Hak Mendahului Tagihan Utang Pajak Untuk Wajib Pajak Yang Dinyatakan Pailit

BAB II
PENETAPAN HAK MENDAHULUI PADA FISKUS ATAS WAJIB PAJAK
YANG DINYATAKAN PAILIT
A. Kepailitan dan Akibat Hukum Yang Ditinggalkannya
Lahirnya Undang-Undang Kepailitan yang mengubah ketentuan peraturan
tentang kepailitan peninggalan kolonial 49 mendapat sambutan hangat masyarakat
keuangan internasional. Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur
yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit
oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga dikarenakan debitur tersebut tidak
dapat membayar utangnya. 50
Arti pailit menurut Undang-Undang No.4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagaimana diatur dalam lampiran UUK
Pasal 1 ayat (1) adalah: “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak
membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan
pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih
krediturnya”. Sementara itu dalam Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang
49

Pada masa pemerintahan Kolonial hingga tahun 1998, peraturan kepailitan yang berlaku
adalah Faillissementsverordening S.1905-217 jo. S.1906-348. Peraturan ini kemudian diubah dengan

Perpu No. 1 Tahun 1998, yang kemudian diterima dan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia menjadi Undang-Undang No.1 Tahun 1998 tentang Kepailitan , dan direvisi
menjadi Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.
50
J. Djohansah, Penyelesaian Utang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, (Bandung: Alumni, 2001), hal. 23.

35
35

36

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 1 ayat (1) bahwa yang
dimaksud Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim
Pengawas sebgaimana diatur dalam undang-undang ini. Menurut Retnowulan, yang
dimaksud dengan kepailitan adalah eksekusi massal yang ditetapkan dengan
keputusan hakim, yang berlaku serta merta, dengan penyitaan umum atas semua harta
orang yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu penyataan pailit, maupun

yang diperoleh selama kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditur,
yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib. 51
Dalam pengertian kepailitan seperti disebutkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa:
1.

Kepailitan dimaksud untuk mencegah penyitaan dan eksekusi yang dimintakan
oleh kreditur secara perorangan.

2.

Kepailitan hanya mengenai harta benda debitur, bukan pribadinya. Jadi, ia cakap
untuk melakukan perbuatan hukum di luar hukum kekayaan. Misalnya, hak yang
timbul dari kedudukannya sebagai orang tua (ibu/ayah).

Secara sederhana, kepailitan dapat diartikan sebagai suatu penyitaan semua aset
debitur yang dimasukkan kedalam permohonan pailit. Debitur pailit tidak serta merta
kehilangan kemampuannya untuk melakukan tindakan hukum, akan tetapi kehilangan

51


hal. 85.

Retnowulan, Kapita Selekta Hukum Ekonomi dan Perbankan ,(Seri Varia Yustisia, 1996),

37

untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan di dalam kepailitan
terhitung sejak pernyataan kepailitan itu. 52
Hadirnya lembaga kepailitan ini diharapkan dapat berfungsi untuk mencegah
terjadinya kesewenang-wenangan pihak kreditur yang memaksa dengan berbagai cara
agar debitur membayar utangnya. Sehingga dengan adanya lembaga kepailitan
memungkinkan debitur membayar utang-utangnya itu secara tenang, tertib dan adil
yaitu: 53
a.

Dilakukannya penjualan atas harta pailit yang ada yakni seluruh harta kekayaan
yang tersisa dari debitur.

b.


Membagi hasil penjualann harta pailit tersebut kepada sekalian kreditur yang
telah diperiksa sebagai kreditur yang sah masing-masing sesuai dengan:
1) Hak Preferensinya dan
2) Proporsional dengan hak tagihannya dibandingkan dengan besarnya hak
tagihan kreditur konkuren lainnya.

Hal inilah yang menjadi maksud dan tujuan dari UUK, yaitu untuk menghindari
terjadinya sita perorangan dan mendapat pembayaran secara proporsional sesuai
haknya. 54

52

Peter Mahmud Marzuki, Hukum Kepailitan Menyongsong Era Global, (FH-UNDIP-ELIPS,
1996), hal. 4.
53
Rudhi Prasetyo, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1996), hal. 5.
54
Kartini Muljadi, Penyelesaian Utang Piutang melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2001), hal. 75-76.

38

Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap
debitur dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (1) UUK yaitu, debitur yang mempunyai dua
atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh
waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas
permohonan satu atau lebih kreditornya. Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim
pengadilan 55 “menyatakan pailit”, bukan “dapat menyatakan pailit”. Sehingga dalam
hal ini tidak diberikan judgment yang luas seperti kasus-kasus lainnya, sungguhpun
limited defence masih dibenarkan, mengingat yang berlaku adalah prosedur
pembuktian sumir. Dalam Pasal 8 ayat (4) UUK menyatakan bahwa permohonan
pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti
secara sederhana 56 bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.
Jika diperhatikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 ayat (4) UUK tersebut,
maka jelas yang dimaksud dengan pembuktian sederhana adalah pembuktian
mengenai: 57
a.


Eksistensi dari suatu utang debitur yang dimohonkan kepailitan yang telah jatuh
tempo;
55

Hakim dan Pengadilan yang dimaksud adalah Hakim dan Pengadilan Niaga, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 1 ayat(7) UUK.
56
Yang berarti bahwa apabila terbukti secara sederhana bahwa debitur mempunyai lebih dari
satu kreditor dan bahwa salah satu utangnya telah jatuh waktu dan dapat ditagih tetapi debitur
tidak/belum membayar utangnya tersebut. Jadi tidak perlu ditagih terlebih dahulu seperti pada keadaan
berhenti membayar yang lazim diartikan bahwa kreditor harus terlebih dahulu menagih piutang yang
sudah jatuh waktu dan ternyata debitur meskipun sudah ditagih tetap tidak membayar.
57
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2003), hal.141.

39

b.


Eksistensi dari dua atau lebih kreditor dari debitor yang dimohonkan kepailitan.
Syarat-syarat permohonan pailit sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat

(1) UUK terserbut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Minimal Dua kreditor
Menurut Pasal 2 ayat (1) UUK, salah satu syarat yang harus dipenuhi ialah
debitur harus mempunyai dua kreditor atau lebih. Dengan demikian, undang-undang
ini hanya memungkinkan seorang debitor dinyatakan pailit apabila debitor memiliki
paling sedikit dua kreditor. Syarat adanya dua atau lebih kreditor dikenal sebagai
concursus creditorum. 58 Keharusan adanya dua kreditor yang disyaratkan dalam
UUK merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata. 59
Alasan mengapa seorang debitur tidak dapat dinyatakan pailit jika ia hanya
mempunyai seorang kreditor adalah bahwa tidak ada keperluan untuk membagi aset
debitor diantara pada kreditor. Kreditor berhak dalam perkara ini atas semua aset
debitor, tidak ada concursus creditorum 60. Hal ini dapat dimaklumi karena dalam
kepailitan, yang terjadi sebenarnya sita umum terhadap semua harta kekayaan debitor
yang diikuti dengan likuidasi paksa, untuk nanti perolehan dari likuidasi paksa
tersebut dibagi secara prorate di antara kreditornya. Kecuali apabila ada di antara


58

Sutan Remy Sjahdeni, Hukum Kepailitan (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002), hal.64.
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.cit, hal.107
60
Dalam kepustakaan, concursus creditorum diartikan sebagai keberadaan dua atau lebih
kreditor. Concursus creditorum merupakan syarat bagi kepailitan.
59

40

para kreditornya yang harus didahulukan menurut ketentuan Pasal 1132 KUH
Perdata. 61
2.

Harus Ada Utang
Syarat lain yang harus dipenuhi bagi seorang pemohon pernyataan pailit ialah

harus adanya utang. Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tidak memberikan defenisi
sama sekali mengenai utang. Oleh karena itu, telah menimbulkan penafsiran yang

beraneka ragam dan para hakim juga menafsirkan utang dalam pengertian yang
berbeda-beda (baik secara sempit maupun secara luas). Apakah pengertian utang
hanya terbatas pada utang yang lahir dari perjanjian utang piutang saja, contohnya
perjanjian jual beli. 62
Kontroversi mengenai pengertian utang, akhirnya dapat disatuartikan dalam
Pasal 1 ayat (6) UUK, yaitu utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat
dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang
asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontijen,
yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh
debitur dan bila tidak dipenuhi member hak kepada kreditor untuk mendapat
pemenuhannya dari harta kekayaan debitor. Dari defenisi utang yang diberikan oleh
UUK, jelaslah bahwa defenisi utang harus ditafsirkan secara luas, tidak hanya

61

Harta kekayaan debitor pailit dibagi secara (1) Pari Passu, yaitu harta kekayaan debitor
dibagi secara bersama-sama di antara para kreditornya; (2) Prorata, yaitu sesuai dengan besarnya
imbangan piutang masing-masing kreditor terhadap utang debitor secara keseluruhan.
62
Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 10.


41

meliputi utang yang timbul dari perjanjian utang piutang atau perjanjian pinjammeminjam, tetapi juga utang yang timbul karena undang-undang atau perjanjian yang
dapat dinilai dengan sejumlah uang.
3.

Jatuh waktu dan Dapat Ditagih
Syarat bahwa utang harus telah jatuh waktu dan dapat ditagih menunjukkan

bahwa kreditor sudah mempunyai hak untuk menuntut debitor untuk memenuhi
prestasinya. Syarat ini menunjukkan bahwa utang harus lahir dari perikatan yang
sempurna (adanya schuld dan hafting). Dengan demikian, jelas bahwa utang yang
lahir dari perikatan alaamiah (adanya schuld tanpa haftung) tidak dapat dimajukan
untuk permohonan pernyataan pailit. Misalnya utang yang lahir dari perjudian.
Meskipun utang yang lahir dari perjudian telah jatuh waktu, hal ini tidak melahirkan
hak kepada kreditor untuk menagih utang tersebut. Dengan demikian, meskipun
debitur mempunyai kewajiban untuk melunasi utang itu, kreditor tidak mempunyai
alas hak untuk menuntut pemenuhan utang tersebut. Dengan demikian, kreditor tidak
berhak mengajukan permohonan pailit atas utang yang lahir dari perjudian. 63

Putusan pernyataan pailit membawa akibat hukum terhadap debitor, Pasal 21
UUK menentukan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat
putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama
kepailitan. Fred B.G. Tumbuan menyatakan bahwa melalui sita umum akan dihindari

63

Ibid, hal.11.

42

dan diakhiri sita dan eksekusi oleh para kreditor secara sendiri-sendiri. 64 Dengan
demikian para kreditor harus bertindak secara bersama-sama (concursus creditorum)
sesuai dengan asas yang ditetapkan dalam Pasal 1132 KUH Perdata. Pembentuk
undang-undang memandang perlu untuk memungkinkan adanya eksekusi “massal”
dengan cara melakukan sitaan umum atas seluruh harta kekayaan debitor untuk
kepentingan semua kreditor yang bersangkutan yang dijalankan dengan pengawasan
seorang Hakim Pengawas.
Putusan kepailitan adalah bersifat serta merta dan konstitutif yaitu
meniadakan keadaan dan menciptakan keadaan hukum baru. Dalam putusan hakim
tentang kepailitan ada 3 (tiga) hal yang esensial yaitu: 65
a.

Pernyataan bahwa si debitur pailit;

b.

Pengangkatan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari Hakim Pengadilan
dan;

c.

Kurator

Semenjak pengadilan mengucapkan putusan kepailitan dalam sidang yang terbuka
untuk umum terhadap debitur, maka hak dan kewajiban si pailit beralih kepada
kurator untuk mengurus dan menguasai boedelnya. Akan tetapi si pailit masih berhak
melakukan tindakan-tindakan atas harta kekayaannya, sepanjang tindakan itu
membawa/ memberikan keuntungan/ manfaat bagi boedelnya. Dalam hal debitur atau
64

Fred B.G. Tumbuan, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Kepailitan atau Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2001), hal.125.
65
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, (UMM pres, 2008), hal.103.

43

kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan kurator lain kepada pengadilan, maka
Balai Harta Peninggalan (BHP) bertindak selaku kurator.
Secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut: 66
1.

Kekayaan debitor pailit yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum atas
harta pihak yang dinyatakan pailit. Menurut Pasal 21 UUK, kepailitan meliputi
seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta
segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.

2.

Kepailitan semata-mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri
pribadi debitur pailit. Misalnya seseorang dapat tetap melangsungkan pernikahan
meskipun ia telah dinyatakan pailit.

3.

Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus
kekayannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan
pailit diucapkan (Pasal 24 UUK).

4.

Semua perikatan debitor yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit tidak lagi
dapat dibayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta
pailit (Pasal 25 UUK).

5.

Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua para kreditor
dan debitor dan hakim pengawas memimpin dan menguasai pelaksanaan
jalannya kepailitan.

66

Sutan Remy Sjahdeni, op. cit., hal.255-256

44

6.

Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus
diajukan oleh atau terhadap kurator (Pasal 26 ayat (1) UUK).

7.

Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan untuk memperoleh pemenuhan
perikatan dari harta pailit yang ditujukan terhadap debitor pailit, hanya dapat
diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan (Pasal 27 UUK).

8.

Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56,
Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat
mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan (Pasal 55 ayat (1)
UUK). Kreditor yang mempunyai hak untuk menahan benda milik debitor, tidak
kehilangan hak karena ada putusan pernyataan pailit (Pasal 61 UUK).

9.

Hak eksekusi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dan hak
pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor
pailit atau kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (Sembilan
puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan (Pasal 56 ayat (1)
UUK).

B. Kreditor dalam Kepailitan
Pada dasarnya, kedudukan para kreditor adalah sama (paritas creditorum).
Oleh karena itu, mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit
sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passu prorate parte).
Namun demikian, asas tersebut mengenal pengecualian yaitu golongan kreditor yang

45

memegang hak agunan atas kebendaan dan golongan kreditor yang haknya
didahulukan berdasarkan UUK dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan
demikian, asas paritas creditorum berlaku bagi para kreditor konkuren saja. 67
Berkenaan dengan hak kreditor yang memegang hak jaminan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61 UUK, Peraturan Perundang-undangan mengintroduksi
suatu lembaga baru yaitu penangguhan pelaksanaan hak eksekusi kreditor tersebut,
untuk jangka waktu paling lama 90 (Sembilan puluh) hari terhitung mulai tanggal
putusan pernyataan pailit ditetapkan, para kreditor tersebut dalam Pasal 56 ayat (1)
hanya dapat melaksanakan hak mereka selaku kreditor separatis dengan persetujuan
dari kurator atau hakim pengawas. Maksud diadakannya lembaga penangguhan
pelaksanaan hak kreditor separatis adalah untuk memungkinkan kurator mengurus
boedel pailit secara teratur untuk kepentingan semua pihak yang tersangkut dalam
kepailitan, termasuk kemungkinan tercapainya perdamaian atau untuk memperbesar
kemungkinan mengoptimalkan harta pailit.
Selama berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum
untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang
peradilan. Baik kreditor maupun pihak ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau
memohonkan sita atas barang yang menjadi agunan. Dalam Pasal 56 ayat (2)
penangguhan eksekusi tersebut tidak berlaku terhadap tagihan kreditor yang dijamin
dengan uang tunai dan hak kreditor untuk memperjumpakan utang.
67

Fred BG. Tumbuan, Op. cit., hal.128.

46

Istilah “kreditor” juga sering kali menimbulkan multitafsir. Apalagi di era
Undang-undang No.4 Tahun 1998, yang tidak memberikan definisi terhadap
“kreditor”. Secara umum, ada 3 (tiga) macam kreditor yang dikenal dalam KUH
Perdata yaitu sebagai berikut.
1.

Kreditor Konkuren
Kreditor konkuren ini diatur dalam Pasal 1132 KUH Perdata. Kreditor yang

dikenal juga dengan istilah kreditor bersaing. Kreditor konkuren memiliki kedudukan
yang sama dan berhak memperoleh hasil penjualan harta kekayaan debitur, baik yang
telah ada maupun yang aka nada di kemudian hari, setelah sebelumnya dikurangi
dengan kewajiban membayar piutang kepada para kreditor pemegang hak jaminan
dan para kreditor dengan hak istimewa secara proporsional menurut perbandingan
besarnya piutang masing-masing kreditor konkuren tersebut (berbagi secara pari
passu prorate parte). 68
2.

Kreditor Preferen
Kreditor preferen yaitu

kreditor yang oleh undang-undang, semata-mata

karena sifat piutangnya, mendapatkan pelunasan terlebih dahulu. Kreditor preferen
merupakan kreditor yang mempunyai hak istimewa, yaitu suatu hak yang oleh

68

Sutan Remy Sjahdeni, op. cit., hal.12.

47

undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi
daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. 69
Tentunya dalam hal tersebut utang pajak menduduki pada posisi status
kreditor preferen seperti yang diuraiakan diatas, bahwa kreditor preferen merupakan
kreditor yang mempunyai hak istimewa yang dapat mengeksekusi langsung harta
kekayaan wajib pajak atau penanggung pajak pailit tanpa menunggu putusan
pengadilan serta mendapat hak mendahului dibanding dengan kreditor lainnya, yaitu
suatu hak yang diberikan oleh undang-undang khusunya dalam kasus utang pajak
undang-undang yang mengatur adalah UU KUP dan UU PPSP kepada seorang
berpiutang atau biasa disebut dengan fiskus sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada
orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.
Untuk mengetahui piutang-piutang mana yang diistimewakan dapat dilihat
dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata. Menurut Pasal 1139, piutang-piutang
yang diistimewakan terhadap benda-benda tertentu, antara lain:
a. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk
melelang suatu benda bergerak maupun tidak bergerak. Biaya ini dibayar dari
pendapatan penjualan benda tersebut terlebih dahulu dari pendapatan
penjualan benda tersebut terlebih dahulu dari semua piutang lainnya yang
diistimewakan, bahkan lebih dahulu pula daripada gadai dan hipotek;

69

Kartini Muljadi, Kreditor Preferens dan Kreditor Separatis Dalam Kepailitan, (Jakarta:
Pusat Pengkajian Hukum, 2005), hal.164-165.

48

b. Uang sewa dari benda-benda tidak bergerak, biaya-biaya perbaikan yang
menjadi kewajiban si penyewa, beserta segala apa yang mengenai kewajiban
memenuhi persetujuan sewa;
c. Harta pembelian benda-benda bergerak yang belum dibayar;
d. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang;
e. Biaya untuk melakukan suatu pekerjaan pada suatu barang, yang masih harus
dibayar kepada seorang tukang;
f. Apa yang telah diserahkan oleh seorang pengusaha rumah penginapan sebagai
demikian kepada seorang tamu;
g. Upah-upah pengangkutan dan biaya-biaya tambahan;
h. Apa yang harus dibayar kepada tukang batu, tukang kayu dan lain-lain tukang
untuk pembangunan, penambahan dan perbaikan benda-benda tidak bergerak,
asal saja piutangnya tidak lebih tua dari tiga tahun dan hak milik atas persil
yang bersangkutan masih tetap pada si berutang;
i. Penggantian serta pembayaran yang harus dipikul oleh pegawai yang
memangku suatu jabatan umum, karena segala kelalaian, kesalahan,
pelanggaran, dan kejahatan yang dilakukan dalam jabatannya.
Adapun Pasal 1149 KUH Perdata menentukan bahwa piutang-piutang yang
diistimewakan atas semua benda bergerak dan tidak bergerak pada umumnya adalah
yang disebutkan dibawah ini, piutang-piutang mana dilunasi dari pendapatan
penjualan benda-benda itu menurut urutan sebagai berikut:

49

a. Biaya-biaya perkara, yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan
penyelesaian suatu warisan; biaya-biaya ini didahulukan daripada gadai dan
hipotek;
b. Biaya-biaya penguburan, dengan tidak mengurangi kekuasaan hakim untuk
menguranginya, jika biaya itu terlampau tinggi;
c. Semua biaya perawatan dan pengobatan dari sakit yang penghabisan;
d. Upah para buruh selama tahun yang lalu dan upah yang sudah dibayar dalam
tahun yang sedang berjalan, beserta jumlah uang kenaikan upah menurut Pasal
1602 q KUH Perdata.
e. Piutang karena penyerahan bahan-bahan makanan yang dilakukan kepada si
berutang beserta keluarganya, selama waktu enam bulan yang terakhir.
f. Piutang-piutang para pengusaha sekolah berasrama, untuk tahun yang
penghabisan;
g. Piutang anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang terampu
terhadap sekalian wali dan pengampu mereka.
3.

Kreditor Separatis
Kreditor separatis adalah kreditor pemegang hak jaminan kebendaan, yang

dapat bertindak sendiri. Golongan kreditor ini tidak terkena akibat putusan pernyataan
pailit debitor, artinya hak-hak eksekusi mereka tetap dapat dijalankan seperti tidak
ada kepailitan debitor. 70 Kreditor golongan inidapat menjual sendiri barang-barang

70

Elijana Tansah, Kapita Selekta Hukum Kepailitan, (Jakarta: FH-Atmajaya, 2000), hal.9.

50

yang menjadi jaminan, seolah-olah tidak ada kepailitan. Dari hasil penjualan tersebut,
mereka mengambil sebesar piutangnya, sedangkan jika ada sisanya disetorkan ke kas
kurator sebagai boedel pailit. Sebaliknya bila hasil penjualan tersebut ternyata tidak
mencukupi, kreditor tersebut untuk tagihan yang belum terbayar dapat memasukkan
kekurangannya sebagai kreditor bersaing (concurrent). 71 Sistem hukum jaminan
Indonesia mengenal 4 (empat) macam jaminan, antara lain:
a. Gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 Bab XX KUH
Perdata, yang diberlakukan terhadap benda-benda bergerak. Dalam sistem
jaminan gadai, seorang pemberi gadai (debitor) wajib melepaskan penguasaan
atas benda yang akan dijaminkan tersebut kepada penerima gadai (kreditor).
b. Hipotek yang diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 Bab XXI
KUH Perdata, yang menurut Pasal 314 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang berlaku untuk kapal laut yang memiliki ukuran minimal dua puluh
meter kubik (20m3) dan sudah didaftar di Syahbandar Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut Departemen Perhubungan, sehingga memiliki kebangsaan
sebagai kapal Indonesia dan diperlakukan sebagai benda tidak bergerak.
Sedangkan yang tidak terdaftar dianggap sebagai benda bergerak, sehingga
berlaku ketentuan Pasal 1977 KUH Perdata.
c. Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan atas Tanah berserta Benda-Benda yang Berkaitan

71

Erman Rajagukguk, Penyelesaian Utang Piutang, (Bandung: Alumni, 2001), hal.192-193.

51

dengan Tanah, yang merupakan jaminan atas hak-hak atas tanah tertentu
berikut kebendaan yang melekat di atas tanah.
d. Jaminan Fidusia yang diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999.
Undang-undang ini tidak memberikan rumusan positif mengenai kebendaan
yang dapat dijaminkan secara fidusia. Pasal 3 Undang-Undang Jaminan
Fidusia, menetapkan bahwa jaminan fidusia tidak berlaku terhadap;
1) Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang
peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas
benda-benda tersebut wajib didaftar. Namun demikian bangunan di atas
tanah milik orang lain yang tidak dibebani hak tanggungan berdasarkan
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan dapat
dijadikan objek Jaminan Fidusia;
2) Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20m3 atau
lebih;
3) Hipotek atas pesawat terbang; dan
4) Gadai
Maka jelas bahwa jaminan fidusia meliputi seluruh kebendaan yang tidak
dapat dijaminkan dengan tiga jenis jaminan kebendaan tersebut diatas.
Dengan demikian, antara fidusia dan hak tanggungan, hipotek, dan gadai tidak
akan berbenturan karena sudah memiliki kaplingnya sendiri-sendiri.

52

Jika terdapat kreditor yang diistimewakan yang kedudukannya lebih tinggi
dari kedudukan kreditor separatis, kurator atau kreditor diistimewakan tersebut
bahkan dapat meminta seluruh haknya secara penuh dari kreditor separatis yang
diambil dari hasil penjualan aset jaminan utang, baik jika dijual oleh kreditor
separatis sendiri ataupun jika dijual oleh kurator.
C. Kedudukan Fiskus dalam Kepailitan
Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan
sebagai konsekuensi penerapan sistem self assessment, DJP mempunyai kewenangan
untuk menagih utang pajak yang tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak. Untuk
mengoptimalkan pelaksanaan tindakan penagihan aktif diperlukan manajemen
administrasi pencairan piutang pajak. Dengan demikian diperlukan perencanaan
penagihan yang terstruktur dan tindakan penagihan yang profesional sesuai ketentuan
perpajakan yang berlaku. Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas
barang-barang milik Penanggung Pajak. Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit,
bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi
untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit,
pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum
menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut
seperti yang termaktub dalam UU KUP Pasal 21 ayat (3a). Hal ini menetapkan

53

kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak terkait
barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum. 72
KUH Perdata telah menetapkan utang pajak untuk didahulukan daripada
kreditor lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 1137 KUH Perdata sebagai berikut
“Hak dari Kas Negara, Kantor lelang dan lain-lain badan umum yang dibentuk
Pemerintah, untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan hak itu, dan jangka waktu
berlangsungnya hak tersebut, diatur dalam berbagai undang-undang khusus yang
mengenai hal-hal itu”. Dengan demikian maka menurut Pasal 1137 KUH Perdata
tersebut maka kedudukan utang pajak sebagai pemegang hak istimewa dengan hak
mendahulu yang merujuk pada pengaturan dalam undang-undang khusus, yaitu
Undang-Undang Perpajakan.

Suatu utang atau tagihan pajak harus dilunasi oleh wajib pajak atau
Penanggung Pajak. Dengan adanya tagihan pajak, negara mempunyai hak mendahulu
untuk tagihan pajak tersebut atas barang-barang milik Penanggung Pajak,
sebagaimana bunyi Pasal 21 ayat (1) UU KUP yakni “Negara mempunyai hak
mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.” Adapun
maksud dari adanya hak mendahulu negara ini dijelaskan lebih lanjut dalam
Penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU KUP, yaitu untuk menetapkan kedudukan negara
sebagai Kreditor preferen yang mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik

72

Irwan Aribowo, http://www.bppk.depkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/19557kreditur-preferen-dalam-pajak,-apakah-sama-dalam-versi-kepailitan, diakses tanggal 28 agustus 2014

54

Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum. Pelaksanaan hak mendahului
negara atas utang pajak tersebut adalah dengan dilakukan pembayaran atas utang
pajak terlebih dahulu, pembayaran kepada Kreditor lain diselesaikan setelah utang
pajak dilunasi. Ketentuan tentang hak mendahului meliputi pokok pajak, sanksi
administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.

Termasuk dalam hal ini penjelasan yang ada di dalam Pasal 19 ayat (6) UU
PPSP yang menyatakan sebagai berikut: "Ayat ini menetapkan kedudukan Negara
sebagai kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barangbarang milik Penanggung Pajak yang akan dijual kecuali terhadap biaya perkara yang
semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang
bergerak dan atau barang tidak bergerak, biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkan barang dimaksud, atau biaya perkara yang semata-mata disebabkan
oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan. Hasil penjualan barang-barang milik
Penanggung Pajak terlebih dahulu untuk membayar biaya-biaya tersebut di atas dan
sisanya dipergunakan untuk melunasi utang pajak. Melihat uraian peraturan tersebut
diatas, konteks negara sebagai kreditur preferen ini muncul ketika utang pajak
dihadapkan pada barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan dijual di muka
umum. Pilihannya adalah untuk melunasi utang pajak terlebih dahulu ataukah
melunasi kreditur lainnya yang juga memiliki hak atas penjualan barang-barang milik
Penanggung Pajak.

55

Adanya perubahan pada UU KUP memperkuat posisi fiskus sebagai kreditor
preferen terhadap pelunasan utang pajak dengan wajib pajak pailit, khususnya Pasal
21 mengalami penambahan ayat yaitu terletak pada ayat (3a), yang menyatakan
bahwa dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, maka kurator atau orang atau badan
yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak
dalam pailit kepada pemegang saham atau Kreditor lainnya sebelum menggunakan
harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut. Namun demikian
hak mendahulu negara telah dikecualikan untuk didahulukan sebagaimana diatur
dalam Pasal 21 ayat (3) UU KUP yang menyatakan bahwa kedudukan utang pajak
adalah mendahulu dari hak mendahulu lainnya kecuali biaya perkara yang hanya
disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau
barang tidak bergerak, biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang
dimaksud; dan/atau biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan
penyelesaian suatu warisan.
Hal ini sejalan dengan maksud dari KUH Perdata yang membedakan
kedudukan hak atas pelunasan utang, sebagai berikut: 73
1.

Gadai dan hipotik berada pada kedudukan lebih tinggi daripada kedudukan
kreditor dengan hak istimewa;

2.

Hak istimewa mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari gadai dan hipotek,
jika dinyatakan demikian oleh Undang-Undang;
73

Albert Richi Aruan, kedudukan negara atas utang pajak PT. Artika Optima Inti dalam
kasus kepailitan, (Undip: Tesis, 2010), hal.107.

56

3.

Hak dari Kas Negara, Kantor Lelang, dan lain-lain badan umum yang dibentuk
oleh Pemerintah untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan hak itu, dan jangka
waktu berlangsungnya hak itu diatur di berbagai Undang-Undang khusus yang
mengenai hal-hal itu;

4.

Hak istimewa mengenai barang tertentu lebih tinggi kedudukannya daripada hak
istimewa mengenai seluruh barang pada umumnya.

Dari pembedaan kedudukan tersebut, mengenai utang yang diberikan kedudukan
istimewa atau didahulukan tidak hanya diatur dalam KUH Perdata, melainkan dalam
peraturan perundang-undangan lain yang merupakan lex specialis dari ketentuan
dalam KUH Perdata yang sifatnya terbuka.
Berdasarkan Pasal 21 (1) UU KUP maka kedudukan utang pajak merupakan
suatu hak yang istimewa, dimana negara mempunyai kreditur preferen yang
dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak
yang akan dilelang di muka umum. Demikian pula kaitannya dengan Pasal 1134 ayat
(2) KUH Perdata yang menekankan adanya hak istimewa yang mempunyai tingkatan
lebih tinggi dari orang yang berpiutang lainnya karena adanya peraturan perundangundangan. Kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu
sebagaimana diatur secara khusus oleh UU KUP menyebabkan negara memiliki hak
mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak dan mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi dari kreditur separatis maupun kreditur konkuren dalam UU
kepailitan.