OBSERVASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN SENI T

OBSERVASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN SENI TARI
DI SMK BHAKTI PRAJA MARGASARI-TEGAL

Latar belakang Pendidikan seni, dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah lepas
dari sebuah seni. Seni merupakan penggambaran ekspresi dari masing-masing individu.
Pentingnya pendidikan seni didalam dunia pendidikan melalui pendidikan seni diharapkan
siswa dapat mengembangkan kepekaan rasa, mengembangkan kreativitas, mengembangkan
cita rasa estetis, mengembangkan etika, mengembangkan kesadaran sosial, mengembangkan
kesadaran kultural, mengembangkan rasa cinta terhadap kebudayaan indonesia, sehingga
melahirkan generasi yang kreatif, memiliki akal dan kehalusan budi dalam mengantisipasi
perubahan yang terjadi dimasyarakat.
Apabila dicermati, seni memiliki dua aspek yang berguna bagi manusia, yakni aspek
produk dan aspek prosesnya. Pertama produk atau karya seni bermanfaat bagi peningkatan
kualitas hidup manusia karena dengan menghayati karya seni seseorang dapat memahami
kemungkinan cara baru dalam berfikir, merasakan, dan mengembayangkan tentang
kehidupan. Manfaat yang kedua yakni, proses karya seni.didalam proses kegiatan
berkesenian terjadi beberapa aktivitas fisik dan psikologis yang dapat merangsang potensipotensi pada diri manusia untuk berkembang, baik perubahan fisik maupun mentalnya.

Landasan Teori, Pendidikan Humanistik dalam Pendidikan Seni dalam konteks
pendidikan, pendekatan humanisme dewasa ini semakin banyak digagas oleh beberapa pakar
sebagai pendidikan alternatif. Maraknya praktik-praktik dehumanisasi dalam pendidikan

menjadikan pendekatan humanisme ini banyak diadopsi kedalam dunia pendidikan, baik
secara paradigma maupun aplikasinya. Pendidikan saat ini tidak lagi menganggap peserta
didik sebagai objek, akan tetapi sebaliknya. Pelaksanaan pendidikan sudah saatnyalah
memfokuskan pada optimalisasi potensi yang dimiliki peserta didik. Pendidik humanis amat
menekankan

pada

pemberian

kesempatan

aktualisasi-diri

peserta

didik

yang


memungkinkannya untuk berekspresi, bertindak, bereksperimen, berbuat kesalahan, dan
mendapatkan masukan, sehingga ia mengenal dirinya dengan baik. Menurut Abraham
Maslow, tokoh psikolog yang dikaitkan dengan pendidikan humanistik, bahwa kita belajar
tentang diri sendiri dengan mencermati tanggapan kita terhadap ”pengalaman puncak” yang
dialami yang melahirkan rasa cinta, benci, cemas, depresi, dan girang. Melalui pengalaman

khusus tersebut, seseorang akan menyadari potensi dan keterbatasannya. Menurutnya,
pengalaman puncak dari rasa takut, kagum, dan misteri merupakan akhir dan sekaligus awal
dari pembelajaran (McNeil dalam Salam 2009). Pengalaman puncak ini dapat terbangun jika
tantangan lingkungan yang diberikan kepada peserta didik sesuai dengan minat dan
kompetensinya. Pengalaman puncak tidak akan tercapai jika tantangan lingkungan (dalam
bentuk tugas yang diberikan) tidak menarik dan terlalu berat bagi peserta didik sehingga
mencemaskan, atau sebaliknya, tidak menantang dan menarik sehingga membosankan.
Melalui pengalaman puncak yang menjadikan peserta didik tidak lagi membedakan antara
diri dan apa yang dilakukannya, akan terbangun kepribadian yang khas secara penuh. Untuk
itu pendidik perlu memberikan peserta didik suasana hangat dan bersahabat seraya
menyiapkan diri menjadi sumber belajar yang terpercaya Dengan karakteristik pendidikan
humanis yang diuraikan di atas, maka proses pembelajaran menjadi sangat mendapatkan
perhatian. Bagi pendidik humanis, proses lebih penting dari pada hasil (produk). Jika sebuah
kegiatan pembelajaran telah mampu memberikan pengalaman puncak bagi peserta didik,

maka itu telah memenuhi harapan mereka karena kegiatan seperti itu akan mampu
menyadarkan peserta didik akan potensinya yang unik (Salam 2009). Pengalaman puncak
memungkinkan untuk dicapai melalui pengalaman estetik karena ia melibatkan perasaan dan
pikiran peserta didik. Bila peserta didik secara intensif mendengarkan alunan musik,
menghayati goresan lukisan, atau menyaksikan gemulai tarian, maka secara alamiah
emosinya akan terlibat karena karya seni memiliki kemampuan untuk memengaruhi perasaan
seperti menimbulkan rasa gusar, cemas, dan gembira. Aspek intelektual peserta didik juga
terlibat dalam pengalaman estetik karena sepanjang berlangsungnya kontak yang intensif
dengan gejala keindahan ia melakukan analisis, sintetis, abstraksi, dan evaluasi. Bahkan,
pengalaman estetik memberi pengaruh yang bersifat fisikal seperti mendebarkan jantung atau
menimbulkan gerakan refleks pada diri peserta didik. Karena itu Knieter (tanpa tahun; 430)
menekankan bahwa pengalaman estetik yang diberikan dalam kegiatan pendidikan mestilah
terarah dan tidak terjadi secara begitu saja (Salam 2009). Pengalaman estetis merupakan
keunikan yang ada dalam pendidikan seni, yang tidak dapat dijumpai dalam pendidikan
lainnya. Keunikan pendidikan seni itu terletak pada kekhasan seni itu sendiri. Pengalaman
estetik merupakan intisari dari seni maka pendidikan seni tanpa melibatkan pengalaman
estetik bukanlah pendidikan seni dalam arti yang sesungguhnya. Karena itu, pengalaman
estetik pulalah yang membedakan pendidikan seni dengan pendidikan bidang studi lainnya.
Dalam pendidikan seni, pengalaman estetik adalah sesuatu yang esensial, sedang dalam
pendidikan studi yang lain, pengalaman estetik (kalaulah pengalaman tersebut dihadirkan)


hanyalah sekedar alat bantu untuk mencapai atau menegaskan tujuan tertentu yang utama
dalam bidang studi tersebut. Studi tentang anak menunjukkan bahwa mengekspresikan diri
secara estetik melalui media gerak, suara/bunyi, atau rupa(visual) merupakan sesuatu yang
alamiah pada diri anak sejak usia dini dan berkembang sejalan degan perkembangan fisik dan
jiwanya. Hasil studi ini kemudian menyadarkan pendidik bahwa pendidikan seni merupakan
suatu media yang amat efektif untuk mengembangkan kepribadian anak karena potensi untuk
itu telah dimiliki oleh anak. Tidak mengherankan bila kemudian pendidikan seni menjadi
bagian penting dari kurikulum pendidikan modern. Pendidikan seni yang mendorong anak
untuk berekspresi, dipandang memiliki nilai pembersihan jiwa (katarsis), dan karena itu
bersifat terapi yang dapat memberi sumbangan bagi kenyamanan dan ketentraman jiwa
(Salam 2001). Pendidikan seni ekspresi bebas yang amat populer terutama di tingkat
pendidikan dasar merupakan salah satu wujud dari harapan kaum humanis untuk
menawarkan pengalaman belajar yang membebaskan. Frank Cizek merupakan bapak dari
pendidikan seni ekspresi bebas. Ia merupakan orang yang pertama kali mengakui secara
terbuka nilai intrinsik karya seni rupa anak (Efland 195). Ia meyakini bahwa karya seni rupa
anak adalah karya seni yang hanya mampu dihasilkan oleh anak. Untuk itu, anak semestinya
dibiarkan tumbuh bagaikan bunga tanpa mengaruh orang dewasa (MacDonald 341-342). Di
tempat ia mengajar ia mempraktikkan filosofinya yang terkenal tersebut. Pendidik hendaknya
hanya menyediakan simpati dan pengertian untuk merangsang imajinasi (Salam 2009). Lebih

lanjut Salam (2009) mengatakan bahwa pendekatan ekspresi bebas yang amat sejalan dengan
gagasan kaum humanis akan pendidikan yang membebaskan kemudian dikembangkan dan
dipopulerkan oleh berbagai tokoh pendidik lainnya seperti Viktor Lowenfeld yang
melahirkan buku klasik Creative and Mental Growth yang mengaitkan antara seni (seni rupa)
dengan pertumbuhan mental dan kreatif. Lowenfeld sangat dipengaruhi oleh pandangan
Freud yang menempatkan seni rupa sebagai wujud ekspresi dari dorongan alam bawah sadar.
Karena itu karya seni rupa merupakan indikator kesehatan jiwa dan ekspresi seni rupa
merupakan bentuk terapi pembersihan jiwa yang pada akhirnya akan menyehatkan
kepribadian peserta didik. Ini berarti, pertumbuhan dan kesehatan peserta diudik merupakan
tujuan sedangkan seni merupakan alat untuk mencapai tujuan tersebut. Tokoh pendidikan
seni ekspresi bebas yang lain adalah Herbert Read yang amat populer dengan karya tesisnya
Education through Art. Dalam karyanya tersebut, Read menekankan bahwa berolah seni
merupakan suatu kegiatan yang universal dan alamiah dalam seseorang mengomunikasikan
dirinya. Pendidik seyogyanya tidak mengganggu kegiatan alamiah tersebut dengan berbagai
dalih seperti demi adat-istiadat, persaingan kerja, pembentukan watak, atau pendisiplinan

jiwa. Pendekatan ekspresi bebas bercirikan pemberian kesempatan bagi anak-anak untuk
menyatakan dirinya secara tidak terganggu melalui seni dalam kegiatan pembelajaran.
Konsep dasar pendekatan ekspresi bebas adalah seni anak hanya bisa diciptakan oleh anak,
sehingga anak harus diberi kebebasan untuk tumbuh kembang secara leluasa tanpa gangguan

dari orang dewasa. Dengan pendekatan ekspresi bebas ini, tugas guru adalah memberikan
pengalaman kepada anak yang dapat merangsang munculnya ekspresi pribadi anak.
Pendekatan ekspresi bebas yang digunakan guru adalah yang terarah, dengan cara (1)
bercerita atau berdialog untuk membangkitkan perhatian dan merangsang lahirnya motif
untuk dijadikan dasar dalam berkarya, (2) memberikan anak pengalaman kontak langsung
dengan alam secara sadar, (3) mendemonstrasikan proses penciptaan karya seni yang akan
diajarkan. Setelah termotivasi, anak diminta untuk mengekspresikan dirinya secara bebas
(Salam 2005).

Metode observasi yang digunakan di SMK Bhakti Praja Margasari Tegal adalah
wawancara secara langsung dan pengamatan proses kegiatan belajar mengajar dengan
narasumber. Obesrvasi dilaksanakan pada hari sabtu 22 oktober 2016, pukul 09.30 – 10.3,
dengan ibu Siska Ayu Martiningsing sebagai guru mata pelajaran seni tari.

Visi Smk Bhakti Praja Margasari-Tegal: menjadikan pusat pendidikan dan latihan
sebagai wadah sumber daya manusia yang berkompetensi, mandiri, berkarakter bangsa,
berjiwa wirausaha, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Misi Smk Bhakti Praja Margasari-Tegal: menumbuhkan semangat unggulan dan kompetitif
secara intensif kepada seluruh warga sekolah, melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara
optimal yang berorientasi pada pencapaian kompetensi standar nasional dengan tetap

mempertimbangkan potensi yang dimiliki peserta didik, meningkatkan hubungan sekolah
dengan DU.DI lembaga sertifikasi yang telah memiliki raputasi nasional dan internasional,
menerapkan sistem manajemen mutu ISO 900:2008 dalam pengelolaan seluruh warga
sekolah.

Pembelajaran seni tari di Smk Bhakti Praja Margasari- Tegal dilaksanakan secara
langsung yaitu guru memberikan satu contoh tarian dan siswa dituntut mengamati dan
menirukan geerakan tarian tersebut lalu berkelompok dan berdiskusi untuk menampilkan
suatu tarian yang sudah diajarkan. Tujuan pembelajaran seni tari yakni untuk membentuk
siswa menjadi paham terhadap realita yang sedang dialami siswa baik secara internal maupun

eksternal. Contohnya siswa mampu mengamati, dan mengapresiasi bentk tarianyyang sudah
ditirukan. Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar yaitu dengan metode
imitasi (mencontoh), dalam pembelajaran seni tari tidak lepas dari interaksi anatara guru dan
siswa selama proses belajar mengajar berlangsung karena dengan adanya interaksi ini proses
penyampaian materi akan lebih mudah dan komunikatif. Media atau sarana yang digunakan
dalam pembelajaran menggunakan media audio dan audio visual. Evaluasi yang digunakan
dalam pembelajaran adalah Evaluasi proses, dengan cara praktikdan remidial yaitu guru
memberikan materi kemudian dievaluasi, jika da yang kurang atau tidak memenui batas
standar penilaian maka akan diadakan remidial atau perbaikan. Dalam pembelajaran dapat

dilihat minat siswa terhadap seni tari yakni sedang, karena sebagai siswa menyukai dan
sebagian kurang menyukai seni tari, teruama bagi siswa laki-laki. Dapat ditarik kesimpulan
dalam pembelajaran seni dari tahun ketahun berkembang dengan baik,seperti halnya tahun
2016 mulai diterpkannya mata pelajaran seni tari, dari tahun sebelumnya hanya ada mata
pelajaran seni musik dan seni rupa dalam pendidikan seni.

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

2 5 46

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

PENGARUH KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKADAN MOTIFBERPRESTASI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

8 74 14

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92