Penetapan Kadar Metampiron dan Fenilbutazon Dalam Sediaan KapsulSecara Spektrofotometri Derivatif dengan Metode Zero Crossing

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai sediaan obat yang terdapat di pasaran mengkombinasikan dua atau
lebih zat aktif dalam satu sediaan. Kombinasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan
efek terapi. Campuran fenilbutazon dan metampiron merupakan salah satu jenis
kombinasi dalam formula sediaan kapsul anti pegal linu. Fenilbutazon memiliki
rumus inti yang mirip dengan fenazon. Khasiat antiradangnya lebih kuat daripada
daya kerja analgetisnya.Metampiron adalah derivat-derivat dari aminofenazon yang
larut dalam air. Obat ini sering dikombinasikan dengan obat-obat lain, antara lain
dengan aminofenazon (Tan dan Rahardja, 2013).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014) persyaratan kadar untuk tablet
metampiron yaitu tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah
yang tertera pada etiket sedangkan persyaratan kadar untuk tablet fenilbutazon yaitu
tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada
etiket.
Beberapa senyawa yang dikelompokkan sebagai analgesik-antipiretik kadangkadang menghadirkan masalah yang sulit bagi para ahli kimia analisis. Masalah yang
sering ditemui yang terkait dengan analisis kandungan bahan aktif obat adalah
adanya bahan-bahan tambahan dalam sediaan farmasi. Terlebih lagi dalam satu
sediaan obat biasanya terdapat lebih dari satu bahan aktif obat (Sudjadi dan Rohman
2008).

Metode spektrofotometri derivatif atau metode kurva turunan adalah salah satu

1

metode spektrofotometri yang dapat digunakan untuk analisis campuran secara
langsung tanpa harus melakukan pemisahan terlebih dahulu walaupun dengan
panjang gelombang yang berdekatan. Prosedur yang paling umum untuk menentukan
campuran yang spektrumnya saling tumpang tindih adalah metode zero crossing.
Metode ini merupakan penentuan panjang gelombang analisis dimana satu senyawa
mempunyai serapan nol dan menjadi panjang gelombang analisis untuk zat lain
dalam campurannya (Nurhidayati, 2007).
Spektrofotometri derivatif memakai alat optik, elektronika atau sejumlah cara
lain untuk memperoleh spektrum derivatif. Banyak alat yang mempunyai
kemampuan mengambil spektra derivatif pertama dan kedua, sedangkan hanya
sedikit yang mengambil derivatif ketiga dan keempat, selain pertama dan kedua.
Spektrofotometri derivatif menawarkan berbagai keuntungan, pertama pada spektra
derivatif ditekankan gambaran struktur yang lembut, spektrum serapan dan gambaran
ini lebih jelas bila meningkat dari spektra derivatif peringkat pertama ke peringkat
keempat. Kedua sering dapat dilaksanakan analisis kuantitatif satu komponen dalam
suatu campuran bahan penyerap yang rumit (Munson, 1991).

Spektrofotometri derivatif yang dikombinasikan dengan teknik zero crossing,
least square deconvolution, atau transformasi Fourier untuk teknik pemprosesan data
telah banyak dikembangkan untuk analisis kuantitatif senyawa aktif pada formulasi
obat. Pengaruh matriks dan alat spektrofotometer yang berbeda juga dapat
menyebabkan perbedaan hasil analisis. Dalam penetapan kadar campuran beberapa
zat dengan metode spektrofotometri derivatif harus memenuhi persyaratan validasi
dengan beberapa parameter yaitu akurasi (kecermatan) yang dinyatakan dalam
persen perolehan kembali yang ditentukan dengan menggunakan metode

2

penambahan baku, presisi (keseksamaan) yang dilakukan dengan menggunakan
parameter RSD dan batas deteksi serta batas kuantitasi ditentukan dengan
menggunakan rumus Limit of Detection (LOD)dan Limit of Quantitation (LOQ)
(Harmita, 2004).
Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini akan dilakukan penetapan kadar
campuran metampiron danfenilbutazon pada sediaan kapsul secara spektrofotometri
derivatif dengan metode zero crossing.

1.2


Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dibuat perumusan masalah sebagai
berikut:
a. Apakah metode spektrofotometri derivatif dengan cara penentuan zero
crossing dapat digunakan untuk menetapkan kadar campuran metampiron
danfenilbutazon dalam sediaan kapsul.
b. Apakah kadar metampiron danfenilbutazon dalam sediaan kapsul
memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi V (2014).
c. Apakah

hasil

uji validasi terhadap metode spektrofotometri derivatif

untuk menganalisa kadar campuran metampiron danfenilbutazon dalam
sediaan kapsul memenuhi syarat pengujian validasi.

1. 3. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dibuat hipotesis sebagai
berikut:

3

a. Metode spektrofotometri derivatif dengan cara penentuan zero crossingdapat
digunakan untuk menetapkan kadar campuran metampiron danfenilbutazon
dalam sediaan kapsul.
b. Kadar metampiron danfenilbutazon dalam sediaan kapsul memenuhi
persyaratan Farmakope Indonesia edisi V (2014).
c. Hasil uji validasi terhadap metode spektrofotometri derivatif untuk
menganalisa kadar campuran metampiron danfenilbutazon dalam sediaan
kapsul memenuhi syarat pengujian validasi.

1. 4. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui apakah metode spektrofotometri derivatif dengan cara
penentuan zero crossingdapat digunakan untuk menetapkan kadar campuran
metampiron danfenilbutazon dalam sediaan kapsul.
b. Untuk mengetahui kadar metampiron danfenilbutazon dalam sediaan kapsul

memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi V (2014).
c. Untuk mengetahui hasil uji validasi terhadap metode spektrofotometri
derivatif untuk menganalisa kadar campuran metampiron danfenilbutazon
dalam sediaan kapsul memenuhi syarat pengujian validasi.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini memiliki tujuan untuk menentukan kadar
metampiron danfenilbutazon dalam sediaan kapsul dapat dilakukan secara
spektrofotometri derivatif ultraviolet metode zero crossing.

4