Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Berdasarkan Urutan Kelahiran (Birth Order) T2 942014706 BAB II
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam Bab II tentang kajian pustaka ini akan
membahas mengenai: 2.1 Manajemen, 2.2 Managemen
Sekolah, 2.3 Kepala Sekolah, 2.4 Kepemimpinan, 2.5
Gaya Kepemimpinan, 2.6 Urutan Kelahiran (Birth
Order), 2.7 Kaitan antara Gaya Kepemimpinan dan BO,
2.8 Aspek-aspek Gaya Kepemimpinan.
2.1. Manajemen
Manajemen
merupakan
sebuah
kegiatan,
pelaksanaannya disebut manajing dan orang yang
melakukannya disebut manager. Individu yang menjadi
manager menangani tugas baru yang seluruhnya
bersifat manajerial seperti dinyatakan dalam Terry
(2009). Yang penting digarisbawahi dalam aktivitas ini
adalah
menghentikan
kecenderungan
untuk
melaksanakan segala sesuatunya sendiri saja. Tugas –
tugas operasional dilaksanakan melalui upaya-upaya
kelompok anggotanya. Manajemen dilaksanakan jelas
dan terarah sesuai fungsi dan tugasnya masingmasing. Dan untuk itu dibutuhkan perencanaan,
sebagaimana dikutip dalam Purwanto (2006). Dengan
perencanaan, kegiatan dapat berjalan dengan baik
disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna
memperkecil
kegiatan
kesenjangan
tersebut
yang
mencapai
terjadi
tujuan
sehingga
yang
telah
ditetapkan.
7
Dinyatakan dalam Sagala (2007), Uno (2008)
bahwa manajemen atau administrasi merupakan suatu
rangkaian
kegiatan
bersama
sekelompok
manusia
secara sistematis untuk menjalankan roda suatu usaha
atau
misi
organisasi
sebagaimana
digerakkan,
agar
dapat
direncanakan,
dikendalikan,
terlaksana
diorganisasikan,
dan
diawasi
sehingga
tercapailah tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Maka
dapat
disimpulkan
bahwa
manajemen
adalah kegiatan sistematis yang direncanakan, disertai
berbagai
langkah
melaksanakan
tugas
antisipatif
–tugas
untuk
operasional
dapat
kelompok
anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu.
2.2. Manajemen Sekolah
Manajemen sekolah merupakan proses, dalam
arti serangkaian kegiatan yang diupayakan Kepala
Sekolah
bagi
kepentingan
sekolahnya
seperti
dinyatakan Gorton dalam Sagala (2007). Rangkaian
kegiatan
yang
diupayakan
oleh
Kepala
Sekolah
bersama orang lain dan atau melalui orang lain,
misalnya guru, dan mendayagunakan semua fasilitas
yang ada. Dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya
manajemen
sekolah
merupakan
segala
proses
pendayagunaan semua komponen, baik komponen
manusia maupun komponen bukan manusia yang
dimiliki sekolah dalam rangka mencapai tujuan secara
efisien.
8
2.3. Kepala Sekolah
Wahjosumidjo (2003) mengatakan bahwa Kepala
Sekolah bertanggung jawab atas segala tindakan yang
dilakukan bawahannya. Hal senada dikatakan Mulyasa
(2004)
yang menyebutkan bahwa Kepala Sekolah
memiliki
peran
menggerakkan,
kuat
dan
dalam
mengkoordinasikan,
menyerasikan
sumber
daya
pendidikan yang berada di sekolah.
Kepala Sekolah tidak saja dituntut menguasai
bidangnya, namun juga memiliki karakter unggulan
yang dapat diteladani bawahannya. Karakter yang
unggul
merupakan
perwujudan
dari
adanya
keharmonisan antara pikiran, kata, dan perbuatan.
Dapat
dikatakan
dipercaya
bahwa
bawahannya
Kepala
apabila
Sekolah
dapat
kemampuannya
mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan
harmonis antara pikiran, kata, dan perbuatan. Untuk
itu dalam upaya membangun komunikasi dengan
bawahan, Kepala Sekolah dapat mencari pola terbaik
supaya apa yang diinginkan untuk kemajuan sekolah
dapat dipahami oleh bawahannya.
2.4. Kepemimpinan
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu
terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan
rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat
bagi
kesejahteraan
didefinisikan
manusia.
sebagai
Kepemimpinan
kemampuan
untuk
mempengaruhi orang-orang agar bersedia mengikuti
bimbingannya
atau
ajakannya
dalam
mengambil
9
keputusan tertentu (Larson, 2009). Lebih lanjut Larson
2009 juga menyatakan bahwa kepemimpinan adalah
produk
interaksi
diantara
individu-individu
dalam
kelompok dan bukan status atau posisi dari individu.
Oleh
Mulyasa,
diartikan
2004
sebagai
Kepemimpinan
kemampuan
juga
dapat
mempengaruhi
kelompok ke arah pencapaian tujuan organisasi. Dalam
Harsiwi, 2003 dilukiskan kepemimpinan sebagai suatu
proses membujuk (inducing) orang-orang lain menuju
sasaran bersama. Dari definisi tersebut, maka ide
pokoknya adalah:
1)
Kepemimpinan merupakan suatu kegiatan atau
proses;
2)
Kepemimpinan mengandung konsep pengaruh,
yang berarti pengikut akan taat, mengikuti apa
yang dikehendaki pemimpinnya;
3)
Pengaruhnya
dapat
berupa
perintah,
arahan,
persuasi, atau stimulasi;
4)
Terdapat
dua
pelaku,
yaitu
pemimpin
dan
pengikut;
5)
Memiliki tujuan tertentu.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa
kepemimpnan
merupakan
kemampuan
mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok,
kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau
kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus
dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya,
untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
10
2.5. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku
yang digunakan oleh seseorang pada saat orang
tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
seperti dinyatakan dalam Suranta, 2002, Tohardi,
A.,2002, dan Dale, 2002.
Dengan demikian dapat dirangkum bahwa gaya
kepemimpinan
disenangi
dan
Kepala
Sekolah
digunakan
adalah
Kepala
cara
Sekolah
yang
dalam
mempengaruhi orang lain, khususnya bawahannya.
Dengan
demikian
ada
yang
melakukan
aksi
mempengaruhi yaitu Kepala Sekolah selaku pimpinan,
dan ada yang dipengaruhi yaitu bawahan. Tiap individu
akan memiliki gaya kepemimpinan yang khas dirinya.
Masing-masing
Kepala
Sekolah
kemudian
akan
memiliki caranya sendiri untuk mempengaruhi orang
lain demi tercapainya tujuan organisasi. Dalam cara ala
dirinya sendiri tersebut, kemudian seorang Kepala
Sekolah akan membentuk persepsi tentang dirinya
kepada
bawahannya,
bagaimanakah
caranya
memimpin.
2.6. Urutan Kelahiran (Birth Order)
Birth
Order
(psychological
birth
adalah
order)
persepsi
yang
psikologis
terbentuk
dari
pengalaman seseorang ketika ia berusia dua hingga
lima tahun, bukan didasarkan semata-mata oleh nomor
urutan kelahiran menurut diagram keluarga (Hadibroto
dkk., 2002). Persepsi anak tentang posisinya di dalam
11
keluarga sebagai anak sulung (anak tunggal termasuk
di dalamnya), anak tengah, anak sulung, dan anak
bungsu lebih menentukan cara adaptasinya di dalam
maupun di luar rumah daripada urutan ke berapa dia
dilahirkan.
2.7. Kaitan antara Gaya Kepemimpinan dan BO
Dalam suatu keluarga, tidak ada satupun anak
yang memiliki sifat sama. Tiap individu akan memiliki
kekhasan dirinya. Bahkan hal ini berlaku bagi anak
kembar
sekalipun
tersebut
(Hadibroto,
terbentuk
psikologis
mereka,
adaptasinya.
posisinya
dari
membiasakan
dirinya
2002).
penafsiran
ia
keluarga
,
Sifat
pengalaman-pengalaman
menurut
Bagaimana
dalam
dkk
sekaligus
mengejawantahkan
dan
berperilaku
bagaimana
dalam
ia
peran
tersebut.
Birth Order menjelaskan bahwa posisi dalam garis
keluarga ditafsirkan oleh seorang anak dan penilaian
diri itulah yang menjadi tolok ukurnya (Hadibroto, dkk
,
2002).
Dampaknya
hubungannya
dengan
kemudian
orang
terasa
lain,
dalam
lingkungan
pergaulannya, karirnya, atau dalam bersosialisasi di
masyarakat. Sebagai contoh, ada tipe yang mengalah,
memenangkan
kepentingannya
sendiri,
atau
berkompromi.
Dalam hubungannya dengan orang lain, aspek
seperti gaya kepemimpinan seperti dikatakan oleh Adler
(1924/1920), kemudian dikutip dalam Eckstein (2000)
dapat
12
dipengaruhi
oleh
Birth
Order.
Dalam
penelitiannya dia menemukan bahwa dari sejumlah
sample
yang
dikategorikan
dalam
anak
sulung
(termasuk di dalamnya anak tunggal), anak tengah
(memiliki kakak dan adik), dan anak bungsu (hanya
punya 1 kakak), anak sulung perempuan lah yang
paling banyak dipilih untuk menduduki posisi leader.
Ini membuktikan pendapat dari Adler (1924/1920)
bahwa anak sulung (termasuk di dalamnya anak
tunggal) berorientasi pada tujuan dan biasanya ‘rentan’
dipilih untuk menduduki posisi pimpinan.
Lewin, K., Lippitt, R., & White, R. K. (1939)
membagi Gaya Kepemimpinan menjadi tiga yaitu Gaya
Kepemimpinan Otoriter, Demokratis, dan Laissez-faire,
dengan aspek-aspek sebagai berikut,
2.8. Aspek-aspek Gaya Kepemimpinan
TOPIK
Aspek-aspek Gaya
URAIAN
a. Pemimpin menahan semua
Kepemimpinan
kewenangan dan tanggung
Otoriter
jawab
b. Pemimpin menugaskan
seseorang melaksanakan
tugas tertentu
c. Komunikasi lebih banyak dari
atas ke bawah
d. Memberikan tekanan untuk
menghasilkan kinerja yang
teratur dan bisa diramalkan
e. Memandulkan inisiatif pribadi
13
Aspek-aspek Gaya
a.
Pemimpin mendelegasikan
Kepemimpinan
sebagian besar wewenang dan
Demokratik
tetap mempertahankan
tanggung jawab utama
b.
Pekerjaan dibagi berdasarkan
partisipasi seseorang dalam
pengambilan keputusan
c.
Komunikasi berjalan 2 arah
secara aktif
d.
Memberikan komitmen
personal melalui partisipasi
(lewat pikiran, materi)
e.
Proses demokrasi
menghabiskan waktu
Aspek-aspek Gaya
a.
Pemimpin menyerahkan
Kepemimpinan
tanggung jawab dan
Laissez-faire
wewenang kepada kelompok
b.
Para anggota kelompok
diminta untuk mengerjakan
sesuai dengan kehendak dan
kemampuan
c.
Komunikasi lebih banyak
mengalir secara horizontal
diantara para rekan sekerja
d.
Memungkinkan timbulnya
inisiatif untuk melakukan
sesuatu pekerjaan yang
14
dianggap sesuai tanpa harus
ada campur tangan atasan
e.
Kelompok dapat terombang
ambing karena arahan
pimpinan tidak jelas
Dari hasil percobaan wawancara pada subyek
bukan narasumber dalam penelitian ini, didapatkan
keterangan
tambahan
tentang
indikator
gaya
kepemimpinan yaitu bagaimana menghadapi masalah
atau tuntutan dan pemanfaatan teknologi. Untuk aspek
bagaimana
menghadapi
masalah
atau
tuntutan,
narasumber akan ditanya bagaimana cara mereka
mencari solusi pada suatu masalah. Dengan contoh
yang diberikan, baik yang berhasil maupun tidak, akan
terlihat
bagaimana
upaya
problem
solving
yang
dilakukan. Apakah pemimpin otoriter akan cenderung
langsung
mengambil
keputusan
pemimpin
demokratis
akan
sendiri,
apakah
mensharingkan
pokok
permasalahan kemudian menggalang masukan dan
mengambil keputusan dengan diketahui bersama, atau
apakah
pemimpin
Laissez-faire
menyerahkan
keputusan pada kelompok.Untuk aspek pemanfaatan
teknologi
akan
mengupas
bagaimana
teknologi
digunakan sebagai media penyampaian informasi dan
pemberian
feedback
terhadap
atasan.
Apakah
pemimpin otoriter akan menggunakan sistem grup
tertentu seperti bbm grup atau facebook grup ataupun
media sosial lain untuk mengendalikan informasi
tertentu, apakah pemimpin demokratis menggalang
15
masukan
melalui
media
sosial
tersebut,
apakah
pemimpin Laissez-faire tidak ikut campur dalam lalu
lintas informasi yang terdapat di media sosial tertentu.
2.9. Pengukuran Gaya kepemimpinan dengan Birth
Order
Dattner
(2000)
mengemukakan
bahwa
Anak
Sulung akan cenderung memenuhi harapan orang
tuanya dibanding adik-nya sehingga bila menjadi
pemimpin akan condong ke ekstrovert dan percaya diri,
dominan dan kurang flexibel, konservatif, disiplin, taskoriented, takut kehilangan posisi, defensif terhadap
kesalahan. Pada penelitian Andeweg, Rudy B. dan Steef
B. Van Den Berg (2003) di Belanda juga ditemukan
fenomena bahwa Anak Sulung lebih sering dipilih
sebagai pemimpin daripada anak tengah atau Anak
Bungsu.
Ada
asumsi
yang
sejalan
dengan
Van
IJzendoorn, M. H. (2000) bahwa hal itu merupakan
konsekuensi dari kemampuan verbal Anak Sulung
sebagai bentukan dari curahan perhatian dan harapan
berlimpah orang tuanya. Kemampuan verbal umumnya
dapat meyakinkan orang lain bahwa dirinya layak
dipilih untuk menduduki suatu posisi.
Untuk
Anak
perkembangannya
tidak
Tengah,
yang
mendapatkan
dalam
perhatian
sebanyak anak sulung atau bungsu oleh orang tuanya,
apabila menjadi pemimpin cenderung diplomatis, baik
dalam bernegosiasi dan mendamaikan berbagai pihak,
dan relatif lebih dekat dengan teman-teman daripada
dengan keluarga seperti disampaikan Dattner (2000).
16
Senada
dengan
itu
Hadibroto,dkk
(2002)
juga
mengungkapkan bahwa Anak Tengah kurang senang
menghadapi konfrontasi. Mereka adalah orang-orang
yang mampu melihat masalah dari dua sisi, sehingga
sering
berhasil
menjadi
penengah
dalam
konflik.
Penelitian oleh Herrera, dkk (2003) menemukan bahwa
dibandingkan Anak Sulung dan Bungsu, Anak Tengah
adalah yg paling pendiam dan pencemburu. Sample
yang digunakan sebanyak 196 orang dari United States
dan Polandia.
Untuk Anak Bungsu, Hadibroto, dkk. (2002)
mengungkapkan bahwa karena dibayangi keberhasilan
kakak-kakaknya, dia berkembang dengan sikap,”Aku
akan
tunjukkan
kepada
mereka,
siapa
diriku
sebenarnya”. Itulah sebabnya Anak Bungsu sering
muncul dengan kejutan2 baru, ide-ide baru. Healey,
M.D., & Ellis, B.J. (2007) malah menggunakan kata
‘terbuka untuk pengalaman baru’ bagi Anak Bungsu.
Namun demikian, Hudson (1990) dan Hudson (1992)
menambahkan
bahwa
ekspektasi
dalam
hal
memimpin/leadership bagi Anak Bungsu sangatlah
minim. Oleh karenanya, jiwa untuk ‘menunjukkan
dirinya’ berpotensi untuk muncul.
Dengan kekhasan masing-masing, Anak Sulung,
Anak Tengah, dan Anak Bungsu diasumsikan memiliki
gaya kepemimpinan berbeda atau gaya kepemimpinan
sama dengan derajat yang berbeda. Oleh karenanya,
indikator-indikator
dalam
penentuan
gaya
kepemimpinan otoriter, demokratis, dan Laissez-faire
17
seperti kewenangan dan tanggung jawab, penugasan
terhadap bawahan, pola komunikasi, tekanan bagi
bawahan,
inisiatif
dari
bawahan,
bagaimana
menghadapi masalah atau tuntutan, serta pemanfaatan
teknologi akan ditanyakan beserta contohnya baik yang
berhasil maupun yang kurang maksimal.
Oleh karena terdapat research gap, penulis merasa
tertarik
untuk
keterkaitan
meneliti
antara
topik
gaya
ini,
apakah
kepemimpinan
ada
seseorang
dengan persepsi terhadap kedudukannya di dalam
keluarga atau yang kita kenal dengan sebutan Birth
Order.
2.10. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa peneliti seperti Andeweg dan Van den
Berg (2003) berusaha mencari kaitan antara Birth
Order dengan gaya kepemimpinan dalam beberapa
topik berbeda. Andeweg dan Van Den Berg (2003) di
ranah politik membuktikan bahwa pemimpin dalam
bidang politik yang cenderung dipilih massa memiliki
status
Anak
hubungan
Sulung.
antara
Eckstein
Birth
(2003)
Order
mencari
dengan
gaya
kepemimpinan pada wanita. Pada akhir penelitian
diungkap
bahwa
wanita
yang
cenderung
dipilih
mahasiswa untuk menduduki posisi pemimpin seperti
Ketua Organisasi Mahasiswa berstatus Anak Sulung.
Kedua penelitian ini membuktikan bahwa Birth Order
berkaitan dengan gaya kepemimpinan.
Namun Jefferson dkk,. 1998 justru menemukan
sebaliknya. Birth Order mungkin memiliki andil pada
18
personality, namun tidak menunjukkan keterkaitan
pada aspek-aspek gaya kepemimpinan.
Melalui beberapa hasil penelitian tersebut, dapat
memberikan
gambaran
tentang
Kepemimpinan
dikaitkan dengan Birth Order. Oleh karenanya, dalam
penelitian ini penulis berupaya untuk mendapatkan
deskripsi
yang
terdahulu
belum
yaitu
ditemukan
apakah
pada
penelitian
aspek-aspek
gaya
kepemimpinan yaitu kewenangan dan tanggung jawab,
penugasan
tekanan
terhadap
bagi
bawahan,
bawahan,
pola
inisiatif
komunikasi,
dari
bawahan,
bagaimana menghadapi masalah atau tuntutan, dan
pemanfaatan teknologi bersangkut paut dengan Birth
Order. Aspek bagaimana menghadapi masalah atau
tuntutan dan pemanfaatan teknologi didapatkan dari
hasil uji coba wawancara kepada Kepala Sekolah yang
bukan responden.
2.11. Kerangka Pikir Penelitian
Birth Order yang digunakan dalam penelitian
adalah persepsi psikologis Anak Sulung, Anak Tengah,
dan
Anak
Bungsu.
Sedangkan
indikator
Gaya
Kepemimpinan Otoriter, Demokratis, dan Laissez Faire
yang dipakai adalah kewenangan dan tanggung jawab,
penugasan
tekanan
terhadap
bagi
bawahan,
bawahan,
pola
inisiatif
komunikasi,
dari
bawahan,
bagaimana menghadapi masalah atau tuntutan, dan
pemanfaatan teknologi. Setelah ditemukan data dari
hasil
wawancara,
ditentukan
gaya
kepemimpinan,
19
kemudian
dihubungkan
dengan
ciri-ciri
yang
ditampilkan Birth Order. Analisa ditampilkan dari
hubungan keduanya, kemudian ditarik kesimpulan.
Gambar 2.1
Kerangka berpikir penelitian
Birth Order
Gaya Kepemimpinan
4. Anak Sulung
5. Anak
Tengah
6. Anak
Bungsu
1. Otoriter
2. Demokrasi
3. Laissez-faire
Hasil analisa
Kesimpulan
BAB III
20
KAJIAN PUSTAKA
Dalam Bab II tentang kajian pustaka ini akan
membahas mengenai: 2.1 Manajemen, 2.2 Managemen
Sekolah, 2.3 Kepala Sekolah, 2.4 Kepemimpinan, 2.5
Gaya Kepemimpinan, 2.6 Urutan Kelahiran (Birth
Order), 2.7 Kaitan antara Gaya Kepemimpinan dan BO,
2.8 Aspek-aspek Gaya Kepemimpinan.
2.1. Manajemen
Manajemen
merupakan
sebuah
kegiatan,
pelaksanaannya disebut manajing dan orang yang
melakukannya disebut manager. Individu yang menjadi
manager menangani tugas baru yang seluruhnya
bersifat manajerial seperti dinyatakan dalam Terry
(2009). Yang penting digarisbawahi dalam aktivitas ini
adalah
menghentikan
kecenderungan
untuk
melaksanakan segala sesuatunya sendiri saja. Tugas –
tugas operasional dilaksanakan melalui upaya-upaya
kelompok anggotanya. Manajemen dilaksanakan jelas
dan terarah sesuai fungsi dan tugasnya masingmasing. Dan untuk itu dibutuhkan perencanaan,
sebagaimana dikutip dalam Purwanto (2006). Dengan
perencanaan, kegiatan dapat berjalan dengan baik
disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna
memperkecil
kegiatan
kesenjangan
tersebut
yang
mencapai
terjadi
tujuan
sehingga
yang
telah
ditetapkan.
7
Dinyatakan dalam Sagala (2007), Uno (2008)
bahwa manajemen atau administrasi merupakan suatu
rangkaian
kegiatan
bersama
sekelompok
manusia
secara sistematis untuk menjalankan roda suatu usaha
atau
misi
organisasi
sebagaimana
digerakkan,
agar
dapat
direncanakan,
dikendalikan,
terlaksana
diorganisasikan,
dan
diawasi
sehingga
tercapailah tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Maka
dapat
disimpulkan
bahwa
manajemen
adalah kegiatan sistematis yang direncanakan, disertai
berbagai
langkah
melaksanakan
tugas
antisipatif
–tugas
untuk
operasional
dapat
kelompok
anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu.
2.2. Manajemen Sekolah
Manajemen sekolah merupakan proses, dalam
arti serangkaian kegiatan yang diupayakan Kepala
Sekolah
bagi
kepentingan
sekolahnya
seperti
dinyatakan Gorton dalam Sagala (2007). Rangkaian
kegiatan
yang
diupayakan
oleh
Kepala
Sekolah
bersama orang lain dan atau melalui orang lain,
misalnya guru, dan mendayagunakan semua fasilitas
yang ada. Dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya
manajemen
sekolah
merupakan
segala
proses
pendayagunaan semua komponen, baik komponen
manusia maupun komponen bukan manusia yang
dimiliki sekolah dalam rangka mencapai tujuan secara
efisien.
8
2.3. Kepala Sekolah
Wahjosumidjo (2003) mengatakan bahwa Kepala
Sekolah bertanggung jawab atas segala tindakan yang
dilakukan bawahannya. Hal senada dikatakan Mulyasa
(2004)
yang menyebutkan bahwa Kepala Sekolah
memiliki
peran
menggerakkan,
kuat
dan
dalam
mengkoordinasikan,
menyerasikan
sumber
daya
pendidikan yang berada di sekolah.
Kepala Sekolah tidak saja dituntut menguasai
bidangnya, namun juga memiliki karakter unggulan
yang dapat diteladani bawahannya. Karakter yang
unggul
merupakan
perwujudan
dari
adanya
keharmonisan antara pikiran, kata, dan perbuatan.
Dapat
dikatakan
dipercaya
bahwa
bawahannya
Kepala
apabila
Sekolah
dapat
kemampuannya
mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan
harmonis antara pikiran, kata, dan perbuatan. Untuk
itu dalam upaya membangun komunikasi dengan
bawahan, Kepala Sekolah dapat mencari pola terbaik
supaya apa yang diinginkan untuk kemajuan sekolah
dapat dipahami oleh bawahannya.
2.4. Kepemimpinan
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu
terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan
rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat
bagi
kesejahteraan
didefinisikan
manusia.
sebagai
Kepemimpinan
kemampuan
untuk
mempengaruhi orang-orang agar bersedia mengikuti
bimbingannya
atau
ajakannya
dalam
mengambil
9
keputusan tertentu (Larson, 2009). Lebih lanjut Larson
2009 juga menyatakan bahwa kepemimpinan adalah
produk
interaksi
diantara
individu-individu
dalam
kelompok dan bukan status atau posisi dari individu.
Oleh
Mulyasa,
diartikan
2004
sebagai
Kepemimpinan
kemampuan
juga
dapat
mempengaruhi
kelompok ke arah pencapaian tujuan organisasi. Dalam
Harsiwi, 2003 dilukiskan kepemimpinan sebagai suatu
proses membujuk (inducing) orang-orang lain menuju
sasaran bersama. Dari definisi tersebut, maka ide
pokoknya adalah:
1)
Kepemimpinan merupakan suatu kegiatan atau
proses;
2)
Kepemimpinan mengandung konsep pengaruh,
yang berarti pengikut akan taat, mengikuti apa
yang dikehendaki pemimpinnya;
3)
Pengaruhnya
dapat
berupa
perintah,
arahan,
persuasi, atau stimulasi;
4)
Terdapat
dua
pelaku,
yaitu
pemimpin
dan
pengikut;
5)
Memiliki tujuan tertentu.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa
kepemimpnan
merupakan
kemampuan
mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok,
kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau
kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus
dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya,
untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
10
2.5. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku
yang digunakan oleh seseorang pada saat orang
tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
seperti dinyatakan dalam Suranta, 2002, Tohardi,
A.,2002, dan Dale, 2002.
Dengan demikian dapat dirangkum bahwa gaya
kepemimpinan
disenangi
dan
Kepala
Sekolah
digunakan
adalah
Kepala
cara
Sekolah
yang
dalam
mempengaruhi orang lain, khususnya bawahannya.
Dengan
demikian
ada
yang
melakukan
aksi
mempengaruhi yaitu Kepala Sekolah selaku pimpinan,
dan ada yang dipengaruhi yaitu bawahan. Tiap individu
akan memiliki gaya kepemimpinan yang khas dirinya.
Masing-masing
Kepala
Sekolah
kemudian
akan
memiliki caranya sendiri untuk mempengaruhi orang
lain demi tercapainya tujuan organisasi. Dalam cara ala
dirinya sendiri tersebut, kemudian seorang Kepala
Sekolah akan membentuk persepsi tentang dirinya
kepada
bawahannya,
bagaimanakah
caranya
memimpin.
2.6. Urutan Kelahiran (Birth Order)
Birth
Order
(psychological
birth
adalah
order)
persepsi
yang
psikologis
terbentuk
dari
pengalaman seseorang ketika ia berusia dua hingga
lima tahun, bukan didasarkan semata-mata oleh nomor
urutan kelahiran menurut diagram keluarga (Hadibroto
dkk., 2002). Persepsi anak tentang posisinya di dalam
11
keluarga sebagai anak sulung (anak tunggal termasuk
di dalamnya), anak tengah, anak sulung, dan anak
bungsu lebih menentukan cara adaptasinya di dalam
maupun di luar rumah daripada urutan ke berapa dia
dilahirkan.
2.7. Kaitan antara Gaya Kepemimpinan dan BO
Dalam suatu keluarga, tidak ada satupun anak
yang memiliki sifat sama. Tiap individu akan memiliki
kekhasan dirinya. Bahkan hal ini berlaku bagi anak
kembar
sekalipun
tersebut
(Hadibroto,
terbentuk
psikologis
mereka,
adaptasinya.
posisinya
dari
membiasakan
dirinya
2002).
penafsiran
ia
keluarga
,
Sifat
pengalaman-pengalaman
menurut
Bagaimana
dalam
dkk
sekaligus
mengejawantahkan
dan
berperilaku
bagaimana
dalam
ia
peran
tersebut.
Birth Order menjelaskan bahwa posisi dalam garis
keluarga ditafsirkan oleh seorang anak dan penilaian
diri itulah yang menjadi tolok ukurnya (Hadibroto, dkk
,
2002).
Dampaknya
hubungannya
dengan
kemudian
orang
terasa
lain,
dalam
lingkungan
pergaulannya, karirnya, atau dalam bersosialisasi di
masyarakat. Sebagai contoh, ada tipe yang mengalah,
memenangkan
kepentingannya
sendiri,
atau
berkompromi.
Dalam hubungannya dengan orang lain, aspek
seperti gaya kepemimpinan seperti dikatakan oleh Adler
(1924/1920), kemudian dikutip dalam Eckstein (2000)
dapat
12
dipengaruhi
oleh
Birth
Order.
Dalam
penelitiannya dia menemukan bahwa dari sejumlah
sample
yang
dikategorikan
dalam
anak
sulung
(termasuk di dalamnya anak tunggal), anak tengah
(memiliki kakak dan adik), dan anak bungsu (hanya
punya 1 kakak), anak sulung perempuan lah yang
paling banyak dipilih untuk menduduki posisi leader.
Ini membuktikan pendapat dari Adler (1924/1920)
bahwa anak sulung (termasuk di dalamnya anak
tunggal) berorientasi pada tujuan dan biasanya ‘rentan’
dipilih untuk menduduki posisi pimpinan.
Lewin, K., Lippitt, R., & White, R. K. (1939)
membagi Gaya Kepemimpinan menjadi tiga yaitu Gaya
Kepemimpinan Otoriter, Demokratis, dan Laissez-faire,
dengan aspek-aspek sebagai berikut,
2.8. Aspek-aspek Gaya Kepemimpinan
TOPIK
Aspek-aspek Gaya
URAIAN
a. Pemimpin menahan semua
Kepemimpinan
kewenangan dan tanggung
Otoriter
jawab
b. Pemimpin menugaskan
seseorang melaksanakan
tugas tertentu
c. Komunikasi lebih banyak dari
atas ke bawah
d. Memberikan tekanan untuk
menghasilkan kinerja yang
teratur dan bisa diramalkan
e. Memandulkan inisiatif pribadi
13
Aspek-aspek Gaya
a.
Pemimpin mendelegasikan
Kepemimpinan
sebagian besar wewenang dan
Demokratik
tetap mempertahankan
tanggung jawab utama
b.
Pekerjaan dibagi berdasarkan
partisipasi seseorang dalam
pengambilan keputusan
c.
Komunikasi berjalan 2 arah
secara aktif
d.
Memberikan komitmen
personal melalui partisipasi
(lewat pikiran, materi)
e.
Proses demokrasi
menghabiskan waktu
Aspek-aspek Gaya
a.
Pemimpin menyerahkan
Kepemimpinan
tanggung jawab dan
Laissez-faire
wewenang kepada kelompok
b.
Para anggota kelompok
diminta untuk mengerjakan
sesuai dengan kehendak dan
kemampuan
c.
Komunikasi lebih banyak
mengalir secara horizontal
diantara para rekan sekerja
d.
Memungkinkan timbulnya
inisiatif untuk melakukan
sesuatu pekerjaan yang
14
dianggap sesuai tanpa harus
ada campur tangan atasan
e.
Kelompok dapat terombang
ambing karena arahan
pimpinan tidak jelas
Dari hasil percobaan wawancara pada subyek
bukan narasumber dalam penelitian ini, didapatkan
keterangan
tambahan
tentang
indikator
gaya
kepemimpinan yaitu bagaimana menghadapi masalah
atau tuntutan dan pemanfaatan teknologi. Untuk aspek
bagaimana
menghadapi
masalah
atau
tuntutan,
narasumber akan ditanya bagaimana cara mereka
mencari solusi pada suatu masalah. Dengan contoh
yang diberikan, baik yang berhasil maupun tidak, akan
terlihat
bagaimana
upaya
problem
solving
yang
dilakukan. Apakah pemimpin otoriter akan cenderung
langsung
mengambil
keputusan
pemimpin
demokratis
akan
sendiri,
apakah
mensharingkan
pokok
permasalahan kemudian menggalang masukan dan
mengambil keputusan dengan diketahui bersama, atau
apakah
pemimpin
Laissez-faire
menyerahkan
keputusan pada kelompok.Untuk aspek pemanfaatan
teknologi
akan
mengupas
bagaimana
teknologi
digunakan sebagai media penyampaian informasi dan
pemberian
feedback
terhadap
atasan.
Apakah
pemimpin otoriter akan menggunakan sistem grup
tertentu seperti bbm grup atau facebook grup ataupun
media sosial lain untuk mengendalikan informasi
tertentu, apakah pemimpin demokratis menggalang
15
masukan
melalui
media
sosial
tersebut,
apakah
pemimpin Laissez-faire tidak ikut campur dalam lalu
lintas informasi yang terdapat di media sosial tertentu.
2.9. Pengukuran Gaya kepemimpinan dengan Birth
Order
Dattner
(2000)
mengemukakan
bahwa
Anak
Sulung akan cenderung memenuhi harapan orang
tuanya dibanding adik-nya sehingga bila menjadi
pemimpin akan condong ke ekstrovert dan percaya diri,
dominan dan kurang flexibel, konservatif, disiplin, taskoriented, takut kehilangan posisi, defensif terhadap
kesalahan. Pada penelitian Andeweg, Rudy B. dan Steef
B. Van Den Berg (2003) di Belanda juga ditemukan
fenomena bahwa Anak Sulung lebih sering dipilih
sebagai pemimpin daripada anak tengah atau Anak
Bungsu.
Ada
asumsi
yang
sejalan
dengan
Van
IJzendoorn, M. H. (2000) bahwa hal itu merupakan
konsekuensi dari kemampuan verbal Anak Sulung
sebagai bentukan dari curahan perhatian dan harapan
berlimpah orang tuanya. Kemampuan verbal umumnya
dapat meyakinkan orang lain bahwa dirinya layak
dipilih untuk menduduki suatu posisi.
Untuk
Anak
perkembangannya
tidak
Tengah,
yang
mendapatkan
dalam
perhatian
sebanyak anak sulung atau bungsu oleh orang tuanya,
apabila menjadi pemimpin cenderung diplomatis, baik
dalam bernegosiasi dan mendamaikan berbagai pihak,
dan relatif lebih dekat dengan teman-teman daripada
dengan keluarga seperti disampaikan Dattner (2000).
16
Senada
dengan
itu
Hadibroto,dkk
(2002)
juga
mengungkapkan bahwa Anak Tengah kurang senang
menghadapi konfrontasi. Mereka adalah orang-orang
yang mampu melihat masalah dari dua sisi, sehingga
sering
berhasil
menjadi
penengah
dalam
konflik.
Penelitian oleh Herrera, dkk (2003) menemukan bahwa
dibandingkan Anak Sulung dan Bungsu, Anak Tengah
adalah yg paling pendiam dan pencemburu. Sample
yang digunakan sebanyak 196 orang dari United States
dan Polandia.
Untuk Anak Bungsu, Hadibroto, dkk. (2002)
mengungkapkan bahwa karena dibayangi keberhasilan
kakak-kakaknya, dia berkembang dengan sikap,”Aku
akan
tunjukkan
kepada
mereka,
siapa
diriku
sebenarnya”. Itulah sebabnya Anak Bungsu sering
muncul dengan kejutan2 baru, ide-ide baru. Healey,
M.D., & Ellis, B.J. (2007) malah menggunakan kata
‘terbuka untuk pengalaman baru’ bagi Anak Bungsu.
Namun demikian, Hudson (1990) dan Hudson (1992)
menambahkan
bahwa
ekspektasi
dalam
hal
memimpin/leadership bagi Anak Bungsu sangatlah
minim. Oleh karenanya, jiwa untuk ‘menunjukkan
dirinya’ berpotensi untuk muncul.
Dengan kekhasan masing-masing, Anak Sulung,
Anak Tengah, dan Anak Bungsu diasumsikan memiliki
gaya kepemimpinan berbeda atau gaya kepemimpinan
sama dengan derajat yang berbeda. Oleh karenanya,
indikator-indikator
dalam
penentuan
gaya
kepemimpinan otoriter, demokratis, dan Laissez-faire
17
seperti kewenangan dan tanggung jawab, penugasan
terhadap bawahan, pola komunikasi, tekanan bagi
bawahan,
inisiatif
dari
bawahan,
bagaimana
menghadapi masalah atau tuntutan, serta pemanfaatan
teknologi akan ditanyakan beserta contohnya baik yang
berhasil maupun yang kurang maksimal.
Oleh karena terdapat research gap, penulis merasa
tertarik
untuk
keterkaitan
meneliti
antara
topik
gaya
ini,
apakah
kepemimpinan
ada
seseorang
dengan persepsi terhadap kedudukannya di dalam
keluarga atau yang kita kenal dengan sebutan Birth
Order.
2.10. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa peneliti seperti Andeweg dan Van den
Berg (2003) berusaha mencari kaitan antara Birth
Order dengan gaya kepemimpinan dalam beberapa
topik berbeda. Andeweg dan Van Den Berg (2003) di
ranah politik membuktikan bahwa pemimpin dalam
bidang politik yang cenderung dipilih massa memiliki
status
Anak
hubungan
Sulung.
antara
Eckstein
Birth
(2003)
Order
mencari
dengan
gaya
kepemimpinan pada wanita. Pada akhir penelitian
diungkap
bahwa
wanita
yang
cenderung
dipilih
mahasiswa untuk menduduki posisi pemimpin seperti
Ketua Organisasi Mahasiswa berstatus Anak Sulung.
Kedua penelitian ini membuktikan bahwa Birth Order
berkaitan dengan gaya kepemimpinan.
Namun Jefferson dkk,. 1998 justru menemukan
sebaliknya. Birth Order mungkin memiliki andil pada
18
personality, namun tidak menunjukkan keterkaitan
pada aspek-aspek gaya kepemimpinan.
Melalui beberapa hasil penelitian tersebut, dapat
memberikan
gambaran
tentang
Kepemimpinan
dikaitkan dengan Birth Order. Oleh karenanya, dalam
penelitian ini penulis berupaya untuk mendapatkan
deskripsi
yang
terdahulu
belum
yaitu
ditemukan
apakah
pada
penelitian
aspek-aspek
gaya
kepemimpinan yaitu kewenangan dan tanggung jawab,
penugasan
tekanan
terhadap
bagi
bawahan,
bawahan,
pola
inisiatif
komunikasi,
dari
bawahan,
bagaimana menghadapi masalah atau tuntutan, dan
pemanfaatan teknologi bersangkut paut dengan Birth
Order. Aspek bagaimana menghadapi masalah atau
tuntutan dan pemanfaatan teknologi didapatkan dari
hasil uji coba wawancara kepada Kepala Sekolah yang
bukan responden.
2.11. Kerangka Pikir Penelitian
Birth Order yang digunakan dalam penelitian
adalah persepsi psikologis Anak Sulung, Anak Tengah,
dan
Anak
Bungsu.
Sedangkan
indikator
Gaya
Kepemimpinan Otoriter, Demokratis, dan Laissez Faire
yang dipakai adalah kewenangan dan tanggung jawab,
penugasan
tekanan
terhadap
bagi
bawahan,
bawahan,
pola
inisiatif
komunikasi,
dari
bawahan,
bagaimana menghadapi masalah atau tuntutan, dan
pemanfaatan teknologi. Setelah ditemukan data dari
hasil
wawancara,
ditentukan
gaya
kepemimpinan,
19
kemudian
dihubungkan
dengan
ciri-ciri
yang
ditampilkan Birth Order. Analisa ditampilkan dari
hubungan keduanya, kemudian ditarik kesimpulan.
Gambar 2.1
Kerangka berpikir penelitian
Birth Order
Gaya Kepemimpinan
4. Anak Sulung
5. Anak
Tengah
6. Anak
Bungsu
1. Otoriter
2. Demokrasi
3. Laissez-faire
Hasil analisa
Kesimpulan
BAB III
20