Penetapan Kadar Metampiron dan Fenilbutazon Dalam Sediaan KapsulSecara Spektrofotometri Derivatif dengan Metode Zero Crossing

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Uraian Bahan
2.1.1 Metampiron
Menurut Ditjen, BKAK., (2014), uraian tentang metampiron sebagai berikut:
Rumus struktur:

Gambar 2.1 Struktur Metampiron
Nama Kimia

: Natrium 2,3-dimetil-1-fenil-5-pirazolon-4 metil amino
metana sulfonat

Rumus Molekul

: C13H16N3NaO4S.H2O

Berat Molekul

: 351,37


Pemerian

: serbuk hablur, putih atau putih kekuningan

Kelarutan

: Larut dalam 1,5 bagian air, 30 bagian etanol, tidak larut
dalam eter, CHCl3 dan Aseton

Metampiron adalah derivat sulfonat dari aminofenazon yang larut dalam air.
Derivat aminofenazon berkhasiat analgetis, antipiretis,dan antiradang. Obat ini dapat
secara mendadak dan tak terduga menimbulkan kelainan darah yang adakalanya fatal
(Tan dan Rahardja, 2013).
Metampiron adalah natrium sulfonat dari aminophenazone dan memiliki sifat
yang sama. Karena risiko efek samping yang serius, di banyak negara

5

penggunaannya dianggap dibenarkan hanya dalam rasa sakit berat atau demam di
mana tidak ada alternatif yang tersedia atau sesuai. metampiron telah diberikan

secara oral dalam dosis 0,5-4 g sehari dalam dosis terbagi. Hal ini juga telah
diberikan secara intramuscular atau intravena injeksi dan rektal sebagai supositoria
(Sweetman, 2009).
2.1.2 Fenilbutazon
Menurut Ditjen, BKAK., (2014), uraian tentang fenilbutazon sebagai berikut:
Rumus Struktur:

Gambar 2.2 Struktur Fenilbutazon
Nama Kimia

: 4-Butil-1,2-difenil-3,5-pirazolidinadion

Rumus Molekul

: C19H20N2O2

Berat Molekul

: 308,38


Pemerian

: Serbuk hablur, putih atau agak putih; tidak berbau

Kelarutan

: Sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam aseton dan
dalam eter;

larut dalam etanol

Fenilbutazon adalah obat anti-inflamasi non-steroid (AINS) yang bekerja
sebagai

anti-inflamasi

melalui

penghambatan


enzim

siklooksigenase

dan

penghambatan terhadap pembentukan mediator inflamasi, seperti prostaglandin
(Cairsns, 2008).

6

Beberapa jenis antiinflamasi antara lain fenilbutazon, sulfinpirazon,
oksifenbutazon dan asam mefenamat, dapat menggeser antikoagulan oral dari
ikatannya dengan albumin plasma. Penggeseran ini menyebabkan peningkatan
sementara kadar antikoagulan oral bebas dalam darah; biotransformasi dan eksresi
juga meningkat sehingga masa paruh diperpendek, selanjutnya akan tercapai tarafmantap baru dengan nilai kadar antikoagulan bebas di dalam darah dan masa
protrombin seperti belum terjadi interaksi obat. Meskipun hanya bersifat sementara,
peningkatan kadar antikoagulan oral bebas dalam darah ini dapat menyebabkan
perdarahan berat (Dewoto, 2011).
Fenilbutazon, turunan pirazolon, adalah NSAID. Namun, karena toksisitas

dan khususnya hematologis yang merugikan, tidak digunakan sebagai analgesik
umum atau antipiretik. Meskipun fenilbutazon efektif di hampir semua
muskuloskeletal dan gangguan sendi termasuk ankylosing spondylitis, gout akut,
osteoarthritis, dan rheumatoid arthritis, itu hanya harus digunakan dalam kondisi akut
mana obat dosis rendah telah gagal. Dosis oral awal hingga 600 mg sehari dalam
dosis terbagi telah digunakan dalam pengobatan gangguan rematik meskipun sampai
800 mg per hari mungkin diperlukan di gout akut. Setelah 1-3 hari, dosis harus
dikurangi dengan jumlah minimum yang efektif, yang mungkin sedikit 200 mg
sehari; pengobatan harus diberikan untuk periode singkat, sampai maksimum biasa 1
minggu. Dosis dikurangi direkomendasikan pada pasien usia lanjut (Sweetman,
2009).

7

2.2 Spektrofotometri
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau serapan suatu
sampel

sebagai


fungsi

panjang

gelombang.

Spektrofotometer

merupakan

penggabungan dari dua fungsi alat yang terdiri dari spektrometer yang menghasilkan
sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer sebagai alat
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Ketika cahaya
(monokromatik atau heterogen) mengenai medium homogen, suatu bagian dari
cahaya yang ada akan dipantulkan, sebagian diserap medium, dan sisanya
ditransmisikan atau diteruskan (Day dan Underwood, 1998).
Jika suatu molekul bergerak dari suatu tingkat energi ke tingkat energi yang
lebih rendah maka beberapa energi akan dilepaskan. Energi ini dapat hilang sebagai
radiasi dan dapat dikatakan telah terjasi emisi radiasi. Jika suatu molekul dikenai
suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai sehingga energi molekul

tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, maka terjadi peristiwa penyerapan
(absorpsi) energi oleh molekul (Rohman, 2007).
Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka
molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik. Interaksi antara molekul
dengan radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan energi dari tingkat dasar ke
tingkat tereksitasi. Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi
elektronik pada satu macam gugus yang terdapat pada molekul, maka hanya akan
terjadi satu absorpsi yang merupakan pita spektrum. Terjadinya dua atau lebih pita
spektrum diberikan oleh molekul dengan struktur yang lebih kompleks karena terjadi
beberapa transisi sehingga mempunyai lebih dari satu panjang gelombang (Rohman,
2007).

8

2.2.1. Hukum Lambert-Beer
Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel
yang disinari. Sedangkan menurut Beer, serapan berbanding lurus dengan
konsentrasi. Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer,
sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan
ketebalan sel, hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan

oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan
(Rohman, 2007). Hukum Lambert-Beer umumnya dikenal dengan persamaan
sebagai berikut:
A = a.b.c
Dimana: A = absorbansi
a = absorptivitas
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada
konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.
Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul dan panjang
gelombang radiasi (Rohman, 2007).
2.2.2. Komponen Spektrofotometer
Menurut Day dan Underwood (1998), unsur - unsur terpenting suatu
spektrofotometer adalah sebagai berikut:
1. Sumber-sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada
panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau

9


lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang
antara 350- 900 nm.
2. Monokromotor:
monokromatis.

digunakan
Alatnya

untuk

berupa

memperoleh
prisma

untuk

sumber

sinar


yang

mengarahkan

sinar

monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian.
3. Kuvet (sel): digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan ke dalam
berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu haruslah meneruskan energi
radiasi dalam daerah spektrum yang diinginkan. Pada pengukuran di daerah
sinar tampak, kuvet dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah
ultraviolet kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus
cahaya pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang khas mempunyai
ketebalan 1 cm.
4. Detektor: Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap
cahaya pada berbagai panjang gelombang.

2.3. Spektrofotometri Derivatif
Konsep derivatif telah diperkenalkan pertama kali pada tahun 1950, dimana

terlihat memberikan banyak keuntungan. Aplikasi utama spektrofotometri derivatif
ultraviolet–visibel adalah untuk identifikasi kualitatif dan analisis senyawa dalam
sampel. Metode spektrofotometri derivatif sangat cocok untuk analisis pita absorpsi
yang overlapping atau tumpang tindih (Owen, 1995).
Spektrum derivatif dapat digunakan untuk menjelaskan pita-pita serapan
dalam spectrum UV yang lebih kompleks. Efek utama derivatisasi adalah
menghilangkan dasar pita-pita serapan luas yang hanya terdapat perubahan bertahap

10

pada kemiringan. Spektrum derivatif pertama diperoleh dengan memplot spectrum
yang kemiringannya nol pada puncak maksimum dan kemiringannya maksimum
pada sekitar separuh dari tinggi puncak. Pada spectrum derivatif kedua, kemiringan
segmen 2 nm yang berdekatan dibandingkan dan ini memberikan titik-titik bagian
kurva maksimum pada spectrum tersebut (Watson, 2009).
Spektrofotometri derivatif berkaitan dengan transformasi spektrum serapan
menjadi spektrum derivatif pertama, kedua atau spektrum derivatif dengan order
yang lebih tinggi. Spektrum derivat pertama dibuat dengan memplotkan dA / dλ
dengan panjang gelombang, derivat kedua dibuat dengan memplotkan d2A / d λ2
dengan panjang gelombang dan seterusnya (Ditjen, POM., 1995).
Jika kita berasumsi bahwa Spektrum orde-nol memenuhi hukum Beer, maka
ada hubungan linear yang sama antara konsentrasi dan amplitudo untuk semua
turunan:
Orde nol

Orde pertama

Orde ke-n

Keterangan:

�=���
�� ��
=
��
�� ��
�� � �� �
=
��
��� ���

λ = Panjang Gelombang
A = Absorbansi
ε = Absorptivitas
b = Tebal Kuvet

11

c = Konsentrasi Sampel
Untuk komponen kuantifikasi tunggal pemilihan gelombang untuk spektrum
derivatif ini tidak sederhana seperti untuk spektrum absorbansi karena ada baik
puncak positif dan puncak negatif. Untuk orde mantap yang derivatif ada puncaknya
maksimum atau minimum pada saat yang sama panjang gelombang maksimum
sebagai spektrum absorbansi (Owen,1995).
Ada empat aplikasi spektrofotometri derivatif yang sering digunakan dalam
analisa kuantitatif, antara lain metode peak to zero (zero crossing), metode peak to
peak, metode peak to tangent dan metode peak to peak ratio (Talsky, 1994).
Panjang gelombang zero crossing adalah panjang gelombang dimana
senyawa tersebut mempunyai serapan nol dan menjadi panjang gelombang analisis
untuk zat lain dalam campurannya. Metode zero crossing memisahkan campuran dari
spektrum derivatifnya pada saat panjang gelombang komponen pertama tidak ada
sinyal. Pengukuran pada zero crossing tiap komponen dalam campuran merupakan
fungsi tunggal konsentrasi dari yang lainnya (Nurhidayati, 2007).
Panjang gelombang serapan maksimum suatu senyawa pada spektrum normal
akan menjadi panjang gelombang zero crossing pada spektrum derivatif pertama,
panjang gelombang tersebut tidak mempunyai serapan atau dA / dλ = 0 (Nurhidayati,
2007).
Bila campuran analit memiliki panjang gelombang zero crossing lebih dari
satu, maka yang dipilih untuk dijadikan panjang gelombang analisis adalah panjang
gelombang zero crossing yang serapan pasangannya dan campurannya persis sama,
karena pada panjang gelombang tersebut dapat secara selektif mengukur serapan
senyawa pasangannya dan memiliki serapan yang paling besar. Pada serapan yang

12

paling besar, serapannya lebih stabil sehingga kesalahan analisis dapat diperkecil
(Nurhidayati, 2007).

2.4. Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai, untuk membuktikan bahwa
parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Proses validasi dimulai dengan perangkat lunak yang tervalidasi dan system
yang terjamin, lalu metode yang divalidasi menggunakan system yang terjamin
dikembangkan. Akhirnya, validasi total diperoleh dengan melakukan kesesuaian
system. Masing-masing tahap dalam proses validasi ini merupakan suatu proses yang
secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai kesuksesan validasi (Rohman, 2007).
Pada tahap validasi, suatu usaha harus dikerahkan untuk mendemonstrasikan
bahwa metode bekerja dengan sampel yang mengandung analit tertentu, pada suatu
kosentrasi yang diharapkan dalam suatu matriks sampel, dengan tingkat presisi dan
akurasi yang tinggi. Validasi metode yang sempurna hanya dapat terjadi jika metode
tersebut sudah dikembangkan dan dioptimasi (Rohman, 2007).
2.4.1. Akurasi
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis
dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analis
sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan
analisis. Oleh karena itu untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat
dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan

13

peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik,
pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur
(Harmita, 2004).
Untuk mendokumentasikan akurasi dilakukan pengumpulan data dari 9 kali
penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (missal 3 konsentrasi dengan 3
kali replikasi). Data harus dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali
(Rohman, 2007).
Menurut Harmita (2004), Perhitungan perolehan kembali dapat juga
ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:
% Perolehan kembali =

C F −C A
C ∗A

x 100 %

Keterangan:
CF

= konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran

CA

= konsentrasi sampel sebenarnya

C*A

= konsentrasi analit yang ditambahkan

2.4.2. Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda
signifikan secara statistik. Dokumentasi presisi seharusnya mencakup simpangan
baku, simpangan baku relative (RSD) atau koefisien variasi (CV), dan kisaran
kepercayaan (Rohman, 2007).
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari

14

campuran yang homogen (Harmita, 2004).
2.4.3. Batas Deteksi (Limit Of Detection, LOD)
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel
yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD
merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di
bawah nilai tertentu. Defenisi batas deteksi yang paling umum digunakan dalam
kimia analisis adalah bahwa batas deteksi merupakan kadar analit yang memberikan
respon blanko (Rohman, 2007).
Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode
analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak
menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam
sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat
dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan
baku respon blangko (Harmita, 2004).

2.4.4 Batas Kuantitasi (Limit Of Quantification, LOQ)
Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada
kondisi operasional metode yang digunakan. LOQ merupakan suatu kompromi
antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi, jika
konsentrasi LOQ menurun maka presisi juga menurun. Jika presisi tinggi
dipersyaratkan, maka konsentrasi LOQ yang lebih tinggi harus dilaporkan (Rohman,
2007).

15