HUBUNGAN PARTAI POLITIK GOLKAR DENGAN TE

HUBUNGAN PARTAI POLITIK GOLKAR DENGAN TERBENTUKNYA DINASTI
POLITIK SYAHRUL YASIN LIMPO
(Study kasus makassar sulawesi selatan)

SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat memperoleh Sarjana Starata 1
Ilmu Pemerintahan Pada Fakuktas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :
INNEKE DWI FAJRIANTI
NIM: 20130520320
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

Latar Belakang

Saat ini politik dinasti tengah menjadi tren diberbagai daerah diindonesia. Praktik
semacam ini harus segera dihentikan. Bukan hanya bertentangan dengan semangat hakiki

demokrasi, namun praktik politik dinasti berpotensi kuat menutup peluang masyarakat untuk
menjadi pemimpin. Jika berbicara mengenai politik dinasti, Politik dinasti sebenarnya telah
ada dan telah berkembang di Indonesia sejak bungkarno berkuasa. Kepemimpinan Soekarno
dilanjutkan oleh Ibu sekaligus mantan presiden yang satu-satunya di Indonesia yaitu
Megawati Soekarno Putri yang juga ketua umum partai PDIP yang jika dibaca nantinya akan
diturunkan lagi oleh putrinya Puan Maharani. Kemudian, pada zaman soeharto sendiri
dikenal dengan dinasti politik ekonomi bisnis baru dimana yang terlibat adalah kerabat dan
kroni keluarga cendana yang tergabung di Golkar. Dinasti politik pada rezim orde baru
berkembang dalam dua arena sekaligus yakni area bisnis dan arena politik. Dinasti politik
soeharto juga ikut berperan besar membuka peluang dinasti bisnis dan politik baru
disekelilingnya. Selanjutnya dijaman Gusdur terjadi yang menurunkan bakat politiknya
kepada putrinya Yeny wahid, yeny dikenal sebagai pengumbar isu mengenai kontroversi
mengenai agama. Namun, Yeny sendiri dijungkirkan oleh saudaranya sendiri yaitu muhaimin
iskandar, saat memperebutkan PKB. Berkembangnya politik kekerabatan (dinasti politik) di
Indonesia pada masa demokrasi elektoral saat ini sungguh merupakan suatu kecenderungan
yang perlu diperlambat bahkan jika mungkin diakhiri. Hal ini tentu tidak lepas dari
banyaknya keburukan dan kelemahan tatanan politik yang diisi oleh kekerabatan maupun
dinasti politik tertentu, karena sulitnya kritik, pengawasan, maupun mekanisme checks and
balances intuk diterapkan. Dengan bertumbuhnya politik kekerabatan, maka peluang juga
akan semakin terbuka untuk melakukan dinasti politik dan juga akan berpengaruh terhadap

kekayaan, penguasaan terhadap wilayah, maupun kontrol ekonomi yang nantinya akan
memenangkan kontestasi politik, dibandingkan calon lain yang sumber dayanya masih
terbatas dan hanya mengandalkan kekuatan harapan.
Menguatnya politik kekerabatan merupakan suatu indikasi dari memburuknya
institusional kepartaian pada umumnya, dan melemahnya kemampuan rekruitmen dan
kaderisasi partai politik pada khusunya. Di tengah sistem kontestasi yang semakin
individualistis, maka peran partai politik menjadi semakin berkurang dan kekuatan individu
para kandidat menjadi salah satu determinan kemenangan dalam perebutan jabatan-jabatan
politik. Di dalam istitusional partai, keberadaan partai politik menjadi conditio sine qua non
bagi bekerjanya mekanisme demokrasi. Partai politik merupakan jembatan penghubung
antara pemilikik kekuasaan, dalam hal ini adalah rakyat dengan pemerintah sebagai

pemegang mandat kekuasaan. Eksistensi partai politik yang sangat sentral dalam demokrasi
ini

tentunya

tidak

terlepas


dari

berbagai

peran

yang

sangat

penting

dalam

mengkonsolidasikan demokarsi melalui pelaksanaan fungsi-fungsinya.
Adapun fungsi-fungsi utama parpol menurut Undang-undang nomor 2 tahun 2008
pasal 11 tentang partai politik adalah:
1. Partai politik berfungsi sebagai sarana:
a. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga

negara indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa indonesia
untuk kesejahteraan masyarakat.
c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam
merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
d. Partispasi politik warga negara indonesia.
e. Rekruetman politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme
demokrasi dengan memperhatikan kesetaran dan keadilan gender.
2. Fungsi partai politik diwujudkan sebagai konstitusional.
Akan tetapi, melihat dari fungsi-fungsi diatas partai politik di indonesia belum
memiliki kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut dengan baik
karena banyaknya permasalahan internal di partai politik itu sendiri. Partai politik di
Indonesia baru mulai terlembagakan kembali pada era reformasi setalah mengalami
pembatasan selama lebih dari 30 tahun di bawah rejim otoriter orde baru. Sebagai institusi
yang relatif berkembang hampir semua partai politik tidak berhasil melembagakan
mekanisme kerja pengisian personal dengan baik. Akirnya partai politik cenderung menjadi
kendaraan politik untuk mencapai kekuasaan bagi para petualang politk dan hal ini akan
menyebabkan partai politik menjadi tidak optimal dalam menjalankan fungsi-fungsinya.
Maka partai politik menjadi salah satu sumber masalah, bukan pemecah masalah bagi

demokrasi di Indonesia.
Partai politik yang juga harusnya menjadi institusi utama dalam pengembangan
demokrasi seringkali juga mengalami konflik internal diakibatkan tidak berjalanya demokrasi
di dalamnya. Banyak partai politik baru bermunculan sebagai akibat dari konflik internal dan
ini semakin menyulitkan terbentuknya partai politik yang melembaga hingga ketingkatan
yang cukup tinggi dalam mendapakan simpatisan. Demikian pula, partai politik yang
harusnya bisa menyiapkan kader-kader terbaik untuk mengisi jabatan-jabatn publik ternyata

sebagian besar diisi oleh orang-orang yang hanya memiliki modal kekuasaan ddan kedekatan
dengan pimpinanya. Oleh karena itu, tidak mengherankan lagi apabila sumberdaya manusia
di partai politik dapat dikatakn buruk kualitasnya sebab meritokrasi ataupun sistemnya yang
tidak berjalan dengan baik. Partai politik juga merupakan lembaga demokrasi yang paling
ambigu dan problematis. Ambigu dikarenakan partai politi tidak bisa sepenuhnya dianggap
atau diperlakukan sebagai institusi publik atau terlebih sebagai institusi privat. Tidak bisa
dikatan intitusi publik dikarenakan partai politik tidak mendapatkan pendanaan utama
maupun fasilitas dan asistensi personalia dari negara, sehingga kedudukannya sebagai
institusi publik tidak kuat. Sebaliknya, partai politik juga tidak bisa dikatan institusi privat
sebagaiaman layaknya koperasi, perusahaan media massa ataupun yayasan karena partai
politik bergerak di bidang kekuasaan dan melibatkan masyarakat terbuka. Ketidakjelasan ini
juga berpengaruh terhadap pengaturan partai politik pada umumnya, dan pada pengaturan

tentang keuangan politik, keuangan partai, keuangan dalam berkampanye, dan akuntabilitas
partai politik pada khusunya. Hal ini mengakibatkan partai politik seringkali dianggap
sebagai lembaga terkorup yang tidak jelas sumber dananya.
Sementara itu, masalah kepartaian semakin kompleks karena budaya dan mekanisme
tidak dijalankan secara konsekuen. Dalam pengambilan keputusan, seringkali mekanisme
demokrasi tidak berjalan karena kuatnya peran pimpinan maupun kekuatan oligarki di partai
politik. proses bottom-up untuk pengembangan kebiajakan maupun pilihan politik partai,
apalagi yang menyangkut masalah kandidat dan pilihan koalisi, hampir tidak berjalan di
semua partai politik. bahkan untuk menentukan kandidat yang akan di dukung dalam
pemilukada misalnya, peran pimpinan pusat partai politiklah yang sangan dominan.
Sentralisasi pengambilan keputusan di partai politik ini bahkan cenderung mengarah pada
personalisasi kekuasaan. Padahal, jika ingin mengembangkan demokrasi partai politik
harusnya menerapkan mekanisme demokrasi dalam pengambilan keputusan. Kecenderungan
sentralisasi ini tentu saja juga berlawanan dengan kebiajakan desentralisasi kekuasaan negara.
Jika melihat undang-undang yang penulis sudah tuliskan sebelumnya, didalam
undang-undang tersebut dituliskan bahwa partai politik di Indonesia bersifat nasional, dan
untuk itu syarat pendirian dan pengakuannya sebagai badan hukum menjadi sangat berat.
Partai politik harus memiliki kepengurusan disemua provinsi, disediktinya 75 persen
kabupaten/ kota di masing-masing provinsi dan sedikitnya separuh kecamatan disetiap
kabupaten dan kota tersebut. Untuk meningkatkan kesetaraan gender, partai politik juga

didorong untuk memiliki setidaknya 30 persen pengurus perempuan di tingkat pusat. Semua

itu tentu saja mempengaruhi pelembagaan dan tata kelola partai politik di masa yang akan
datang. Untuk bisa memenuhi syarta keberadaan kantor saja, mau tidak mau partai politik
harus merekrut puluhan ribu pengurus untuk kepengurusan dari tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota,

kecamatan,

dan

unit-unti

pemerintah

dibawahnya

lagi.

Didalam


perekruitmen partai politik harus melalui seleksi kaderisasi secara demokratis sesuai dengan
anggaran dasar dan anggara rumah tangga dengan mempertimbangkan paling sedikit minimla
30 persen keterwakilan perempuan. Salah satu tantangan terbesar bagi partai politik di
Indonesia saat ini adalah melakukan rekruitmen dengan benar untuk mengisi jabatan-kabatan
politik, khususnya dalam konteks desentralisasi, dimana kepala dan wakil kepala daerah
dipilih secara langsung. Namun sayang masih banyak cara perekruitmen yang di lakukan
partai politik di indonesia yang berujung pada kekerabatan yang sering kita kenal sebagai
dinasti politik.
Pepatah mengatakan bahwa darah lebih kental daripada air semakin menampakkan
wujud nyatanya dalam perpolitikan indonesia. Politik kekerabatan dan dinasti atau keluarga
politik semakin tampak menguat. Kasus ini memang tidak terlepas dari bagaimana cara
perekruitmen dari partai politik itu sendiri, dalam pelaksaan pemilukada. Untuk memenangi
kantor politik, selain menyandarkan pada tokoh-tokoh pesohor atau memiliki uang besar
untuk politik pencitraanya, partai politik juga sering semakin tergiring untuk mendukung
kandidat-kandidat yang diajukan oleh para incumbent yang masih memiliki banyak kekuatan
politik dan otoritas formal atau yang sudah tidak mungkin lagi maju berkompetesi karena
aturan pembatasan masa jabatan. Ikatan kekerabatan dengan para incumbent atau tokoh
sentral partai politik jelas saja membuat nepotisme dan favoritisme menjadi menonjol.
Bahkan ada lagi yang tidak malu-malu untuk mendorong isteri pertama dan isteri muda

bertarung dalam pemilukada, seperti contoh yang terjadi di Kabupaten Kediri. Fenomena
seperti ini sangat marak terjadi di beberapa kabupaten di daerah Indonesia. Hal ini akan
menyulitkan proses checks and balances yang efektif karena jatuhnya pucuk kekuasaan
eksekutif dan legislatif di satu keluarga.
Di Indonesia, dinasti politik identik dengan pemusatan kekuasaan di keluarga atau
kerabat politik tertentu. Menguatnya politik kekerabatan seperti ini saja sudah sangat
mengkhawatirkan. Jika semakin lama dinasti politik akan meluas, bukan tidak mungkin
dalam waktu yang dekat politik Indonesia akan sama seperti negara Filipina, dimana
dominasi di sebuah lingkungan berbasis teritorial dalam menguasai politik. Dimana,
demokarasi akhirnya dijadikan mekanisme untuk melegitimasi dan memperkuat basis

kekuasaan politik para elite local, yang dengan kekuatan uang, massa, dan jaringan
pemerintahan selalu bisa mengalahkan pesaing-pesaingnya. Dalam taraf yang lebih parah
lagi, mereka juga tidak segan-segan menjadikan pemerintah daerah selayaknya jajaran
kerajaan kecil mereka, sehingga pelayanan publik maupun pembangunan tidak optimal. Para
petahana memang memiliki banyak keunggulan elektoral untuk memenangkan kompetesi
poltik lokal. Selain ternyata sudah dikenal luas, mereka ini bisa mempolitisasi birokrasi
dengan iming-iming mutasi maupun promosi untuk mendukung kemenangan calon yang
dinominasikannya. Mereka juga dapat menggunakan anggaran daerah untuk mensukseskan
kampanye kandidat yang didukungnya, biasanya dengan memaniipulasi penggunaan

anggaran sosialisasi dan komunikasi yang jumlahnya selalu meningkat fantasttic mendekati
masa pemilukada. Mereka juga selalu bisa memainkan proyek-proyek pemerintah daerah
karenanya lebih mudah memobilisasi dukungan finansial dari pengusaha daerah untuk
memenangkan calon mereka. Dalam berbagai keunggulan ini, tidak aneh jika partai politik di
tingkat lokal akan mudah jatuh dalam rengkuhan pengaruh mereka dan mendukung siapapun
yang dinominasikan oleh para petahana, bahkan jika kandidat tersebut adalah kakak, adik ,
ibu, ayah, atau kerabat lainnya. Jika selama mereka tidak punya kasus kriminal maka akan
lebih berpengaruh terhadap pemilukada. Namun, kasus seperti ini sempat terjadi di daerah
kutai kartanegara. Dimana, incumbent yang jelas-jelas statusnya sebagai tersangka dan
anaknya dapat memenangi pemilukada bupati ditengah-tengah isu maupun skandal yang
membelitnya.
Dalam kompetisi pemilukada yang sangat liberal ini, kontestasi terjadi bukan dalam
tingkat ide maupun program, namun lebih dalam pencitraan dan bahkan lebih parah lagi
dengan kekuatan uang, voye buying secara langsung ke pemilih atau di panitia pemungutan
suara terjadi di banyak tempat, dan ini sudah menjadi semacam mekanisme pamungkas
pemenangan kandidat. Sebagian bagian dari elctoral fraud, kecenderungan ini dapat dilihat
dari banyaknya sengketa pemilukada yang ditangani oleh Mahamah Konstitusi (MK). Selama
ini sudah ada puluhan pembatalan kemenangan, penghitungan ulang, atau bahkan pemilukada
ulang karena seriusnya pelanggaran yang terjadi dan yang terkait dengan vote buying ini,
Partai politk dalam banyak kasus tidak bisa mencegah perilaku yang mencederai demokrasi

ini, dan bahkan ikut terlibat didalamnya melalui kader-kadernya yang tergabung dalam timtim sukses kandidat.
Partai politik memang tidak memiliki insentif untuk menertibkan kandidatkandidatnya supaya tidak melakukan perbuatan tercela ini memang dikarenakan tidak adanya

hukuman bagi partai politik jika kandidat yang diusungnya melakukan pelanggaran. Sejauh
ini hukuman yang dijatuhkan oleh mahkama konstitusi hanya diterimah oleh kandidat yang
dinyatakan bersalah. Jika partai politik pedukungnya juga mendapatkan hukuman tertentu,
misalnya hingga pada pembekuan pengurus ditingkat lokal dimana pemilukada berlangsung,
tentu partai politik berhati-hati lagi untuk membiarkan kadidat-kandidatnya memanipulasi
pemilukada dengan cara-cara yang anti demokrasi. Pemilukada selama ini telah membuat
proses pelembagaan partai politik dan pengelolaan partai politik menjadi semakin
problematis. Selain karena kecenderungan-kecenderungan diatas, partai politik juga retang
terhadap konflik internal terkait dengan ppencalonan dalam pemilukada. Tidak jarang calon
yang kalah dari partai politik tertentu kemudian menggunaka partai-partai lain untuk bersaing
dalam pemilukada, dan kemudian setelah memenangi pemillukada, kandidat ini mengambil
alhi kepemimpinan daerah partai politik aslinya. Contohnya, adalah di Sulawesi Selatan,
dimana gubernur Syahrul Yasin Limpo yang tidak didukung oleh partainya, dalam hal ini
adalah partai golkar, dalam pemilukada gubernur sulawesi selatan, kemudian menggunakan
kendaraan PDIP dan Partai-partai politik kecil lainnya untuk bersaing dengan kandidat resmi
partai golkar yang merupakan parta terbesar disana. Setelah menang, dia kemudian
meninggalkan PDIP dan mengambil alih kepeminpinan partai golkar provinsi sulawesi
selatan.
Ini semua tentu menyulitkan partai politik untuk melakukan pendisiplinan karena
tidak adanya aturan yang mengikat hubungan partai politik pengusung dengan kandidat
terpilih setelah menjabat. Akibat hal-hal seperi ini, banyak pengurus partai politik mengalami
krisis kepercayaan karena mudahnya mereka ditinggalkan oleh kandidat-kandidat yang telah
diusungnya. Ini tentu berakibat luas pada pengelolaan partai politik, karena partai politik
yang sering dijadikan sebagai pengendara politik yang mempengaruhi sehingga menjadi tidak
bisa membuat perencanaan personil atau posisi jabatan terhadap kadernya dengan baik.
Karena dorongan untuk memenangi pemilukada, para pengurus partai politik merelakan
partainya dibajak elite-elite lokal ini dan konsekuensinya mereka harus menutup peluang bagi
kader-kader potensialnya untuk bertarung pada pemilukada. Berdasarkan data dari
kementrian luar negeri ada 57 kepala negara yang terlibat di dalam politik kekerabatan:
1.

Provinsi Lampung, yang Gubernur Sjachroedin ZP memiliki anak menjadi Bupati
Lampung Selatan Rycko Menoza dan juga Wakil Bupati Pringsewu Handitya

2.

Narapati.
Provinsi Sulawesi Selatan, Gubernur Syahrul Yasin Limpo memiliki adik yang

menjabat sebagai Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo. Kemudian dilanjutkan oleh
Adnan purichta yang merupakan keponakan Syahrul yasin limpo yang menjabat
3.

sebagai bupati gowa 2015-2019
Bupati Barru Andi Idris Syukur merupakan anak mantan Bupati Barru.

4.

Wakil Bupati Tana Toraja Adelheid Sosang adalah istri mantan bupati Tana Toraja.

5.

Wakil Bupati Takalar Natsir Ibrahim merupakan anak mantan bupati Takalar.

6.

Provinsi Sulawesi Utara, Gubernur Sinyo Harry Sarundajang memiliki anak yang

7.

menjadi Wakil Bupati Minahasa Ivan Sarundajang.
Wakil Walikota Manado Harley Alfredo Benfica merupakan anak Menteri

8.

Perhubungan E.E. Mangindaan yang juga mantan Gubernur Sulut.
Di Sumatera Barat, Bupati Padang Lawas Utara Bachrum Harahap mempunyai anak

9.

yang menjadi Walikota Padang Sidempuan Andar Amin Harahap.
Di Jambi, Bupati Tanjung Jabung Timur Zumi Zola Zulkifli adalah anak dari mantan

Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin.
10. Di Sumatera Selatan, Wakil Walikota Pagar Alam Novirzah Djazuli merupakan anak
kandung dari mantan Walikota Pagar Alam Djazuli Kuris.
11. Di Jawa Barat, Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin merupakan menantu mantan
bupati Bekasi, Bupati Indramayu Anna Sophanah adalah istri mantan bupati
Indramayu, serta Walikota Cimahi Ati Suharti merupakan istri mantan walikota
Cimahi.
12. Di Jawa Tengah, Bupati Kendal Widya Kandi Susanti merupakan istri mantan bupati
Kendal, serta Bupati Klaten Sri Hartini adalah istri mantan Bupati Klaten.
13. Di Yogyakarta ada Bupati Bantul Sri Suryawidati yang suaminya pernah menjabat
sebagai bupati Bantul.
14. Di Jawa Timur, Bupati Probolinggo Puput Tantriana merupakan istri mantan bupati
Probolinggo dan Bupati Kediri Haryanti Sutrisno adalah istri mantan Bupati Kediri.
Selain itu juga ada Bupati Bangkalan Mohammad Makmun Ibnu Fuad yang
merupakan anak mantan Bupati Bangkalan.
15. Di Nusa Tenggara Barat, Gubernur Zainul Majdi memiliki kakak yang menjabat
sebagai Wakil Bupati Lombok Timur Syamsul Lutfi. Bahkan, Kota Bima dipimpin
oleh sepasang kakak-adik, yaitu Qurais H. Abidin (Walikota) dan A. Rahman H.
Abdin (Wakil Walikota).
16. Di Kalimantan Tengah, Bupati Kota Waringin Timur Supian Hadi adalah menantu
Bupati Seruyan Darwan Ali. Di Kalimantan Timur ada Bupati Kutai Kertanegara
Rita Widyasari yang merupakan anak mantan bupati di daerah tersebut.

17. Di Maluku, Bupati Maluku Tengah Tuasikal Abua merupakan kakak dari mantan
Bupati Maluku Tengah.
18. Provinsi Banten, dimana Gubernur Ratu Atut Chosiyah memiliki ibu tiri sebagai
Wakil Bupati Pandeglang Heryani, adik kandungnya sebagai Wakil Bupati Serang
Ratu Tatu Chasanah, adik iparnya sebagai Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi
Diany, serta adik tirinya sebagai Walikota Serang Tubagus Haerul Jaman. Selain itu
juga Bupati Tangerang terpilih Ahmed Zaki Iskandar merupakan anak mantan Bupati
Tangerang Ismet Iskandar.

Pemilukada Sulawesi Selatan dengan nuansa baru politik lokal dan partisipasi
masyarakat daerah, ditandai dengan pelantikan Syahrul Yasin Limpo untuk pertama kali
menjadi gubernur pada april 2008, mengawali gaung sejumlah program besar di Sulawesi
Selatan. Diatantaranya center point of indonesia dibangun, IPDN untuk regional kawasan
indonesia timur dipusatkan di Makassar, program pendidikan gratis menginspirasi nasional,
500 calon doktor di beri beasiswa keluar negeri, dan pengusaha dimudahkan berinvestasi.
Awal kepemimpinanya yang besar tadi dijadikan landasan tak hanya visi, tapi membangun
peradaban. Program pembangunan fisik diikuti pembangunan karakter. Langkah pertama
diambil dengan mengubah bandar udara Hasanuddin menjadi Sultan Hasanuddin. Bukan
persoalan sebatas nama, upaya itu mengembalikam semangat kepahlawanan, nasionalis,
cerminan kultur daerah juga simbol-simbol budaya yang erat di Sulawesi Selatan. Peradaban
pembangunan di era serba modern jadi dasar segala segi kehidupan. Membuat kuat dan hebat.
Itu sebabnya mengapa dua program jitu selalu didengungkan bersama wakil gubernur Agus
Arifin Nu’mang. Pendidikan gratis serta kesehatan gratis, dua program yang menyentuh
dimensi dasar kehidupan manusia sebagai makhluk dengan jati diri.
Kesuksesan yang berhasil melambungkan Syahrul Yasin Limpo yang juga merupakan
ketua DPD I Partai Golkar Sulawesi Selatan. Terpilih secara aklamasi menduduki posisi
tersebut lewat forum musyawarah daerah ke-8 Partai Golkar Sulawesi Selatan di Makassar.
Sebagai kendaraan politik yang populis partai golkar merupakan partai politik dan merupakan
salah satu dari 10 partai politik peserta pemilu 2014, mempunyai banyak dewan perwakilan
di Indonesia sampai pada daerah. Dibandingkan partai politik peserta lainnya, elektabilitas
partai Golkar cenderung stabil dalam pemilu legislatif 2014 yakni 17,1 %. Pengalaman serta
prestasi dalam meniti karir di pemerintahan maupun birokrasi mengantarkanya sebagai
seorang yang punya pengaruh, serta daya pikat retorikanya yang bersahaja di kanca politik

dengan berbagai perjalanan karir politiknya membuktikan bahwa dirinya memiliki
kemampuan intelektual yang tinggi. Hal inilah

yang menjadi modal penting dan rasa

simpatik masyarakat terhadap sosok Syahrul Yasin Limpo dalam menunjang kekuasaan dan
kemenangannya di tingkat lokal. Setelah memimpin Makassar selama 2 periode banyak
prestasi yang sudah di hasilkan dan diraih oleh Syahrul Yasin Limpo. Namun, dari sekian
banyaknya prestasi yang didapatkan Syahrul Yasin Limpo sayangnya, ada saja pihak-pihak
yang pro-kontra terhadap kepemimpin Syahrul Yasin Limpo. Bahkan banyak persepsi
masyarakat bahwa dinasti Syahrul Yasin Limpo akan semakin kuat apalagi keberadaan
adiknya, Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo yang menjadi bupati Gowa periode 2016-2012.
Hal ini memang menjadi bukti bahwa akan ada penerus dari dinasti tersebut.
Bedasarakan pemikiran-pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “ Hubungan Partai Politik Golkar Dengan Terbentuknya Dinasti
Politil Syahrul Yasin Limpo”.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian seperti yang dipaparkan pada latar belakang, maa penelitian ini
mengacu pada pertanyaan dasar yang sekaligus merupakan permasalahn pokok, yaitu
1. Bagaimana cara perekruitmen calon kepala daerah oleh partai politik
Golkar di sulawesi selatan?
2. Apakah ada upaya dari partai politk dalam pencegahan dinasti politik
syahrul yasin limpo?
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini
bertujuan:
1. Untuk menggambarkan dan menganalisis bagaimana cara perekruitmen partai
politik dalam mencari kepala daerah di sulawesi selatan.
2. Untuk mengambarkan dan menganalis bagaimana upaya dari partai politik dalam
pencegahan dinasti politik syahrul yasin limpo.

MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat akademik
a. Merannsang adanya penelitian baru dalam bidang ini, sehingga studi ilmu politik
dapat selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kegunaan ilmu
pengetahuan dari aspek partai politik dan dinasti politik.
b. Menjawab fenomena sosial politik yang ada.
c. Diharapkan dapat menjadi referensi bagi pihak-pihak yang berminat dalam
mendalami penulisan mengenai partai poltik dan dinasti politik.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat dalam pengembangan

ilmu

pengetahuan, mengingat masih terbatasnya hasil penelitian tentang hal tersebut.
b. Sebagai syarat untuk memenuhi gelar sarjana ilmu pemerintahan.
c. Untuk membantu para pelaku politik memahami realitas politik di sulawesi
selatan.