Prosedur Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan Badan Dalam Rangka Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Dan Penerimaan Pajak Dikantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat

(1)

TUGAS AKHIR

PROSEDUR PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK (STP) PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK DIKANTOR

PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN BARAT DISUSUN

O L E H

NAMA : NURHALIMAH

NIM : 082600103

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini dengan baik. Dan atas junjungan Nabi Besar kita Muhammad SAW yang memberi cahaya kehidupan bagi seluruh umat manusia.

Penyusunan laporan ini merupakan salah satu Tugas akhir dalam melengkapi persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III Administras Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara.

Adapun judul Laporan PKLM ini adalah “PROSEDUR PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK (STP) PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK DIKANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN BARAT”. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan PKLM ini masih terdapat banyak kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan, namun dengan demikian mudah-mudahan Laporan PKLM ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi penulis.

Dalam melakukan melakukan PKLM maupun dalam menyusun Laporan ini penulis tiidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan


(3)

yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bimbingan baik selama masih kuliah maupun dalam penyelesaian laporan ini.

Untuk itu penulis secara khusus mengucapkan terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dan juga selaku Dosen Pembimbing. 3. Bapak Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat yang

telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan riset di kantor tersebut.

4. Ibu Esteria Br Sitepu, SE selaku Kepala Sub. Bagian Umum di KPP Pratama Medan Barat.

5. Bapak Abdul Gani, SE selaku Pelaksana Seksi Penagihan di KPP Pratama Medan Barat yang memberikan bimbingan dan informasi yang penulis butuhkan dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini .

6. Bang Romi Kurniawan selaku Account Refresentative (AR) Waskon I yang yang juga telah membertkan informasi dan keterangan lainnya yang dibutuhkan penulis dalam menyusun laporan.

7. Teristimewa kepada Ayahanda tercinta Ahmad Samadi Panggabean dan Ibunda Syahriani, yang tidak pernah lelah mengasihi, menyayangi, membimbing dan mendo’akan anak-anaknya. Semoga Allah SWT mengasihi dan menyayangi keduanya. Amin.


(4)

8. Teristimewa kepada Abang, Kakak dan Adik ku yang tercinta serta Keluarga Besar ku, terima kasih atas dukungan dan kasih sayangnya.,

9. Buat sahabat-sahabat sejatiku yang sama-sama berjuang Mimi, Lia Irma, dan Nama. Yang memberi dukungan selama kuliah, kebersamaan kita yang tak terlupakan dan akan menjadi kenangan indah dalam mencapai cita-cita. Semangant ya dan terus berjuang, semoga kita semua berhasil. Amin.

10. Buat teman-teman ku di kelas C dan Semua teman seperjuangan di D III Administrasi Perpajakan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan kalian semua. Moga kita sukses semua. Amin.

Tiada lain terima kasih yang dapat penulis sampaikan atas semua kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan yang diberikan selama ini. Dan semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat berguna bagi kita semua. Amin. Wassalam

Medan,……….2011 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang PKLM... 1

B. Tujuan dan Manfaat PKLM ... 4

C. Uraian Teoritis ... 5

D. Ruang Lingkup PKLM ... 11

E. Metode PKLM ... 11

F. Metode pengumpulan Data ... 13

G. Sistematika Penulisan PKLM ... 14

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM ... 16

A. Sejarah Singkat Berdirinya KPP Pratama Medan Barat ... 16

B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Barat... 19

C. Deskripsi dan Prosedur Kerja KPP Pratama Medan Barat ... 20

BAB III GAMBARAN DATA ... 27

A. Pengertian Pajak... 27

B. Jenis-Jenis Pajak ... 28

C. Fungsi Pemungutan Pajak ... 29

D. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) ... 32


(6)

F. Pengertian Surat Tagihan Pajak (STP) ... 33

G. Penyebab Terbitnya Surat Tagihan Pajak (STP) ... 33

H. Fungsi Surat Tagihan Pajak (STP) ... 35

I. Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) ... 36

J. Jangka Waktu Pembayaran STP ... 37

K. Sanksi Administrasi dalam STP ... 37

L. Dasar Hukum STP ... 39

M. Kegiatan Setiap Seksi yang Terkait dengan Penerbitan STP ... 40

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI ... 43

A. Prosedur Penerbitan STP... 43

B. Psoses Pelaksanaan STP PPh Badan ... 43

C. Jumlah Penerimaan yanng Diperoleh oleh KPP... 45

D. Masalah yang Timbul Dalam Penerbitan STP ... 46

E. Usaha Pemecahan Masalah ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan... .... ... 52

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA... v LAMPIRAN


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, perguruan tinggi dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikan dilingkungan kampus. Untuk menjawab tuntutan tersebut, perguruan tinggi harus melakukan berbagai cara dalam usaha meningkatkan kualitas tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan intrakulikuler Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

Melalui praktik ini seorang mahasiswa dapat menerapkan teori-teori yang telah diperoleh dibangku kuliah. Serta dapat mengembangkan semua keterampilan yang dimiliki pada instansi-instansi pemerintah maupun perusahaan swasta tempat mahasiswa tersebut melakukan praktik. Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana situasi kerja yang sebenarnya dan siap menjadi tenaga baru yang terampil dan professional.

Pajak merupakan salah satu pemasukan Negara yang terbesar, hal ini dapat dilihat dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) bahwa penerimaan Negara dari sektor pajak yang menjadi primadona, sejak penerimaan Negara dari sektor migas lainnya merosot dipasar Internasional. Pajak merupakan alternatif bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaannya sebagaimana yang telah direncanakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN). Sehingga untuk meningkatkan penerimaan pajak. Pada dasarnya, Pajak dipungut oleh Pemerintah Indonesia untuk membiayai Anggaran Pendapatan


(8)

Belanja Negara (APBN). Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, pemungutan pajak harus didasarkan pada Undang-Undang Perpajakan yang disusun oleh Pemerintah dan disetujui oleh rakyatnya melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Untuk dapat mencapai suatu sistem pemajakan yang memenuhi rasa keadilan, kesamaan, kepastian hukum dan Ketentuan-Ketentuan Perpajakan harus selalu ditinjau dan disempurnakan (Gunadi, 2002: 2 ).

Sektor perpajakan dalam beberapa tahun terakhir ini didalam pemerintahan dijadikan andalan sebagai sumber penerimaan dalam negeri. Walaupun seperti yang kita ketahui perekonomian Indonesia sedang mengalami guncangan, namun harapan penerimaan Negara tetap pada penerimaan pajak. Sektor Perpajakan dianggap mampu mencerminkan kerjasama nasional. Dalam hal pembiayaan pembangunan dalam upaya melepas diri dari ketergantungan pada pinjaman luar negeri. Dalam rangka meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan tersubut, maka dalam pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan semakin diintensifkan dan prosedur perpajakan perlu terus disempurnakan dan disederhanakan dengan memperhatikan azas keadilan, pemerataan, manfaat dan kemampuan masyarkat. Dengan penerimaan pajak akan sangat membantu pembangunan nasional yaitu kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual (Waluyo, 2002: 1). Untuk merealisasikan tujuan tersebut perlu diperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.


(9)

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat atau merupakan Pajak Negara. Sebagai pajak langsung maka beban pajak tersebut menjadi tanggung jawab Wajib Pajak yang bersangkutan dalam arti bahwa beban Pajak tersebut tidak boleh dilimpahkan pada pihak lain dengan cara Wajib Pajak tidak akan mengulangi kesalahan yang berakiban merugikan dirinya sendiri. Oleh karena itu, penerbitan STP mempunyai peranan yang sangat penting dalam melaksanakan Undang-Undang Perpajakan, karena tujuannya tidak saja memantau kewajiban dan kepatuhan Wajib Pajak, tetapi dapat juga untuk meningkatkan penerimaan pajak. Seperti yang telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Perpajakan, khususnya mengenai pembayaran pajak, sehingga pihak Dirjen Pajak mengeluarkan STP untuk menagih pajak yang terutang sesuai dengan Undang-Undang No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 yaitu tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan seputar Surat Tagihan Pajak (STP) dengan judul “ PROSEDUR PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK (STP) PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PENERIMAAN PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN BARAT.”


(10)

B.. Tujuan Dan Manfaat PKLM 1. Tujuan PKLM

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pelaksanaan prosedur Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan (PPh) Badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.

b. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan dan penerimaan pajak dalam penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP)

c. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam prosedur penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP).

d. Untuk mengetahui sanksi administrasi yang dapat ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP).

2. Manfaat PKLM

Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini tentunya sangat bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya adalah :

Bagi Mahasiswa

a. Dalam teori maupun ilmu yang sudah diperoleh dan menuangkannya ke dalam permasalahan yang timbul selama melakukan PKLM di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat..

b. Memberikan bekal pengetahuan pengawasan kepada setiap mahasiswa. c. Meningkatkan komunikasi dan pendekatan sosial terhadap dunia kerja.


(11)

Bagi Instansi/ Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

a. Membantu pihak KPP dalam hal sosialisasi perpajakan kepada masyarakat Wajib Pajak melalui peserta mahasiswa PKLM.

b. Peningkatan kerjasama yang lebih baik dengan pihak universitas. c. Instansi dapat melihat dimana perkembangan ilmu pengetahuan yang

sekarang diterapkan.

Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara

a. Memberi dorongan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

b. Untuk meningkatkan hubungan antara Universitas Sumatera Utara khususnya Program Diploma III Administrasi Perpajakan dengan instansi pemerintahan dalam hal ini KPP.

c. Mendapatkan ilmu pengetahuan atau data yang terbaru untuk disesuaikan dengan kurikulum.

C. Uraian Teoritis 1. Pengertian

1.1 Surat Tagihan Pajak (STP)

Berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU KUP, Surat Tagihan Pajak (disingkat STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Yang menerbitkan STP adalah


(12)

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat seseorang atau badan terdaftar sebagai Wajib Pajak.

1.2 Fungsi STP

a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang Surat Pemberitahuan wajib Pajak. Artinya jika pajak dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang bayar ataupun kekurangan pembayaran atau penyetoran pajak, akibat salah tulis atau salah hitung dalam Surat Pemberitahuan.

b. Sebagai sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan/atau denda :

1. Sanksi administrasi berupa denda Rp. 500.000 jika wajib pajak tidak atau terlambat penyampaian SPT Masa dan Rp. 1.000.000 untuk SPT Tahunan.

2. Sanksi administrasi berupa bunga dalam wajib pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuannya.

3. Sanksi administrasi berupa bunga dalam wajib pajak terlambat atau tidak membayar pajak yang sudah jatuh tempo pembayarannya.

c. Sebagai alat untuk menagih pajak STP dipersamakan kekuatan hukumnya dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan surat Paksa (Pasal 14 ayat 2).


(13)

2. Penyebab Terbitnya STP

Hal-hal yang menyebabkan terbitnya STP diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) UU KUP yaitu :

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.

Biasanyaketentuan pada point ini diterapkan kepada angsuran PPh Pasal 25 yang sudah jelas perhitungannya. Misalnya kewajiban PPh Pasal 25 tiap bulannya Rp1.000.000 ternyata Wajib Pajak hanya membayar Rp500.000. Kekurangannya akan ditagih dengan STP ditambah sanksi bunga 2% per bulan.

b. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung. Dengan ketentuan ini, pihak

Fiskus bisa menagih kekurangan pajak akibat salah tulis dan/atau salah hitung yang tidak akan meimbulkan perdebatan. Misal dalam SPT Tahunan PPh Badan terdapat angka Penghasilan Kena Pajak Rp10.000.000,-. Seharusnya PPh terutang adalah Rp1.000.000,- (10% x PKP). Ternyata Wajib Pajak menghitung PPh terutangnya Rp500.000,- (5% x PKP). Atas kekurangan Rp500.000,- pihak Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan STP ditambah sanksi bunga 2% per bulan.

c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.

Misal Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT atau terlambat membayar pajak.

d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat


(14)

waktu. Ketentuan ini untuk menjamin agar PKP selalu membuat faktur pajak atas penyerahan barang/jasa kena pajak serta membuatnya tepat waktu. Apabila ternyata PKP tidak memenuhinya maka terhadapnya akan dikenakan sanksi denda 2% dari DPP PPN sesuai Pasal 14 Ayat (4) UU KUP. Sarana menagih sanksi ini adalah dengan menerbitkan STP.

e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. Sanksi yang dikenakan dalam STP adalah 2% dari DPP PPN nya.

f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak. Ketentuan ini untuk menjamin PKP selalu

melaporkan faktur pajaknya secara tetap waktu agar pembeli barang atau pengguna jasanya tidak dirugikan. Sanksi yang dikenakan dalam STP adalah 2% dari DPP sesuai Pasal 14 Ayat (4) UU KUP.

g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. Sanksi yang dikenakan dalam STP sesuai Pasal 14 Ayat (5) UU KUP

3. Sanksi Administarasi dalam Surat Tagihan Pajak

Dalam Undang-Undang KUP diatur dalam Pasal 14 ayat 3, 4, 5, dan 6 adalah sebagai berikut:


(15)

Pasal 3

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.

Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrai berupa bunga atas Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan karena:

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; atau b. Penelitian Surat Pemberitahuan yang menghasilkan pajak kurang bayar

karena terdapat salah tulis dan/atau salah hitung. Pasal 4

Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

Pengusaha kena pajak yang tidak membuat faktur pajak maupun Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak selengkapnya mengisi faktur pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasa Pengenaan Pajak. Demikian pula bagi Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi tidak melaporkannya tidak tepat waktu, dikenai sanksi yang sama.


(16)

Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak ditagih dengan Surat Tagihan Pajak, sedangkan pajak yang terutang ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak.

Pasal 5

Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

4. Penomoran STP

Setiap Surat Tagihan Pajak memiliki nomor unik atau disebut nomor kohir. Penomoran STP ini sama persis dengan penomoran SKP dengan format sebagai berikut : AAAAA/BBB/CC/DDD/EE. AAAAA menunjukkan nomor urut dalam lima digit. Misalnya 00202. BBB meunjukkan kode untuk jenis pajak. Misalnya 106 untuk PPh Badan atau 107 untuk PPN. CC menunjukkan tahun pajak. Misal untuk tahun pajak 2007 kodenya adalah 07. DDD adalah kode KPP yang menerbitkan. Misalnya angka 059 menunjukkan KPP PMA Enam. EE menunjukkan tahun diterbitkannya STP tersebut. Misalnya jika STP diterbitkan tahun 2008 maka kodenya adalah 08. Nah, apabila semua kode di atas dirangkai maka penomoran STP tersebut adalah 00202/106/07/059/08.


(17)

5. Cara Pelunasan STP

Untuk melunasi STP maka Wajib Pajak harus membayarnya di bank-bank yang menerima pembayaran pajak dengan menggunaka tersebut di bagian Nomor Ketetapan. Kelalaian pencantuman nomor STP ini biasanya akan mengakibatkan permasalahan di kemudian hari karena Wajib Pajak akan dianggap belum membayar STP tersebut. Untuk menyelesaikannya biasanya Wajib Pajak harus melalui proses pemindah bukuan yang cukup memakan waktu.

D. Ruang Lingkup PKLM

Adapun yang menjadi ruang lingkup PKLM yaitu melakukan pengumpulan data dan membahas permasalahan mengenai :

1. Prosedur penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP).

2. Tingkat kepatuhan dan penerimaan pajak dalam penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP).

3. Masalah yang timbul dalam prosedur penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP).

4. Sanksi administrasi dalam STP.

E. Metode PKLM

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta memperoleh informasi sesuai dengan metode yang digunakan adalah sebagai berikut :


(18)

a. Tahap persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan yang menyangkut PKLM ini, dimulai dari penentuan judul, pemilihan tempat PKLM, mencari bahan untuk pembuatan proposal, hingga pada tahapan konsultasi dengan dosen pembimbing.

b. Studi Literatur

Penulis mengumpulkan data serta informasi-informasi yang menyangkut masalah yang akan dibahas melalui sumber bacaan seperti buku perpajakan, Peraturan Perundang-undangan Perpajakan, Peraturan Pemerintah, Surat Edaran, Direktorat Jendral Pajak, Keputusan Menteri Keuangan, informasi dari majalah, surat kabar, catatan-catatan serta landasan teori yang ada hubungannya dengan Laporan PKLM.

c. Observasi Lapangan

Dalam tahap ini penulis melakukan pengamatan secara langsung pada objek PKLM, mencari data-data dan informasi serta mempelajari laporan- laporan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

d. Pengumpulan Data

Mengumpulkan data-data lapangan mengenai Prosedur Penerbitan dan Peranan Penerbitan Surat Tagihan Pajak (SPT) PPh Badan terhadap penemimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak.

e. Analisis dan Evaluasi

Penulis menganalisa dan mengevaluasi data mengenai Prosedur Penerbitan dan Peranan Surat Tagihan Pajak (SPT) PPh Badan.


(19)

F. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Metode Wawancara (Interview)

Dalam metode ini penulis mengumpulkan dan mencari data, serta hal yang berhubungan dan mendukung hasil laporan dengan melakukan wawancara dan mengajukan pertanyaan kepada pegawai instansi yang berkompeten dan dapat menambah objektif yang berkaitan dengan kebutuhan untuk melengkapi laporan PKLM.

2. Metode Observasi

Dalam metode ini penulis langsung turun kelapangan untuk melakukan peninjauan dengan cara mengamati, mendengar serta mencatat mengenai hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas, meneliti prosedur penerbitan STP.

3. Metode Dokumentasi

Dalam tahap metode ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan mengumpulkan dan mencari data-data pendukung yang berhubungan dengan data-data objek PKLM yang telah diperoleh dari instansi.


(20)

G. Sistematika Penulisan PKLM

Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai Latar belakang yang menjadi dasar pemilihan dalam penyusunan laporan, Uraian teoritis, Tujuan dan Manfaat, Ruang lingkup, Metode praktik, Metode pengumpulan data, serta Sistematika penulisan Laporan PKLM.

BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK

PRATAMA MEDAN BARAT

Bab ini akan dibahas mengenai Sejarah Singkat, Struktur Organisasi, Uraian tugas serta Tugas pokok dan Fungsi di setiap masing-masing jabatan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat dalam penulisan laporan PKLM.

BAB III GAMBARAN PROSEDUR PENERBITAN STP PAJAK

PENGHASILAN BADAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang pengertian, dasar hukum, fungsi Surat Tagihan Pajak (STP), sanksi administrasi


(21)

yang dapat ditagih dengan STP dan menjelaskan data-data apa saja yang telah didapat selama PKLM.

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA

Pada bab ini penulis akan mengemukakan analisa data yang diperoleh, serta menganalisis masalah yang timbul dan evaluasi terhadap data-data yang berhubungan dengan judul laporan dan alternatif pemecahan masalah.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang merupakan inti sari yang mencakup seluruh objek pembahasan yang di bahas dalam PKLM yang bersumber dari hasil penelitian, serta saran yang menjadi hal-hal atau gagasan atas masalah yang dibahas dari objek pembahasan yang terdapat dalam laporan pelaksanaan PKLM.


(22)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan

Barat

Pada tahun 1978, kantor pelayanan pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak. Pada saat itu masih ada Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara. Dengan adanya ekonomi pertumbuhan penduduk yang semakin cepat perkembangannya, maka pemerintah merasa perlu adanya tambahan Kantor Inspeksi Pajak yang gunanya untuk menambah penerimaan Negara dari sektor Pajak.

Untuk memantapkan pelayanan yang akan diberikan pemerintah kepada masyarakat umum, khususnya kepada Wajib Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 276/KMK/01/1989 tanggal 25 Maret 1989 tentang Organisasi dan Tata Usaha Direktorat Jenderal Pajak, maka Kantor Inspeksi Pajak diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Kemudian untuk menetapkan pelayanan yang akan diberikan Pemerintah kepada masyarakat umum, khususnya kepada Wajib Pajak pada tanggal 29 Maret 1994 dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 94/KMK/1994 terhitung mulai tanggal 1 April 1994 Kantor Pelayanan Pajak di Kota Medan dipecah menjadi 4 kantor pelayanan pajak yaitu:


(23)

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat yang beralamat di Jalan Asrama Nomor 7. Medan;

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, Jalan Diponegoro Nomor 30. Medan;

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara yang beralamat di Jalan Sukamulia Nomor 7. Medan;

4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai yang beralamat di Jalan Binjai No. 7.

Kemudian sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 443/KMK/01/2001 tanggal 23 Juli 2001 Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dipecah menjadi 2 (dua) yaitu Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dan Kantor Pelayanan Pajak Polonia yang mulai berlaku sejak 25 Januari 2002.

Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat wilayah kerjanya meliputi 4 (empat) kecamatan yaitu:

1. Kecamatan Medan Barat a. Kelurahan Glugur Darat b. Kelurahan Karang Berombak c. Kelurahan Kesawan

d. Kelurahan P. Brayan Kota e. Kelurahan Sei Agul f. Kelurahan Silalas 2. Kecamatan Medan Helvetia


(24)

b. Kelurahan Dwikora c. Kelurahan Helvetia

d. Kelurahan Helvetia Tengah e. Kelurahan Helvetia Timur f. Kelurahan Sei Sikambing C-II g. Kelurahan Tanjung Gusta 3. Kecamatan Medan Petisah

a. Kelurahan Petisah Tengah b. Kelurahan Sei Putih Barat c. Kelurahan Sei Putih Tengah d. Kelurahan Sei Putih Timur I e. Kelurahan Sei Putih Timur II f. Kelurahan Sei Sikambing D g. Kelurahan Sekip

4. Kecamatan Medan Sunggal

a. Kelurahan Babura Kuala Batuah b. Kelurahan Lalang

c. Kelurahan Sei Sikambing B d. Kelurahan Simpang Tanjung e. Kelurahan Tanjung Rejo f. Kelurahan Sunggal


(25)

Berdasarkan PENG-04/WPJ.01/2008 dari Kanwil DJP Sumatera Utara 1, KPP Medan Barat dipecah menjadi KPP Pratama Medan Petisah dan KPP Pratama Medan Barat yang mulai berlaku sejak 27 Mei 2008. Masa ini lebih dikenal dengan sebutan Masa Reformasi Pajak, dan Wilayah kerja KPP Pratama Medan Barat adalah Kecamatan Medan Barat.

Adapun VISI dari KPP Pratama Medan Barat adalah menjadi pelayan masyaratkat yang Profesional dengan kinerja yang baik dan dapat dipercaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari sector pajak dilingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Bagian Utara.

Dan Misi dari KPP Pratama Medan Barat adalah Meningkatkan Penerimaan Negara melalui PPh, PPN, PPn-Bm, dan PTLL serta peningkatan kecepatan dan mutu pelayanan perpajakan serta senantiasa memperbaharui diri sesuai dengan perkembangan aspirasi masyarakat dan tertib administrasi.

B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

Struktur organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara maksimal.

Dalam hal ini KPP Pratama Medan Barat menerapkan struktur organisasi Lini dan Staf. KPP Pratama Medan Barat dipimpin oleh seorang Kepala Kantor


(26)

yang secara operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

KPP Pratama Medan Barat terdiri dari 13 bagian, diantaranya Sub Bagian Umum, Kelompok Jabatan Fungsional, dan masing-masing seksi mempunyai koordinator pelaksana serta setiap seksi dipimpin oleh kepala seksi.

Untuk mencapai Organisasi yang lebih baik sesuai dengan Pangkat dan Jabatan, dengan mengetahui tugas dan tanggung jawab masing-masing setiap bagian akan berinteraksi dan beroperasi secara harmonis dengan keteraturan pasti dengan wadah Struktur Organisasi.

Struktur organisasi yang ada di KPP Pratama Medan Barat dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Kepala Kantor 2. Sub. Bagian Umum 3. Seksi Pelayanan

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang terbagi menjadi 4 (empat) seksi yaitu:

1. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 2. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 3. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 6. Seksi Ekstensifikasi


(27)

7. Seksi Pemeriksaan 8. Seksi Penagihan

9. Kelompok Jabatan Fungsional

C. Deskripsi dan Prosedur Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

Adapun deskripsi kerja dari setiap seksi di KPP Pratama Medan Barat berbeda-beda. Pada tiap perusahaan pasti memiliki seorang pemimpin ataupun Kepala Kantor yang pada dasarnya memiliki tugas dan tanggung jawab mengelola Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan.

Secara rinci tugas dari seorang Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah sebagai berikut:

1. Selaku pimpinan satuan organisasi vertikal Direktorat Jenderal Pajak wajib menerapkan prinsip koordinasi yang baik di lingkungan kantor pelayanan pajak maupun antar satuan organisasi serta dengan instansi lainnya;

2. Wajib mengawasi pelaksanaan tugas bawahannya dan apabila terjadi penyimpangan wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3. Bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasi bawahannya dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya.


(28)

Adapun tugas-tugas dan fungsi dari tiap-tiap seksi yang ada pada KPP Pratama Medan Barat yaitu sebagai berikut :

1. Kepala Kantor

KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karipka maka Kepala KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, pengawasan wajib pajak di bidang PPh, PPN, PPn-BM, Pajak Tidak Langsung Lainnya dan PBB serta BPHTB dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Sub. Bagian Umum

Membantu dan menunjanng kelancaran tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretarisan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha kepegawaian, keuangan, rumah tangga serta perlengkapan.

Uraian pekerjaan yang ada dalam Sub. Bagian Umum ini adalah sebagai berikut :

a. Melakukan kegiatan tata usaha kepegawaian; b. Melakukan urusan keuangan;

c. Melakukan urusan dan keperluan rumah tangga.

3. Seksi Pelayanan


(29)

a. Mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;

b. Mengadministrasikan dokumen dan berkas perpajakan;

c. Melakukan penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat-surat lainnya;

d. Melakukan penyuluhan dan Pelaksanaan registrasi wajib pajak; e. Melakukan kerjasama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

Seksi Pengolahan Data dan Informasi memiliki tugas dan fungsi yaitu :

a. Melakukan urusan pengolahan data dan penyajian informasi perpajakan;

b. Melakukan perekaman dokumen perpajakan;

c. Melakukan urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian dan penatausahaan bagi hasil PBB;

d. Melakukan pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan e-SPT dan e-Filing dan penyajian laporan kinerja.

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON)

Dalam satu KPP Pratama Medan Barat terdapat 4 (empat) kepala seksi pengawasan dan konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah (teritorial) tertentu. Tugas-tugas dan fungsi dari seksi pengawasan dan konsultasi adalah sebagai berikut :


(30)

b. Melakukan bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan;

c. Melakukan penyusunan profit wajib pajak; d. Melakukan analisis kinerja wajib pajak;

e. Melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi;

f. Melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.

6. Seksi Ekstensifikasi

Seksi Ekstensifikasi memiliki tugas dan fungsi yaitu :

a. Mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan;

b. Melakukan pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

7. Seksi Pemeriksaan

Seksi Pemeriksaan memiliki tugas dan fungsi yaitu :

a. Mengkoordinasikan pelaksanaan penyusutan rencana pemeriksaan; b. Melakukan pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan;

c. Melakukan penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.


(31)

8. Seksi Penagihan

Seksi Penagihan memiliki tugas dan fungsi yaitu :

a. Mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak;

b. Melakukan usulan penghapusan piutang pajak sesuai ketentuan yang berlaku;

c. Melakukan penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Paksa, Surat Perintah, melakukan penyitaan, urusan lelang dan penagihan lainnya.

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional Penilaian yang bertanggung jawab secara langsung kepada kepala KPP Pratama Medan Barat. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan, sedangkan Pejabat Fungsional Penilaian berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi.


(32)

BAB III

GAMBARAN DATA A. Pengertian Pajak

Secara umum Pajak merupakan iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (Wajib Pajak) berdasarkan Undang-Undang tanpa memberikan balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

Menurut Prof. P. J. Adriani (Eko Lesmana, 1994: 5), Pajak adalah iuran Kepada Negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh Wajib Pajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggaran pemerintahan.

Menurut Prof. DR. Rachmat Sumitro, SH (Mardiasmo, 2006: 1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sektor pemerintah) berdasarkan Undang-Undang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.

Dari pengertian diatas maka terdapat 5 (lima) unsur pokok dalam defenisi pajak tersebut yaitu Iuran/Pungutan, Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang, Pajak dapat dipaksakan, tidak menerima kontraprestasi (imbalan jasa), dan Untuk membiayai pengeluaran umum Pemerintah.


(33)

B. Jenis-jenis Pajak

Menurut sifatnya pajak dapat dibedakan atas dua bagian :

1. Pajak Subjektif, adalah pajak yang memperhatikan kondisi keadaan wajib pajak untuk menetapkan pajaknya. Dalam hal ini penentuan besarnya pajak harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan kemampuan membayar wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

2. Pajak Objektif, adalah pajak yang pemungutannya berdasarkan pada objeknya, baik berupa denda atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak, dimana ditemukan dahulu objeknya baru ditentukan siapa subjeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : PPN, PBB, PPn-BM.

Menurut lembaga pemungutnya, pajak dibagi atas dua bagian :

1. Pajak Negara atau Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat atau pajak yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Departemen Keuangan yang digunakan untuk pembiayaan rumah tangga Negara pada umumnya. Pajak pusat merupakan salah satu sumber penerimaan negara. Contoh : PPh, PPN, dan Bea Materai.

2. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan hasil pungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah. Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintahan daerah. Contoh : Pajak Hiburan, Pajak Reklame, PKB (Pajak Kendaraan Bermotor), PBB, Iuran kebersihan, Retribusi terminal, Retribusi parkir, Retribusi galian pasir.


(34)

Menurut golongan, pajak dapat dibedakan atas dua bagian :

1. Pajak Langsung, adalah pajak yang pembayarannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain yang menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : PPh dan PBB.

2. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Penjualan, PPN, PPn-BM, Bea Materai dan Cukai.

C. Fungsi Pemungutan Pajak

Fungsi Pemungutan Pajak ada (2) dua yaitu : 1. Fungsi Budgetair

Fungsi Budgeteir merupakan fungsi utama pajak dan fungsi fiskal yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perepajakan yang berlaku “segala pajak untuk keperkuan negara berdasarkan undang-undang”. Yang dimaksud dengan memasukkan kas secara optimal adalah sebagai berikut :

a. Jangan sampai ada Wajib Pajak/Subjek Pajak yang tidak membayar kewajiban pajaknya.

b. Jangan sampai Wajib Pajak tidak melaporkan objek pajak kepada Fiskus. c. Jangan sampai ada objek pajak dari pengamatan dan perhitungan Fiskus


(35)

Sistem pemungutan pajak suatu Negara menganut 2 (dua) sistem : a. Self assessment system yaitu menghitung pajak sendiri

b. Official assessment system yaitu menghitung pajak adalah pihak Fiskus

Faktor yang turut mempengaruhi optimalisasi pemasukan dana ke kas Negara adalah :

a. Filsafat Negara

Negara yang berideologi yang berorientasi kepada kesejahtraan rakyat banyak akan mendapat dukungan dari rakyatnya dalam hal pembayaran pajak. Untuk itu rakyat diikut sertakan dalam menentukanberat rinngannya pajak melalui penetapan Undang-Undang perpajakan oleh DPR sebaliknya dinegara yang berorientasi kepada kepentingan penguasa sangat sulit untuk mengharapkan partisipasi masyarakat untuk kewajiban pajaknya.

b. Kejelasan Undang-Undang dan peraturan perpajakan

Yang jelas mudah dan sederhana serta pasti akan menimbulkan penafsiran yang baik dipihak fiskus maupun dipihak wajib pajak.

c. Tingkat pendidikan penduduk / wajib pajak

Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendidikan wajib pajak maka makin mudah bagi mereka untuk memahami peraturan perpajakan termasuk memahami sanksi administrasi dan sanksi pidana fiskal.


(36)

d. Kualitas dan Kuantitas petugas pajak setempat

Sangat menentukan efektifitas Undang-Undang dan peraturan perpajakan . Fiskus yang professional akan akan berusaha secara konsisten untuk menggali objek pajak yang menurut ketentuan pajak harus dikenakan pajak.

e. Strategi yang diterapkan organisasi yang mengadministrasikan pajak di Indonesia. Unit-Unit untuk ini adalah Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor pemeriksaan dan penyelidikan pajak yang dilakukan Dirjen Pajak.

Perwujudan Fungsi Budgetair dalam kehidupan kenegaraan dapat terlihat dalam APBN yang setiap tahun disahkan dengan Undang-Undang. Penerimaan Negara selalu meningkat dari tahun ketahun khususnya setelah Reformasi Undang-Undang perpajakan tahun 1983/1984.

2. Fungsi Regulerend

Fungsi Regulerend atau fungsi mengatur yang mana fungsi pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, dan sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini hanya sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pajak dipakai sebagai alat kebijakan, misalnya: Pajak atas minuman keras ditinggikan untuk mengurangi konsumsi fasilitas perpajakan sehingga perwujudan dari pajak regulerend yang terdapat dalam UU No. I tahun 1967 tentang penanaman


(37)

modal asing. Contoh : Bea materai modal, Bea masuk dan pajak penjualan, Bea balik nama, Pajak perseroan, dan Pajak devident.

D. Pengertian Pajak Penghasilan

Yang dimaksud dengan objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk dikonsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun, (Menurut UU Nomor 17 tahun 2000 pasal 4 ayat 1).

Pengertian Pajak Penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak untuk kepentingan Negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.

Sesuatu dengan Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2000 pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh atas penghasilan disebut wajib pajak.

E. Pengertian Badan

Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dijelaskan pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha yang meliputi: Perseroan terbatas, Perseroan komanditer,


(38)

perseroan lainnya. Badan usaha milik negara atau Badan usaha milik daerah dengan nama dalam bentuk apapun Firma, Kongsi, Koperasi, Dana pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi masa, Organisasi sosial politik, atau Organisasi lainnya, Lembaga dan Bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap (UU No. 28 Tahun 2007).

F. Pengertian Surat Tagihan Pajak (STP)

Pengertian Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU KUP, Surat Tagihan Pajak (disingkat STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Yang menerbitkan STP adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat seseorang atau badan terdaftar sebagai Wajib Pajak. Terbitnya STP ini biasanya disebabkan Wajib Pajak tidak melakukan satu atau beberapa kewajiban pajak yang diamanatkan oleh Undang-Undang.

STP digunakan untuk menagih utang pajak tetapi bukan utang pajak yang tercantum dalam SKPKB/SKPKBT, melainkan utang pajak yang belum dikeluarkan ketetapannya, sehingga tidak akan terjadi ketetapan pajak ganda untuk satu utang pajak.

Oleh karena itu, disebutkan bahwa STP mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan SKPKB/SKPKBT sehingga dalam hal penagihannya juga dapat dilakukan dengan Surat Paksa.


(39)

G. Penyebab Terbitnya STP

Hal-hal yang menyebabkan terbitnya STP diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) UU KUP yaitu :

1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. Biasanya ketentuan pada point ini diterapkan kepada angsuran PPh Pasal 25 yang sudah jelas perhitungannya. Misalnya kewajiban PPh Pasal 25 tiap bulannya Rp1.000.000 ternyata Wajib Pajak hanya membayar Rp500.000. Kekurangannya akan ditagih dengan STP ditambah sanksi bunga 2% per bulan.

2. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung. Dengan ketentuan ini, pihak Fiskus bisa menagih kekurangan pajak akibat salah tulis dan/atau salah hitung yang tidak akan menimbulkan perdebatan. Misal dalam SPT Tahunan PPh Badan terdapat angka Penghasilan Kena Pajak Rp10.000.000,-. Seharusnya PPh terutang adalah Rp1.000.000,- (10% x PKP). Ternyata Wajib Pajak menghitung PPh terutangnya Rp500.000,- (5% x PKP). Atas kekurangan Rp500.000,- pihak Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan STP ditambah sanksi bunga 2% per bulan.

3. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga. Misal Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT atau terlambat membayar pajak, maka sanksi denda dan/atau bunga nya akan ditagih dengan STP.


(40)

4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu. Ketentuan ini untuk menjamin agar PKP selalu membuat faktur pajak atas penyerahan barang/jasa kena pajak serta membuatnya tepat waktu. Apabila ternyata PKP tidak memenuhinya maka terhadapnya akan dikenakan sanksi denda 2% dari DPP PPN sesuai Pasal 14 Ayat (4) UU KUP. Sarana menagih sanksi ini adalah dengan menerbitkan STP.

5. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1984 dan perubahannya. Sanksi yang dikenakan dalam STP adalah 2% dari DPP PPN nya.

6. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak. Ketentuan ini untuk menjamin PKP selalu melaporkan faktur pajaknya secara tetap waktu agar pembeli barang atau pengguna jasanya tidak dirugikan. Sanksi yang dikenakan dalam STP adalah 2% dari DPP sesuai Pasal 14 Ayat (4) UU KUP.

7. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. Sanksi yang dikenakan dalam STP sesuai Pasal 14 Ayat (5) UU KUP.


(41)

H. Fungsi Surat Tagihan Pajak (STP)

Fungsi Surat Tagihan Pajak adalah sebagai berikut :

1. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang Surat Pemberitahuan wajib Pajak. Artinya jika pajak dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang bayar ataupun kekurangan pembayaran atau penyetoran pajak, akibat salah tulis atau salah hitung dalam Surat Pemberitahuan.

2. Sebagai sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan/atau denda : a. Sanksi administrasi berupa denda Rp. 500.000 jika wajib pajak tidak atau

terlambat penyampaian SPT Masa dan Rp. 1.000.000 untuk SPT Tahunan. b. Sanksi administrasi berupa bunga dalam Wajib Pajak membetulkan sendiri

Surat Pemberitahuannya.

c. Sanksi administrasi berupa bunga dalam Wajib Pajak terlambat atau tidak membayar pajak yang sudah jatuh tempo pembayarannya.

3. Sebagai alat untuk menagih pajak STP dipersamakan kekuatan hukumnya dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa (Pasal 14 ayat 2).

I. Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP)

Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) dilakukan secara selektif artinya hanya dilakukan terhadap Wajib Pajak yang efektif. Dalam penerbitan STP PPh Badan ada ketentuan khusus yaitu sebagai berikut :

1. STP atas PPh pasal 25 yang tidak atau kurang bayar dan/atau denda bagi setiap wajib pajak dikeluarkan setiap saat setelah lewat jatuh tempo


(42)

pembayaran atau penyetoran. Jika wajib pajak badan tidak termasuk golongan diatas maka penerbitan STP atas PPh pasal 25 dilakukan setiap triwulan sebagai berikut:

a. Masa Pajak Januari s/d maret dikeluarkan bulan Mei b. Masa Pajak April s/d Juni dikeluarkan bulan Agustus

c. Masa Pajak Juli s/d September dikeluarkan bulan November

d. Masa Pajak Oktober s/d Desember dikeluarkan bulan Januari tahun berikutnya sepanjang wajib pajak belum menyampaikan SPT Tahunan PPh.

2. STP atas PPh yang kurang bayar karena terdapat salah tulis dan/atau salah hitung pada STP PPh dikeluarkan setiap saat setelah dilakukan penerbitan STP.

3. STP untuk menagih sanksi administrasi berupa bungan dan/atau denda karena tidak atau terlambat menyampaikan STP PPh dikeluarkan segera setelah timbulnya sanksi administrasi yang terhutang oleh wajib pajak.

4. Pengeluaran STP dilakukan meliputi bulan-bulan pada saat atau masa PPh terutang yang kurang atau tidak dibayar atau timbulnya sanksi administrasi berupa denda atau bunga yang terutang.

Penerbitan STP untuk satu masa atau periode, hendaknya memperhatikan juga masa-masa pajak sebelumnya dalam tahun pajak yang bersangkutan yang perlu di terbitkan STP.


(43)

J. Jangka Waktu Pembayaran Surat Tagihan Pajak (STP)

Dalam Pasal 9 ayat 3 KUP disebutkan bahwa STP harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Jadi saat jatuh tempo pembayaran STP adalah satu bulan dari tanggal penerbitannya.

K. Sanksi Administarasi dalam Surat Tagihan Pajak

Dalam Undang-Undang KUP diatur dalam Pasal 14 ayat 3, 4, 5, dan 6 adalah sebagai berikut:

Pasal 3

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.

Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrai berupa bunga atas Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan karena:

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; atau b. Penelitian Surat Pemberitahuan yang menghasilkan pajak kurang bayar


(44)

Pasal 4

Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

Pengusaha kena pajak yang tidak membuat faktur pajak maupun Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak selengkapnya mengisi faktur pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasa Pengenaan Pajak. Demikian pula bagi Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi tidak melaporkannya tidak tepat waktu, dikenai sanksi yang sama.

Sanksi Administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak ditagih dengan Surat Tagihan Pajak, sedangkan pajak yang terutang ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak.

Pasal 5

Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.


(45)

L. Dasar Hukum Surat Tagiahan Pajak

Ketentuan yang mengatur mengenai masalah STP adalah sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan yang telah diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

2. Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor Kep-28/PJ.41/1993 tentang Perubahan Lampiran Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor KEP-14/PJ.BT5/1985 tanggal 8 maret 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Surat Tagihan Pajak Penghasilan.

3. Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor Kep-05/PJ.24/1995 tanggal 3 Februari 1995 tentang bentuk Surat Tagihan Pajak dan Surat ketetapan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan atas barang Mewah sesuai dengan Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor KEP-18/PJ.24/1995.

4. Surat Edaran Direktorat Jendral Pajak Nomor SE-41/PJ.41/2001 tentang Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) PPh pasal 25.

M. Kegiatan Setiap Seksi Yang Terkait Dengan Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP)

Seksi yang terkait dengan penerbitan STP adalah sebagai berikut: 1. Seksi Waskon

Seksi Pengawasan dan Konsultasi bertanggung jawab untuk mengelola Surat Setoran Pajak (SSP) Lembar ke-2 yang merupakan segi pembayaran atau


(46)

bukti Wajib Pajak telah melakukan pembayaran. Seharusnya SSP lembar ke-2 tiap hari diambil ke Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara (KPKN), namun kurangnya tenaga pelaksana maka pengambilan SSP Lembar ke-2 sering terlambat. Setelah SSP tersebut diambil, lalu dilakukan sortasi, perekaman, dan perekapan. Setelah perekaman dilakukan, SSP Lembar ke-2 itu nantinya akan dikirim kesetiap seksi yang membutuhkannya.

Dasar pertimbangan untuk menerbitkan STP PPh Badan adalah Surat Pemberitahuan (SPT) Masa yang berupa SSP Lembar ke-3 yang diterima oleh Wajib Pajak atau dikirimkan melalui Pos dan segi pembayaran yang berupa SSP Lembar 2 yang diterima oleh Seksi Waskon. SSP lembar ke-3 yang merupakan bukti pelaporan dicatat Seksi Waskon dalam buku tabelaris. Dari buku tabelaris dapat diketahui Wajib pajak yang melakukan pembayaran dan pelaporan tepat waktu dan yang tidak tepat waktu, atau yang dan/atau kurang membayar. Jika diketahui wajib pajak yang melakukan keterlambatan dan kekurangan pembayaran maupun pelaporan, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan atau kekurangan membayar dan denda atas keterlambatan melapor.

Karena Kantor Pelayanan Pajak (KPP) telah melakukan Sistem Informasi Perpajakan Modifikasi (SIPMOD), maka data tabelaris dapat dilihat dikomputer dan dicocokan dengan buku tabelaris. Hal ini lebih efektif dan memudahkan. Jika data-data dibuku tabelaris dikomputer saja, perekaman SSP Lembar ke-2 sering belum masuk di Seksi Waskon sedangkan SSP


(47)

Lembar ke-3 sudah masuk ketika Wajib Pajak melapor ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT).

Dari tebelaris di komputer dapat terlihat berapa pokok angsuran wajib pajak dan tanggal pembayaran dan pelaporan. Pokok angsuran Wajib Pajak tahun lalu ataupun berdasarkan angsuran yang harus dibayar akibat pemeriksaan yaitu dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Seksi waskon lah yang melakukan perhitungan atas penerbitan STP.

2. Seksi Pelayanan

Memiliki Kepala Seksi dan mempunyai beberapa pelaksana yang melaksanakan penerbitan yang meliputi STP, SKPKB, SKPLB, dan SKPKBT. Oleh karena tidak jarang Nota Perhitungan yang berasal dari Seksi Waskon ditunda penerbitannya karena sibuk dengan tugas lain. Jadi Seksi Pelayanan tugasnya mencetak Surat Tagihan Pajak (STP) yang akan diterbitkan.

3. Seksi Penagihan

STP Lembar ke-1, Lembar ke-2, Lembar ke-3, daftar pengantar dan lampiran daftar pengantar STP yang dikirim seksi pelayanan diterimah oleh Seksi Penagihan dicatat pada buku pengawasan dan penagihan. Setelah itu di penagihan dikirim ke pelayanan untuk dicatat dalam Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak. Oleh petugas pemegang arsip dicatat dalam daftar


(48)

pengawasan pencairan STP/SKP dan disimpan menurut nomor kohir, jenis ketetapan, dan tahun pajak.

Seksi penagihan bertanggung jawab atas penerbitan STP. Wajib pajak yang melakukan pembayaran atas sanksi berupa bunga dan denda melapor pembayaran ke Seksi Penagihan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Lembar ke-3. Lembar ke-2 SSP akan diterima oleh Seksi Penagihan dan Seksi Waskon. Terhadap wajib pajak yang belum melakukan pembayaran setelah lewat jatuh tempo, yaitu satu bulan sejak penerbitan STP akan dilakukan penagihan penerbitan STP akan dilakukan penagihan dengan Surat Paksa.


(49)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

A. Prosedur Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP)

Dalam Proses Penerbitan STP PPh Badan dimulai dari Koordinator Pelaksana di Seksi Waskon yang dibantu oleh Account Representative (AR). Dimana AR dari Seksi Waskon membuat Nota Perhitungan setelah SSP Wajib Pajak Badan dan selanjutnya nota perhitungan akan dikirim ke Seksi Pelayanan koordinator pelaksanan ketetapan dan arsip wajib pajak. Hal tersebut yang menjadi dasar menerbitkan STP. Secara garis besar Seksi Pelayanan yang nantinya akan mengelolah dan menerbitkan STP PPh Badan tersebut. Setelah disetujui oleh Kepala Seksi Pelayanan, STP disalurkan pihak-pihak yang telah ditentukan oleh peraturan perpajakan dan ditagih oleh Seksi Penagihan.

B.Proses Pelaksanaan STP PPh Badan

Secara rinci proses pelaksanaan penerbitan STP PPh Badan adalah sebagai berikut:

1. Peneliti di Seksi Waskon koordinasi pelaksana PPh Badan menuangkan hasil Penelitian kedalam Nota Perhitungan PPh dan dibuat rangkap 2 (dua), lembar ke-1 untuk Seksi Pelayanan dan lembar ke-2 untuk arsip di Seksi Penagihan. 2. Penelitian membuat daftar pengiriman Nota Perhitungan PPh Badan rangkap

3 (tiga) yaitu lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk arsip di seksi pelayanan dan lembar ke-3 untuk arsip di Seksi Penagihan.


(50)

3. Peneliti mengirimkan ke Seksi Pelayanan lembar ke-1 Nota Perhitungan serta lembar ke-1 dan lembar ke-2 daftar pengiriman Nota Perhitungan setelah Nota Perhitungan tersebut diparaf oleh Kepala Seksi pembayaran masa pada kolom diteliti dan kolom disetujui diparaf oleh Kepala Seksi Waskon. Nota Perhitungan tersebut juga dilampirkan dengan lembar perhitungan STP. 4. Di Seksi Pelayanan Nota Perhitungan tersebut dijadikan dasar untuk membuat

STP PPh badan dan menerbitkannya.

5. Koordinator pelaksana ketetapan dan arsip Wajib Pajak di Seksi Pelayanan membuat STP PPh Badan rangkap 4 (empat) yaitu:

2. Lembar ke-1 untuk Wajib Pajak 3. Lembar ke-2 untuk Seksi Pelayanan 4. Lembar ke-3 untuk Seksi Waskon 5. Lembar ke-4 untuk Seksi Penagihan

Kemudian dibuat daftar pengantar dan lampiran, daftar pengantar rangkap 4. STP diberi nomor ketetapan atau keputusan dan tanggal penerbitan. Lalu daftar diberi nomor sesuai dengan ketentuan. Kemudian koordinator pelaksana ketetapan dan arsip di pelayanan memberi paraf di Nota Perhitungan yaitu di kolom data entry dan penomoran.

6. Di petugas kontrol keluar dalam hal ini koordinator pelaksana ketetapan dan arsip, STP, di cocokkan dengan Nota Perhitungan dan jika benar di paraf di kolom control keluaran, setelah itu STP, daftar penghantar serta perhitungan diteruskan ke Kepala Seksi Pelayanan untuk di paraf di kolom ditetapkan.


(51)

7. STP, daftar pengantar dan lampiran daftar pengantar STP diteruskan ke kepala KPP Pratama Medan Barat untuk ditanda tangani oleh Kepala KPP dari Seksi Pelayanan dikirimkan ke:

a. Lembar ke-1 STP ke Wajib Pajak

b. Lembar ke-2 STP, Lembar ke-1 dan Lembar ke-3 daftar pengantar serta lampiran daftar pengantar STP ke Seksi Pelayanan

c. Lembar ke-3 STP dan Lembar ke-2 daftar pengantar dan lampiran daftar pengantar STP ke Seksi Waskon

8. Untuk nomor 6, apabila STP yang diterbitkan adalah produk dari hasil pemeriksaan sederhana kantor ataupun lapangan, maka kolom ditetapkan itu harus di paraf oleh Kepala KPP, sedangkan Kepala Seksi Pelayanan hanya memaraf di daftar pengantar saja.

9. Ketika pelaksana di koordinator pelaksana ketetapan dan arsip mengantar Lembar ke-3 dan Lembar ke-2 daftar pengantar dan lampiran daftar pengantar STP ke Seksi Waskon, maka di kolom ekspedisi di Nota Perhitungan di paraf.

C. Jumlah Penerimaan Yang Diperoleh Oleh KPP Pratama Medan Barat Atas Penerbitan STP

Dalam penerbitan STP secara keseluruhan, yang dapat ditagih adalah besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Besarnya STP yang diterbitkan adalah merupakan tagihan, yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak dan merupakan penerimaan bagi KPP. Perkembangan penerimaan Pajak Pengahasilan (PPh) Badan di KPP Pratama Medan Barat atas penerbitan STP dapat dilihat dari tabel berikut ini :


(52)

Perkembangan Jumlah Penerimaan Pajak

Atas Penerbitan STP dan Jumlah Wajib Pajak Badan yang Terdaftar Tahun 2009 – 2010

Tahun Pajak

Jumlah Wajib Pajak Terdaftar

Jumlah STP Yang Di Terbitkan

Jumlah Nilai Ketetapan Pajak

2009 3567 133 Rp. 299.888.576

2010 3772 452 Rp. 390.620.790

Sumber : Laporan penerimaan Pajak PPh Badan 2011

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa Penerimaan Pajak dari penghasilan STP Badan semakin menurun. Dari contoh 2 Tahun tersebut dapat dilihat bahwa jumlah STP yang diterbitakan pada Tahun 2009 secara kuantitas mangalami penurunan yaitu sejumlah 133 STP akan tetapi secara kualitas (Rp) mengalami peningkatan sebesar Rp. 299.888.576. Bila dibandikan Tahun 2010 secara kuantitas mengalami peningkatan yaitu sejumlah 425 STP akan tetapi secara kualitas mengalami penurunan sebesar Rp. 390.620.790.

D. Masalah Yang Timbul Dalam Penerbitan STP

Dari data diatas, terlihat masih banyak hal-hal mengenai masalah yang berhubungan antara kewajiban wajib pajak dan fiskus secara administrasi khususnya masalah kepatuhan Wajib Pajak, sehingga perlu diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Masalah pengenaan sanksi dan denda dengan penerbitan STP meliputi bagaimana penerbitan, pencairan, serta pelunasan STP.


(53)

Faktor penyebab utama diterbitakan STP di KPP Pratama Medan Barat adalah wajib pajak kurang memahami pelaksanaan peraturan perpajakan. Wajib Pajak terutama yang baru mendaftar umumnya masih kurang jelas dalam hal pembayaran angsuran bulanan atau pembayaran masa. Contohnya dalam hal pembayaran masa nihil, Wajib Pajak masih banyak menganggap bahwa dengan tidak membayar pajak berarti tidak perlu melakukan pelaporan. Hal ini mengakibatkan Wajib Pajak tersebut dikenakan denda administrasi karena terlambat melapor.

Masalah yang menyangkut STP sangat kompleks, oleh karena itu hanya dibatasi pada prosedur penerbitan STP PPh badan dan pengaruhnya terhadap kepatuhan wajib pajak dan peningkatan penerimaan pajak. Penyebab masalah seputar prosedur penerbitan STP dapat dilihat dari kegiatan setiap seksi yang terkait , yang akan diuraikan sebagai berikut :

1. Seksi Waskon

Faktor penyebab hambatan teknis dalam penerbitan STP adalah jadwal waktu penerbitan yang tidak sesuai dengan waktu ditentukan. Keterlambatan dalam penerbitan STP terlihat dalam penerbitan STP terhadap Wajib Pajak. Menurut peraturan, pelaksanan penerbitan STP untuk Wajib Pajak dikeluarkan setiap saat setelah lewat jatuh tempo pembayaran /penyetoran. Dengan masih ditundanya pembuatan Nota Penghitungan oleh Seksi Waskon tidak jarang akhirnya atas sanksi bunga atau denda di kumulatifkan dengan bulan berikutnya. Kurangnya petugas bila dibandingkan dengan kuantitasnya pekerjaan juga merupakan faktor penghambat bagi kelancaran penerbitan.


(54)

Demikian juga banyak wajib pajak yang merasa keberatan atas diterimanya STP oleh Fiskus. Oleh karena itu Wajib Pajak mengirimkan surat permohonan penghapusan sanksi administrasi atau permohonan ketetapan pajak.

2. Seksi Pelayanan

Di Seksi Pelayanan memiliki Kepala Seksi dan mempunyai beberapa pelaksana yang melaksanakan penerbitan yang meliputi STP, SKPKB, SKPLB, dan SKPKBT. Oleh karena itu, tidak jarang terdapat Nota Perhitungan yang berasal dari Seksi Waskon ditunda penerbitannya karena sibuk dengan tugas lain.

3. Seksi Penagihan

STP yang telah diterbitkan ditagih oleh seksi penagihan. Pencairan atau pelunasan STP sangat tergantung pada seksi ini. Apabila Wajib Pajak tidak melunasi STP sampai pada saat jatuh tempo maka akan diberikan Surat Teguran, Surat paksa dan seterusnya. STP yang telah lewat jatuh tempo dapat dilihat dari buku pengawasan penagihan, apakah telah dilakukan penagihan atau belum. Selama ini penatausahaan STP yang sudah dilunasi juga belum maksimal. Hal ini akan menyebabkan pengawasan terhadap pencairan STP yang sudah lunas ada yang tidak dipisahkan di satu tempat tersendiri dan ada juga STP yang sudah lunas dan diberi kohir lunas belum dicatat di daftar pengawasan pencairan. Dari STP yang sudah lewat jatuh tempo, seharusnya di cap kapan dikeluarkan surat teguran di STP tersebut tetapi hal ini tidak dilakukan karena kurannya tanaga pelaksana.


(55)

E. Usaha Pemecahan Masalah

Beberapa alternatif dalam pemecahan masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut :

1. Membina dan meningkatkan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Salah satu untuk yang penting dalam menunjang keberhasilan penerimaan pajak yaitu ikut sertanya peran Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibanya perpajakan secara aktif dan penuh kesadaran.

Berdasarkan system self assessment, maka sistem perpajakan tersebut menuntut kepada Wajib Pajak untuk melakukan kewajiban perpajakan secara benar dan aktif yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Dalam system self

assessment dimana Wajib Pajak melaporakan, menghitung dan

memperhitungkan pajaknya. Hal ini berarti unsur kepercayaan yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan kewaiban perpajakan yang telah dilaksanakan, sedangkan dengan pihak Direktorat Jenderal Pajak peranannya antara lain melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kewajiban yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

Hal yang perlu disadari adalah bahwa pelaksanaan kewajiban yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakan tidak akan selalu sesuai dengan perpajakan yang telah ditentukan. Hal ini mungkin disebabkan karena Undang-Undang Perpajakan yang masih baru sehingga masih banyak Wajib Pajak yang belum memahaminya dan kemungkinan lain bahwa Wajib Pajak memang secara sadar ataupun tidak, belum bersedia memenuhi kewajibannya.


(56)

Dalam hal demikian memang dituntut untuk melaksanakan pembinaan kepada Wajib Pajak. Oleh karena itu pembinaan terhadap Wajib Pajak dilakukan dengan penuh kesadaran yang tinggi dan penuh kesabaran. Namun demikian kepada Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya akan dikenakan sanksi administrasi. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mencegah kesalahan yang dilakukan berulang-ulang dan akan memberikan dampak secara psikologis untuk melakukan perbuatan yang sama. Secara luas harapan sanksi administrasi perpajakan ini akan berpengaruh bagi Wajib Pajak lainnya. Membina dan meningkatkan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak dapat dilakukan pada saat pendaftaran Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak mengertiakan kewajibannya. Agar lebih jelas, Wajjib Pajak dapat meminta penjelasan ke Seksi terkait tentang hak dan kewajibannya. Seksi terkait dapat secara langsung memberikan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak yang dapat dilakukan secara langsung ketika Wajib Pajak melakukan pelaporan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT).

2. Penambahan Tenaga Pelaksana.

Setiap Seksi yang terkait dengan Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) sangat memerlukan Tenaga Pelaksana. Sehingga toleransi pekerjaan antara Seksi sedikit dikurangi, dan pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dan berjalan dengan baik.

3. Pengawasan Pelaksanaan Administarsi Perpajakan

Dalam hal Pengawasan pelaksanaan administrasi perpajakan dapat dilakukan langsung oleh atasan pelaksana yang terkait dengan Proses


(57)

Penerbitan STP baik Seksi Pelayanan maupun Seksi yang lainnya. Dapat dilakukan pemeriksaan langsung terhadap buku produksi sehingga dapat dilihat berapa STP yang telah diterbitkan dan berapa besar jumlah yang diperoleh serta masalah apa saja yang menghambat proses penerbitan STP dan kemungkinan pemecahan masalah oleh semua Seksi yang terkait.

4. Tetap Melaksanakan Penyuluhan Perpajakan dengan melibatkan berbagai Pihak.

Penyuluhan Perpajakan khususnya PPh, PPN dan PPn-Bm hendaknya lebih ditingkatkan baik melalui media elektronik maupun bantuan dari berbagai pihak. Dalam Penyuluhan ini perlu disampaikan hal-hal yang bersifat baru dalam pelaksanaan peraturan perpajakan, memberikan bimbingan dan penjelasan kepada Wajib Pajak tentang meteri Undang-Undang Perpajakan itu sendiri ataupun memberikan perhatian yang bersifat praktis dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Pengertian tentang kewajiban membayar pajak yang harus disetor, batas waktu pembayaran pajak dan pelaporan pajak yang tidak boleh terlambat.

5. Menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) semaksimal mungkin terhadapwajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.

6. Mengawasi dan melaksanakan equalisasi omset PPh dan PPN sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Dari analisi diatas maka masalah penerbitan STP PPh Badan akan berjalan dengan lancar serta pelunasan STP setelah mengetahui hal-hal mengenai masalah tersebut yang akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak di KPP Medan Barat.


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis memberikan kesimpulan sehubungan dengan apa yang telah dikemukakan antara lain sebagai berikut :

1. Faktor utama yang masih berperan dalam masalah STP dimana yang paling banyak adalah karena Wajib Pajak tersebut kurang atau tidak membayar angsuran pajak dan terlambat melaporkan pembayaran masannya.

2. Masalah teknis umumnya adalah masalah pada saat penerbitan STP dan masih kecilnya usaha untuk pencairan STP disamping kurangnya Tenaga Pelaksana dan Sarana untuk penagihan.

3. Kurangnya perhatian Wajib pajak terhadap STP yang diterbitkan karena sanksi dan denda relatif kecil.

4. Penerbitan STP terhadap Wajib Pajak sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan pembayaran PPh Badan. Yang melanggar dalam melaksanakan kewajiban Perpajakan khususnya dalam memenuhi angsuran bulanan PPh Badan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda sehingga sumber penerimaan Negara dapat berkembang dan meningkat sejalan dengan kemampuan masyarakat dan laju pertumbuhan perkembangan perekonomian Bangsa Indonesia.


(59)

Upaya yang dapat dilakukan oleh KPP Pratama Medan Barat untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam penerbitan STP PPh Badan adalah

dengan cara intensifikasi melalui pengawasan pembayaran masa dan mempercepat proses penerbitan. Pengawasan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak antara lain dalam jumlah angsuran, tanggal pembayaran dan pelaporan pajak dapat juga digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP).

6. Dalam penerbitan STP Seksi-Seksi yang terkait dalam penerbitan tersebut adalah Seksi Waskon, Seksi Pelayanan, dan Seksi Penagihan. Dimana Seksi Waskon yang menghitung STP dari Nota Perhitungan, Seksi Pelayanan yang mencetak STP dan Seksi Penagihan yang menagih STP.

B. Saran

Adapun yang menjadi saran yang penulis kemukakan dalam penulisan Tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Perlu diberikannya penyuluhan terus menerus kepada Wajib Pajak tentang masalah-masalah yang terkait dengan perpajakan sehingga dalam pelaksanaan kewajiban Perpajakannya tidak merasa terpaksa atau karena takut terkena sanksi administrasi. 2. Penambahan tenaga pegawai perlu dilakukan karena potensi Pajak di Wilayah KPP

Pratama Medan Barat sangat besar dan membutuhkan pelayanan yang maksimal terhadap Wajib Pajak.

3. Bagi Fiskus agar melakukan pengecekan dilapangan terlebih dahulu sebelum

menerbitkan STP sehingga tidak terjadi kesalah pahaman antara Fiskus dengan Wajib Pajak yang menyetor/melaporkan STP masanya lebuh dari satu masa pajak.


(60)

4. Untuk kelancaran dan peningkatan penerimaan pajak secara langsung berhubungan dengan pelaksanaan pembangunan, diminta kepada Wajib Pajak agar membantu Fiskus dengan cara melaporkan dan membayarkan pajaknya secara jujur.

5. Wajib Pajak seharusnya melaporkan pajaknya tepat waktu agar tidak diterbitkan STP oleh KPP.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Gunadi, Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2002.

Lesmana Eko, Sistem Perpajakan Indonesia, Prima Kampus, Grafika, 1994. Mardiasmo, Prof. Dr. MBA; Ak. Perpajakan, Andi, Edisi Revisi 2006,

Yogyakarta, 2006.

Sihaloho, Cyruz, Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. PT. Grafindo Persada, Cetakan ke-4, Jakarta, 2001.

Waluyo, Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Edisi Pertama, Jakarta, 2002. Undang-Undang No.17 Tahun 2000, tentang Pajak Penghasilan.

Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


(1)

Dalam hal demikian memang dituntut untuk melaksanakan pembinaan kepada Wajib Pajak. Oleh karena itu pembinaan terhadap Wajib Pajak dilakukan dengan penuh kesadaran yang tinggi dan penuh kesabaran. Namun demikian kepada Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya akan dikenakan sanksi administrasi. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mencegah kesalahan yang dilakukan berulang-ulang dan akan memberikan dampak secara psikologis untuk melakukan perbuatan yang sama. Secara luas harapan sanksi administrasi perpajakan ini akan berpengaruh bagi Wajib Pajak lainnya. Membina dan meningkatkan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak dapat dilakukan pada saat pendaftaran Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak mengertiakan kewajibannya. Agar lebih jelas, Wajjib Pajak dapat meminta penjelasan ke Seksi terkait tentang hak dan kewajibannya. Seksi terkait dapat secara langsung memberikan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak yang dapat dilakukan secara langsung ketika Wajib Pajak melakukan pelaporan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT).

2. Penambahan Tenaga Pelaksana.

Setiap Seksi yang terkait dengan Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) sangat memerlukan Tenaga Pelaksana. Sehingga toleransi pekerjaan antara Seksi sedikit dikurangi, dan pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dan berjalan dengan baik.

3. Pengawasan Pelaksanaan Administarsi Perpajakan

Dalam hal Pengawasan pelaksanaan administrasi perpajakan dapat dilakukan langsung oleh atasan pelaksana yang terkait dengan Proses


(2)

Penerbitan STP baik Seksi Pelayanan maupun Seksi yang lainnya. Dapat dilakukan pemeriksaan langsung terhadap buku produksi sehingga dapat dilihat berapa STP yang telah diterbitkan dan berapa besar jumlah yang diperoleh serta masalah apa saja yang menghambat proses penerbitan STP dan kemungkinan pemecahan masalah oleh semua Seksi yang terkait.

4. Tetap Melaksanakan Penyuluhan Perpajakan dengan melibatkan berbagai Pihak.

Penyuluhan Perpajakan khususnya PPh, PPN dan PPn-Bm hendaknya lebih ditingkatkan baik melalui media elektronik maupun bantuan dari berbagai pihak. Dalam Penyuluhan ini perlu disampaikan hal-hal yang bersifat baru dalam pelaksanaan peraturan perpajakan, memberikan bimbingan dan penjelasan kepada Wajib Pajak tentang meteri Undang-Undang Perpajakan itu sendiri ataupun memberikan perhatian yang bersifat praktis dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Pengertian tentang kewajiban membayar pajak yang harus disetor, batas waktu pembayaran pajak dan pelaporan pajak yang tidak boleh terlambat.

5. Menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) semaksimal mungkin terhadapwajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.

6. Mengawasi dan melaksanakan equalisasi omset PPh dan PPN sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Dari analisi diatas maka masalah penerbitan STP PPh Badan akan berjalan dengan lancar serta pelunasan STP setelah mengetahui hal-hal mengenai masalah tersebut yang akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak di KPP Medan Barat.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis memberikan kesimpulan sehubungan dengan apa yang telah dikemukakan antara lain sebagai berikut :

1. Faktor utama yang masih berperan dalam masalah STP dimana yang paling banyak adalah karena Wajib Pajak tersebut kurang atau tidak membayar angsuran pajak dan terlambat melaporkan pembayaran masannya.

2. Masalah teknis umumnya adalah masalah pada saat penerbitan STP dan masih kecilnya usaha untuk pencairan STP disamping kurangnya Tenaga Pelaksana dan Sarana untuk penagihan.

3. Kurangnya perhatian Wajib pajak terhadap STP yang diterbitkan karena sanksi dan denda relatif kecil.

4. Penerbitan STP terhadap Wajib Pajak sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan pembayaran PPh Badan. Yang melanggar dalam melaksanakan kewajiban Perpajakan khususnya dalam memenuhi angsuran bulanan PPh Badan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda sehingga sumber penerimaan Negara dapat berkembang dan meningkat sejalan dengan kemampuan masyarakat dan laju pertumbuhan perkembangan perekonomian Bangsa Indonesia.


(4)

Upaya yang dapat dilakukan oleh KPP Pratama Medan Barat untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam penerbitan STP PPh Badan adalah dengan cara intensifikasi melalui pengawasan pembayaran masa dan mempercepat proses penerbitan. Pengawasan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak antara lain dalam jumlah angsuran, tanggal pembayaran dan pelaporan pajak dapat juga digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP).

6. Dalam penerbitan STP Seksi-Seksi yang terkait dalam penerbitan tersebut adalah Seksi Waskon, Seksi Pelayanan, dan Seksi Penagihan. Dimana Seksi Waskon yang menghitung STP dari Nota Perhitungan, Seksi Pelayanan yang mencetak STP dan Seksi Penagihan yang menagih STP.

B. Saran

Adapun yang menjadi saran yang penulis kemukakan dalam penulisan Tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Perlu diberikannya penyuluhan terus menerus kepada Wajib Pajak tentang masalah-masalah yang terkait dengan perpajakan sehingga dalam pelaksanaan kewajiban Perpajakannya tidak merasa terpaksa atau karena takut terkena sanksi administrasi. 2. Penambahan tenaga pegawai perlu dilakukan karena potensi Pajak di Wilayah KPP

Pratama Medan Barat sangat besar dan membutuhkan pelayanan yang maksimal terhadap Wajib Pajak.

3. Bagi Fiskus agar melakukan pengecekan dilapangan terlebih dahulu sebelum menerbitkan STP sehingga tidak terjadi kesalah pahaman antara Fiskus dengan Wajib Pajak yang menyetor/melaporkan STP masanya lebuh dari satu masa pajak.


(5)

4. Untuk kelancaran dan peningkatan penerimaan pajak secara langsung berhubungan dengan pelaksanaan pembangunan, diminta kepada Wajib Pajak agar membantu Fiskus dengan cara melaporkan dan membayarkan pajaknya secara jujur.

5. Wajib Pajak seharusnya melaporkan pajaknya tepat waktu agar tidak diterbitkan STP oleh KPP.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Gunadi, Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2002.

Lesmana Eko, Sistem Perpajakan Indonesia, Prima Kampus, Grafika, 1994. Mardiasmo, Prof. Dr. MBA; Ak. Perpajakan, Andi, Edisi Revisi 2006,

Yogyakarta, 2006.

Sihaloho, Cyruz, Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. PT. Grafindo Persada, Cetakan ke-4, Jakarta, 2001.

Waluyo, Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Edisi Pertama, Jakarta, 2002. Undang-Undang No.17 Tahun 2000, tentang Pajak Penghasilan.

Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


Dokumen yang terkait

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Melalui E-Filing di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

2 104 66

Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan PPh Pasal 25/29 Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Medan Polonia

8 154 65

Prosedur Penerbitan Surat Tagihan Pajak Dalam Rangka Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

10 97 60

Pelaksanaan Ekstensifikasi Untuk Meningkatkan Jumlah Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

1 65 52

Tatacara Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) Sanksi Administrasi Denda Terlambat Atau Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 21 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

9 116 58

Penyelasaian Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I

7 82 67

Analisis Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Atas Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Secara E-Filing Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

3 123 80

Prosedur Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan (PPH) Badan Dalam Rangka Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Dan Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

8 119 63

Dampak Penggunaan Drop Box Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Peranannya Dalam Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

1 37 70

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Menerapkan Sistem Self Assessment pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)Pratama Medan Petisah

1 61 61