PENGARUH POLITIK HUKUM TERHADAP HUKUM PE

PENGARUH POLITIK HUKUM TERHADAP HUKUM
PERBANKAN KHUSUSNYA DALAM BIDANG KREDIT DI
INDONESIA

Oleh:
IRMAWANTI NUGRAHA
110620170002 - Kelas A

Dosen:
Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, S.H., M.H.
Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M.

Diajukan sebagai Paper guna memperoleh nilai Ujian Tengah Semester
Ganjil Mata Kuliah Politik Hukum

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017


DAFTAR ISI

BAB I – PENDAHULUAN ……………………………………………………..1
A. Latar Belakang …………………………………………………………....1
B. Identifikasi Masalah ………………………………………………………3
BAB II – PEMBAHASAN ………………………………………………………4
BAB III – PENUTUP …………………………………………………………..14
A. Kesimpulan ……………………………………………………………...14
B. Rekomendasi …………………………………………………………….14
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...16

i

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, Indonesia
memiliki konstitusi yang memuat seluruh dasar sistem hukum yaitu UndangUndang Dasar 1945. Tujuan negara Indonesia pun tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yakni pada alinea ke empat. Untuk mencapai tujuan

negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka
diperlukan sarana yang digunakan oleh Pemerintah untuk menciptakan sistem
hukum nasional yang dikehendaki. Sarana yang dimaksud yaitu Politik Hukum. 1
Indonesia merupakan masyarakat yang plural serta mengkendaki
masyarakat yang seimbang, maka tiap masalah dan kebijaksanaan hukum perlu
diteliti terlebh dahulu.2 Dalam perspektif Hukum Nasional bidang hukum
perbankan pun menjadi bidang yang penting untuk dilakukan pengembangan
terhadapnya.3 Hal tersebut dikarenakan bidang hukum perbankan akan menunjang
perekonomian negara dan lebih lanjut perekonomian suatu negara akan
menentukan keberlangsungan dari suatu negara itu sendiri.
Dalam kehidupan bernegara tentulah kita membutuhkan kehadiran dunia
perbankan. Kehadiran perbankan salah satunya berguna untuk menghimpun dana
dari masyarakat secara langsung dan menyalurkannya kembali ke masyarakat
melalui pranata hukum perkreditan.4 Selain itu kegiatan perbankan pun sangat

1

Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007, hlm. 30.
2

C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung: Alumni,
1991, hlm. 22.
3
C.F.G. Sunaryati Hartono, Ibid, hlm. 22-24.
4
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan – Edisi Revisi, Bandung: Mandar Maju, 2012, hlm. 2.

1

penting dalam pembangunan perekonomian suatu negara.5 Dengan terbangunnya
perekonomian maka diharapkan akan tercipta kesejahteraan yang dicita-citakan di
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Dunia perbankan di Indonesia berada dibawah payung Hukum Perbankan
Indonesia. Dimana seluruh kegiatan perbankan di Indonesia harus patuh dan
tunduk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Yang
mana Undang-Undang tersebut berasal dari Undang-Undang Dasar juga.
Selain pluralistik, masyarakat Indonesia juga masyarakat yang dinamis.
Kedinamisannya tersebut berupa banyaknya sekarang masyarakat yang mencari
nafkah dengan usahanya sendiri secara mandiri. Usaha yang dimaksud bisa berupa

usaha dalam skala makro, mikro, maupun usaha dalam skala kecil. Namun dalam
melaksanakan usahanya tersebut masyarkt seringkali terbentur dengan modal,
sehingga memerlukan pinjaman berupa kredit.
Karena merupakan masyarakat yang dinamis maka dalam dunia perbankan
pun membutuhkan hukum yang mengikuti perkembangan masyarakatnya. Dan
sebagaimana disebutkan dimuka bahwa untuk sampai pada tujuan yang dicitacitakan, berupa kesejahteraan itu, dibutuhkan kehadiran politik hukum. Sehingga
muncul pertanyaan bagaimana politik hukum mempengaruhi hukum perbankan,
khususnya dalam bidang kredit di Indonesia? Dalam kaitannya untuk membentuk
hukum guna menaungi kegiatan perbankan di Indonesia yang semakin dinamis.
Lalu muncul pula pertanyaan selanjutnya yaitu,

apa dampak yang diperoleh

dengan pengaruh politik hukum terhadap hukum perbankan di Indonesia? Maka
sesuai dengan uraian tersebut akan dilakukan penelitian dengan Judul:
PENGARUH POLITIK HUKUM TERHADAP HUKUM PERBANKAN
KHUSUSNYA DALAM BIDANG KREDIT DI INDONESIA

Etty Mulyati, Kredit Perbankan – Aspek Hukum dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil dalam
Pembangunan Perekonomian Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2016, hlm. 21.

5

2

B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah yang dapat diambil dari latar belakang
tersebut yaitu:
1. Bagaimana politik hukum mempengaruhi hukum perbankan, khususnya
dalam bidang kredit di Indonesia?
2. Apa dampak yang diperoleh dengan pengaruh politik hukum terhadap
hukum perbankan di Indonesia?

3

BAB II
PEMBAHASAN

Politik hukum secara etimologis merupakan terjemahan dari Bahasa
Belanda yaitu Rechtspolitiek. Yang terdiri dari dua kata yaitu recht dan politiek.6
Kata recht dalam bahasa Indonesia berarti hukum. Kata politiek mengandung arti

beleid, yang dalam bahasa Indonesia beleid memiliki arti kebijakan.7 Sehingga

memiliki arti bahwa politik hukum adalah rangkaian konsep dan asas yang
menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan
kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang hukum.8
Menurut Satjipto Rahardjo, hukum bukanlah suatu lembaga yang sama
sekali otonom, melainkan berada pada kedudukan yang kait-mengkait dengan
sektor-sektor kehidupan lain dalam masyarakat. Hukum harus senantiasa
melakukan penyesuaian terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh
masyarakatnya, dengan demikian hukum mempunyai dinamika. Sehingga
menurut Satjipto Rahardjo politik hukum merupakan faktor yang menyebabkan
terjadinya dinamika tersebut, karena ia diarahkan kepada iure constituendo,
hukum yang seharusnya berlaku.9 Menurutnya terdapat beberapa pertanyaan
mendasar yang muncul dari politik hukum, yaitu; Pertama , tujuan apa yang
hendak dicapai dengan sistem hukum yang ada; Kedua , cara-cara apakah dan
yang manakah yang paling baik untuk bisa dipakai mencapai tujuan tersebut;
Ketiga , kapankah waktunya hukum itu perlu diubah dan melalui cara-cara

bagaimana perubahan itu sebaiknya dilakukan; dan Keempat, dapatkah
dirumuskan suatu pola yang mapan yang bisa memutuskan kita dalam proses


6

Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Op.Cit., hlm. 19.
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Ibid, hlm. 21.
8
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Ibid, hlm. 22.
9
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum – Cetakan Keenam 2006, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hlm.
358.

7

4

pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.10 Politik hukum
setidaknya mencakup tiga hal, yaitu:11
1. Kebijakan negara (garis resmi tentang hukum yang akan diberlakukan atau
tidak diberlakukan dalam rangka pencapaian tujuan negara.
2. Latar belakang politik, ekonomi, sosial, budaya atas lahirnya produk hukum.

3. Penegakan hukum di dalam kenyataan lapangan
Menurut Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta dalam bukunya
yang berjudul Pengantar Ilmu Hukum, politik hukum merupakan penerapan
praktis dari konsep-konsep sistem hukum untuk mencapai tujuan politik yang
menggunakan konsep-konsep sistem hukum. Politik hukum nasional mencakup
politik hukum, perundang-undangan, penerapan, dan penegakannya. Lebih lanjut
dalam arti luas, politik hukum juga mencakup mengenai kebijakan atau politik
pembangunan atau pembinaan hukum nasional.12
Sedangkan Sunaryati Hartono tidak menjelaskan secara eksplisit apa itu
politik hukum. Dalam pandangannya politik hukum merupakan sarana yang
digunakan oleh Pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang
dikehendaki dan dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita
bangsa Indonesia.13 Menurutnya, politik hukum yang digunakan di Indonesia
tidak akan menggunakan cara-cara kapitalis, komunis, maupun fanatic religious,
apalagi karena komunis sendiri di Soviet Rusia.14 Yang menjadi tujuan atau citacita sendiri yatu tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang
menyatakan bahwa tujuan dari pembentukan Negara Republik Indonesia adalah:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
10


Satjipto Rahardjo, Ibid, hlm. 358-359.
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm. 4.
12
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum –Suatu Pengenalan
Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum –Buku I, Bandung: Alumni, 2009, hlm. 126.
13
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Op.Cit., hlm. 30.
14
C.F.G. Sunaryati Hartono, Op.Cit., hlm. 4.
11

5

4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Yang mana kesemua tujuan itu harus dicapai dengan berdasarkan pada filsafah
Pancasila.15 Sunaryati Hartono dalam bukunya yang berjudul Politik Hukum
Menuju Satu Sistem Hukum Nasional juga menyebutkan bahwa bangsa Indonesia


itu menginginkan masyarakat yang adil dan makmur secara merata yang ditempuh
dengan cara-cara yang sewajarnya dan berkeprimanusiaan, sehingga sampailah
pada keselarasan, keserasian, dan juga ketentraman di Indonesia.16
Menurut Padmo Wahjono, politik hukum adalah kebijakan penyelenggara
negara yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk maupun isi dari
hukum yang akan dibentuk dan tentang apa yang dijadikan kriteria untuk
menghukumkan sesuatu. Dalam hal ini, kebijakan tersebut dapat berkaitan dengan
pembentukan hukum, penerapan hukum, dan juga penegakannya. Politik hukum
menurutnya, berkaitan dengan hukum yang berlaku di masa mendatang atau
disebut juga ius constituendum.17
Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai
politik hukum maka dapat diambil simpulan bahwa ada cita-cita yang ingin
dicapai oleh suatu negara. Dan untuk sampai pada cita-cita tersebut maka dapat
diperoleh dengan pemberlakuan hukum. Hal tersebut sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Mahfud MD dalam bukunya yang berjudul Politik Hukum di
Indonesia . Dalam bukunya dijabarkan bahwa,18

“…negara kita mempunyai tujuan yang harus dicapai dan upaya untuk
mencapai tujuan itu dilakukan dengan menggunakan hukum sebagai
alatnya melalui pemberlakuan atau penidakberlakuan hukum-hukum

sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan yang dihadapi oleh
masyarakat dan negara kita.”

15

C.F.G. Sunaryati Hartono, Ibid, hlm. 2.
C.F.G. Sunaryati Hartono, Ibid, hlm. 3.
17
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Op. Cit., hlm. 26.
18
Moh. Mahfud MD, Op.Cit., hlm. 2.
16

6

Dalam merumuskan dan menetapkan hukum yang akan dilakukan, politik hukum
akan menyerahkan otoritas legislasi pada penyelenggara negara. Hal tersebut
dilakukan dengan tetap memperhatikan nilai-nilai yang hadir di masyarakat. Dan
keseluruhannya diarahkan guna mencapai tujuan yang dicita-citakan.19
Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki politik
hukum yang akan berbeda dengan bangsa lain. Politik hukum nasional merupakan
kebijakan dasar negara Republik Indonesia dalam bidang hukum yang akan,
sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat untuk mencapai tujuan negara Republik Indonesia yang dicitacitakan.20 Tujuan dari politik hukum nasional sendiri meliputi dua aspek yang
saling berkaitan, yaitu:21
1. Sebagai suatu alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan
oleh pemerintah untuk menciptakan suatu sistem hukum nasional yang
dikehendaki; dan
2. Dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa
Indonesia yang lebih besar.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ditopang oleh sektor ekonomi,
untuk itu perlu adanya pembangunan di bidang ekonomi. Dalam proses
pembangunan ekonomi tersebut kegiatan perbankan merupakan salah satu unsur
penting. Lembaga keuangan perbankan memiliki peran yang penting dalam
menggerakkan roda perekonomian suatu negara.22 Hal tersebut dikarenakan
hadirnya perbankan salah satunya berguna untuk menghimpun dana dari
masyarakat secara langsung dan menyalurkannya kembali ke masyarakat melalui
pranata hukum perkreditan.23

Selain itu, lembaga perbankan sebagai sumber

utama pembiayaan berkewajiban memfasilitasi perkembangan ekonomi pasar.
19

Frans Magnis Suseno, Etika Politik: Prinsip-Prinsip Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm. 310-314.
20
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Op.Cit., hlm. 58.
21
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Ibid, hlm. 59.
22
Etty Mulyati, Op.Cit., hlm. 21.
23
Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm. 2.

7

Lembaga perbankan dituntut untuk mampu berperan sebagai agent of development
dalam usaha mencari tujuan nasional.24
Dunia perbankan di Indonesia berada dibawah payung Hukum Perbankan
Indonesia. Dimana seluruh kegiatan perbankan di Indonesia harus patuh dan
tunduk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Kegiatan perbankan sendiri menurut undang-undang tersebut tercantum dalam
Pasal 1 angka 1 yaitu segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.25

Sampai terbentuknya undang-undang tersebut, terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhinya antara lain;26
1. Perjanjian
Perjanjian dapat dianggap bagi para pihak sebagai suatu undang-undang
yang materinya sangat konkret. Dalam perkembangannya, materi yang
biasa diperjanjikan menjadi hukum yang dipakai luas sebagai hukum
objektif. Seperti halnya kredit, pada awalnya kredit tidaklah memerlukan
jaminan hanya berdasar pada kepercayaan saja. Sampai akhirnya dalam
Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Perbankan Tahun 1967 menysratkan
bahwa bank umum tidak boleh memberikan kredit kepada siapapun tanpa
adanya jaminan.
2. Yurisprudensi
Meski Indonesia bukan negara common law yang mendasarkan diri pada
yurisprudensi, namun yurisprudensi tetap diterima sebagai salah satu
sumber hukum atau faktor pembentuk hukum. Terhadap yurisprudensi
tersebut dapat menjadi terbentuk hukum objektif. Contoh-contoh

24

Etty Mulyati, Op.Cit., hlm. 21.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
26
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012, hlm.
12-15.

25

8

keputusan pengadilan yang mempengaruhi keberadaan Undang-Undang
Perbankan antara lain:
a. Putusan Mahkamah Agung tertanggal 1 September 1971;
Dalam perkara antara Lao Diang Sang melawan Bank IIndonesia,
menetapkan bahwa hanya benda-benda bergerak yang dapat
difidusiakan sehingga fidusia bagi barang-barang tidak bergerak
adalah tidak sah dan batal demi hukum
b. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1042 K/Pdt/1987;
Yang dalah satu isinya menyebutkan bahwa tanggung jawab
terhadap ongkos pengacara dalam perjanjian kredit (untuk
penagihan kredit) adalah menjadi tanggung jawab bank.
3. Doktrin
Dalam pengaturan perbankan, tidak akan terlepas dari pendapat para ahli
di luar bidang hukum. Agar hukum dapat memainkan peranannya dalam
kegiatan perbankan, para ahli hukum harus

memahami dan mampu

menangani berbagai persoalan yang menjadi inti aktivitas tersebut.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang dinamis. Karena
merupakan masyarakat yang dinamis maka dalam dunia perbankan pun
membutuhkan hukum yang mengikuti perkembangan masyarakatnya. Oleh
karenanya benar adanya bahwa diperlukan adanya pembaruan hukum dalam hal
ini khususnya di bidang perbankan. Proses pembentukan perundang-undangan
haruslah menampung semua hal yang erat hubungannya dengan undang-undang
tersebut.27
Masyarakat yang dinamis tersebut, guna mencapai kesejahteraan,
masyarakat menggunakan lembaga kredit guna memodali usahanya. Djuhaendah
Hasan bahkan menyebutkan bahwa kebijaksanaan perkreditan merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari kebijaksanaan pembangunan secara makro. Bagi
kehidupan para pengusaha (pengusaha kecil maupun pengusaha besar) kredit
merupakan urat nadi bagi pengembangan usahanya dalam upaya mendapat
27

Etty Mulyati, Op.Cit., hlm. 53.

9

tambahan modal.28 Di sisi lain, kredit memberikan manfaat yang sangat besar juga
bagi perbankan. Hal tersebut karena kredit merupakan penyumbang terbesar bagi
pendapatan usaha bank, yang dihasilkan melalui bunga dan provisi.29
Seiring perkembangan, jumlah pengusaha di usaha makro, mikro, dan
kecil mengalami peningkatan dan hal itu sangat berperan dalam perkembangan
ekonomi nasional. Melihat ke arah perkembangan tersebut, pemerintah kemudian
memfasilitasi dengan penyediaan program bantuan melalui fasilitas perkreditan,
khususnya bagi pengusaha mikro dan kecil dengan berbagai kemudahan dalam
persyaratan-persyaratan pengajuan kreditnya.30
Cita-cita Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945, yang salah satunya yaitu mewujudkan kesejahteraan umum dapat
dilaksanakan dengan pembangunan nasional yang merata. Bukan hanya pada
pembangunannya saja melainkan juga pada pemerataan hasil dari pembangunan
itu sendiri.31 Artinya meski di suatu daerah di Indonesia masyarakatnya lebih
maju dalam pembangunan (ditandai dengan banyaknya pengusaha baik mikro,
kecil, maupun makro) namun seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai
Merauke harus bisa menikmati hasil pembangunan tersebut.
Untuk sampai pada hal tersebut dapat ditempuh dengan pembaruan
hukum, pembaruan hukum yang dimaksud yaitu pembangunan hukum dalam
bidang hukum perbankan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sunaryati
Hartono dalam bukunya yang berjudul Beberapa Masalah Transnasional dalam
PMA di Indonesia , bahwa hukum harus membuka jalan dan menyalurkan

kehendak dan kebutuhan masyarakat ke arah tujuan yang dikehendaki. 32 Sunaryati
Hartono dalam bukunya yang berjudul Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum
Nasional juga berpesan bahwa agar proses pembangunan suatu negara dapat

28

Djuhaendah Hasan, Op.Cit., hlm. 139.
Etty Mulyati, Op.Cit., hlm. 108.
30
Etty Mulyati, Ibid, hlm. 20-21.
31
Etty Mulyati, Ibid, hlm. 49.
32
C.F.G. Sunaryati Hartono, Beberapa Masalah Transnasional dalam PMA di Indonesia, Bandung:
Bina Cipta, 1972, hlm. 8.
29

10

dipercepat maka diperlukan adanya pembentukan kaidah-kaidah hukum yang
akan mendorong sikar warga masyarakat ke arah sikap yang lebih menunjang bagi
pembangunan.33 Selain itu bidang hukum perbankan termasuk pada bidang hukum
yang perlu diprioritaskan untuk dibenahi guna keserasian dan keseimbangan
antara pihak ekonomi kuat dan ekonomi lemah, dengan tetap memperhatikan
faktor stabilitas agar tidak terjadi kekacauan.34
Maka sejalan dengan hal tersebut selain pemerintah memfasilitasi
perkreditan dengan kemudahan pengajuan kredit, pemerintah pun melakukan apa
yang menurut penulis berupa politik hukum perbankan. Politik hukum perbankan
yang dimaksud

yaitu dengan mulai memberlakukan peraturan perundang-

undangan yang aplikatif yang mengakomodir kebutuhan masyarakat kini terkait
pemberian kredit bagi para pengusaha baik itu pengusaha mikro, makro, maupun
kecil. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain:35
1. Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Sektor Riil dan
Pemberdayaan UMKM guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia.
2. Memorandum of Understanding antara departemen teknis, perbankan dan
lembaga penjamin yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007.
3. Perpres Nomor 2 Tahun 2008 tanggal 26 Januari 2008 tentang Lembaga
Penjaminan.
4. Keputusan

Menteri

Kep.05/M.Okon/01/2008

Koordinator
tentang

Komite

Perekonomian

Nomor

Kebijakan

Penjamin

Kredit/Kebijakan UMKM dan Koperasi.
5. Perjanjian Kerja Sama antara Bank Pelaksana dan Lembaga Jaminan.
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas
Penjamin KUR berikut perubahannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor
10/PMK.05/2009.
33

C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung:
Alumni, 1991, hlm. 11.
34
C.F.G. Sunaryati Hartono, Ibid, hlm. 32.
35
Etty Mulyati, Op.Cit., hlm. 106.

11

7. Standar Operasional KUR sesuai dengan Keputusan Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementrian Koordinator
Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan
Penjamin Kredit/Pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi Nomor Kep14/D.I.MEkon/03/2009.
Pemerintah juga mengkonsentrasikan diri untuk mengupayakan pemberian
bantuan kepada penusaha kecil36 sebagai golongan ekonomi lemah. Upaya yang
dilakukan yaitu dengan pemberian Kredit Usaha Kecil (KUK).37 Pemerintah
memberikan kemungkinan bagi KUK untuk pemberian pinjaman sebesar Rp
50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tanpa agunan atau jaminan, jadi jaminannya
hanya berupa jaminan pokok saja tanpa harus ada jaminan tambahan.38
Upaya pemerintah dengan pengaturan bahwa KUK dapat menerima
pinjaman tanpa agunan merupakan hasil dari politik hukum bidang perbankan
pula.

Dimana

terjadi

penyesuaian

peraturan

perundang-undangan

yang

mengakomodir kebutuhan masyarakat guna tercapai cita-cita UUD 1945. Penulis
katakan sebagai penyesuaian peraturan perundang-undangan karena, dalam buku
Djuhaendah Hasan yang berjudul Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan
Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas
Pemisahan Horisontal, disebutkan bahwa UU Perbankan lama berdasarkan Pasal

24 UU Nomor 14 Tahun 1967, Bank Umum dilarang memberikan kredit tanpa
jaminan.39 Sedangkan kini pemerintah sekarang memungkinkan untuk pemberian
pinjaman kepada KUK sebesar Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tanpa
agunan atau jaminan.

36

Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Menteri Keuangan 552/KMK.04/2000, yang dimaksud
dengan pengusaha kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buu melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 360.000.000 (tiga ratus
enam puluh juta rupiah), Jasa Kena Pajak dengan jumlah penerimaan bruto tidak lebih dari Rp
180.000.000 (seratus delapan puluh juta rupiah).
37
Djuhaendah Hasan, Op.Cit., hlm. 141.
38
Djuhaendah Hasan, Ibid, hlm. 142.
39
Djuhaendah Hasan, Ibid, hlm. 150.

12

Tentu saja untuk meminimalisir resiko (dengan memberikan pinjaman
tanpa jaminan tambahan, menurut Penulis akan memperbesar resiko bagi pemberi
pinjaman). Maka pemberi pinjaman harus tetap memperhatikan 4 unsur lainnya
dalam unsur 5C. Unsur 5C atau The Five C’s analysis merupakan metode apakah
pinjaman atau kredit yang diajukan pemohon akan ditolak atau dterima
berdasarkan Character

(sifat), Capacity (kemampuan), Capital (Modal),

Collateral (Jaminan), dan Condition of Economy (kondisi ekonomi). Dengan

disertai pengawasan yang diperketat terhadap kegiatan perbankan khususnya
dibidang kredit.

13

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan adanya pembaharuan di bidang hukum perbankan khususnya di
bidang kredit tersebut melalui politik hukum maka pemerintah telah
mengakomodir kebutuhan masyarakat dalam bidang kredit guna memenuhi
kebutuhan di bidang usaha yang ditekuni oleh masyarakat. Politik hukum
mempengaruhi hukum perbankan di Indonesia dengan langkah pemerintah yang
menerbitkan sejumlah peraturan yang mengakomodir kebutuhan masyarakat.
Dimana undang-undang perbankan yang lama tidak memperbolehkan pemberian
pinjaman atau kredit tanpa jaminan tambahan. Sedangkan sekarang pemerintah
bahkan memungkinkan bagi pengusaha skala kecil untuk menerima pinjaman
tanpa jaminan tambahan.
Atas pengaruh yang diberikan politik hukum tersebut terhadap dunia
perbankan di Indonesia, khususnya di bidang kredit atau pinjaman, maka
pemerintah telah

mendorong masyarakat untuk melangsungkan usahanya di

bidang ekonomi. Tentu hal tersebut merupakan langkah yang baik. Karena dengan
masyarakat yang lebih mandiri secara ekonomi maka roda perekonomian negara
pun akan berjalan dengan lebih baik.

B. Rekomendasi
Adanya kemudahan yang diberikan oleh pemerintah terhadap masyarakat
dalam penerimaan kredit untuk kepentingan bidang usaha tersebut, setidaknya
menimbulkan resiko yang lebih besar bagi pemberi pinjaman. Resiko yang lebih
besar tersebut setidaknya harus diimbangi dengan pengawasan yang lebih ketat
pula. Untuk itu penulis merekomendasikan agar adanya pengawasan yang lebih
ketat yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai hal tersebut.

14

Karena perlu diingat kembali bahwa tujuan adanya politik hukum di
bidang perbankan ini yaitu untuk mewujudkan cita-cita berupa kesejahteraan
umum sebagaimana termaksud dalam Pembukaan UUD 1945. Dan pelaksanaanya
juga tanpa terlepas dari dasar negara yaitu Pancasila. Sehingga kesejahteraan
umum yang dimaksud pun harus berdasar pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, yang dalam hal ini kesejahteraan harus adil tidak menyasar hanya pada
masyarakat sebagai penerima pinjaman, namun juga bagi pemberi pinjaman.

15

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
C.F.G. Sunaryati Hartono, Beberapa Masalah Transnasional dalam PMA
di Indonesia , Bandung: Bina Cipta, 1972.

C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum
Nasional, Bandung: Alumni, 1991.

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda
Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas
Pemisahan Horisontal, Bandung: Nuansamadani, 2011.

Etty Mulyati, Kredit Perbankan – Aspek Hukum dan Pengembangan
Usaha Mikro Kecil dalam Pembangunan Perekonomian Indonesia,

Bandung: Refika Aditama, 2016.
Frans Magnis Suseno, Etika Politik: Prinsip-Prinsip Dasar Kenegaraan
Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994.

Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum –
Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu
Hukum –Buku I, Bandung: Alumni, 2009.

Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia , Jakarta: Rajawali Pers,
2012.
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2012.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum – Cetakan Keenam 2006, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2006.
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan – Edisi Revisi, Bandung: Mandar
Maju, 2012.

B. Peraturan Perundang-undangan

16

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182.
Surat Keputusan Menteri Keuangan 552/KMK.04/2000 tentang Batasan
Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.

17