrat beras singkong instan (Gambar 7),
menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat produk beras singkong instan
terendah dihasilkan pada perlakuan umur panen 6-9 bulan. Fenomena ini berbeda
dengan fenomena perbedaan komposisi kimia ubi kayu pada berbagai umur panen
(Tabel 1). Fenomena lebih rendahnya kandungan karbohidrat pada perlakuan
umur panen 6-9 bulan diduga berkaitan erat dengan kandungan total padatan
(kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar protein) dan kadar airnya.
Dibandingkan perlakuan umur panen 9 bulan
Umur Panen

Gambar 7. Histogram hasil pengujian kadar karbohidrat beras singkong instan
pada berbagai perlakuan umur panen
Pengaruh umur panen terhadap karakteristik organoleptik beras singkong
instan
Pengamatan karakteristik organoleptik beras singkong instan dilakukan dengan
metode uji hedonik (Soekarto, 1985) dengan skor 1 hingga 7 (1 = sangat tidak
suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 =
sangat suka). Pengamatan karakteristik organoleptik beras singkong instan
dilakukan untuk parameter bentuk, warna, bau, dan penampakan keseluruhan.
Warna Beras Singkong Instan
Hasil pengujian warna beras singkong instan (Gambar 8), menunjukkan bahwa
ubi kayu dengan umur panen lebih dari 9 bulan akan menghasilkan produk beras
singkong instan dengan skor warna yang paling disukai dibandingkan perlakuan
lainnya. Lebih disukainya warna beras singkong instan pada perlakuan umur

1100

Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
Hot el M arcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 Novem ber 2011

Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
“Peran Strategis Sains & Teknologi dalam M embangun Karakter Bangsa“

BAGIAN II

panen lebih dari 9 bulan sangat berkaitan erat dengan fenomena lebih rendahnya
kadar air perlakuan (Gambar 2). Kandungan air yang lebih rendah pada perlakuan
umur panen lebih dari 9 bulan akan meminimalisasi terjadinya reaksi browning
yang akan menyebabkan timbulnya warna coklat gelap pada produk. Fenomena
yang sama, juga dilaporkan oleh Hidayat, dkk. (2010) pada pembuatan tepung ubi
kayu modifikasi. Tepung ubi kayu modifikasi yang diolah dengan menggunakan
bahan baku ubi kayu dengan umur panen lebih dari 9 bulan akan memiliki warna
yang lebih putih dibandingkan tepung ubi kayu yang diolah dengan menggunakan
bahan baku ubi kayu dengan umur panen kurang dari 9 bulan.

a
n
r
a
W
r
o
k
S

6
5
4
3
2
1
0
< 6 bulan

6-9 bulan
> 9 bulan
Umur Panen

Gambar 8. Histogram hasil pengujian warna beras singkong instan pada berbagai
perlakuan umur panen
Bau Beras Singkong Instan
Hasil pengujian bau beras singkong instan (Gambar 9), menunjukkan bahwa ubi
kayu dengan umur panen lebih dari 9 bulan akan menghasilkan produk beras
singkong instan dengan skor bau yang paling disukai dibandingkan perlakuan
lainnya.
7
6
u
a
B
r
o
k
S

5
4
3
2
1
0
< 6 b u la n

6 -9 b u l a n
> 9 b u la n
U m ur P a ne n

Gambar 9. Histogram hasil pengujian bau beras singkong instan pada berbagai
perlakuan umur panen
Lebih disukainya bau beras singkong instan pada perlakuan umur panen lebih dari
9 bulan sangat berkaitan erat dengan fenomena lebih rendahnya kadar air
perlakuan (Gambar 2). Kandungan air yang lebih rendah pada perlakuan umur

Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
Hot el M arcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 Novem ber 2011

1101

Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
“Peran Strategis Sains & Teknologi dalam M embangun Karakter Bangsa“

BAGIAN II

panen lebih dari 9 bulan akan meminimalisasi pertumbuhan mikroba yang akan
menyebabkan timbulnya bau menyimpang pada produk.
Bentuk Beras Singkong Instan
Hasil pengujian bentuk beras singkong instan (Gambar 10), menunjukkan bahwa
ubi kayu dengan umur panen lebih dari 9 bulan akan menghasilkan produk beras
singkong instan dengan skor bentuk yang paling disukai dibandingkan perlakuan
lainnya. Lebih disukainya bentuk beras singkong instan pada perlakuan umur
panen lebih dari 9 bulan sangat berkaitan erat dengan fenomena lebih rendahnya
kadar air perlakuan (Gambar 2). Kandungan air yang lebih rendah pada perlakuan
umur panen lebih dari 9 bulan akan menyebabkan produk memilki bentuk lebih
kompak dibandingkan perlakuan lainnya. Kandungan air yang rendah akan
menyebabkan viskositas produk lebih tinggi, sehingga tekstur produk telihat lebih
kompak. Menurut Winarno (1997) dan Kearsley and Dziedzic (1995), viskositas
produk-produk berpati sangat dipengaruhi oleh kandungan airnya.
7

S
ko
rB
en
tu
k

6
5
4
3
2
1
0
< 6 bulan

6-9 bulan

> 9 bulan

Umur Panen

Gambar 10. Histogram hasil pengujian bentuk beras singkong instan pada
berbagai perlakuan umur panen
Penampakan keseluruhan Beras Singkong Instan
Hasil pengujian penampakan keseluruhan beras singkong instan (Gambar 11).

r
o
k
S

8
n n6
a a
k h
a u4
p r
mu
l
a e2
s
n
e e0
P K

< 6 bulan6-9 bulan> 9 bulan
Umur Panen

Gambar 11. Histogram hasil pengujian penampakan keseluruhan beras singkong
instan pada berbagai perlakuan umur panen

1102

Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
Hot el M arcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 Novem ber 2011

BAGIAN II

Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
“Peran Strategis Sains & Teknologi dalam M embangun Karakter Bangsa“

Gambar 11 menunjukkan bahwa ubi kayu dengan umur panen lebih dari 9 bulan
akan menghasilkan produk beras singkong instan dengan skor penampakan
keseluruhan yang paling disukai dibandingkan perlakuan lainnya. Lebih
disukainya penampakan keseluruhan beras singkong instan pada perlakuan umur
panen lebih dari 9 bulan sangat berkaitan erat dengan fenomena lebih disukainya
warna, bau dan bentuk beras singkong instan.
Pengaruh umur panen terhadap karakteristik organoleptik nasi singkong
Nasi singkong yang diamati disiapkan dari beras singkong instan dengan cara
penambahan air setengah bagian beras dan pemasakan menggunakan rice cooker.
Pengamatan karakteristik organoleptik nasi singkong yang disiapkan dari beras
singkong instan dilakukan dengan metode uji hedonik (Soekarto, 1985) dengan
skor 1 hingga 7 (1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 =
netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka). Pengamatan karakteristik
organoleptik nasi singkong dilakukan untuk parameter tingkat kelengketan,
tingkat kekenyalan dan eating palatability.
Tingkat Kelengketan Nasi Singkong
Karakteristik tingkat kelengketan nasi singkong diamati secara organoleptik untuk
mengetahui disukai tidaknya tingkat kelengketan nasi singkong yang dihasilkan.
Hasil pengujian tingkat kelengketan nasi singkong (Gambar 12), menunjukkan
bahwa ubi kayu dengan umur panen lebih dari 9 bulan akan menghasilkan produk
beras singkong instan dengan tingkat kelengketan yang paling disukai
dibandingkan perlakuan lainnya.

n
a
t
e
k
g
n
e
l
e
K
r
o
k
S

7
6
5
4
3
2
1
0
< 6 bulan 6-9 bulan > 9 bulan
Umur Panen

Gambar 12. Histogram hasil pengujian tingkat kelengketan nasi singkong pada
berbagai perlakuan umur panen

Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
Hot el M arcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 Novem ber 2011

1103

Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
“Peran Strategis Sains & Teknologi dalam M embangun Karakter Bangsa“

BAGIAN II

Lebih disukainya tingkat kelengketan nasi singkong pada perlakuan umur panen
lebih dari 9 bulan sangat berkaitan erat dengan kadar air beras singkong instan.
Semakin rendah kadar air produk beras singkong instan maka nasi singkong yang
dihasilkan akan semakin kurang lengket karena kadar air merupakan faktor
pembatas karakteristik tingkat kelengketan produk-produk berpati. Produk beras
singkong instan merupakan produk dengan kandungan karbohidrat/pati tinggi.
Tingkat Kekenyalan Nasi Singkong
Karakteristik tingkat kekenyalan nasi singkong diamati secara organoleptik untuk
mengetahui disukai tidaknya tingkat kekenyalan nasi singkong yang dihasilkan.
Hasil pengujian tingkat kekenyalan nasi singkong (Gambar 13), menunjukkan
bahwa ubi kayu dengan umur panen lebih dari 9 bulan akan menghasilkan produk
beras singkong instan dengan tingkat kekenyalan yang paling disukai
dibandingkan perlakuan lainnya. Lebih disukainya tingkat kekenyalan nasi
singkong pada perlakuan umur panen lebih dari 9 bulan sangat berkaitan erat
dengan karakteristik tingkat kelengketan nasi singkong. Secara umum semakin
kurang lengket karakteristik nasi singkong maka berarti karakteristiknya akan
semakin kenyal.

n
la
a
y
n
e
k
e
K
r
o
k
S

7
6
5
4
3
2
1
0
< 6 bu lan 6-9 bulan > 9 bulan
Umur Pa nen

Gambar 13. Histogram hasil pengujian tingkat kekenyalan nasi singkong pada
berbagai perlakuan umur panen
Eating palatability Nasi Singkong
Karakteristik eating palatability (kemudahan dikunyah) nasi singkong diamati
secara organoleptik untuk mengetahui disukai tidaknya kemudahan dikunyah nasi
singkong yang dihasilkan (Gambar 14). Hasil pengujian tingkat kekenyalan nasi
singkong (Gambar 14), menunjukkan bahwa ubi kayu dengan umur panen lebih

1104

Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
Hot el M arcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 Novem ber 2011

BAGIAN II

Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
“Peran Strategis Sains & Teknologi dalam M embangun Karakter Bangsa“

dari 9 bulan akan menghasilkan produk beras singkong instan dengan tingkat
kemudahan dikunyah yang paling disukai dibandingkan perlakuan lainnya. Lebih
disukainya tingkat kemudahan dikunyah nasi singkong pada perlakuan umur
panen lebih dari 9 bulan sangat berkaitan erat dengan karakteristik tingkat
kelengketan dan tingkat kekenyalan nasi singkong. Secara umum semakin kurang
lengket dan semakin kenyal nasi singkong maka karakteristik eating palatability
akan semakin disukai.
g
n
ti
a
E
r
o
k
S

7
y
itl 6
i
b
a
t5
a
l4
a3
P
2
1
0
< 6 bulan

6-9 bulan

> 9 bulan

Umur Panen

Gambar 14. Histogram hasil pengujian eating palatability nasi singkong pada
berbagai perlakuan umur panen

KESIMPULAN
Berdasarkan pengujian rendemen, komposisi kimia, karakteristik organoleptik
beras singkong instan, serta karakteristik organoleptik nasi singkong yang
dihasilkan, perlakuan umur panen yang akan menghasilkan beras singkong instan
dengan karakteristik terbaik adalah perlakuan umur panen ubi kayu lebih dari 9
bulan. Perlakuan umur panen ubi kayu lebih dari 9 bulan akan menghasilkan
produk beras singkong instan dengan rendemen sebesar 36,28%, karakteristik
organoleptik (warna, bau, bentuk dan penampakan keseluruhan) yang disukai
konsumen, serta karakteristik organoleptik nasi singkong (tingkat kelengketan,
tingkat kekenyalan dan eating palatability) yang disukai konsumen. Produk beras
singkong tersebut memiliki komposisi kimia berupa kadar air, kadar protein,
kadar lemak, kadar serat kasar, kadar abu dan kadar karbohidrat, berturut-turut
sebesar 10,88; 2,88; 1,79; 3,88; 0,30; dan 80,27%.

Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
Hot el M arcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 Novem ber 2011

1105

Prosiding : Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
“Peran Strategis Sains & Teknologi dalam M embangun Karakter Bangsa“

BAGIAN II

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan Ketahanan Pangan Daerah
Provinsi Lampung, atas pendanaan penelitian ini serta pendanaan publikasinya
melalui program kerjasama pengembangan Pusat Kajian Makanan Nusantara
Tahun 2011.

DAFTAR PUSTAKA
Antarlina. 1992. Evaluasi Sifat-Sifat Sensoris, Fisik, dan Kimia Beberapa Klon
Ubi Kayu Plasma Nuftah. Laporan Penelitian. Balitkabi Malang.
Badan Pusat Statistik. 2010. Lampung Dalam Angka 2009.
Hidayat, B., Y. R.Widodo, dan C.U. Wirawati. 2006. Pengaruh Jenis Ubi Kayu
terhadap Karakteristik Tepung Ubi Kayu (Cassava Flour) yang Dihasilkan.
Laporan Penelitian Hibah Kompetisi Pemda Propinsi Lampung Tahun
Anggaran 2006. Politeknik Negeri Lampung.
Hidayat, B., N. Kalsum, dan Surfiana. 2009. Perbaikan Karakteristik Tepung Ubi
Kayu Menggunakan Metode Pragelatinasi Parsial. Laporan Penelitian Hibah
Bersaing Tahun I. Politeknik Negeri Lampung.
Hidayat, B., Nurbani Kalsum, dan Surfiana. 2010.
Optimasi Proses
Pragelatinisasi Parsial pada Pembuatan Tepung Ubi Kayu Modifikasi.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Tepat Guna. Lampung, 5-6 April
2010.
Hidayat, B., M. Muslihudin, dan S. Akmal. 2011. Pengaruh Umur Panen dan
Prosentase Pengurangan Cairan Terhadap Karakteristik Nasi Singkong
Instan. Laporan Penelitian. Politeknik Negeri Lampung.
Kearsley, M.W. and Dziedzic. 1995. Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivatives. Blackie Academic & Professional, Glasgow.
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bhratara. Jakarta.
Sudarmaji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1996. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah
Mada.
Surfiana, M. Muslihudin, dan Sarono. 2006. Pengaruh Konsentrasi Pengurangan
Cairan pada Proses Pengepresan Ubi Kayu Parut terhadap Karakteristik
Tepung Ubi Kayu (Cassava Flour) yang Dihasilkan. Laporan Penelitian
Hibah Kompetisi Pemda Propinsi Lampung Tahun Anggaran 2006.
Politeknik Negeri Lampung.
Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta

1106

Seminar Nasional Sains & Teknologi – IV
Hot el M arcopolo, Bandar Lampung, 29 – 30 Novem ber 2011