FUNDAMENTALISME DAN LIBERALISME ISLAM. docx

FUNDAMENTALISME DAN LIBERALISME ISLAM
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran dan
Peradaban Islam
Dosen Pengampu: Dr. Sudarno Shobron, M.Ag

Disusun Oleh:
PUSPITA LESTARI
O100160065

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
2017

FUNDAMENTALISME DAN LIBERALISME ISLAM
Oleh: Puspita Lestari
Program Studi Magister Pendidikan Islam (M.Pd.I)
Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
Email: lestari.puspita93@gmail.com
A. PENDAHULUAN
Menempatkan ajaran agama dalam bentuknya yang kontekstual

dalam dinamika perubahan sosial adalah suatu hal yang harus dilakukan
terus menerus. Sebab, agama pada dasarnya harus terus menemukan
maknanya sepanjang jaman dan untuk menemukan makna yang berguna
pada perubahan sosial itu, maka penafsiran ulang dan penyegaran
pemahaman keagamaan mutlak dilakukan. Terlebih lagi, pada dasarnya
sebuah teks tidak bisa terlepas dari konteks sosial dan sejarah yang
melingkupinya.
Dalam konteks keindonesiaan dewasa ini wacana tentang
pemahaman terhadap Islam mengalami polarisasi-polarisasi tertentu.
Namun, setidaknya terdapat dua pola yang terlihat dalam posisi
berhadapan dan saling tarik menarik. Pola pertama, mengetengahkan akan
sisi Islam yang plural dan hampir dapat dikatakan melihat berbagai
dimensi keagamaan dengan perspektif relatifitas atau dengan istilah
populer Islam liberal. Sementara pola kedua, sangat terkungkung dengan
teks-teks keagamaan dan mendakwakan bahwa semata-semata taat
terhadap teks masih berada pada jalan yang benar atau Islam fundamental.
Kendati tidak untuk terjebak dalam pendefinisian kedua poros tersebut,
tapi setidaknya dari kecenderungan-kecenderungan realitas dalam
pemahaman keduanya.
B. PENGERTIAN FUNDAMENTALISME DAN LIBERALISME ISLAM

1. Pengertian Fundamentalisme Islam

1

Fundamentalisme berasal dari bahasa Inggris yang berarti pokok,
asas, fundamentil.1 Dalam kamus bahasa Indonesia, fundamentalisme
berasal dari kata fundamen yang artinya fondasi, dasar, asas, dan
hakikat.2
Sedangkan menurut istilah, fundamentalisme adalah paham yang
cenderung memperjuangkan sesuatu secara radikal. Secara historis,
istilah “fundamentalisme” pada dasarnya diatributkan pada sekte
protestan yang menganggap injil bersifat absolut dan sempurna dalam
arti literal sehingga mempertanyakan satu kata yang ada dalam injil
dianggap dosa besar dan tak terampuni.
Dalam

hal

ini,


kamus

Oxford

mendefinisikan

kata

fundamentalisme sebagai pemeliharaan secara ketat atas kepercayaan
agama tradisional seperti kesempurnaan injil dan penerimaan literal
ajaran yang terkandung di dalamnya sebagai fundamental dalam
pandangan Kristen Protestan.3
Jadi, fundamentalisme Islam dalam pengertian dasarnya ialah sikap
dan pandangan yang berpegang teguh pada hal-hal yang dasar dan
pokok dalam Islam.4 Dalam pengertian lebih lanjut, fundamentalisme
Islam merupakan sebuah aliran, gerakan ataupun paham yang berupaya
untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar atau asas, oleh
karena itu pengikut dengan paham ini seringkali berbenturan dengan
kelompok lain karena menggap diri sendiri lebih murni daripada
kelompok lainnya yang iman atau ajarannya telah tercemar.

2. Pengertian Liberalisme Islam
Liberalisme berasal dari kata liberal, menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, liberal berarti bebas (luas dan terbuka). Dalam fatwa MUI
tentang pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama, disebutkan
1Abuddin Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), hlm. 10.
2Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan dalam Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2000),
hlm. 14.
3Nurcholis Majid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992), hlm. 35.
4Abuddin Nata, Peta, hal. 16.

2

bahwa liberalisme adalah memahami nash-nash agama (al-Quran dan
Sunnah) dengan menggunakan akal fikiran yang bebas dan hanya
menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal fikiran
semata.5
Jadi singkatnya, liberalisme Islam ialah sikap dan pandangan yang
menginginkan kebebasan dalam menjalankan ajaran Islam.

C. SEJARAH TIMBULNYA FUNDAMENTALISME DAN LIBERALISME
ISLAM
1. Sejarah Timbulnya Fundamentalisme Islam
Istilah

fundamentalisme

pertama

kalinya

digunakan

oleh

kelompok-kelompok penganut agama Kristen di Amerika serikat untuk
menamai aliran pemikiran keagamaan yang cenderung menafsirkan
teks-teks keagamaan secara rigid (kaku) dan literalis (harfiah). Dalam
konteks ini, fundamnetalisme pada umumnya dianggap sebagai reaksi
terhadap modernisme. Reaksi ini bermula dari anggapan bahwa

modernisme yang cenderung menafsirkan teks-teks keagamaan secara
elastis dan fleksibel untuk menyesuaikannya dengan berbagai
kemajuan di zaman modern, akhirnya justru membawa agama ke posisi
yang semakin terdesak ke pinggiran. Kaum fundamentalis menuduh
kaum modernis sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya proses sekularisme secara besar-besaran, dimana peranan
agama akhirnya semakin cenderung terkesampingkan dan digantikan
oleh peranan sains dan teknologi modern.6
Kecenderungan untuk menafsirkan teks-teks keagamaan secara
rigid dan literalis seperti dilakukan oleh kaum fundamentalis Protestan
itu, ternyata ditemukan juga di kalangan penganut-penganut agama
lain di abad kedua puluh ini. Karena itu, tidaklah mengherankan jika
5Syarif
Hidayat,
Makalah
Tentang
Pengaruh
Liberalisme,
http://syarifsbastian.blogspot.co.id/2015/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html, diakses
pada: Jum’at, 17 Maret 2017.

6Jalaluddin Rakhmat, dkk, Rekonstruksi dan Renungan Religius Islam (Jakarta:
Paramadina, 1996), hlm. 98.

3

para sarjana Orientalis dan Islamisasi Barat kemudian menyebut
kecenderungan serupa di kalangan masyarakat muslim, sebagai
“fundamentalisme Islam”.7
Jika kita hubungkan dengan fakta-fakta sejarah memang dapat
dijumpai adanya kelompok-kelompok dalam Islam yang berpandangan
demikian, walaupun tidak sepenuhnya muncul sebagai reaksi terhadap
modernisme, melainkan juga karena latar belakang politik, teologi dan
lain sebagainya. Dalam bidang teologi misalnya dijumpai aliran
Khawarij. Kelompok ini muncul sebagai reaksi terhadap sikap
Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah serta para pendukung yang
bertikai ini yang mengambil jalan penyelesaian dengan cara arbitrase
(damai), yang berakhir dengan kemenangan pada pihak Mu’awiyah.
Sikap ini tidak dapat diterima oleh sekelompok orang yang kemudian
dikenal sebagai kaum Khawarij.8 Kelompok ini kemudian menuduh
orang-orang yang terlibat dalam arbitrase sebagai kafir.

Pada tahun 1928, di Kairo muncul suatu organisasi yang dikenal
dengan nama Ikhwanul Muslimin. Organisasi yang didirikan oleh
Hasan al-Banna dan memiliki ciri-ciri Islam Fundamentalis ini
memusatkan perhatiannya kepada kegiatan-kegiatan reformasi moral
dan sosial.9 Proyek-proyek pendidikan dan kesejahteraan sosialnya
mendapat sambutan dan dukungan dari masyarakat luas.
Organisasi ini selanjutnya terlibat dalam pergolakan politik di
Mesir lewat kegiatan-kegiatannya menentang kekuasaan pendudukan
Inggris dan berdirinya negara Israel di atas bumi Palestina. Aspirasi
politiknya juga makin terkristalisasi, yakni secara jelas mendambakan
berdirinya negara Islam di Mesir.10
Dari segi akidah, Ikhwanul Muslimin tidak sedikitpun meragukan
kebenaran al-Quran yang menyatakan tiada hukum yang benar kecuali
7Abuddin Nata, Peta, hlm. 18.
8Ibid, hlm. 19.
9H. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara (Jakarta: UI Press, 1990), hlm. 145.
10Ibid, hlm. 146.

4


di sisi Allah, dan Allah sajalah penentu perintah dan larangan yang
mesti ditaati.11 Ia juga cenderung tidak mematuhi ketentuan yang
dibuat

oleh

pemerintah,

bahkan

berusaha

menentang

dan

memberontak.
Dari contoh kasus Khawarij dan Ikhwanul Muslimin yang
memiliki ciri-ciri fundamentalis tersebut dapat diketahui bahwa latar
belakang timbulnya fundamentalisme Islam juga karena perbedaan

pandangan dalam bidang teologi, politik dan hukum.
Berdasarkan

informasi

tersebut,

ada

empat

faktor

yang

menyebabkan lahirnya fundamentalisme Islam;12
 Faktor modernisasi yang dirasakan dapat menggeser nilai-nilai
agama dan pelaksanaannya dalam kehidupan.
 Pandangan dan sikap politik yang tidak sejalan dengan
pandangan dan sikap politik yang dianut penguasa.

 Ketidakpuasan mereka terhadap kondisi sosial, ekonomi, politik
dan sebagainya yang berlangsung di masyarakat.
 Faktor sifat dan karakter ajaran Islam yang dianutnya yang
cenderung bersikap rigid (kaku) dan literalis.
2. Sejarah Timbulnya Liberalisme Islam
Islam liberal menurut Charless Kurzman muncul sekitar abad ke18 dikala kerajaan Turki Utsmani, Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal
tengah berada di gerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para
ulama untuk mengadakan gerakan permurnian, kembali kepada alQuran dan Sunnah. Pada saat ini muncullah cikal bakal paham liberal
awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya Islam
harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan
pcnduduknya. Hal ini juga terjadi dikalangan Syiah. Aqa Muhammad
Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan
membukanya lebar-lebar.
11Abuddin Nata, Peta, hlm. 21.
12Ibid, hlm. 23.

5

Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid (murid dari Fazlur Rahman
di Chicago) yang memelopori gerakan firqah liberal bersama dengan
Djohan Efendi, Ahmad Wahib dan Abdurrahman Wachid. Nurcholis
Madjid telah memulai gagasan pembaruannya sejak tahun l970-an.
Pengenalan liberalisme Islam di tanah air terbantu oleh beredarnya
buku “Liberal Islam: A Source Book” yang ditulis oleh Charles
Kuzman dan buku “Islamic Liberalism: A Criticue of Development
Ideologies” yang ditulis oleh Leonard Binder. Walaupun buku ini terbit
tahun 1998, tetapi ide yang menyokong liberalisasi telah muncul
terelebih dahulu seperti gerakan modernisasi Islam, sekularisasi dan
sebagainya. Oleh sebab itu walaupun Jaringan Islam Liberal (JIL) di
Indonesia bermula tahun 2001, tetapi ide-ide Islam liberal sudah ada
sejak tahun 1970.
Gerakan liberalisme ini sebenarnya adalah pengaruh dari pada
falsafah liberalisme yang berkembang di negara Barat yang telah
masuk ke dalam seluruh bidang kehidupan seperti liberalisme
ekonomi, liberalisme budaya, liberalisme politik dan liberalisme
agama.13
Golongan Islam liberal menolak segala tafsiran mengenai agama
yang dianggap lama dan kolot termasuk hal yang telah menjadi ijma’
ulama. Bagi mereka agama hendaklah disesuaikan kepada realiti
semata atau kontekstual, sekalipun terpaksa menafikan hukum-hukum
dan peraturan agama yang telah ditetapkan. Jika terdapat hukum yang
tidak sesuai zaman, kemodernan, hak-hak manusia dan globalisasi,
maka hukum itu hendaklah ditakwilkan atau boleh digugurkan.
Menurut JIL, nama "Islam liberal" menggambarkan prinsip-prinsip
yang menekankan kebebasan pribadi (seusai dengan doktrin kaum
Mu'tazilah tentang kebebasan manusia), dan "pembebasan" struktur
sosial-politik dari dominasi yang tidak sehat dan menindas.
Sederhananya JIL ingin mengatakan bahwa secara pribadi bebas
13Leonard Binder, Islam Liberal (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 4.

6

(liberal) menafsirkan Islam sesuai hawa nafsunya dan membebaskan
negara dari intervensi agama.14
D. KARAKTERISTIK

PEMIKIRAN

FUNDAMENTALISME

DAN

LIBERALISME ISLAM
Karakteristik pemikiran fundamentalisme Islam:
1. Oppositionalisme (paham perlawanan)
Gejala fundamentalisme dalam agama apapun selalu menunjukkan
sikap perlawanan terhadap semua sistem yang di anggap dapat
mengancam eksistensi agama
2. Penolakan terhadap hermeneutika
Sikap ini ditunjukkan sebagai bentuk penolakan terhadap sikap kritis
terhadap teks suci. Karena bagi kelompok ini teks-teks keagamaan
telah jelas dengan sendirinya oleh karenanya tidak membutuhkan
penafsiran manusia dengan pendekatan apapun.
3. Penolakan terhadap pluralisme dan revitalisme
4. Penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis15
Karakteristik pemikiran liberalisme Islam menurut Khalif Muammar:16
1. Rasionalisme dan sekularisme
2. Penolakan terhadap syariah
3. Pluralisme Agama
4. Penolakan terhadap autoriti keagamaan
5. Kebebasan mentafsirkan teks-teks agama Islam
6. Tiada dakwaan kebenaran (paham relativisme)
7. Memperomosikan nilai-nilai Barat
8. Pembebasan wanita
9. Mendukung demokrasi liberal sepenuhnya
14Ibid, hlm. 5.
15Umi Sumbulah, Konfigurasi Fundamentalisme Islam (Malang: UIN Malang Press,
2009), hlm. 28.
16Ahmad Fuad Fanani, Islam Mazhab Kritis (Jakarta:Kompas, 2004), hlm. 7

7

E. ANALISIS DAN REFLEKSI KEKINIAN
1. Liberalisme Islam dan Pluralisme Keagamaan
Esensi kebenaran sebuah agama sejatinya terletak pada jawabannya
atas problem kemanusiaan. Sebab, sesungguhnya agama sejak awal
mempunya misi suci untuk menyelamatkan dan menuntun manusia
menuju jalan kehidupan yang baik dan benar.
Oleh karena itu, liberalisme Islam dan pluralisme keagamaan
haruslah juga menghadapkan dirinya dengan problem kemanusiaan
kontemporer. Maksudnya, teologi liberalis dan pluralis haruslah
mempunya tujuan spesifik untuk membebaskan kesengsaraan dan
penderitaan umat, hal tersebut bisa dilakukan jika para agamawan dan
umat beragama mengembangkan. Artinya, mereka senantiasa peduli,
peka, dan mempunyai komitmen terhadap penderitaan yang terjadi
disekelilingnya.
Kepedulian dan kepekaan ini, menurut Paulo Freire 17, akan
terwujud jika mereka memiliki kesadaran kritis dalam melihat setiap
kejadian dan permasalahan. Maka, teologi liberalis dan pluralis sudah
selayaknya mempunyai dimensi pembebasan dan tujuan ideologi untuk
kepentingan sosial yang mencerahkan. Sebab, jika tidak dilakukan,
teologi itu justru bisa dimanfaatkan oleh sekelompok agamawan guna
melanggengkan setatus kekuasaan dan pembangunan kritisisme
masayarakat.
Akhirnya, keberagamaan pluralis dan liberalis adalah sebuah
agenda pekerjaan mendesak yang membentang dihadapan kita.
Mengingat,

banyak

problem-problem

ekonomi,

politik,

sosial,

keamanan, dan kemanusiaan lainnya yang tidak lekas terselesaikan
akibat ketidak seriusan sebagian orang. Maka, kaum agamawan dan
umat beragama hendaknya mempelopori sebuah fraksi sosial yang
berwujud pada kesadaran kritis dan keterlibatan pada upaya
demokratisasi dan pengatasan kritisisme masyarakat.
17Ahmad Fuad Fanani, Islam, hlm. 9.

8

2. Fundamentalisme Islam dan Gerakan Baru Keagamaan
Seiring

dengan

perkembangan

sosial

keagamaan,

terdapat

fenomena pencarian baru terhadap bentuk-bentuk dan ekspresi
sepiritualitas. Fenomena tersebut dapat dinyatakan sebagai satu trend
dari bentuk pelarian disebabkan adanya kekeringan sepiritual.
Di Indonesia, di samping ada kelompok-kelompok teroris dan garis
keras lainnya, juga terdapat fenomena gerakan baru keagamaan. Sekte
yang pernah muncul ada kerajaan tuhan pinpinan Lia Aminuddin (Lia
Eden), aliran Qur’an suci, juga al-qiadah al-islamiyah pimpinan
Ahmad Mhosadeq, dapat disebut sebut sebagai contoh adanya gerakan
baru keagamaan. Karena itu Majlis Ulama Indonesia (MUI) telah
menfatwa haram secara resmi melarang aliran tersebut, pada no.4
tahun 2007 yang dikeluarkan pada tanggal 3 oktober 2007.18
Gerakan baru keagamaan bisa ditipologikan berdasarkan hakikat
ajarannya,

kecenderungan

pemahamannya,

maupun

ekspresi

keagamaannya. Ditilik dari aspek hakikat ajarannya gerakan baru
keagamaan sebagaimana disebutkan di atas, baik yang memiliki
anggota kelompok yang banyak, cukup banyak maupun yang sedikit,
gerakan tersebut bisa dikategorikan sebagai gerakan atau ajaran sesat.
Tipologi kedua ditilik dari sisi ekspresi keagamaan yang cenderung
keras.tipologi ketiga dari gerakan baru keagamaan adalah jika ditilik
dari aspek kecenderungan pemahaman keagamaan.
Dalam konteks lain, dua gerakan keagamaan yang lebih
menonjolkan aspek fundamentalistiknya dari sisi kecenderungan
pemahaman dan praktik keagamaannya, yakni Hizbut Tahrir indonesia
(HTI) dan Majelis Mujahidin Iindonesia (MMI), tentu tidak bisa
dikatakan sebagai gerakan baru keagamaan yang menyimpang dari
frame ideologi keagamaan mainstream. Hanya saja dapat dinyatakan
18Atiq
Arsyadani,
Islam
Fundamental
dan
Islam
Liberal,
file:///C:/Users/Admin/Downloads/MAZ%20BREAK%20BERKREASI.htm,
diakses
pada:
Jum’at, 17 Maret 2017.

9

bahwa konstruksi ideologi dua keagamaan ini berbeda dari gerakan
islam mainstream di Indonesia, seperti NU dan Muhamadiyah. 19
Perbedaan itu tampak sangat mencolok terutama pada persoalan
konstruksi epistemologi berupa bagaimana kelompok ini memandang
dan memperlakukan teks-teks keagamaan. Jika NU Dan Muhamadiyah
menggunakan metode dan corak tafsir dengan pendekatan yang
demikian beragam, baik yang berkarakter salaf maupun khalaf, bahkan
juga pendekatan yang banyak digunakan oleh para ilmuwan barat,
maka kedua kelompok fundamentalisme ini menghindari penggunaan
tafsir dengan metode apapun. Jikalaupun mereka menerima tafsir,
maka penerimaannya itu sangat dibatasi pada pemahaman dan
interpretasi yang telah dilakukan oleh para ulama salaf. Oleh karena
itu, menjadi benar jika dinyatakan bahwa kelompok fundamentalisme
ini cenderung skripturalis (bersifat tekstual atau mendasarkan paham
keagamaan pada teks-teks).
F. KESIMPULAN
Istilah fundamentalisme Islam ialah sikap dan pandangan yang
berpegang teguh pada hal-hal yang dasar dan pokok dalam Islam. Jadi,
pokok pikiran fundamentalisme Islam ialah menegakkan syaria’at Islam
berdasarkan al-Qur’an dan Hadist secara sepenuhnya dan semurnimurninya.
Sedangkan liberalisme Islam ialah sikap dan pandangan yang
menginginkan kebebasan dalam menjalankan ajaran Islam. Beberapa
pandangan pemikirannya adalah membuka pintu ijtihad pada semua
dimensi Islam, memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas
keagamaan dan politik, mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan
plural, memihak pada yang minoritas dan tertindas, meyakini kebebasan
beragama, mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks.

19Ibid.

10

DAFTAR PUSTAKA
Arsyadani,

Atiq.

Islam

Fundamental

dan

Islam

Liberal,

file:///C:/Users/Admin/Downloads/MAZ%20BREAK
%20BERKREASI.htm, diakses pada: Jum’at, 17 Maret 2017
Binder, Leonard. 2001. Islam Liberal . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fuad Fanani, Ahmad. 2004. Islam Mazhab Kritis. Jakarta:Kompas, 2004.
Hidayat,

Syarif.

Makalah

Tentang

Pengaruh

Liberalisme,

http://syarifsbastian.blogspot.co.id/2015/04/normal-0-false-false-falseen-us-x-none.html, diakses pada: Jum’at, 17 Maret 2017.
Majid, Nurcholis. 1992. Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis
Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan. Jakarta:
Yayasan Wakaf Paramadina.
Nata, Abuddin. 2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Rahman, Fazlur. 2000. Gelombang Perubahan dalam Islam. Jakarta:
Rajawali Press.
Rakhmat, Jalaluddin, dkk. 1996. Rekonstruksi dan Renungan Religius Islam.
Jakarta: Paramadina.
Sjadzali, H. Munawir. 1990. Islam dan Tata Negara. Jakarta: UI Press.
Sumbulah, Umi. 2009. Konfigurasi Fundamentalisme Islam. Malang: UIN
Malang Press.

11