Ekstraksi Minyak dari Biji Kurma (Phoenix dactylifera L.) dengan Metode Soxhlet Extraction dengan Menggunakan Etil Asetat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
KURMA
Kurma (Phoenix dactylifera L.) termasuk salah satu dari famili Palmae
(Arecaceae ). Kurma adalah buah yang manis dengan kandungan gula lebih dari
50 % [2]. Dalam genus Phoenix, pada umumnya terdapat 12-13 spesies. Spesies
Phoenix liar ditemukan di negara tropis dan subtropis seperti Afrika dan Asia,
sementara Phoenix dactylifera ditemukan di India dan Irak [13]. Terdapat lebih
dari 3000 varietas kurma di seluruh dunia [14]. Negara penghasil kurma terbanyak
yaitu Mesir, Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Aljazair, Irak, Pakistan, Oman,
Tunisia dan Libia [15]. Persentase produksi kurma di dunia dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Produksi Kurma di Berbagai Daerah di Dunia [4]
Negara
Mesir
Arab Saudi
Iran
Uni Emirat Arab
Pakistan
Aljazair
Irak
Sudan
Oman
Libya
Asia
Afrika
Amerika
Eropa
Dunia
Produksi (ton)
1.352.950
1.078.300
1.023.130
775.000
759.200
710.000
566.829
431.000
276.000
161.000
4.804.126
3.011.205
26.003
16.121
7.857.455
% Dunia
17,2
13,7
13
9,8
9,6
9
7,2
5,4
3,5
2
61,1
38,3
0,3
0,2
-
(Phoenix Dactylifera L.) mempunyai klasifikasi sebagai berikut [16] :
Kingdom
: Plantae (Plants)
Subkingdom : Tracheobionta (vascular plants)
Division
: Magnoliophyta (Angiospermae)
Class
: Liliopsida (Monocotyledons)
7
Universitas Sumatera Utara
Subclass
: Arecidae
Order
: Arecales
Family
: Arecaceae
Genus
: Phoenix L.
Species
: Phoenix dactylifera L.
Biji kurma adalah suatu limbah yang dihasilkan dari banyak komoditi
industri. Biji berperan sebagai bagian yang penting dari tumbuhan dalam
menghasilkan generasi tumbuhan baru. Normalnya, biji mengandung protein,
karbohidrat, dan lipid; yang mana berupa wax, lemak atau minyak. Di antara tiga
komponen
tersebut,
kandungan
minyak
adalah
yang
penting
untuk
perkecambahan biji sebagai penyuplai energi yang dibutuhkan untuk proses
perkecambahan dibandingkan protein dan karbohidrat [1]. Biji kurma mewakili 6
- 12 % dari berat total buah kurma yang matang tergantung dari varitas dan
tingkat kualitasnya.
Biji kurma mengandung komponen kimia yang berbeda seperti asam lemak
jenuh dan asam lemak tak jenuh, Zink (Zn), Kadmium (Cd), dan Kalium (K).
Sementara, komponen asam lemak jenuhnya meliputi asam stearat dan palmitat
dan asam lemak tak jenuhnya meliputi asam linoleat dan asam oleat [17]. Biji
kurma mengndung asam lemak yang meliputi asam kaprat, asam laurat, asam
miristat, asam palmitat, asam stearat, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat,
dan asam arasidik [18]. Kandungan buah dan biji kurma dapat dilihat pada Tabel
2.2.
Tabel 2.2 Kandungan Buah dan Biji Kurma [1]
Komponen
Daging
Buah Kurma
Biji Kurma
Segar
Biji Kurma
(basis kering)
Kelembaban
Protein
Lemak
Abu
Serat Diet
Karbohidrat
9,7-17,7
1,1-3,0
0,5-3,3
1,4-2,6
5,9-18,4
72,8-85,0
8,6-12,5
4,8-6,9
5,7-8,8
0,8-1,1
67,6-74,2
2,4-4,7
5,2-5,6
10,2-12,7
1,1-1,2
81,0-83,1
Biji Kurma
yang
dipanggang
(basis kering)
7,1
8,1
1,0
62,3
8
Universitas Sumatera Utara
Kadar asam lemak bebas menentukan
banyaknya gliserida di dalam
minyak yang telah terkomposisi oleh aktivitas lipase. Dekomposisi ini
dipengaruhi oleh pencahayaan dan pemanasan, sehingga ketengikan biasanya
ditandai dengan pembentukan asam lemak bebas [49]. Asam lemak bebas yang
tinggi memiliki tingkat keasaman yang tinggi pula. Asam lemak bebas yang
rendah menunjukkan bahwa minyak tersebut bersifat edible. Asam lemak bebas
minyak biji kurma berkisar 0,5-1% [46].
Terdapat beberapa
spesies dari jenis Phoenix dengan beberapa
penyebarannya secara geografis dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Beberapa Spesies dari Jenis Phoenix [19]
Spesies
Nama Umum
Phoenix dactylifera L
Date Palm
P. atlantica A. Chev.
-
P. canariensis Chabeaud
Canary Palm
P. reclinata Jacq.
Dwarf Palm
P. humilis Royle
P. hanceana Naudin.
Wild Date Palm or Sugar
Palm
-
P. robelinic O’Brein
-
P. farinifera Roxb.
Pigmy Palm
P. rupicola T. Anders.
P. acaulis Roxb.
Rocky Date Palm
Dwarf Palm
P. paludosa Roxb.
Hental atau Juliana
Palm
P. sylvestri Roxb.
Penyebaran
Negara-negara
mediteranian, Afrika dan
bagian-bagian Asia;
termasuk Amerika Utara
dan Australia
Afrika barat dan Pulau
Kanari
Pulau Kanari dan
Tanjung Varde
Afrika tropis (Senegal
dan Uganda) dan
Yaman(Asia)
India dan Pakistan
India, Burma, dan China
China dan Thailand
Sri Lanka, Toukin,
Annam, Laos, dan
Thailand
India, Ceylon, dan
Annam
India
Bangladesh dan India
Bangladesh, Tenasherin,
Andaman, Nikobaren,
dan Thailand
Dalam penelitian ini digunakan varietas kurma Mesir yang memiliki
kandungan nutrisi seperti yang terdapat pada Tabel 2.4.
9
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Kandungan Nutrisi Kurma Mesir [20]
Nutrisi
Komposisi (%)
Kelembaban
8,81
Total Gula
81,49
Protein
1,97
Serat
2,77
Lemak
2,95
Abu
2,02
Total Suspended Solid
91,20
Sementara untuk mengetahui kandungan kimia yang terdapat di dalam kurma
mesir dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Kandungan Kimia Kurma Mesir [20]
Kandungan Kimia Kurma Mesir (mg/100 g)
Ca
79,62
Fe
4,56
Zn
0,86
K
55,11
Na
81,7
Mg
66,33
P
53,87
Mn
54,4
Cu
94,4
Kurma mesir memiliki beberapa vitamin yang terkandung didalamnya dapat
dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Kandungan Vitamin Kurma Mesir [20]
Vitamin
Kurma Mesir (ppm)
C (mg/100 g)
B1
B2
B6
B9
B12
Asam Nikotinik
10,52
42,74
105,18
59,71
11,57
23,32
173,64
Biji berperan sebagai bagian yang penting dari tumbuhan dalam
menghasilkan generasi tumbuhan baru. Normalnya, biji mengandung protein,
karbohidrat, dan lipid; yang mana berupa wax, lemak atau minyak. Diantara tiga
10
Universitas Sumatera Utara
komponen
tersebut,
kandungan
minyak
adalah
yang
penting
untuk
perkecambahan biji sebagai penyuplai energi yang dibutuhkan untuk proses
perkecambahan dibandingkan protein dan karbohidrat [1]. Biji kurma adalah suatu
limbah yang dihasilkan dari banyak komoditi industri. Umumnya, biji kurma
dijadikan pakan ternak yang diolah secara tradisional yang mudah untuk
dilakukan. Dengan perkembangan teknologi, minyak biji kurma telah digunakan
sebagai bahan pengganti dari minyak nabati dalam pembuatan body creams,
shampoos, dan sabun [5]. Biji kurma berpotensi sebagai sumber edible oil [6].
2.2
EKSTRAKSI
Ekstraksi adalah penghilangan dari suatu konstituen yang terlarut di dalam
suatu cairan ke lainnya. Cairan pertama berupa umpan (F), alur umpan (F)
mengandung solute pada konsentrasi awal Xf. Cairan kedua berupa pelarut (S)
yang mana terlarut sebagian di dalam umpan. Pelarut juga memiliki beberapa zat
terlarut pada konsentrasi awal Y, akan tetapi biasanya Y s adalah nol. Pelarut
melakukan proses ekstraksi, sehingga pelarut
kaya akan cairan yang
meninggalkan ekstraktor yang disebut ekstrak, E. Dengan solute yang hilang
sebagian atau keseluruhan dari umpan, umpan telah dimurnikan, sehingga umpan
kaya akan cairan yang meninggalkan ekstraksi yang disebut rafinat, R [21].
Ketika umpan dan pelarut larut bersamaan, solute (A) akan terdistribusi
sendiri diantara dua fasa cair. Pada kesetimbangan, rasio dari distribusi ini disebut
koefisien distribusi (m). Koefisien distribusi dapat dilihat pada persamaan
dibawah ini [21]:
m
Y
X
A
A
konsentrasi A dalam fasa ekstrak
............... (2.1)
konsentrasi A dalam fasa rafinat
dimana koefisien distribusi, m, adalah suatu pengukuran dari afinitas solute (A)
untuk satu fasa (E,S), dan fasa yang lainnya (F, R). Konsentrasi A dapat
digambarkan
dalam
bermacam-macam
unit,
tetapi
untuk
kemudahan
penghitungan, itu lebih baik untuk menyatakan konsentrasi pada suatu basis bebas
solute untuk ke dua fasa tersebut.
11
Universitas Sumatera Utara
Ekstraksi senyawa berharga dari tumbuhan adalah salah satu pendekatan
yang paling berkelanjutan yang dapat digunakan. Pemisahan yang efektif dari
campuran (menghasilkan yield ekstraksi minyak yang tinggi dan konsentrasi dari
campuran bioaktif) dari suatu matriks tanaman adalah suatu prosedur yang sulit
yang berkaitan dengan penghilangan campuran yang berharga dan campuran yang
tidak diinginkan dari co-extraction [22]. Walaupun ekstraksi bisa memindahkan
solute dari umpan secara sempurna, pemisahan lanjut diperlukan agar pemulihan
solute dari pelarut dan membuat pelarut yang cocok untuk digunakan kembali ke
dalam ekstraktor. Pemulihan ini dapat melalui unit operasi lainnya seperti
distilasi, evaporasi, kristalisasi dan filtrasi [21].
Leaching terkadang disebut dengan ekstraksi padat-cair (atau ekstraksi
cair-padat) yang melibatkan penghilangan fraksi terlarut ( solute atau leaktan) dari
suatu material padat oleh suatu pelarut cair. Solute terdifusi dari dalam padatan ke
dalam pelarut. Begitu juga fraksi padatan yang terekstraksi atau padatan yang
terlarut, atau keduanya, adalah
produk yang diinginkan.
Leaching banyak
digunakan dalam metalurgi, produk alami, dan industri makanan [25]. Leaching
berkaitan dengan ekstraksi konstituen yang larut dari suatu padatan dengan
menggunakan pelarut. Metode yang digunakan untuk ekstraksi ditentukan oleh
proporsi konstituen padatan yang terlarut, distribusi melalui padatan, sifat alami
dari padatan dan ukuran partikel [23]. Model operasi dari semua sistem ekstraksi
adalah solvent organik dibawah pengaruh panas (dan tekanan) akan diserap
kembali dan campuran organik terdisfusi dari matriks sampel menurut
perpindahannya ke dalam pelarut organik [26]. Proses ini dapat digambarkan pada
Gambar 2.1.
12
Universitas Sumatera Utara
Recovery (%)
Time (arbitary unit)
Gambar 2.1 Profil Tipe Ekstraksi untuk Pemulihan Campuran Organik dari
Matriks Padat [26]
Ekstraksi dari substrat padatan dilakukan secara kontinu dengan
mengontakkan substrat padatan dengan suatu pelarut. Sejumlah ektstrak
terakumulasi selama proses ekstraksi, prinsipnya, ditunjukkan pada Gambar 2.2
kurva skematik. Bagian pertama dari kurva ekstraksi dapat berupa garis lurus,
sesuai dengan laju ekstraksi yang konstan. Bagian kedua dari grafik, pendekatan
nilai batas yang diberikan dari jumlah total zat yang terekstraksi. Gradien dari
bagian pertama dari grafik digambarkan melalui kesetimbangan kelarutan.
Kemudian, dari gradien ini kesetimbangan kelarutan dapat ditentukan.
Total Jumlah Ekstrak dalam Substrat
Jumlah Ekstrak
Daerah II:
Laju Ekstraksi
Menurun
Daerah I:
Laju Ekstraksi
Konstan
Waktu Ekstraksi atau Jumlah pelarut
Gambar 2.2 Kurva Skematik Ekstraksi [27]
13
Universitas Sumatera Utara
Jumlah total ekstrak versus waktu ekstraksi atau jumlah pelarut. Grafik pada
Daerah I adalah linear dengan laju ekstraksi yang konstan. Laju ekstraksi
bergantung rasio pelarut. Grafik Daerah II adalah non linear yang berkaitan
dengan perpindahan massa [27].
2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi
Pemilihan perlengkapan untuk proses ekstraksi dipengaruhi oleh faktorfaktor yang mana sebagai pembatas laju reaksi. Ada 4 faktor penting yang harus
dipertimbangkan (1) ukuran partikel, (2) pelarut , (3) suhu, dan (4) pengadukan
[23].
2.2.1.1 Ukuran Partikel
Ukuran terkecil, terbesar adalah daerah interface antara padatan dan cairan
dan sehingga yang tertinggi adalah laju perpindahan dari suatu material dan yang
terkecil adalah jarak dari solute yang berdifusi di dalam padatan. Ukuran partikel
harus kecil sehingga masing-masing partikel membutuhkan sekitar waktu yang
sama untuk mengekstraksi [23].
2.2.1.2 Pelarut
Cairan yang dipilih seharusnya adalah sebuah pelarut yang selektif dan
kekentalannya harus rendah untuk tersirkulasi secara bebas. Pada umumnya,
pelarut yang murni akan digunakan, ketika ekstraksi diperoses konsentrasi solute
akan meningkat dan laju ekstraksi akan menurun; pertama disebabkan gradien
konsentrasi akan dihilangkan, dan kedua karena larutan akan menjadi lebih kental
[23].
Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etil asetat. Etil asetat
adalah sebuah molekul asetat (CH3COO-) dengan dua rantai karbon. Etil asetat
digunakan sebagai pelarut di dalam sintesis kimia dan baik digunakan di dalam
makanan dengan konsentrasi yang rendah. Etil asetat telah dievaluasi oleh FAO
(Food and Agriculture Organization ) tentang penggunaannya dalam makanan
dapat dilihat pada Tabel 2.7.
14
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7 Penggunaan Aditif Makanan dengan Etil Asetat [24]
Nama
Etil Asetat
21 CFR
173.228
Penggunaan
Diizinkan sebagai zat aditif makanan
untuk konsumsi manusia-pelarut
Etil Asetat
182.60
Zat yang aman- sebagai zat pemberi rasa
buatan
Beberapa sifat fisika dan kimia etil asetat terdapat di dalam Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Sifat Fisika dan Kimia Etil Asetat [24]
Parameter
Etil Asetat
O
H3C
CH3
Struktur
O
Rumus Molekul
Nama Umum
Berat Molekul
Sifat Fisik
Titik Didih
Kelarutan dalam Air
Kelarutan
Densitas Relatif
Densitas Uap Relatif
C4H8O2
Eter Asetat, Asetidin, Asetoksietan, Etil Ester, Etil
Etanoat, Cuka, Nafta
88,11
Jernih, mudah menguap, cairan yang dapat terbakar;
bau seperti buah-buahan
770C
10 % pada 250C
Larut dengan alkohol, aseton, kloroform, eter
0,902 pada 200C
3,04
Tabel 2.8 Sifat Fisika dan Kimia Etil Asetat [24]
Parameter
Tekanan Uap
Log Pow
Konstanta Hukum Henry
Etil Asetat
74,4 mmHg pada 200C
0,73
1,34 x 10-4 atm m3/mol
2.2.1.3 Suhu
Dalam kebanyakan kasus, kelarutan material yang sedang diekstraksi akan
meningkat seiring bertambahnya suhu untuk memberikan laju ekstraksi yang lebih
tinggi. Lebih lanjut lagi, koefisien difusi diharapkan meningkat dengan
meningkatnya suhu [23].
15
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.4 Pengadukan
Pengadukan adalah penting karena akan meningkatkan difusi eddy dan
sehingga perpindahan material dari permukaan partikel ke larutan bulk. Lebih
lanjut lagi, pengadukan suspensi dari partikel mencegah sedimentasi dan lebih
efektif digunakan [23].
2.3
SOXHLET EXTRACTION
Soxhlet extraction
adalah
suatu prosedur ekstraksi kontinu yang
memerlukan suatu peralatan yang khusus. Prosedurnya sangat umum untuk
mengekstraksi campuran organik ke dalam suatu solvent dan dapat diaplikasikan
pada bahan padat atau semi-padat [28]. Untuk ekstraksi campuran yang berharga,
Soxhlet extraction (SE) dipertimbangkan sebagai prosedur standar dan referensi
utama untuk menilai kinerja dari teknik ekstraksi yang berbeda. Penggunaan dari
metode ini terbatas karena tingginya jumlah pemakaian pelarut organik yang
memiliki kerugian pada kesehatan manusia dan lingkungan, campuran bioaktif
alami bersifat sensitif terhadap panas dan kemungkinan akan terurai pada suhu
yang tinggu untuk waktu ekstraksi yang lama, umumnya ini terdapat pada SE
[22].
Soxhlet telah digunakan sejak lama sebagai teknik standar dan referensi
utama untuk mengevaluasi kinerja dari metode ekstraksi padat-cair (leaching)
[29]. Pada 1879, von Soxhlet mengembangkan suatu sistem ekstraksi yang baru
(Soxhlet Extractor ) yang mana dipakai secara luas pada teknik leaching [30].
Soxhlet extraction adalah teknik standar dimana pelarut segar dikontakkan dengan
sampel secara berkala [7]. Efisiensi metode Soxhlet extraction dapat ditentukan
oleh beberapa faktor seperti ukuran rata-rata partikel, waktu ekstraksi dan
penggunaan pelarut polar dan non-polar [8].
Keuntungan pemakaian dari Soxhlet extraction konvensional meliputi (1)
pengurangan kesetimbangan perpindahan yang mebmbawa pelarut segar secara
berulang yang dikontakkan dengan matriks padat (2) menjaga temperatur
ekstraksi relatif tinggi dengan panas dari distillation flask, dan (3) tidak ada
penyaringan setelah leaching. Dan juga, metode Soxhlet sangat sederhana dan
murah. Sedangkan, kekurangannya meliputi (1) waktu ekstraksi yang lama; (2)
16
Universitas Sumatera Utara
banyak pelarut yang digunakan; (3) tidak ada pengadukan di dalam peralatan
Soxhlet; (4) banyak pelarut yang digunakan untuk evaporasi; dan (5)
kemungkinan kehilangan panas dari campuran yang tidak bisa dihindari selama
ekstraksi yang biasanya terjadi pada saat tingginya titik didih pelarut [29].
Khususnya, pada Soxhlet extraction sampel dikontakkan dengan pelarut segar
untuk mengurangi perpindahan kesetimbangan [31].
Untuk mendukung metode Soxhlet extraction ini maka dibutuhkan suatu
rangkaian peralatan yang dinamakan peralatan sokhlet ( Soxhlet Apparatus). Dari
Gambar 2.3 dapat dijelaskan bahwa untuk ekstraksi, material padatan diekstrak
dan diletakkan di dalam suatu thimble yang terbuat dari kertas saring yang tebal
atau di dalam suatu tabung yang terdapat di tengah bagian dari Soxhlet. Thimble
biasanya dibuat dari selulosa dan bersifat permeable ke pelarut. Sampel yang
digunakan harus dihancurkan untuk menghasilkan partikulat yang baik dengan
luas permukaan yang besar sebelum melakukan Soxhlet extraction . Pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi ditambahkan pada bagian tengah dari Soxhlet sampai
batas dari siphon ke dalam bagian bawah round-bottom flask. Pelarut didistilasi
dari bottom flask dengan menggunakan suatu peralatan panas umum laboratorium
yaitu hot plate.
17
Universitas Sumatera Utara
Air
Keluar
Kondenser
Air
Masuk
Sifon
Thimble
Labu alas bulat
Hot plate
Gambar 2.3 Peralatan Sokhlet [28]
Intensitas pemanasan mengendalikan aliran
pelarut melalui sistem. Soxhlet
dilengkapi dengan kondenser. Pelarut dikondensasikan kembali ke dalam bagian
tengah dari peralatan. Suhu dari kondenser harus rendah untuk menghindari
banyak pelarut yang hilang. Proses diulang dalam sejumlah proses ekstraksi,
pelarut terakumulasi di bagian tengah dari peralatan secara berkala dikembalikan
kembali ke dalam flask dimana pelarut dipanaskan. Efisiensi ekstraksi dengan
menggunakan peralatan Soxhlet sangat baik (mendekati 100%), dan prosedurnya
dapat dengan mudah digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif dengan
pemulihan yang baik [28].
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Soxhlet Extraction
Ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dari metode Soxhlet
extraction yaitu meliputi (1) Pemilihan pelarut, (2) Sifat Matriks, dan (3) Kondisi
Operasi [29].
18
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.1 Pemilihan Pelarut
Pemilihan pelarut yang tepat untuk ekstraksi harus dipilih dari target
dengan menggunakan metode Soxhlet extraction . Pelarut yang berbeda akan
meghasilkan ekstrak yield dan komposisi ekstrak yang berbeda. Penggunaan
pelarut alternatif telah meningkatkan kesadaran lingkungan dan keamanan. Suatu
pelarut alternatif terkadang ditambahkan agar meningkatkan polaritas dari fasa
cair. Campuran pelarut akan meningkatkan yield dan kinetika ekstraksi [29].
Pelarut yang akan digunakan atas dasar sifat kelarutannya seperti ditunjukkan
pada Gambar 2.4, jika pelarut saling larut maka pelarut tersebut tidak dapat
digunakan, karena minyak tidak akan terpisah antara komponen polar dan polar /
non polar dan non polar (bercampur) sesuai dengan pada tabel 2.9 [32].
Gambar 2.4 Diagram Kelarutan Pelarut [32]
19
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.9 Polaritas Pelarut [32]
Kepolaran
Non-Polar
Polar
Rumus
R-H
Kelompok
Alkana
Ar-H
R-O-R
R-X
R-COOR
R-CO-R
R-NH2
R-OH
R-COHN2
R-COOH
H-O-H
Aromatik
Eter
Alkil Halida
Ester
Aldehida dan keton
Amina
Alkohol
Amida
Asam Karboksilat
Air
Pelarut
Petroleum eter, heksana,
ligroin
Toluena
Dietil eter
Triklorometan, klorofom
Etil Asetat
Aceton, MEK
Piridina, Trietilamina
MeOH, EtOH, IPA, Butanol
Dimetilfomida
Asam Etanoat
2.3.1.2 Sifat Matriks
Soxhlet extraction bergantung dari sifat matriks dan ukuran partikel ketika
difusi internal sebagai tahap akhir selama proses ekstraksi [29].
2.3.1.3 Kondisi Operasi
Selama proses ekstraksi, solvent biasanya dipulihkan dengan cara
evaporasi. Suhu ekstraksi dan evaporasi memiliki dampak dalam kualitas produk
[29].
2.4
PELARUT PENGEKSTRAK
Sejumlah pelarut yang digunakan dalam ekstraksi adalah faktor lain yang
dipertimbangkan. Pemilihan pelarut pengekstrak harus berdasarkan sifat alami
dari sampel. Selain itu, efisiensi ekstraksi dan matriks yang tak larut, pemilihan ini
harus mempertimbangkan aspek-aspek lain. Pelarut harus lebih banyak daripada
jumlah sampel. Volume pelarut yang rendah terkadang berguna untuk
menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi dalam penganalisaan [28].
Ada beberapa faktor spesifik yang dipertimbangkan dalam pemilihan
solvent yang meliputi:
1.
Selektifitas
Kemampuan untuk menghilangkan dan konsentrat solute dari komponen
lainnya [21].
20
Universitas Sumatera Utara
2.
Ketersediaan
Pelarut harus tersedia selama proses ekstraksi [21].
3.
Kemampuan melarut dalam umpan
Diperlukannya pemulihan pelarut dari rafinat atau penyegaran kembali
pelarut yang digunakan [21].
4.
Perbedaan Densitas
Perbedaan densitas yang terlalu rendah antara fasa-fasa akan menghasilkan
masalah dalam pemisahan. Perbedaan densitas yang terlalu tinggi dapat
menyulitkan untuk menentukan proses ekstraksi yang terbaik yang
diinginkan [21].
Dengan meningkatnya densitas, laju ekstraksi akan
meningkat pada suhu yang konstan. Hasil ekstraksi akan berbeda untuk
densitas yang sama pada suhu yang berbeda [27].
5.
Sifat Fisik
Pelarut yang terlalu kental akan menghalangi perpindahan massa dan
kapasitasnya. Tegangan permukaan yang terlalu rendah akan mendorong
kearah masalah pengemulsian. Titik didih pelarut harus berbeda dengan titik
didih solute [21].
6.
Toksisitas
Toksisistas harus dipertimbangkan untuk kesadaran kesehatan dan
kemurnian dari produk yang dihasilkan [21].
7.
Tidak Bersifat Korosif
Disyaratkan menggunakan konstruksi material yang mahal untuk peralatan
proses ekstraksi.
8.
Mudah untuk dipulihkan
Pemulihan dan pemurnian pelarut yang sempurna dibutuhkan sebaik
mungkin ketika pelarut dikembalikan
lagi ke dalam ekstraktor untuk
meminimalisasikan kehilangan banyak pelarut [21].
2.5
EDIBLE OIL
Lemak dan minyak nabati adalah suatu substansi yang diperoleh dari
tanaman yang terdiri dari trigliserida dan menghadirkan sejumlah komponen
utama dari lemak dan edible oil. Komponen kecil dari lemak dan edible oil
21
Universitas Sumatera Utara
terbentuk dari mono dan dietil-gliserol, asam lemak bebas, fosfatida, sterol, fatsoluble , vitamin, tokoferol, pigmen, wax, dan fatty alcohol. Cara moderen dalam
pemerosesan minyak nabati adalah melalui ekstraksi kimia dan menggunakan
pelarut pengekstrak , suatu proses yang menghasilkan yield tertinggi dari minyak
dalam waktu yang singkat [55]. Ada beberapa tahap pemerosesan minyak yang
diperoleh
dari
biji
yaitu:
pemerosesan
secara
umum,
degumming,
refining /netralisasi, bleaching, dan deodorization [56]. Untuk mengetahui edible
oil dapat dilihat dari analisis yang dilakukan pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10 Parameter Edible Oil
Parameter
Standar Edible Oil
Bilangan Peroksida (meq/kg minyak)
Bilangan Iodin (g/mg)
Spesific gravity (SG)
Kadar Asam Lemak Bebas (%)
Refractive Index (200C)
Total Fenol (mg/g)
Bilangan Keasaman
10 [49]
80-109 [49]
0,9-1,16 [47]
0,5-1% [46]
1,457 [46]
220 [46]
1 % [46]
22
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
KURMA
Kurma (Phoenix dactylifera L.) termasuk salah satu dari famili Palmae
(Arecaceae ). Kurma adalah buah yang manis dengan kandungan gula lebih dari
50 % [2]. Dalam genus Phoenix, pada umumnya terdapat 12-13 spesies. Spesies
Phoenix liar ditemukan di negara tropis dan subtropis seperti Afrika dan Asia,
sementara Phoenix dactylifera ditemukan di India dan Irak [13]. Terdapat lebih
dari 3000 varietas kurma di seluruh dunia [14]. Negara penghasil kurma terbanyak
yaitu Mesir, Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Aljazair, Irak, Pakistan, Oman,
Tunisia dan Libia [15]. Persentase produksi kurma di dunia dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Produksi Kurma di Berbagai Daerah di Dunia [4]
Negara
Mesir
Arab Saudi
Iran
Uni Emirat Arab
Pakistan
Aljazair
Irak
Sudan
Oman
Libya
Asia
Afrika
Amerika
Eropa
Dunia
Produksi (ton)
1.352.950
1.078.300
1.023.130
775.000
759.200
710.000
566.829
431.000
276.000
161.000
4.804.126
3.011.205
26.003
16.121
7.857.455
% Dunia
17,2
13,7
13
9,8
9,6
9
7,2
5,4
3,5
2
61,1
38,3
0,3
0,2
-
(Phoenix Dactylifera L.) mempunyai klasifikasi sebagai berikut [16] :
Kingdom
: Plantae (Plants)
Subkingdom : Tracheobionta (vascular plants)
Division
: Magnoliophyta (Angiospermae)
Class
: Liliopsida (Monocotyledons)
7
Universitas Sumatera Utara
Subclass
: Arecidae
Order
: Arecales
Family
: Arecaceae
Genus
: Phoenix L.
Species
: Phoenix dactylifera L.
Biji kurma adalah suatu limbah yang dihasilkan dari banyak komoditi
industri. Biji berperan sebagai bagian yang penting dari tumbuhan dalam
menghasilkan generasi tumbuhan baru. Normalnya, biji mengandung protein,
karbohidrat, dan lipid; yang mana berupa wax, lemak atau minyak. Di antara tiga
komponen
tersebut,
kandungan
minyak
adalah
yang
penting
untuk
perkecambahan biji sebagai penyuplai energi yang dibutuhkan untuk proses
perkecambahan dibandingkan protein dan karbohidrat [1]. Biji kurma mewakili 6
- 12 % dari berat total buah kurma yang matang tergantung dari varitas dan
tingkat kualitasnya.
Biji kurma mengandung komponen kimia yang berbeda seperti asam lemak
jenuh dan asam lemak tak jenuh, Zink (Zn), Kadmium (Cd), dan Kalium (K).
Sementara, komponen asam lemak jenuhnya meliputi asam stearat dan palmitat
dan asam lemak tak jenuhnya meliputi asam linoleat dan asam oleat [17]. Biji
kurma mengndung asam lemak yang meliputi asam kaprat, asam laurat, asam
miristat, asam palmitat, asam stearat, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat,
dan asam arasidik [18]. Kandungan buah dan biji kurma dapat dilihat pada Tabel
2.2.
Tabel 2.2 Kandungan Buah dan Biji Kurma [1]
Komponen
Daging
Buah Kurma
Biji Kurma
Segar
Biji Kurma
(basis kering)
Kelembaban
Protein
Lemak
Abu
Serat Diet
Karbohidrat
9,7-17,7
1,1-3,0
0,5-3,3
1,4-2,6
5,9-18,4
72,8-85,0
8,6-12,5
4,8-6,9
5,7-8,8
0,8-1,1
67,6-74,2
2,4-4,7
5,2-5,6
10,2-12,7
1,1-1,2
81,0-83,1
Biji Kurma
yang
dipanggang
(basis kering)
7,1
8,1
1,0
62,3
8
Universitas Sumatera Utara
Kadar asam lemak bebas menentukan
banyaknya gliserida di dalam
minyak yang telah terkomposisi oleh aktivitas lipase. Dekomposisi ini
dipengaruhi oleh pencahayaan dan pemanasan, sehingga ketengikan biasanya
ditandai dengan pembentukan asam lemak bebas [49]. Asam lemak bebas yang
tinggi memiliki tingkat keasaman yang tinggi pula. Asam lemak bebas yang
rendah menunjukkan bahwa minyak tersebut bersifat edible. Asam lemak bebas
minyak biji kurma berkisar 0,5-1% [46].
Terdapat beberapa
spesies dari jenis Phoenix dengan beberapa
penyebarannya secara geografis dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Beberapa Spesies dari Jenis Phoenix [19]
Spesies
Nama Umum
Phoenix dactylifera L
Date Palm
P. atlantica A. Chev.
-
P. canariensis Chabeaud
Canary Palm
P. reclinata Jacq.
Dwarf Palm
P. humilis Royle
P. hanceana Naudin.
Wild Date Palm or Sugar
Palm
-
P. robelinic O’Brein
-
P. farinifera Roxb.
Pigmy Palm
P. rupicola T. Anders.
P. acaulis Roxb.
Rocky Date Palm
Dwarf Palm
P. paludosa Roxb.
Hental atau Juliana
Palm
P. sylvestri Roxb.
Penyebaran
Negara-negara
mediteranian, Afrika dan
bagian-bagian Asia;
termasuk Amerika Utara
dan Australia
Afrika barat dan Pulau
Kanari
Pulau Kanari dan
Tanjung Varde
Afrika tropis (Senegal
dan Uganda) dan
Yaman(Asia)
India dan Pakistan
India, Burma, dan China
China dan Thailand
Sri Lanka, Toukin,
Annam, Laos, dan
Thailand
India, Ceylon, dan
Annam
India
Bangladesh dan India
Bangladesh, Tenasherin,
Andaman, Nikobaren,
dan Thailand
Dalam penelitian ini digunakan varietas kurma Mesir yang memiliki
kandungan nutrisi seperti yang terdapat pada Tabel 2.4.
9
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Kandungan Nutrisi Kurma Mesir [20]
Nutrisi
Komposisi (%)
Kelembaban
8,81
Total Gula
81,49
Protein
1,97
Serat
2,77
Lemak
2,95
Abu
2,02
Total Suspended Solid
91,20
Sementara untuk mengetahui kandungan kimia yang terdapat di dalam kurma
mesir dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Kandungan Kimia Kurma Mesir [20]
Kandungan Kimia Kurma Mesir (mg/100 g)
Ca
79,62
Fe
4,56
Zn
0,86
K
55,11
Na
81,7
Mg
66,33
P
53,87
Mn
54,4
Cu
94,4
Kurma mesir memiliki beberapa vitamin yang terkandung didalamnya dapat
dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Kandungan Vitamin Kurma Mesir [20]
Vitamin
Kurma Mesir (ppm)
C (mg/100 g)
B1
B2
B6
B9
B12
Asam Nikotinik
10,52
42,74
105,18
59,71
11,57
23,32
173,64
Biji berperan sebagai bagian yang penting dari tumbuhan dalam
menghasilkan generasi tumbuhan baru. Normalnya, biji mengandung protein,
karbohidrat, dan lipid; yang mana berupa wax, lemak atau minyak. Diantara tiga
10
Universitas Sumatera Utara
komponen
tersebut,
kandungan
minyak
adalah
yang
penting
untuk
perkecambahan biji sebagai penyuplai energi yang dibutuhkan untuk proses
perkecambahan dibandingkan protein dan karbohidrat [1]. Biji kurma adalah suatu
limbah yang dihasilkan dari banyak komoditi industri. Umumnya, biji kurma
dijadikan pakan ternak yang diolah secara tradisional yang mudah untuk
dilakukan. Dengan perkembangan teknologi, minyak biji kurma telah digunakan
sebagai bahan pengganti dari minyak nabati dalam pembuatan body creams,
shampoos, dan sabun [5]. Biji kurma berpotensi sebagai sumber edible oil [6].
2.2
EKSTRAKSI
Ekstraksi adalah penghilangan dari suatu konstituen yang terlarut di dalam
suatu cairan ke lainnya. Cairan pertama berupa umpan (F), alur umpan (F)
mengandung solute pada konsentrasi awal Xf. Cairan kedua berupa pelarut (S)
yang mana terlarut sebagian di dalam umpan. Pelarut juga memiliki beberapa zat
terlarut pada konsentrasi awal Y, akan tetapi biasanya Y s adalah nol. Pelarut
melakukan proses ekstraksi, sehingga pelarut
kaya akan cairan yang
meninggalkan ekstraktor yang disebut ekstrak, E. Dengan solute yang hilang
sebagian atau keseluruhan dari umpan, umpan telah dimurnikan, sehingga umpan
kaya akan cairan yang meninggalkan ekstraksi yang disebut rafinat, R [21].
Ketika umpan dan pelarut larut bersamaan, solute (A) akan terdistribusi
sendiri diantara dua fasa cair. Pada kesetimbangan, rasio dari distribusi ini disebut
koefisien distribusi (m). Koefisien distribusi dapat dilihat pada persamaan
dibawah ini [21]:
m
Y
X
A
A
konsentrasi A dalam fasa ekstrak
............... (2.1)
konsentrasi A dalam fasa rafinat
dimana koefisien distribusi, m, adalah suatu pengukuran dari afinitas solute (A)
untuk satu fasa (E,S), dan fasa yang lainnya (F, R). Konsentrasi A dapat
digambarkan
dalam
bermacam-macam
unit,
tetapi
untuk
kemudahan
penghitungan, itu lebih baik untuk menyatakan konsentrasi pada suatu basis bebas
solute untuk ke dua fasa tersebut.
11
Universitas Sumatera Utara
Ekstraksi senyawa berharga dari tumbuhan adalah salah satu pendekatan
yang paling berkelanjutan yang dapat digunakan. Pemisahan yang efektif dari
campuran (menghasilkan yield ekstraksi minyak yang tinggi dan konsentrasi dari
campuran bioaktif) dari suatu matriks tanaman adalah suatu prosedur yang sulit
yang berkaitan dengan penghilangan campuran yang berharga dan campuran yang
tidak diinginkan dari co-extraction [22]. Walaupun ekstraksi bisa memindahkan
solute dari umpan secara sempurna, pemisahan lanjut diperlukan agar pemulihan
solute dari pelarut dan membuat pelarut yang cocok untuk digunakan kembali ke
dalam ekstraktor. Pemulihan ini dapat melalui unit operasi lainnya seperti
distilasi, evaporasi, kristalisasi dan filtrasi [21].
Leaching terkadang disebut dengan ekstraksi padat-cair (atau ekstraksi
cair-padat) yang melibatkan penghilangan fraksi terlarut ( solute atau leaktan) dari
suatu material padat oleh suatu pelarut cair. Solute terdifusi dari dalam padatan ke
dalam pelarut. Begitu juga fraksi padatan yang terekstraksi atau padatan yang
terlarut, atau keduanya, adalah
produk yang diinginkan.
Leaching banyak
digunakan dalam metalurgi, produk alami, dan industri makanan [25]. Leaching
berkaitan dengan ekstraksi konstituen yang larut dari suatu padatan dengan
menggunakan pelarut. Metode yang digunakan untuk ekstraksi ditentukan oleh
proporsi konstituen padatan yang terlarut, distribusi melalui padatan, sifat alami
dari padatan dan ukuran partikel [23]. Model operasi dari semua sistem ekstraksi
adalah solvent organik dibawah pengaruh panas (dan tekanan) akan diserap
kembali dan campuran organik terdisfusi dari matriks sampel menurut
perpindahannya ke dalam pelarut organik [26]. Proses ini dapat digambarkan pada
Gambar 2.1.
12
Universitas Sumatera Utara
Recovery (%)
Time (arbitary unit)
Gambar 2.1 Profil Tipe Ekstraksi untuk Pemulihan Campuran Organik dari
Matriks Padat [26]
Ekstraksi dari substrat padatan dilakukan secara kontinu dengan
mengontakkan substrat padatan dengan suatu pelarut. Sejumlah ektstrak
terakumulasi selama proses ekstraksi, prinsipnya, ditunjukkan pada Gambar 2.2
kurva skematik. Bagian pertama dari kurva ekstraksi dapat berupa garis lurus,
sesuai dengan laju ekstraksi yang konstan. Bagian kedua dari grafik, pendekatan
nilai batas yang diberikan dari jumlah total zat yang terekstraksi. Gradien dari
bagian pertama dari grafik digambarkan melalui kesetimbangan kelarutan.
Kemudian, dari gradien ini kesetimbangan kelarutan dapat ditentukan.
Total Jumlah Ekstrak dalam Substrat
Jumlah Ekstrak
Daerah II:
Laju Ekstraksi
Menurun
Daerah I:
Laju Ekstraksi
Konstan
Waktu Ekstraksi atau Jumlah pelarut
Gambar 2.2 Kurva Skematik Ekstraksi [27]
13
Universitas Sumatera Utara
Jumlah total ekstrak versus waktu ekstraksi atau jumlah pelarut. Grafik pada
Daerah I adalah linear dengan laju ekstraksi yang konstan. Laju ekstraksi
bergantung rasio pelarut. Grafik Daerah II adalah non linear yang berkaitan
dengan perpindahan massa [27].
2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi
Pemilihan perlengkapan untuk proses ekstraksi dipengaruhi oleh faktorfaktor yang mana sebagai pembatas laju reaksi. Ada 4 faktor penting yang harus
dipertimbangkan (1) ukuran partikel, (2) pelarut , (3) suhu, dan (4) pengadukan
[23].
2.2.1.1 Ukuran Partikel
Ukuran terkecil, terbesar adalah daerah interface antara padatan dan cairan
dan sehingga yang tertinggi adalah laju perpindahan dari suatu material dan yang
terkecil adalah jarak dari solute yang berdifusi di dalam padatan. Ukuran partikel
harus kecil sehingga masing-masing partikel membutuhkan sekitar waktu yang
sama untuk mengekstraksi [23].
2.2.1.2 Pelarut
Cairan yang dipilih seharusnya adalah sebuah pelarut yang selektif dan
kekentalannya harus rendah untuk tersirkulasi secara bebas. Pada umumnya,
pelarut yang murni akan digunakan, ketika ekstraksi diperoses konsentrasi solute
akan meningkat dan laju ekstraksi akan menurun; pertama disebabkan gradien
konsentrasi akan dihilangkan, dan kedua karena larutan akan menjadi lebih kental
[23].
Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etil asetat. Etil asetat
adalah sebuah molekul asetat (CH3COO-) dengan dua rantai karbon. Etil asetat
digunakan sebagai pelarut di dalam sintesis kimia dan baik digunakan di dalam
makanan dengan konsentrasi yang rendah. Etil asetat telah dievaluasi oleh FAO
(Food and Agriculture Organization ) tentang penggunaannya dalam makanan
dapat dilihat pada Tabel 2.7.
14
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7 Penggunaan Aditif Makanan dengan Etil Asetat [24]
Nama
Etil Asetat
21 CFR
173.228
Penggunaan
Diizinkan sebagai zat aditif makanan
untuk konsumsi manusia-pelarut
Etil Asetat
182.60
Zat yang aman- sebagai zat pemberi rasa
buatan
Beberapa sifat fisika dan kimia etil asetat terdapat di dalam Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Sifat Fisika dan Kimia Etil Asetat [24]
Parameter
Etil Asetat
O
H3C
CH3
Struktur
O
Rumus Molekul
Nama Umum
Berat Molekul
Sifat Fisik
Titik Didih
Kelarutan dalam Air
Kelarutan
Densitas Relatif
Densitas Uap Relatif
C4H8O2
Eter Asetat, Asetidin, Asetoksietan, Etil Ester, Etil
Etanoat, Cuka, Nafta
88,11
Jernih, mudah menguap, cairan yang dapat terbakar;
bau seperti buah-buahan
770C
10 % pada 250C
Larut dengan alkohol, aseton, kloroform, eter
0,902 pada 200C
3,04
Tabel 2.8 Sifat Fisika dan Kimia Etil Asetat [24]
Parameter
Tekanan Uap
Log Pow
Konstanta Hukum Henry
Etil Asetat
74,4 mmHg pada 200C
0,73
1,34 x 10-4 atm m3/mol
2.2.1.3 Suhu
Dalam kebanyakan kasus, kelarutan material yang sedang diekstraksi akan
meningkat seiring bertambahnya suhu untuk memberikan laju ekstraksi yang lebih
tinggi. Lebih lanjut lagi, koefisien difusi diharapkan meningkat dengan
meningkatnya suhu [23].
15
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.4 Pengadukan
Pengadukan adalah penting karena akan meningkatkan difusi eddy dan
sehingga perpindahan material dari permukaan partikel ke larutan bulk. Lebih
lanjut lagi, pengadukan suspensi dari partikel mencegah sedimentasi dan lebih
efektif digunakan [23].
2.3
SOXHLET EXTRACTION
Soxhlet extraction
adalah
suatu prosedur ekstraksi kontinu yang
memerlukan suatu peralatan yang khusus. Prosedurnya sangat umum untuk
mengekstraksi campuran organik ke dalam suatu solvent dan dapat diaplikasikan
pada bahan padat atau semi-padat [28]. Untuk ekstraksi campuran yang berharga,
Soxhlet extraction (SE) dipertimbangkan sebagai prosedur standar dan referensi
utama untuk menilai kinerja dari teknik ekstraksi yang berbeda. Penggunaan dari
metode ini terbatas karena tingginya jumlah pemakaian pelarut organik yang
memiliki kerugian pada kesehatan manusia dan lingkungan, campuran bioaktif
alami bersifat sensitif terhadap panas dan kemungkinan akan terurai pada suhu
yang tinggu untuk waktu ekstraksi yang lama, umumnya ini terdapat pada SE
[22].
Soxhlet telah digunakan sejak lama sebagai teknik standar dan referensi
utama untuk mengevaluasi kinerja dari metode ekstraksi padat-cair (leaching)
[29]. Pada 1879, von Soxhlet mengembangkan suatu sistem ekstraksi yang baru
(Soxhlet Extractor ) yang mana dipakai secara luas pada teknik leaching [30].
Soxhlet extraction adalah teknik standar dimana pelarut segar dikontakkan dengan
sampel secara berkala [7]. Efisiensi metode Soxhlet extraction dapat ditentukan
oleh beberapa faktor seperti ukuran rata-rata partikel, waktu ekstraksi dan
penggunaan pelarut polar dan non-polar [8].
Keuntungan pemakaian dari Soxhlet extraction konvensional meliputi (1)
pengurangan kesetimbangan perpindahan yang mebmbawa pelarut segar secara
berulang yang dikontakkan dengan matriks padat (2) menjaga temperatur
ekstraksi relatif tinggi dengan panas dari distillation flask, dan (3) tidak ada
penyaringan setelah leaching. Dan juga, metode Soxhlet sangat sederhana dan
murah. Sedangkan, kekurangannya meliputi (1) waktu ekstraksi yang lama; (2)
16
Universitas Sumatera Utara
banyak pelarut yang digunakan; (3) tidak ada pengadukan di dalam peralatan
Soxhlet; (4) banyak pelarut yang digunakan untuk evaporasi; dan (5)
kemungkinan kehilangan panas dari campuran yang tidak bisa dihindari selama
ekstraksi yang biasanya terjadi pada saat tingginya titik didih pelarut [29].
Khususnya, pada Soxhlet extraction sampel dikontakkan dengan pelarut segar
untuk mengurangi perpindahan kesetimbangan [31].
Untuk mendukung metode Soxhlet extraction ini maka dibutuhkan suatu
rangkaian peralatan yang dinamakan peralatan sokhlet ( Soxhlet Apparatus). Dari
Gambar 2.3 dapat dijelaskan bahwa untuk ekstraksi, material padatan diekstrak
dan diletakkan di dalam suatu thimble yang terbuat dari kertas saring yang tebal
atau di dalam suatu tabung yang terdapat di tengah bagian dari Soxhlet. Thimble
biasanya dibuat dari selulosa dan bersifat permeable ke pelarut. Sampel yang
digunakan harus dihancurkan untuk menghasilkan partikulat yang baik dengan
luas permukaan yang besar sebelum melakukan Soxhlet extraction . Pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi ditambahkan pada bagian tengah dari Soxhlet sampai
batas dari siphon ke dalam bagian bawah round-bottom flask. Pelarut didistilasi
dari bottom flask dengan menggunakan suatu peralatan panas umum laboratorium
yaitu hot plate.
17
Universitas Sumatera Utara
Air
Keluar
Kondenser
Air
Masuk
Sifon
Thimble
Labu alas bulat
Hot plate
Gambar 2.3 Peralatan Sokhlet [28]
Intensitas pemanasan mengendalikan aliran
pelarut melalui sistem. Soxhlet
dilengkapi dengan kondenser. Pelarut dikondensasikan kembali ke dalam bagian
tengah dari peralatan. Suhu dari kondenser harus rendah untuk menghindari
banyak pelarut yang hilang. Proses diulang dalam sejumlah proses ekstraksi,
pelarut terakumulasi di bagian tengah dari peralatan secara berkala dikembalikan
kembali ke dalam flask dimana pelarut dipanaskan. Efisiensi ekstraksi dengan
menggunakan peralatan Soxhlet sangat baik (mendekati 100%), dan prosedurnya
dapat dengan mudah digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif dengan
pemulihan yang baik [28].
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Soxhlet Extraction
Ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dari metode Soxhlet
extraction yaitu meliputi (1) Pemilihan pelarut, (2) Sifat Matriks, dan (3) Kondisi
Operasi [29].
18
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.1 Pemilihan Pelarut
Pemilihan pelarut yang tepat untuk ekstraksi harus dipilih dari target
dengan menggunakan metode Soxhlet extraction . Pelarut yang berbeda akan
meghasilkan ekstrak yield dan komposisi ekstrak yang berbeda. Penggunaan
pelarut alternatif telah meningkatkan kesadaran lingkungan dan keamanan. Suatu
pelarut alternatif terkadang ditambahkan agar meningkatkan polaritas dari fasa
cair. Campuran pelarut akan meningkatkan yield dan kinetika ekstraksi [29].
Pelarut yang akan digunakan atas dasar sifat kelarutannya seperti ditunjukkan
pada Gambar 2.4, jika pelarut saling larut maka pelarut tersebut tidak dapat
digunakan, karena minyak tidak akan terpisah antara komponen polar dan polar /
non polar dan non polar (bercampur) sesuai dengan pada tabel 2.9 [32].
Gambar 2.4 Diagram Kelarutan Pelarut [32]
19
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.9 Polaritas Pelarut [32]
Kepolaran
Non-Polar
Polar
Rumus
R-H
Kelompok
Alkana
Ar-H
R-O-R
R-X
R-COOR
R-CO-R
R-NH2
R-OH
R-COHN2
R-COOH
H-O-H
Aromatik
Eter
Alkil Halida
Ester
Aldehida dan keton
Amina
Alkohol
Amida
Asam Karboksilat
Air
Pelarut
Petroleum eter, heksana,
ligroin
Toluena
Dietil eter
Triklorometan, klorofom
Etil Asetat
Aceton, MEK
Piridina, Trietilamina
MeOH, EtOH, IPA, Butanol
Dimetilfomida
Asam Etanoat
2.3.1.2 Sifat Matriks
Soxhlet extraction bergantung dari sifat matriks dan ukuran partikel ketika
difusi internal sebagai tahap akhir selama proses ekstraksi [29].
2.3.1.3 Kondisi Operasi
Selama proses ekstraksi, solvent biasanya dipulihkan dengan cara
evaporasi. Suhu ekstraksi dan evaporasi memiliki dampak dalam kualitas produk
[29].
2.4
PELARUT PENGEKSTRAK
Sejumlah pelarut yang digunakan dalam ekstraksi adalah faktor lain yang
dipertimbangkan. Pemilihan pelarut pengekstrak harus berdasarkan sifat alami
dari sampel. Selain itu, efisiensi ekstraksi dan matriks yang tak larut, pemilihan ini
harus mempertimbangkan aspek-aspek lain. Pelarut harus lebih banyak daripada
jumlah sampel. Volume pelarut yang rendah terkadang berguna untuk
menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi dalam penganalisaan [28].
Ada beberapa faktor spesifik yang dipertimbangkan dalam pemilihan
solvent yang meliputi:
1.
Selektifitas
Kemampuan untuk menghilangkan dan konsentrat solute dari komponen
lainnya [21].
20
Universitas Sumatera Utara
2.
Ketersediaan
Pelarut harus tersedia selama proses ekstraksi [21].
3.
Kemampuan melarut dalam umpan
Diperlukannya pemulihan pelarut dari rafinat atau penyegaran kembali
pelarut yang digunakan [21].
4.
Perbedaan Densitas
Perbedaan densitas yang terlalu rendah antara fasa-fasa akan menghasilkan
masalah dalam pemisahan. Perbedaan densitas yang terlalu tinggi dapat
menyulitkan untuk menentukan proses ekstraksi yang terbaik yang
diinginkan [21].
Dengan meningkatnya densitas, laju ekstraksi akan
meningkat pada suhu yang konstan. Hasil ekstraksi akan berbeda untuk
densitas yang sama pada suhu yang berbeda [27].
5.
Sifat Fisik
Pelarut yang terlalu kental akan menghalangi perpindahan massa dan
kapasitasnya. Tegangan permukaan yang terlalu rendah akan mendorong
kearah masalah pengemulsian. Titik didih pelarut harus berbeda dengan titik
didih solute [21].
6.
Toksisitas
Toksisistas harus dipertimbangkan untuk kesadaran kesehatan dan
kemurnian dari produk yang dihasilkan [21].
7.
Tidak Bersifat Korosif
Disyaratkan menggunakan konstruksi material yang mahal untuk peralatan
proses ekstraksi.
8.
Mudah untuk dipulihkan
Pemulihan dan pemurnian pelarut yang sempurna dibutuhkan sebaik
mungkin ketika pelarut dikembalikan
lagi ke dalam ekstraktor untuk
meminimalisasikan kehilangan banyak pelarut [21].
2.5
EDIBLE OIL
Lemak dan minyak nabati adalah suatu substansi yang diperoleh dari
tanaman yang terdiri dari trigliserida dan menghadirkan sejumlah komponen
utama dari lemak dan edible oil. Komponen kecil dari lemak dan edible oil
21
Universitas Sumatera Utara
terbentuk dari mono dan dietil-gliserol, asam lemak bebas, fosfatida, sterol, fatsoluble , vitamin, tokoferol, pigmen, wax, dan fatty alcohol. Cara moderen dalam
pemerosesan minyak nabati adalah melalui ekstraksi kimia dan menggunakan
pelarut pengekstrak , suatu proses yang menghasilkan yield tertinggi dari minyak
dalam waktu yang singkat [55]. Ada beberapa tahap pemerosesan minyak yang
diperoleh
dari
biji
yaitu:
pemerosesan
secara
umum,
degumming,
refining /netralisasi, bleaching, dan deodorization [56]. Untuk mengetahui edible
oil dapat dilihat dari analisis yang dilakukan pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10 Parameter Edible Oil
Parameter
Standar Edible Oil
Bilangan Peroksida (meq/kg minyak)
Bilangan Iodin (g/mg)
Spesific gravity (SG)
Kadar Asam Lemak Bebas (%)
Refractive Index (200C)
Total Fenol (mg/g)
Bilangan Keasaman
10 [49]
80-109 [49]
0,9-1,16 [47]
0,5-1% [46]
1,457 [46]
220 [46]
1 % [46]
22
Universitas Sumatera Utara