Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Berdasarkan Urutan Kelahiran (Birth Order) T2 942014706 BAB IV
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Dari
hasil
Interview
berstatus
anak
Sulung,
ketiga
anak
Kepala
Tengah,
Sekolah
dan
anak
Bungsu, maka didapatkan matriks sebagai berikut:
Tabel 4.1
Birth
Order
Anak Sulung
Anak
Tengah
Anak Bungsu
Indikator
Kewenangan
dan tanggung
jawab
Penugasan
terhadap
bawahan
Mendelegasikan
wewenang, tetap
mempertahan
kan tanggung
jawab utama
Dibagi
berdasarkan
partisipasi
bawahan dalam
pengambilan
keputusan
Pola
Komunikasi
Tekanan bagi
bawahan
Dominan bottom
up
Diberikan, tujuan
untuk
mengingatkan
Inisiatif dari
bawahan
Perlu
Menyerahkan
tanggung jawab
dan wewenang
pada bawahan
Dibagi
berdasarkan
partisipasi
bawahan
dalam
pengambilan
keputusan
Dominan
bottom up
Diberikan
reward dan
punishment
sesuai regulasi
pemerintah
Perlu
Mendelegasikan
wewenang, tetap
mempertahan
kan tanggung
jawab utama
Dibagi
berdasarkan
partisipasi
bawahan dalam
pengambilan
keputusan
Dominan bottom
up
Diberikan, supaya
progress fisik jelas
Perlu
29
Lanjutan Tabel 4.1
Birth
Order
Anak
Anak Sulung
Anak Bungsu
Tengah
Indikator
Bagaimana
menghadapi
masalah atau
tuntutan
Pemanfaatan
Teknologi
4.1
Yang
baik
dipacu, yang
kurang
dikelola
Mengajak
bawahan
berdiskusi
Mengatasi
masalah
tanpa
masalah
Mengajak
bawahan
berdiskusi
Mengedepankan
kesejahteraaan
batin daripada
materi
Mensharekan
permasalahan
kemudian
mengambil
keputusan
Web
baru
dirintis tahun
lalu
Internet
kurang lancar
Komunikasi
guru-guru
dominan
SMS,
beberapa WA
LCD di kelaskelas
sudah
terpasang
CCTV
Kabel biasa
diganti kabel
Fiber Optik,
bandwidth
dinaikkan
Penambahan
7
unit
komputer
Website ada
Komunikasi
guru-guru
dominan
SMS
Internet lancar
Ada
facebook
grup,
namun
tidak join
Guru-guru
banyak
yang
memiliki email,
WA
Hasil Penelitian
4.1.1 Aspek Kewenangan dan Tanggung Jawab
Pada anak Sulung, untuk indikator kewenangan
dan
tanggung
jawab
didapati
bahwa
responden
mendelegasikan sebagian besar wewenang, dan tetap
mempertahankan
tanggung
jawab
utama.
Hal
terlihat dari kutipan wawancara sebagai berikut:
30
ini
Untuk kewenangan ini, ada 3 pilihan ya? Ini saya
cenderung yang b, mendelegasikan sebagian besar
wewenang dan tetap mempertahankan tanggung
jawabnya yang utama. Jadi, contoh, untuk Kurikulum
ini saya beri kewenangan untuk merencanakan kegiatankegiatan selama satu tahun, kemudian diperpendek
menjadi satu semester. Demikian juga untuk urusanurusan yang lain, jadi seperti e kesiswaan, humas,
maupun sarana prasarana, ya. Di awal tahun kita
biasanya
mengadakan
IHT
dan
setiap
urusan
memaparkan rencana. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Responden
juga
terbuka
untuk
memaparkan
bahwa disamping keberhasilan yang dapat dirasakan
dalam bidang kurikulum, contoh yang kurang berhasil
pun ditemui.
Hanya yang kurang berhasil dalam hal ini mungkin
kurikulum ini setelah perjalanan itu kurang memantau
kepada Bapak Ibu Guru sehingga apa itu perangkatperangkat yang telah disiapkan kurikulum jadi seperti
daftar hadir siswa, kemudian kemajuan kelas yang harus
diisi guru ketika mengajar, itu kadang2 kosong, nah ini,
dalam hal ini Kepala Sekolah juga harus turun tangan,
nah semacam itu. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Contoh konkret yang diberikan oleh salah satu
Waka juga mengungkap tentang pembuatan perangkat
pembelajaran ini. Meskipun telah disepakati bersama
tentang pemberian tugas tersebut, namun bila Kepala
Sekolah tidak mempertahankan tanggung jawab utama
untuk mengkontrol, tentu saja akan banyak Guru yang
tidak tepat waktu untuk memenuhi tugasnya. Hal ini
terlihat dari transkrip wawancara sebagai berikut,
Di sini misalnya kalau jadi guru, pembuatan perangkat
untuk pembelajaran, untuk perangkat pembelajaran
biasanya sudah ditugaskan, perangkat ke kurikulum
31
kemudian ke Kepala Sekolah, itu sudah diberikan batas
pengumpulan, Cuma itu pasti ada yang tertunda, apalagi
kalau tidak kita kontrol setiap, sebelum hari H-nya
sudah kita tanyakan dulu, kalau tidak kita kontrol pasti
akan molor itu. Itu apa ini , kebiasaan yang masih ada di
lingkungan kita ini. (Wawancara tanggal 2 Agustus 2015)
Hal ini menunjukkan bahwa dalam pendelegasian
tugas-tugas sekolah, meskipun telah ditunjuk orangorang tertentu di bidangnya masing-masing, responden
menyadari bahwa tanggung jawab utama tetaplah ada
pada Kepala Sekolah sendiri.
Hasil wawancara dengan Anak Tengah untuk
aspek kewenangan dan tanggung jawab menunjukkan
bahwa responden menyerahkan tanggung jawab dan
wewenang pada bawahan. Hal ini terlihat dari transkrip
wawancara sebagai berikut
Penyerahan tugas kepada seluruh warga SMP 9. Iya,
menurut pengamatan, profesionalitas masing-masing
personil. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)
Pada rapat di awal tahun ajaran, responden akan
membagi tugas sesuai kapabilitas bawahannya supaya
ketika tahun ajaran sudah berjalan, masing-masing
personil diharapkan dapat menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik.
Namun,
tetap
ada
hal-hal
yang
menurut
responden kurang maksimal seperti contoh berikut,
Namun demikian, di samping keberhasilan-keberhasilan
juga ada yang belum dalam arti belum bisa melakukan
tugas mereka sesuai dengan job descriptionnya, ambil
contoh misalkan di ketatausahaan juga ada sebagian
yang baru melaksanakan tugasnya sebagian, demikian
32
profesionalitas dari Tata Usaha perlu kita tingkatkan.
(Wawancara tanggal 14 Juli 2015)
Dan juga contoh berikut, mengenai penataan
lingkungan yang kurang maksimal,
Lingkungan itu ada yang belum bisa melaksanakan
sebaik2nya, sebagai contoh untuk tingkat kebersihan
yang belum tercapai, terus kemudian penataan
lingkungan untuk menciptakan sekolah rindang, bersih,
hijau, produktif, belum tercapai. Nah, dari situ tentunya
kami membuat sebuah reward dan punishment juga,
yang belum kami memberikan teguran2 secara lisan
yang bersifat memotivasi mereka agar dalam program
tahun berikutnya dapat tercapai. (Wawancara tanggal 31
Juli 2015)
Responden memandang perlunya diadakan IHT (In
House Training) yang akan diadakan bulan Agustus
2015 sebagai langkah peningkatan profesionalitas bagi
stafnya tersebut.
Untuk aspek kewenangan dan tanggung jawab,
Anak
Bungsu
mendelegasikan
sebagian
besar
wewenang, namun tetap mempertahankan tanggung
jawab utama. Hal ini terlihat dari transkrip wawancara
sebagai berikut,
Masalah kewenangan dan tanggung jawab, saya
mendelegasikan sebagian besar wewenang dan tanggung
jawab utama, contoh pekerjaan2 yang bisa saya
delegasikan, saya delegasikan pada para wakil namun
demikian
masalah
justifikasi
atau
pengambilan
keputusan adalah tetap saya sebagai Kepala Sekolah.
(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Dengan
didelegasikan
demikian,
responden,
pekerjaan-pekerjaan
misal
sekaitan
dengan
33
urusan kesiswaan, akan responden delegasikan pada
Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, sekaitan
dengan kurikulum seperti adanya beasiswa S2 yang
diselenggarakan
oleh
Pemerintah
Kota
Salatiga,
responden mendelegasikan pada Wakil Kepala Sekolah
bidang Kurikulum supaya dapat mensosialisasikan
pada
para
Guru
supaya
bagi
yang
memenuhi
persyaratan dapat mengikuti.
Mengenai kewenangan dan tanggung jawab ini,
responden masih belum merasa puas, sebagai contoh
capaian prestasi anak-anak didik yang menurutnya
belum maksimal, seperti terungkap berikut,
Nah, maka itu saya evaluasi, maka besok e lebih
ditingkatkan cara menggarap anak supaya bisa
mendapat hasil yang maksimal. (Wawancara tanggal 27
Juli 2015)
Responden
masih
menginginkan
adanya
peningkatan dalam cara mendidik siswa-siswi supaya
hasilnya dapat maksimal. Oleh karenanya dibutuhkan
strategi pendelegasian tanggung jawab supaya dapat
maksimal hasilnya.
4.1.2 Aspek Penugasan Terhadap Bawahan
Untuk penugasan terhadap bawahan, responden
Anak
Sulung
bawahan
dalam
membagi
berdasarkan
pengambilan
partisipasi
keputusan,
seperti
kutipan di bawah ini
Jadi dalam pembagian tugas, pertama dari saya dulu, ya
dari Kepala Sekolah, ini saya menentukan personilpersonil sesuai dengan kemampuan mereka dan
34
tanggung jawab mereka ya, contoh, 4 Waka, saya pilih
dulu orang-orang yang sesuai dengan kemampuannya,
setelah itu, di bawah Waka ada koordinator. Ini juga
saya pilih orang yang bisa bekerja sama dengan Waka.
Waka saya mintai pendapat dulu kira 2 cocok dengan
siapa gitu, kemudian baru anggota-anggota yang lain.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Meskipun demikian, responden juga menemui
kendala sebagai berikut
Jadi suatu ketika, ada koordinator yang tidak bisa
melaksanakan tugasnya sesuai dengan rencana.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Kendati
berdasarkan
responden
telah
membagi
tugas
penilaiannya
akan
orang-orang
yang
dianggap mampu, ditemukan bahwa pilihan yang telah
dibuat berdasarkan kemampuan mereka juga ada yang
ditemukan tidak sesuai dengan harapan.
Untuk aspek penugasan terhadap bawahan, Anak
Tengah membaginya berdasarkan partisipasi bawahan
dalam pengambilan keputusan. Hal ini terlihat dari
transkrip wawancara sebagai berikut,
Untuk penugasan terhadap bawahan, kami mengambil
beberapa cara, yang pertama masukan dari temanteman, yang kedua dari evaluasi kinerja yang ketiga dari
analisa yang telah mereka lakukan sehari-hari. Dari sini
kami maka kami mengetahui tingkat kemampuan yang
bersangkutan,
atau
personal-personal
yang
bersangkutan, sehingga tidak hanya dari satu sisi Kepala
Sekolah namun juga bottom up dari bawah. (Wawancara
tanggal 14 Juli 2015)
Mengenai
kewenangan
dan
tanggung
jawab
responden Anak Bungsu masih belum merasa puas,
35
sebagai contoh capaian prestasi anak-anak didik yang
menurutnya
belum
maksimal,
seperti
terungkap
berikut,
Nah, maka itu saya evaluasi, maka besok e lebih
ditingkatkan cara menggarap anak supaya bisa
mendapat hasil yang maksimal. (Wawancara tanggal 27
Juli 2015)
Responden
masih
menginginkan
adanya
peningkatan dalam cara mendidik siswa-siswi supaya
hasilnya dapat maksimal. Oleh karenanya dibutuhkan
strategi pendelegasian tanggung jawab supaya dapat
maksimal hasilnya.
Untuk
bawahan,
Anak
aspek
Bungsu
penugasan
membaginya
terhadap
berdasarkan
partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan,
seperti berikut,
Ya, dalam memberikan penugasan terhadap ya boleh
bawahan atau teman2 saya begitu, dibagi berdasarkan
partisipasi bawahan, dalam pengambilan keputusan.
Maksudnya gini, dalam membagi tugas itu saya tidak,
kamu senang di mana, bukan demikian, tapi saya
berdasarkan penilaian selama kurun waktu tertentu,
kemudian berdasarkan juga masukan dari teman-teman.
(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Bagi responden, contoh kurang berhasil dalam hal
penugasan ini kecil sekali, seperti ditemukan pada
transkrip berikut,
Contoh yang kurang berhasil dalam pendelegasian, ya
ada tapi kecil sekali,karena sudah saya tugaskan sesuai
dengan job deskripsinya, mampu di bidang itu. Ini saya
pasrahi Sarpras Insya Allah mampu, ini saya pasrahi
kurikulum, Insya Allah juga, sehingga ya kalau kurang
sempurna wajar tapi tidak berhasil hampir tidak ada.
36
Contoh konkret bagi pendelegasian yang kurang
berhasil seperti kita lihat dalam transkrip tersebut
tidak dikemukakan oleh responden.
4.1.3 Aspek Pola Komunikasi
Pola
komunikasi
yang
didapat
dari
hasil
wawancara dengan responden Anak Sulung adalah
dominasi bottom up. Hal ini terlihat dari contoh berikut
Koordinator atau penanggung jawab Pramuka ini
membuat rencana, rencana kerja maupun rencana
anggaran dalam pengelolaan siswa ini, kemudian datang
ke tempat saya, Kepala Sekolah apa meminta
persetujuan. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Namun responden juga mengungkap bahwa ada
komunikasi yang bersifat top-down seperti berikut
Jadi suatu ketika, pendelegasian wewenang atau
pemberian tugas, e suatu ketika dari Kepala Sekolah,
tapi kadang-kadang ada kegiatan-kegiatan tertentu yang
dari bawah, usulan dari bawah. (Wawancara tanggal 25
Juli 2015)
Untuk aspek pola komunikasi yang diterapkan,
responden Anak Tengah mengatakan bahwa bottom up
lebih sesuai diterapkan di sekolahnya. Hasil triangulasi
juga
menyatakan
bahwa
responden
dominan
melakukan pola komunikasi bottom up. Transkrip
wawancara dengan responden untuk mengungkap pola
komunikasi yang dilakukan adalah sebagai berikut
Pola komunikasi, pola komunikasi ya yang diterapkan di
sekolah kami, di SMP 9 adalah saya senantiasa
menerapkan koordinasi dan komunikasi antar teman,
37
jadi segala sesuatu senantiasa kami musyawarahkan
dengan teman-teman. Saya punya prinsip keberhasilan
dalam sebuah sekolah itu bukan keberhasilan pribadi
atau pimpinan, namun keberhasilan dari teman-teman
semuanya. Oleh sebab itu di dalam kami berkomunikasi,
ini saya membuka, membuka seluas-luasnya baik dari
teman-teman yang GTT, PTT, dari teman-teman
kebersihan, baik dari atasan pun kami senantiasa
membuka komunikasi secara luas. (Wawancara tanggal
14 Juli 2015)
Responden juga mengemukakan bahwa dengan
membuka komunikasi seluas-luasnya dengan bawahan
tentu memiliki kelemahan sebagai berikut,
Kelemahannya, kemungkinan, tapi bukan, bukan terjadi
pada diri saya pribadi, banyak pimpinan yang jaim, tapi
di sini akhirnya begitu dekatnya antara bawahan dengan
atasan, yang kadang juga batas-batas itupun tidak jelas
begitu. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)
Pola
komunikasi
yang
diterapkan
responden Anak Bungsu memformulasikan dari ketiga
pola komunikasi yang disediakan sebagai pilihan, yaitu
top down, bottom up, dan horisontal sesama rekan
kerja.
Alasan
mengapa
diformulasikan,
responden
sampaikan bahwa ini adalah pola komunikasi yang
efektif diterapkan di sekolah ini.
Jadi kami memformulasikan, juga terkadang, bottom up,
juga terkadang top down, juga terkadang sesama rekan
kerja, jadi suatu saat saya sharing dengan teman2, jadi
untuk saya mengambil keputusan, saya sharekan dulu,
kemudian saya rangkum, setelai saya rangkum, akhirnya
saya putuskan. E hanya, bagian2 tertentu yang bersifat
teknis, saya ambil sikap sendiri, nah, top down berarti,
tapi kalau yang sifatnya untuk kepentingan bersama itu
saya ambil bottom up, dari bawah. Kemudian juga
mereka tak suruh mereka berdiskusi melalui perwakilan
disampaikan kepada kami, baru kami pilah2, mana yang
sesuai ya itu yang kami kerjakan, yang tidak sesuai ya
38
kami ambil formula yang baru. (Wawancara tanggal 27
Juli 2015)
Contoh yang diberikan oleh responden mengenai
pola komunikasi yang kurang berhasil adalah tentang
pemilihan kyai bagi acara Halal Bihalal sekolah. Telah
didelegasikan
tugas
untuk
mencari
kyai,
namun
rupanya tidak sesuai dengan harapan Bapak Kepala
Sekolah.
Saya tidak menganggap itu kurang maksimal, kyai ne
ora apik, kyaine itu keras, kyai ne itu bersimpangan
dengan
pemerintahan,
walaupun
mereka
orang
pemerintahan tapi kurang puas dengan pemerintahan,
itu kan batin saya tidak puas, itu kurang maksimal. Itu
saya perintahkan, saya delegasikan ternyata kurang
maksimal. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
4.1.4 Aspek Tekanan Bagi Bawahan
Tekanan bagi bawahan diungkapkan responden
Anak Sulung perlu diberikan dengan tujuan untuk
mengingatkan.
Untuk tekanan terhadap bawahan ya, ini memang perlu
diberikan, suatu ketika memang perlu diberikan ya
supaya kinerjanya itu bisa teratur dan juga laporan
kegiatan itu selesai sesuai dengan rencana. Itu, dan juga,
tekanan, atau di sini mungkin bukan tekanan ya, tapi
apa ya, penekanan atau mungkin mengingatkan.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Namun
terkait
tekanan
terhadap
bawahan,
dikemukakan responden pula bahwa meskipun untuk
memenuhi target tertentu, hal ini berhasil, namun
39
tetap
ada
juga
porsi
kekurangberhasilan
seperti
diungkap wawancara sebagai berikut
Yah, meskipun sudah saya beri tekanan-tekanan,
peringatan-peringatan ya semacam itu, ya tapi kadangkadang ada keteledoran, contoh ini, yang tugas nutup
itu, kan yang tugas nutup Pak Satpam. Justru dari dia,
kadang jam 7 tet gitu belum apa, belum ditutup.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Responden dengan terbuka mengatakan bahwa
seringkali pengingat-pengingat semacam itu dilakukan
sebab dalam perjalanan waktu, hal-hal yang telah
disepakati di awal mulai longgar.
Ketika ditanya tentang tekanan bagi bawahan,
responden Anak Tengah lebih memilih kata ‘reward dan
punishment’ dibandingkan istilah ‘tekanan’. Sesuai
regulasi
dari
pemerintah,
maka
demi
tercapainya
sasaran kerja, maka dibuatlah SKP (Sasaran Kinerja
Pegawai) sebagaimana dapat kita lihat pada transkrip
percakapan dengan responden sebagai berikut.
Untuk para pegawai, guru, karyawan di sekolah kami, di
SMP 9 khususnya itu setiap awal tahun pelajaran
mereka harus membuat SKP , Sasaran Kinerja Pegawai.
Nah, di situ untuk masing-masing guru, ya, jadi guru
juga buat SKP, TU juga buat SKP yang itu merupakan
perencanaan dalam kerja mereka dalam satu tahun ke
depan. Nah, dari dari situ senantiasa kita evaluasi, jadi
setiap akhir semester juga akan kita lihat seperti apa
kinerja mereka, terus pada akhir tahun juga akan kita
evaluasi, pencapaian target dari Sasaran Kinerja Pegawai
yang nantinya akan diajukan dalam angka, dimana
Sasaran Kinerja Pegawai itu nanti target yang dicapai
akan menentukan prestasi kerja dalam satu tahun.
(Wawancara tanggal 14 Juli 2015)
40
Dari SKP tersebut, kemudian diterbitkan Penilaian
Kinerja Pegawai, dan juga bagi mereka yang tidak
disiplin, Kepala Sekolah membuat teguran secara lisan
dan juga tertulis.
Meskipun
telah
mengungkapkan
dibuat
bahwa
SKP,
masih
ada
responden
juga
pegawai
yang
kinerjanya belum maksimal
Pegawai yang ya mungkin kehadirannya juga belum
baik, perlu peningkatan. (Wawancara tanggal 14 Juli
2015)
Untuk itu responden berencana untuk membawa
hal tersebut pada rapat evaluasi di akhir tahun.
Responden menyampaikan bahwa untuk tekanan
bagi bawahan, perlu diberikan supaya progress fisiknya
jelas. Dengan demikian, hasil pekerjaan dapat dengan
mudah dipantau. Sebagai tambahan, responden juga
berharap bahwa hasil pekerjaan telah ada di meja
responden H-1 hari, sebagaimana dapat dilihat pada
transkrip berikut
Misalnya, taruhlah membuat proposal misalnya, atau
mengerjakan misalnya e kita mau membagikan rapor, itu
kan ditangani kurikulum, misalnya saya bagikan tanggal
17 misalnya, ini gaweyane kurikulum.Maka sebelum
tanggal 17, tanggal 16 itu harus bisa selesai di atas meja.
(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Alasan yang dikemukakan responden mengenai
hal ini terkait dengan hal-hal teknis yang kadang di
luar perkiraan seperti printer yang rusak, ataupun
listrik yang padam. Sehingga maksud responden adalah
supaya tenggat waktu suatu pekerjaan terpenuhi
41
secara
step
by
step,
tidak
mendadak.
Bilamana
ternyata ada kendala teknis di luar perkiraan pada hari
H, pekerjaan tersebut sudah selesai H-1.
Contoh untuk tekanan bagi bawahan yang kurang
berhasil diungkap responden dengan contoh pemakaian
seragam bagi Guru dan Karyawan di lingkungan
sekolah sebagai wujud kebersamaan. Telah disepakati
akan dipakai bersama untuk tanggal berapa dipakai,
namun rupanya tetap ada yang tidak dapat memenuhi
hal tersebut, dikarenakan kondisi Rumah Tangga yang
tidak memungkinkan. Hal ini terlihat dari transkrip
sebagai berikut.
Tidak bisanya itu bukan karena dia menentang, tidak
bisanya itu bukan karena dia menentang, tapi
kondisinya ada yang njahitne itu sekian puluh bulan
tidak diambil karena juga tidak ada gitu lo, ini contoh.
Harusnya seragam, tapi sampai sekarang belum dipake
karena tadi, dijahitne belum diambil2 karena sampai
keterbatasan anggaran (Wawancara tanggal 27 Juli
2015)
Contoh
lain
untuk
aspek
tekanan
terhadap
bawahan adalah tentang Koperasi Sekolah. Meskipun
Kepala
Sekolah
telah
memberikan
instruksi
bagi
pembatasan pinjaman, namun rupanya hal tersebut
tidak dilaksanakan oleh pengurus. Hal ini terlihat dari
transkrip sebagai berikut,
Kemudian dari pengurus itu kan tak tugaskan rodo
memfilter gitu, namun demikian karena roso tadi kan
tidak bisa. Njenengan kalau misalnya di sana diberikan
tugas menjadi bendahara koperasi, dan ada temannya
menangis2, merengek2, ada kekuatan untuk menolak,
tetapi roso tadi membelenggu, akhirnya semacam itu. Itu
42
kan berarti tugas yang saya beri itu tidak maksimal.
(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
4.1.5 Aspek Inisiatif dari Bawahan
Untuk aspek inisiatif dari bawahan, responden
Anak Sulung mengungkapkan bahwa hal ini dipandang
perlu, sebagaimana terungkap dari transkrip berikut
Ya, perlu sekali, jadi bawahan juga kita beri apa ya,
kesempatan untuk memberikan masukan-masukan,
berkenaan dengan ya, semua kegiatan di sekolah, baik
secara akademis maupun yang non akademis.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Hasil triangulasi juga menyatakan hal yang sama
bahwa para Waka dan Guru dapat menyatakan ide
mereka mengenai suatu hal, kemudian Ibu Kepala
Sekolah akan mempertimbangkan masukan -masukan
tersebut dalam pengambilan keputusan.
Inisiatif
dari
bawahan,
disampaikan
oleh
responden Anak Tengah sangat diperlukan, sebab
merekalah
mitra
kerja
yang
akan
membawa
keberhasilan bagi sekolah. Hal ini dapat terlihat pada
transkrip berikut
Maka, untuk inisiatif dari bawahan ini juga amat saya
perlukan dalam upaya pencapaian prestasi yang baik
karena kadang inisiatif-inisiatif itu akan bersifat
membangun bagi kemajuan sekolah. (Wawancara tanggal
14 Juli 2015)
Bagi
responden,
diperlukan
reward
dan
punishment yang bersifat membangun demi kemajuan
sekolah. Dari hasil wawancara dengan salah satu Wakil
43
Kepala Sekolah, juga didapati bahwa berbeda dari gaya
kepemimpinan sebelumnya, responden memberikan
reward kepada mereka yang dianggap berprestasi,
sehingga mereka merasa dihargai.
Responden Anak Bungsu memandang inisiatif dari
bawahan diperlukan sebab dengan adanya ide2 yang
masuk, responden dapat lebih ‘berkreasi’, seperti yang
dapat dilihat dari transkrip berikut,
Sangat diperlukan, karena dengan banyak ide yang
masuk, kita akan lebih bisa berkreatif. Bilamana saya
pandang perlu, tentu inisiatif2 itu akan saya akomodir
menjadi satu keputusan yang akan dituangkan sebagai
keputusan SMP 3, bukan keputusan si A, si B, si C,
ataupun dari saya. Berarti keputusan sekolah.
(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Inisiatif
dari
bawahan
yang
kurang
berhasil
menurut responden adalah dalam pembuatan buku
kenangan. Dalam proses pembuatannya, para siswa
dibebaskan mengambil foto bersama. Ternyata, dalam
pelaksanaannya, mereka cenderung mengambil lokasi
yang jauh seperti misalnya jalan lingkar, sehingga
dapat mengganggu proses belajar mengajar. Hal ini
terlihat dari transkrip wawancara sebagai berikut,
Buku kenangan. Itu fotonya kan sampai kemana2,
sampai jauh sekali. Akhirnya secara signifikan dia akan
mengganggu juga proses kegiatan yang terpadu, kegiatan
yang sudah dicanangkan untuk peningkatan mutu kan
sekian persennya mengganggu, karena pada saat harus
belajar, itu foto bareng ke mana, ke mana, misalnya
kelas 9 A, kami foto di mana, di jalan lingkar, gitu, untuk
album kelulusan, sehingga kalau itu nanti budaya itu
diteruskan tidak mencari waktu yang tepat, pasti akan
44
mengganggu persiapan
tanggal 27 Juli 2015)
ujian
nasional.
(Wawancara
Untuk mengatasinya kemudian dicarilah waktu
yang tidak mengganggu proses belajar mengajar supaya
dapat tercipta win-win solution.
4.1.6 Aspek Bagaimana Menghadapi Masalah atau
Tuntutan
Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Anak
Sulung sering mengajak bawahan berdiskusi. Hal ini
terlihat dari transkrip berikut
Jadi tetap saya mengajak staff untuk mencari solusi.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
yang kemudian dibenarkan dari data triangulasi.
Bila
ada
permasalahan
muncul,
responden
akan
mensharingkan pada keempat Wakil Kepala Sekolah,
untuk
kemudian
berdiskusi
sebagai
bahan
tuntutan,
Kepala
pengambilan keputusan.
Untuk
menghadapi
Sekolah Anak Tengah, menggunakan skala prioritas,
kemudian mendiskusikannya dengan bagian terkait
untuk mencari Win-win solution seperti ditemukan
dalam transkrip berikut,
Jadi dalam menghadapi sebuah tuntutan, atau
permasalahan2, akan senantiasa kita melihat ke
belakang, akan kita tentukan skala prioritas, kita
sesuaikan dengan pendanaan yang ada, terus kemudian
juga kita sesuaikan dengan regulasi yang ada termasuk
di dalam pertanggungjawaban atau per.SPJ.an, sehingga
dengan demikian itu akan terselesaikan dengan baik dan
45
alhamdulillah untuk permasalahan2 yang ada di SMP 9
ini bisa terselesaikan dengan baik, sebagai contoh aja
mungkin untuk tahun ini saya sudah mencoba untuk
peningkatan komputerisasi di SMP 9 karena komputer2
yang dipakai sudah lama, padahal sekarang tuntutannya
kan tinggi, jadi kita lihat dana BOS, kita lihat juknis
yang ada di sana, ternyata memungkinkan untuk
penambahan dimana SMP bisa menambah sampai 7
unit. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)
Hal ini sesuai dengan transkrip validasi dengan
salah seorang Wakil Kepala, mengenai bagaimana
beliau mendiskusikan suatu masalah,
Bapak Kepala Sekolah kadang memerintahkan, tapi lebih
banyak meminta pendapat dari teman2 kemudian
dirembug bersama, setelah itu baru mengambil
keputusan. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)
Hal senada juga diungkap oleh salah satu guru,
sebagai berikut,
Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Bapak
Kepala Sekolah biasanya pertama, masalah itu
diselesaikan tuntas, sekiranya tuntas ya win-win
solution,nah seperti contoh ketika penerimaan siswa
baru, karena online, terus di lingkungan kami
internetnya belum cepat,Pak Ngadiman segera merespon
terus
mengganti
kabelnya
dengan
fiber
optik.
(Wawancara tanggal 31 Juli 2015)
Dalam
upaya
menyelesaikan
masalah
atau
menghadapi tuntutan, Anak Bungsu tidak menjawab
pertanyaan ini. Alih-alih, responden menyampaikan
bahwa sebagai seorang pemimpin yang baik, pemberian
kesejahteraan hendaknya sebanding dengan pemberian
tuntutan, seperti terdapat pada transkrip berikut ini,
Tuntutannya itu kalau bisa sebagai seorang pemimpin,
baik, apa pemberian kesejahteraan itu ya sebanding
46
dengan yang lain, dan lain lain tentunya. (Wawancara
tanggal 27 Juli 2015)
4.1.7 Aspek Pemanfaatan Teknologi
Pemanfaatan teknologi oleh Anak Sulung
terlihat dari adanya web yang baru dirilis tahun lalu,
komunikasi dengan guru2 lebih banyak melalui sms,
beberapa telah menggunakan WA, LCD di kelas-kelas
telah
terpasang.
Kendala
yang
ditemui
dalam
pemanfaatan teknologi ini adalah jaringan internet yang
kurang lancar.
Teknologi
dimanfaatkan
Anak
Tengah
seperti
adanya CCTV utk pantauan langsung ke kelas-kelas
dan beberapa titik sekolah, adanya website SMP 3,
penggunaan kabel Fiber Optik supaya internet menjadi
lancar, penggunaan SMS untuk berkomunikasi dengan
guru-guru.
Aspek pemanfaatan teknologi di sekolah dikatakan
Bapak Kepala Sekolah sebagai ‘sumber segala sumber’.
Untuk
mendapatkan
sambutan
Bapak
Menteri
(diunduh dari Dapodik), sebagai sarana berkomunikasi
(sms dan WA), untuk memantau perkembangan situasi
(Facebook grup). Namun di dalam Facebook Grup,
Bapak Kepala Sekolah tidak masuk di dalamnya,
supaya para anggota kemudian tidak menarik diri
dalam mengungkapkan pendapat. Hal ini dikemukakan
responden sebagai berikut,
Namun demikian kami sebagai pimpinan tidak masuk ke
situ. Kami membatasi bukan karena saya tidak mau
masuk ke pergaulan itu tapi saya hanya, bilamana ada
47
hal2 yang tidak nanti itu kan, crito2 di situ, nanti kan
ono sing ngrasani Kepala Sekolahe barang, kan ada yang
tidak berani, lebih baik saya apa, memanfaatkan teman2
yang saya percaya, perkembangan apa yang ada di SMP
3. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
4.2
Gaya Kepemimpinan dan Birth Order
Gaya Kepemimpinan yang diungkap responden
Anak Sulung adalah gaya kepemimpinan Demokrasi.
Contoh pengambilan keputusan secara musyawarah
mufakat yang merupakan ciri dari gaya kepemimpinan
ini terungkap dalam contoh Halal Bihalal yang akan
dilaksanakan.
Semula
disepakati
bahwa
akan
digunakan kursi dalam acara tersebut mengingat
jumlah peserta yang dituakan cukup banyak. Namun,
kemudian, sie konsumsi terkendala sebab tidak sesuai
dengan konsumsi yang disajikan.
Ternyata ini tadi dari seksi konsumsi, yang ndak setuju
karena tidak sesuai dengan apa, konsumsi yang akan
ditampilkan. Mereka sudah menyeting konsumsinya itu
lesehan, tidak didusi. Nah ini tadi kan makanya terus
matur,
gimana.
Ya
sudah,
kalau
saya
kan
memikirkannya
untuk
tamu-tamu
undangan.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Akhirnya setelah kontak dengan sarana prasana,
panitia memutuskan untuk acara menjadi konsep
lesehan
Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Ibu
Kepala Sekolah sering mengajak bawahan berdiskusi.
Hal ini terlihat dari transkrip berikut
Jadi tetap saya mengajak staff untuk mencari solusi.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
48
yang kemudian dibenarkan dari data triangulasi.
Bila ada permasalahan muncul, Ibu Kepala Sekolah
akan mensharingkan pada keempat Wakil Kepala
Sekolah, untuk kemudian berdiskusi sebagai bahan
pengambilan keputusan.
Diungkapkan oleh Responden Anak Tengah,
bahwa Gaya kepemimpinan yang digunakan adalah
Gaya Kepemimpinan Demokratis.
Untuk gaya kepemimpinan yang saya laksanakan di SMP
9, saya menggunakan gaya style demokrasi. Jadi karena
di sini di SMP 9 dari analisa saya itu yang paling tepat
karena apa di sini, seperti yang saya sampaikan kemarin
usulan2 dari bawahan sebagai bottom up juga kami
perhatikan,
dengan
demikian
mereka
merasa
diperhatikan. Namun demikian dari atas juga kita
padukan. Di sini yang paling tepat juga sebuah
koordinasi yang senantiasa kita lakukan dengan para
bawahan karena dengan demikian kita akan mengetahui
kekurangan dan apa2 yang mereka harapkan itu bisa
kita akomodir, di sini seperti itu, dengan pendekatan2
yang persuasif, tanpa adanya gaya kepemimpinan yang
otoriter. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)
Dari hasil validasi data, juga diungkap hal yang
sama oleh salah seorang Guru, seperti berikut,
Untuk Gaya Kepemimpinan Bapak Kepala Sekolah di
SMP 9, cenderung banyak demokratis. Bisa ditelusuri
yang pertama e responden, hampir setiap hari Senin itu
pasti mengadakan rapat, jadi rapat Bapak Ibu Guru itu
untuk menggali aspirasi,mungkin Guru ada yang usul
atau bagaimana, nanti di situ, dirembug bersama2.
(Wawancara tanggal 31 Juli 2015).
Gaya kepemimpinan yang diungkapkan Bapak
Kepala Sekolah berstatus Anak Bungsu ini adalah
partisipatif. Responden lebih suka menggunakan kata
tersebut
untuk
menggambarkan
gaya
49
kepemimpinannya,
seperti
terlihat
dari
transkrip
berikut,
Gaya Kepemimpinan kami cenderung pastisipasi, Jadi
saya bukan termasuk orang yang otoriter, namun
demikian saya bukan orang yang menyampaikan
keputusan hanya berdasarkan rangkuman dari teman2.
Jadi hal2 tertentu saya sampaikan didepan tadi, kalau
hal2 yang prinsip, yang menyangkut teknis yang tidak
bisa diambil secara keputusan bersama ya pasti saya
yang mengambil. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Hal ini diperkuat dari hasil wawancara dengan
salah satu Wakil Kepala Sekolah yang mengatakan
bahwa
responden
melibatkan
adalah
partisipasi
sosok
dari
yang
berbagai
demokratis,
pihak
dalam
pengambilan keputusannya.
Dalam
upaya
menyelesaikan
masalah
atau
menghadapi tuntutan, Bapak Kepala Sekolah tidak
menjawab
pertanyaan
ini.
Alih-alih,
responden
menyampaikan bahwa sebagai seorang pemimpin yang
baik, pemberian kesejahteraan hendaknya sebanding
dengan pemberian tuntutan, seperti terdapat pada
transkrip berikut ini,
Tuntutannya itu kalau bisa sebagai seorang pemimpin,
baik, apa pemberian kesejahteraan itu ya sebanding
dengan yang lain, dan lain lain tentunya. (Wawancara
tanggal 27 Juli 2015)
50
4.3
Pembahasan Hasil Penelitian
4.3.1 Aspek Kewenangan dan Tanggung Jawab
Untuk indikator kewenangan dan tanggung jawab,
Anak Sulung, dan Anak Bungsu mengungkapkan
bahwa
mereka
mendelegasikan
sebagian
besar
wewenang, dan tetap mempertahankan tanggung jawab
utama, sedangkan pada anak Tengah,
responden
mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang. Pada
anak sulung, hasil wawancara kedua Wakil Kepala
Sekolah juga menunjukkan bahwa responden tetap
mempertahankan
mendelegasikan
tanggung
jawab
tugas-tugas
utamanya,
kepada
Para
dan
Waka.
Contoh konkret yang diberikan oleh Kepala Sekolah
yang juga sama dengan salah satu Waka adalah dalam
pembuatan perangkat pembelajaran. Meskipun telah
disepakati bersama tentang pemberian tugas tersebut,
namun bila Kepala Sekolah tidak mempertahankan
tanggung jawab utama untuk mengkontrol, tentu saja
akan banyak Guru yang tidak tepat waktu untuk
memenuhi tugasnya. Dengan demikian, fungsi kontrol
yang dilaksanakan responden tetap harus dilakukan
sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai Kepala
Sekolah. Hal ini menunjukkan ciri kedisiplinan seperti
yang dinyatakan Datnner (2000)
Pada
anak
Tengah,
responden
menyerahkan
tanggung jawab dan wewenang pada bawahan sesuai
dengan
profesionalitas
dan
pengamatan
yang
dilakukan. Responden berharap dengan tiap personil
51
sudah tahu tentang tugasnya masing-masing, ketika
tahun ajaran sudah berjalan, masing-masing personil
sudah
mengerti
akan
tugasnya,
sehingga
fungsi
masing-masing bagian akan dapat maksimal. Contoh
konkret yang diberikan responden adalah pembagian
tugas yang diberikan di awal tahun ajaran dengan
memperhatikan
profesionalisme
masing-masing
personil. Seandainya ada kendala di tengah tahun
ajaran
bila
ada
personil
yang
belum
dapat
melaksanakan tugas seperti yang disepakati bersama,
responden akan memberikan teguran berupa motivasi
pada bawahannya.
Untuk Kepala Sekolah berstatus anak Bungsu,
responden
juga
mengungkapkan
bahwa
dirinya
mendelegasikan sebagian besar wewenang, namun
tetap
mempertahankan
tanggung
jawab
utama.
Responden akan cenderung membagi-bagi tugas pada
keempat
Wakil
Kepala
sesuai
bidangnya,
namun
pengambilan keputusan tetap pada responden sebagai
Kepala Sekolah. Dengan demikian, akan ada hal-hal
yang langsung dapat diputuskan responden sendiri
sebagai contoh bila ada siswa yang hendak masuk ke
sekolahnya, dengan nilai mencukupi, maka responden
tidak perlu bertanya kepada Wakil Kepala, dan dapat
langsung memutuskan bahwa siswa tersebut diterima.
Jadi untuk hal-hal yang tertentu, responden akan
mengambil keputusan sendiri, baru kemudian akan
mensharingkan kepada Para Wakil.
52
4.3.2 Aspek Penugasan Terhadap Bawahan
Ketiga narasumber baik Sulung, Tengah, dan
Bungsu mengungkapkan bahwa untuk penugasan
terhadap
bawahan
mereka
dalam
dibagi
berdasarkan
pengambilan
partisipasi
keputusan.
Pada
pembagian tugas di awal tahun pelajaran, ketiga Kepala
Sekolah
sebelumnya
telah
mempertimbangkan
kemampuan para personil untuk bertugas terutama
sebagai Wakil Kepala juga
koordinator-koordinator.
Dalam perjalanan waktu, seandainya mereka merasa
ada personil yang memiliki kinerja yang tidak sesuai
dengan harapan, ketiganya sama-sama mengungkap
bahwa evaluasi kembali akan dilakukan, dan tidak
menutup kemungkinan personil tersebut akan dirotasi
pada posisi yang lebih cocok. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam penugasan terhadap bawahan, mereka
tidak serta merta memilih berdasarkan suka atau tidak
suka, namun mereka mempertimbangkan kemampuan
para personil yang sebenarnya.
Pada Anak Sulung, apabila ada personil yang
memang
responden
rasa
harus
dirotasi,
maka
responden akan menunggu hingga tahun ajaran baru.
Bila ada posisi yang harus diganti, bagi responden hal
itu
adalah
mungkin
konsekuensi
salah
dalam
dari
keputusannya
menilai
seseorang,
yang
namun
responden akan tetap menunggu hingga tahun ajaran
selesai baru kemudian mengganti.
Sama halnya dengan Anak Sulung, pada Anak
Bungsu, seperti terungkap pada hasil wawancara
53
responden,
evaluasi
akan
dilakukan
sesegera
mungkin untuk rotasi personil, sekiranya ada yang
kurang maksimal dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya,
bisa
dievaluasi.
jadi
satu
Namun,
tahun
ketika
kemudian
akan
ditanya
poin
kekurangberhasilan, responden ungkapkan minim. Bila
kurang sempurna, responden pahami hal itu sebagai
sesuatu yang wajar dan butuh dipoles sedikit saja.
Bagi Anak Tengah, penugasan terhadap bawahan
dilakukan melalui 2 cara, yang pertama masukan
teman-teman, yang kedua dari evalusi kinerja seharihari. Responden
maksudkan hal tersebut supaya
penentuan kebijakan berasal dari bawahan dan juga
dari atasan.
4.3.3 Aspek Pola komunikasi
Untuk aspek pola komunikasi, Anak Sulung
dan Anak Tengah
mengungkap bahwa mereka
cenderung melakukan bottom up, sedangkan untuk
Anak
Bungsu
memformulasikan
diantara
pola
komunikasi top down, bottom up, dan horisontal
sesama rekan kerja. Bagi Anak Bungsu, dengan
memformulasikan ketiga pola komunikasi akan
menjadikan komunikasi yang lebih efektif bagi
sekolahnya.
Diperkuat dari hasil wawancara dengan kedua
Waka,
Anak
Sulung
akan
menggalang
masukan,
terutama dari keempat Waka dan guru, untuk dapat
memutuskan
sesuatu
yang
berkaitan
dengan
kepentingan bersama. Untuk suatu keputusan yang
54
menyangkut kepentingan bersama, responden tidak
segan untuk mendapat masukan. Hal ini menunjukkan
bahwa dominasi pola komunikasi responden adalah
bottom up. Sehingga untuk hal-hal yang bagi bawahan
kurang sesuai, misal keputusan penutupan In-House
Training yang semula diputuskan responden dilakukan
di Jogja, kemudian dirubah di Jawa Timur sesuai
dengan masukan bersama.
Bagi Anak Tengah, komunikasi yang dilakukan
juga didominasi oleh pola bottom up. Hal ini diperkuat
dari hasi wawancara dengan salah satu Waka dan satu
orang Guru. Pada rapat yang diadakan setiap hari
Senin,
responden
persoalan
seperti
manfaatkan
dana
BOS,
untuk
membahas
perbaikan-perbaikan
mendesak yang dilakukan bagi bangunan, dan lainlain. Dengan cara demikian, banyak keputusan yang
diambil, diketahui oleh banyak pihak.
Anak Bungsu memilih formulasi dari ketiga pola
komunikasi, top down, bottom up, dan horisontal
sesama rekan kerja. Terkadang komunikasi dilakukan
bottom up, terkadang top down, terkadang sesama
rekan kerja.
teknis,
seperti
Untuk hal-hal tertentu yang bersifat
yang
responden
sampaikan
pada
wawacara, akan diambil sikap sendiri. Keputusan yang
sifatnya untuk kepentingan bersama responden akan
memilih pola bottom up, dari bawah ke atas. Kemudian
juga bawahan diminta berdiskusi melalui perwakilan,
kemudian disampaikan kepada Kepala Sekolah, baru
dipilah-pilah, mana yang sesuai yang dikerjakan, yang
55
tidak sesuai akan
diambil keputusan baru. Pola
komunikasi yang demikian yang bagi responden efektif
bagi sekolahnya.
Dari hasil wawancara dengan salah satu Wakil
Kepala, didapati bahwa dalam menterjemahkan atau
menginterpretasi
tugas
yang
diberikan,
ada
rasa
jangan2 tumpang tindih antara satu bagian dengan
bagian lain. Wakil Kepala menyampaikan bahwa hal ini
dapat
disikapi
dengan
mempertegas
komunikasi
supaya menjadi jelas tugasnya.
4.3.4 Aspek Tekanan bagi Bawahan
Bagi ketiganya, Anak Sulung, Tengah, maupun
Bungsu, ketiganya sepakat bahwa pemberian tekanan
bagi bawahan memiliki maksud memotivasi ke arah
yang lebih baik.
Untuk
anak
Sulung,
tekanan
bagi
bawahan
diperlukan dengan tujuan untuk mengingatkan sebab
seperti yang responden sampaikan terkadang ada
keteledoran
dari
bawahan
ketika
sudah
berjalan
beberapa waktu dari kesepakatan. Bagi responden
tekanan sebagai bentuk pengingat diperlukan supaya
banyak rencana selesai seperti laporan-laporan dan
kegiatan-kegiatan.
responden
dapat
bersangkutan,
Sebagai
bentuk
langsung
kemudian
pengingat,
memanggil
membahas
yang
dan
mengingatkannya supaya keteledoran menjadi minim.
Namun, rupanya tetap ada keteledoran yang dilakukan
hampir terus menerus meskipun telah diingatkan
sendiri
56
oleh
responden
sebagai
Kepala
Sekolah,
misalnya
tukang
dalam
kebun.
hal
pengelolaan
Responden
lingkungan
harus
terus
oleh
menerus
kembali berpesan supaya daerah rindang di depan
kelas-kelas dan sekitar sekolah tetap dipertahankan
dengan disiram secara rutin. Hal ini menunjukkan
bahwa tekanan yang diberikan responden bersifat
sebagai self reminder, atau pengingat.
Anak
Tengah
lebih
suka
menggunakan
kata
reward dan punishment dibandingkan tekanan. Bagi
responden,
dengan
memberikan
reward
dan
punishment akan menjadikan lebih efektif. Sesuai
regulasi pemerintah, SKP dibuat oleh setiap personil,
supaya jelas target pekerjaan. Seandainya memberikan
punishment pun, responden mengacu pada PP 54
tentang
disiplin
Pegawai
Negeri
Sipil.
Dari
hasil
wawancara dengan salah satu Waka, berbeda dari
kepemimpinan
sebelumnya,
pada
kepemimpinan
responden ini ada reward yang diberikan bagi pegawai
yang dianggap berprestasi. Hal itu bagi bawahan
merupakan bentuk pengakuan dan penghargaan yang
diberikan oleh Kepala Sekolah bagi kinerja mereka.
Pada Anak Bungsu, diungkap bahwa responden
tidak menyukai hasil pekerjaan yang selesainya mepet,
istilah dalam Bahasa Jawa, pada waktunya. Responden
lebih suka hasil pekerjaan jadi sehari sebelum hari H
untuk mengantisipasi hal-hal teknis yang tidak bisa
dikendalikan seperti printer yang tiba-tiba rusak,
ataupun
mati
lampu.
Oleh
karenanya,
tekanan
diberikan oleh responden supaya progress fisik suatu
57
pekerjaan menjadi jelas. Dengan memberikan dateline
sehari sebelum hari H, responden berharap pekerjaan
tentunya dapat selesai sesuai tenggat waktunya
4.3.5 Aspek inisiatif dari bawahan
Pada aspek inisiatif pada bawahan, baik Anak
Sulung, anak Tengah dan anak Bungsu mengungkap
bahwa hal ini diperlukan. Tanpa inisiatif dari bawahan,
ketiganya sepakat bahwa tanpa adanya masukan,
saran-saran dari bawahan, tentu saja sekolah akan
sulit
maju.
Bagi
mereka,
keberhasilan
sekolah
mencapai sesuatu tidak lepas dari sumbangsih saran
dan masukan dari bawah.
Anak
Sulung
menyampaikan
bahwa
untuk
pengambilan keputusan itu ada di tangan Kepala
Sekolah, namun ide-ide dari bawah tetap responden
tampung. Ada 2 cara dalam memberikan masukan, jadi
kadang-kadang Bapak Ibu Guru sendiri yang langsung
menemui responden tapi kadang-kadang responden
yang
memanggil
mereka
untuk
berdiskusi
menyelesaikan suatu masalah.
Bagi Anak Tengah, inisiatif dari bawahan juga
diperlukan dalam upaya pencapaian prestasi yang baik
karena sebagaiman responden sampaikan, kadang
inisiatif-inisiatif itu akan bersifat membangun bagi
kemajuan
sekolah.
Bagi
responden
prestasi
yang
dicapai sekolah, juga tidak terlepas dari peran serta
rekan-rekan
kerjanya
dalam
mendukung
memberi
masukan-masukan. Responden menyampaikan bahwa
masukan membangun bagi sekolah sangat diperlukan,
58
misalnya saja dalam sistem penerimaan siswa baru
yang tahun ini dilakukan secara online. Semula,
jaringan
internet
di
sekolah
masih
terkendala,
kemudian dari masukan-masukan yang diberikan,
responden
menerima
dan
memutuskan
untuk
mengganti kabel dengan jenis Fiber Optik supaya
jaringan menjadi lebih baik. Karena kontur sekolah
berbentuk O, hotspot menjadi sulit, cara mengatasinya
adalah dengan bertahap titik-titik hotspot nantinya
diperbanyak. Masukan-masukan yang didapat dari
bawahan
merupakan
aset
bagi
responden,
untuk
menuju perbaikan.
Bagi Anak Bungsu, dengan banyaknya ide yang
masuk dari bawahan, responden akan dapat berkreasi.
Contoh
yang
responden
angkat
adalah
tentang
menyalami anak-anak di depan gerbang sekolah oleh
guru piket. Pada mulanya, mendapatkan komentar
‘seperti among tamu’, namun responden berprinsip
bahwa hal tersebut akan berdampak pada bagusnya
pendidikan
karakter,
sehingga
hal
ini
masih
dilaksanakan hingga sekarang. Dari hasil wawancara
dengan salah seorang guru, juga didapati bahwa dalam
pelaksanaan ide tersebut, masih belum maksimal.
Personil guru piket yang sudah disepakati untuk
menyalami, terkadang ada yang tidak melaksanakan.
Hal
ini
disampaikan
mungkin
karena
belum
terbiasanya melakukan kebijakan semacam ini, yang
juga tidak ada pada kepemimpinan sebelumnya. Hal ini
sejalan dengan apa yang dikemukakan Hadibroto
59
(2002) bahwa Anak Bungsu akan mucul dengan ide-ide
baru yang mengejutkan.
4.3.6 Aspek bagaimana menghadapi masalah atau
tuntutan
Bagi Anak Sulung, untuk menghadapi masalah
atau tuntutan utamanya adalah mengajak bawahan
berdiskusi. Selain itu, seperti yang disampaikan oleh
responden, apa yang baik dipacu, apa yang kurang
dikelola. Untuk sekolah yang dipimpin Anak Sulung,
responden menemui kendala input siswa. Responden
mengatakan bahwa berbeda dengan sekolah-sekolah di
kota, sekolahnya termasuk sekolah pinggiran, banyak
anak-anak dari daerah Kabupaten yang masuk ke
sana. Rupanya kebanyakan dari anak-anak ini masih
belum terpacu untuk bisa mendapatkan prestasi lebih.
Mereka masih dapat santai bila hasil tesnya mendapat
nilai kurang maksimal. Hal ini juga diperkuat dengan
pernyataan
salah
seorang
Wakil
Kepala.
Oleh
karenanya, responden dalam menghadapi hal ini,
meskipun
telah
berusaha
untuk
menambah
jam
tambahan, ada jemputan bagi anak-anak yang memiliki
hasil kurang maksimal untuk datang ke sekolah
mengikuti jam tambahan, membebaskan pungutan
bagi jam tambahan ini, seakan-akan masih menemui
jalan buntu. Hal ini dikarenakan semangat belajar
siswa yang masih minim, sehingga apa yang telah
diupayakan pihak sekolah, dari masukan bersama,
hingga
sekarang
belum
menemui
hasil
yang
diharapkan. Dari contoh di atas, bahwa Anak Sulung
60
dengan
gamblang
dihadapi
oleh
menjelaskan
sekolahnya,
kelemahan
yang
menunjukkan
bahwa
responden adalah seorang yang ekstrovert. Hal ini
sejalan dengan ciri pemimpin Anak Sulung yang
diungkap Dattner (2000), yaitu ekstrovert.
Anak Tengah mengungkapkan bahwa responden
mengakomodir
kemudian
masukan-masukan
memusyawarahkannya.
dari
bawahan,
Sebagai
contoh,
guru TI senantiasa meminta penambahan teknologi
yang ada di sekolah seiring tuntutan jaman. Maka
dengan prioritas kebutuhan yang disesuaikan dengan
kondisi pendanaan yang ada, lalu disesuaikan dengan
regulasi-regulasi
yang
sudah
dicanangkan
oleh
pemerintah, lewat juknis Dana Bos, Kepala Sekolah
memutuskan untuk menambah 7 unit komputer. Dari
hasil wawancara dengan salah seorang guru, juga
ditemukan hal yang sama, bahwa untuk keputusan
yang menggunakan Dana BOS, hal tersebut akan
disharingkan pada rapat, supaya kemudian diambil
keputusan bersama.
Jawaban yang diberikan Anak Bungsu untuk
aspek bagaimana menghadapi masalah atau tuntutan
rupanya tidak dapat menjabarkan poin ini. Dari hasil
wawancara pada salah seorang Waka didapati bahwa
Bapak
Kepala
akan
mengkomunikasikan
suatu
masalah kepada bawahannya. Salah satu contoh di sini
adalah dengan adanya anak-anak atlit yang masuk di
SMP 3. Hal-hal di luar bidang akademis tentu saja
tidak ada masalah, apalagi mereka mampu membawa
61
nama baik sekolah di bidang olahraga, namun untuk
bidang akademis, tentu perlu dikomunikasikan kepada
pelatih mereka jam-jam dimana mereka tidak dapat
ijin, sebab akan mengganggu prestasi akademis para
atlit ini.
4.3.7 Aspek Pemanfaatan Teknologi
Bagi Anak Sulung, teknologi dimanfaatkan untuk
berkomunikasi dengan Para Waka, guru-guru melalui
sms
dan
juga
untuk
beberapa
orang
telah
menggunakan WhatsApp. Komunikasi yang dibangun
bertujuan untuk koordinasi sesama rekan kerja agar
tercapai suatu tujuan, misal dalam suatu kepanitiaan
Halal
Bihalal
sekolah.
Kemudian
responden
juga
mengungkap bahwa web untuk sekolah telah dirintis
tahun lalu, namun masih banyak terdapat kekurangan.
Responden juga memperbaiki sistem keamanan sekolah
dengan menempatkan penjaga sekolah yang bersama
dengan
keluarganya
tinggal
di
sekolah,
untuk
mengantisipasi pencurian komputer beberapa tahun
lalu di sekolah. Kemudian responden juga memperbaiki
pintu-pintu kelas yang rusak supaya dapat dikunci
kembali, supaya LCD dapat dipasang di tiap-tiap kelas.
Dengan
demikian,
para
Guru
pun
dapat
belajar
menggunakannya. Responden maksudkan hal tersebut
mengingat
setelah
pencurian
yang
terjadi
besar-
besaran di sekolah, LCD hanya ditumpukkan di
gudang, setiap kali akan dipakai, baru para Guru,
mengambil, dan memasang di kelas yang dimaksud.
Hal ini mengungkapkan bahwa selain memikirkan
62
penggunaan teknologi, responden juga memikirkan
sistem keamanan di sekolah.
Kendala
yang
dihadapi
dalam
pemanfaatan
internet di sekolah, adalah jaringan yang masih kurang
lancar. Beberapa kali telah dicoba perbaikan jaringan,
namun belum mendapat hasil yang diinginkan.
Teknologi bagi Anak Tengah merupakan tuntutan
jaman yang kebutuhannya memang harus dipenuhi di
sekolah. Responden sampai mengganti dari kabel biasa
ke kabel Fiber Optik untuk memenuhi kebutuhan
sekolah akan internet, supaya penerimaan siswa baru
melalui sistem online dapat terpenuhi, supaya laporan
dana
BOS
secara
online
juga
terpenuhi.
Juga
responden memutuskan untuk menambah 7 unit
komputer bagi sekolah. Website juga sudah dirintis
meskipun masih ada kekurangan di sana sini. Di ruang
Kepala sekolah terdapat monitor pantau CCTV untuk
kelas-kelas dan titik tertentu sekolah. Responden
sampaikan hal ini untuk memberikan pengawasan bagi
kelas-kelas yang sedang tidak ada guru, juga untuk
memantau proses belajar mengajar. Karena telah ada
guru-guru yang bersetifikasi, tentunya juga mereka
dituntut
performa
yang
lebih
dalam
mengajar.
Komunikasi dengan guru-guru dilakukan melalui SMS
dan telepon,
Untuk Anak Bungsu, internet merupakan sumber.
Oleh karenanya, responden juga merusaha supaya
tidak terlalu ketinggalan dalam penggunaannya. Di
sekolah responden digunakan facebook grup untuk
63
berkomunikasi dan mengupdate informasi, namun
responden
tidak
masuk
di
dalamnya.
Responden
sampaikan agar anggota grup tidak merasa sungkan,
responden tidak bergabung di dalam grup. Responden
dapat mempercayai teman-teman untuk mengetahui
update info terbaru di dalamnya. Guru-guru di sekolah
banyak yang memiliki email dan juga WhatsApp.
Selama ini responden banyak berkomunikasi dengan
para Waka dan guru melalui SMS dan telepon.
Responden juga menyampaikan bahwa bukan hanya
kita yang selalu mendapatkan informasi dari internet,
namun
demi
kepentingan
pendidikan
kita
juga
semestinya menyumbangkan karya untuk kemudian
diunggah.
4.4
Gaya Kepemimpinan dan Birth Order
Dari pembahasan hasil penelitian di atas,untuk
aspek kewenangan dan tanggung
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Dari
hasil
Interview
berstatus
anak
Sulung,
ketiga
anak
Kepala
Tengah,
Sekolah
dan
anak
Bungsu, maka didapatkan matriks sebagai berikut:
Tabel 4.1
Birth
Order
Anak Sulung
Anak
Tengah
Anak Bungsu
Indikator
Kewenangan
dan tanggung
jawab
Penugasan
terhadap
bawahan
Mendelegasikan
wewenang, tetap
mempertahan
kan tanggung
jawab utama
Dibagi
berdasarkan
partisipasi
bawahan dalam
pengambilan
keputusan
Pola
Komunikasi
Tekanan bagi
bawahan
Dominan bottom
up
Diberikan, tujuan
untuk
mengingatkan
Inisiatif dari
bawahan
Perlu
Menyerahkan
tanggung jawab
dan wewenang
pada bawahan
Dibagi
berdasarkan
partisipasi
bawahan
dalam
pengambilan
keputusan
Dominan
bottom up
Diberikan
reward dan
punishment
sesuai regulasi
pemerintah
Perlu
Mendelegasikan
wewenang, tetap
mempertahan
kan tanggung
jawab utama
Dibagi
berdasarkan
partisipasi
bawahan dalam
pengambilan
keputusan
Dominan bottom
up
Diberikan, supaya
progress fisik jelas
Perlu
29
Lanjutan Tabel 4.1
Birth
Order
Anak
Anak Sulung
Anak Bungsu
Tengah
Indikator
Bagaimana
menghadapi
masalah atau
tuntutan
Pemanfaatan
Teknologi
4.1
Yang
baik
dipacu, yang
kurang
dikelola
Mengajak
bawahan
berdiskusi
Mengatasi
masalah
tanpa
masalah
Mengajak
bawahan
berdiskusi
Mengedepankan
kesejahteraaan
batin daripada
materi
Mensharekan
permasalahan
kemudian
mengambil
keputusan
Web
baru
dirintis tahun
lalu
Internet
kurang lancar
Komunikasi
guru-guru
dominan
SMS,
beberapa WA
LCD di kelaskelas
sudah
terpasang
CCTV
Kabel biasa
diganti kabel
Fiber Optik,
bandwidth
dinaikkan
Penambahan
7
unit
komputer
Website ada
Komunikasi
guru-guru
dominan
SMS
Internet lancar
Ada
grup,
namun
tidak join
Guru-guru
banyak
yang
memiliki email,
WA
Hasil Penelitian
4.1.1 Aspek Kewenangan dan Tanggung Jawab
Pada anak Sulung, untuk indikator kewenangan
dan
tanggung
jawab
didapati
bahwa
responden
mendelegasikan sebagian besar wewenang, dan tetap
mempertahankan
tanggung
jawab
utama.
Hal
terlihat dari kutipan wawancara sebagai berikut:
30
ini
Untuk kewenangan ini, ada 3 pilihan ya? Ini saya
cenderung yang b, mendelegasikan sebagian besar
wewenang dan tetap mempertahankan tanggung
jawabnya yang utama. Jadi, contoh, untuk Kurikulum
ini saya beri kewenangan untuk merencanakan kegiatankegiatan selama satu tahun, kemudian diperpendek
menjadi satu semester. Demikian juga untuk urusanurusan yang lain, jadi seperti e kesiswaan, humas,
maupun sarana prasarana, ya. Di awal tahun kita
biasanya
mengadakan
IHT
dan
setiap
urusan
memaparkan rencana. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Responden
juga
terbuka
untuk
memaparkan
bahwa disamping keberhasilan yang dapat dirasakan
dalam bidang kurikulum, contoh yang kurang berhasil
pun ditemui.
Hanya yang kurang berhasil dalam hal ini mungkin
kurikulum ini setelah perjalanan itu kurang memantau
kepada Bapak Ibu Guru sehingga apa itu perangkatperangkat yang telah disiapkan kurikulum jadi seperti
daftar hadir siswa, kemudian kemajuan kelas yang harus
diisi guru ketika mengajar, itu kadang2 kosong, nah ini,
dalam hal ini Kepala Sekolah juga harus turun tangan,
nah semacam itu. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Contoh konkret yang diberikan oleh salah satu
Waka juga mengungkap tentang pembuatan perangkat
pembelajaran ini. Meskipun telah disepakati bersama
tentang pemberian tugas tersebut, namun bila Kepala
Sekolah tidak mempertahankan tanggung jawab utama
untuk mengkontrol, tentu saja akan banyak Guru yang
tidak tepat waktu untuk memenuhi tugasnya. Hal ini
terlihat dari transkrip wawancara sebagai berikut,
Di sini misalnya kalau jadi guru, pembuatan perangkat
untuk pembelajaran, untuk perangkat pembelajaran
biasanya sudah ditugaskan, perangkat ke kurikulum
31
kemudian ke Kepala Sekolah, itu sudah diberikan batas
pengumpulan, Cuma itu pasti ada yang tertunda, apalagi
kalau tidak kita kontrol setiap, sebelum hari H-nya
sudah kita tanyakan dulu, kalau tidak kita kontrol pasti
akan molor itu. Itu apa ini , kebiasaan yang masih ada di
lingkungan kita ini. (Wawancara tanggal 2 Agustus 2015)
Hal ini menunjukkan bahwa dalam pendelegasian
tugas-tugas sekolah, meskipun telah ditunjuk orangorang tertentu di bidangnya masing-masing, responden
menyadari bahwa tanggung jawab utama tetaplah ada
pada Kepala Sekolah sendiri.
Hasil wawancara dengan Anak Tengah untuk
aspek kewenangan dan tanggung jawab menunjukkan
bahwa responden menyerahkan tanggung jawab dan
wewenang pada bawahan. Hal ini terlihat dari transkrip
wawancara sebagai berikut
Penyerahan tugas kepada seluruh warga SMP 9. Iya,
menurut pengamatan, profesionalitas masing-masing
personil. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)
Pada rapat di awal tahun ajaran, responden akan
membagi tugas sesuai kapabilitas bawahannya supaya
ketika tahun ajaran sudah berjalan, masing-masing
personil diharapkan dapat menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik.
Namun,
tetap
ada
hal-hal
yang
menurut
responden kurang maksimal seperti contoh berikut,
Namun demikian, di samping keberhasilan-keberhasilan
juga ada yang belum dalam arti belum bisa melakukan
tugas mereka sesuai dengan job descriptionnya, ambil
contoh misalkan di ketatausahaan juga ada sebagian
yang baru melaksanakan tugasnya sebagian, demikian
32
profesionalitas dari Tata Usaha perlu kita tingkatkan.
(Wawancara tanggal 14 Juli 2015)
Dan juga contoh berikut, mengenai penataan
lingkungan yang kurang maksimal,
Lingkungan itu ada yang belum bisa melaksanakan
sebaik2nya, sebagai contoh untuk tingkat kebersihan
yang belum tercapai, terus kemudian penataan
lingkungan untuk menciptakan sekolah rindang, bersih,
hijau, produktif, belum tercapai. Nah, dari situ tentunya
kami membuat sebuah reward dan punishment juga,
yang belum kami memberikan teguran2 secara lisan
yang bersifat memotivasi mereka agar dalam program
tahun berikutnya dapat tercapai. (Wawancara tanggal 31
Juli 2015)
Responden memandang perlunya diadakan IHT (In
House Training) yang akan diadakan bulan Agustus
2015 sebagai langkah peningkatan profesionalitas bagi
stafnya tersebut.
Untuk aspek kewenangan dan tanggung jawab,
Anak
Bungsu
mendelegasikan
sebagian
besar
wewenang, namun tetap mempertahankan tanggung
jawab utama. Hal ini terlihat dari transkrip wawancara
sebagai berikut,
Masalah kewenangan dan tanggung jawab, saya
mendelegasikan sebagian besar wewenang dan tanggung
jawab utama, contoh pekerjaan2 yang bisa saya
delegasikan, saya delegasikan pada para wakil namun
demikian
masalah
justifikasi
atau
pengambilan
keputusan adalah tetap saya sebagai Kepala Sekolah.
(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Dengan
didelegasikan
demikian,
responden,
pekerjaan-pekerjaan
misal
sekaitan
dengan
33
urusan kesiswaan, akan responden delegasikan pada
Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, sekaitan
dengan kurikulum seperti adanya beasiswa S2 yang
diselenggarakan
oleh
Pemerintah
Kota
Salatiga,
responden mendelegasikan pada Wakil Kepala Sekolah
bidang Kurikulum supaya dapat mensosialisasikan
pada
para
Guru
supaya
bagi
yang
memenuhi
persyaratan dapat mengikuti.
Mengenai kewenangan dan tanggung jawab ini,
responden masih belum merasa puas, sebagai contoh
capaian prestasi anak-anak didik yang menurutnya
belum maksimal, seperti terungkap berikut,
Nah, maka itu saya evaluasi, maka besok e lebih
ditingkatkan cara menggarap anak supaya bisa
mendapat hasil yang maksimal. (Wawancara tanggal 27
Juli 2015)
Responden
masih
menginginkan
adanya
peningkatan dalam cara mendidik siswa-siswi supaya
hasilnya dapat maksimal. Oleh karenanya dibutuhkan
strategi pendelegasian tanggung jawab supaya dapat
maksimal hasilnya.
4.1.2 Aspek Penugasan Terhadap Bawahan
Untuk penugasan terhadap bawahan, responden
Anak
Sulung
bawahan
dalam
membagi
berdasarkan
pengambilan
partisipasi
keputusan,
seperti
kutipan di bawah ini
Jadi dalam pembagian tugas, pertama dari saya dulu, ya
dari Kepala Sekolah, ini saya menentukan personilpersonil sesuai dengan kemampuan mereka dan
34
tanggung jawab mereka ya, contoh, 4 Waka, saya pilih
dulu orang-orang yang sesuai dengan kemampuannya,
setelah itu, di bawah Waka ada koordinator. Ini juga
saya pilih orang yang bisa bekerja sama dengan Waka.
Waka saya mintai pendapat dulu kira 2 cocok dengan
siapa gitu, kemudian baru anggota-anggota yang lain.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Meskipun demikian, responden juga menemui
kendala sebagai berikut
Jadi suatu ketika, ada koordinator yang tidak bisa
melaksanakan tugasnya sesuai dengan rencana.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Kendati
berdasarkan
responden
telah
membagi
tugas
penilaiannya
akan
orang-orang
yang
dianggap mampu, ditemukan bahwa pilihan yang telah
dibuat berdasarkan kemampuan mereka juga ada yang
ditemukan tidak sesuai dengan harapan.
Untuk aspek penugasan terhadap bawahan, Anak
Tengah membaginya berdasarkan partisipasi bawahan
dalam pengambilan keputusan. Hal ini terlihat dari
transkrip wawancara sebagai berikut,
Untuk penugasan terhadap bawahan, kami mengambil
beberapa cara, yang pertama masukan dari temanteman, yang kedua dari evaluasi kinerja yang ketiga dari
analisa yang telah mereka lakukan sehari-hari. Dari sini
kami maka kami mengetahui tingkat kemampuan yang
bersangkutan,
atau
personal-personal
yang
bersangkutan, sehingga tidak hanya dari satu sisi Kepala
Sekolah namun juga bottom up dari bawah. (Wawancara
tanggal 14 Juli 2015)
Mengenai
kewenangan
dan
tanggung
jawab
responden Anak Bungsu masih belum merasa puas,
35
sebagai contoh capaian prestasi anak-anak didik yang
menurutnya
belum
maksimal,
seperti
terungkap
berikut,
Nah, maka itu saya evaluasi, maka besok e lebih
ditingkatkan cara menggarap anak supaya bisa
mendapat hasil yang maksimal. (Wawancara tanggal 27
Juli 2015)
Responden
masih
menginginkan
adanya
peningkatan dalam cara mendidik siswa-siswi supaya
hasilnya dapat maksimal. Oleh karenanya dibutuhkan
strategi pendelegasian tanggung jawab supaya dapat
maksimal hasilnya.
Untuk
bawahan,
Anak
aspek
Bungsu
penugasan
membaginya
terhadap
berdasarkan
partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan,
seperti berikut,
Ya, dalam memberikan penugasan terhadap ya boleh
bawahan atau teman2 saya begitu, dibagi berdasarkan
partisipasi bawahan, dalam pengambilan keputusan.
Maksudnya gini, dalam membagi tugas itu saya tidak,
kamu senang di mana, bukan demikian, tapi saya
berdasarkan penilaian selama kurun waktu tertentu,
kemudian berdasarkan juga masukan dari teman-teman.
(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Bagi responden, contoh kurang berhasil dalam hal
penugasan ini kecil sekali, seperti ditemukan pada
transkrip berikut,
Contoh yang kurang berhasil dalam pendelegasian, ya
ada tapi kecil sekali,karena sudah saya tugaskan sesuai
dengan job deskripsinya, mampu di bidang itu. Ini saya
pasrahi Sarpras Insya Allah mampu, ini saya pasrahi
kurikulum, Insya Allah juga, sehingga ya kalau kurang
sempurna wajar tapi tidak berhasil hampir tidak ada.
36
Contoh konkret bagi pendelegasian yang kurang
berhasil seperti kita lihat dalam transkrip tersebut
tidak dikemukakan oleh responden.
4.1.3 Aspek Pola Komunikasi
Pola
komunikasi
yang
didapat
dari
hasil
wawancara dengan responden Anak Sulung adalah
dominasi bottom up. Hal ini terlihat dari contoh berikut
Koordinator atau penanggung jawab Pramuka ini
membuat rencana, rencana kerja maupun rencana
anggaran dalam pengelolaan siswa ini, kemudian datang
ke tempat saya, Kepala Sekolah apa meminta
persetujuan. (Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Namun responden juga mengungkap bahwa ada
komunikasi yang bersifat top-down seperti berikut
Jadi suatu ketika, pendelegasian wewenang atau
pemberian tugas, e suatu ketika dari Kepala Sekolah,
tapi kadang-kadang ada kegiatan-kegiatan tertentu yang
dari bawah, usulan dari bawah. (Wawancara tanggal 25
Juli 2015)
Untuk aspek pola komunikasi yang diterapkan,
responden Anak Tengah mengatakan bahwa bottom up
lebih sesuai diterapkan di sekolahnya. Hasil triangulasi
juga
menyatakan
bahwa
responden
dominan
melakukan pola komunikasi bottom up. Transkrip
wawancara dengan responden untuk mengungkap pola
komunikasi yang dilakukan adalah sebagai berikut
Pola komunikasi, pola komunikasi ya yang diterapkan di
sekolah kami, di SMP 9 adalah saya senantiasa
menerapkan koordinasi dan komunikasi antar teman,
37
jadi segala sesuatu senantiasa kami musyawarahkan
dengan teman-teman. Saya punya prinsip keberhasilan
dalam sebuah sekolah itu bukan keberhasilan pribadi
atau pimpinan, namun keberhasilan dari teman-teman
semuanya. Oleh sebab itu di dalam kami berkomunikasi,
ini saya membuka, membuka seluas-luasnya baik dari
teman-teman yang GTT, PTT, dari teman-teman
kebersihan, baik dari atasan pun kami senantiasa
membuka komunikasi secara luas. (Wawancara tanggal
14 Juli 2015)
Responden juga mengemukakan bahwa dengan
membuka komunikasi seluas-luasnya dengan bawahan
tentu memiliki kelemahan sebagai berikut,
Kelemahannya, kemungkinan, tapi bukan, bukan terjadi
pada diri saya pribadi, banyak pimpinan yang jaim, tapi
di sini akhirnya begitu dekatnya antara bawahan dengan
atasan, yang kadang juga batas-batas itupun tidak jelas
begitu. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015)
Pola
komunikasi
yang
diterapkan
responden Anak Bungsu memformulasikan dari ketiga
pola komunikasi yang disediakan sebagai pilihan, yaitu
top down, bottom up, dan horisontal sesama rekan
kerja.
Alasan
mengapa
diformulasikan,
responden
sampaikan bahwa ini adalah pola komunikasi yang
efektif diterapkan di sekolah ini.
Jadi kami memformulasikan, juga terkadang, bottom up,
juga terkadang top down, juga terkadang sesama rekan
kerja, jadi suatu saat saya sharing dengan teman2, jadi
untuk saya mengambil keputusan, saya sharekan dulu,
kemudian saya rangkum, setelai saya rangkum, akhirnya
saya putuskan. E hanya, bagian2 tertentu yang bersifat
teknis, saya ambil sikap sendiri, nah, top down berarti,
tapi kalau yang sifatnya untuk kepentingan bersama itu
saya ambil bottom up, dari bawah. Kemudian juga
mereka tak suruh mereka berdiskusi melalui perwakilan
disampaikan kepada kami, baru kami pilah2, mana yang
sesuai ya itu yang kami kerjakan, yang tidak sesuai ya
38
kami ambil formula yang baru. (Wawancara tanggal 27
Juli 2015)
Contoh yang diberikan oleh responden mengenai
pola komunikasi yang kurang berhasil adalah tentang
pemilihan kyai bagi acara Halal Bihalal sekolah. Telah
didelegasikan
tugas
untuk
mencari
kyai,
namun
rupanya tidak sesuai dengan harapan Bapak Kepala
Sekolah.
Saya tidak menganggap itu kurang maksimal, kyai ne
ora apik, kyaine itu keras, kyai ne itu bersimpangan
dengan
pemerintahan,
walaupun
mereka
orang
pemerintahan tapi kurang puas dengan pemerintahan,
itu kan batin saya tidak puas, itu kurang maksimal. Itu
saya perintahkan, saya delegasikan ternyata kurang
maksimal. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
4.1.4 Aspek Tekanan Bagi Bawahan
Tekanan bagi bawahan diungkapkan responden
Anak Sulung perlu diberikan dengan tujuan untuk
mengingatkan.
Untuk tekanan terhadap bawahan ya, ini memang perlu
diberikan, suatu ketika memang perlu diberikan ya
supaya kinerjanya itu bisa teratur dan juga laporan
kegiatan itu selesai sesuai dengan rencana. Itu, dan juga,
tekanan, atau di sini mungkin bukan tekanan ya, tapi
apa ya, penekanan atau mungkin mengingatkan.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Namun
terkait
tekanan
terhadap
bawahan,
dikemukakan responden pula bahwa meskipun untuk
memenuhi target tertentu, hal ini berhasil, namun
39
tetap
ada
juga
porsi
kekurangberhasilan
seperti
diungkap wawancara sebagai berikut
Yah, meskipun sudah saya beri tekanan-tekanan,
peringatan-peringatan ya semacam itu, ya tapi kadangkadang ada keteledoran, contoh ini, yang tugas nutup
itu, kan yang tugas nutup Pak Satpam. Justru dari dia,
kadang jam 7 tet gitu belum apa, belum ditutup.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Responden dengan terbuka mengatakan bahwa
seringkali pengingat-pengingat semacam itu dilakukan
sebab dalam perjalanan waktu, hal-hal yang telah
disepakati di awal mulai longgar.
Ketika ditanya tentang tekanan bagi bawahan,
responden Anak Tengah lebih memilih kata ‘reward dan
punishment’ dibandingkan istilah ‘tekanan’. Sesuai
regulasi
dari
pemerintah,
maka
demi
tercapainya
sasaran kerja, maka dibuatlah SKP (Sasaran Kinerja
Pegawai) sebagaimana dapat kita lihat pada transkrip
percakapan dengan responden sebagai berikut.
Untuk para pegawai, guru, karyawan di sekolah kami, di
SMP 9 khususnya itu setiap awal tahun pelajaran
mereka harus membuat SKP , Sasaran Kinerja Pegawai.
Nah, di situ untuk masing-masing guru, ya, jadi guru
juga buat SKP, TU juga buat SKP yang itu merupakan
perencanaan dalam kerja mereka dalam satu tahun ke
depan. Nah, dari dari situ senantiasa kita evaluasi, jadi
setiap akhir semester juga akan kita lihat seperti apa
kinerja mereka, terus pada akhir tahun juga akan kita
evaluasi, pencapaian target dari Sasaran Kinerja Pegawai
yang nantinya akan diajukan dalam angka, dimana
Sasaran Kinerja Pegawai itu nanti target yang dicapai
akan menentukan prestasi kerja dalam satu tahun.
(Wawancara tanggal 14 Juli 2015)
40
Dari SKP tersebut, kemudian diterbitkan Penilaian
Kinerja Pegawai, dan juga bagi mereka yang tidak
disiplin, Kepala Sekolah membuat teguran secara lisan
dan juga tertulis.
Meskipun
telah
mengungkapkan
dibuat
bahwa
SKP,
masih
ada
responden
juga
pegawai
yang
kinerjanya belum maksimal
Pegawai yang ya mungkin kehadirannya juga belum
baik, perlu peningkatan. (Wawancara tanggal 14 Juli
2015)
Untuk itu responden berencana untuk membawa
hal tersebut pada rapat evaluasi di akhir tahun.
Responden menyampaikan bahwa untuk tekanan
bagi bawahan, perlu diberikan supaya progress fisiknya
jelas. Dengan demikian, hasil pekerjaan dapat dengan
mudah dipantau. Sebagai tambahan, responden juga
berharap bahwa hasil pekerjaan telah ada di meja
responden H-1 hari, sebagaimana dapat dilihat pada
transkrip berikut
Misalnya, taruhlah membuat proposal misalnya, atau
mengerjakan misalnya e kita mau membagikan rapor, itu
kan ditangani kurikulum, misalnya saya bagikan tanggal
17 misalnya, ini gaweyane kurikulum.Maka sebelum
tanggal 17, tanggal 16 itu harus bisa selesai di atas meja.
(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Alasan yang dikemukakan responden mengenai
hal ini terkait dengan hal-hal teknis yang kadang di
luar perkiraan seperti printer yang rusak, ataupun
listrik yang padam. Sehingga maksud responden adalah
supaya tenggat waktu suatu pekerjaan terpenuhi
41
secara
step
by
step,
tidak
mendadak.
Bilamana
ternyata ada kendala teknis di luar perkiraan pada hari
H, pekerjaan tersebut sudah selesai H-1.
Contoh untuk tekanan bagi bawahan yang kurang
berhasil diungkap responden dengan contoh pemakaian
seragam bagi Guru dan Karyawan di lingkungan
sekolah sebagai wujud kebersamaan. Telah disepakati
akan dipakai bersama untuk tanggal berapa dipakai,
namun rupanya tetap ada yang tidak dapat memenuhi
hal tersebut, dikarenakan kondisi Rumah Tangga yang
tidak memungkinkan. Hal ini terlihat dari transkrip
sebagai berikut.
Tidak bisanya itu bukan karena dia menentang, tidak
bisanya itu bukan karena dia menentang, tapi
kondisinya ada yang njahitne itu sekian puluh bulan
tidak diambil karena juga tidak ada gitu lo, ini contoh.
Harusnya seragam, tapi sampai sekarang belum dipake
karena tadi, dijahitne belum diambil2 karena sampai
keterbatasan anggaran (Wawancara tanggal 27 Juli
2015)
Contoh
lain
untuk
aspek
tekanan
terhadap
bawahan adalah tentang Koperasi Sekolah. Meskipun
Kepala
Sekolah
telah
memberikan
instruksi
bagi
pembatasan pinjaman, namun rupanya hal tersebut
tidak dilaksanakan oleh pengurus. Hal ini terlihat dari
transkrip sebagai berikut,
Kemudian dari pengurus itu kan tak tugaskan rodo
memfilter gitu, namun demikian karena roso tadi kan
tidak bisa. Njenengan kalau misalnya di sana diberikan
tugas menjadi bendahara koperasi, dan ada temannya
menangis2, merengek2, ada kekuatan untuk menolak,
tetapi roso tadi membelenggu, akhirnya semacam itu. Itu
42
kan berarti tugas yang saya beri itu tidak maksimal.
(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
4.1.5 Aspek Inisiatif dari Bawahan
Untuk aspek inisiatif dari bawahan, responden
Anak Sulung mengungkapkan bahwa hal ini dipandang
perlu, sebagaimana terungkap dari transkrip berikut
Ya, perlu sekali, jadi bawahan juga kita beri apa ya,
kesempatan untuk memberikan masukan-masukan,
berkenaan dengan ya, semua kegiatan di sekolah, baik
secara akademis maupun yang non akademis.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Hasil triangulasi juga menyatakan hal yang sama
bahwa para Waka dan Guru dapat menyatakan ide
mereka mengenai suatu hal, kemudian Ibu Kepala
Sekolah akan mempertimbangkan masukan -masukan
tersebut dalam pengambilan keputusan.
Inisiatif
dari
bawahan,
disampaikan
oleh
responden Anak Tengah sangat diperlukan, sebab
merekalah
mitra
kerja
yang
akan
membawa
keberhasilan bagi sekolah. Hal ini dapat terlihat pada
transkrip berikut
Maka, untuk inisiatif dari bawahan ini juga amat saya
perlukan dalam upaya pencapaian prestasi yang baik
karena kadang inisiatif-inisiatif itu akan bersifat
membangun bagi kemajuan sekolah. (Wawancara tanggal
14 Juli 2015)
Bagi
responden,
diperlukan
reward
dan
punishment yang bersifat membangun demi kemajuan
sekolah. Dari hasil wawancara dengan salah satu Wakil
43
Kepala Sekolah, juga didapati bahwa berbeda dari gaya
kepemimpinan sebelumnya, responden memberikan
reward kepada mereka yang dianggap berprestasi,
sehingga mereka merasa dihargai.
Responden Anak Bungsu memandang inisiatif dari
bawahan diperlukan sebab dengan adanya ide2 yang
masuk, responden dapat lebih ‘berkreasi’, seperti yang
dapat dilihat dari transkrip berikut,
Sangat diperlukan, karena dengan banyak ide yang
masuk, kita akan lebih bisa berkreatif. Bilamana saya
pandang perlu, tentu inisiatif2 itu akan saya akomodir
menjadi satu keputusan yang akan dituangkan sebagai
keputusan SMP 3, bukan keputusan si A, si B, si C,
ataupun dari saya. Berarti keputusan sekolah.
(Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Inisiatif
dari
bawahan
yang
kurang
berhasil
menurut responden adalah dalam pembuatan buku
kenangan. Dalam proses pembuatannya, para siswa
dibebaskan mengambil foto bersama. Ternyata, dalam
pelaksanaannya, mereka cenderung mengambil lokasi
yang jauh seperti misalnya jalan lingkar, sehingga
dapat mengganggu proses belajar mengajar. Hal ini
terlihat dari transkrip wawancara sebagai berikut,
Buku kenangan. Itu fotonya kan sampai kemana2,
sampai jauh sekali. Akhirnya secara signifikan dia akan
mengganggu juga proses kegiatan yang terpadu, kegiatan
yang sudah dicanangkan untuk peningkatan mutu kan
sekian persennya mengganggu, karena pada saat harus
belajar, itu foto bareng ke mana, ke mana, misalnya
kelas 9 A, kami foto di mana, di jalan lingkar, gitu, untuk
album kelulusan, sehingga kalau itu nanti budaya itu
diteruskan tidak mencari waktu yang tepat, pasti akan
44
mengganggu persiapan
tanggal 27 Juli 2015)
ujian
nasional.
(Wawancara
Untuk mengatasinya kemudian dicarilah waktu
yang tidak mengganggu proses belajar mengajar supaya
dapat tercipta win-win solution.
4.1.6 Aspek Bagaimana Menghadapi Masalah atau
Tuntutan
Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Anak
Sulung sering mengajak bawahan berdiskusi. Hal ini
terlihat dari transkrip berikut
Jadi tetap saya mengajak staff untuk mencari solusi.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
yang kemudian dibenarkan dari data triangulasi.
Bila
ada
permasalahan
muncul,
responden
akan
mensharingkan pada keempat Wakil Kepala Sekolah,
untuk
kemudian
berdiskusi
sebagai
bahan
tuntutan,
Kepala
pengambilan keputusan.
Untuk
menghadapi
Sekolah Anak Tengah, menggunakan skala prioritas,
kemudian mendiskusikannya dengan bagian terkait
untuk mencari Win-win solution seperti ditemukan
dalam transkrip berikut,
Jadi dalam menghadapi sebuah tuntutan, atau
permasalahan2, akan senantiasa kita melihat ke
belakang, akan kita tentukan skala prioritas, kita
sesuaikan dengan pendanaan yang ada, terus kemudian
juga kita sesuaikan dengan regulasi yang ada termasuk
di dalam pertanggungjawaban atau per.SPJ.an, sehingga
dengan demikian itu akan terselesaikan dengan baik dan
45
alhamdulillah untuk permasalahan2 yang ada di SMP 9
ini bisa terselesaikan dengan baik, sebagai contoh aja
mungkin untuk tahun ini saya sudah mencoba untuk
peningkatan komputerisasi di SMP 9 karena komputer2
yang dipakai sudah lama, padahal sekarang tuntutannya
kan tinggi, jadi kita lihat dana BOS, kita lihat juknis
yang ada di sana, ternyata memungkinkan untuk
penambahan dimana SMP bisa menambah sampai 7
unit. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)
Hal ini sesuai dengan transkrip validasi dengan
salah seorang Wakil Kepala, mengenai bagaimana
beliau mendiskusikan suatu masalah,
Bapak Kepala Sekolah kadang memerintahkan, tapi lebih
banyak meminta pendapat dari teman2 kemudian
dirembug bersama, setelah itu baru mengambil
keputusan. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)
Hal senada juga diungkap oleh salah satu guru,
sebagai berikut,
Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Bapak
Kepala Sekolah biasanya pertama, masalah itu
diselesaikan tuntas, sekiranya tuntas ya win-win
solution,nah seperti contoh ketika penerimaan siswa
baru, karena online, terus di lingkungan kami
internetnya belum cepat,Pak Ngadiman segera merespon
terus
mengganti
kabelnya
dengan
fiber
optik.
(Wawancara tanggal 31 Juli 2015)
Dalam
upaya
menyelesaikan
masalah
atau
menghadapi tuntutan, Anak Bungsu tidak menjawab
pertanyaan ini. Alih-alih, responden menyampaikan
bahwa sebagai seorang pemimpin yang baik, pemberian
kesejahteraan hendaknya sebanding dengan pemberian
tuntutan, seperti terdapat pada transkrip berikut ini,
Tuntutannya itu kalau bisa sebagai seorang pemimpin,
baik, apa pemberian kesejahteraan itu ya sebanding
46
dengan yang lain, dan lain lain tentunya. (Wawancara
tanggal 27 Juli 2015)
4.1.7 Aspek Pemanfaatan Teknologi
Pemanfaatan teknologi oleh Anak Sulung
terlihat dari adanya web yang baru dirilis tahun lalu,
komunikasi dengan guru2 lebih banyak melalui sms,
beberapa telah menggunakan WA, LCD di kelas-kelas
telah
terpasang.
Kendala
yang
ditemui
dalam
pemanfaatan teknologi ini adalah jaringan internet yang
kurang lancar.
Teknologi
dimanfaatkan
Anak
Tengah
seperti
adanya CCTV utk pantauan langsung ke kelas-kelas
dan beberapa titik sekolah, adanya website SMP 3,
penggunaan kabel Fiber Optik supaya internet menjadi
lancar, penggunaan SMS untuk berkomunikasi dengan
guru-guru.
Aspek pemanfaatan teknologi di sekolah dikatakan
Bapak Kepala Sekolah sebagai ‘sumber segala sumber’.
Untuk
mendapatkan
sambutan
Bapak
Menteri
(diunduh dari Dapodik), sebagai sarana berkomunikasi
(sms dan WA), untuk memantau perkembangan situasi
(Facebook grup). Namun di dalam Facebook Grup,
Bapak Kepala Sekolah tidak masuk di dalamnya,
supaya para anggota kemudian tidak menarik diri
dalam mengungkapkan pendapat. Hal ini dikemukakan
responden sebagai berikut,
Namun demikian kami sebagai pimpinan tidak masuk ke
situ. Kami membatasi bukan karena saya tidak mau
masuk ke pergaulan itu tapi saya hanya, bilamana ada
47
hal2 yang tidak nanti itu kan, crito2 di situ, nanti kan
ono sing ngrasani Kepala Sekolahe barang, kan ada yang
tidak berani, lebih baik saya apa, memanfaatkan teman2
yang saya percaya, perkembangan apa yang ada di SMP
3. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
4.2
Gaya Kepemimpinan dan Birth Order
Gaya Kepemimpinan yang diungkap responden
Anak Sulung adalah gaya kepemimpinan Demokrasi.
Contoh pengambilan keputusan secara musyawarah
mufakat yang merupakan ciri dari gaya kepemimpinan
ini terungkap dalam contoh Halal Bihalal yang akan
dilaksanakan.
Semula
disepakati
bahwa
akan
digunakan kursi dalam acara tersebut mengingat
jumlah peserta yang dituakan cukup banyak. Namun,
kemudian, sie konsumsi terkendala sebab tidak sesuai
dengan konsumsi yang disajikan.
Ternyata ini tadi dari seksi konsumsi, yang ndak setuju
karena tidak sesuai dengan apa, konsumsi yang akan
ditampilkan. Mereka sudah menyeting konsumsinya itu
lesehan, tidak didusi. Nah ini tadi kan makanya terus
matur,
gimana.
Ya
sudah,
kalau
saya
kan
memikirkannya
untuk
tamu-tamu
undangan.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
Akhirnya setelah kontak dengan sarana prasana,
panitia memutuskan untuk acara menjadi konsep
lesehan
Untuk menghadapi masalah atau tuntutan, Ibu
Kepala Sekolah sering mengajak bawahan berdiskusi.
Hal ini terlihat dari transkrip berikut
Jadi tetap saya mengajak staff untuk mencari solusi.
(Wawancara tanggal 25 Juli 2015)
48
yang kemudian dibenarkan dari data triangulasi.
Bila ada permasalahan muncul, Ibu Kepala Sekolah
akan mensharingkan pada keempat Wakil Kepala
Sekolah, untuk kemudian berdiskusi sebagai bahan
pengambilan keputusan.
Diungkapkan oleh Responden Anak Tengah,
bahwa Gaya kepemimpinan yang digunakan adalah
Gaya Kepemimpinan Demokratis.
Untuk gaya kepemimpinan yang saya laksanakan di SMP
9, saya menggunakan gaya style demokrasi. Jadi karena
di sini di SMP 9 dari analisa saya itu yang paling tepat
karena apa di sini, seperti yang saya sampaikan kemarin
usulan2 dari bawahan sebagai bottom up juga kami
perhatikan,
dengan
demikian
mereka
merasa
diperhatikan. Namun demikian dari atas juga kita
padukan. Di sini yang paling tepat juga sebuah
koordinasi yang senantiasa kita lakukan dengan para
bawahan karena dengan demikian kita akan mengetahui
kekurangan dan apa2 yang mereka harapkan itu bisa
kita akomodir, di sini seperti itu, dengan pendekatan2
yang persuasif, tanpa adanya gaya kepemimpinan yang
otoriter. (Wawancara tanggal 31 Juli 2015)
Dari hasil validasi data, juga diungkap hal yang
sama oleh salah seorang Guru, seperti berikut,
Untuk Gaya Kepemimpinan Bapak Kepala Sekolah di
SMP 9, cenderung banyak demokratis. Bisa ditelusuri
yang pertama e responden, hampir setiap hari Senin itu
pasti mengadakan rapat, jadi rapat Bapak Ibu Guru itu
untuk menggali aspirasi,mungkin Guru ada yang usul
atau bagaimana, nanti di situ, dirembug bersama2.
(Wawancara tanggal 31 Juli 2015).
Gaya kepemimpinan yang diungkapkan Bapak
Kepala Sekolah berstatus Anak Bungsu ini adalah
partisipatif. Responden lebih suka menggunakan kata
tersebut
untuk
menggambarkan
gaya
49
kepemimpinannya,
seperti
terlihat
dari
transkrip
berikut,
Gaya Kepemimpinan kami cenderung pastisipasi, Jadi
saya bukan termasuk orang yang otoriter, namun
demikian saya bukan orang yang menyampaikan
keputusan hanya berdasarkan rangkuman dari teman2.
Jadi hal2 tertentu saya sampaikan didepan tadi, kalau
hal2 yang prinsip, yang menyangkut teknis yang tidak
bisa diambil secara keputusan bersama ya pasti saya
yang mengambil. (Wawancara tanggal 27 Juli 2015)
Hal ini diperkuat dari hasil wawancara dengan
salah satu Wakil Kepala Sekolah yang mengatakan
bahwa
responden
melibatkan
adalah
partisipasi
sosok
dari
yang
berbagai
demokratis,
pihak
dalam
pengambilan keputusannya.
Dalam
upaya
menyelesaikan
masalah
atau
menghadapi tuntutan, Bapak Kepala Sekolah tidak
menjawab
pertanyaan
ini.
Alih-alih,
responden
menyampaikan bahwa sebagai seorang pemimpin yang
baik, pemberian kesejahteraan hendaknya sebanding
dengan pemberian tuntutan, seperti terdapat pada
transkrip berikut ini,
Tuntutannya itu kalau bisa sebagai seorang pemimpin,
baik, apa pemberian kesejahteraan itu ya sebanding
dengan yang lain, dan lain lain tentunya. (Wawancara
tanggal 27 Juli 2015)
50
4.3
Pembahasan Hasil Penelitian
4.3.1 Aspek Kewenangan dan Tanggung Jawab
Untuk indikator kewenangan dan tanggung jawab,
Anak Sulung, dan Anak Bungsu mengungkapkan
bahwa
mereka
mendelegasikan
sebagian
besar
wewenang, dan tetap mempertahankan tanggung jawab
utama, sedangkan pada anak Tengah,
responden
mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang. Pada
anak sulung, hasil wawancara kedua Wakil Kepala
Sekolah juga menunjukkan bahwa responden tetap
mempertahankan
mendelegasikan
tanggung
jawab
tugas-tugas
utamanya,
kepada
Para
dan
Waka.
Contoh konkret yang diberikan oleh Kepala Sekolah
yang juga sama dengan salah satu Waka adalah dalam
pembuatan perangkat pembelajaran. Meskipun telah
disepakati bersama tentang pemberian tugas tersebut,
namun bila Kepala Sekolah tidak mempertahankan
tanggung jawab utama untuk mengkontrol, tentu saja
akan banyak Guru yang tidak tepat waktu untuk
memenuhi tugasnya. Dengan demikian, fungsi kontrol
yang dilaksanakan responden tetap harus dilakukan
sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai Kepala
Sekolah. Hal ini menunjukkan ciri kedisiplinan seperti
yang dinyatakan Datnner (2000)
Pada
anak
Tengah,
responden
menyerahkan
tanggung jawab dan wewenang pada bawahan sesuai
dengan
profesionalitas
dan
pengamatan
yang
dilakukan. Responden berharap dengan tiap personil
51
sudah tahu tentang tugasnya masing-masing, ketika
tahun ajaran sudah berjalan, masing-masing personil
sudah
mengerti
akan
tugasnya,
sehingga
fungsi
masing-masing bagian akan dapat maksimal. Contoh
konkret yang diberikan responden adalah pembagian
tugas yang diberikan di awal tahun ajaran dengan
memperhatikan
profesionalisme
masing-masing
personil. Seandainya ada kendala di tengah tahun
ajaran
bila
ada
personil
yang
belum
dapat
melaksanakan tugas seperti yang disepakati bersama,
responden akan memberikan teguran berupa motivasi
pada bawahannya.
Untuk Kepala Sekolah berstatus anak Bungsu,
responden
juga
mengungkapkan
bahwa
dirinya
mendelegasikan sebagian besar wewenang, namun
tetap
mempertahankan
tanggung
jawab
utama.
Responden akan cenderung membagi-bagi tugas pada
keempat
Wakil
Kepala
sesuai
bidangnya,
namun
pengambilan keputusan tetap pada responden sebagai
Kepala Sekolah. Dengan demikian, akan ada hal-hal
yang langsung dapat diputuskan responden sendiri
sebagai contoh bila ada siswa yang hendak masuk ke
sekolahnya, dengan nilai mencukupi, maka responden
tidak perlu bertanya kepada Wakil Kepala, dan dapat
langsung memutuskan bahwa siswa tersebut diterima.
Jadi untuk hal-hal yang tertentu, responden akan
mengambil keputusan sendiri, baru kemudian akan
mensharingkan kepada Para Wakil.
52
4.3.2 Aspek Penugasan Terhadap Bawahan
Ketiga narasumber baik Sulung, Tengah, dan
Bungsu mengungkapkan bahwa untuk penugasan
terhadap
bawahan
mereka
dalam
dibagi
berdasarkan
pengambilan
partisipasi
keputusan.
Pada
pembagian tugas di awal tahun pelajaran, ketiga Kepala
Sekolah
sebelumnya
telah
mempertimbangkan
kemampuan para personil untuk bertugas terutama
sebagai Wakil Kepala juga
koordinator-koordinator.
Dalam perjalanan waktu, seandainya mereka merasa
ada personil yang memiliki kinerja yang tidak sesuai
dengan harapan, ketiganya sama-sama mengungkap
bahwa evaluasi kembali akan dilakukan, dan tidak
menutup kemungkinan personil tersebut akan dirotasi
pada posisi yang lebih cocok. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam penugasan terhadap bawahan, mereka
tidak serta merta memilih berdasarkan suka atau tidak
suka, namun mereka mempertimbangkan kemampuan
para personil yang sebenarnya.
Pada Anak Sulung, apabila ada personil yang
memang
responden
rasa
harus
dirotasi,
maka
responden akan menunggu hingga tahun ajaran baru.
Bila ada posisi yang harus diganti, bagi responden hal
itu
adalah
mungkin
konsekuensi
salah
dalam
dari
keputusannya
menilai
seseorang,
yang
namun
responden akan tetap menunggu hingga tahun ajaran
selesai baru kemudian mengganti.
Sama halnya dengan Anak Sulung, pada Anak
Bungsu, seperti terungkap pada hasil wawancara
53
responden,
evaluasi
akan
dilakukan
sesegera
mungkin untuk rotasi personil, sekiranya ada yang
kurang maksimal dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya,
bisa
dievaluasi.
jadi
satu
Namun,
tahun
ketika
kemudian
akan
ditanya
poin
kekurangberhasilan, responden ungkapkan minim. Bila
kurang sempurna, responden pahami hal itu sebagai
sesuatu yang wajar dan butuh dipoles sedikit saja.
Bagi Anak Tengah, penugasan terhadap bawahan
dilakukan melalui 2 cara, yang pertama masukan
teman-teman, yang kedua dari evalusi kinerja seharihari. Responden
maksudkan hal tersebut supaya
penentuan kebijakan berasal dari bawahan dan juga
dari atasan.
4.3.3 Aspek Pola komunikasi
Untuk aspek pola komunikasi, Anak Sulung
dan Anak Tengah
mengungkap bahwa mereka
cenderung melakukan bottom up, sedangkan untuk
Anak
Bungsu
memformulasikan
diantara
pola
komunikasi top down, bottom up, dan horisontal
sesama rekan kerja. Bagi Anak Bungsu, dengan
memformulasikan ketiga pola komunikasi akan
menjadikan komunikasi yang lebih efektif bagi
sekolahnya.
Diperkuat dari hasil wawancara dengan kedua
Waka,
Anak
Sulung
akan
menggalang
masukan,
terutama dari keempat Waka dan guru, untuk dapat
memutuskan
sesuatu
yang
berkaitan
dengan
kepentingan bersama. Untuk suatu keputusan yang
54
menyangkut kepentingan bersama, responden tidak
segan untuk mendapat masukan. Hal ini menunjukkan
bahwa dominasi pola komunikasi responden adalah
bottom up. Sehingga untuk hal-hal yang bagi bawahan
kurang sesuai, misal keputusan penutupan In-House
Training yang semula diputuskan responden dilakukan
di Jogja, kemudian dirubah di Jawa Timur sesuai
dengan masukan bersama.
Bagi Anak Tengah, komunikasi yang dilakukan
juga didominasi oleh pola bottom up. Hal ini diperkuat
dari hasi wawancara dengan salah satu Waka dan satu
orang Guru. Pada rapat yang diadakan setiap hari
Senin,
responden
persoalan
seperti
manfaatkan
dana
BOS,
untuk
membahas
perbaikan-perbaikan
mendesak yang dilakukan bagi bangunan, dan lainlain. Dengan cara demikian, banyak keputusan yang
diambil, diketahui oleh banyak pihak.
Anak Bungsu memilih formulasi dari ketiga pola
komunikasi, top down, bottom up, dan horisontal
sesama rekan kerja. Terkadang komunikasi dilakukan
bottom up, terkadang top down, terkadang sesama
rekan kerja.
teknis,
seperti
Untuk hal-hal tertentu yang bersifat
yang
responden
sampaikan
pada
wawacara, akan diambil sikap sendiri. Keputusan yang
sifatnya untuk kepentingan bersama responden akan
memilih pola bottom up, dari bawah ke atas. Kemudian
juga bawahan diminta berdiskusi melalui perwakilan,
kemudian disampaikan kepada Kepala Sekolah, baru
dipilah-pilah, mana yang sesuai yang dikerjakan, yang
55
tidak sesuai akan
diambil keputusan baru. Pola
komunikasi yang demikian yang bagi responden efektif
bagi sekolahnya.
Dari hasil wawancara dengan salah satu Wakil
Kepala, didapati bahwa dalam menterjemahkan atau
menginterpretasi
tugas
yang
diberikan,
ada
rasa
jangan2 tumpang tindih antara satu bagian dengan
bagian lain. Wakil Kepala menyampaikan bahwa hal ini
dapat
disikapi
dengan
mempertegas
komunikasi
supaya menjadi jelas tugasnya.
4.3.4 Aspek Tekanan bagi Bawahan
Bagi ketiganya, Anak Sulung, Tengah, maupun
Bungsu, ketiganya sepakat bahwa pemberian tekanan
bagi bawahan memiliki maksud memotivasi ke arah
yang lebih baik.
Untuk
anak
Sulung,
tekanan
bagi
bawahan
diperlukan dengan tujuan untuk mengingatkan sebab
seperti yang responden sampaikan terkadang ada
keteledoran
dari
bawahan
ketika
sudah
berjalan
beberapa waktu dari kesepakatan. Bagi responden
tekanan sebagai bentuk pengingat diperlukan supaya
banyak rencana selesai seperti laporan-laporan dan
kegiatan-kegiatan.
responden
dapat
bersangkutan,
Sebagai
bentuk
langsung
kemudian
pengingat,
memanggil
membahas
yang
dan
mengingatkannya supaya keteledoran menjadi minim.
Namun, rupanya tetap ada keteledoran yang dilakukan
hampir terus menerus meskipun telah diingatkan
sendiri
56
oleh
responden
sebagai
Kepala
Sekolah,
misalnya
tukang
dalam
kebun.
hal
pengelolaan
Responden
lingkungan
harus
terus
oleh
menerus
kembali berpesan supaya daerah rindang di depan
kelas-kelas dan sekitar sekolah tetap dipertahankan
dengan disiram secara rutin. Hal ini menunjukkan
bahwa tekanan yang diberikan responden bersifat
sebagai self reminder, atau pengingat.
Anak
Tengah
lebih
suka
menggunakan
kata
reward dan punishment dibandingkan tekanan. Bagi
responden,
dengan
memberikan
reward
dan
punishment akan menjadikan lebih efektif. Sesuai
regulasi pemerintah, SKP dibuat oleh setiap personil,
supaya jelas target pekerjaan. Seandainya memberikan
punishment pun, responden mengacu pada PP 54
tentang
disiplin
Pegawai
Negeri
Sipil.
Dari
hasil
wawancara dengan salah satu Waka, berbeda dari
kepemimpinan
sebelumnya,
pada
kepemimpinan
responden ini ada reward yang diberikan bagi pegawai
yang dianggap berprestasi. Hal itu bagi bawahan
merupakan bentuk pengakuan dan penghargaan yang
diberikan oleh Kepala Sekolah bagi kinerja mereka.
Pada Anak Bungsu, diungkap bahwa responden
tidak menyukai hasil pekerjaan yang selesainya mepet,
istilah dalam Bahasa Jawa, pada waktunya. Responden
lebih suka hasil pekerjaan jadi sehari sebelum hari H
untuk mengantisipasi hal-hal teknis yang tidak bisa
dikendalikan seperti printer yang tiba-tiba rusak,
ataupun
mati
lampu.
Oleh
karenanya,
tekanan
diberikan oleh responden supaya progress fisik suatu
57
pekerjaan menjadi jelas. Dengan memberikan dateline
sehari sebelum hari H, responden berharap pekerjaan
tentunya dapat selesai sesuai tenggat waktunya
4.3.5 Aspek inisiatif dari bawahan
Pada aspek inisiatif pada bawahan, baik Anak
Sulung, anak Tengah dan anak Bungsu mengungkap
bahwa hal ini diperlukan. Tanpa inisiatif dari bawahan,
ketiganya sepakat bahwa tanpa adanya masukan,
saran-saran dari bawahan, tentu saja sekolah akan
sulit
maju.
Bagi
mereka,
keberhasilan
sekolah
mencapai sesuatu tidak lepas dari sumbangsih saran
dan masukan dari bawah.
Anak
Sulung
menyampaikan
bahwa
untuk
pengambilan keputusan itu ada di tangan Kepala
Sekolah, namun ide-ide dari bawah tetap responden
tampung. Ada 2 cara dalam memberikan masukan, jadi
kadang-kadang Bapak Ibu Guru sendiri yang langsung
menemui responden tapi kadang-kadang responden
yang
memanggil
mereka
untuk
berdiskusi
menyelesaikan suatu masalah.
Bagi Anak Tengah, inisiatif dari bawahan juga
diperlukan dalam upaya pencapaian prestasi yang baik
karena sebagaiman responden sampaikan, kadang
inisiatif-inisiatif itu akan bersifat membangun bagi
kemajuan
sekolah.
Bagi
responden
prestasi
yang
dicapai sekolah, juga tidak terlepas dari peran serta
rekan-rekan
kerjanya
dalam
mendukung
memberi
masukan-masukan. Responden menyampaikan bahwa
masukan membangun bagi sekolah sangat diperlukan,
58
misalnya saja dalam sistem penerimaan siswa baru
yang tahun ini dilakukan secara online. Semula,
jaringan
internet
di
sekolah
masih
terkendala,
kemudian dari masukan-masukan yang diberikan,
responden
menerima
dan
memutuskan
untuk
mengganti kabel dengan jenis Fiber Optik supaya
jaringan menjadi lebih baik. Karena kontur sekolah
berbentuk O, hotspot menjadi sulit, cara mengatasinya
adalah dengan bertahap titik-titik hotspot nantinya
diperbanyak. Masukan-masukan yang didapat dari
bawahan
merupakan
aset
bagi
responden,
untuk
menuju perbaikan.
Bagi Anak Bungsu, dengan banyaknya ide yang
masuk dari bawahan, responden akan dapat berkreasi.
Contoh
yang
responden
angkat
adalah
tentang
menyalami anak-anak di depan gerbang sekolah oleh
guru piket. Pada mulanya, mendapatkan komentar
‘seperti among tamu’, namun responden berprinsip
bahwa hal tersebut akan berdampak pada bagusnya
pendidikan
karakter,
sehingga
hal
ini
masih
dilaksanakan hingga sekarang. Dari hasil wawancara
dengan salah seorang guru, juga didapati bahwa dalam
pelaksanaan ide tersebut, masih belum maksimal.
Personil guru piket yang sudah disepakati untuk
menyalami, terkadang ada yang tidak melaksanakan.
Hal
ini
disampaikan
mungkin
karena
belum
terbiasanya melakukan kebijakan semacam ini, yang
juga tidak ada pada kepemimpinan sebelumnya. Hal ini
sejalan dengan apa yang dikemukakan Hadibroto
59
(2002) bahwa Anak Bungsu akan mucul dengan ide-ide
baru yang mengejutkan.
4.3.6 Aspek bagaimana menghadapi masalah atau
tuntutan
Bagi Anak Sulung, untuk menghadapi masalah
atau tuntutan utamanya adalah mengajak bawahan
berdiskusi. Selain itu, seperti yang disampaikan oleh
responden, apa yang baik dipacu, apa yang kurang
dikelola. Untuk sekolah yang dipimpin Anak Sulung,
responden menemui kendala input siswa. Responden
mengatakan bahwa berbeda dengan sekolah-sekolah di
kota, sekolahnya termasuk sekolah pinggiran, banyak
anak-anak dari daerah Kabupaten yang masuk ke
sana. Rupanya kebanyakan dari anak-anak ini masih
belum terpacu untuk bisa mendapatkan prestasi lebih.
Mereka masih dapat santai bila hasil tesnya mendapat
nilai kurang maksimal. Hal ini juga diperkuat dengan
pernyataan
salah
seorang
Wakil
Kepala.
Oleh
karenanya, responden dalam menghadapi hal ini,
meskipun
telah
berusaha
untuk
menambah
jam
tambahan, ada jemputan bagi anak-anak yang memiliki
hasil kurang maksimal untuk datang ke sekolah
mengikuti jam tambahan, membebaskan pungutan
bagi jam tambahan ini, seakan-akan masih menemui
jalan buntu. Hal ini dikarenakan semangat belajar
siswa yang masih minim, sehingga apa yang telah
diupayakan pihak sekolah, dari masukan bersama,
hingga
sekarang
belum
menemui
hasil
yang
diharapkan. Dari contoh di atas, bahwa Anak Sulung
60
dengan
gamblang
dihadapi
oleh
menjelaskan
sekolahnya,
kelemahan
yang
menunjukkan
bahwa
responden adalah seorang yang ekstrovert. Hal ini
sejalan dengan ciri pemimpin Anak Sulung yang
diungkap Dattner (2000), yaitu ekstrovert.
Anak Tengah mengungkapkan bahwa responden
mengakomodir
kemudian
masukan-masukan
memusyawarahkannya.
dari
bawahan,
Sebagai
contoh,
guru TI senantiasa meminta penambahan teknologi
yang ada di sekolah seiring tuntutan jaman. Maka
dengan prioritas kebutuhan yang disesuaikan dengan
kondisi pendanaan yang ada, lalu disesuaikan dengan
regulasi-regulasi
yang
sudah
dicanangkan
oleh
pemerintah, lewat juknis Dana Bos, Kepala Sekolah
memutuskan untuk menambah 7 unit komputer. Dari
hasil wawancara dengan salah seorang guru, juga
ditemukan hal yang sama, bahwa untuk keputusan
yang menggunakan Dana BOS, hal tersebut akan
disharingkan pada rapat, supaya kemudian diambil
keputusan bersama.
Jawaban yang diberikan Anak Bungsu untuk
aspek bagaimana menghadapi masalah atau tuntutan
rupanya tidak dapat menjabarkan poin ini. Dari hasil
wawancara pada salah seorang Waka didapati bahwa
Bapak
Kepala
akan
mengkomunikasikan
suatu
masalah kepada bawahannya. Salah satu contoh di sini
adalah dengan adanya anak-anak atlit yang masuk di
SMP 3. Hal-hal di luar bidang akademis tentu saja
tidak ada masalah, apalagi mereka mampu membawa
61
nama baik sekolah di bidang olahraga, namun untuk
bidang akademis, tentu perlu dikomunikasikan kepada
pelatih mereka jam-jam dimana mereka tidak dapat
ijin, sebab akan mengganggu prestasi akademis para
atlit ini.
4.3.7 Aspek Pemanfaatan Teknologi
Bagi Anak Sulung, teknologi dimanfaatkan untuk
berkomunikasi dengan Para Waka, guru-guru melalui
sms
dan
juga
untuk
beberapa
orang
telah
menggunakan WhatsApp. Komunikasi yang dibangun
bertujuan untuk koordinasi sesama rekan kerja agar
tercapai suatu tujuan, misal dalam suatu kepanitiaan
Halal
Bihalal
sekolah.
Kemudian
responden
juga
mengungkap bahwa web untuk sekolah telah dirintis
tahun lalu, namun masih banyak terdapat kekurangan.
Responden juga memperbaiki sistem keamanan sekolah
dengan menempatkan penjaga sekolah yang bersama
dengan
keluarganya
tinggal
di
sekolah,
untuk
mengantisipasi pencurian komputer beberapa tahun
lalu di sekolah. Kemudian responden juga memperbaiki
pintu-pintu kelas yang rusak supaya dapat dikunci
kembali, supaya LCD dapat dipasang di tiap-tiap kelas.
Dengan
demikian,
para
Guru
pun
dapat
belajar
menggunakannya. Responden maksudkan hal tersebut
mengingat
setelah
pencurian
yang
terjadi
besar-
besaran di sekolah, LCD hanya ditumpukkan di
gudang, setiap kali akan dipakai, baru para Guru,
mengambil, dan memasang di kelas yang dimaksud.
Hal ini mengungkapkan bahwa selain memikirkan
62
penggunaan teknologi, responden juga memikirkan
sistem keamanan di sekolah.
Kendala
yang
dihadapi
dalam
pemanfaatan
internet di sekolah, adalah jaringan yang masih kurang
lancar. Beberapa kali telah dicoba perbaikan jaringan,
namun belum mendapat hasil yang diinginkan.
Teknologi bagi Anak Tengah merupakan tuntutan
jaman yang kebutuhannya memang harus dipenuhi di
sekolah. Responden sampai mengganti dari kabel biasa
ke kabel Fiber Optik untuk memenuhi kebutuhan
sekolah akan internet, supaya penerimaan siswa baru
melalui sistem online dapat terpenuhi, supaya laporan
dana
BOS
secara
online
juga
terpenuhi.
Juga
responden memutuskan untuk menambah 7 unit
komputer bagi sekolah. Website juga sudah dirintis
meskipun masih ada kekurangan di sana sini. Di ruang
Kepala sekolah terdapat monitor pantau CCTV untuk
kelas-kelas dan titik tertentu sekolah. Responden
sampaikan hal ini untuk memberikan pengawasan bagi
kelas-kelas yang sedang tidak ada guru, juga untuk
memantau proses belajar mengajar. Karena telah ada
guru-guru yang bersetifikasi, tentunya juga mereka
dituntut
performa
yang
lebih
dalam
mengajar.
Komunikasi dengan guru-guru dilakukan melalui SMS
dan telepon,
Untuk Anak Bungsu, internet merupakan sumber.
Oleh karenanya, responden juga merusaha supaya
tidak terlalu ketinggalan dalam penggunaannya. Di
sekolah responden digunakan facebook grup untuk
63
berkomunikasi dan mengupdate informasi, namun
responden
tidak
masuk
di
dalamnya.
Responden
sampaikan agar anggota grup tidak merasa sungkan,
responden tidak bergabung di dalam grup. Responden
dapat mempercayai teman-teman untuk mengetahui
update info terbaru di dalamnya. Guru-guru di sekolah
banyak yang memiliki email dan juga WhatsApp.
Selama ini responden banyak berkomunikasi dengan
para Waka dan guru melalui SMS dan telepon.
Responden juga menyampaikan bahwa bukan hanya
kita yang selalu mendapatkan informasi dari internet,
namun
demi
kepentingan
pendidikan
kita
juga
semestinya menyumbangkan karya untuk kemudian
diunggah.
4.4
Gaya Kepemimpinan dan Birth Order
Dari pembahasan hasil penelitian di atas,untuk
aspek kewenangan dan tanggung