Hak Mendahului Tagihan Utang Pajak Untuk Wajib Pajak Yang Dinyatakan Pailit

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembiayaan pembangunan memerlukan uang yang cukup banyak sebagai
syarat mutlak agar pembangunan dapat berhasil. 1 Dari mana uang tersebut diperoleh,
tentunya uang yang digunakan untuk itu dapat dari berbagai sumber penerimaan
negara salah satunya dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting
dalam pelaksanaan fungsi negara atau pemerintah, baik dalam fungsi alokasi,
distribusi, stabilisasi dan regulasi maupun kombinasi antara kempatnya. Pada
hakikatnya fungsi pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi budgetair atau
untuk mengisi kas negara dan fungsi regulerend untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 2
Pemungutan pajak dilakukan oleh pemungut pajak sebagai wakil dari
pemerintah yang disebut sebagai fiskus. Pemungut pajak atau fiskus adalah: 3
1.

Departemen Keuangan;

2.

Gubernur/kepala Daaerah Tingkat I, melalui Kantor Dinas Pendapatan Daerah;


3.

Bupati/Walikota Daerah Tingkat II, melalui Kantor Dinas Pendapatan Negara.

1

Bohari, Pengantar Hukum Pajak, edisi 7, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 11
Haula Rosdiana,dan Rasin Tarigan Perpajakan Teori dan Aplikasi, edisi 1, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 39-40
3
Boediono, Perpajakan Indonesia, Jakarta, Yayasan Pendidikan Kawula Indonesia, 1996, hal
25.
2

1

2

Asas pemungutan pajak yang berlaku antara lain: 4

a.

Asas Domisili/tempat tinggal.
Berdasarkan asas ini, Negara tempat wajib pajak tinggal berhak mengenakan
pajak terhadap semua penghasilannya.

b.

Asas Nasionalitas.
Asas ini menganut paham bahwa

pengenaan pajak dihubungkan dengan

kebangsaan suatu Negara.
c.

Asas Sumber.
Menurut asas sumber, pengenaan pajak tergantung dari sumber penghasilan pada
Negara yang bersangkutan.


Dalam pemungutan pajak dikenal tiga sistem pengenaan pajak, antara lain: 5
1.

Stelsel Nyata
Stelsel pajak nyata berdasarkan pengenaan pajak penghasilan yang sungguhsungguh diperoleh dalam setiap pajak. Besarnya penghasilan sesungguhnya akan
diketahui pada akhir tahun. Oleh karenanya pengenaan pajak dengan stelsel ini
adalah suatu pungutan kemudian, baru dikenal setelah lampau tahun yang
bersangkutan. Stelsel yang demikian digunakan dalam pajak perseroan dan pajak
pendapatan 1944.

2.

Stelsel Fiksi
4

Munawir HS, Dasar-Dasar Perpajakan, Yogyakarta, Liberty, 2000, hal 44
R.F. Saragih, dan Erna, Widjajati, Hukum Pajak di Indonesia, Jakarta, Roda Inti Media,
1999, hal 59
5


3

Stelsel ini adalah stelsel dengan anggapan. Bagaimana anggapan itu tergantung
dari penentuan dan rumusan undang-undang bersangkutan. Adakalanya
penghasilan wajib pajak dianggap sama besarnya dengan penghasilan
sesungguhnya tahun yang baru lalu, yang sama sekali tidak dipengaruhi oleh
besarnya penghasilan sungguh-sungguh yang diperolehnya dalam tahun sedang
berjalan. Dengan demikian setiap permulaan tahun dapat ditetapkan pajak untuk
tahun yang sedang berjalan itu. Penghasilan sungguh-sungguh yang diperoleh
dalam tahun sedang berjalan akan dipakai sebagai dasar penetapan tahun yang
akan datang.
3.

Stelsel Campuran
Stelsel ini mendasarkan pengenaan pajak dengan menggunakan dua stelsel di
atas. Misalnya pengenaan pajak didasarkan

pada suatu anggapan bahwa

penghasilan dalam tahun pajak dianggap sama besarnya dengan penghasilan

yang sesungguhnya dalam tahun yang lewat. Kemudian anggapan yang semula
dipakai itu disesuaikan dengan kenyataan, yaitu dengan jalan mengadakan
perbaikan-perbaikan sedemikian rupa sehingga beralihlah pemungutan pajak itu
dari sistem fiktif ke sistem nyata. Dengan demikian dalam batas-batas tertentu
fiskus dapat menaikkan atau menurunkan pajak yang semula dihitung
berdasarkan stelsel anggapan.
Negara memungut pajak membawa konsekuensi bahwa negara mutlak harus
berusaha meninggikan kesejahteraan masyarakat. Negara dapat saja membebani

4

rakyatnya berbagai macam pajak yang memberatkan untuk satu dua tahun tanpa
adanya reaksi apapun, akan tetapi tidaklah adil, jika pengorbanan rakyat itu tidak
dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. 6 Dalam pelaksanaan
pemungutan pajak harus memiliki aturan/regulator yang jelas untuk tercapainya
tujuan negara yang dihubungkan dengan kemakmuran rakyat. Salah satu aturan
perpajakan yang mempunyai kekuatan hukum memaksa untuk penagihan tunggakan
pajak adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa (untuk selanjutnya disebut sebagai UU PPSP). Dalam Pasal 7 UU
PPSP dikatakan bahwa: Surat Paksa berkepala kata-kata “demi keadilan berdasarkan

ketuhanan yang maha esa”, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum
yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Menurut Pasal 1 ayat (12) UU PPSP pengertian dari Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Pemeriksaan serta penagihan pajak juga akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak
(tax compliance), jika kepatuhan dan jumlah wajib pajak meningkat maka akan
meningkatkan penerimaan pajak Negara. Penagihan pajak dilaksanakan terhadap
tunggakan pajak yang belum dipenuhi oleh wajib pajak, wajib pajak biasanya sengaja
menghindar dari penagihan pajak hal ini disebabkan wajib pajak sudah tidak mampu
lagi membayar hutang pajaknya dikarenakan sudah bangkrut.

6

Sindian Isa Djajadiningrat, Hukum Pajak dan Keadilan, (Bandung: Eresco, 1965), hal. 6-7

5

Di Indonesia sering terjadi tunggakan pajak yang begitu besar, padahal
diketahui salah satu pendapatan terbesar Negara adalah dari sektor perpajakan.
Seperti yang termuat dalam Harian Kontan 11 September 2012, beban kantor pajak

semakin berat, selain menyisir dan memungut pajak, mereka juga harus menjadi
penagih atau “debt collector” atas piutang pajak. Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak
memperkirakan sisa piutang pajak yang belum tertagih mencapai Rp. 48 Triliun
dalam tahun 2012. Penyebabnya antara lain karena wajib pajak yang punya utang
pajak masih bersengketa dengan kantor pajak di pengadilan pajak, lalu ada juga
piutang pajak yang tercipta karena perusahaan gulung tikar atau pailit. Nilai
tunggakan pajak dari tahun ke tahun bisa naik atau turun, seperti data tahun 2010
piutang pajak pernah melonjak menjadi hampir Rp. 100 triliun lalu tahun 2011
jumlahnya menurun menjadi Rp. 86,8 Triliun. 7
Adanya tunggakan pajak tentunya harus ada yang menjadi penanggung pajak
terhadap tunggakan-tunggakan yang terjadi. Dalam penerapan perpajakan, perlu
diatur secara tegas pihak-pihak mana yang menjadi subjek hukum, yaitu pihak-pihak
yang bertanggung jawab atau diberikan beban pertanggungjawaban atas suatu
peristiwa atau perbuatan hukum. Dalam dunia perpajakan subjek pajak dan pihakpihak yang bertanggung jawab atas terlaksananya ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan juga harus dengan jelas diatur. Sehubungan dengan pelaksanaan

7

Harian Kontan, Tunggakan Pajak,------------------------------------------------------------------http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=12516&q=&hlm=1, diakses tanggal 25
Maret 2014.


6

kewajiban perpajakan maka undang-undang telah menetapkan wajib pajak dan
penanggung pajak sebagai pihak yang berkedudukan sebagai subjek hukum
perpajakan 8.
Wajib pajak adalah orang atau badan yang namanya tercantum di dalam surat
ketetapan pajak, sedangkan penanggung pajak adalah orang atau badan yang
bertanggung jawab atas pembayaran utang pajak. Pihak yang bertanggung jawab atas
utang pajak, tidak hanya wajib pajak tetapi dapat saja orang atau badan. Tegasnya
selain yang tercantum namanya pada surat ketetapan pajak, dapat pula ditunjuk
penanggung pajak lainnya yang ditetapkan undang-undang pajak yang bersangkutan
sebagai yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak. 9 Dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (untuk
selanjutnya disebut UU KUP) Pasal 32 ayat (1) mengatur bahwa dalam menjalankan
hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, wajib pajak diwakili dalam hal:
1.

Badan oleh pengurus;


2.

Badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;

3.

Badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan
pemberesan;

4.

Badan dalam likuidasi oleh likuidator;
8

Ida Zuraida, dan L.Y. Hari Sih Advianto, Penagihan Pajak: Pajak Pusat dan Pajak Daerah,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hal.15.
9
H. Moeljo Hadi, Dasar-Dasar Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Oleh Juru Sita Pajak
Pusat dan Daerah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2001), hal.24


7

5.

Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisannya,pelaksana
wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya; atau

6.

Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali
atau pengampunya.
Wakil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) bertanggung jawab

secara pribadi dan/atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali
apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka
dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas
pajak yang terutang tersebut. Dalam Pasal 32 ayat (4) ditegaskan bahwa termasuk
dalam pengertian pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a
adalah orang yang nyata-nyata yang mempunyai wewenang ikut menentukan
kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan,

misalnya berwenang menandatangani cek dan sebagainya, walaupun orang tersebut
tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian
maupun akte perubahan, termasuk dalam pengertian pengurus. Ketentuan pada ayat
ini berlaku pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali.
Dalam hal wajib pajak atau penanggung pajak dinyatakan pailit maka putusan
tersebut membawa akibat hukum terhadap debitor (wajib pajak/penanggung pajak).
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (untuk selanjutnya disebut UUK) Pasal 21
menentukan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan

8

pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.
Dari ketentuan Pasal 21 di atas diketahui bahwa kepailitan merupakan sita umum.
Dengan adanya sita umum ini hendak dihindari adanya sita perorangan. Pembentuk
undang-undang kepailitan melihat perlu adanya dilakukan sita umum atas harta
kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditor yang bersangkutan yang
dijalankan dengan pengawasan seorang Hakim Pengawas. Perlu ditekankan bahwa
tujuan kepailitan itu adalah untuk membagi seluruh kekayaan debitor oleh kurator
kepada semua debitor dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing. 10
UUK khususnya tidak membicarakan persoalan mengenai apakah debitor
dapat dimintai pertanggungjawaban atas kekayaan finansialnya. UUK berbicara
secara netral tentang kepailitan menyangkut debitor yang berada dalam keadaan
berhenti membayar. 11
Dalam putusan pailit Hakim Pengawas memiliki peranan yang penting, yaitu
hakim pengawas mengawasi pekerjaan seorang kurator dalam hal melakukan
pengurusan dan pemberesan harta pailit. Tindakan pengawasan ini dituangkan dalam
bentuk penetapan/berita acara rapat. Penetapan tersebut bersifat final and binding dan
dapat dilaksanakan terlebih dahulu, kecuali jika undang-undang menentukan lain.
Penetepan tersebut sebagai dasar bagi kurator dalam menjalankan tugas-tugasnya

10

Sunarmi, Hukum Kepailitan, edisi 2, (Jakarta : PT. Sofmedia, 2010) hal. 94
MR. J. B. Huizink, Insoventie, alih bahasa Linus Dolujawa (Jakarta: Pusat Studi Hukum
dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal. 1
11

9

mengurus dan membereskan harta debitor pailit. 12 Termasuk juga dalam hal
penagihan utang pajak, fiskus hanyalah berurusan dengan kurator sebab segala yang
berkaitan dengan harta debitor pailit telah menjadi kewenangan kurator untuk
melakukan pengurusan dan pemberesan harta debitor pailit, bukan lagi terhadap
debitor pailit/wajib pajak yang dinyatakan pailit.
Menurut Pasal 1 ayat (9) UU PPSP penagihan pajak itu sendiri adalah
serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah
disita. Berdasarkan defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa penagihan pajak
merupakan serangkaian tindakan yang dimulai dari tindakan yang bersifat teguran
atau peringatan, dilanjutkan dengan tindakan-tindakan lebih bersifat memaksa agar
utang pajak dapat dilunasi.
Piutang pajak pada prinsipnya dapat dihapuskan kerena tidak dapat atau tidak
mungkin ditagih lagi karena beberapa sebab/alasan, seperti: 13
1.

Wajib Pajak telah meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak
mempunyai ahli waris;

2.

Ahlis waris tidak dapat ditemukan lagi;
12
13

hal.50

Sunarmi, Op.cit, hal.120
Wirawan B. Ilyas, dan Richard Burton, Hukum Pajak (Jakarta: Salemba Empat, 2004),

10

3.

Wajib pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi;

4.

Hak untuk melakukan penagihan sudah daluwarsa;

5.

Sebab lain, misalnya wajib pajak tidak ditemukan, dokumen tidak lengkap,
keadaan yang tidak dapat dihindarkan seperti bencana alam, kebakaran, rusak,
dimakan rayap, dan sebagainya

Sedangkan tindakan penagihan pajak akan terhenti jika utang pajak menjadi tidak
ada, baik dengan dilunasi oleh penanggung pajak, maupun karena proses keberatan,
banding, penghapusan, pengurangan, pembetulan ketetapan pajak, dan pelunasan dari
hasil penjualan barang sitaan.
Berkaitan dengan wajib pajak/penanggung pajak yang dinyatakan pailit
tentunya timbul hak mendahului, hak mendahulu baru timbul apabila wajib
pajak/penanggung pajak pada saat yang sama di samping mempunyai utang-utang
pribadi (perdata), juga mempunyai utang terhadap negara (fiskus), di mana harta
kekayaan dari wajib pajak/penanggung pajak tidak mencukupi untuk melunasi semua
utang-utangnya. 14 Disinilah timbul masalah, siapa yang mempunyai hak mendahulu
di antara para kreditur, Pasal 21 ayat(1) UU KUP diakatakan bahwa negara
mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang wajib pajak,
begitu pula atas barang-barang milik wakilknya yang bertanggungjawab secara
pribadi dan/atau secara renteng. Hak mendahulu dimaksud, meliputi pokok pajak,
bunga, denda administrasi, kenaikan dan biaya penagihan.
14

H. Moeljo Hadi, Op.cit, hal.85

11

Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya,
kecuali terhadap: 15
1.

Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang
suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak.

2.

Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyematkan barang dimaksud; dan/atau

3.

Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu
warisan.
Hak mendahului juga berlaku dalam hal penyelesaian kepailitan, di mana

kepailitan merupakan suatu proses seorang debitur yang mempunyai kesulitan
keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dikarenakan
debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Dalam hal wajib pajak dinyatakan
pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang
ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta wajib pajak dalam
pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya
sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak wajib pajak
tersebut. 16
Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator,
likuidator, orang, atau badan yang ditugasi melakukan pemberesan dilarang
membagikan harta wajib pajak dalam pailit, pembubaran, atau likuidasi kepada

15
16

Y. Sri Pudyatmoko, Pengatar Hukum Pajak, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2009), hal.178
Ida Zuraida, dan L.Y. Hari Sih Advianto, Op. cit., hal.49

12

pemegang saham atau kreditor lainnya sebelum menggunakannya untuk membayar
utang pajak wajib pajak tersebut.
Hak mendahului hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun, terhitung
sejak tanggal diterbitkan: 17
1.

Surat Tagihan Pajak,

2.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,

3.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,

4.

Surat Keputusan Pembetulan,

5.

Surat Keputusan Keberatan,

6.

Putusan Banding, dan

7.

Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah.

Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan dalam hal surat paksa untuk
membayar diberitahukan secara resmi maka jangka waktu 5 (lima) tahun dihitung
sejak pemberitahuan surat paksa, atau dalam hal diberikan penundaan pembayaran
atau persetujuan angsuran maka jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dihitung sejak
batas akhir penundaan diberikan.
Hak mendahului akan timbul yang namanya tagihan pajak yang apabila tidak
dilunasi wajib pajak dapat berujung pada pelelangan sita pajak untuk melunasi utang17

Rudy Suhartono, dan Wirawan B. Ilyas, Panduan Komprehensif dan Praktis: Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, (Jakarta: Salemba Empat, 2010), hal.153-154

13

utang pajak. Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, maka perlu suatu penelitian
lebih lanjut mengenai hak mendahului tagihan utang pajak untuk perusahaan yang
dinyatakan pailit yang akan dituangkan ke dalam penulisan dalam bentuk karya
ilmiah berupa Tesis Judul Penelitian “Hak Mendahului Tagihan Utang Pajak Untuk
Wajib Pajak Yang Dinyatakan Pailit”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari apa yang telah dikemukakan pada latar belakang tersebut
diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagi berikut:
1. Bagaimana penetapan hak mendahului pada fiskus dalam pelunasan utang pajak,
atas wajib pajak yang dinyatakan pailit?
2. Bagaimana tata cara penagihan utang pajak atas wajib pajak yang dinyatakan
pailit?
3. Bagaimana hambatan-hambatan dalam hak mendahului pada fiskus terhadap
pelunasan utang pajak atas wajib pajak yang dinyatakan pailit?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui penetapan hak mendahului (preferent) pada fiskus dalam
pelunasan utang pajak, atas wajib pajak yang dinyatakan pailit?

14

2. Untuk mengetahui tata cara penagihan utang pajak atas wajib pajak yang
dinyatakan paili?
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam hak mendahului pada fiskus
terhadap pelunasan utang pajak atas wajib pajak yang dinyatakan pailit?
D. Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memeberikan manfaat baik secara teoritis maupun
praktis.
1. Secara Teoritis
Dapat memberikan sumbangan pemikirian bagi perkembangan ilmu
pengetahuan hukum pada umumnya dan ilmu pajak pada khususnya terutama
mengenai hak mendahului tagihan utang pajak untuk perusahaan yang
dinyatakan pailit.
2. Secara Praktis
a.

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan masukan bagi mahasiswa
kenotariatan, dan praktisi hukum sehingga dapat menambah wawasan dan
pengetahuan dalam menjalankan tugas.

b.

Penelitian ini juga diharapakn dapat memberikan masukan kepada
masyarakat dan pihak terkait mengenai hak mendahului tagihan utang
pajak untuk perusahaan yang dinyatakan pailit.

15

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik
terhadap hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan, baik
diseluruh Program Studi Magister yang di Indonesia maupun khususnya dilingkungan
Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara menunjukkan
bahwa penelitian dengan judul “Hak Mendahului Tagihan Utang Pajak Untuk
Perusahaan Yang Dinyatakan Pailit” belum pernah dilakukan baik dalam judul
maupun permasalahan yang sama. Dari hasil pemeriksaan diperoleh judul penelitian
yang mengkaji tentang penagihan utang pajak yaitu, Reza Zuriansyah nim.
077011057, Magister Kenotariatan, Implementasi Penagihan Hutang Pajak Dengan
Menggunakan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan di Bank Pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang-Bekasi, dengan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah surat teguran, surat paksa dan tindakan penyitaan harta kekayaan
penanggung pajak dalam rangka penagihan hutang pajak telah
dilaksanakan kantor pelayanan pajak pratama cikarang utara sesuai
dengan undang-undang ketentuan umum perpajakan dan undang-undang
penagihan pajak dengan surat paksa?
2. Bagaimana tindakan penyitaan harta kekayaan penanggung pajak yang
tersimpan di bank dilaksanakan oleh kantor pelayanan pajak pratama
cikarang utara

16

3. Bagaimana pelunasan hutang pajak dengan harta kekayaan penanggung
pajak yang tersimpan di bank dilaksanakan pada kantor pelayanan pajak
pratama cikarang utara?
4. Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penagihan pajak
dengan menggunakan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan
di bank oleh kantor pelayanan pajak pratama cikarang utara?
Apabila pencarian dilakukan dengan menggunakan kata kunci hak
mendahului tagihan utang pajak, maka hasil yang didapat pada website resmi
perpustakaan

Universitas

Sumatera

Utara

(http://repository.usu.ac.id/)

tidak

ditemukan penelitian dengan kajian tersebut. Ini dapat menjadi bukti bahwasanya
penelitian ini bukan plagiat atau duplikasi dari penelitian yang sudah ada sebelumnya.
F. Kerangka Teori dan Konsep
1.

Kerangka Teori
Dalam dunia ilmu hukum, teori berfungsi untuk menerangkan atau

menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, sedangkan kerangka
teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau
memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. 18 Beberapa ahli

18

JJJ. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 1996), hal. 203.

17

menggunakan kata teori untuk menunjukkan bangunan berfikir yang tersusun
sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataan) juga simbolis. 19
Teori menempati kedudukan yang penting sebagai sarana untuk merangkum
serta memahami masalah secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan
berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara
bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan
mensistematisasikan masalah yang dibicarakannya. 20
Kerangka teori atau landasan teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang bagi
si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui
atau tidak disetujuinya, yang dijadikan masukan eksternal dalam membuat kerangka
berpikir dalam penulisan. 21
Kerangka teori ini dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat
jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya. 22
Kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis untuk menjawab rumusan
masalah yang ada dalam penelitian ini adalah teori kedaulatan negara.

19

HR. Otje Salman S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2005),

hal. 21.
20

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal.253.
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: CV. Mandar Madju, 1994), hal.80.
22
Ibid

21

18

Dalam teori kedaulatan negara, dikatakan bahwa hukum adalah kehendak
negara dan negara mempunyai kekuatan (macht, power) yang tidak terbatas. Teori ini
dinamakan ”teori kedaulatan negara” atau theorie van staatssouveriniteit. 23 Menurut
teori ini bahwa negara memiliki kekuatan yang besar agar mencapai tujuan dari
negara itu sendiri yang dihubungkan dengan kemakmuran rakyat. Dengan adanya
kekuatan yang diberikan kepada negara, maka negara tentunya dapat menciptakan
hukum itu sendiri agar terciptanya suatu kesejahteraan bagi seluruh komponen
masyarakat yang ada.
Adapun alasan digunakannya teori kedaulatan negara tersebut untuk tesis ini
yaitu apabila seorang wajib pajak dinyatakan pailit tentunya memiliki beberapa
kreditor di dalamnya termasuk fiskus. Maka dengan demikian fiskus selaku
pemungut pajak yang untuk kepentingan negara atau masyarakat seluruhnya memiliki
kewenangan yang besar berupa pemegang hak mendahului (preferen) dalam
mendapat pembayaran terlebih dahulu dibandingkan kreditor lainnya.
Pentingnya memahami kedudukan negara sebagai pemegang hak mendahulu
(preferen) dalam kasus kepailitan adalah sama pentingnya dengan memahami peran
penerimaan pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara dalam RAPBN.
Mengenai pengertian hak mendahulu ini Rochmat Soemitro menyatakan bahwa kas
negara pada umumnya mempunyai hak mendahulu atas tagihan-tagihan pajak kecuali

23

Samidjo, Ilmu Negara, (Bandung: CV. Armico, 2002), hal.136.

19

jika dalam undang-undang yang bersangkutan diberi ketentuan lain. 24 Hutang-hutang
pajak setelah ditagihkan dengan jalan surat paksa, tetapi tidak memberi hasil, dapat
ditagihkan atas barang-barang baik yang tetap maupun yang tidak tetap dari wajib
pajak. Bila hutang-hutang pajak yang tidak dibayar maka barang-barang itu dapat
disita dan dijual secara umum (lelang), pendapatan mana akan digunakan untuk
melunaskan hutang-hutang pajaknya. 25
Pajak pada dasarnya merupakan utang. Menurut Soeparman Soemahamidjaja
pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum guna menutupi biaya produksi barang-barang dan
jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. 26 Senada dengan pendapat ini,
S.I. Djajadiningrat mendefinisikan pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan
sebagian dari pada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan
perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman,
menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan,
tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara
kesejahteraan umum 27. Dari kedua pendapat tersebut penting digarisbawahi unsur
kesejahteraan umum sebagai tujuan akhir dari pemajakan.
Menurut Edwin R A Seligman dalam Essays in Taxation, menyatakan: “tax is
compulsory contribution from the person to the government to defray the expenses
24

Rochmat Soemitro, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, Bandung, Eresco,
1965, hal 34
25
Ibid., hal 35
26
Logoresky, Pengertian Perpajakan, 2009, http://perpajakanindonesiaraya.blogspot.com
27
Ibid.

20

incurred in the common interest of all, without reference to special benefit
conferred.” 28 Senada dengan pendapat ini, N.J. Feldmann menyatakan bahwa pajak
adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada penguasa atau
menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum tanpa adanya kontraprestasi
dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum 29.
Sedangkan Peter Mahmud Marzuki memperkuat pendapat ini dengan menguraikan
ciri-ciri ketentuan yang bersifat memaksa. 30 Ciri pertama, biasanya dalam undangundang digunakan kata “wajib”. Sebagai konsekuensi dari ketentuan “wajib”
biasanya terdapat juga ketentuan mengenai sanksi apabila kewajiban itu dilanggar.
Ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa dalam perbincangan ini adalah dalam
kerangka hukum privat. Ciri kedua adalah apabila ketentuan-ketentuan dalam hukum
privat itu menyangkut kepentingan umum atau ketertiban umum.
Kedudukan utang pajak berbeda dengan utang lainnya, sebagaimana
dijelaskan menurut pengertian Rochmat Soemitro di atas. Utang pajak timbul dari
Undang-Undang dan bukan timbul sebagai akibat adanya hubungan hukum antar
warga negara. Utang pajak bersifat dapat dipaksakan karena menyangkut kewajiban
dari warga negara terhadap negara. Menurut Pasal 2 ayat (4) undang-undang Nomor
36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, pengertian warga negara secara luas
adalah termasuk semua individu asing yang tinggal di wilayah Indonesia selama lebih
dari 183 hari dan memperoleh penghasilan dari kegiatan usahanya di Indonesia.
28

Saiful Rahman Yuniarto, Definisi Pajak, slide 2, 2009, http://lecture.brawijaya.ac.id
Ibid., slide 3
30
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta, Kencana, 2008, hal. 240
29

21

Teori kewajiban pajak mutlak menyatakan bahwa negara mempunyai
kekuasaan untuk memungut pajak secara mutlak, karena negara telah memberikan
kehidupan kepada masyarakat. 31 Dalam hal ini pemerintah diberikan kewenangan
oleh undang-undang untuk melakukan pungutan pajak dimana manfaat pajak tersebut
adalah berguna untuk membiayai pembangunan. Dalam proses pemungutan pajak
inilah

ditemui

berbagai

kendala.

Salah

satu

kendala

utamanya

adalah

ketidakmampuan wajib pajak membayar pajaknya.
Dalam dunia perusahaan ketidakmampuan membayar pajak menyebabkan
penumpukan utang pajak. Selanjutnya, masalah pemungutan pajak semakin pelik jika
atas perusahaan tersebut mengalami pailit. Utang pajak merupakan hal yang harus
didahulukan dalam masalah kepailitan. Utang pajak mempunyai kedudukan yang
penting sehingga kedudukannya tidak dapat dihapuskan, termasuk dalam keadaan
pailit. Hal ini bahkan ditegaskan dalam UUK dan PKPU yang memberikan
kedudukan utama dari pajak sebagai kewajiban yang harus didahulukan. Sinninghe
Damste dalam Inleiding tot het Nederlands Belastingsrecht menyatakan bahwa ia
tidak dapat mengatakan dengan tegas apakah tentang pemberian hak mendahului
kepada masing-masing pajak itu ada patokannya tertentu atau tidak. Namun
pemberian hak mendahulu bukanlah suatu hal yang kebetulan saja atau digantungkan
kepada kesempatan yang dianggap baik belaka 32.

31
32

Imam, Wahyutomo, Pajak, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 1994, hal 8
R Santoso, Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung, Refika Aditama, 2004, hal 208

22

Kekuasaan fiskus untuk menuntut pelunasan utang pajak dengan langsung
sebenarnya dipermudah dengan adanya hak mendahulu yang diberikan UndangUndang. Adriani mengatakan hak mendahulu merupakan hak fiskus atas kekuasaan
negara 33. Dasar hukum dari kebanyakan hak mendahulu terletak pada jasa-jasa dari
para kreditur atau yang berhak mendahului terhadap hak milik debiturnya, sehingga
para kreditur itu kemudian akan mengenyam kenikmatan hasil jasa-jasanya itu.
Diantara jasa-jasa para kreditur masing-masing itu, jasa negara sebagai pelindung
jiwa dan harta warganya (wajib pajak) merupakan jasa yang utama, sehingga antara
hak mendahulu terhadap utang pajak harus diutamakan pula. Adriani juga
menyatakan bahwa kas negara harus mempunyai kepastian untuk mendapatkan
penghasilannya, dan tidak dapat membiarkan begitu saja anasir-anasir yang tidak
bertanggung jawab, yang tidak mau menunaikan kewajibannya dalam bersama-sama
memikul beban pemerintah 34.
Hubungan penyelesaian masalah perpajakan dan kepailitan juga berkaitan erat
dengan masalah kompetensi pengadilan. Di Indonesia masalah kepailitan diselesaikan
melalui Pengadilan Niaga, sedangkan masalah perpajakan diselesaikan melalui
Pengadilan Pajak. Dalam Pasal 3 ayat (1) UUK jelas dikatakan bahwa putusan atas
permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan atau diatur dalam
undang-undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
daerah tempat kedudukan hukum Debitor.

33
34

Ibid, hal 207
Ibid, hal 207

23

Pengadilan yang dimaksud adalah Pengadilan Niaga dalam lingkup peradilan
umum. Namun demikian, persoalan pajak, termasuk di dalamnya utang pajak yang
belum dilunasi oleh wajib pajak sekalipun dalam proses pailit, wajib diselesaikan
berdasarkan prosedur penagihan sesuai UU PPSP. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU
KUP juncto Pasal 19 ayat (6) UU PPSP dinyatakan bahwa negara mempunyai hak
mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.
Selanjutnya Pasal 21 ayat (3a) UU KUP tegas diperjelas bahwa dalam hal Wajib
Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang
atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta
Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau
kreditor lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak
Wajib Pajak tersebut.
Dari kedua hal tersebut diatas nyata bahwa perlu adanya kepastian hukum
dalam penyelesaian kasus kepailitan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai utang
pajak, berdasarkan apa yang seharusnya dapat hukum lakukan.
2.

Kerangka Konsepsi
Kerangka konsepsi merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsep-

konsep yang akan diteliti. Salah satu cara untuk menjelaskan konsep-konsep tersebut

24

adalah dengan membuat defenisi. Defenisi merupakan suatu pengertaian yang relative
lengkap tentang suatu istilah dan defenisi bertitik tolak pada referensi. 35
Pemakaian konsep terhadap istilah yang digunakan terutama dalam judul
penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata dengan
pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan multi tafsir, tetapi juga demi menuntun
peneliti sendiri didalam menangani proses penelitian. Konsepsi ini bertujuan untuk
menghindari salah penegertian atau penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan
dalam penelitian ini.
a.

Pajak
Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah Pusat, termasuk
Bea Masuk dan Cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah,
menurut undang-undang dan peraturan daerah (UU PPSP Pasal 1 ayat 1).

b.

Wajib Pajak
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu (UU PPSP
Pasal 1 ayat 2).

35

Amirudin dan H.Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2006, hal, 47-48

25

c.

Penanggung Pajak
Penang Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pemabayaran pajak, termasuk wakil yang menajalankan hak dan memenuhi
kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan (UU PPSP Pasal 1 ayat 3).

d.

Jurusita Pajak
Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi
penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan
penyanderaan (UU PPSP Pasal 1 ayat 6).

e.

Utang Pajak
Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi
berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak
atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakn (UU PPSP Pasal 1 ayat 8).

f.

Penagihan Pajak
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penangggung Pajak melunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa,
mengusulkan

pencegahan,

melaksanakan

penyitaan,

melaksanakan

penyanderaan, menjual barang yang telah disita (UU PPSP Pasal 1 ayat 9).

26

g.

Surat Teguran
Surat Teguran adalah surat peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat
yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib
Pajak untuk melunasi utang pajaknya (UU PPSP Pasal 1 ayat 10).

h.

Penagihan Seketika dan Sekaligus
Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang
dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua
jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak (UU PPSP Pasal 1 ayat 11).

i.

Pemblokiran
Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik penanggung
pajak yang tersimpan pada bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan
dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai
(PP Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa).

j.

Putusan Pailit
Putusan Pailit adalah putusan pengadilan yang menyatakan bahwa seorang
debitur telah dinyatakan pailit sehingga penguasaan dan pemberesan harta
debitur diserahkan kepada kurator untuk kepentingan para kreditor.

k.

Surat Paksa
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan
pajak (UU PPSP Pasal 1 ayat 12).

27

l.

Hak Mendahului
Hak mendahului adalah apabila wajib pajak pajak/ penanggung pajak pada saat
yang sama di samping mempunyai utang-utang pribadi (perdata), juga
mempunyai utang terhadap negara (fiskus), di mana harta kekayaan dari wajib
pajak/ penanggung pajak tidak mencukupi untuk melunasi semua utangutangnya, maka negara memiliki hak mendahului atas tagihan pajak.

m. Penyitaan
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung
Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan
perundang-undangan (UU PPSP Pasal 1 ayat 14).
n.

Lelang
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran
harga secara lisan dan/atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau
calon pembeli (UU PPSP Pasal 1 ayat 17)

o.

Kepailitan
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawas sebagimana diatur dalam Undang-Undang ini
(UUK Pasal 1 ayat 1).

p.

Kreditor
Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undangundang yang dapat ditagih di muka pengadilan (UUK Pasal 1 ayat 2).

28

q.

Kurator
Kurator Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh
Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah
pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini (UUK Pasal 1
ayat 5).

r.

Hakim Pengawas
Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan
pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang(UUK Pasal 1 ayat
8).

s.

Perusahaan
Setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan
terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah
Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.

G. Metode Penelitian
Metode penelitian ilmiah pada hakekatnya merupakan operasionalisasi dan
metode keilmuan, dengan demikian maka penguasaan metode ilmiah merupakan
persyaratan untuk memahami jalan pikiran yang terdapat dalam langkah-langakah
penelitian mencakup apa yang diteliti, bagaiman penelitian dilakukan serta untuk apa
hasil penelitian digunakan. 36 Metode menyangkut masalah kerja yaitu cara kerja

36

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung: CV. Mandar Maju,
2008), hal.15

29

untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. 37
Metode ilmiah juga meruapakan ekspresi mengenal cara bekerja pikiran, sedangkan
berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. 38 Dengan demikian
metode peneltian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah dengan
menggunakan metode:
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (yuridis

normatif) atau disebut juga penelitian hukum yang digunakan sumber data sekunder
atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan pustaka dengan meneliti sumbersumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap
azas-azas hukum, sumber-sumber hukum, teori hukum, buku-buku, peraturan
perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa
permasalahan yang dibahas. 39
Sifat penelitian ini adalah bersifat deskriptif, maksudnya suatu penelitian yang
menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk

37

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1997),

hal.16.
38

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1999), hal.119.
39
Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang : UMM Press,
2009),hal.127.

30

teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan, 40 tentang Hak Mendahului
Tagihan Utang Pajak Untuk Perusahaan Yang Dinyatakan Pailit.
Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan perundangundangan (statute approach) dan pendekatan historis (historical approach).
Pendekatan undang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani. 41 Sedangkan pendekatan historis (historical approach) dilakukan dengan
mengakaji latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan
mengenai isu yang dihadapi. 42
2.

Sumber Data Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang dibutuhkan, yaitu data

sekunder yang akan diperoleh dari penelitian kepustakaan yaitu dari bahan-bahan
pustaka dan data primer yang akan diperoleh langsung melalui penelitian di lapangan
yang bersumber dari informan yang terkait dengan hak mendahului tagihan utang
pajak untuk perusahaan yang dinyatakan pailit.
Data sekunder dalam penelitian tesis ini diperoleh melalui studi kepustakaan
yaitu untuk memperoleh bahan-bahan yang digunakan untuk mengumpulkan data-

40

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta; UI Press, 1986), Hal.63.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2009,hal.93.
42
Salim HS, Erlies Nurbani, Penerapan teori hukum pada penelitian tesis dan Disertasi, (PT.
Rajagrafindo Persada, Jakarta 2013), hal.18.
41

31

data yang ada di kepustakaan atau bahan hukum sekunder dan bahan hukum primer
serta bahan hukum tertier dalam bidang hukum, antara lain:
a.

Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya

mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan
yang diurut berdasarkan hierarki 43 seperti peraturan perundang-undangan di bidang
hukum Pajak dan Kepailitan yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
b.

Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku

teks yang ditulis oleh ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat
para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil symposium mutakhir
yang berkaitan dengan topik penelitian. 44 Dalam penelitian ini, bahan hukum
sekunder yang digunakan adalah berupa buku-buku rujukan yang relevan, hasil karya
tulis ilmiah, dan berbagai makalah berkaitan.

43

Peter Mahmud Marzuki, op.cit, hal.141
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayumedia,
2008), hal.296.
44

32

c.

Bahan Hukum Tertier
Bahan Hukum Tertier adalah bahan-bahan yang memberikan informasi

tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia,
dan lain-lain. 45
3.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik:
a.

Penelitian kepustakaan (Library research) yaitu melalui studi dokumen-dokumen
yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan dan melakukan identifikasi
data. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya
akan dipilah-pilah guna memperoleh Pasal-Pasal ( di dalam Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) yang berisi kaedah-kaedah
hukum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang sedang dihadapi
dan di sistematisasikan. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dianalisis

45

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990), hal.53.

33

untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah
dalam penelitian ini akan dijawab. 46
b.

Field research atau penelitian lapangan, yaitu meneliti dengan melakukan
wawancara secara langsung dengan informan yakni pihak Kantor Perpajakan
yang berkaitan dengan hak mendahului tagihan utang pajak untuk perusahaan
yang dinyatakan pailit.

4.

Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan,

selanjutnya akan dilakukan proses pengeditan data. Ini dilakukan agar akurasi data
dapat diperiksa dan kesalahan dapat diperbaiki dengan cara menjajaki kembali ke
sumber data. Setelah pengeditan selanjutnya adalah pengolahan data. Setelah
pengolahan data selesai selanjutnya akan dilakukan analisis data secara deskriptifanalitis-kualitatif, dan khusus terhadap data dalam dokumen-dokumen akan
dilakukan kajian ini (content analysis). 47
Lexy J. Moleong mengemukakan bahwa kajian isi adalah metodologi
penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang
sah dari suatu dokumen untuk kemudian diambil suatu kesimpulan sehingga pokok
permasalahn yang diteliti dan dikaji dalam penelitian ini dapat terjawab. 48

46

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta; PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), hal. 195-196
47
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya,
2000), hal.163-165
48
Ibid, hal. 163-165

34

Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan metode deduktif yakni berpikir dari yang
umum menuju hal yang khusus dengan menggunakan perangkat normative.
Kesimpulan adalah jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti sehingga
diharapkan akan memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dalam penelitian
ini.